Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Farhan Pranata

Kelas : Reguler B

Nim : A1B121077

Mata kuliah: Semantik

Soal

1. Paparkan hakikat relasi makna


2. Relasi makna dapat dipilah atas (1) sinonimi, (2) antonimi atau oposisi, (3) polisemi, (4)
homonimi, homofoni, dan homografi, (5) hiponimi dan hipernimi, (6) ambiguitas, dan (7)
redudansi.
2.1 Jelaskan tiap jenis relasi makna tsb.
2.2 beri contoh masing² 3 (tiga) dlm konteks kalimat.

Jawaban

1. Bahasa merupakan sistem komunikasi yang sangat penting bagi manusia. Bahasa
merupakan alat komunikasi manusia, dan tidak terlepas dari arti atau makna setiap kata
yang diucapkan. Sebagai unsur dinamis, bahasa selalu dianalisis dan dipelajari, dengan
menggunakan berbagai metode untuk mempelajarinya. Salah satu metode lain yang dapat
digunakan untuk belajar bahasa adalah metode makna. Semantik adalah bidang linguistik
yang mempelajari makna. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang berarti tanda
atau lambang. Pada tahun 1883, seorang ahli bahasa Prancis bernama Michel Breal pertama
kali menggunakan istilah semantik. Kata semantik kemudian dianggap sebagai istilah dalam
bidang linguistik, yang mempelajari tanda-tanda linguistik dan apa yang dirujuknya. Oleh
karena itu, semantik kata dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau lambang, yang
merupakan salah satu dari tiga tingkatan analisis bahasa, yaitu fonologi, tata bahasa, dan
semantik (Chaer, 1994: 2).
Dalam bahasa, makna kata-kata saling berhubungan, dan hubungan ini disebut
dengan istilah relasi makna. Hubungan makna dapat mengambil banyak bentuk. Dalam
setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kita jumpai makna atau hubungan
semantik antara suatu kata atau satuan bahasa lain dengan kata satuan bahasa lain. Relasi
makna adalah hubungan semantik yang ada di antara satu unit bahasa dengan unit bahasa
lainnya. Satuan bahasa dapat berupa kata, frasa atau kalimat, dan hubungan semantik dapat
mengungkapkan makna yang sama. Adapun makna tersebut, yaitu makna konflik, makna
inklusif, dan makna ganda atau makna yang berlebihan.

2.1

(1). Sinonimi, Secara etimologis, sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang
"nama" dan syn berarti "dengan". Oleh karena itu, kata sinonimi secara harfiah berarti nama lain
untuk benda dan hal yang sama. Menurut Verhaar (1978), definisi sinonim adalah ungkapan
(bisa berupa kata, frasa atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan
lainnya.

(2). Antonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “nama” dan anti berarti
“melawan”. Jadi antonimi literal berarti “nama lain untuk hal lain”. Secara semantik, Verhaar
(1978) mendefinisikannya sebagai ungkapan yang maknanya dianggap berlawanan dengan
makna ungkapan lain. Hubungan makna antara dua antonimi ini adalah dua arah. Antonimi ada
di semua tingkat bahasa, tingkat morfem, tingkat kata, tingkat frasa, dan tingkat kalimat. Tidak
mudah untuk hanya menemukan contoh dalam setiap bahasa. Menurut sifatnya oposisi terbagi
menjadi oposisi mutlak, oposisi ekstrem, relasi lawan, tingkat oposisi, oposisi majemuk.

(3). Kata polisemi biasanya didefinisikan sebagai unit linguistik dengan banyak arti (terutama
kata, tetapi juga frasa). Menurut pembahasan sebelumnya, setiap kata hanya memiliki satu
makna, yang disebut makna leksikal dan makna yang sesuai dengan objek yang dirujuknya.
Dalam perkembangan selanjutnya, komponen makna tersebut berkembang menjadi makna
individual.

(4). Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onomo, yang berarti “nama”, dan homo
berarti “sama”. Secara harfiah, homonimi dapat diartikan sebagai “nama yang sama dari sesuatu
atau hal lain”. Secara semantik, Verhaar (1978) mendefinisikan homonimi sebagai ekspresi
(berupa kata, frasa atau kalimat) dan ekspresi lain (juga dalam bentuk kata, frasa atau kalimat)
yang memiliki bentuk yang sama tetapi makna yang berbeda. Homofoni sebetulnya sama saja
dengan homonimi karena realisasinya bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Homograf
adalah juga homonim karena mereka berpandangan ada dua macam homonim, yaitu (a)
homonim yang homofon; dan (b) homonim yang homograf.

(5). Hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, di mana onoma berarti “nama” dan hype berarti
“di bawah”. Oleh karena itu, secara harfiah berarti “nama milik nama lain”. Secara semantik,
Verhaar (1978) menunjukkan bahwa hiponimi adalah ekspresi (biasanya kata, tetapi bisa juga
frasa atau kalimat), dan maknanya dianggap sebagai bagian dari makna ekspresi lain. Konsep
kata hiponimi dan hipernimi, yaitu makna satu kata lebih rendah daripada makna kata lain. Oleh
karena itu, sebuah kata yang merupakan kata atas dari beberapa kata lain dapat menjadi kata
yang lebih rendah dari kata lain di tingkat atasnya.

(6). Ambiguitas atau ketaksaan biasanya diartikan sebagai kata-kata dengan makna ganda atau
ambigu. Kata polisemi juga memiliki dua arti. Polisemi dan ambiguitas memiliki makna ganda
hanya ketika makna ganda dalam polisemi berasal dari satu kata, dan makna ganda dalam
ambiguitas berasal dari unit gramatikal yang lebih besar, yaitu frasa atau kalimat, dan terjadi
karena interpretasi struktur gramatikal yang berbeda dari penafsiran ganda semacam ini pada
bahasa lisan mungkin tidak terjadi karena struktur gramatikalnya dibantu oleh unsur-unsur
intonasi.

(7). Istilah redundansi (dari redundancy, dalam bahasa Inggris; dan redundant kata sifat) sering
digunakan dalam linguistik modern untuk menunjukkan bahwa dari sudut pandang semantik,
komponen dalam kalimat tidak diperlukan. Selain itu, istilah ini sering diartikan sebagai
“penggunaan elemen tersegmentasi secara berlebihan dalam beberapa bentuk ucapan.” Tidak
ada masalah redundansi dalam semantik, karena salah satu prinsip semantik adalah jika
bentuknya berbeda maka maknanya juga berbeda.

2.2

(1). - Nenek selalu mempunyai harapan supaya semua cucunya bisa meraih kesuksesan saat
dewasa nanti.

- Lina tampak sangat sedih saat ia melihat neneknya meninggal dunia tadi malam.

- Bahagia rasanya jika mendekati waktu lebaran dimana semua keluarga besar akan
berkumpul bersama.
(2). - Andi sangat tinggi, sedangkan adiknya pendek.

- Bayu tidak tahu mana uang yang asli dan mana yang palsu.

- ayah membelikan sepatu baru untuk Dimas, karena sepatu yang lama sudah koyak.

(3). - Saat berdoa biasanya orang akan menundukkan kepala.

- Dimas dan Fahmi masih memiliki hubungan darah.

- Farhan meminta buah mangga kepada pamannya yang tinggal di sebelah rumahnya.

(4). - Orang seusianya harusnya sudah bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil.

- Ayah menabung di bank. Arya bersama bang Salim pergi mendaki gunung Kerinci.

- Ayu sangat menyukai rendang.

(5). - Rumahku penuh dengan hewan peliharaan(hipernimi) seperti ayam, kelinci, burung,
kambing, dan hamster(hiponimi).

- Semua jenis kendaraan(hipernimi) mulai dari sepeda, motor, becak, bajaj, mobil, hingga
bus(hiponimi) ada di Jakarta.

- Mata pelajaran IPA(hipernimi) terdiri dari materi fisika, kimia, dan biologi(hiponimi).

(6). - Kemarin Dina memberi tahu kepada Andi.

- Dinda lari menghindari kenyataan.

- Istri kepala sekolah yang ramah tersebut mengenakan baju ungu.

(7). - Jagalah kebersihan lingkungan, agar supaya kita terbebas dari berbagai macam penyakit.

- Para guru mengikuti pelatihan minggu depan di LPPM.

- Bola itu ditendang oleh Dika.

Anda mungkin juga menyukai