Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MEMBANGUN TIM WORK DAN

BERKERJA DENGAN TIM SECARA EFEKTIF

Disusun Oleh :

1. Christina Wahyuningtias 1911013

2. Dahlia Vanlesdian P 1911015

3. Krisna Wisnu Wardana 1911026

4. Laurensius Edwin 1911027

5. Dio Alif Alfa P 1911029

Program Studi Pendidikan Ners

STIKes Patria Husada Blitar

Tahun 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala karena telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan Makalah Hasil Diskusi tentang “
MEMBANGUN TIM WORK DAN BERKERJA DENGAN TIM SECARA
EFEKTIF”.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


dalam proses pembuatan makalah ini. Tanpa dukungan dari berbagai pihak mungkin
makalah ini tidak bisa selesai tepat waktu.

Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata kami
mengharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Blitar, 15 November 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB 1......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................5
BAB 2......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
2.1 MODEL EFEKTIFITAS TIM KERJA.........................................................................6
2.2 MANAJEMEN PERAN SERTA (PARTISIPATIVE MANAGEMENT.....................7
2.3 PENGARUH KERJASAMA TIM DAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN..........................................................................................................................8
2.4 KARYAWAN TEAM WORK DAN PARTISIPASI EFEKTIF DALAM
MENINGKATKAN KINERJA...............................................................................................9
BAB 3....................................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................................20
5.1 KESIMPULAN..........................................................................................................20
5.2 SARAN......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................22

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Secara umum Evaluasi kinerja menjelaskan mengenai suatu proses umpan


balik atas kinerja yang lalu dan mendorong adanya produktivitas di masa mendatang.
Dalam era globalisasi telah menuntut adanya perubahan yang sangat cepat dan
menyebabkan adanya pergeseran pemikiran yang kompleks di segala bidang. Untuk
itu perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) agar
dapat memenangkan persaingan, minimal untuk mempertahankan operasi perusahaan.
Salah satu keunggulan kompetitif yang penting bagi perusahaan adalah karyawan
perusahaan. Karyawan perusahaan merupakan penggerak operasi perusahaan,
sehingga jika kinerja karyawan perusahaan baik, maka kinerja perusahaan juga akan
meningkat.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan
tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada
ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998 :15). Dengan demikian, kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah
tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam
melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Kinerja
para karyawan akan meningkat apabila mereka terlibat secara aktif dan ikut
berpartisipasi dan menjadi bagian tim dalam proses kegiatan pada unit organisasi
dimana mereka bekerja.

Dengan adanya partisipasi karyawan dalam proses kegiatan organisasi, hal ini
akan meningkatkan kesadaran karyawan akan tugas dan tanggung jawab yang

3
dibebankan kepadanya. Dengan adanya partisipasi, karyawan tahu benar mengenai
apa yang harus dikerjakan berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan

Masalah kinerja bagi perusahaan adalah masalah yang sangat penting. Tanpa
adanya kinerja yang baik tidak mungkin perusahaan dapat menghasilkan produk yang
kompetitif. Peningkatan kinerja mempunyai implikasi yang positif bagi perusahaan
itu sendiri, artinya perusahaan dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas produk yang
optimal dengan harga bersaing. Selain itu juga, mempunyai implikasi yang positif
terhadap kualitas kehidupan karyawan, karena memberikan sumbangan terhadap
peningkatan kualitas hidup karyawan. Kinerja karyawan akan meningkat bila
didukung oleh penerapan sistem manajemen kinerja dan sistem pengembangan karir
yang baik dan efektif serta penerapan kerjasama tim dan partisipasi karyawan.

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi Bencana

2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi bencana

3. Untuk mengetahui kelompok rentan bencana

4. Untuk mengetahui peran perawat dalam bencana

5. Untuk mengetahui penanggulangan bencana di bidang Kesehatan

6. Untuk mengetahui dampak spiritual pada korban bencana

4
7. Untuk mengetahui pengkajian komunitas (community as partner)
Anderson and Mc Farlane

8. Untuk mengetahui diagnose keperawatan

9. Untuk mengetahui intervensi keperawatan

10. Untuk mengetahui implementasi keperawatan

11. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Bencana adalah sesuatu peristiwa atau kejadian yang tidak menyenangkan,


menimbulkan korban dan kerugian, serta identik dengan sesuatu yang buruk. Bencana
yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah disaster berasal dari kata “dis” yang
berarti sesuatu yang tidak enak (unfavorable) dan ”astro” yang berarti bintang (star).
Dis-astro berarti peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi (Wahyukurni, 2002).
Sedangkan menurut (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24
TAHUN, 2007)tentang penanggulangan bencana pada bab 1: Ketentuan umum, Pasal
1 bahwa yang dimaksud dengan: bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Berdasarkan beberapa pengertian bencana tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa


bencana adalah suatu peristiwa atau kejadian yang disebabkan oleh faktor alam
maupun ulah manusia, yang dapat mengakibatkan adanya kerusakan, kerugian, dan
kehilangan baik materi maupun non materi yang dapat mengganggu proses kehidupan
yang tidak dapat ditanggulangi tanpa bantuan dari orang atau pihak lain.

6
2.2 JENIS-JENIS BENCANA

1. Bencana alam adalah diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa


yang disebabkan oleh alam misalnya, gempa bumi, banjir, gunung meletus,
tsunami, tanah longsor, kekeringan.

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam misalnya, kegagalan
teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia misalnya, konflik sosial antar
kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror

Sementara menurut Solehudin (2005) bencana dikelompokkan menjadi 2 jenis,


yaitu :

1. Bencana alam ( natural disaster ), yaitu disebabkan karena banjir, genangan,


gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabag serangga.

2. Bencana ulah manusia ( man mad disaster ), yaitu kejadian yang antara lain
dikarenakan ulah atau perbuatan manusia, seperti kecelakaan berkendara,
kebakaran, huru hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, gangguan
komunikasi, gangguan transportasi

Disisi lain, bila kejadian bencana ditinjau dari cakupan wilayahnya, bencana
dibedakan dalam dua jenis, yaitu bencana lokal dn bencana regional :

1. Bencana lokal, bencana ini dapat menimbulkan dampak pada wilayah sekitar
yang berdekatan. Jenis bencana ini biasanya karena ulah manusia seperti
kebakaran, ledakan teroris, kebocoran bahan kimia

2. Bencana regional, jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada
area geografis yang cukup luas, dan biasa disebabkan oleh faktor alam seperti
badai, banjir, letusan gunung, tornado.

7
2.3 KELOMPOK RENTAN

Memahami akibat dari bencana adalah manusia potensial menjadi korban,


sehingga perlu kita perlu memahami dua hal yang perlu mendapatkan fokus utama
adalah mengenali kelompok rentan dan meningkatkan kapasitas dan kemampuan
masyarakat dalam menanggulangi bencana. Kerentanan adalah keadaan atau sifat
manusia yang menyebaabkan ketidakmampuan menghadapi bencana yang berfokus
pada pencegahan, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan dalam menghadapi dampak
tertentu.
Undang-undang penanggulangan bencana pada pasal 56 dan pasal 26 (1)
menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan adalah masyarakat yang membutuhkan
bantuan diantaranya bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia.
Kerentanan dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kerentanan fisik
Adalah resiko yang dihadapimasyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan rekonstruksi bangunan rumah pada daerah rawan
banjir dan gempa.
2. Kerentanan ekonomi
Adalah kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
mengalokasikan dana utuk mencegas dan penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social
Kerentanan social dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan tentang
ancaman dan penanggulangan bencana, serta ingkat kesehatan yang rendah.
4. Kerentanan lingkungan
Kerentanan yang melihat aspek tempat tinggal masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.

8
2.4 PERAN PERAWAT DALAM BENCANA

Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Menurut Santamaria
(1995) bencana terjadi melalui tiga fase yaitu pre-impact (pra dampak) dan impact
(dampak), dan post impact.
1. Fase pra dampak (pre impact)

a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan


dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.

b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan, organisasi


lingkungan, Palang Merah Nasinal, maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
memberikan tanggap bencana.
c. Perawat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan diri sendiri, pelatihan
pertolongan pertama dalam keluarga dan menolong anggota keluarga
yang lain, pembekalan informs cara menyimpan makanan dan
minuman untuk persediaan, perawat memberikan nomer telepon
penting seperti nomer telepon pemadam kebakaran, ambulans, rumah
sakit, memberikan informasi peralatan yang perlu dibawa (pakaian,
senter).
2. Fase impact

a. Bertindak cepat.

b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan harapan


palsu pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoordinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master plan
revitalizing untuk jangka panjang.
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi”
pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif.
(Triase).
TRIASE:
a. Merah (paling penting, prioritas utama).

9
Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien
mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal,
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat
I-II.
b. Kuning (penting, prioritas kedua).
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun
belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini
sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit.
Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur
terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II.
c. Hijau (prioritas ketiga).
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar
minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi.
d. Hitam (meninggal).
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari
bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

3. Fase post impact

a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi trauma.

b. Selama masa perbaikan perawat membantu korban bencana alam untuk


kembali ke kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan pemulihan dalam
jangka waktu lama memerlukan bekal informasi dan pendampingan.

10
2.5 PENANGGULANAGAN BENCANA DI BIDANG KESEHATAN

Menurut DepKes RI (2006) untuk mengetahui manajemen penanggulangan


bencana secara berkesinambungan, perlu dipahami siklus penanggulangan bencana
dan peran tiap komponen pada setiap tahapan, sebagai berikut:

1. Kejadian bencana (impact)

Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah
manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, dapat
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis, kerusakan
harta benda dan lingkungan, yang melampaui kemampuan dan sumberdaya
masyarakat untuk mengatasinya.

2. Tanggap darurat (acute response)

Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk
menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

3. Pemulihan (recovery)

Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik dampak fisik
dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan
semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasaran dan pelayanan dasar
(jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas dll) dan memulihkan kondisi
trauma psikologis yang dialami anggota masyarakat.

4. Pembangunan (development)

Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2 tahapan. Tahapan yang
pertama yaitu rehabilitasi yang merupakan upaya yang dilakukan setelah
kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas
umum dan fasilitas sosial serta menghidupkan kembali roda ekonomi.
Tahapan yang kedua yaitu rekonstruksi, yang merupakan program jangka
menengah dan jangka panjang yang meliputi program fisik, sosial dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang
sama atau lebih baik.

5. Pencegahan (prevention)

11
Tindakan pencegahan yang harus dilaksanakan antara lain berupa kegiatan
untuk meningkatkan kesadaran/kepedulian mengenai bahaya bencana.
Langkah-langkah pencegahan difokuskan pada intervensi terhadap gejala-
gejala alam dengan tujuan agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau
menghindarkan akibatnya dengan cara menghilangkan atau memperkecil
kerawanan dan meningkatkan ketahanan atau kemampuan terhadap bahaya.

6. Mitigasi (mitigation)

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik
struktural dengan pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun non-fisik
struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Mitigasi merupakan
semua aktivitas yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi derajat
risiko jangka panjang dalam kehidupan manusia yang berasal dari kerusakan
alam dan buatan manusia itu sendiri (Stoltman et al., 2004).
7. Kesiapsiagaan (preparedness)

Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui


pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Persiapan adalah salah satu tugas utama dalam disaster managemen, karena
pencegahan dan mitigasi tidak dapat menghilangkan vulnerability maupun
bencana secara tuntas.

2.6 DAMPAK SPIRITUAL PADA KORBAN BENCANA

Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan yang
kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual.
Spiritual digambarkan sebagai pengalaman seseorang atau keyakinan
seseorang, dan merupakan bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang
dalam memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai
pencarian individu untuk mencari makna (Bown &Williams, 1993). Dyson,
Cobb, dan Forman (1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan
perasaan dari hubungan dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan
kekuatan yang lebih tinggi.

Bencana adalah fenomena kehidupan yang maknanya sangat tergantung dari


mana seseorang memaknainya. Disinilah aspek spiritual ini berperan. Dalam

12
kondisi bencana, spiritualitas seseorang merupakan kekuatan yang luar biasa,
karena spiritualitas seseorang ini mempengaruhi persepsi dalam memaknai
bencana selain faktor pengetahuan, pengalaman, dan sosial ekonomi. Kejadian
bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang bertambah
meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi yang
meningkatkan aspek spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa yang
terjadi merupakan kehendak dan kuasa sang Pencipta yang tidak mampu di
tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan cara meningkatkan
spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam
menghadapi bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang
menjauh umumnya karena dasar keimanan atau keyakinan terhadap sang
pencipta rendah, atau karena putus asa.

13
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian
1. Umum
 Nama
 Usia
 Jenis Kelamin
 Alamat
 Status
 Pekerjaan
 Agama
2. Khusus
a. Data Subjektif
 Menceritakan kejadian/periatiwa yang traumatis
 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi
 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana yang
dialaminya
 Mengatakan merasa tidak berguna
 Menyatakan was-was
 Merasakan fikiran terganngu
 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan menceritakannya
lagi
 Mengingkari peristiwa trauma
 Merasa malu
 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa jantung berdebar-
debar
b. Data Objektif
 Mengasingkan diri
 Menangis
 Marah
 Gelisah

14
 Menghindar
 Mengasingkan diri
 Depresi
 Sulit berkomunikasi
 Keadaan mood terganggu
 Sesak didada
 Lemah
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan mental/jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya pesimis dan dibayangi dengan masa depan
yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di massa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-
kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi kehilangan dimasa
dewasa
4. Faktor Presipitasi
Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial
antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi sseksualitas,
kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang kehilangan sering
menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak mampu menangis, marah,
putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh diri atau melukai orang lain yang
akhirnya membawa pasien dalam keadaan depresi.
5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME
b. Kehadiran ditempat Ibadah
c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien
d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian
6. Orang-orang terdekat

15
a. Status perkawinan
b. Siapa orang terdekat
c. Anak-anak
d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya
e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau masalah
f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga
g. Gaya hidup keluarga, missal : Diet, mengikuti pengajian
1. Sosioekonomi
a. Pekerjaan : keuangan
b. Faktor-faktor lingkungan : rumah,pekeerjaan dan rekreasi
c. Penerimaan sosial terhadap penyakit atau kondisi, misal : PMS, HIV,
Obesitas, dll.
1. Kultural
a. Latar belakang etnis
b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit
c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara umum dan
respon terhadap rasa sakit
d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

16
BAB 4

KASUS SEMU

4.1 KASUS
tn,t 25 tahun laki-laki yang beralamat di Jl.jalan sudah menikah, klien merasa
bersedih karena kehilangan anaknya akibat kecelakaan maut yang menimpa tn,t
dan An,n tn,n mengatakan dirinya tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali, tn
n mengatakan dirinya merasa tidak berguna dan merasa bersalah. Saat pengkajian
tn.n menangis dan tampak gelisah

4.2 PENGKAJIAN

1. Umum
 Nama : tn.t
 Usia : 25
 Jenis Kelamin : laki laki
 Alamat : Jl.jalan
 Status : menikah
 Pekerjaan : wiraswasta
 Agama : islam
2. Khusus
c. Data Subjektif
tn.n merasa bersedih, tn.t mengatakan dirinya tidak ingin mengingat
peristiwa itu kembali dengan menceritakannya lagi. tn.n mengatakan dirinya
merasa tidak berguna dan merasa bersalah.
d. Data Objektif
Menangis, gelisah tampak panik
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :
An,n adalah anak dari tn,t

17
4. Faktor Presipitasi
tn.t merasa sangat kehilangan karena an,n meninggal
5. Spiritual
tn,t merasa bersalah karena menganggap dirinya yang membunuh anaknya, dan
dia ketakutan karena membunuh adalah menyalahi keyakinan tn,t
6. Orang-orang terdekat
2. Sosioekonomi
2. Kultural

4.3 ANALISIS DATA


N DATA ETIPLOGI MASALAH
O
1. DS Kehilangan berduka
tn.n merasa bersedih, tn.t ( kematian)
mengatakan dirinya tidak ingin
Syok, tidak percaya,
mengingat peristiwa itu kembali kebingungan
dengan menceritakannya lagi. tn.n
mengatakan dirinya merasa tidak Berakhir setelah
berguna dan merasa bersalah. beberapa hari

Kembali berduka
DO berlebihan
Menangis
Gelisah Menangis dan
Tampak panik ketakutan

4.4 MASALAH KEPERAWATAN


1. Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau orang yang berarti di
tandai dengan px merasa bersedih, menangis.

4.5 NURSING CARE PLAN


NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
(PPNI, 2018a) (PPNI, 2018c) (PPNI, 2018b)
1. Berduka Setelah dilakukan Dukungan Proses Berduka
berhubungan intervensi keperawatan Observasi:
dengan kematian selama 3x24 jam maka  Identifikasi kehilangan yang
keluarga atau orang tingkat berduka dihadapi
yang berarti di membaik dengan  Identifikasi proses berduka
tandai dengan px kriteria hasil yang alami
merasa bersedih, 1. verbalisasi perasaan  Identifikasi sifat keterikatan
menangis. bersedih ( menurun ) pada benda yang hilang atau
2. menangis (menurun)
orang yang meninggal

18
 Identifikasi reaksi awal
terhadap kehilangan
Terapeutik:
 Tunjukkan sikap
menerima dan empati
 Motivasi agar mau
mengungkapkan perasaan
kehilangan
 Motivasi untuk
menguatkan dukungan
keluarga atau orang
terdekat
 Fasilitasi melakukan
kebiasaan sesuai dengan
budaya, agama dan norma
sosial
 Fasilitasi mengekspresilan
perasaan dengan cara yang
nyaman (mis.membaca
buku,menulis,menggambar
atau bermain)
 Diskusikan strategi kopig
yang dapat digunakan
Edukasi
 Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar
menawar, sepresi dan
menerima adalah wajar
dalam menghadapi
kehilangan
 Anjurkan mengidentifikasi
ketakutan terbesar pada
kehilangan
 Anjurkan mengekspresikan
perasaan tentang kehilangan
 Ajarkan melewati proses
berduka secara bertahap

19
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.


Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana
harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana
tidaklah sederhana, maka penanganan korban bencana harus dilakukan
dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami
berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik
dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana.
Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar
secara aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana
Asuhan keperawatan itu sendiri terdiri dari pengkajian yang
menjadi dasar dalam merencanakan asuha keperawatan spiritual, setelah itu
di tegakkan diagnosa keperawatan untuk menentukan masalah keperawatan
spiritual yang dialami pasien, Perencanaan yang dibuat untuk di
implementasikan kepeda pasien spiritual dan evaluasi yang berdasarkan
observasi perawat terhadap pasien spiritual.

20
5.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan makalah ini, maka kami dapat mengemukakan


beberapa saran yang mungkin dapat menjadi masukan yang bersifat positif
antara lain :
1. Diharapkan agar mahasiswa (i) dapat menguasai dan menerapkan
Asuhan Keperawatan Spiritual pada Pasca Bencana ini. Terus
mengembangkan dalam tindakan nyata pada kehidupan dimasyarakat.
2. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai acuan tambahan
pembelajaran bagi ilmu keperawatan.
3. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan referensi tambahan
diperpustakaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018c). Standar luaran keperawatan indonesia : definisi dan kriteria hasil
keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN. (2007).
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007.
https://doi.org/10.1007/s00393-018-0552-0
Wahyukurni, B. A. B. (2002). Dampak Psikososial Dari Lumpur Lapindo. 2006, 8–
26.

22

Anda mungkin juga menyukai