Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PETA KONSEP

IMMUNOLOGI

SISTEM IMUN NON SPESIFIK

Dosen Pengampu

Putri Rahayu Ratri, S.Si., M.Biomed

Disusun Oleh :

NAMA : DEFI RAHMASARI

NIM : G42192052

GOL :C

PROGRAM STUDI GIZI KLINIK

JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2021
PETA KONSEP SISTEM IMUN NON SPESIFIK

Kulit

Membran
Eksternal mukos
Sekresi dari Monosit
kulit
Sistem Imun Makrofag
Sel darah putih
Non Spesifik fagosit
Neutrofil
Respon
peradangan Eosinofil
Internal
Natural killer
Protein
Protein kompelemen
Pengertian Sifat-Sifat Antimikroba
Interferon
PENJELASAN PETA KONSEP

A. Pengertian Imun Non Spesifik


Respon imun non spesifik merupakan imunitas bawaan (Innate imunity) yang
artinya bahwa respon terhadap zat asing dapat masuk kedalam tubuh walaupun belum
pernah terpapar zat tersebut. Imun non spesifik dapat mendeteksi adanya zat asing dan
melindungi tubuh dari adanya kerusakan, akan tetapi tidak mampu mengenali dan
mengingat zat asing tersebut. Sistem imun non spesifik bertindak sebagai lini pertama
dalam menghadapi infeksi.
B. Sifat-Sifat Imun Non Spesifik
Sistem imun non spesifik memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
 Resistensi tidak berubah oleh infeksi berulang
 Terjadi pada awal infeksi untuk menghancurkan virus
 Respon non spesifik umumnya efektif terhadap semua mikroba
 Tidak ada memori imunologikal
 Umumnya efektif terhadap semua zat asing
 Selalu siap dan memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya suatu
patogen
C. Pertahanan Imun Non Spesifik
Pertahanan tubuh non spesifik terrdiri dari 2 antara lain yaitu :
1. Pertahanan Tubuh Non Spesifik Eksternal
Kulit merupakan benteng pertama dalam pertahanan tubuh. Kulit utuh
sebagai proteksi utama yang berperan sebagai barier fisik untuk menghentikan
invasi mikroorganisme dan substansi lainya. Pembelahan sel menghasilkan setiap
sel baru dan bergerak dari bagian dalam kulit menuju ke permukaan kulit. Selain
itu, kulit juga menghasilkan protein disebut dengan keratin. Senyawa keratin
mempunyai struktur yang keras dan sangat kuat sehingga akan sulit
didekomposisi oleh mikroorganisme patogen. Kulit dan membrane mukosa
menghasilkan kelenjar minyak dan keringat, pH kulit berkisar antara 3-5 (asam)
dapat mencegah kolonisasi oleh mikroba. Membran mukosa juga melapisi
saluran kelamin, saluran ekskresi, saluran pencernaan, dan saluran respirasi.
Selain itu juga, kelenjar saliva, air mata, dan sekresi mukosa yang terus menerus
membasahi permukaan yang terpapar dapat menghambat terjadinya kolonisasi
mikroba. Pada mata juga terdapat kelenjar penghasil air mata yang mengandung
enzim lisozim yang berfungsi dapat merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri
tidak dapat masuk untuk meninfeksi mata. Selain itu, terdapat asam pada
lambung, bakteri alami pada vagina, serta lisozim pada usus halus.
Cairan kental yang disekresikan oleh sel-sel membrane mukosa yaitu mucus.
Pada trakea, sel epithelium bersilia mengeluarkan mucus sehingga mencegah
mikroba memasuki paru-paru. Mikroba yang masuk melalui makanan akan
menghadapi HCI (sangat asam) yang dapat membunuh bakteri (Campbell, 2004).
2. Pertahanan Tubuh Non Spesifik Internal
Mikroba yang mampu lolos dan menembus sistem pertahanan tubuh akan
menghadapi garis pertahanan kedua. Mekanisme utama dari sistem imun non
spesifik internal bergantung pada fagositosis. Mekanisme pertahanan tubuh non
spesifik internal juga dilakukan oleh senyawa antimikroba, dan respon
peradangan.
 Fagositosis
Sel neutrofil dengan adanya sinyal kimiawi (kemotaksis), mendekati sel
yang diserang oleh mikroba. Neutrofil menuju jaringan yang terinfeksi dan
membunuh mikroba yang menyebabkan infeksi. Sel monosit sebanyak 5%
dari keseluruhan sel darah putih, namun juga memberikan pertahanan
fagosit yang efektif. Sel monosit yang telah mengalami kematangan akan
bersirkulasi dalam darah untuk beberapa jam dan setelah itu bergerak
menuju jaringan dan berubah menjadi makrofag. Sel ini mampu
memanjangkan pseudopodia untuk menarik mikroba yang akan
dihancurkan oleh enzim pencernaannya. Selain itu juga, terdapat eosinofil
sekitar 1,5%, memiliki aktivitas fagositosis yang terbatas, akan tetapi
mengandung enzim penghancur didalam granul sitoplasmanya. Eosinofil
berperan dalam pertahanan tubuh terhadap cacing parasit dengan cara
memposisikan dipermukaan cacing dan menyekresikan enzim dari granul
untuk menghancurkan cacing tersebut.
 Respon Peradangan
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu bentuk respon pertahanan
tubuh terhadap terjadinya kerusakan jaringan misal cedera dan benturan
keras. Pada proses ini dipengaruhi oleh histamin dan prostalgidin. Histamin
berperan untuk meningkatkan konsentrasi otot dan permeabilitas dinding
pembuluh darah kapiler disekitar area yang terinfeksi. Terjadinya
peningkatan aliran darah dapat memudahkan perpindahan sel-sel fagosit
dari darah ke dalam jaringan yang terluka. Fagosit pertama yang
menyelubungi luka yaitu neutrofil dan selanjutnya monosit yang akan
membersihkan sel-sel jaringan rusak.
3 proses penting yang terjadi pada inflamasi antara lain peningkatan
aliran darah di area infeksi, peningkatan permeabilitas kapiler akibat
retraksi sel-sel endote, dan migrasi fagosit ke luar vaskuler.
 Sel Natural Killer (NK)
Mampu membunuh sel terinfeksi virus dan sel tumor. Sel Natural Killer
(NK) tidak bersifat fagositik, melainkan menyerang membran sel sehingga
sel tersebut lisis. Sel NK dapat membunuh sel sasaran secara langsung
tanpa sensitisasi dan memegang peranan penting pertahanan alamiah
terhadap berbagai penyakit utamanya infeksi virus.
 Protein Antimikroba
Sistem komplemen merupakan protein yang berperan dalam sistem
pertahanan tubuh non spesifik dan dapat secara langsung membunuh
mikroorganisme atau mencegah reproduksinya. Histamin dan interleukin
termasuk protein ini dan protein komplemen bersirkulasi dalam darah
dengan bentuk tidak aktif. Aktivasi protein komplemen terjadi apabila
protein komplemen berikatan dengan antigen. Beberapa protein
komplemen dapat bersatu dan membentuk pori kompleks yang
menginduksi lisis (kematian sel) pada patogen.
Interferon merupakan kelompok protein yang memiliki peran dalam
mekanisme pertahanan terhadap sel kanker dan infeksi virus. Interferon
menganggu replikasi virus dan melindungi sel dari adanya infeksi virus,
bakteri, dan parasit. Ketika tubuh diserang oleh virus maka sel tersebut
akan memperoduksi interferon dan mengaktifkan sistem pertahanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aripin, Ipin. 2019. Pendidikan Nilai Pada Materi Konsep Sistem Imun. Jurnal Bio
Educatio. 4(1), hlm. 4-6.
2. Supatmo, Yuswo. Susanto, Hardhono, dan Sugiharto. 2015. Pengaruh Latihan
Terhadap Jumlah Sel Natural Killer (NK) Sebagai Indikator Kekebalan Tubuh Latihan.
Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. 5(1), hlm. 30-31.
3. Tim Universitas Brawijaya. 2020. Innate and Adaptive Imunity (Sistem Imun Non
Spesifik dan Spesifik). Malang: Fakultas Kedokteran Hewan.
4. Prof. drg. Sudiono, Janti, MDSc. 2014. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai