abstrak : Aliran dalam saluran terbuka dapat kita temukan di lingkungan sekitar kita, baik
buatan maupun alami. Saluran terbuka memiliki kecenderungan bagian aliran terbuka
sehingga tekanan yang bekerja adalah tekanan udara bukan tekanan pengukur. Contoh
saluran terbuka adalah drainase, selokan, sungai, dll. Praktikum ini akan mempelajari
bagaimana pengaruh kedalaman kritis terhadap laju aliran dan kecepatan aliran. Saluran
mekanis terbuka lebih sulit daripada saluran mekanis tertutup. Dalam saluran terbuka
terdapat permukaan bebas ditambah kekasaran permukaan penampang yang tidak konstan.
Kemudian ada peran fluida lain yaitu fluida gas pada saluran terbuka. Kepadatan yang
berbeda dari cairan cair dan gas membuat saluran terbuka mekanis sulit untuk diprediksi.
Hasil pertama Yc atau kedalaman kritis pada praktikum ini adalah 0,026267 m untuk
perlakuan 1 dan 0,032164 m untuk perlakuan 2. Hasil debit kedua pada perlakuan 1 dan 2
berturut-turut adalah 0,001 m^3/s dan 0,00135 m^3/s. Hasil ketiga untuk kecepatan pada
perlakuan 1 dan 2 dengan nilai terendah berturut-turut 0,381 m/s dan 0,452 m/s, sedangkan
untuk kecepatan tertinggi pada perlakuan 1 dan 2 yaitu 0,833 m/s dan 0,860 m/s. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.6 dan 1.8 di atas..
Abstract: Flow in open channels can be found in the environment around us, both
artificial and natural. An open channel has a tendency for the flow section to be
open so that the acting pressure is air pressure not gauge pressure. Examples of
open channels are drainage, ditches, rivers, etc. This practicum will study how the
influence of critical depth on the flow rate and the speed of the flow. Open
mechanical channels are more difficult than closed mechanical channels. In an
open channel there is a free surface plus an inconstant cross-sectional surface
roughness. Then there is the role of other fluids, namely gas fluids in open
channels. The different densities of liquid and gaseous fluids make the mechanical
open passage difficult to predict. The first results for Yc or critical depth in this
practicum are 0.026267 m for treatment 1 and 0.032164 m for treatment 2.
The second results for discharge in treatments 1 and 2 were 0.001 m^3/s and
0.00135 m^3/s respectively.
The third result is for speed in treatments 1 and 2 with the lowest values
respectively 0.381m/s and 0.452 m/s, while for the highest speeds in treatments 1
and 2 are 0.833 m/s and 0.860 m/s. Complete data can be seen in Tables 1.6 and
1.8 above.
Saluran Terbuka
Energi Spesifik
Energi spesifik ialah energi per satuan berat air yang diukur di
beberapa bagian dasar saluran atau bisa juga disebut sebagai
tinggi tenaga di sembarang tampang yang diukur dari dasar
saluran (G.S., 2014). Besarnya energi spesifik dapat dirumuskan
sebagai berikut :
𝑣2
𝐸𝑠 = ℎ +
2𝑔
Kedalaman Kritis
Tabel 1.3 Nilai debit yang didapat dari volume per satuan waktu perlakuan pertama
Y2 Y1 Y gate B V t Q g
0.015 0.035 0.15 0.075 0.005 5 0.001 9.81
Tabel. 1.4 Nilai Yc perlakuan pertama terhadap rasio antara debit dengan
gravitasi
Q q Yc E
0.001 0.013333 0.026267 0.0394
Tabel 1.5 Nilai debit yang didapat dari volume per satuan waktu perlakuan kedua
Y2 Y1 Y gate B V t Q g
0.02 0.04 0.15 0.075 0.005 3.69 0.001355 9.81
Tabel 1.6 Nilai Yc perlakuan kedua terhadap rasio antara debit dengan gravitasi
Q q Yc E
0.001355 0.018067 0.032164 0.048245
Yc terhadap Q
0.035
0.03
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016
0.035
0.030
0.025
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Perhitungan
1. Debit (perlakuan 1)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑄=
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢
0.005 𝑚3
𝑄=
5𝑠
𝑄 = 0.001 𝑚3
2. Luas Penampang (perlakuan 1)
𝐴=𝐵 ×𝑦
𝐴 = 0.075 𝑚 × 0.035 𝑚
𝐴 = 0.002625 𝑚2
3. Kecepatan (perlakuan 1)
𝑄
𝑣=
𝐴
0.001 𝑚3 /𝑠
𝑣=
0.002652 𝑚2
𝑣 = 0.381 𝑚/𝑠
𝑞 = 𝑄/𝐵
𝑞 = 0.001 𝑚3 / 0.075 m
𝑞 = 0.0133 𝑚2 /𝑠
3 𝑞2
𝑌𝑐 = √
𝑔
3 (0.0133 𝑚 2 /𝑠)2
𝑌𝑐 = √
9.81 𝑚/𝑠 2
𝑌𝑐 = 0.026267 𝑚
7. Energi Kritis (perlakuan 1)
𝐸𝑐 = 3⁄2 𝑦𝑐
𝐸𝑐 = 3⁄2 0.0133 𝑚2 /𝑠
𝐸𝑐 = 0.0394 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒
II. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini kita membahas mengenai pengamatan
kedalaman kritis yang terjadi pada saluran terbuka. Pada Tabel
1.3 dan Tabel 1.5 data yang telah disajikan merupakan
komponen-komponen utama untuk kita dapat menentukan
kedalaman kritis pada tiap perlakuan. Terdapat 2 perlakuan
berbeda yang kita terapkan, pertama perlakuan 1 dengan Y gate
sebesar 35 mm, kemudian perlakuan 2 dengan Y gate sebesar 40
mm. Lalu untuk mengamati perubahan dari variable kecepatan,
luas penampang, dan energi spesifik kita membuat selisih tetap
antar point pengamatan, yaitu sebesar 1 mm. Sehingga
didapatkan Y gate pada point 1 akan berbeda dengan point 2,3,4,
dst. Hal tersebut menimbulkan efek domino terhadap variable
lain, seperti kecepatan, luas penampang, serta energi spesifik.
Dapat kita amati pada Tabel 1.6 dan Tabel 1.8, ditemukan bahwa
luas penampang akan berbanding lurus dengan penurunan nilai
Y gate, hal ini dikarenakan rumus dari luas penampang yaitu
hasil perkalian dari B dengan Y gate atau bisa dikatakan bahwa
A (luas penampang) berbanding lurus dengan Y gate. Sementara
itu untuk kecepatan dan energi spesfik justru akan memiliki nilai
yang semakin meningkat. Merujuk pada Grafik 1.7 dan 1.9
bahwa nilai dari energi spesifik akan semakin besar ketika
terjadinya penurunan nilai dari Y gate. Hal itu berhubungan
dengan kecepatan yang juga semakin tinggi. Karena semakin
sempit diameter daripada penampang maka akan semakin cepat
aliran yang dihasilkan karena tekanan yang dihasilkan juga
semakin kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Cindhy Ade Hapsari, T. M. (2012). Aliran Kritis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
G.S., Y. (2014). Analisa Kapasitas Sungai dalam Mengendalikan Banjir dengan
Integrasi Antara Metode Rasiona dengan Program WIN-TR (Studi Kasus
Daerah Aliran Sungai Air Bengkulu). Bengkulu: Fakultaas Jurusan Sipil.
Harianja, J. A. (2007). TINJAUAN ENERGI SPESIFIK AKIBAT PENYEMPITAN
PADA SALURAN TERBUKA. Jurnal UKRIM, 1-17.
Muhammad Yunus ali, H. d. (2018). KARAKTERISTIK ALIRAN PADA
BANGUNAN PELIMPAH TIPE OGEE. Jurnal Teknik Hidro, 1- 11 Vol 11
(1).
Raju, R. (1999). Aliran Melalui Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga.
Santoso, B. (1998). Hidrolika II. Yogyakarta: UGM.
Lampiran