Anda di halaman 1dari 149

MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN MILIK DINAS
PELATIHAN

HANJAR

KAPITA SELEKTA
PERUNDANG-UNDANGAN

untuk

SEKOLAH INSPEKTUR POLISI

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


2021
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SAMBUTAN

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Salam sejahtera, Om Swastiastu, Namo Budaya dan Salam Kebajikan.

P ujike hadirat
dan syukur tiada henti-hentinya kita panjatkan
Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian atas tersusunnya
bahan ajar (Hanjar) dalam bentuk modul ini, sehingga
dapat membantu para pendidik maupun peserta didik dalam
mengikuti pendidikan sampai dengan selesainya pendidikan
Sekolah Inspektur Polisi T.A. 2021.

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat) Polri merupakan


unsur pendukung pelaksana pendidikan dan pengembangan yang
kedudukannya berada di bawah Kapolri dengan tugas merencanakan,
mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan kepolisian dalam rangka
mewujudkan sumber daya manusia yang unggul untuk menciptakan insan Tribrata
yang profesional dan modern berdasarkan jenis pendidikan profesi, manajerial
(kepemimpinan), akademis dan vokasi serta mengelola komponen pendidikan di
jajaran Lemdiklat Polri.

Untuk menghasilkan perwira Polri sebagai pemimpin garis depan yang unggul dan
berintegritas guna melaksanakan tugas Kamtibmas, diharapkan Polri dapat
memenuhi tuntutan serta menjalankan tugas pokoknya secara baik. Salah satu
wujudnya dengan mendahulukan pembenahan-pembenahan dalam pendidikan dan
penyempurnaan pada semua komponen pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP)
antara lain kurikulum dan Hanjar yang disesuaikan dengan tantangan tugas
sehingga diharapkan peserta didik SIP dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta memberikan pengalaman belajar.

Sekolah Inspektur Polisi (SIP) merupakan pendidikan pengembangan Polri yang


memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan pendidikan bagi calon perwira Polri
sebagai pemimpin garis depan. Sehingga diharapkan profil lulusannya sebagai
manajer tingkat pertama dalam mengelola sumber daya yang berada di bawah
tanggung jawabnya, analis masalah-masalah Harkamtibmas dan penegakan hukum
sesuai dengan lingkup tugasnya dan supervisor dalam pelaksanaan tugas pokok
kepolisian.

Tujuan…….
ii
Tujuan pendidikan SIP T.A. 2021 yaitu menghasilkan perwira Polri yang bersumber
dari Brigadir Polri sebagai pemimpin garis depan dan manajer tingkat pertama yang
profesional, prediktif, responsibility, transparansi dan berkeadilan dalam
melaksanakan tugas sebagai Harkamtibmas, pelindung, pengayom, pelayan dan
penegakan hukum guna terciptanya Kamtibmas yang kondusif.

Hanjar dalam bentuk modul ini disusun melalui proses kelompok kerja yang
melibatkan Kasetukpa Lemdiklat Polri, para pendidik masing-masing mata pelajaran,
narasumber dan personel Lemdiklat Polri. Diharapkan Hanjar ini dapat menjadi
panduan yang masih relevan, valid dan aktual dalam beberapa tahun ke depan, yang
disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi terkini/aktual.

Materi Hanjar dalam bentuk modul ini merupakan panduan dalam proses belajar
mengajar dan diharapkan para peserta didik dapat memahami serta menambah
materi dari berbagai referensi sesuai dengan dinamika perkembangan situasi dan
kondisi dalam menunjang proses pembelajaran pada pendidikan SIP.

Saya ucapkan terima kasih kepada narasumber dan peserta kelompok kerja
penyusunan Hanjar SIP yang telah mencurahkan waktu dan pikirannya, sehingga
dapat tersusun Hanjar dalam bentuk modul.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada


kita semua dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan
negara.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Om shanti shanti shanti om, namo budaya dan salam kebajikan.

Jakarta, 24 Februari 2021

KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Drs. ARIF SULISTIYANTO,


M.Si. KOMISARIS JENDERAL
POLISI
Paraf :

iii
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


Nomor : Kep/ 67 /II/2021

tentang

HANJAR PENDIDIKAN POLRI


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) T.A. 2021

KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Menimbang : bahwa dalam rangka penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Inspektur


Polisi (SIP) diperlukan adanya Hanjar yang sesuai dengan kurikulum
dipandang perlu menetapkan keputusan.

Mengingat : 1. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor


14 Tahun 2015 tentang Sistem Pendidikan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;

2. Peraturan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Nomor


3 Tahun 2016 tentang Penyusunan Bahan Ajar Pendidikan Polri;

3. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor:


Kep/2463/XII/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang Program
Pendidikan dan Pelatihan Polri Tahun Anggaran 2021;

4. Keputusan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri


Nomor: Kep/253/VI/2020 tanggal 30 Juni 2020 tentang Rencana
Kerja Satker Lemdiklat Polri Tahun Anggaran 2021;

5. Pengumuman Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia


Nomor: Peng/2/I/DIK.2.2./2021 tanggal 8 Januari 2021 tentang
Seleksi Pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) Angkatan ke-50
Tahun Anggaran 2021.

Memperhatikan: hasil kelompok kerja penyusunan Hanjar dalam bentuk modul


pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) T.A. 2021.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. mengesahkan berlakunya Hanjar pendidikan Polri untuk Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) T.A. 2021, yang tersebut dalam lampiran
keputusan ini;
2. Hanjar.....
iv
2 KEPUTUSAN KALEMDIKLAT POLRI
NOMOR : KEP/ 67 /II/2021
TANGGAL: 24 FEBRUARI 2021

2. Hanjar dalam bentuk modul ini, berklasifikasi terbatas;


3. keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta


pada tanggal : 24 Februari 2021

KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kepada Yth: Drs. ARIEF SULISTYANTO, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI
Kasetukpa Lemdiklat Polri.

v
MARKAS BESAR LAMPIRAN
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN KALEMDIKLAT POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
NOMOR : KEP/ 67 /II/2021
TANGGAL: 24 FEBRUARI 2021

DAFTAR HANJAR SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) T.A. 2021

1. IDEOLOGI PANCASILA;
2. BELA NEGARA;
3. REVOLUSI MENTAL;
4. BUDAYA ANTI KORUPSI;
5. KODE ETIK PROFESI POLRI DAN PP 1, 2, DAN 3 TAHUN 2003;
6. ETIKA PERWIRA POLRI;
7. PENGANTAR MANAJEMEN;
8. KEPEMIMPINAN;
9. SISTEM, MANAJEMEN DAN STANDAR KEBERHASILAN
OPERASIONAL KEPOLISIAN;
10. MANAJEMEN KONFLIK;
11. MANAJEMEN MEDIA;
12. MANAJEMEN PEMBINAAN POLRI;
13. MANAJEMEN BANTUAN TEKNIS KEPOLISIAN;
14. MANAJEMEN TINGKAT POLSEK;
15. ADMINISTRASI UMUM DI LINGKUNGAN POLRI;
16. PENGANTAR HUKUM KEPOLISIAN;
17. HUKUM PIDANA;
18. HUKUM ACARA PIDANA;
19. KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIF JUSTICE);
20. KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN;
21. ANTROPOLOGI BUDAYA;
22. PSIKOLOGI SOSIAL;
23. HAK ASASI MANUSIA;
24. KOMUNIKASI SOSIAL POLRI DENGAN MASYARAKAT;
25. REFORMASI BIROKRASI POLRI;
26. SMART POLICING;
27. PEMOLISIAN DEMOKRASI (DEMOCRATIC POLICING);
27. REVOLUSI…..
vi
2 LAMPIRAN
KEPUTUSAN KALEMDIKLAT POLRI
NOMOR : KEP/ 67 /II/2021
TANGGAL: 24 FEBRUARI 2021

28. REVOLUSI INDUSTRI 4.0;


29. NEGOSIASI;
30. PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS;
31. PERATURAN DASAR KEPOLISIAN (PERDASPOL);
32. MENEMBAK;
33. BELA DIRI POLRI;
34. SEARCH AND RESCUE (SAR);
35. KOMPUTER DASAR;
36. MANAGEMENT TRAINING LEVEL I;
37. TEKNIK DASAR KONSELING.

Ditetapkan di: Jakarta


pada tanggal :24 Februari 2021
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Drs. ARIEF SULISTYANTO, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI

vii
LEMBAR IDENTITAS

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN

Penyusun:

Tim Rapat Koordinasi Penyusunan Hanjar SIP T.A. 2021

Editor:

1. Brigjen Pol. Drs. Adi Kuntoro


2. Kombes Pol. Drs. Hudit Wahyudi., M.Hum., M.Si.
3. AKBP Andi Sophian, S.I.K.
4. AKBP H. Tedy Raharja., S.H., M.M.
5. AKP Sugiyanto., S.H., M.H.
6. IPTU M. Andika Fatra., S.H.,M.H.
7. Penata Rindang Galih. S., S.E.

Hanjar Pendidikan Polri


Sekolah Inspektur Polisi

Diterbitkan oleh:
Bagian Kurikulum dan Hanjar Pendidikan Pengembangan Umum
Biro Kurikulum
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri
Tahun 2021

Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi Bahan Ajar (Hanjar) Pendidikan
Polri ini, tanpa izin tertulis dari Kalemdiklat Polri.

viii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................... i
Sambutan Kalemdiklat Polri ................................................................................ ii
Keputusan Kalemdiklat Polri ............................................................................... iv
Lembar Identitas..........................................................................................................viii
Daftar Isi ............................................................................................................. ix
Pendahuluan........................................................................................................ 1
Standar Kompetensi ............................................................................................ 2

MODUL 01 UNDANG-UNDANG RI NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG


PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP
Pengantar ................................................................................ 3
Kompetensi Dasar .................................................................. 3
Materi Pelajaran ...................................................................... 4
Metode Pembelajaran ............................................................. 4
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar ................................... 5
Kegiatan Pembelajaran ........................................................... 5
Tagihan/Tugas ......................................................................... 6
Lembar Kegiatan ..................................................................... 7
Bahan Bacaan .......................................................................... 8
1. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan Dengan 8
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .............
2. Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan 11
Pengelolaan Lingkungan Hidup ..........................................
3. Perencanaan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan 14
Hidup ..................................................................................
4. Pemanfaatan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan 15
Hidup ..................................................................................
5. Pengendalian Perlindungan Pengelolaan Lingkungan 15
Hidup ..................................................................................
6. Pemeliharaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan 27
Hidup .................................................................................
Rangkuman......................................................................................28
Latihan..............................................................................................32

MODUL 02 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG


33
CIPTA KERJA
Pengantar.........................................................................................33
Kompetensi Dasar..........................................................................33
Materi Pelajaran..............................................................................34
Metode Pembelajaran.....................................................................34
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar..........................................35
Kegiatan Pembelajaran...................................................................35
Tagihan/Tugas.................................................................................36
ix
Lembar Kegiatan.............................................................................36
Bahan Bacaan..................................................................................37
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang- 37
undang Cipta Kerja .............................................................
2. Latar belakang dibuatkannya undang-undang Cipta kerja . 38
3. Tujuan umum undang-undang Cipta kerja................................39
4. Hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja............................40
5. Manfaat Undang-Undang Cipta Kerja bagi masyarakat 41
umum ................................................................................
6. Sanksi pidana pada Undang-Undang cipta kerja......................43
Rangkuman......................................................................................44
Latihan..............................................................................................45

MODUL 03 PELAYANAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK 46


SERTA PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN
DENGAN HUKUM (UU NO 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK, UU NO 11 TAHUN 2012
TENTANG PERADILAN ANAK SERTA PP NO 65 TAHUN
2015 TENTANG PELAKSANAAN DIVERSI
Pengantar.........................................................................................46
Kompetensi Dasar...........................................................................47
Materi Pelajaran..............................................................................48
Metode Pembelajaran.....................................................................48
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar..........................................49
Kegiatan Pembelajaran...................................................................50
Tagihan/Tugas.................................................................................51
Lembar Kegiatan.............................................................................51
Bahan Bacaan..................................................................................52
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang- 52
undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. .
2. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang- 55
undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
pidana anak ........................................................................
3. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP nomor 56
65 tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi .......................
4. Tujuan Perlindungan Perempuan dan Anak serta Anak 57
Yang Berhadapan Dengan Hukum ....................................
5. Asas Perlindungan Perempuan dan Anak serta Anak 58
Yang Berhadapan Dengan Hukum ....................................
6. Hak dan kewajiban serta tanggung jawab................................58
7. Kedudukan anak........................................................................60
8. Peran masyarakat.....................................................................61
9. Hukum acara Peradilan anak....................................................62
10. Pengertian Diversi dan syarat-syaratnya..................................67
11. Sanksi Pidana............................................................................73
Rangkuman......................................................................................76
Latihan..............................................................................................77
x
MODUL 04 UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG 78
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN
2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Pengantar ................................................................................ 78
Kompetensi Dasar ................................................................... 78
Materi Pelajaran ...................................................................... 79
Metode Pembelajaran ............................................................. 79
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar ................................... 80
Kegiatan Pembelajaran ........................................................... 80
Tagihan/Tugas ......................................................................... 81
Lembar Kegiatan ..................................................................... 81
Bahan Bacaan .......................................................................... 82
1. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan Dengan Informasi 82
dan Transaksi Elektronik.....................................................
2. Asas dan Tujuan Informasi Transaksi Elektronik ............... 84
3. Ujaran Kebencian (Hate speech) ........................................ 84
4. Penyelenggaraan Sistem Elektronik .................................. 91
5. Penyelesaian Sengketa ..................................................... 92
6. Penyidikan Terhadap Tindak Pidana dalam Undang- 92
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik........................
7. Perbuatan dan Ketentuan Pidana Informasi dan 95
Transaksi Elektronik ...........................................................
Rangkuman .............................................................................. 98
Latihan ..................................................................................... 99

MODUL 5
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG 100
KEKARANTINAAN KESEHATAN
Pengantar ................................................................................ 100
Kompetensi Dasar ................................................................... 100
Materi Pelajaran ...................................................................... 101
Metode Pembelajaran ............................................................. 101
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar ................................... 102
Kegiatan Pembelajaran ........................................................... 102
Tagihan/Tugas ......................................................................... 103
Lembar Kegiatan ..................................................................... 103
Bahan Bacaan .......................................................................... 104
1. Pengertian kekarantinaan kesehatan secara umum ......... 104
2. Asas kekarantinaan kesehatan ......................................... 108
3. Tujuan kekarantinaan kesehatan ...................................... 109
4. Hak dan Kewajiban kekarantinaan kesehatan .................. 109
5. Kedaruratan kesehatan masyarakat ................................. 109
6. Penyidik dalam kekarantinaan kesehatan ......................... 110
7. Sanksi pidana terhadappelaku yang melakukan
112
pelanggaran undang-undang kekarantinaan kesehatan....
Rangkuman....................................................................................114
Latihan............................................................................................115

xi
MODUL 6 UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 31 TAHUN 2004 116
TENTANG PERIKANAN DAN PERUBAHANNYA
(UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009)
Pengantar ................................................................................ 116
Kompetensi Dasar ................................................................... 116
Materi Pelajaran ...................................................................... 117
Metode Pembelajaran ............................................................. 117
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar ................................... 118
Kegiatan Pembelajaran ........................................................... 118
Tagihan/Tugas ......................................................................... 119
Lembar Kegiatan ..................................................................... 119
Bahan Bacaan .......................................................................... 120
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang-
122
Undang Perikanan ............................................................
2. Asas undang-undang perikanan...........................................124
3. Barang bukti dalam Undang-undang perikanan....................125
4. Barang bukti dalam Undang-Undang perikanan...................128
5. Sanksi Pidana Undang-Undang Perikanan...........................129
Rangkuman....................................................................................130
Latihan............................................................................................131

xii
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MODUL KAPITA SELEKTA PERUNDANG-


UNDANGAN
36 JP (1620 Menit)

PENDAHULUAN

Setelah reformasi bergulir, begitu banyak produk perundang-


undangan yang dikeluarkan oleh pembuat Undang-Undang. Diantara
produk Undang-undang tersebut ada yang mencantumkan sanksi
pidana bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut, oleh karena
itu Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas
pokoknya yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat sesuai dengan Program prioritas Kapolri yang
disebut “Presisi” yakni Prediktif, Responsibilitas, Transparansi
Berkeadilan dengan bertujuan menata kelembagaan, perubahan
sistem dan metode organisasi, menjadikan sumber daya manusia
(SDM) Polri yang unggul di era police 4.0, perubahan teknologi
kepolisian modern, peningkatan kinerja pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, peningkatan kinerja penegakan hukum,
pemantapan dukungan Polri dalam penanganan Covid-19, serta
pemulihan ekonomi nasional.
Hanjar Kapita Selekta Perundang-undangan ini disusun untuk
melengkapi pengetahuan peserta didik Sekolah Inspektur Polisi dalam
memahami perundang-undangan tertentu di luar KUHP dan KUHAP,
mengingat lulusan peserta didik Sekolah Pembentukan Perwira adalah
sebagai First Line Supervisor. Adapun materi yang akan disampaikan
pada mata pelajaran Kapita Selekta Perundang-undangan meliputi:
1. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Memahami pokok-pokok Undang-Undang nomor 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
3. PPA dan ABH (Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah
Nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 1
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

4. Undang-Undang RI Nomor 19 TAHUN 2016 tentang perubahan


atas UU Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi
Elektronik (Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015 soal
Penanganan Ujaran Kebencian);
5. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme;
6. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan
kesehatan.
7. Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan dan perubahannya (Undang-Undang Nomor 45 tahun
2009).

STANDAR KOMPETENSI

Memahami perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan


tugas Polri.

2KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN


MODUL 2009 TENTANG
01 LINGKUNGAN HIDUP
6 JP (270 Menit)

PENGANTAR
Dalam Hanjar ini akan dibahas materi tentang pengertian-
pengertian yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, asas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan
pengelolaan lingkungan hidup, perencanaan perlindungan pengelolaan
lingkungan hidup, pemanfaatan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup, pengendalian perlindungan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemeliharaan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
Tujuannya diberikannya materi ini adalah agar peserta didik dapat
pokok-pokok Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup.

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok-pokok Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Lingkungan Hidup.
Indikator hasil belajar:
1. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. Menjelaskan asas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan
pengelolaan lingkungan hidup.
3. Menjelaskan perencanaan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup.
4. Menjelaskan pemanfaatan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup.
5. Menjelaskan pengendalian perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup.
6. Menjelaskan pemeliharaan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN3
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok Bahasan:
pokok-pokok Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup.
Subpokok Bahasan:
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
2. Asas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan pengelolaan
lingkungan hidup.
3. Perencanaan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
4. Pemanfaatan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
5. Pengendalian perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
6. Pemeliharaan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.

METODE PEMBELAJARAN
1. Metode ceramah
Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi tentang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan
Hidup.
2. Metode tanya jawab
Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana peserta
didik menyerap materi yang telah disampaikan.
3. Metode Brainstorming/Curah Pendapat
Metode ini digunakan pada saat menggali pendapat peserta
tentang materi, menyandingkan hasil diskusi kelompok.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk menugaskan peserta didik untuk
membuat resume materi yang diberikan.

4KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. Laptop.
b. Flipchart.
c. LCD.
d. Laser pointer.
2. Bahan:
a. Alat tulis sesuai dengan kebutuhan.
b. Kertas flipchart.
c. Spidol.
3. Sumber Belajar:
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan
Hidup.
b. Buku Hukum Lingkungan Di Indonesia, penulis Supriadi, S.H,
M.Hum terbitan Sinar Grafika.

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap Awal : 10 Menit
Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam.
b. Perkenalan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi
yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.
2. Tahap Inti : 250 Menit
a. Pendidik menyampaikan materi tentang Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
b. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan.
c. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran
dengan metode tanya jawab.
d. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN5


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang materi yang


belum dimengerti.
f. Pendidik memberikan jawaban dan bertanya untuk
mengetahui pemahaman peserta tentang materi yang
diberikan.
g. Pendidik menugaskan peserta didik untuk meresume materi
yang telah diberikan.
h. Pendidik menugaskan peserta didik melaksanakan diskusi
terkait dengan materi perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
i. Peserta didik melaksanakan diskusi terkait dengan materi
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan arahan pendidik.
j. Pendidik memberikan penguatan kepada peserta didik untuk
memotivasi semangat belajar.
k. Pendidik menyimpulkan materi pelajaran yang telah
disampaikan kepada peserta didik.
l. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mengumpulkan
hasil diskusi kepada pendidik dalam bentuk tertulis.
3. Tahap Akhir : 10 menit
a. Penguatan materi.
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidik mengecek penguasaan materi pendidikan dengan
bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.

TAGIHAN / TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi kepada pendidik dalam
bentuk tertulis.

6KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

LEMBAR KEGIATAN
Peserta didik melaksanakan terkait dengan materi yang telah
diberikan.
Materi Diskusi :
Bagaimanakah hak atas lingkungan hidup dikaitkan dengan peran
serta masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN7


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG


LINGKUNGAN HIDUP

1. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan Dengan Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
a. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
b. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
c. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial,
dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
d. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan
tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup,
serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun
waktu tertentu.
e. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh - menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas,
dan produktivitas lingkungan hidup.
f. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup.
g. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.

8KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

h. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan


lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
i. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang
terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara
keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
j. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat
KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
k. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
l. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
m. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.
n. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan.
o. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran
batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk
dapat tetap melestarikan fungsinya.
p. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
q. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 9
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau


hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
r. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan
sumberdaya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya.
s. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia
menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global
dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim
alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.
t. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
u. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
v. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya
disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3.
w. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
x. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang,
menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau
bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan
hidup tertentu.
y. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara
dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
z. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan
pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan.
aa. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang
yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri
yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan
hidup.
10KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

bb. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan


untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
cc. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki
kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan
integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
dd. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari.
ee. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat
yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya
hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik,
sosial, dan hukum.
ff. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum.
gg. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat
kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah
daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
hh. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas
terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan
masyarakat.
ii. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
jj. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan
oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau
kegiatan.
2. Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
a. Asas
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas:
1) Tanggung jawab negara.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN11


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

2) Kelestarian dan keberlanjutan.


3) Keserasian dan keseimbangan.
4) Keterpaduan.
5) Manfaat.
6) Kehati-hatian.
7) Keadilan.
8) Ekoregion.
9) Keanekaragaman hayati.
10) Pencemar membayar.
11) Partisipatif.
12) Kearifan lokal.
13) Tata kelola pemerintahan yang baik. dan
14) Otonomi daerah.
b. Tujuan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan:
1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia.
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem.
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup.
6) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan.
7) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia.
8) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana.
9) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan. dan
mengantisipasi isu lingkungan global.
c. Ruang Lingkup
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi:
12KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

1) Perencanaan.
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan melalui tahapan:
a) Inventarisasi lingkungan hidup.
Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas
inventarisasi lingkungan hidup:
(1) Tingkat nasional.
(2) Tingkat pulau/kepulauan.
(3) Tingkat wilayah ekoregion.
Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai sumber
daya alam yang meliputi:
(1) Potensi dan ketersediaan.
(2) Jenis yang dimanfaatkan.
(3) Bentuk penguasaan.
(4) Pengetahuan pengelolaan.
(5) Bentuk kerusakan. dan
(6) Konflik dan penyebab konflik yang timbul
akibat pengelolaan.
b) Penetapan wilayah ekoregion.
(1) Inventarisasi lingkungan hidup menjadi dasar
dalam penetapan wilayah ekoregion dan
dilaksanakan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan instansi terkait.
(2) Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kesamaan:
(a) Karakteristik bentang alam.
(b) Daerah aliran sungai.
(c) Iklim.
(d) Flora dan fauna.
(e) Sosial budaya.
(f) Ekonomi.
(g) Kelembagaan masyarakat. dan
(h) Hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat
wilayah ekoregion dilakukan untuk
menentukan daya dukung dan daya
tampung serta cadangan sumber daya
alam.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN13


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

3. Perencanaan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup


Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH), terdiri atas:
a. RPPLH nasional.
Disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
b. RPPLH provinsi.
Disusun
berdasarkan:
1) RPPLH nasional.
2) Inventarisasi tingkat pulau/kepulauan.
3) Inventarisasi tingkat ekoregion.
c. RPPLH
kabupaten/kota.
Disusun berdasarkan:
1) RPPLH provinsi.
2) Inventarisasi tingkat pulau/kepulauan.
3) Inventarisasi tingkat ekoregion.
RPPLH disusun oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Penyusunan
RPPLH memperhatikan:
1) Keragaman karakter dan fungsi ekologis.
2) Sebaran penduduk.
3) Sebaran potensi sumber daya alam.
4) Kearifan lokal.
5) Aspirasi masyarakat.
6) Perubahan iklim.
RPPLH diatur
dengan:
1) Peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional.
2) Peraturan daerah provinsi untuk RPPLH.
3) Provinsi.
4) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk
5) RPPLH kabupaten/kota.
RPPLH memuat rencana
tentang:
14KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
1) PemanfaatanSEKOLAH INSPEKTUR
dan/atau pencadangan sumber daya
POLISI
alam.
2) Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau
fungsi lingkungan hidup.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

3) Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan


pelestarian sumber daya alam. dan
4) Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam
rencana pembangunan jangka panjang dan rencana
pembangunan jangka menengah.
4. Pemanfaatan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya
alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan :
a. Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup.
b. Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup. dan
c. Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan
oleh :
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup nasional dan pulau/kepulauan.
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota. dan
c. Bupati/Walikota untuk daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah
kabupaten/kota.
5. Pengendalian Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup meliputi:
a. Pencegahan.
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas :
1) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
a) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
program.
b) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau
evaluasi:
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN15
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

(1) Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta


rencana rincinya, rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM)
nasional, provinsi dan kabupaten/kota. dan
(2) Kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
resiko lingkungan hidup.
c) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
(1) Pengkaijan pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah.
(2) Perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program. dan
(3) Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
KLHS memuat kajian antara lain :
a) Kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan .
b) Perkiraan mengenai dampak dan resiko
lingkungan hidup.
c) Kinerja layanan/ jasa ekosistem.
d) Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam.
e) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim. dan
f) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.
Hasil KLHS menjadi dasar bagi kebijakan, rencana,
dan/ atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung
dan daya tampung sudah terlampaui :
a) Kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan tersebut wajib di perbaiki sesuai
dengan rekomendasi KLHS. dan
b) Segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
KLHS dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan
pemangku kepentingan.
16KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

2) Tata ruang.
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata
ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
3) Baku mutu lingkungan hidup.
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup di
ukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu
lingkungan hidup meliputi :
a) Baku mutu air.
b) Naku mutu air limbah.
c) Baku mutu air laut.
d) Baku mutu udara am bien.
e) Baku mutu emisi.
f) Baku mutu ganguan. dan
g) Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke
media lingkungan hidup dengan persyaratan :
a) Memenuhi baku mutu lingkungan hidup. dan
b) Mendapat ijin dari Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan
hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria
baku kerusakan akibat perubahan iklim. Kriteria baku
kerusakan ekosistem meliputi :
a) Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa.
b) Kriteria baku kerusakan terumbu karang.
c) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan.
d) Kriteria baku kerusakan mangrove.
e) Kriteria baku kerusakan padang lamun.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN17
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

f) Kriteria baku kerusakan gambut.


g) Kriteria baku kerusakan karst. dan/atau
h) Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
didasarkan pada parameter antara lain :
a) Kenaikan temperatur.
b) Kenaikan muka air laut.
c) Badai. dan/atau
d) Kekeringan.
5) Amdal.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup wajib memeiliki
Amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan
kriteria :
a) Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan.
b) Luas wilayah penyebaran dampak.
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak.
e) Sifat kumulatif dampak.
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak. dan/atau
g) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting yang wajib di lengkapi dengan Amdal terdiri
atas :
a) Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
b) Eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
c) Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam anm
pemanfaatannya.
d) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat

18KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan


buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
e) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya.
f) Intoduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
jasad renik.
g) Pembuatan dan pengunaan bahan hayati dan non
hayati.
h) Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara. dan/atau
i) Penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup.
Dokumen Amdal merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dokumen
Amdal memuat :
a) Pengkajian mengenai dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan.
b) Evaluasi kegiatan disekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan.
c) Saran masukan serta tangapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
d) Prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat
penting dampak yang terjadi jika rencana usaha
dan/aatau kegiatan tersebut di laksanakan.
e) Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang
terjadi untuk menentukan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup. dan
f) Rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
Dokumen Amdal disusun oleh pemrakarsa dengan
melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat harus
dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta di beritahukan
sebelum kegiatan di laksanakan. Masyarakat meliputi :
a) Yang terkena dampak.
b) Pemerhati lingkungan hidup. dan/atau
c) Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses Amdal.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN19
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap


dokumen Amdal. Dalam menyusun dokumen Amdal,
pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Penyusun Amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal. Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun Amdal meliputi :
a) Penguasaan metodologi penyusunan Amdal.
b) Kemapuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan
evaluasi dampak serta pengambilan keputusan.
dan
c) Kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diterbitkan oleh
lembaga sertipikasi kompetensi penyusun Amdal yang
di tetapkan oleh menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dokumen Amdal dinilai
oleh komisi penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya. Komisi penilai Amdal wajib memiliki
lisensi dari menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Keanggotaan komisi penilai Amdal terdiri atas wakil dari
unsur :
a) Instansi lingkungan hidup.
b) Instansi teknis terkait.
c) Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan
jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji.
d) Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan
dampak yang timbul dari suatu usaha dan/ atau
kegiatan yang sedang dikaji.
e) Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena
dampak. dan
f) Organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai Amdal
dibantu oleh team teknis yang terdiri atas pakar
independen yang melakukan kajian teknis dan
sekertariat yang dibentuk untuk itu.
Pakar independen dan sekertariat ditetapkan oleh
menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Berdasarkan hasil penilaian komisi
penilai Amdal, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
akan menetapkan keputusan kelayakan atau ketidak
20KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

layakan lingkungan hidup sesuai dengan


kewenangannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu
penyusunan Amdal bagi usaha dan /atau kegiatan
golongan ekonomi lemah yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan Amdal
berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal
Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan
ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
6) UKL-UPL.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL.
Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL.
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib di lengkapi
UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesangupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Penetapan usaha dan/atau kegiatan dilakukan
berdasarkan kriteria :
a) Tidak termasuk dalam kategori berdampak
penting.
b) Kegiatan usaha mikro dan kecil.
7) Perizinan.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL.
Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang
dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup
atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan di terbitkan oleh meteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin
lingkungan apabila permohonan tidak di lengkapi
dengan Amdal atau UKL-UPL.
Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila :
a) Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung cacat hukum, kekliruan,
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN21
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau


pemalsuan atau dokumen, dan/atau informasi.
b) Penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi
tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL. atau
c) Kewajiban yang di tetapkan dalam dokumen
Amdal atau UKL-UPL tidak di laksanakan oleh
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Selain ketentuan izin lingkungan dapat di batalkan
melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap
permohonan dan keputusan izin lingkungan.
Pengumuman dilakukan dengan cara yang mudah
diketahui oleh masyarakat.
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal
izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan,
mengalami perubahan, penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
8) Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup,
pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi :
a) Perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi.
b) Pendanaan lingkungan hidup. dan
c) Insentif dan/atau disinsentif.
Instrumen perencanaan pengembangannya meliputi :
a) Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup.
b) Penyusunan produk domestik bruto dan produk
domestik regional bruto yang mencakup
penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup.
c) Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup antar daerah. dan
d) Internalisasi biaya lingkungan hidup
22KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi :


a) Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup.
b) Dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup. dan
c) Dana amanah/bantuan untuk konservasi.
Insentive dan/atau disinsentif antara lain di terapkan
dalam bentuk :
a) Pengadaan barang dan jasa yang ramah
lingkungan.
b) Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan
hidup.
c) Pengembangan sistem lembaga keuangan dan
pasar modal yang ramah lingkungan hidup.
d) Pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi.
e) Pengembangan sistem pembayaran jasa
lingkungan hidup.
f) Pengembangan asuransi lingkungan hidup.
g) Pengembangan sistem label ramah lingkungan
hidup, dan
h) Sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
9) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup.
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan
pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan
perlindungan lingkungan hidup dan prinsip perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
10) Anggaran berbasis lingkungan hidup.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia serta pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai untuk membiayai :
a) Kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, dan
b) Program pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN23


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana


alokasi khusus lingkungan hidup yang memadai untuk
diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
baik.
Dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang
kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan pada saat undang-undang ini di tetapkan,
pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan
hidup.
11) Analisis resiko lingkungan hidup.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang bepotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis resiko lingkungan hidup.
Analisis resiko lingkungan hidup meliputi :
a) Pengkajian resiko.
b) Pengelolaan resiko, dan/atau
c) Komunikasi resiko.
12) Audit lingkungan hidup
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan
hidup. Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup
kepada:
a) Usaha dan/atau kegiatan tertentu yang beresiko
tinggi terhadap lingkungan hidup. dan/atau
b) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
menunjukan ketidaktaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Penanggujawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melaksanakan audit lingkungan hidup. Pelaksanaan
audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang
beresiko tinggi dilakukan secara berkala.
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan kewajiban, menteri dapat
melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang
independen untuk melaksanakan audit lingkungan
hidup atas beban biaya penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan
mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
24 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Audit lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor


lingkungan hidup. Auditor lingkungan hidup wajib
memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.
Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup meliputi kemampuan :
a) Memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana
audit lingkungan hidup.
b) Melakukan audit lingkungan hidup meliputi
tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengambilan
kesimpulan, dan pelaporan. dan
c) Merumuskan rekomendasi langkah perbaikan
sebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup
diterbitkan oleh lembaga sertipikasi kompetensi auditor
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13) Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan
hidup meliputi:
a) Perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi.
b) Pendanaan lingkungan hidup. dan
c) Insentif dan/atau dis-insentif.
Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi meliputi:
a) Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup.
b) Penyusunan produk domestik bruto dan produk
domestik regional bruto yang mencakup
penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup.
c) Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup antar daerah, dan
d) Internalisasi biaya lingkungan hidup.
Instrumen pendanaan lingkungan hidup
meliputi:
a) Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup.
b) Dana penanggulangan pencemaran dan/atau
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN25
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, dan
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

c) Dana amanah/bantuan untuk konservasi.


Insentif dan/atau disinsentif antara lain diterapkan
dalam bentuk:
a) Pengadaan barang dan jasa yang ramah
lingkungan hidup.
b) Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan
hidup.
c) Pengembangan sistem lembaga keuangan dan
pasar modal yang ramah lingkungan hidup.
d) Pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi.
e) Pengembangan sistem pembayaran jasa
lingkungan hidup.
f) Pengembangan asuransi lingkungan hidup.
g) Pengembangan sistem label ramah lingkungan
hidup. dan
h) Sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. Penanggulangan
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan :
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup. dan/atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c. Pemulihan.
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup. Pemulihan fungsi lingkungan hidup
dilakukan dengan tahapan:
1) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar.

26KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

2) Remediasi.
3) Rehabilitasi.
4) Restorasi. dan/atau
5) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pemegang izin lingkungan wajib menyediakan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Dana
penjaminan disimpan di bank pemerintah yang telah di
tunjuk oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewengannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan
menggunakan dana penjaminan.
6. Pemeliharaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melaui upaya :
a. Konservasi sumber daya alam.
b. Pencadangan sumber daya alam. dan/atau
c. Pelestarian fungsi atmosfer.
Konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan :
a. Perlindungan sumber daya alam.
b. Pengawetan sumber daya alam, dan
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat di kelola dalam jangka waktu tertentu. Pelestarian
fungsi atmosfer meliputi :
a. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
b. Upaya perlindungan lapisan ozon, dan
c. Upaya perlindungan terhadap hujan asam.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN27


-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
2. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
sifat fisik, kimia, dan/ hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
3. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat kimia, dan atau/ hayati lingkungan
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
4. Adapun Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup antara lain :
a. Asas:
1) Kelestarian dan keberlanjutan;
2) Keserasian dan keseimbangan;
3) Keterpaduan;
4) Manfaat;
5) Kehati-hatian;
6) Keadilan;
7) Ekoregion;
8) Keanekaragaman hayati;
9) Pencemar membayar;
10) Partisipatif;
11) Kearifan lokal;
12) Tata kelola pemerintahan yang baik; dan
13) Otonomi daerah.
b. Tujuan :
1) Melindunggi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem;

28KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;


5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
6) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
7) Menjamin pemenuhan dan perlindungan ha katas
lingkungan sebagai bagian dari hak asasi manusia;
8) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
9) Mengantisipasi isu lingkungan global
c. Ruang Lingkup.
5. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi :
a. Perencanaan;
b. Pemanfaatan;
c. Pengendalian;
d. Pemeliharaan;
e. Pengawasan; dan
f. Penegakan hukum.
6. Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH), terdiri atas:
a. RPPLH nasional.
Disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
b. RPPLH provinsi.
Disusun
berdasarkan:
1) RPPLH nasional.
2) Inventarisasi tingkat pulau/kepulauan.
3) Inventarisasi tingkat ekoregion.
c. RPPLH
kabupaten/kota.
Disusun berdasarkan:
1) RPPLH provinsi.
2) Inventarisasi tingkat pulau/kepulauan.
3) Inventarisasi tingkat
ekoregion. RPPLH memuat rencana
tentang:
1) Pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya
alam.
2) Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau
fungsi lingkungan hidup.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 29
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

3) Pengendalian, pemantauan, serta


pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam dan
4) Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
7. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya
alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan :
a. Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup.
b. Keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup. dan
c. Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
8. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan
oleh :
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup nasional dan pulau/kepulauan.
b. Gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota. dan
c. Bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah
kabupaten/kota.
9. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup meliputi:
a. Pencegahan.
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas :
1) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
2) Tata ruang.
3) Baku mutu lingkungan hidup.
4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
5) Amdal.
6) UKL-UPL.
7) Perizinan.
8) Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
9) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup.
10) Anggaran berbasis lingkungan hidup.

30KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

11) Analisis resiko lingkungan hidup.


12) Audit lingkungan hidup. dan
13) Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilakukan dengan :
1) Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
2) Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
3) Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup. dan/atau
4) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c. Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan
tahapan:
1) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar.
2) Remediasi.
3) Rehabilitasi.
4) Restorasi. dan/atau
5) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
10. Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melaui upaya :
a. Konservasi sumber daya alam.
b. Pencadangan sumber daya alam. dan/atau
c. Pelestarian fungsi atmosfer.
Konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan :
a. Perlindungan sumber daya alam.
b. Pengawetan sumber daya alam. dan
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
11. Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat di kelola dalam jangka waktu tertentu. Pelestarian
fungsi atmosfer meliputi :
a. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
b. Upaya perlindungan lapisan ozon, dan
c. Upaya perlindungan terhadap hujan asam.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN31
-SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup!
2. Jelaskan asas, tujuan dan ruang lingkup perlindungan pengelolaan
lingkungan hidup!
3. Jelaskan perencanaan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup!
4. Jelaskan pemanfaatan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup!
5. Jelaskan pengendalian perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup!
6. Jelaskan pemeliharaan perlindungan pengelolaan lingkungan
hidup!

32KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MODUL UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020


02 TENTANG CIPTA KERJA
6 JP (270 Menit)

PENGANTAR
Hanjar ini membahas materi tentang pengertian-pengertian yang
berkaitan dengan Undang-undang Cipta Kerja, latar belakang
dibuatkanya undang-undang cipta kerja, tujuan umum undang-undang
cipta kerja, hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja, manfaat
undang-undang cipta kerja bagi masyarakat umum, sanksi pidana
pada undang-undang cipta kerja.
Dengan tujuan agar peserta didik memahami pokok-pokok
Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok-pokok Undang-Undang nomor 11 tahun 2020
tentang cipta kerja.
Indikator hasil belajar:
1. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
Undang-undang Cipta Kerja.
2. Menjelaskan latar belakang dibuatkanya undang-undang cipta
kerja.
3. Menjelaskan tujuan umum undang-undang cipta kerja.
4. Menjelaskan hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja.
5. Menjelaskan manfaat undang-undang cipta kerja bagi
masyarakat umum. dan
6. Menjelaskan sanksi pidana pada undang-undang cipta kerja.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 33


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Subpokok bahasan:
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang-undang
Cipta Kerja.
2. Latar belakang dibuatkanya undang-undang cipta kerja.
3. Tujuan umum undang-undang cipta kerja.
4. Hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja.
5. Manfaat undang-undang cipta kerja bagi masyarakat umum. dan
6. Sanksi pidana pada undang-undang cipta kerja.

METODEPEMBELAJARAN
1. Metode ceramah
Digunakan untuk menjelaskan tentang pokok – pokok Undang-
Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
2. Metode Brainstorming (curah pendapat)
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang Undang-Undang nomor 11 tahun 2020
tentang cipta kerja.
3. Metodetanya jawab
Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab
kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.
4. Metode penugasan
Metode ini dugunakan pendidik untuk memberi penugasan kepada
peserta didik terkait dengan materi yang diberikan.

34 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. White Board.
b. Laptop.
c. LCD Projector.
d. Zoom Meeting.
2. Bahan:
a. Alat tulis.
b. Kertas Flipchart/HVS.
3. Sumber belajar:
Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan apersepsi:
a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan.
b. refleksi pendidik mengaitkan materi yang sudah
disampaikan dengan materi yang akan disampaikan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Tahap inti : 250 menit
a. Pendidik menyampaikan materi pokok – pokok Undang-
Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan.
d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi
yang disampaikan oleh pendidik.
e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi.
f. Pendidik menugaskan peserta didik untuk melaksanakan
diskusi terkait materi yang telah diberikan.
g. Peserta didik melaksanakan diskusi sesuai dengan materi
yang diberikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 35


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

h. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran.


i. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
j. Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk meresume
materi yang diberikan.
3. Tahap akhir : 10 menit
a. Penguatan materi.
Pendidikmemberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidikmengecek penguasaan materi pembelajaran dengan
bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.

TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi kepada pendidik dalam
bentuk tertulis.

LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi tentang materi yang telah diberikan.

36 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang-


undang Cipta Kerja.
a. Cipta kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha
kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan
usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
dan investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi
pemeintahan pusat dan percepatan proyek strategis
nasional.
b. Koperasi adalah koperasi sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tentang perkopersian.
c. Usaha Mikro kecil, dan Menengah yang selanjutnya di sebut
UMK-M adalah usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
tentag usaha mikro, kecil dan menengah.
d. Perizinan Berusaha adalah legailitas yang diberikan kepada
pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
e. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahunn 1945.
f. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945..
g. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
h. Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada
bidang tertentu.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 37


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

i. Badan Usaha adalah Badan usaha berbentuk badan hukum


atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha
dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
j. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya di singkat
RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang
wilayah kabupaten/ kota yang di lengkapi dengan peraturan
Zonasi kabupaten/kota.
k. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang di
berikan kepada pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, menguranggi
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai standar teknis
Bangunan Gedung.
l. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
2. Latar belakang dibuatkannya undang-undang Cipta kerja.
Kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan saat ini yang ada di
Indonesia terjadi beberapa permasalahan antara lain :
a. Terjadi perlambatan ekonomi dan ketidakpastian
perekonomian global, dan gejolak politik dunia, yang sangat
mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia;
b. Perubahan yang sangat cepat di bidang teknologi informasi
dan ekonomi digital;
c. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 5 Tahun terakhir
berkisar di angka 5 % perlu pertumbuhan yang lebih tiggi
untuk mencapai Visi Indonesia di 2045;
d. Data ketenagakerjaan :
a. Penganguran 7,05 orang ;
b. Angkatan kerja baru sekitar 2 juta orang/tahun;
c. Pekerja formal sekitar 55,3 juta orang;
d. Pekerja informal sekitar 74,1 juta orang, sehingga
diperlukan suatu upaya untuk menciptakan lapangan
kerja baru, dn tetap menjaga kelangsungan bekerja
bagi pekerja (existing);
e. Realisasi Investasi Tahun 2019 sebanyak 601 Triliun
(S.D. Q-III 2019) sehingga perlu ekstra untuk menarik
investasi guna mendorong pertumbuhan eknomi
Indonesia.

38 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Perubahan Ekosistem Ketenagakerjaan yang lebih baik


melalui Omni Law Cipta Lapangan Kerja, maka:
1) Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
peningkatan kesejahteraan tenaga kerja antara lain
melalui berbagai program :
a) Kartu pra kerja.
b) Peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja.
c) Jaminan kematian.
d) Penyediaan perumahan pekerja.
2) Namun tuntuk lebih meningkatkan perlindungan
kepada pekerja, masih diperlukan informasi dan
regulasi melalui perubahan beberapa ketentuan yang
terkait sektor ketenagakerjaan, melalui omnibus Law
Cipta Lapangan Kerja.
3) Omnibus Law Cipta lapangan kerja (klaster
ketenagakerjaan) lebih difokuskan pada aspek
perlindungan pekerja (existing) dan perluasan
lapangan kerja (untuk menampung pekerja baru).
3. Tujuan umum undang-undang Cipta kerja.
Dalam pasal 3 Undang-undang Cipta Kerja disebutkan bahwa
undang-undang ini dibuat dengan tujuan untuk :
a. Menciptakan dan meningktakan lapangan kerja dengan
memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan
terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan
perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat
menyerap tenaga kerja indonesia yang seluas-luasnya
dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan
antar daerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan,
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja;
c. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang
berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan
perlindungan bagi koprasi dan UMK-M serta industri
nasional; dan
d. Melakukan penyesuaian berrbagai aspek pengaturan
berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi,
Melakukan penyesuian berbagi aspek pengaturan yang
berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi,
kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang
berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan
pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan
berpedoman pada haluan ideologi pancasila.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 39


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

4. Hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja.


a. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan
dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di
luar negeri. (Pasal 31)
b. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang
cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis
dan derajat kecacatannya. (Pasal 67 ayat 1 )
c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi
waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1)
wajib membayar upah kerja lembur. (Pasal 78 ayat 2)
d. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh. (Pasal 79 ayat 1 )
e. Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. (Pasal 80)
f. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat
selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau
bidan. (Pasal 82 ayat 1)
g. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah)
bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan. (Pasal 82 ayat 2)
h. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c,
dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah
penuh. (Pasal 84 (1))
i. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(Pasal 88 (1))
j. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (pasal 99 (1))
k. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh. (pasal 104 (1))
l. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
(Pasal 85 (1))
m. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
1) keselamatan dan kesehatan kerja;

40 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

2) moral dan kesusilaan; dan


3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama. (Pasal 86 (1))
5. Manfaat Undang-Undang Cipta Kerja bagi masyarakat umum.
a. Beri Kepastian Bonus Hingga Jam Lembur
Dalam UU Ciptaker, salah satunya sudah diatur tentang
bonus yang akan diterima para buruh. Bahkan telah
diatur pula jam lembur para buruh. "Dalam UU tersebut
sudah diatur bonus yang diterima buruh berbasis
kinerja. Jumlah maksimal jam lembur juga ditambah dari
tiga jam menjadi empat jam per hari. Ini tentunya
menjadikan buruh lebih produktif,"
b. Jaminan Korban PHK.
Dalam UU Ciptaker, disebutkan bahwa pemerintah akan
membantu para karyawan yang terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dengan memberikan berbagai
pelatihan kerja. Selain itu, jika belum mendapatkan
pekerjaan, maka pemerintah akan memberikan bantuan
berupa uang tunai, yang akan dibayarkan selama enam
bulan oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Melalui UU Cipta
Kerja, pemerintah hadir untuk membantu para karyawan
yang di-PHK. Kalau belum dapat kerja, mereka akan
dapat bantuan berupa gaji dari BPJS Ketenagakerjaan,
formatnya adalah asuransi,"
c. Hak Cuti Haid dan Hamil Tidak Dihapus.
Cuti hamil dan cuti haid di UU Cipta Kerja tidak dihapus.
Pekerja wanita tetap bisa memanfaatkan cuti tersebut di
waktu yang dibutuhkan.”Cuti tersebut sudah diatur
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jadi (UU)
Cipta Kerja tidak menghapus cuti haid dan cuti hamil
yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan," Dalam UU juga mengatur
penyesuaian jam kerja. "Pengaturan jam kerja
disesuaikan dengan industri atau ekonomi digital,"
d. Buka Lapangan Kerja.
Salah satu cara untuk menyediakan lapangan pekerjaan
sebanyak-banyaknya adalah dengan menarik
investasi baik dalam maupun luar negeri. Dengan
adanya UU Ciptaker ini bisa menghapus dan
menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
"Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah
atau merevisi beberapa UU yang menghambat
pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 41


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

tersebut sekaligus sebagai instrumen dan


penyederhanaan serta peningkatan efektivitas
birokrasi,"
e. Pesangon Pekerja Tetap Menjadi yang Tertinggi di
Dunia.
Dalam RUU Ciptaker menjadi jalan tengah antara
kepentingan pengusaha dan pekerja atau buruh.
Mengingat nilai pesangon bagi pekerja di Indonesia
termasuk tinggi di dunia. Pemotongan pesangon dari 32
kali mungkin menjadi 25 kali.
f. Sertifikasi Halal Gratis Buat UMKM.
UU Cipta Kerja akan sangat membantu pelaku usaha
UMKM. Salah satunya adalah pengurusan sertifikasi
halal yang ditanggung biayanya oleh pemerintah.
Sertifikasi halal untuk UMKM akan digratiskan dalam
UU Cipta Kerja. Hal ini dilakukan untuk mempercepat
pengurusan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal
bagi usaha kecil.
g. Kemudahan dalam Izin bagi Pelaku UMKM.
Manfaat yang dapat dirasakan setelah berlakunya UU
Cipta Kerja antara lain pelaku UMKM mendapat
dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian
dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single
Submission). Selain itu ada kemudahan dalam
mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),
kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT)
perseorangan, hingga kemudahan dengan persyaratan
yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada
kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM.
h. Jaminan Perlindungan Hukum.
Bidang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat
dimasuki investasi, mengacu kepada bidang usaha yang
diprioritaskan Pemerintah (Daftar Prioritas Investasi).
Perlindungan hukum yang cukup kuat juga kini dimiliki
pelaku usaha, dengan penerapan ultimum remedium
yang berkaitan dengan sanksi.
i. Sanksi pidana pada undang-undang Cipta kerja.
Sanksi pidana dalam Undang-Undang Cipta Kerja
disesuaikan dengan lingkup bidang tugasnya, sehingga
pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi
administrasi, sedangkan pelanggaran yang
menimbulkan akibat K3L (Kesehatan, Keselamatan,
Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.

42 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

6. Sanksi pidana pada Undang-Undang cipta kerja


a. Setiap orang yang memanfaatkan ruang dari perairan
pesisir yang tidak memiliki perizinan berusaha terkait
pemanfaatan di laut, dikenakan sanksi administratif;
b. Setiap orang yang tidak memiliki perizinan berusaha dalam
memanfaatkan perairan disekitarnya dalam rangka
penanaman modal asing dikenai sanksi administratif;
c. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut
secara nebetap yang tidak memiliki perizinan berusaha
terkait pemanfaatan di laut dikenai sanksi administratif.
d. Pemanfaatan ruang perairan dan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan di laut yang diberikan sanksi
administratif, Sanksi administratif dapat berupa:
1) peringatan tertulis;
2) penghentian sementara kegiatan;
3) penutupan lokasi;
4) pencabutan Perizinan Berusaha;
5) pembatalan Perizinan Berusaha; dan I atau
6) denda administratif.
e. Setiap orang yang memproduksi dan atau mengedarkan alat
dan mesin yang belum diuji yang mengakibatkan kerusakan
fungsi lingkungan atau membahayakan nyawa orang,
dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3
(tiga)bulan dan paling lama 11 (sebelas) bulan dan denda
paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 43


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Informasi Cipta kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui
usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi
dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
dan investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi
pemeintahan pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
2. Latar belakang dibuatkannya undang-undang Cipta kerja.
3. Latar belakang dibuatnya Undang-undang cipta adalah melihat
kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang ada di
Indonesia:
a. Terjadi perlambatan ekonomi dan ketidakpastian
perekonomian global, dan gejolak politik dunia, yang
sangat mempengaruhi perekonomian nasional Indonesia;
b. Perubahan yang sangat cepat di bidang teknologi
informasi dan ekonomi digital;
c. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 5 Tahun
terakhir berkisar di angka 5 % perlu pertumbuhan yang
lebih tiggi untuk mencapai Visi Indonesia di 2045;
d. Data ketenagakerjaan :
e. Penganguran 7,05 orang ;
f. Angkatan kerja baru sekitar 2 juta orang/tahun;
g. Pekerja formal sekitar 55,3 juta orang;
h. Pekerja informal sekitar 74,1 juta orang, sehingga
diperlukan suatu upaya untuk menciptakan lapangan kerja
baru, dn tetap menjaga kelangsungan bekerja bagi pekerja
(existing);
4. Tujuan umum undang-undang Cipta kerja terdapat dalam pasal 3
Undang-undang Cipta Kerja.
a. Menciptakan dan meningktakan lapangan kerja dengan
memberikan kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M serta
industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk
dapat menyerap tenaga kerja indonesia yang seluas-
luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan
kemajuan antar daerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan,
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja;
c. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang
berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan

44 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

perlindungan bagi koprasi dan UMK-M serta industri


nasional; dan
d. Melakukan penyesuaian berrbagai aspek pengaturan
berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi,
Melakukan penyesuian berbagi aspek pengaturan yang
berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi,
kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang
berorientasi pada kepentingan nasional yang
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi
nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi
pancasila.
5. Sanksi pidana dalam Undang-Undang Cipta Kerja disesuaikan
dengan lingkup bidang tugasnya, sehingga pelanggaran
administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi,
sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L
(Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan)
dikenakan sanksi pidana.

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
pengertian-pegertian undang-undang Cipta Kerja!
2. Jelaskan latar belakang dibuatkanya undang-undang cipta kerja!
3. Jelaskan tujuan umum undang-undang cipta kerja!
4. Jelaskan hak-hak pekerja melalui perlindungan kerja!
5. Jelaskan manfaat undang-undang cipta kerja bagi masyarakat
umum!
6. Jelaskan sanksi pidana pada undang-undang cipta kerja!

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 45


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

PELAYANAN PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DAN ANAK SERTA
MODUL PENANGANAN ANAK YANG
BERHADAPAN DENGAN HUKUM (UU
03 NO 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK, UU NO 11
TAHUN 2012 TENTANG PERADILAN
ANAK SERTA PP NO 65 TAHUN 2015
6 JP (270 Menit)
TENTANG PELAKSANAAN DIVERSI

PENGANTAR
Dalam Hanjar ini dibahas materi tentang pengertian-pengertian
yang berkaitan dengan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak, pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana
anak, pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP nomor 65
tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi, tujuan PPA dan ABH, azas
PPA dan ABH, hak dan kewajiban serta tanggung jawab, kedudukan
anak, peran masyarakat, hukum acara peradilan anak, pengertian dan
syarat-syarat diversi, sanksi pidana.
Tujuan diberikannya Hanjar ini yaitu agar peserta didik memahami
pokok-pokok PPA dan ABH (Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor
65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun).

46KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok-pokok PPA dan ABH (Undang-Undang Nomor 35
tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah
Nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun).
Indikator Hasil Belajar:
1. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan
anak.
2. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
pidana anak.
3. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP
nomor 65 tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi.
4. Menjelaskan tujuan PPA dan ABH
5. Menjelaskan azas PPA dan ABH.
6. Menjelaskan hak dan kewajiban serta tanggung jawab.
7. Menjelaskan kedudukan anak.
8. Menjelaskan peran masyarakat.
9. Menjelaskan hukum acara peradilan anak.
10. Menjelaskan pengertian dan syarat-syarat diversi.
11. Menjelaskan sanksi pidana.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN47


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Pokok-pokok PPA dan ABH (Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor
65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun).
Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-undang
nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
2. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-undang
nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
3. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP nomor 65
tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi.
4. Tujuan PPA dan ABH
5. Azas PPA dan ABH.
6. Hak dan kewajiban serta tanggung jawab.
7. Kedudukan anak.
8. Peran masyarakat.
9. Hukum acara peradilan anak.
10. Pengertian dan syarat-syarat diversi.
11. Sanksi pidana.

METODE PEMBELAJARAN
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan pendidik untuk menjelaskan materi pokok-
pokok PPA dan ABH (Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan
Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun).
2. Metode Brainstorming (curah pendapat)
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang pokok-pokok PPA dan ABH (Undang-
48KAPITA SELEKTA Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,


Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang
Belum Berumur 12 Tahun).
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab
kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik
melaksanakan diskusi pemecahan persoalan tentang materi yang
disampaikan.

ALAT /MEDIAL, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. White Board;
b. Laptop;
c. LCD Projector;
d. Laser Pointer.
2. Bahan:
a. Alat tulis;
b. Kertas Flipchart/HVS.
3. Sumber belajar
a. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
b. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang
Belum Berumur 12 Tahun).

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN49


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam;
b. Refleksi pendidik dengan mengkaitkan dengan materi yang
sudah disampaikan dengan materi yang telah di sampaikan;
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi
yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.
2. Tahap inti : 250 menit
a. Pendidik menyampaikan materi pokok-pokok PPA dan ABH
(Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan
Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum
Berumur 12 Tahun).
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, dan
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan;
d. Peserta didik melaksanakan brainstorming (curah pendapat)
tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;
e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi;
f. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran;
g. Peserta didik melaksanakan kegiatan diskusi sesuai
permasalahan/persoalan yang di berikan oleh pendidik;
h. Pendidik membahas persoalan diskusi dan menyimpulkan
materi yang telah disampaikan.
3. Tahap akhir : 10 menit
a. Penguatan materi.
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran
dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta
didik.
50KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.


Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.
d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mengumpulkan
hasil diskusi kelompok terhadap materi yang telah
disampaikan.

TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi pemecahan persoalan
sesuai kelompoknya kepada pendidik.

LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi sesuai dengan materi yang diberikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN51


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN

PELAYANAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK


SERTA PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN
DENGAN HUKUM
(UU NO 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU
NO 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak serta PP
NO.65 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi)

1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-


undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak
a. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
b. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
c. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
d. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya
disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
tindak pidana.
e. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya
disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
f. Delinkuensi adalah perilaku anak yang menyimpang dari
norma sosial.
g. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap
anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis,
termasuk penelataran dan perlakuan buruk yang
mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat
anak.
h. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
52KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat yang


berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau
psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam
itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi.
i. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat
timbulnya kesengsaraan dan penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
j. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya
disingkat UPPA adalah unit yang bertugas memberikan
pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan
dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan
hukum terhadap perempuan dan anak yang
k. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
l. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,
perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau
mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.
m. Ruang Pelayanan Khusus yang selanjutnya disingkat RPK
adalah ruangan yang aman dan nyaman diperuntukkan
khusus bagi saksi dan/atau korban tindak pidana termasuk
tersangka tindak pidana yang terdiri dari perempuan dan
anak yang patut diperlakukan atau membutuhkan perlakuan
secara khusus, dan perkaranya sedang ditangani di kantor
polisi.
n. Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan,

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN53


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,


atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk
tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
o. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan
tentang perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri.
p. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan
psikis, mental, pisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang
diakibatkan oleh tindak pidana.
q. Konseling adalah interaksi antar dua orang atau lebih untuk
mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan tujuan agar
dapat membantu orang tersebut untuk mengatasi
masalahnya dengan lebih baik.
r. Pusat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disingkat PPT
adalah suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan
pelayanan medis, psikis, sosial, hukum, secara terpadu bagi
saksi dan/atau korban tindak pidana.
s. Penanganan ABH adalah penanganan perkara ABH, baik
melalui jalur formal, maupun pembinaan alternatif, yang
dilakukan oleh berbagai instansi/lembaga terkait, baik
penegak hukum, pemerintah, pemerintah provinsi,
kabupaten/kota maupun organisasi/lembaga/badan sosial
kemasyarakatan, pengacara serta lembaga
kemasyarakatan lainnya dengan jejaring secara sistematik,
komprehensif, berkesinambungan, dan terpadu
t. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
u. Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan.
v. Diskresi adalah wewenang yang diberikan kepada polisi
berdasarkan undang-undang untuk mengambil keputusan
dalam situasi tertentu menurut penilaiannya sendiri, demi
kepentingan umum, masih dalam batas wilayah
54KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

kewenangannya, dan tidak melanggar asas-asas umum


pemerintahan yang baik (AUPB).
w. Tindakan awal penanganan ABH adalah tindakan yang
dilakukan oleh anggota Polri pada saat menerima
laporan/pengaduan atau menemukan sendiri adanya
peristiwa yang diduga ABH dan selanjutnya diserahkan
kepada petugas yang berwenang menangani.
2. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-
undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
pidana anak
a. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses
penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana.
b. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
c. Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur
18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.
d. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah anak
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
e. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang
suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau
dialaminya sendiri.
f. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan.
g. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
h. Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN55


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

penegak hukum yang melaksanakan penelitian


kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan
pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses
peradilan pidana.
3. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP nomor 65
tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi.
a. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses
penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana.
b. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan.
c. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
d. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya
disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
tindak pidana.
e. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya
disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
f. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
g. Surat Kesepakatan Diversi adalah hasil yang diperoleh dari
musyawarah Diversi yang memuat hak dan kewajiban para
pihak yang tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Penyidik adalah penyidik Anak.
i. Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak.
j. Hakim adalah hakim Anak.
k. Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional
penegak hukum yang melaksanakan penelitian
kemasyarakatan,
56KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN pembimbingan, pengawasan, dan
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses


peradilan pidana.
l. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja,
baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki
kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan,
pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial
untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial Anak.
m. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang
dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan
tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau
seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah
maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang
kesejahteraan sosial Anak.
n. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu,
dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya oleh Anak.
o. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya
menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap
anak.
p. Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan.
q. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang
selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat
pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial bagi Anak.
r. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas
adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang
melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.
s. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk
mendampinginya selama proses peradilan pidana
berlangsung.
4. Tujuan Perlindungan Perempuan dan Anak serta Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum
a. Untuk memberikan pelayanan dan perlindungan khusus
kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi, korban
dan/atau tersangka yang ditangani di Ruang Pelayanan
Khusus.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN57
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran Hak Asasi


Manusia (HAM) dan tindakan yang dapat menimbulkan
ekses trauma atau penderitaan yang lebih serius bagi
perempuan dan anak.
5. Asas Perlindungan Perempuan dan Anak serta Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 3 tahun 2008 tentang
Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara
Pemeriksaan Saksi dan atau Korban Tindak Pidana,
pelaksanaan kegiatan pelayanan di Unit PPA harus
memperhatikan asas-asas sebagai berikut :
a. Asas legalitas yaitu berdasarkan hukum yang berlaku;
b. Asas praduga tak bersalah yaitu semua orang dianggap
tidak bersalah sebelum ditentukan oleh keputusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap;
c. Asas perlindungan dan pengayoman yaitu memberikan
perlindungan hak-hak saksi, korban atau tersangka yang
sedang diproses;
d. Asas kekeluargaan yaitu memperlakukan yang dilayani
seakan sebagai anggota keluarga;
e. Asas pembinaan yaitu tujuan pelayanan untuk menumbuh-
kembangkan potensi anak dan perempuan;
f. Asas keadilan yaitu mendasari prinsip keadilan dalam
penanganan, tidak membedakan, tidak memihak;
g. Asas pelayanan yaitu memberikan pelayanan yang
maksimal;
h. Asas nesesitas yaitu berdasarkan keperluan.
6. Hak dan kewajiban serta tanggung jawab
a. Hak Anak Sebagai Korban
1) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan.
2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak
pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan
bantuan lainnya
3) Memperoleh perlindungan dari :
a) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
b) Pelibatan dalam sengketa bersenjata.
c) Pelibatan dalam kerusuhan social.
d) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung
unsur kekerasan.
e) Pelibatan dalam peperangan
58KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Hak Anak Sebagai Tersangka


Hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan
suatu hasil interaksi yang saling terkait dan mempengaruhi
dengan yang lainnya. Aspek mental, fisik, sosial, dan
ekonomi merupakan faktor yang harus ikut diperhatikan
dalam mengembangkan hak-hak anak. Untuk mendapatkan
suatu keadilan, diperlukan adanya keseimbangan antara
hak dan kewajiban.
Demikian juga halnya dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu
mendapatkan bantuan serta perlindungan hukum agar
tercapai suatu keadilan yang diharapkan. Namun yang
kiranya perlu digaris-bawahi bahwa memperlakukan anak
harus melihat situasi, kondisi fisik dan mental, keadaan
sosial serta usia dimana pada tiap tingkatan usia anak
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.
Dalam hal anak didugakan telah melakukan suatu tindakan
kejahatan dan atau tindak pidana, maka:
1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi.
2) Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum.
3) Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara
anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum
yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
Perlindungan khusus bagi anak yang berkonflik dengan
Hukum, dilaksanakan melalui:
1) Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan
martabat dan hak-hak anak;
2) Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak
dini;
3) Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4) Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang
terbaik bagi anak;
5) Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap
perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
6) Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan
dengan orang tua atau keluarga;
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN59
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

7) Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media


massa dan untuk menghindari labelisasi.
c. Anak yang dalam proses peradilan pidana berhak untuk :
1) Diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan usianya;
2) Dipisahkan dari orang dewasa;
3) Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya
secara efektif;
4) Melakukan kegiatan rekreasional;
5) Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan
lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya;
6) Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
7) Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling
singkat;
8) Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang
obyektif, tidak memihak, dalam sidang yang tertutup
untuk umum;
9) Tidak dipublikasikan identitasnya;
10) Memperoleh pendampingan orang tua dan orang yang
dianggap nyaman oleh Anak;
11) Memperoleh advokasi sosial;
12) Memperoleh kehidupan pribadi;
13) Memperoleh aksesibilitas bagi Anak cacat;
14) Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Kedudukan anak
Semua intervensi sistem peradilan terhadap anak, dari
pembangunan kebijakan hingga pekerjaan yang langsung
bersentuhan dengan anak harus diarahkan dengan prinsip-
prinsip, berdasarkan standar-standar dan norma-norma hukum
internasional, antara lain :
a. Memastikan bahwa kepentingan terbaik bagi anak dijadikan
pertimbangan utama;
b. Menjamin perlakuan yang adil dan seimbang untuk setiap
anak, bebas dari semua bentuk diskriminasi;
c. Mengedepankan hak anak untuk mengungkapkan
pandangan mereka (anak laki maupun perempuan) secara
bebas dan di dengar;
d. Melindungi setiap anak dari penyalahgunaan, eksploitasi
dan kekerasan;
60KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Memperlakukan setiap anak dengan harkat dan perasaan


iba;
f. Menghormati jaminan jaminan hukum dan safeguards
dalam semua proses;
g. Menghindari konflik dengan hukum sebagai suatu unsur
yang penting dari setiap kebijakan peradilan pidana
manapun;
h. Menggunakan perampasan kemerdekaan seorang anak
hanya sebagai suatu langkah upaya terakhir dan hanya
dengan waktu yang sesingkat mungkin.
8. Peran masyarakat
Kenakalan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
sekolah dan faktor media massa baik cetak maupun elektronik
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Lingkungan keluarga utamanya orang tua dipengaruhi oleh
beberapa hal yakni :
1) Faktor Ekonomi
Pendapatan orang tua yang tidak mencukupi
kebutuhan keluarga sehingga tidak mampu
memberikan kesejahteraan kepada anak,
begitupun sebaliknya bagi orang tua yang memiliki
perekonomian yang kuat belum tentu menjamin sesuai
dengan kebutuhan anak.
2) Faktor pendidikan orang tua
Orang tua yang kurang memiliki pendidikan cukup,
sangat mempengaruhi terhadap perkembangan fisik,
psikis, mental dan sosial anak. Orang tua yang kurang
tegas dalam memperlakukan norma-norma dalam
keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak.
3) Faktor kebiasaan orang tua
Kebiasaan buruk orang tua sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak (kebiasaan merokok
dan lain-lain)
4) Faktor kondisi rumah tangga
Kondisi rumah tangga dalam keluarga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Contoh penyebab terjadinya kenakalan Anak, antara lain :
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN61
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

1) Anak-anak yang suka menganiaya biasanya


mempunyai sejarah kekerasan dalam keluarganya.
2) Kurangnya perhatian dapat mengakibatkan depresi
dan trauma akan kekerasan pada anak
3) Kurangnya contoh perilaku untuk diteladani
4) Penyimpangan perilaku seksual berawal dari tidak
adanya rasa empati, penghargaan, dan kasih sayang
pada orang lain.
b. Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi
perkembangan anak baik fisik, psikis, mental dan sosial.
c. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah sangat mempengaruhi terhadap
perkembangan anak baik fisik, psikis, mental dan sosial
untuk, itu sekolah dituntut menyediakan komponen
pendidikan yang baik dan memadai sehingga dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan anak.
d. Media massa
Perkembangan teknologi dan informasi melalui media
massa sangat mempengaruhi terhadap perkembangan
anak baik fisik, psikis, mental dan sosial. Anak-anak yang
menghadapi kelaparan dan kemiskinan, menjadi korban
kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan,
penelantaran atau eksploitasi, serta mereka yang
dihadapkan pada kekerasan, alkohol, menjadi korban
penyalahgunaan obat dan lain-lain, pada umumnya
terpaksa berhadapan dengan hukum.
Anak-anak ini mungkin tidak cukup mengembangkan
kemampuan dan keterampilan untuk dapat memecahkan
masalah dengan positif. Mereka pada umumnya
berhubungan dengan teman-teman atau orang-orang yang
memiliki tingkah laku yang mengarah pada kenakalan, atau
lebih jauh pada kejahatan atau tindak pidana. Banyak dari
anak-anak tersebut putus sekolah dan sering kali mereka
tidak mendapat pengaruh positif lain yang dapat
mengembalikan mereka ke jalan yang positif pula.
9. Hukum acara Peradilan anak
Untuk mengantisipasi anak masuk pada proses peradilan, dan
implikasi negatif dari proses peradilan maka perlu diupayakan
dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap penyelesaian
secara alternatif di luar pengadilan terhadap penanganan
masalah anak yang berhadapan dengan hukum.
62KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Pendekatan keadilan restoratif perlu dijadikan sebagai landasan


pelaksanan sistem peradilan pidana terpadu bagi anak yang
berhadapan dengan hukum. Berdasarkan Surat Keputusan
Bersama Antara Menteri Hukum Dan Ham, Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. Menteri
Sosial, Jaksa Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia serta
Mahkamah Agung Nomor 166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor 148
A/A/JA/12/ 2009. Nomor 10/PRS-2/KPTS/2009, Nomor 02/Men.
PP Dan PA/XII/2009 Tanggal 22 Desember 2009 Tentang
Penanganan Anak yang Berhadapan Hukum, menjelaskan
bahwa Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum
meliputi :
a. Anak sebagai pelaku:
1) Penyidik menerima pelaporan atau pengaduan dari
seseorang atau menemukan sendiri adanya tindak
pidana.
2) Setelah menerima pelaporan atau menemukan sendiri,
penyidik segera melakukan penyidikan untuk mencari
keterangan dan barang bukti.
3) Dalam hal ditemukan cukup bukti adanya tindak
pidana, segera diterbitkan Surat Perintah Tugas dan
Surat Perintah Penyidikan.
4) Kepala Unit PPA menunjuk penyidik atau beberapa
orang penyidik yang disesuaikan dengan kasus dan
jenis kelamin anak.
5) Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik wajib
memberitahukan kepada BAPAS dan meminta
pertimbangan atau saran dari pembimbing
kemasyarakatan. Apabila perlu dapat meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli
kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas
kemasyarakatan lainnya.
6) Sebelum dilakukan pemanggilan kepada anak,
sebagai pelaku tindak pidana, penyidik wajib
memeriksa terlebih dahulu pelapor dan para saksi
termasuk konsultasi dengan ahli.
7) Pemanggilan kepada anak sebagai pelaku wajib
mempertimbangkan dampak psikologi atau dampak
lainnya.
8) Anak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana yang
dipanggil atau tertangkap tangan langsung dibawa ke
ruang pelayanan khusus pada Unit PPA.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN63


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

9) Dalam hal polisi terpaksa melakukan penangkapan,


tindakan tersebut harus dilakukan sebagai upaya
terakhir, dan jangka waktu penangkapan tidak lebih
dari 1x12 jam.
10) Terhadap anak yang tertangkap tangan, penyidik wajib
memberitahukan kepada keluarga, wali, orang tua
asuh, penasehat hukum, advokat dan BAPAS dalam
waktu 1x12 jam.
11) Pemeriksaan awal terhadap anak wajib
memperhatikan kondisi kesehatan dan kesiapan anak.
12) Pemeriksaan terhadap anak dapat dilakukan apabila
anak dalam kondisi kesehatan baik. Dalam hal anak
dalam kondisi tidak sehat, baik fisik maupun psikis,
maka penyidik wajib menunda pemeriksaan awal
terhadap anak.
13) Penyidik melakukan upaya pemulihan terhadap
kondisi kesehatan anak, jika perlu merujuk ke
puskesmas, rumah sakit, pusat pelayanan terpadu
(PPT), pusat pelayanan terpadu perlindungan
perempuan dan anak (P2TP2A) dan psikolog.
14) Waktu pemeriksaan anak untuk pembuatan BAP tidak
lebih dari 4 (empat) jam sehari dan tidak dilakukan
pada malam hari. Diusahakan untuk menghadirkan
orangtua anak, wali dan penasehat hukum.
15) Selama melakukan pemeriksaan, penyidik wajib
memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan,
dengan pendekatan secara efektif, afektif/kasih
sayang dan simpatik.
16) Penahanan sebagai upaya terakhir, dapat dilakukan
terhadap anak yang melakukan tindak pidana yang
diancam pidana 10 tahun atau lebih.
17) Dalam proses penilaian terhadap anak dan kasusnya,
penyidik mengumpulkan informasi dalam suasana
kekeluargaan.
18) Dalam melakukan penyidikan, penyidik wajib segera
meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing
kemasyarakatan dalam waktu 1 x 12 jam, dan apabila
perlu dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli
pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau
petugas kemasyarakatan lainnya.
19) Penentuan identitas anak sebagai pelaku, khususnya
terkait dengan umur anak, sedapat mungkin dibuktikan
dengan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat
64KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

keterangan lainnya yang sah seperti ijazah, buku


rapor, kartu keluarga dan surat keterangan dari RT,
RW dan kelurahan.
20) Penyidik wajib melakukan upaya musyawarah dengan
cara pendekatan keadilan restoratif dengan melibatkan
pembimbing kemasyarakatan dan para pihak terkait
dalam waktu paling lama 30 hari sejak diterimanya
laporan.
21) Penyidik dapat melakukan proses diskresi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
22) Dalam hal anak sebagai pelaku ditahan, penyidik wajib
melakukan upaya musyawarah dengan cara
pendekatan keadilan restoratif paling lama 20 hari
sejak penahanan.
23) Dalam hal dicapai kesepakatan maka hasil
kesepakatan tersebut ditandatangani oleh penyidik,
pembimbing kemasyarakatan, pelaku, orang tua/wali,
korban/orang tua/wali, tokoh masyarakat, tokoh agama
dan guru.
24) Dalam hal tidak dicapai kesepakatan, proses hukum
tetap dilanjutkan dan penyidik segera melimpahkan
berkas perkara kepada penuntut umum dengan
melampirkan hasil kesepakatan.
25) Penyidik tidak melakukan penahanan terhadap anak
yang belum berumur 12 tahun.
26) Dalam hal anak sudah dapat bertanggung jawab
secara pidana menurut undang-undang, penahanan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir dan
demi keselamatan anak. Penyidik dapat menitipkan
anak tersebut di lembaga sosial/lembaga
keagamaan/lembaga pendidikan atau di tempat yang
khusus dan layak untuk anak.
27) Penahanan sebagai upaya terakhir, dapat dilakukan
terhadap anak yang melakukan tindak pidana yang
diancam pidana 10 tahun atau lebih.
28) Apabila tidak ada alternatif lain sehingga harus
dilakukan penahanan, penyidik dapat melakukan
penahanan kota atau penahanan rumah, atau tempat
khusus untuk anak di lingkungan RUTAN, cabang
RUTAN, atau di tempat tertentu yang terpisah dari
orang dewasa, setelah mempertimbangkan hasil
penelitian kemasyarakatan.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN65
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

2) Setiap Polsek, Polres dan Polda wajib mencatat data


kasus ABH (pelaku, korban dan saksi) yang ditangani
dalam catatan tersendiri pada buku register dan
membuat laporan secara berkala.
b. Anak sebagai korban/saksi:
1) Penyidik menerima pelaporan dari korban, orang tua/
wali atau masyarakat.
2) Dalam hal penyidik menerima laporan dari
masyarakat, maka penyidik segera menghubungi
orang tua/wali dan penasehat hukum dalam waktu
1x12 jam, kecuali jika mereka turut diduga sebagai
pelaku.
3) Penyidik sesegera mungkin membawa anak sebagai
korban ke dokter atau petugas kesehatan untuk
meminta visum et repertum.
4) Penyidik melakukan upaya pemulihan terhadap
kondisi kesehatan anak sebagai korban, jika perlu
merujuk ke puskesmas, rumah Sakit, Pusat Pelayanan
Terpadu (PPT), Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan
psikolog.
5) Pemeriksaan terhadap anak sebagai korban dapat
dilakukan apabila anak dalam kondisi kesehatan baik.
Dalam hal anak dalam kondisi tidak sehat baik fisik
maupun psikis, penyidik wajib menunda pemeriksaan
terhadap anak.
6) Dalam menentukan anak sebagai saksi, penyidik
harus mempertimbangkan usia, daya intelektual,
dampak psikologi dan dampak lainnya, serta kadar
pentingnya kesaksian tersebut.
7) Waktu pemeriksaan anak sebagai korban/saksi untuk
pembuatan BAP tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari
dan tidak dilakukan pada malam hari. Diusahakan
untuk menghadirkan orangtua anak, wali dan
penasehat hukum.
8) Pada saat melakukan pemeriksaan terhadap anak
sebagai korban/saksi dilakukan di ruang khusus atau
tempat lainnya yang dirasa aman dan nyaman.
9) Selama proses pemeriksaan, anak sebagai
korban/saksi berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.
10) Penyidik dapat memanfaatkan hasil rekam medis dari
puskesmas atau tenaga kesehatan lainnya sebagai
66KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

bahan penyidikan. Dokumen-dokumen hasil


pemeriksaan dan perawatan tersebut merupakan
bagian dari berkas dokumen anak bersangkutan.
11) Dalam melindungi korban/saksi, penyidik dapat
membuat permohonan penetapan perlindungan
sementara kepada ketua pengadilan, dan atau
mengajukan permohonan kepada Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
12) Penyidik harus memrioritaskan penanganan kasus
anak sebagai korban, dengan segera melimpahkan
perkara ke penuntut umum.
13) Selama proses penyidikan, korban/saksi berhak
mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus
yang melibatkan dirinya, berupa pemberian salinan
berita acara setiap tahap pemeriksaan.
14) Selama pemeriksaan korban/saksi, penyidik tidak
boleh mempertemukan korban/saksi dengan para
pelaku.
15) Selama melakukan pemeriksaan, penyidik wajib
memeriksa anak sebagai korban/saksi dalam suasana
kekeluargaan, dengan pendekatan secara efektif,
afektif/kasih sayang, dan simpatik.
16) Selama proses penyidikan, penyidik wajib
merahasiakan identitas anak.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan antara lain memberikan
informasi kepada para pihak mengenai tempat, waktu dan
mekanisme pertemuan.
10. Pengertian Diversi dan syarat-syaratnya.
a. Diversi
Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian perkara anak
dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana.
Salah satu pedoman yang dapat menjadi pegangan
penyidik Polri dalam menerapkan konsep diversi dalam
menangani anak yang berhadapan dengan hukum adalah
TR Kabareskrim Polri No. Pol: TR/1124/XI/2006 yang
memberi petunjuk dan aturan tentang teknik diversi yang
dapat dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum. TR Kabareskrim Polri tersebut berpedoman pada
Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN67
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membahas


masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini memberi pedoman
dan wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil
tindakan lain yang bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi
anak dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum.
Dasar hukum penerapan diversi ini adalah Pasal 16 ayat 1
huruf l yang diperluas oleh Pasal 16 ayat (2) Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa tindakan
penyelidikan dan penyidikan oleh polisi dapat mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,
dengan batasan bahwa tindakan tersebut tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku, selaras dengan
kewajiban hukum/profesi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus patut dan
masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya,
didasarkan pada pertimbangan yang layak berdasarkan
keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi
Manusia”.
Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Sistem
Peradilan Pidana Anak, menegaskan bahwa dalam proses
penyidikan dan penuntutan maupun pemeriksaan perkara
anak di pengadilan negeri wajib diupayakan dengan Diversi.
Dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
1) Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh)
tahun; dan
2) Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan
sengaja tidak melaksanakan kewajiban melaksanakan
Diversi terhadap perkara anak dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan
melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau
orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan
Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan
Keadilan Restoratif. Dalam hal diperlukan, musyawarah
dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau
masyarakat.
1) Prinsip Diversi dalam Beijing Rules adalah:
a)Anak tidak boleh dipaksa untuk mengakui bahwa
ia telah melakukan tindakan tertentu. Tentunya
jika ada pemikiran akan lebih mudah apabila
68KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

tidak bertindak untuk kepentingan terbaik bagi


anak dengan memaksanya mengakui
perbuatannya sehingga kasusnya dapat
ditangani secara formal. Hal ini tidak dapat
dibenarkan.
b) Program Diversi hanya digunakan terhadap anak
yang mengakui bahwa ia telah melakukan suatu
kesalahan, tapi tidak boleh ada pemaksaan.
c) Pemenjaraan tidak dapat menjadi bagian dari
Diversi. Mekanisme dan struktur diversi tidak
mengijinkan pencabutan kebebasan dalam
segala bentuk karena hal ini melanggar hak-hak
dasar dalam proses hukum.
d) Adanya kemungkinan penyerahan kembali ke
pengadilan (perkara harus dapat dilimpahkan
kembali ke sistem peradilan formal apabila tidak
ada solusi yang dapat diambil).
e) Adanya hak untuk memproleh persidangan atau
peninjauan kembali. Anak harus tetap dapat
mempertahankan haknya untuk memperoleh
persidangan atau peninjauan kembali.
2) Tujuan Diversi
a) Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
b) Menyelesaikan perkara anak di luar proses
peradilan;
c) Menghindarkan anak dari perampasan
kemerdekaan;
d) Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
e) Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
3) Hal- hal yang wajib diperhatikan dalam proses Diversi:
a) Kepentingan korban;
b) Kesejahteraan dan tanggung jawab anak;
c) Penghindaran stigma negatif;
d) Penghindaran pembalasan;
e) Keharmonisan masyarakat; dan
f) Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
4) Pertimbangan dalam penerapan Diversi
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN69
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

a) Diversi langsung (bentuk tidak formal), terhadap


kasus-kasus yang sifatnya ringan, tidak
berdampak/beresiko dikemudian hari.
b) Diversi tidak langsung (diskusi komprehensif)
terhadap kasus-kasus sedang/yang agak serius,
ada maaf dari korban dan keluarga serta
komponen masyarakat, baik dengan persyaratan
tertentu atau tidak (bentuk formal/
mediasi/musyawarah keluarga).
c) Tidak dilakukan diversi (undiverted) kasus-kasus
yang berat/serius melibatkan penghilangan
nyawa atau kekerasan seksual, kecuali apabila
demi kepentingan terbaik anak diversi harus
dilakukan.
5) Kriteria Tindak Pidana yang memungkinkan dilakukan
Diversi.
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam
melakukan Diversi harus mempertimbangkan
beberapa kriteria, yaitu:
a) Kategori tindak pidana, Semakin rendah
ancaman pidana semakin tinggi prioritas diversi.
Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan
terhadap pelaku tindak pidana yang serius,
misalnya: pembunuhan, pemerkosaan, pengedar
narkoba, terorisme, yang diancam pidana diatas
7 (tujuh) tahun.
b) Umur Anak, dimaksudkan untuk menentukan
prioritas pemberian diversi, makin muda usia
anak makin tinggi prioritas diversi.
c) Hasil penelitian kemasyarakatan dari BAPAS,
bila ditemukan faktor pendorong anak terlibat
dalam kasus pidana adalah faktor yang ada di
luar kendali anak maka urgenitas penerapan
prinsip diversi semakin diperlukan.
d) Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
6) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan
korban dan/atau keluarga Anak Korban
sertakesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a) Tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b) Tindak pidana ringan;
c) Tindak pidana tanpa korban; atau
d)
Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah
minimum provinsi setempat.
70KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak


pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana
ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian
korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi
setempat dapat dilakukan oleh penyidik bersama
pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing
Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh
masyarakat.
7) Kesepakatan Diversi yang dilakukan oleh Penyidik
atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat
berbentuk:
a) Pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
b) Rehabilitasi medis dan psikososial;
c) Penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
d) Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di
lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3
(tiga) bulan; atau
e) Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
8) Hal-hal yang harus diperhatikan jika kesepakatan
Diversi berhasil dilaksanakan:
a) Hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk
kesepakatan Diversi.
b) Hasil kesepakatan Diversi disampaikan oleh
atasan langsung pejabat yang bertanggung
jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke
pengadilan negeri sesuai dengan daerah
hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh
penetapan.
c) Penetapan sebagaimana dilakukan dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
diterimanya kesepakatan Diversi.
d) Penetapan disampaikan kepada Pembimbing
Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum,
atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
sejak ditetapkan.
e) Setelah menerima penetapan Penyidik
menerbitkan penetapan penghentian penyidikan
atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan
penghentian penuntutan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN71


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

9) Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:


a) Proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan;
atau
b) Kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
b. Keadilan Restoratif
Keadilan restoratif adalah suatu penyelesaian secara adil
yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan
pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana, secara
bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak
pidana tersebut dan implikasinya, dengan menekankan
pemulihan kembali kepada keadaan semula.
1) Prinsip Keadilan Restoratif
Menurut UNICEF, dalam penyelesaian perkara anak
dengan pendekatan keadilan restorative, perlu
mengedepankan prinsip-prinsip keadilan restoratif
yaitu:
a) Membuat pelanggar bertanggung jawab untuk
memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh
kesalahannya;
b) Memberikan kesempatan kepada pelanggar
untuk membuktikan kapasitas dan kualitasnya
disamping mengatasi rasa bersalahnya secara
konstruktif;
c) Melibatkan para korban, orangtua, keluarga
besar, sekolah, dan teman sebaya;
d) Menciptakan forum untuk bekerjasama dalam
menyelesaikan masalah;
e) Menetapkan hubungan langsung dan nyata
antara kesalahan dan reaksi sosial yang formal.
2) Syarat Atau Kriteria Keadilan Restoratif
Adapun syarat-syarat atau kriteria Keadilan Restoratif
adalah sebagai berikut :
a) Pengakuan atau pernyataan bersalah dari
pelaku.
b) Persetujuan dari pihak korban/ keluarga dan
adanya keinginan untuk memaafkan pelaku.
c) Dukungan komunitas setempat untuk
melaksanakan penyelesaian secara musyawarah
dan mufakat.
d) Kualifikasi tindak pidana ringan.
e) Pelaku belum pernah dihukum.
72KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

3) Penanganan Oleh Penegak Hukum Terhadap ABH


Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif
Untuk mengantisipasi anak masuk pada proses
peradilan, dan implikasi negatif dari proses peradilan
maka perlu diupayakan dan memberikan porsi yang
lebih besar terhadap penyelesaian secara alternatif di
luar pengadilan terhadap penanganan masalah anak
yang berhadapan dengan hukum.
11. Sanksi Pidana
a. Pasal 77
Setiap Orang yang melanggar ketentuan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Pasal 77A
1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
terhadap Anak yang masih dalam kandungan dengan
alasan dan tata cara yang tidak dibenarkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
2) Tindak pidana adalah kejahatan.
c. Pasal 77B
Setiap Orang yang melanggar ketentuan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
d. Pasal 80
1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
2) Dalam hal Anak luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000
(seratus juta rupiah).
3) Dalam hal Anak mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN73
- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan apabila


yang melakukan penganiayaan tersebut Orang
Tuanya.”
e. Pasal 81
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2) Ketentuan pidana berlaku pula bagi Setiap Orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
3) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Orang Tua,
Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana.
f. Pasal 82
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Orang Tua,
Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana.
g. Pasal 83
Setiap orang yang melanggar ketentuan dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
h. Pasal 86A
Setiap Orang yang melanggar ketentuan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta 21/40
rupiah).”
i. Pasal 87
Setiap Orang yang melanggar ketentuan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
74KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

j. Pasal 88
Setiap Orang yang melanggar ketentuan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).”
k. Pasal 89
1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan, dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
2) Setiap orang yang melanggar ketentuan, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN75


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Tujuan Perlindungan Perempuan dan Anak serta Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum Untuk memberikan pelayanan dan
perlindungan khusus kepada perempuan dan anak yang menjadi
saksi, korban dan/atau tersangka yang ditangani di Ruang
Pelayanan Khusus, Untuk menghindari terjadinya pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) dan tindakan yang dapat
menimbulkan ekses trauma atau penderitaan yang lebih serius
bagi perempuan dan anak.
2. Hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu
hasil interaksi yang saling terkait dan mempengaruhi dengan
yang lainnya. Aspek mental, fisik, sosial, dan ekonomi
merupakan faktor yang harus ikut diperhatikan dalam
mengembangkan hak-hak anak. Untuk mendapatkan suatu
keadilan, diperlukan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
3. Semua intervensi sistem peradilan terhadap anak, dari
pembangunan kebijakan hingga pekerjaan yang langsung
bersentuhan dengan anak harus diarahkan dengan prinsip-
prinsip, berdasarkan standar-standar dan norma-norma hukum
internasional.
4. Kenakalan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
sekolah dan faktor media massa baik cetak maupun elektronik.
5. Untuk mengantisipasi anak masuk pada proses peradilan, dan
implikasi negatif dari proses peradilan maka perlu diupayakan
dan memberikan porsi yang lebih besar terhadap penyelesaian
secara alternatif di luar pengadilan terhadap penanganan
masalah anak yang berhadapan dengan hukum.
6. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian perkara anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana
7. Keadilan restoratif adalah suatu penyelesaian secara adil yang
melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain yang
terkait dalam suatu tindak pidana, secara bersama-sama mencari
penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya,
dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan
semula.

76KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-
undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak!
2. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-
undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana
anak!
3. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan PP
nomor 65 tahun 2015 tentang pelaksanaan diversi!
4. Jelaskan tujuan PPA dan ABH!
5. Jelaskan azas PPA dan ABH!
6. Jelaskan hak dan kewajiban serta tanggung jawab!
7. Jelaskan kedudukan anak!
8. Jelaskan peran masyarakat!
9. Jelaskan hukum acara peradilan anak!
10. Jelaskan pengertian dan syarat-syarat diversi!
11. Jelaskan sanksi pidana!

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN77


- SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016


MODUL TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
4 INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
6 JP (270 Menit)

PENGANTAR
Hanjar ini membahas materi tentang pengertian-pengertian yang
berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik, asas dan tujuan,
ujaran kebencian (Hate Speech), penyelenggaraan sistem elektronik,
penyelesaian sengketa, penyidikan, perbuatan dan ketentuan pidana
informasi dan transaksi elektronik,
Dengan tujuan agar peserta didik memahami pokok – pokok
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok – pokok Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Indikator hasil belajar:
a. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
informasi dan transaksi elektronik;
b. Menjelaskan asas dan tujuan informasi dan transaksi elektronik;
c. Menjelaskan ujaran kebencian (Hate Speech);
d. Menjelaskan penyelenggaraan sistem elektronik;
e. Menjelaskan penyelesaian sengketa;
f. Menjelaskan penyidikan Tindak Pidana dalam Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
g. Menjelaskan perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan
transaksi elektronik.
78KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Pokok – pokok Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik..
Subpokok bahasan:
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan informasi dan
transaksi elektronik;
2. Asas dan tujuan informasi dan transaksi elektronik;
3. Ujaran kebencian (Hate Speech);
4. Penyelenggaraan sistem elektronik;
5. Penyelesaian sengketa;
6. Penyidikan;
7. Perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi
elektronik.

METODE PEMBELAJARAN
1. Metode ceramah
Digunakan untuk menjelaskan tentang pokok – pokok Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik..
2. Metode Brainstorming (curah pendapat)
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang informasi dan transaksi elektronik
khususnya yang berkaitan dengan ujaran kebencian (hate speech)
dan pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama.
3. Metodetanya jawab
Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab
kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.
4. Metode penugasan
Metode ini dugunakan pendidik untuk memberi penugasan kepada
peserta didik terkait dengan materi yang diberikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 79


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. White Board;
b. Laptop;
c. LCD Projector;
d. OHP.
2. Bahan:
a. Alat tulis;
b. Kertas Flipchart/HVS.
3. Sumber belajar:
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
b. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan apersepsi:
a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan;
b. refleksi pendidik mengaitkan materi yang sudah
disampaikan dengan materi yang akan disampaikan;
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Tahap inti : 250 menit
a. Pendidik menyampaikan materi pokok – pokok Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan;
d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi
yang disampaikan oleh pendidik;

80KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk


bertanya atau menanggapi materi;
f. Pendidik menugaskan peserta didik untuk melaksanakan
diskusi terkait materi yang telah diberikan;
g. Peserta didik melaksanakan diskusi sesuai dengan materi
yang diberikan;
h. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran;
i. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan.
j. Pendidik menuugaskan kepada peserta didik untuk
meresume materi yang diberikan.
3. Tahap akhir : 10 menit
a. Penguatan materi.
Pendidikmemberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum;
b. Cek penguasaan materi.
Pendidikmengecek penguasaan materi pembelajaran dengan
bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.

TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi kepada pendidik dalam
bentuk tertulis.

LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi tentang materi yang telah diberikan.

Materi Diskusi :
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE dikaitkan dengan Peraturan
Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam
hal penanganan pelaporan tentang pencemaran nama baik.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 81


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
(UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 11 TAHUN 2008)

1. Pengertian-Pengertian yang Berkaitan Dengan Informasi dan


Transaksi Elektronik

a. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data


elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data Interchange
(EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya;
b. Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,
ataumedia elektronik lainnya;
c. Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis,ataumenyebarkan informasi;
d. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, ataudidengar
melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya;
e. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan,
ataumenyebarkan informasi elektronik;
f. Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan
sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan
usaha, ataumasyarakat;
g. Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka;
h. Agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem

82KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan


terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis
yang diselenggarakan oleh orang;
i. Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik
yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang
menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara
sertifikasi elektronik;
j. Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum
yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang
memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik;
k. Lembaga sertifikasi keandalan adalah lembaga independen
yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan
diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan
mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.
l. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri
atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi;
m. Penanda tangan adalah subjek hukum yang
terasosiasikanatau terkait dengan tanda tangan elektronik;
n. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik,
magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
logika, aritmatika, dan penyimpanan;
o. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem
elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan;
p. Kode akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya
atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk
dapat mengakses komputer atausistem elektronik lainnya;
q. Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat
melalui sistem elektronik;
r. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi
elektronik ataudokumen elektronik;
s. Penerima adalah subjek hukum yang menerima informasi
elektronik ataudokumen elektronik dari pengirim;
t. Nama domain adalah alamat internet penyelenggara negara,
orang, badan usaha, atau masyarakat, yang dapat digunakan
dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
lokasi tertentu dalam internet;

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 83


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

u. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara


Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum;
v. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum;
w. Pemerintah adalah menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk
oleh Presiden.

2. Asas dan Tujuan Informasi Transaksi Elektronik

a. Asas pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi


elektronik:
1) Kepastian hukum;
2) Manfaat;
3) Kehati-hatian;
4) Iktikad baik;
5) Kebebasan memilih teknologiatau netral teknologi.

b. Tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi


elektronik:

1) Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari


masyarakat informasi dunia;
2) Mengembangkan perdagangan dan perekonomian
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
publik;
4) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di
bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
5) Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian
hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi
informasi.
3. Ujaran Kebencian (Hate speech)

Ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh


suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan,
ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal
berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat,
orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.

84KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Dalam arti hukum hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan


ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu
terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari
pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan
tersebut.
Sampai saat ini belum ada pengertian atau definisi secara hukum
mengenai apa yang disebut hate speech dan pencemaran nama
baik dalam bahas Indonesia. Dalam bahasa Inggris pencemaran
nama baik diartikan sebagai defamation, libel, dan slander yang
jika diterjemahkan kedalam bahas Indonesia adalah fitnah
(defamation), fitnah lisan (slander), fotnah tertulis (libel). Dalam
bahas Indonesia belum ada istilah yang sah untuk membedakan
ketiga kata tersebut.
Menurut Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tanggal 8
Oktober 2015 tentang ujaran kebencian (hate speech) menurut
surat edaran tersebut yang dimaksud ujaran kebencian adalah
tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama
baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi,
menghasut, penyebaran berita bohong dan semua tindakan diatas
memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi,
kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial.
a. Ujaran kebencian (Hate Speech) dapat dilakukan melalui
media, antara lain:
1) Dalam orasi kegiatan kampanye;
2) Spanduk atau Banner;
3) Jejaring media sosial;
4) Orasi-orasi baik terbuka maupun tertutup;
5) Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi);
6) Ceramah keagamaan;
7) Media masa cetak maupun elektronik;
8) Pamflet.

b. Ujaran kebencian (Hate Speech) dapat berupa tindak pidana


(KUHP) antara lain:

1) Penghinaan;
2) Pencemaran nama baik;
3) Penistaan;
4) Perbuatan tidak menyenangkan;
5) Memprovokasi;
6) Menghasut;
7) Penyebaran berita bohong dengan tujuan jahat.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 85


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

c. Ujaran kebencian (Hate Speech) bertujuan untuk menyulut


kebencian kepada individu maupun kelompok masyarakat,
dalam aspek:
1) Suku;
2) Agama;
3) Aliran keagamaan;
4) Ras;
5) Antar golongan;
6) Budaya;
7) Warna kulit;
8) Etnis;
9) Gender;
10) Kaum difabel (cacat);
11) Orientasi seksual;
12) Warna negara.

d. Upaya penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech)


meliputi:

1) Preemtif:

a) Polri melakukan pembinaan, penyuluhan mou


serta membuat kajian Pendapat Saran Hukum;
b) Sosialisasi, aplikasi Perkap menajemen penyidikan
dan olah TKP termasuk Kep Kapolri penanganan
TKP bom;
c) Kerjasama latihan oleh TKP bom;
d) Mou dengan FKUB di provinsi dan kabupaten kota;
e) FGD (ForumGroup Discussion), lokakarya dan
seminar tentang hate speech;
f) Membuat kebijakan surat edaran tentang
penanganan ujaran kebencian/Hate Speech.

2) Preventif:

a) Melakukan turjawali dan patroli dialogis;


b) Memberdayakan gelar awal dengan
mempedomani Perkap 14 Tahun 2012 tentang
manajemen pendidikan;
c) Menjadi pembina upacara pada sekolah dan
86KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

perguruan tinggi dengan penyampaian materi


tentang bahaya Hate Speech;
d) Berkordinasi dengan toga, tomas,todat untuk
penyampaian tema yang dapat mencegah Hate
Speech.

3) Represif penegakan hukum:

a) Membuat laporan polisi “model A” dan laporan


baket dan info lainnya;
b) Membuat anev setiap bahan;
c) Keterangan (baket) tentang ada dugaan Hate
Speech;
d) Gelar lanjutan dan gelar akhir untuk dilakukan
pemberkasan yang memenuhi unsur tindak
pidana;
e) Melakukan penyidikan tindak pidana yang diduga
Hate Speech.

4) Penerapan hukum terhadap dugaan tindak pidana


terkait dengan ujaran kebencian sesuai dengan UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi
elektronik sebagai berikut:

a) Pasal 27 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


mendistribusikan atau mentransmisikan atau
membuat dapat diaksesnya Informasi
elektronik atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan;
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan atau mentransmisikan atau
membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan perjudian;
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan atau mentransmisikan atau
membuat dapat diaksesnya informasi
elektronikatau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan
ataupencemaran nama baik;
(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan atau mentransmisikan

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 87


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ataumembuat dapat diaksesnya informasi


elektronik atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan pemerasan atau
pengancaman.

b) Pasal 28 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik;
(2) Setiap orang denga sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkanrasa kebencian atau
permusuhan individu atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA).

c) Pasal 29 meliputi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


mengirimkan informasi elektronik atau dokumen
elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

d) Pasal 30 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum mengakses komputer
atausistem elektronik milik orang lain dengan
cara apapun;
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses komputer
atausistem elektronik milik orang lain dengan
cara apapun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik;
(3) Setiap orang denga sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses komputer
atausistem elektronik milik orang lain dengan
cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui atau menjebol sistem
pengamanan.

e) Pasal 31 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum melakukan intersepsi
88KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

atau penyadapan atas informasi elektronik


ataudokumen elektronik dalam suatu
computer atausystem elektronik tertentu milik
orang lain;
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan intersepsi
atas transmisi informasi elektronik
ataudokumen elektronik yang bersifat public
dari, ked an didalam suatu computer
atausystem elektronik tertentu milik orang
lain, baik yang tidak menyebabkan
perubahan apapun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, ataupenghentian informasi
elektronik ataudokumen elektronik yang
sedang ditransmisikan;
(3) Kecuali Intersepsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) intersepsi yang
dilakukan dalam rangka penegakkan hukum
atas permintaan kepolisian, kejaksaan
atauinstitusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan Undang–Undang.

f) Pasal 32 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum dengan cara apaun
mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu informasi elektronik
ataudokumen elektronik milik orang lain atau
milik publik;
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum dengan cara apapun
memindahkan atau mentransfer informasi
elektronik ataudokumen elektronik kepada
system elektronik orang lain yang tidak
berhak;
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mengakibatkan
terbukanya suatu informasi elektronik
ataudokumen elektronik yang bersifat rahasia
menjadi akses oleh public dengan keutuhan
data yang tidak sebagaimana mestinya.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 89


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

g) Pasal 33 meliputi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


melawan hukum melakukan tindakan apapun yang
berakibat terganggunya system elektronik
ataumengakibatkan system elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.

h) Pasal 34 meliputi:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, memyediakan atau
memiliki:
(a) Perangkat keras atau perangkat lunak
komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 27 sampai
dengan pasal 33;
(b) Sandi lewat komputer, kode akses atau
hal yang sejenis dengan itu yang
ditujukan agar system elektronik
menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dalam apasl 27 sampai denga pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian
sistem elektronik, untuk perlindungan sistem
elektronik itu sendiri secara sah dan tidak
melawan hukum.

i) Menurut pasal 35 meliputi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan,
pengrusakan informasi elektronik atau dokumen
elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik
atau dokumen elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik.

j) Menurut pasal 36 meliputi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


90KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

melawan hukum melakukan perbuatan yang


mengakibatkan kerugian orang lain.

k) Menurut pasal 37 Undang-Undang ITE

Setiap orang dengan sengaja melakukan


perbuatan yang dilarang diluar wilayah Indonesia
terhadap system elektronik yang berada di wilayah
yurisdiksi Indonesia.

4. Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan


sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab
terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.
Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan sistem elektroniknya, hal tersebut tidak berlaku
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

Sepanjang tidak ditentukan oleh undang-undang tersendiri, setiap


penyelenggara sistem elektronik wajib mengoperasikan sistem
elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik atau


dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,


kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk


dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang


diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang
dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untukmenjaga


kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur
atau petunjuk.

ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan sistem elektronik


diatur dengan peraturan pemerintah.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 91


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

5. Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa terkait ITE diatur dalam Pasal 38 dan


Pasal 39, yaitu:

a. Pasal 38
1) setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik atau
menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan
kerugian;
2) masyarakat dapat mengajukan gugatan secara
perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan
sistem elektronik ataumenggunakan teknologi informasi
yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pasal 39
1) gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2) selain penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

6. Penyidikan Terhadap Tindak Pidana dalam Undang-Undang


Informasi dan Transaksi Elektronik

a. Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud


dalam undang-undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam hukum acara pidana dan ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008.

b. Penyidikan terhadap tindak Pidana di bidang ITE sesuai


pasal 43 UU ITE adalah sebagai berikut:

1) selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik


Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
tertentu di lingkungan pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi
dan transaksi elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tentang hukum acara pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang teknologi
informasi dan transaksi elektronik;

2) penyidikan di bidang teknologi informasi dan transaksi


elektronik dilakukan dengan memperhatikan
92KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran


layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

3) penggeledahan ataupenyitaan terhadap system


elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana
harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri
setempat;

4) dalam melakukan penggeledahan atau penyitaan,


penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan
pelayanan umum;

5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berwenang:

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang


Tentang adanya tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang ini;
b) Memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk
didengar ataudiperiksa sebagai tersangka atau
saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak
pidana di bidang terkait dengan ketentuan undang-
undang ini;
c) Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidanaberdasarkan ketentuan undang-undang ini;
d) Melakukan pemeriksaan terhadap orang
ataubadan usaha yang patut diduga melakukan
tindakpidana berdasarkan undang-undang ini;
e) Melakukan pemeriksaan terhadap alat atausarana
yang berkaitan dengan kegiatan teknologi
informasi yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana berdasarkan undang-undang ini;
f) Melakukan penggeledahan terhadap tempat
tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang ini;
g) Melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap
alat dan atau sarana kegiatan teknologi informasi
yangdiduga digunakan secara menyimpang dari
ketentuan peraturan perundang-undangan;
h) Meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam
penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
undang-undang ini;

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 93


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

i) Mengadakan penghentian penyidikan tindak


pidanaberdasarkan undang-undang ini sesuai
dengan ketentuan hukum acara pidana yang
berlaku.
6) dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan,
penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam
waktu 1x24 jam;
7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkoordinasi
dengan penyidik pejabat polisi negara republik
indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum;
8) dalam rangka mengungkap tindak pidana informasi
elektronik dan transaksi elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk
berbagi informasi dan alat bukti.

c. Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang


pengadilan menurut ketentuan pasal 44 adalah sebagai
berikut:

1) Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan


Perundang-undangan;
2) Alat bukti lain berupa informasi elektronik
ataudokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) UU ITE.
d. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Penyidikan Tindak Pidana, didalam BAB IV tentang gelar
perkara :
Pasal 31
Syaratnya :
1) Gelar perkara biasa
2) Gelar perkara khusus
Didalam pasal 33 ayat 1 Perkap Nomor 6 Tahun 2019
Penyidikan Tindak Pidana, yaitu :
(1) Gelar perkaran khusus sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 31 huruf b, dapat dilaksanakan :
(a) Merespon pengaduan masyarakat dari pihak yang
berperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah
ada perintah dari atasan penyidik.
(b) Membuka kembali penyidikan berdasarkan
94KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

putusan pra-peradilan : dan


(c) Menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian
masyarakat.
(2) Pelaksanaan gelar perkara khusus wajib mengundang
fungsi pengawasan dan fungsi hukum Polri serta ahli.
e. Dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Penyidikan Tindak Pidana, didalam BAB V tentang gelar
perkara :
Mengatur tentang bantuan teknis
penyidikan. Didalam pasal 34 yang berbunyi
:
Penyidik dalam melaksanakan penyidikan, didukung dengan
bantuan teknis penyidikan untuk pembuktian secara ilmiah
atau scientific crime investigation.
Didalam pasal 35 yang berbunyi :
Bantuan teknis penyidikan yang dimaksud dalam pasal 34
huruf e, yaitu digital forensik digunakan dalam hal penyidik
memerlukan pemeriksaan dan pengujian barang bukti digital
harus mendapat penangan dan/atau perlakuan secara
khusus.

7. Perbuatan dan Ketentuan Pidana Informasi dan Transaksi


Elektronik

Perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi elektronik


diatur dalam beberapa pasal sebagai berikut:

a. Pasal 45

a. Setiap Orang tua yang memenuhi unsur sebagaiman


dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
b. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling
banyak imaksud Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah);
c. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 29 dipadana dengan pidana
paling lama 2 (dua belas) tahun atau denda paling
banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 95
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Pasal 46
1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun ataudenda
paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah);
2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) dipidana dengan
pidana paling lama 7 (tujuh) tahun ataudenda paling
banyak Rp.700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah);
3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
ataudenda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).

c. Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun ataudenda paling
banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

d. Pasal 48

1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
ataudenda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah);
2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun/atau
denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah);
3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
ataudenda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
e. Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp.10.000.000.00,00 (sepuluh miliar rupiah)
96KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

f. Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dipadana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
g. Pasal 51
1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda
paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah);
2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana
penjar paling lama 12 (dua belas) tahun ataudenda
paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
h. Pasal 52
1) Dalam hal tindak pidana menyangkut kesusilaan atau
eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok;
2) Dalam hal perbuatan ditujukan terhadap Komputer atau
system Elektronik serta Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik milik Pemerintah atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana
pokok ditambah sepertiga;
3) Dalam hal perbuatan ditujukan terhadap Komputer atau
Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik milik Pemerintah atau badan
strategi termasuk dan tidak terbatas pada lembaga
pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,
lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam
dengan pian amaksimal ancaman pidana pokok masing-
masing pasal ditambah dua pertiga;
4) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 97


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data Interchange (EDI),
surat elektronik (Electronic Mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya;
2. Asas pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik
adalah Kepastian hukum, Manfaat, Kehati-hatian, Iktikad baik,
Kebebasan memilih teknologiatau netral teknologi.
3. Ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh
suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan,
ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam
hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat,
orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.
4. Setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan
sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab
terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.

Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap


penyelenggaraan sistem elektroniknya, hal tersebut tidak berlaku
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, ataukelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

5. Perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi


elektronik Pasal 45
a. Setiap Orang tua yang memenuhi unsur sebagaiman
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah);
b. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak imaksud
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
c. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam pasal 29 dipadana dengan pidana paling lama 2 (dua
belas) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).

98KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan informasi
dan transaksi elektronik!
2. Jelaskan asas dan tujuan!
3. Jelaskan ujaran kebencian (Hate Speech)!
4. Jelaskan penyelenggaraan sistem elektronik!
5. Jelaskan penyelesaian sengketa!
6. Jelaskan penyidikan!
7. Jelaskan perbuatan yang dilarang dalam UU ITE dan ketentuan
pidana!

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 99


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN


MODUL
2018 TENTANG KEKARANTINAAN
5 KESEHATAN
6 JP (270 Menit)

PENGANTAR
Dalam Hanjar ini dibahas materi tentang pengertian kekarantinaan
kesehatan secara umum, azas kekarantinaan kesehatan, tujuan
kekarantinaan kesehatan, hak dan kewajiban kekarantinaan
kesehatan, kedaruratan kesehatan masyarakat, penyidik dalam
kekarantinaan kesehatan, sanksi pidana terhadap pelaku yang
melakukan pelanggaran Undang-Undang kekarantinaan kesehatan.
Tujuan diberikannya materi ini adalah agar peserta didik
memahami pokok-pokok Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
tentang kekarantinaan kesehatan.

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok-pokok Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
tentang kekarantinaan kesehatan.

Indikator hasil belajar:


1. Menjelaskan pengertian kekarantinaan kesehatan secara umum;
2. Menjelaskan azas kekarantinaan kesehatan;
3. Menjelaskan tujuan kekarantinaan kesehatan;
4. Menjelaskan hak dan kewajiban kekarantinaan kesehatan;
5. Menjelaskan kedaruratan kesehatan masyarakat;
6. Menjelaskan penyidik dalam kekarantinaan kesehatan;
7. Menjelaskan sanksi pidana terhadap pelaku yang melakukan
pelanggaran Undang-Undang kekarantinaan kesehatan.

100 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Pokok-pokok Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Subpokok bahasan:
1. Pengertian kekarantinaan kesehatan secara umum;
2. Azas kekarantinaan kesehatan;
3. Tujuan kekarantinaan kesehatan;
4. Hak dan kewajiban kekarantinaan kesehatan;
5. Kedaruratan kesehatan masyarakat;
6. Penyidik dalam kekarantinaan kesehatan;
7. Sanksi pidana terhadap pelaku yang melakukan pelanggaran
Undang-Undang kekarantinaan kesehatan.

METODE PEMBELAJARAN
1. Metode ceramah
Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk
menjelaskan materi tentang Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan.
2. Metode Brainstorming (curah pendapat)
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan.
3. Metode tanya jawab
Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab
kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.
4. Metode penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik
melaksanakan diskusi kelompok pemecahan masalah yang
berkaitan dengan materi yang disampaikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN101 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ALAT /MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. White Board;
b. Laptop;
c. LCD Projector;
d. Laser Pointer.
2. Bahan:
a. Alat tulis;
b. Kertas Flipchart/HVS.
3. Sumber belajar:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap awal : 10 menit

Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam;
b. Perkenalan;
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi
yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.

2. Tahap inti : 250 menit

a. Pendidik menyampaikan materi Undang-undang


Kekarantinaan kesehatan;
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, dan
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan;
d. Peserta didik melaksanakan brain storming (curah pendapat)
tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

102 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk


bertanya atau menanggapi materi;
f. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran;
g. Peserta didik melaksanakan diskusi berkelompok dalam
rangka pemecahan masalah yang di berikan oleh Pendidik.
h. Pendidik membahas atau mengulas permasalahan atau
persoalan materi diskusi kelompok tersebut.

3. Tahap akhir : 10 menit

a. Penguatan materi.
Pendidikmemberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran
dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta
didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.
d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mengumpulkan
hasil diskusi.

TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi pemecahan persoalan
kelompok kepada pendidik.

LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi secara kelompok tentang permasalahan terkait kekarantinaan
kesehatanatau materi yang telah diberikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN103 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG


KEKARANTINAAN KESEHATAN

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan bagi seluruh
masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar maupun
kecil yang terletak pada posisi yang sangat strategis dan berada pada
jalur perdagangan internasional, yang berperan penting dalam lalu
lintas orang dan barang.
Kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat
berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau
penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih
cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit
dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta
membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama
internasional.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkomitmen
melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan
masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana yang diamanatkan
dalam regulasi internasional di bidang kesehatan, dan dalam
melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya
martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seseorang, dan
penerapannya secara universal.
Undang-undang kekarantinaan kesehatan ini terdiri dari XIV bab dan
98 pasal, di tanda-tangani serta diundangkan pada tanggal 7 Agustus
2018.
1. Pengertian kekarantinaan kesehatan secara umum.
a. Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan
menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor
risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat.
b. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian
kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan
ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian
yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi,
kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang
menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar
lintas wilayah atau lintas negara.

104 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

c. Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat


angkut, orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan,
bandar udara, maupun pos lintas batas darat negara.
d. Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan kendaraan
darat yang digunakan dalam melakukan perjalanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan
jenazah atau abu jenazah yang dibawa dan/atau dikirim
melalui perjalanan, termasuk benda lalat yang digunakan
dalam Alat Angkut.
f. Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau
pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang apapun
yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang
yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan
kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran
ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.
g. Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
h. Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam
suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
i. Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan seseorang
dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
j. Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam
suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya
yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
k. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN105 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

l. Status Karantina adalah keadaan Alat Angkut, orang, dan


Barang yang berada di suatu tempat untuk dilakukan
Kekarantinaan Kesehatan.
m. Zona Karantina adalah area atau tempat tertentu untuk
dapat menyelenggarakan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan.
n. Persetujuan Karantina Kesehatan adalah surat pernyataan
yang diberikan oleh pejabat karantina kesehatan kepada
penanggung jawab Alat Angkut yang berupa pernyataan
persetujuan bebas karantina atau persetujuan karantina
terbatas.
o. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis
tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga
mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di
bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan
terapung yang tidak berpindahpindah.
p. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat
terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara,
tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi
yang digunakan untuk penerbangan.
q. Kendaraan Darat adalah suatu sarana angkut di darat yang
terdiri atas kendaraan bermotor termasuk kendaraan yang
berjalan di atas rel dan kendaraan tidak bermotor.
r. Awak Kapal yang selanjutnya disebut Awak adalah orang
yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal oleh pemilik
atau operator Kapal untuk melakukan tugas di atas Kapal
sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
s. Personel Pesawat Udara yang selanjutnya disebut Personel
adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas
Pesawat Udara oleh pemilik atau operator Pesawat Udara
untuk melakukan tugas di atas Pesawat Udara.
t. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang
menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
u. Kapten Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan oleh
perusahaan atau pemilik pesawat Udara untuk memimpin
penerbangan dan bertanggung jawab penuh terhadap
keselamatan penerbangan selama pengoperasian Pesawat
Udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

106 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

v. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau


perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat Kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat Barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh Kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sbg tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
w. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai
tempat Pesawat Udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang, bongkar muat Barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang
ditengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
lainnya.
x. Pos Lintas Batas Darat Negara adalah Pintu Masuk orang,
Barang, dan Alat Angkut melalui darat lintas negara.
y. Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan adalah kegiatan
pemeriksaan dokumen karantina kesehatan dan faktor
risiko kesehatan masyarakat terhadap Alat Angkut, orang,
serta Barang oleh pejabat karantina kesehatan.
z. Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat adalah haI, keadaan,
atau peristiwa yang dapat mempengaruhi kemungkinan
timbulnya pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat.
aa. Terjangkit adalah kondisi seseorang yang menderita
penyakit yang dapat menjadi sumber penular penyakit yang
berpotensi menyebabkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
bb. Terpapar adalah kondisi orang, Barang, atau Alat Angkut
yang terpajan, terkontaminasi, dalam masa inkubasi,
insektasi, pestasi, ratisasi, termasuk kimia dan radiasi.
cc. Pejabat Karantina Kesehatan adalah pegawai negeri sipil
yang bekerja di bidang kesehatan yang diberi kewenangan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan untuk melaksanakan Kekarantinaan
Kesehatan.
dd. Dokumen Karantina Kesehatan adalah surat keterangan
kesehatan yang dimiliki setiap Alat Angkut, orang, dan
Barang yang memenuhi persyaratan baik nasional maupun
internasional.
ee. Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan,
baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan
hukum.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN107 SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ff. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kekarantinaan Kesehatan


yang selanjutnya disebut PPNS Kekarantinaan Kesehatan
adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Kekarantinaan Kesehatan.
gg. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
hh. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
ii. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
2. Asas kekarantinaan kesehatan
Dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan berasaskan:
b. Asas perikemanusiaan adalahbahwa penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan harus dilandasi atas pelindungan
dan penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang
beradab dan universal.
c. Asas manfaat adalah bahwa Kekarantinaan Kesehatan
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pelindungan kepentingan nasional dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
d. Asas perlindungan adalah bahwa Kekarantinaan Kesehatan
harus mampu melindungi seluruh masyarakat dari penyakit
dan faktor risiko kesehatan yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
e. Asas keadilan adalah bahwa dalam penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan harus mampu memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada Setiap Orang.
f. Asas nondiskriminatif adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan tidak
membedakan perlakuan atas dasar agama, suku, jenis
kelamin, dan status sosial yang berakibat pelanggaran
terhadap hak asasi manusia.
g. Asas kepentingan umum adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan harus
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi atau golongan tertentu.

108 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

h. Asas keterpaduan adalah bahwa penyelenggaraan


Kekarantinaan Kesehatan dilakukan secara terpadu
melibatkan lintas sektor.
i. Asas kesadaran hukum adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan menuntut
peran serta kesadaran dan kepatuhan hukum dari
masyarakat.
j. Asas kedaulatan negara adalah bahwa dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan harus
mengutamakan kepentingan nasional dan ikut
meningkatkan upaya pengendalian Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang meresahkan dunia.
3. Tujuan kekarantinaan kesehatan
Tujuan kekarantinaan kesehatan adalah :
a. melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
b. mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
c. meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat; dan
d. memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan.
4. Hak dan Kewajiban kekarantinaan kesehatan
Hak dan kewajiban kekarantinaan kesehatan diatur sebagai
berikut:
a. Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang
sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
b. Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan
pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya
selama Karantina.
c. Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
d. Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
5. Kedaruratan kesehatan masyarakat
a. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN109 SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan


Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang
Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
c. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis
penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan
pencabutan diatur dengan Peraturan pemerintah.
e. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan
besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya,
dan teknik operasional dengan mempertimbangkan
kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan
budaya.
f. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia
internasional.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
h. Dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat merupakan
kejadian yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat
memberitahukan kepada pihak internasional sesuai dengan
ketentuan hokum internasional.
i. Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, Pemerintah pusat melakukan
komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain
dan/atau organisasi internasional.
j. Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab, gejala dan tanda, factor yang
mempengaruhi, dan dampak yang ditimbulkan, serta
tindakan yang harus dilakukan.
k. Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, pemerintah pusat dapat menetapkan
Karantina Wilayah di pintu Masuk.
l. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Karantina Wilayah di pintu Masuk diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
6. Penyidik dalam kekarantinaan kesehatan.
Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian
110 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan. Wewenang
dari PPNS Kekarantinaan Kesehatan yaitu:
a. Menerima laporan tentang adanya tindak pidana dibidang
Kekarantinaan Kesehatan;
b. Mencari keterangan dan alat bukti;
c. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
d. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki
tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
e. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau
menahan seseorang yang disangka melakukan tindak
pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan;
f. Menahan, memeriksa, dan menyita dokumen;
g. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau tersangka dan
memeriksa identitas dirinya;
h. Memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau benda yang
ada hubungannya dengan tindak pidana Kekarantinaan
Kesehatan;
i. Memanggil seseorang untuk diperiksa dan didengar
keterangannya sebagai tersangka atau saksi;
j. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
k. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat surat, dokumen, atau benda lain yang ada
hubungannya dengan tindak pidana dibidang Kekarantinaan
Kesehatan;
l. Mengambil foto dan sidik jari tersangka;
m. Meminta keterangan dari masyarakat atau sumber yang
berkompeten;
n. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang
Kekarantinaan Kesehatan; dan/atau
o. Mengadakan tindakan lain menurut hukum.
Alat bukti yang sah dalam pemeriksaan tindak pidana dibidang
Kekarantinaan Kesehatan berupa:
a. Alat bukti dalam hukum acara pidana;
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN111 SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

dan diterima atau disimpan secara elektronik atau yang


serupa dengan itu.
PPNS Kekarantinaan Kesehatan dapat melaksanakan kerja
sama dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan dengan lembaga penegak hukum
dalam negeri dan negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai administrasi penyidikan atau
berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
Persyaratan, tata cara pengangkatan PPNS Kekarantinaan
Kesehatan, dan administrasi penyidikan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan penyidikan, PPNS Kekarantinaan Kesehatan
berkoordinasi dan bekerja sama dengan penyidik di lingkungan
Kepolisian Negara Repubtik Indonesia dan dapat berkoordinasi
dan bekerja sama dengan penyidik di lingkungan Tentara
Nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Sanksi pidana terhadap pelaku yang melakukan pelanggaran
undang-undang kekarantinaan kesehatan.
Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau
Barang sebelum memperoleh persetujuan Karantina Kesehatan
berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan Kesehatan
menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
Kapten Penerbang yang menurunkan atau menaikkan orang
dan/atau Barang sebelum memperoleh Persetujuan Karantina
Kesehatan berdasarkan hasit pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pengemudi Kendaraan Darat yang menurunkan atau menaikkan
orang dan/atau Barang sebelum dilakukan pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan dengan maksud menyebarkan
penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan

112 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kekarantinaan Kesehatan dan/atau menghalang-halangi


penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga
menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi
pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.
Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama
korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup
usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau
ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak pidana:
a. Dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali
korporasi;
b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan
korporasi;
c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau
pemberi perintah; dan/atau
d. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi
korporasi.
Dalam hal tindak pidana dilakukan atau diperintahkan oleh
personel pengendali korporasi pada pengurus korporasi, pidana
pokok yang dijatuhkan adalah pidana penjara maksimum dan
pidana denda maksimum yang masing-masing ditambah dengan
pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga). Pidana pokok yang
dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda maksimum
ditambah dengan pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 113


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan
menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat.
2. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan
masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran
penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi
nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan
pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi
menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
3. Asas-asa Kekarantinaan Kesehatan:
a. perikemanusiaan;
b. manfaat;
c. pelindungan;
d. keadilan
e. nondiskriminatif;
f. kepentingan umum;
g. keterpaduan;
h. kesadaran hukum; dan
i. kedaulatan negara.
4. Tujuan Kekarantinaan Kesehatan untuk:
a. Melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
b. Mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
c. Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat; dan
d. Memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan.
5. Hak dan kewajiaban kekarantinaan kesehatan diatur dalam:
a. Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang
sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
b. Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan
pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya
selama Karantina.
c. Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan Setiap orang berkewajiban ikut

114 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.


6. Kedaruratan kesehatan masyarakat diatur dalam :
a. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
b. Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan
Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang
Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
c. Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis
penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan
pencabutan diatur dengan Peraturan pemerintah.
7. Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan.
8. Terdapat empat pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana
yaitu pasal 90, 91, 92, 93 dan 94 yang mengatur tentang
kejahatan pribadi maupun korporasi tentang kekarantinaan
kesehatan.

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian kekarantinaan kesehatan secara umum!
2. Jelaskan azas kekarantinaan kesehatan!
3. Jelaskan tujuan kekarantinaan kesehatan!
4. Jelaskan hak dan kewajiban kekarantinaan kesehatan!
5. Jelaskan kedaruratan kesehatan masyarakat!
6. Jelaskan penyidik dalam kekarantinaan kesehatan!
7. Jelaskan sanksi pidana terhadap pelaku yang melakukan
pelanggaran Undang-Undang kekarantinaan kesehatan!

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN115 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 31


MODUL TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN
6 DAN PERUBAHANNYA
(UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN
2009)
6 JP (270 Menit)

PENGANTAR
Dalam Hanjar ini dibahas materi tentang pengertian yang
berkaitan dengan Undang-Undang perikanan, asas Undang-Undang
perikanan, barang bukti dalam Undang-Undang perikanan, sanksi
pidana Undang-Undang perikanan..
Tujuan diberikannya materi ini adalah agar peserta didik
memahami pokok-pokok Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan dan perubahannya (Undang-Undang Nomor
45 tahun 2009).

KOMPETENSI DASAR
Memahami pokok-pokok Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan dan perubahannya (Undang-Undang Nomor
45 tahun 2009).

Indikator hasil belajar:


1. Menjelaskan pengertian yang berkaitan dengan Undang-Undang
perikanan;
2. Menjelaskan asas undang-undang perikanan;
3. Menjelaskan tentang barang bukti dalam undang-undang
perikanan;
4. Menjelaskan sanksi pidana undang-undang perikanan.

116KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Pokok-pokok Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan dan perubahannya (Undang-Undang Nomor 45 tahun
2009).

Subpokok bahasan:
1. Pengertian yang berkaitan dengan Undang-Undang perikanan.
2. Asas Undang-Undang perikanan.
3. Barang bukti dalam Undang-Undang perikanan.
4. Sanksi pidana Undang-Undang perikanan.

METODE PEMBELAJARAN
1. Metode ceramah
Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk
menjelaskan materi tentang Undang-Undang Nomor Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan dan perubahannya (Undang-
Undang Nomor 45 tahun 2009).
2. Metode Brainstorming (curah pendapat)
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan dan perubahannya (Undang-Undang
Nomor 45 tahun 2009).
3. Metode tanya jawab
Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab
kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.
4. Metode penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik
melaksanakan diskusi kelompok pemecahan masalah yang
berkaitan dengan materi yang disampaikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN117 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

ALAT /MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR


1. Alat/media:
a. White Board;
b. Laptop;
c. LCD Projector;
d. Laser Pointer.
2. Bahan:
a. Alat tulis;
b. Kertas Flipchart/HVS.
3. Sumber belajar:
Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
dan perubahannya (Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009).

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap awal : 10 menit

Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam;
b. Perkenalan;
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi
yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.

2. Tahap inti : 160 menit

a. Pendidik menyampaikan materi Undang-Undang Nomor


Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan
perubahannya (Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009);
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, dan
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;
c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah
disampaikan;
d. Peserta didik melaksanakan brain storming (curah pendapat)
tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

118KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk


bertanya atau menanggapi materi;
f. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran;
g. Peserta didik melaksanakan diskusi berkelompok dalam
rangka pemecahan masalah yang di berikan oleh Pendidik.
h. Pendidik membahas atau mengulas permasalahan atau
persoalan materi diskusi kelompok tersebut.
i. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mengumpulkan
hasil diskusi.

3. Tahap akhir : 10 menit

a. Penguatan materi.
Pendidikmemberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi.
Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran
dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.

4. Tahap ujian (tes sumatif) : 90 menit

TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi pemecahan persoalan
kelompok kepada pendidik.

LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi secara kelompok tentang permasalahan terkait Undang-
Undang Nomor Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan
perubahannya (Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009) atau materi
yang telah diberikan.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN119 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

BAHAN BACAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 31 TAHUN 2004


TENTANG PERIKANAN DAN PERUBAHANNYA
(UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009)

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian


besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang
sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki
merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa
depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan nasional.
Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber
daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan
kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil,
meningkatkan penerimaan dari devisa negara, menyediakan
perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai
tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian
sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal ini
berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbang
dengan daya dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan
manfaat secara terus menerus. Salah satunya dilakukan dengan
pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan
perikanan.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut
Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the
Law of the Sea 1982, menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat
(sovereign rights) untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan
pengelolaan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan berdasarkan
persyaratan atau standar internasional yang berlaku.
Oleh karena itu, dibutuhkan dasar hukum pengelolaan sumber
daya ikan yang mampu menampung semua aspek pengelolaan
sumber daya ikan dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan
hukum dan teknologi. Kehadiran Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan diharapkan dapat mengantisipasi sekaligus
sebagai solusi terhadap perubahan yang sangat besar di bidang
perikanan, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya
ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun
perkembangan metode pengelolaan perikanan yang semakin efektif,
efisien, dan modern.

120 KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Di sisi lain, terdapat beberapa isu dalam pembangunan


perikanan yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik
pemerintah, masyarakat maupun pihak lain yang terkait dengan
pembangunan perikanan. Isu-isu tersebut diantaranya adanya gejala
penangkapan ikan yang berlebih, pencurian ikan, dan tindakan illegal
fishing lainnya yang tidak hanya menimbulkan kerugian bagi negara,
tetapi juga mengancam kepentingan nelayan dan pembudi daya-ikan,
iklim industri, dan usaha perikanan nasional. Permasalahan tersebut
harus diselesaikan dengan sungguh-sungguh, sehingga penegakan
hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis
dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara terkendali
dan berkelanjutan. Adanya kepastian hukum merupakan suatu kondisi
yang mutlak diperlukan dalam penanganan tindak pidana di bidang
perikanan.
Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan saat ini masih belum mampu mengantisipasi
perkembangan teknologi serta perkembangan kebutuhan hukum
dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya
ikan dan belum dapat menjawab permasalahan tersebut. Oleh karena
itu perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa substansi, baik
menyangkut aspek manajemen, birokrasi, maupun aspek hukum.
Kelemahan pada aspek manajemen pengelolaan perikanan
antara lain belum terdapatnya mekanisme koordinasi antarinstansi
yang terkait dengan pengelolaan perikanan. Sedangkan pada aspek
birokrasi, antara lain terjadinya benturan kepentingan dalam
pengelolaan perikanan. Kelemahan pada aspek hukum antara lain
masalah penegakan hukum, rumusan sanksi, dan yurisdiksi atau
kompetensi relatif pengadilan negeri terhadap tindak pidana di bidang
perikanan yang terjadi di luar kewenangan pengadilan negeri tersebut.
Melihat beberapa kelemahan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan di atas, maka dirasa
perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut,
yang meliputi:
Pertama, mengenai pengawasan dan penegakan hukum
menyangkut masalah mekanisme koordinasi antarinstansi penyidik
dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan,
penerapan sanksi (pidana atau denda), hukum acara, terutama
mengenai penentuan batas waktu pemeriksaan perkara, dan fasilitas
dalam penegakan hukum di bidang perikanan, termasuk kemungkinan
penerapan tindakan hukum berupa penenggelaman kapal asing yang
beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia.
Kedua, masalah pengelolaan perikanan antara lain
kepelabuhanan perikanan, konservasi, perizinan, dan
kesyahbandaran.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN121 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Ketiga, diperlukan perluasan yurisdiksi pengadilan perikanan


sehingga mencakup seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.
Di samping itu perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan juga mengarah pada keberpihakan
kepada nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil antara lain dalam
aspek perizinan, kewajiban penerapan ketentuan mengenai sistem
pemantauan kapal perikanan, pungutan perikanan, dan pengenaan
sanksi pidana.
1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang-
Undang Perikanan.
a. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan.
b. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan.
c. Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat
kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan faktor
alamiah sekitarnya.
d. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan
perairan.
e. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan
di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan
dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya.
f. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengolah, dan/atau mengawetkannya.
g. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,
analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau
otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan
produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang
telah disepakati.

122KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

h. Konservasi Sumber Daya Ikan adalah upaya perlindungan,


pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk
ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman sumber daya ikan.
i. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain
yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan,
mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan
ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
j. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan.
k. Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan
berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
l. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.
m. Pembudi Daya-Ikan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
n. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
o. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
badan hukum.
p. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP,
adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan
perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin
tersebut.
q. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut
SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
r. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disebut
SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
s. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua
belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan
Indonesia.
t. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta
perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN123 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

u. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang selanjutnya


disebut ZEEI, adalah jalur di luar dan berbatasan dengan
laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan
berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan
Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan
air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.
v. Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk
dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan
Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.
w. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau
bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
x. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan perikanan.
y. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
z. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
2. Asas undang-undang perikanan.
a. Asas manfaat adalah asas yang menunjukkan bahwa
pengelolaan perikanan harus mampu memberikan
keuntungan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
b. Asas keadilan adalah pengelolaan perikanan harus mampu
memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara
proporsional bagi seluruh warga negara tanpa kecuali.
c. Asas kebersamaan adalah pengelolaan perikanan mampu
melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar tercapai
kesejahteraan masyarakat perikanan.
d. Asas kemitraan adalah pengelolaan perikanan dilakukan
dengan pendekatan kekuatan jejaring pelaku usaha dan
sumber daya yang mempertimbangkan aspek kesetaraan
dalam berusaha secara proporsional.
e. Asas kemandirian adalah pengelolaan perikanan dilakukan
dengan mengoptimalkan potensi perikanan yang ada.
f. Asas pemerataan adalah pengelolaan perikanan dilakukan
secara seimbang dan merata, dengan memperhatikan
nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil.
g. Asas keterpaduan adalah pengelolaan perikanan dilakukan
124KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

secara terpadu dari hulu sampai hilir dalam upaya


meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
h. Asas keterbukaan adalah pengelolaan perikanan dilakukan
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung
dengan ketersediaan informasi yang dapat diakses oleh
masyarakat.
i. Asas efisiensi adalah pengelolaan perikanan dilakukan
dengan tepat, cermat, dan berdaya guna untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
j. Asas kelestarian adalah pengelolaan perikanan dilakukan
seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan aspek
kelestarian sumber daya ikan.
k. Asas pembangunan yang berkelanjutan adalah pengelolaan
perikanan dilakukan secara terencana dan mampu
meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat
dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup
untuk masa kini dan masa yang akan datang.
3. Barang bukti dalam Undang-undang perikanan.
Pada sub bahasan ini, terlebih dahulu jelaskan bahwa Batas
Kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
Penanganan Tindak Pidana Perikanan hanya di dalam wilayah
Laut Teritorial, dimana dalam pengertian Laut Teritorial adalah
jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis
pangkal kepulauan Indonesia beserta perairan kepulauan dan
perairan pedalamannya.
a. Proses penyidikan tindak pidana perikanan adalah sebagai
berikut :
1) Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI.
3) Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan
yang terjadi di pelabuhan perikanan, diutamakan
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Perikanan.
4) Penyidik dapat melakukan koordinasi dalam
penanganan penyidikan tindak pidana di bidang
perikanan.
5) Untuk melakukan koordinasi dalam penanganan tindak
pidana di bidang perikanan.
KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN125 SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Penyidik berwenang:
1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana di bidang perikanan;
2) memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi
untuk didengar keterangannya;
3) membawa dan menghadapkan seseorang sebagai
tersangka dan/atau saksi untuk didengar
keterangannya;
4) menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang
diduga digunakan dalam atau menjadi tempat
melakukan tindak pidana di bidang perikanan;
5) menghentikan, memeriksa, menangkap, membawa,
dan/atau menahan kapal dan/atau orang yang
disangka melakukan tindak pidana di bidang
perikanan;
6) memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen
usaha perikanan;
7) memotret tersangka dan/atau barang bukti tindak
pidana di bidang perikanan;
8) mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan tindak pidana di bidang
perikanan;
9) membuat dan menandatangani berita acara
pemeriksaan;
10) melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang
digunakan dan/atau hasil tindak pidana;
11) melakukan penghentian penyidikan; dan
12) mengadakan tindakan lain yang menurut hukum dapat
dipertanggungjawabkan.
13) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada penuntut umum paling lama 7 (tujuh) hari
sejak ditemukan adanya tindak pidana di bidang
perikanan.
14) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat
menahan tersangka paling lama 20 (dua puluh) hari.
15) Jangka waktu, apabila diperlukan untuk kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari.
16) Ketentuan tidak menutup kemungkinan tersangka
dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu
penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.
126KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR
POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

17) Setelah waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik


harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan
demi hukum.
18) Penyidik menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut
umum paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pemberitahuan dimulainya penyidikan.
19) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan
dari penyidik wajib memberitahukan hasil
penelitiannya kepada penyidik dalam waktu 5 (lima)
hari terhitung sejak tanggal diterimanya berkas
penyidikan.
20) Dalam hal hasil penyidikan yang disampaikan tidak
lengkap, penuntut umum harus mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik yang disertai dengan
petunjuk tentang hal-hal yang harus dilengkapi.
21) Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung
sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus
menyampaikan kembali berkas perkara tersebut
kepada penuntut umum.
22) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam
waktu 5 (lima) hari penuntut umum tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum
batas waktu tersebut berakhir sudah ada
pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum
kepada penyidik.
23) Dalam hal penuntut umum menyatakan hasil
penyidikan tersebut lengkap dalam waktu paling lama
10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan
berkas dari penyidik dinyatakan lengkap, penuntut
umum harus melimpahkan perkara tersebut kepada
pengadilan perikanan.
24) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum
berwenang melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan selama 10 (sepuluh) hari.
25) Jangka waktu, apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang paling
lama 10 (sepuluh) hari.
26) Ketentuan tidak menutup kemungkinan tersangka
dikeluarkan dari tahanan sebelum jangka waktu
penahanan berakhir jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN127 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

27) Penuntut umum menyampaikan berkas perkara


kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
penerimaan berkas dari penyidik dinyatakan lengkap.
4. Barang bukti dalam Undang-Undang perikanan
Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang
dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk
negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua
pengadilan negeri.
Barang bukti hasil tindak pidana perikanan yang mudah rusak
atau memerlukan biaya perawatan yang tinggi dapat dilelang
dengan persetujuan ketua pengadilan negeri.
Barang bukti hasil tindak pidana perikanan yang mudah rusak
berupa jenis ikan terlebih dahulu disisihkan sebagian untuk
kepentingan pembuktian di pengadilan.
Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana
perikanan dapat dilelang untuk negara.
Pelaksanaan lelang dilakukan oleh badan lelang negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana
perikanan disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara
bukan pajak.
Aparat penegak hukum di bidang perikanan yang berhasil
menjalankan tugasnya dengan baik dan pihak yang berjasa
dalam upaya penyelamatan kekayaan negara diberi
penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana
perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan
kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi
perikanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Selain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana
perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat
dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
Pemulangan awak kapal berkewarganegaraan asing dilakukan
oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang keimigrasian
melalui kedutaan atau perwakilan negara asal awak kapal.
Ketentuan mengenai pemulangan awak kapal
berkewarganegaraan asing dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

128KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

5. Sanksi Pidana Undang-Undang Perikanan.


a. Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai,
membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan
dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu
dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal
penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
b. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
tidak memiliki SIPI, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
c. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan
ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah).
d. Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
e. Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa SIPI asli,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua
puluh miliar rupiah).
f. Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan
SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
g. Nakhoda kapal perikanan yang tidak memiliki surat
persetujuan berlayar dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN129 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

RANGKUMAN
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan. Sumber daya ikan adalah potensi semua
jenis ikan. Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat
kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah
sekitarnya.
2. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian
dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
3. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
4. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keadilan;
c. kebersamaan;
d. kemitraan;
e. kemandirian;
f. pemerataan;
g. keterpaduan;
h. keterbukaan;
i. efisiensi;
j. kelestarian; dan
k. pembangunan yang berkelanjutan.
5. Barang Bukti dalam undang-undang perikanan :
Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak
dan/atau alat/sarana yang digunakan dan/atau yang dihasilkan
dari Tindak Pidana Perikanan serta telah dilakukan Penyitaan
oleh penyidik sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Sanksi Pidana undang-undang perikanan :
Ketentuan Pidana Undang-undang perikanan terdapat dalam
Pasal 84 sampai dengan Pasal 101 UU Nomor 31 tahun 2004
dan ada beberapa perubahan dan penambahan Pasal dalam
Undang-undang Nomor 45 tahun 2009.

130KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

LATIHAN
1. Jelaskan pengertian yang berkaitan dengan Undang-Undang
perikanan!
2. Jelaskan asas Undang-Undang perikanan!
3. Jelaskan barang bukti dalam Undang-Undang perikanan!
4. Jelaskan sanksi pidana Undang-Undang perikanan!

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN131 SEKOLAH INSPEKTUR


POLISI
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

SURAT PERINTAH
Nomor : Sprin/ 127 /II/DIK.1.3./2021

Pertimbangan : bahwa dalam rangka rapat koordinasi penyusunan (Rakorsun) Hanjar


Dikbangum Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021 di
lingkungan Pendidikan dan Pelatihan Polri dipandang, perlu mengeluarkan
surat perintah.
Dasar 1. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2015 tentang Sistem Pendidikan Kepolisian Negara Republik
Indonesiai;
2. Keputusan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Nomor:
Kep/253/VI/2020 tanggal 30 Juni 2020 tentang Rencana Kerja Satker
Lemdiklat Polri T.A. 2021;
3. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor:
Kep/2463/XII/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang Program
Pendidikan dan Pelatihan Polri T.A. 2021.

DIPERINTAHKAN

Kepada : NAMA, PANGKAT DAN JABATAN YANG TERCANTUM DALAM LAMPIRAN


SURAT PERINTAH INI.
Untuk : 1. di samping melaksanakan tugas dan jabatan sehari-hari ditunjuk sebagai
peserta rapat koordinasi penyusunan (Rakorsun) Hanjar Dikbangum
Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021 dengan rumusan
pertelaan tugas sebagai berikut:
a. Pelindung
memberikan pertimbangan dan arahan sebagai bahan pertimbangan
dalam kegiatan rapat koordinasi penyusunan hanjar Dikbangum
Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021.
b. Penasihat
memberikan masukan, nasihat dan pertimbangan-pertimbangan
dalam rapat koordinasi penyusunan hanjar Dikbangum Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021.
c. Penanggung jawab
bertanggung jawab terhadap proses penyelenggaraan dan hasil
yang dicapai dalam kegiatan rapat koordinasi penyusunan hanjar
Dikbangum Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021.
d. Ketua Pelaksana
mempersiapkan dan menyelenggarakan pelaksanaan serta
melaporkan hasil rapat koordinasi penyusunan hanjar Dikbangum
Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 50 T.A. 2021.

e. Wakil Ketua .....


2 SURAT PERINTAH KALEMDIKLAT POLRI
NOMOR : SPRIN/ 127 /II/DIK.
1.3./2021 TANGGAL: 1 FEBRUARI
2021

e. Wakil Ketua
menjelaskan petunjuk teknis pelaksanaan, mengontrol
berlangsungnya kegiatan, dan moderator dalam kegiatan rapat
koordinasi penyusunan hanjar Dikbangum Sekolah Inspektur Polisi
(SIP) angkatan 50 T.A. 2021.

f. Sekretaris
menyiapkan kelengkapan administrasi (jadwal kegiatan, daftar
hadir, pembagian kelompok diskusi dan penyiapan tempat
pelaksanaan kegiatan).

g. Notulen
bertugas mencatat poin-poin penting yang dibahas dan disepakati
bersama.

h. Ketua Diskusi Kelompok


Memimpin diskusi kelompok, menyiapkan pokok masalah yang akan
didiskusikan, mengendalikan dan mengatur jalannya diskusi agar
tetap berjalan baik, hidup, efisien dan efektif serta memaparkan hasil
diskusi.

i. Operator Kelompok
mempersiapkan perlengkapan diskusi, memfasilitasi kebutuhan
peserta diskusi, mengkompulir materi awal sebagai bahan diskusi,
dan menuangkan hasil diskusi disesuaikan dengan format
kurikulum.

2. kegiatan dilaksanakan selama 4 (empat) hari kerja dari tanggal


4 s.d 7 Februari 2021 bertempat di Hotel Swiss-Belinn Pondok Indah, Jln.
Metro Pondok Indah No. 6 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan;

3. seluruh biaya yang digunakan untuk mendukung kegiatan ini dibebankan


pada anggaran Lemdiklat Polri T.A. 2021;

4. melaksanakan perintah ini dengan saksama dan penuh rasa tanggung


jawab.
Selesai.

Dikeluarkan di: Jakarta pada


tanggal :1 Februari 2021
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Drs. ARIEF SULISTYANTO, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI
MARKAS BESAR LAMPIRAN
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SURAT PERINTAH KALEMDIKLAT POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NOMOR : SPRIN/ 127 /II/DIK.1.3./2021
TANGGAL: 1 FEBRUARI 2021

DAFTAR NAMA PESERTA


RAPAT KOORDINASI PENYUSUNAN HANJAR DIKBANGUM
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) ANGKATAN 50 T.A. 2021

JABATAN
NO NAMA PANGKAT
STRUKTURAL KEPANITIAAN
1 2 3 4 5
Drs. ARIEF KOMJEN
1. KALEMDIKLAT POLRI PELINDUNG
SULISTYANTO, M.Si. POL
Drs. LUKI HERMAWAN,
2. IRJEN POL WAKA LEMDIKLAT POLRI PENASIHAT
M.Si.
MARDIAZ KUSIN
BRIGJEN KA SETUKPA LEMDIKLAT
3. DWIHANANTO., S.I.K., PENGARAH
POL POLRI
M.HUM.

BRIGJEN KARO KURIKULUM


4. Drs. ADI KUNTORO KETUA
POL LEMDIKLAT POLRI

KABAG KURHANJAR
Drs. HUDIT WAHYUDI., KOMBES
5. DIKBANGUM ROKURLUM WAKIL KETUA
M.Hum., M.Si. POL
LEMDIKLAT POLRI
KASUBBAG SESPIMMA
BAG KURHANJAR
6. ANDI SOPHIAN, S.I.K. AKBP DIKBANGUM SEKRETARIS
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI
PAUR SUBBAG
SESPIMTI BAG
KURHANJAR
7. RUDIANTO, S.E. PENATA NOTULEN
DIKBANGUM
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI

KELOMPOK I MATA PELAJARAN KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN DAN


TEHNIK DASAR KONSELING

KABAG BIMSIS SETUKPA KETUA


YUSRAN CAHYO,
8. KOMBES POL LEMDIKLAT POLRI DISKUSI
S.I.K.
KELOMPOK I
KASUBBID OPS BIDANG
TEDDY RAHARJA,
9. AKBP HUKUM SETUKPA ANGGOTA
S.H., M.M.
LEMDIKLAT POLRI

10. RUTIYEM.....
2 LAMPIRAN
SURAT PERINTAH KALEMDIKLAT POLRI
NOMOR : SPRIN/ 127 /II/DIK.1.3./2021
TANGGAL: 1 FEBRUARI 2021

1 2 3 4 5
PS. PAUR SUBBAG
SESPIMMEN BAG
KURHANJAR
10. RUTIYEM PENDA I ANGGOTA
DIKBANGUM
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI
PAUR PD SUBBAG STIK
BAG KURHANJAR
RINDANG GALIH. S., OPERATOR
11. PENATA DIKBANGUM
S.E. KELOMPOK I
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI

KELOMPOK II MATA PELAJARAN SMART POLICING

KABAG BIN GADIK


KETUA
SETUKPA LEMDIKLAT
12. Drs. PRIYO MUJIHAD KOMBES POL DISKUSI
POLRI
KELOMPOK II

KASUBID MIN BIDANG


Dr. HESRI
PROFTEK SETUKPA
13. MINTOWATI, S.Pd., AKBP ANGGOTA
LEMDIKLAT POLRI
M.M.,P.hd.

KASUBBAG SESPIMMEN
BAGKURHANJAR
14. WILIANAH, S.H.,M.H. AKBP ANGGOTA
DIKBANGUM ROKURLUM
LEMDIKLAT POLRI

PAUR PD SUBBAG BAG


SESPIMTI KURHANJAR
OPERATOR
15. HARTINI, S.Pd., M.Pd PENATA DIKBANGUM
KELOMPOK II
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI

KELOMPOK III MATA PELAJARAN PSIKOLOGI SOSIAL

KABAG RENMIN KETUA


Dr. SISKAMTO,
16. AKBP SETUKPA LEMDIKLAT DISKUSI
S.Psi.,M.Si.
POLRI KELOMPOK III

Drs J. EBNU KASUBBAG RENMINDIK


17. SUPRIHARTONO M., AKBP BAG DIKLAT SETUKPA ANGGOTA
M.Pd. LEMDIKLAT POLRI

18. TJATUR.....
3 LAMPIRAN
SURAT PERINTAH KALEMDIKLAT
POLRI NOMOR : SPRIN/
127/II/DIK.1.3./2021 TANGGAL: 1
FEBRUARI 2021

1 2 3 4 5
KAURMIN
TJATUR
BAGKURHANJAR
18. SURATININGRUM, KOMPOL ANGGOTA
DIKBANGUM ROKURLUM
S.H.
LEMDIKLAT POLRI

BAMIN BAGKURHANJAR
HANNY SALOMI
19. AIPTU DIKBANGUM ROKURLUM ANGGOTA
NENO
LEMDIKLAT POLRI
PS. PAUR PD SUBBAG
BAG SESPIMMA
NERI ROCHNIAWATI, KURHANJAR OPERATOR
20. PENATA
S.Kom. DIKBANGUM KELOMPOK III
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI

KELOMPOK IV MATA PELAJARAN ADR (RESTORATIF JUSTICE SYSTEM)

KETUA
KASUBIDMIN BIDANG
SITI ROMADIYAH, DISKUSI
21. AKBP HUKUM SETUKPA
S.H. KELOMPOK
LEMDIKLAT POLRI
IV
PS. PAUR SUBBAG
SESPIMMEM BAG
KURHANJAR
22. SUCI HASTUTI PENDA I ANGGOTA
DIKBANGUM
ROKURLUM LEMDIKLAT
POLRI
BAMIN BAGKURHANJAR
23. ACHMAD GUFRON BRIPKA DIKBANGUM ROKURLUM ANGGOTA
LEMDIKLAT POLRI
PAUR SUBBAG
SESPIMMEN BAG OPERATOR
24. Drs. HERU MARTONO PEMBINA KURHANJAR KELOMPOK
DIKBANGUM ROKURLUM IV
LEMDIKLAT POLRI

Dikeluarkan di : Jakarta
pada tanggal : 1Februari 2021
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Drs. ARIEF SULISTYANTO, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI

Anda mungkin juga menyukai