Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

“DEFISIT HARGA DIRI RENDAH”

Diajukan sebagai syarat untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II


Dosen Pengampu: Bambang Eryanto, , S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Antik Apriliani Vitaloka

(R.20.01.006)

YAYASAN INDRA HUSADA INDRAMAYU


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INDRAMAYU
2022
A. Kasus (Masalah Utama)

Harga Diri Rendah Kronik

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Pengertian

Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, dalam Fitria, 2009).

Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan
gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Yosep, 2009).

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998).

2. Klasifikasi

Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon,
terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.

3. Etiologi

Harga diri rendah dapat terjadi secara :

a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba).

Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :

1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan,


pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan
dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat
akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons
yang maladaptif.

4. Proses terjadinya

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
(Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri terdiri atas komponen : citra diri, ideal diri, harga diri,
penampilan peran dan identitas personal. Respons individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi
sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif sampai maladatif.

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal
maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah
diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.

Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu,
mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :

a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan kejadian yang
mengancam.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.
Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.

Sedangkan menurut hasil riset Malhi (2008, dalam Yosep, 2009), menyimpulkan bahwa
harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya
yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam
tinjauan Life Span Teori (Yosep, 2009), penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal sekolah, pekerjaan dan pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

5. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah penolakan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

6. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian anggota
tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas (Fitria, 2009)

7. Penatalaksanaan Medis

Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan konsep diri yang mengarah pada diagnosa
medis skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga diri rendah, yaitu:

a. Psikofarmakologi

Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:

1) Golongan generasi pertama (typical)


Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL
(Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan terapi
psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali
pulih dan pemahaman diri sudah baik.

Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok
(TAK).

c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi
kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)

d. Therapy Modalitas

Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan


pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan
Sadock,1998,hal.728). Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitaskelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas
kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005,hal.49).

e. Terapi somatik

Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk
perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:

1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).

f. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi antara
sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).

8.Rentang Respon

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang
respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata
yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek psikososial dan
kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain.

C. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria, 2009),
adalah:

a. Harga diri rendah kronik


b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
e. Risiko perilaku kekerasan

Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria, 2009 dan Yosep,
2009), adalah:

a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan
atau toileting).
5) perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting).

b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.

D. Pohon Masalah

Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan harga diri rendah
kronik adalah sebagai berikut:

Risiko Perilaku Kekerasan

Effect

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi


Core Problem

Harga Diri Rendah Kron

E. Diagnosa Keperawatan

Harga Diri Rendah Kronik

F. Rencana Keperawatan

G. Pelaksanaan

Pelaksanaan atau implementasi perawatan merupakan tindakan dari rencana keperawatan


yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang
diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaboratif. Pada situasi nyata sering impelmentasi
jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan tindakan keperawatan yang biasa adalah rencana
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana perawatan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat ini.
Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat
akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan.
Dokumentasikan semua tidakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien ( Keliat, 2002, hal
15).

H. Evaluasi

Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien
(Keliat, dkk 1998)

Evaluasi dibagi 2 :

1. Evaluasi proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan tindakan


2. Evaluasi hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
3. khusus dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan SOAP
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St Louis: Mosby Year Book.

Townsed, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai