Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MANAJEMEN PAJAK ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Manajemen Perpajakan

Dosen Pengampu: Dr. Dyah Purnamasari, S.E., M.Si., Ak., CA

Disusun oleh:

IRMA NURWULAN 51621220067


IYAM MARYAM 51621220063

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Manajemen Perpajakan yang berjudul “Manajemen Pajak Atas
Pajak Pertambahan Nilai”.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dyah Purnamasari, SE., M.Si.,
Ak., CA. selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Perpajakan yang telah
membimbing kami, dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran, kritik serta masukan yang positif untuk masukan di
kemudian hari.
Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca
dan khususnya bagi kami sebagai penulis.

Bandung, 24 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 4
1.1Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2Rumusan Masalah….................................................................................. 5
1.3Tujuan Makalah …………… ................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 7
2.1 Pengertian, Karakteristik dan Objek PPN................................................. 7
2.1.1 Pengetian 7
PPN................................................................................
2.1.2 Karakteristik 7
PPN...............................................................................
2.1.3 Objek PPN…………………………….. 8
…………………………
2.2 Tata Cara Mendaftar Sebagai PKP 9
..................................................................
2.2.1 Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)...................................... 9
2.2.2 Persyaratan Pengusaha Kena Pajak (PKP) 9
……………………….
2.2.3 Persyaratan Dokumen bagi Wajib Pajak Calon PKP……………. 9
2.2.4 Bagaimana Cara Mengirimkan Dokumen 11
PKP?............................
2.2.5 Manfaat Dikukuhkannya Kegiatan usaha Sebagai PKP………….. 11
2.3 Manajemen Perpajakan Dalam Menyiapkan Faktur Pajak……………… 12
2.3.1 Pengertian faktur pajak …………….. 12
……………………………
2.3.2 Dokumen Faktur 12
Pajak…………………………………………...
2.3.3 Faktur Pajak Elektonik (e-Faktur) 13
………………………………..
2.3.4 Sertifikat Elektronik……………………………………………... 15
2.3.5 Kode dan Nomor Seri Faktur 16
ii
Pajak………………………………
2.3.6 Prosedur penggunaan aplikasi e- 17
faktur…………………………...
2.3.7 Perbedaan Faktur Pajak Manual dengan Faktur Pajak Elektronik 18
(efaktur)………………………………………………………….
2.3.8 Manajemen Pajak Terkait Waktu Penerbitan dan Pelaporan 19
Faktur Pajak……………………………………………………...

2.4 Manajemen Perpajakan Atas Pemilihan Tempat Pajak


Terutang………………………….......................................................... 20
2.4.1 Tempat Pemusatan PPN Terutang………………………………. 21
2.4.2 Pengecualian dari Tempat Pemusatan PPN 21
Terutang…………….
2.4.3 Persyaratan Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN 21
Terutang…..
2.4.4 Keputusan atas Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN 22
Terutang
2.5 Ekualisasi Dari DPP PPN Dan Peredaran Usaha Dalam 23
PPN………….
2.5.1 Hal-hal yang terkait ekualisasi dari DPP PPN dan Peredaran 23
Usaha dalam
PPh…………………………………………………
2.5.2 Contoh Kasus Ekualisasi DPP PPN dan Peredaran Usaha dalam 24
PPh……………………………………………………………….
BAB III KESIMPULAN............................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 28

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang menopang pembangunan


suatu negara. Hampir 80% pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan,
sumbangsih terbesar yang pertama dari pajak penghasilan dan yang kedua dari pajak
pertambahan nilai (PPN). Berikut ini adalah tabel pendapatan negara menurut badan pusat
statistic dari tahun 2020 sampai dengan 2022 :

Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah)


Sumber Penerimaan - Keuangan
2020 2021 2022
I. Penerimaan 1.628.950,53 1.733.042,80 1.845.556,80
Penerimaan Perpajakan 1.285.136,32 1.375.832,70 1.510.001,20
Pajak Dalam Negeri 1.248.415,11 1.324.660,00 1.468.920,00
Pajak Penghasilan 594.033,33 615.210,00 680.876,95
Pajak Pertambahan Nilai dan dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 450.328,06 501.780,00 554.383,14
Pajak Bumi dan Bangunan 20.953,61 14.830,00 18.358,48
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan - - -
Cukai 176.309,31 182.200,00 203.920,00
Pajak Lainnya 6.790,79 10.640,00 11.381,43
Pajak Perdagangan Internasional 36.721,21 51.172,70 41.081,20
Bea Masuk 32.443,50 33.172,70 35.164,00
Pajak Ekspor 4.277,71 18.000,00 5.917,20
Penerimaan Bukan Pajak 343.814,21 357.210,10 335.555,62
Penerimaan Sumber Daya Alam 97.225,07 130.936,80 121.950,11
Pendapatan dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan 66.080,54 30.011,20 37.000,00
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 111.200,27 117.949,70 97.808,00
Pendapatan Badan Layanan Umum 69.308,33 78.312,40 78.797,56
II. Hibah 18.832,82 2.700,00 579,90
Jumlah 1.647.783,34 1.735.742,80 1.846.136,70

Catatan: Tahun 2010-2020: LKPP Tahun 2021: Outlook Tahun 2022: APBN Sumber: Kementerian Keuangan
Source Url: https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html
Access Time: November 9, 2022, 1:49 pm

Namun bagi badan usaha, pajak merupakan suatu beban yang berpotensi mengurangi
laba bersih perusahaan, sehingga diperlukan manajemen pajak agar pajak yang dibayarkan
dapat berkurang. Definisi manajemen pajak oleh Lumbantorun sebagaimana dikutip oleh
Suandy (2006:6) adalah sebagai berikut :

“manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan


benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.

4
Salah satu yang dilakukan dalam manajemen perpajakan dilakukannya tax planning
PPN. Tax planning PPN merupakan pengaturan objek PPN berdasarkan UU PPN No 42
Tahun 2009 yang harus diperhatikan untuk memcegah pembayaran PPN yang lebih besar.
Untuk mencegah nominal pembayaran yang lebih besar atau lebih bayar ada beberapa cara
yang harus diketahui oleh badan usaha atau wajib pajak. Salah satunya ketepatan waktu
pengukuhan kegiatan usaha menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan
dikukuhkannya sebagai PKP maka pajak masukan dapat dikreditkan atau juga dapat
dilakukan dengan pengendalian atas Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Tertentu. Hal lain
yang dapat dilakukan untuk efisiensi PPN yaitu dengan melakukan pemusatan tempat
pelaporan PPN.

Selain manajemen pajak perlu dilakukan oleh perusahaan, proses ekualisasi perlu
dilakukan untuk menghindari adanya koreksi fiskal yang timbul akibat adanya perbedaan
nilai omzet yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan
dan Surat Pem beritahuan Tahunan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pada dasarnya
proses ekualisasi dilakukan bukan untuk menemukan angka peredaran usaha yang sama
melainkan mencari penyebab perbedaan peredaran usaha pada SPT PPh dan
PPN.Perbedaan antara omzet PPh dan PPN sering sekali timbul karena adanya perbedaan
ketentuan antara Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai, misalnya objek pajak,
selisih kurs, uang muka, dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :

1) Apa yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai?


2) Bagaimana cara mengukuhkan sebagai PKP?
3) Bagaimana manajemen perpajakan dalam menyiapkan Faktur Pajak ?
4) Bagaimana manajemen perpajakan atas pemilihan tempat pajak terutang ?
5) Apa yang dimaksud ekualisasi dan factor apa saja yang menyebkan terjadinya
ekualisasi?

1.3 Tujuan Makalah

5
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dalam makalah ini
adalah :

1) Untuk mengetahui maksud dari Pajak Pertambahan Nilai.


2) Untuk mengetahui waktu yang tepat untuk mengukuhkan sebagai PKP dan untuk
mengetahui tata cara mendaftar sevagai PKP.
3) Untuk mengetahui manajemen Pajak dalam menyiapkan Faktur Pajak
4) Untuk mengetahui cara pemilihan tempat pajak terutang sebagai bentuk manajemen
pajak
5) Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan SPT PPh dan SPT
masa PPN sehingga menyebabkan ekualisasi

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Karakteristik dan Objek PPN


2.1.1 Pengertian PPN
Menurut Undang–Undang Nomor 42 Tahun 2009 paragraf umum, Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah
Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dengan kata lain pajak tersebut
disetor oleh produsen yang bukan penanggung pajak, dimana konsumen akhir
tidak menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung.
2.1.2 Karakteristik PPN
Karakteristik atau ciri–ciri PPN adalah sebagai berikut:
(a) Pajak Tidak Langsung;
Pajak ini dibebankan pada konsumen akhir BKP yang ada, sedangkan yang
melakukan penyetoran pajak bukanlah konsumen akhir namun Anda,
sebagai PKP yang menjual barang tersebut. Ini yang dimaksudkan dengan
pajak tidak langsung, karena berbeda antara penyetor dan pembayarannya.
(b) Merupakan Pajak Objektif;
Pajak pertambahan nilai tidak melihat dari sisi subjek pajak, melainkan dari
objek pajak.Setiap konsumen, yang juga wajib pajak dan subjek pajak, akan
dikenai tarif PPN yang sama, sesuai dengan harga barang atau transaksi
BKP dan JKP yang terjadi.
(c) Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax);
Pajak ini akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahap jalur produksi dan
distribusi, mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil
atau pengecer.
Meski karakteristik PPN adalah dikenakan pada setiap mata rantai produksi
dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak
ganda karena mekanismenya yang menganut pengkreditan Pajak Keluaran
dan Pajak Masukan.
(d ) Tarif tunggal;
Pajak Pertambahan Nilai memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 10%.
Setiap konsumen akhir yang membeli BKP untuk digunakan akan
bertanggung jawab membayar pajak sebesar 10% dari nilai transaksi. Pajak
ini juga dikenakan untuk transaksi ekspor, hanya saja tarif yang dikenakan
tidak sebesar 10% melainkan 0%. Pemerintah menerapkan tarif ini untuk
merangsang pertumbuhan ekspor dan memberikan kemudahan untuk
eksportir yang ada.
(e) Credit Method/Invoice Method/Indirect Substraction Method;

7
Mekanisme perhitungan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan metode
pengurangan secara tidak langsung, artinya Anda sebagai PKP dapat
mengkreditkan pajak masukan atas BKP dan JKP yang berbeda.

Misalnya saja, pajak masukan dapat berasal dari pembelian barang kena
pajak yang dilakukan PKP, sedangkan pajak keluaran dapat diperoleh dari
penjualan jasa yang dilakukan oleh PKP.
(f) Pajak atas konsumsi dalam negeri; dan
Pajak ini hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri
seperti misalnya transaksi impor. Impor barang oleh PKP dikenakan PPN,
selain itu juga diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP tidak berwujud
diluar daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.
(g) Consumption Type Value Added Tax (VAT).
Karakteristik PPN dibebankan pada konsumen atau orang yang membeli
Barang kena Pajak, dan tidak untuk dijual kembali. Artinya, yang memiliki
tanggung jawab membayar beban pajak ini adalah konsumen akhir.

2.1.3 Objek PPN


Secara keseluruhan objek PPN diatur pada Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D
undang-undang nomor 42 tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN) yaitu :
Pasal 4 ayat (1) UU PPN, PPN dikenakan atas :
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha
2) Impor Barang Kena Pajak
3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daeran Pabean yang dilakukan oleh
Penguasaha
4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
6) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
dan
8) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Pasal 16 C UU PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan
atau tata caranya diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 16 D UU PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa
asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha
Kena Pajak, kecuali atas penyerahan asset yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

8
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) tidak berlaku untuk semua
objek PPN, namun bagi pengusaha yang melakukan kegiatan :
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
2) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
3) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
4) Ekspor Jasa Kena Pajak
5) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
Berlawanan dengan pengertian Pengusaha Kena Pajak, objek PPN di bawah ini
tidak di wajibkan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,
diantaranya :
1) Impor Barang Kena Pajak
2) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
3) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar ke Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
4) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang
Batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan
Artinya siapapun (baik berstatus PKP maupun bukan PKP) yang melakukan
kegiatan diatas wajib membayar PPN yang terutang.
2.2 Tata Cara Mendaftar Sebagai PKP
2.2.1 Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Menurut (lubis, 2018) mendefinisikan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau
penyerahan jas, kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 1984 dan perubahannya.
2.2.2 Persyaratan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Syarat Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang harus dipenuhi seorang
pengusaha/bisnis/perusahaan untuk mendapat pengukuhan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak adalah:
a. Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun mencapai Rp 4,8 miliar.
Tidak termasuk pengusaha/bisnis/perusahaan dengan pendapatan bruto
kurang dari Rp 4,8 miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
b. Melewati proses survei yang dilakukan oleh KPP atau tempat Wajib Pajak
terdaftar.
c. Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.

2.2.3 Persyaratan Dokumen bagi Wajib Pajak Calon PKP

9
Dokumen yang menjadi kelengkapan sebagai permohonan atau syarat
Pengusaha Kena Pajak, meliputi:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
a. Bagi WNI: Fotokopi KTP atau bagi WNA: fotokopi KITAS/KITAP
b. Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang
c. Surat keterangan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bermaterai dari
pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
2. Wajib Pajak Badan
a. Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian atau perubahan bagi
Wajib Pajak Badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari
kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang.
b. Fotokopi Kartu NPWP salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari pejabat pemerintah daerah sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa jika penanggung jawab perusahaan
adalah WNA dan tidak memiliki NPWP.
c. Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
berwenang.
d. Surat keterangan tempat kegiatan usaha yang diterbitkan dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
3. Wajb Pajak Status Cabang dari Wajib Pajak Badan
a. Fotokopi akta atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak
Badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap.
b. Fotokopi Kartu NPWP salah satu pengurus cabang, atau fotokopi paspor
dalam hal penanggung jawab cabang adalah WNA dan tidak memiliki
NPWP.
c. Surat pernyataan bermaterai dari salah satu pengurus cabang yang
menyatakan kegiatan dan tempat usaha tersebut dilakukan.
4. Wajib Pajak Badan Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation)
a. Fotokopi Perjanjian Kerjasama / Akta Pendirian sebagai bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang.
b. Fotokopi kartu NPWP masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi
(joint operation) yang diwajibkan untuk memiliki NPWP.
c. Fotokopi kartu NPWP orang pribadi salah satu pengurus perusahaan
anggota bentuk kerja sama operasi (joint operation) atau fotokopi paspor
dalam hal penanggung jawab adalah WNA.
d. Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang.
e. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak Badan
dalam negeri maupun Wajib Pajak Badan asing.
Dokumen-dokumen lain yang biasanya disertakan:
a. Bukti sewa / kepemilikan tempat usaha
b. Foto ruangan / tempat usaha

10
c. Peta lokasi
d. Spesimen penanda tangan faktur (form disediakan KPP) & fotokopi penanda
tangan faktur
e. Daftar harta /invetaris kantor
f. Laporan keuangan (neraca laba/rugi)
g. SPT Tahunan terakhir

2.2.4 Bagaimana Cara Mengirimkan Dokumen PKP?


Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) softcopy dokumen melalui aplikasi e-registration atau
dikirim melalui Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani. Apabila
dalam KPP belum menerima persyaratan dokumen Anda dalam jangka waktu
10 hari kerja setelah penyampaian permohonan pengukuhan, maka permohonan
tersebut dianggap tidak diajukan.
Pada umumnya, 3-5 hari sejak formulir lengkap diajukan, petugas
verifikasi akan melakukan survei atau verifikasi. Apabila survei berjalan dengan
lancar dan disetujui, sekitar 1-2 hari sejak survei, maka surat pengukuhan PKP
dapat diambil di KPP tempat syarat pengajuan PKP diberikan. Keputusan
Permohonan Pengajuan PKP diterbitkan paling lambat 5 hingga 10 hari kerja
setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
2.2.5 Manfaat Dikukuhkannya Kegiatan usaha Sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP)
Meskipun peraturan perpajakan tidak mensyaratkan kapan waktu seharusnya
melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP, namun ada
beberapa manfaat yang di dapatkan jika kegiatan usaha segera dikukuhkan
sebagai PKP diantaranya :
a. Pasal 9 ayat 8 huruf a UU PPN menyatakan bahwa :
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberlakukan bagi pengeluuaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak apabila pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP.
Dengan terlambatnya waktu pengukuhan PKP maka seluruh pajak masukan
yang faktur pajaknya diterbitkan pada tanggal sebelum pengukuhan PKP
tidak dapat dikreditkan.
b. Pasal 13 ayat (1) huruf e juncto Pasal 13 ayat (2) KUP menyatakan :
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut :
Apabila kepada Wajib Pajak di terbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). Jumlah kekurangan pajak
yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaiman yang
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah sanki administrasi
berupa bunga 2 % (2 persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat)

11
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Dengan terlambatnya waktu pengukuhan PKP maka ada kemungkinan KPP
akan melakukan pengukuhan secara jabatan atau KPP akan melakukan
perhitungan atas PPN yang seharusnya terutang sebelum PKP tersebut
dikukuhkan sebagai PKP.

2.3 Manajemen Perpajakan Dalam Menyiapkan Faktur Pajak


Pengendalian terhadap faktur pajak keluaran merupakan hal yang penting agar
tidak memboroskan keuangan perusahaan karena adanya sanksi administrasi yang
disebabkan faktur pajak tidak diterbitkan oleh PKP tersebut tidak memenuhi syarat
formal dan material.
2.3.1 Pengertian faktur pajak
Dalam pasal 1 angka 23 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa Faktur Pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP wajib membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak yang telah dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan suatu dokumen yang sangat penting
yang harus diketahui secara jelas oleh setiap Pengusaha Kena Pajak. Oleh
karena itu, dokumen faktur pajak merupakan suatu bukti yang menjadi sarana
pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai, dan
harus ditunjukan dalam hal pelaporan setiap transaksi bisnis yang telah
dilaksanakan ke Kantor Pelayanan Pajak. Bahkan apabila terjadi pemeriksaan
oleh fiskus, dokumen ini perlu ditunjukan secara jelas.
2.3.2 Dokumen Faktur Pajak
Adapun dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak menurut
PER10/PJ/2010 sebagai berikut:
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
b. Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB)
d. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP)
e. Pemberitahuan Ekspor BKP /BKP Tidak Berwujud
f. Bukti Tagihan atas Penyerahan Listrik
g. Bukti Tagihan atas Penyerahan Jasa Telekomunikasi
h. Nota Penjualan Jasa yang untuk Penyerahan Jasa Kepelabuhan
i. Tiket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill
j. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP
tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean
k. Bukti Tagihan atas Penyerahan JKP oleh Perbankan
l. Bukti Tagihan atas Penyerahan JKP oleh perantara efek , dan
m. Bukti Tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Perusahaan Air
Minum

12
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan yang harus ada pada Faktur
Pajak:
a. Nama, Alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Penerima Jasa Kena Pajak
b. Nama, Alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau Jasa Penerima Jasa Kena Pajak
c. Jenis Barang atau Jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan Potongan
Harga
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
f. Kode,Nomor Seri, dan Tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan
g. Nama dan Tanda Tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Menurut penjelasan pada pasal 13 ayat (5) menyebutkan bahwa faktur
pajak yang tidak diisi lengkap sesuai ketentuan akan berimbas pada tidak dapat
dikreditkannya Pajak Masukan atas penyerahan tersebut.

2.3.3 Faktur Pajak Elektonik (e-Faktur)


2.3.3.1 Dasar Hukum
Dasar hukum pembuatan Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur) sebagai berikut:
1) UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8
Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Tata Cara pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak.
3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan
Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
4) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak.
2.3.3.2 Pengertian Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur)
Dalam pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014, Faktur Pajak Elektronik
(efaktur) adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem
elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak.
Pemberlakuan e-Faktur merupakan wujud peningkatan layanan Direktorat
Jendral Pajak bagi PKP yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan,
kenyamanan, dan keamanan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
khususnya pembuatan Faktur Pajak. Dengan format aplikasi atau sistem
elektronik, e-Faktur bisa meminimalisasi kasus penggunaan Faktur Pajak fiktif
dan duplikasi Faktur Pajak. Tercatat pada 2014, ada sekitar 57 kasus
penggunaan Faktur Pajak fiktif yang artinya pihak pembeli mendapat kerugian
karena pajak yang telah dibayarkan tidak disetorkan kepada Negara oleh pihak
penjual atau penyedia barang/jasa. E-Faktur dapat menjamin validasi dua

13
belah pihak yang melakukan transaksi. Selain itu, PKP tidak perlu membuang
waktu dan biaya hanya untuk melaporkan Faktur Pajak.
2.3.3.3 Kewajiban Membuat e-faktur
Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 telah
ditetapkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat e-faktur.
Faktur pajak elektronik (e-faktur) pajak diterapkan dengan mempertimbangkan
kepentingan wajib pajak khususnya PKP, PKP yang diwajibkan membuat
eFaktur dibagi menjadi tiga tahap antara lain:
a. Tahap pertama, dilakukan pada 1 Juli 2014 dengan menentukan sejumlah
45 perusahaan yang sudah diwajibkan membuat e-faktur untuk diterapkan
di Kantor Pelayanan Pajak Besar, Kantor Wilayah Khusus, dan KPP
Madya diwilayah DKI Jakarta.
b. Tahap kedua, dilakukan pada 1 Juli 2015 untuk diterapkan di Kantor
Pelayanan Pajak Jawa dan Bali.
c. Tahap ketiga, dilakukan pada 1 Juli 2016 secara serentak diterapkan di
seluruh KPP di Indonesia. PKP yang telah diwajibkan membuat e-Faktur
tetapi tidak membuat eFaktur atau membuat e-Faktur yang tidak mengikuti
tata cara yang telah ditentukan, dianggap tidak membuat Faktur Pajak dan
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak sesuai pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Transaksi yang dibuatkan e-faktur, antara lain:
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 16D UU PPN
dibuat untuk setiap penyerahan BKP, sedangkan Pasal 4 ayat (1) huruf c
UU PPN dibuat untuk penyerahan JKP. Kecuali, atas penyerahan BKP/JKP
yang dilakukan oleh pedagang eceran, PKP Toko Retail kepada orang
pribadi pemegang paspor luar negeri, dan bukti pungutan PPNnya berupa
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
2.3.3.4 Manfaat e-faktur
Dengan adanya aplikasi e-faktur, banyak manfaat yang didapatkan saat
menerbitkan Faktur Pajak Elektronik (e-faktur):e
1. Bagi PKP Penjual
a. Tanda tangan basah digantikan dengan tanda tangan elektronik
b. E-faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya cetak dan
biaya penyimpanan dokumen
c. Aplikasi e-faktur dapat membuat SPT masa PPN sehingga PKP tidak
perlu lagi membuatnya
d. PKP yang menggunakan e-faktur pajak dapat meminta Nomor Seri
Faktur Pajak melalui situs pajak dan tidak perlu datang ke KKP
2. Bagi PKP pembeli

14
a. Terlindungi dari penyalahgunaan faktur pajak tidak sah karena e-faktur
dilengkapi dengan QR code. QR code menampilkan informasi tentang
transaksi, penyerahan nilai DPP dan informasi lainnya
b. Informasi yang terdapat dalam QR code dapat dengan mudah dilihat
melalui aplikasi QR code yang bisa diunduh melalui smartphone atau
gadget lain
c. Jika informasi yang terdapat dalam QR code berbeda dengan cetakan
e-faktur, maka faktur pajak tersebut dinilai tidak valid
3. Bagi pemerintah
a. Kemudahan pengawasan dengan adanya validasi pajak keluaran-pajak
masukan dan data lengkap dari setiap faktur pajak
b. Mempermudah pelayanan karena akan mempercepat proses
pemeriksaan, pelaporan dan pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
c. Sistem berbasis elektronik akan meminimalisir penyalahgunaan faktur
pajak oleh perusahaan fiktif atau pihak yang tidak bertanggung jawab
4. Bagi lingkungan
Penerapan green tax juga menjadi salah satu manfaat e-faktur. Alhasil,
seiring resminya penggunaan e-faktur penggunaan kertas faktur pajak
tidak diperlukan. Dengan adanya sistem e-Tax, diharapkan penggunaan
dokumen secara digital mampu membuat Indonesia mampu berkontribusi
secara maksimal dalam program green tax yang dijalankan di seluruh
dunia. Untuk dapat menggunakan aplikasi e-faktur ini, PKP
membutuhkan Sertifikat Elektronik yang dapat diperoleh dengan cara
mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik kepada Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
2.3.4 Sertifikat Elektronik

Menurut SE-20/PJ/2014, sertifikat elektronik adalah sertifikat yang memuat


tanda tangan elektronik dan identitas status subjek hukum para pihak, dalam
transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi. Sertifikat
elektronik diberikan DJP kepada PKP sebagai bukti otentifikasi pengguna
layanan pajak secara elektonik. Layanan perpajakan secara elektronik tersebut
berupa:
a. Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang
ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP, dan
b. Penggunaan aplikasi atau system elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP untuk pembuatan e-Faktur.

2.3.4.1 Syarat dan Ketentuan Sertifikat Elektronik


Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan PKP untuk mendapatkan
sertifikat elektronik e-Faktur:
a. Surat permintaan sertifikat elektronik yang telah ditandatangani dan diberi
cap perusahaan oleh pengurus PKP dan disampaikan secara langsung ke

15
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan, dan tidak boleh
dikuasakan ke pihak lain.
b. Pengurus PKP adalah orang yang mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP dan namanya tercantum
dalam SPT tahunan PPh Badan tahun pajak sebelum tahun diajukannya surat
permintaan sertifikat elektronik.
c. SPT Tahunan PPh Badan yang telah jatuh tempo harus sudah disampaikan ke
KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti
penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.
d. Dalam hal pengurus namanya tidak tercantum dalam SPT Tahunan Badan,
maka pengurus tersebut harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy:
i. Surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan,
ii. Akta pendirian perusahaan atau asli penunjuk sebagai permanent
establishment dari perusahaan induk di luar negeri dan menyerahkan
fotocopy dokumen tersebut.
e. Pengurus harus menunjukkan kartu identitas berupa KTP dan Kartu Keluarga
(KK), serta menyerahkan fotocopy dokumen, jika pengurus merupakan
Warga Negara Asing (WNA), pengurus harus menunjukkan paspor asli ,
Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) asli, atau Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP) asli dan menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.
f. Pengurus harus menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan
dalam compact disc (CD) sebagai kelengkapan surat permintaan sertifikat
dokumen.
g. Seluruh berkas persyataan diberikan ke petugas khusus yang bertugas di
Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat PKP dikukuhkan.
2.3.5 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-24/PJ/2012
yang mulai berlaku sejak 1 April 2013 ditetapkan bahwa PKP yang membuat
Faktur Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
terdiri atas 16 (enam belas) digit sebagai berikut:
i. 2 (dua) digit kode transaksi
ii. 1 (satu) digit kode status
iii. 13 (tiga belas) digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh DJP,
termasuk kode tahun akan di create oleh sistem DJP dan kode cabang
dihapus.
Penulisan kode dan nomor seri pada faktur pajak harus dilengkapi sesuai
dengan banyaknya digit. Kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan akan
memberikan nomor seri faktur pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah
ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk faktur pajak yang
diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor
seri faktur pajak 000-14.00000001 demikian seterusnya.
2.3.5.1 Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
a) Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:

16
01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN
dan PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP.
02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut
PPN Bendahara Pemerintah yang PPN-nya dipungut oleh Bendahara
Pemerintah.
03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut
PPN lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh
Pemungut PPN lainnya tersebut.
04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
menggunakan DJP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual
yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
05 kode ini tidak digunakan
06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh
PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan
penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri 19 (turis
asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN 1984.
07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapatkan
fasilitas PPN tidak dipungut atau Ditanggung Pemerintah.
08 digunakan untuk penyerahan BKP / JKP yang mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN.
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya
dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP.
2.3.5.2 Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak
a. Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
 0 (nol) untuk status normal
 1 (satu) untuk status penggantian
b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak penggantian ke-2, ke-3 dan
seterusnya, maka kode status yang digunakan kode status “1”.
c. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak
 Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut
yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan
 Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor
dengan jumlah sesuai permintaan PKP
 Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak
dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang
tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak
 Sejak tanggal 1 januari 2015 permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
untuk tahun 2014 tidak dapat dilayani oleh KPP
 Mulai tanggal 1 januari 2015, pembuatan Faktur Pajak harus sudah
menggunakan Nomor Seri untuk tahun 2015

17
2.3.6 Prosedur penggunaan aplikasi e-faktur
Secara garis besar, langkah-langkah utama penggunaan aplikasi e-faktur
yaitu Registrasi aplikasi, Registrasi user, Administrasi faktur pajak dan
Pembuatan e-SPT PPN.
1. Registrasi aplikasi
Langkah-langkah untuk melakukan registrasi aplikasi adalah sebagai berikut:
i. Klik aplikasi ETaxInvoice.exe pada folder aplikasi e-faktur. Kemudian,
akan muncul kotak pilih Database dan pilih local database. Jika
menggunakan internet proxy, klik Setting Aplikasi untuk melakukan
pengaturan proxy. Isikan IP server, port, user name dan password.
Kemudian klik simpan.
ii. Form registrasi akan muncul pada saat aplikasi pertama kali dijalankan.
Pada kotak registrasi ETaxInvoice isikan NPWP, Sertifikat User dan kode
aktivasi. Untuk sertifikat user diisikan dengan cara mengeklik open,
kemudian arahkan kursor pada file sertifikat digital. Kemudian klik open
dan akan keluar kotak Passphrase Certificate. Isikan passphrase dan klik
ok.
iii. Masukkan kode aktivasi dan klik register.
iv. Masukkan captcha dan password. Adapun password diisikan dengan
password yang digunakan untuk meminta nomor seri faktur pajak.
kemudian klik submit. Registrasi berhasil jika muncul tampilan berikut
ini.
2. Registrasi user
Pada saat melakukan registrasi user akan muncul Langkah-langkah registrasi
user sebagai berikut:
i. Isikan nama user
ii. Isikan nama lengkap (nama ini akan muncul sebagai penanda tangan
faktur pajak)
iii. Isikan password yang akan digunakan untuk login ke aplikasi efaktur
(password ini dapat berbeda dengan password yang digunakan pada saat
permintaan nomor seri faktur pajak dan hanya digunakan untuk login ke
aplikasi e-faktur)
iv. Administrasi faktur pajak jika telah melakukan registrasi aplikasi dan
registrasi user, pada saat mengeklik aplikasi ETaxInvoice.exe pada folder
aplikasi e-faktur akan muncul tampilan berikut ini selanjutnya, klik local
database dan klik connect. Lalu, akan muncul kotak untuk login seperti
tampilan dibawah ini . isikan nama user dan password. Klik login untuk
masuk ke aplikasi e-faktur.jika login berhasil, muncul tampilan berikut
ini. User dapat menggunakan fitur-fitur pada aplikasi e-faktur.

2.3.7 Perbedaan Faktur Pajak Manual dengan Faktur Pajak Elektronik


(efaktur)
Berikut ini tujuh hal yang membedakan Faktur Pajak manual dengan e-Faktur :

18
1. Tanda tangan PKP
Dalam faktur pajak manual tanda tangan yang ada merupakan tanda tangan
basah dari PKP atau pegawai yang ditunjuk mengurus perpajakan.
sedangkan dalam e-faktur, tanda tangan diganti oleh kode QR.
2. Format
Dalam faktur pajak manual, seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, tidak
ada format resmi mengenai faktur pajak. Namun PKP tetap harus menyusun
berdasarkan keterangan yang tertera pada PER-24/PJ/2012. Sementara pada
e-faktur, format faktur pajak sudah ditentukan oleh aplikasi atau sistem yang
disediakan DJP.
3. Jumlah lembar
Faktur pajak manual wajib dicetak minimal dua lembar, masingmasing
untuk PKP penjual dan PKP pembeli. Sedangkan e-faktur tidak diwajibkan
untuk dicetak dalam format hardcopy.
4. Permohonan /Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP)
Melalui e-faktur, PKP tidak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
untuk meminta NSFP. Sementara , saat era faktur pajak manual, PKP harus
datang langsung ke KPP untuk meminta NSFP.
5. Prosedur Pelaporan
Dalam aplikasi e-faktur, PKP harus mengunggah faktur pajak, baik
keluaran maupun masukan, agar bisa mendapatkan kode QR dan
mendapatkan pengesahan. Prosedur ini dilakukan agar dapat membuat dan
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sedangkan dalam faktur pajak manual, PKP tidak wajib mengunggah
faktur pajak sebelum pelaporan SPT PPN. Faktur pajak masukan dan
keluaran hanya perlu dicantumkan pada daftar pajak keluaran dan pajak
masukan pada saat membuat SPT PPN.
6. Pelaporan SPT PPN
Dalam faktur pajak manual, pelaporan SPT PPN menggunakan formulir
SPT PPN 1111. Sementara, jika menggunakan e-faktur, semuanya tersedia
dalam satu aplikasi.
7. Mata Uang
Dalam faktur pajak manual, mata uang yang dicantumkan bebas dan tidak
harus menggunakan mata uang Rupiah. Sementara, mata uang yang harus
dicatat dalam e-faktur adalah Rupiah. Jika PKP melakukan transaksi
menggunakan.
2.3.8 Manajemen Pajak Terkait Waktu Penerbitan dan Pelaporan Faktur Pajak
Terkait waktu penerbitan faktur pajak, hal yang harus diperhatikan PKP adalah :

19
a. Faktur Pajak atas penjualan yang dibuat “ terlalu cepat “ dibandingkan
dengan pelunasan atas tagihan penjualan akan menyebabkan kesulitan
cashflow.
Berdasarkan PP No 1 Tahun 2012 PPN terutang pada saat dilakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP kecuali adanya penerimaan uang muka yang
mendahului penyerahan BKP dan/atau JKP. Didasarkan atas hal ini maka
faktur pajak harus diterbitkan pada saat terjadinya penyerahan BKP dan/ atau
JKP atau pada saat diterimanya uang muka penjualan. Penerbitan faktur
pajak keluaran pada suatu masa pajak, mengharuskan PKP Penerbit Faktur
pajak untuk menyetorkan kekurangan PPN akibat penerbitan faktur pajak
terssebut paling lambat sebelum dilaporkannya SPT Masa PPN di akhir
bulan berikutnya. Kewajiban untuk menyetorkan PPN atas faktur pajak yang
diterbitkan diakhir bulan berikutnya (sebelum pelaporan SPT Masa PPN)
dapat memboroskan cashflow perusahaan jika perusahaan pembeli/penerima
BKP/JKP sangat lambat dalam melakukan pembayaran atas tagihan
penjualan/penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya harus disetor terlebih dahulu
oleh perusahaan yang melakukan penjualan/penyerahan BKP/JKP. Untuk
mengatasi hal ini sebaiknya perusahaan memperlakukan pembeli/penerima
BKP/JKP yang pembayarannya lebih lama dari 1 bulan maka :
Diwajibkan menyetorkan uang muka setidak-tidaknya sejumlah PPN yang
akad disteorkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan tidak perlu
mengorbankan cashflow-nya untuk membayarkan terlebih dahulu PPN atas
tagihan yang belum dilunasi oleh Pembeli tersebut.
Jika Pembeli tersebut tidak bersedia menyetorkan uang muka, maka strategi
yang dipakai adalah melakukan penyerahan BKP/JKP dan menerbitkan
faktur pajak pada saat penyerahan di awal bulan, sehingga diharapkan dalam
jangka waktu dua bulan ke depan pembeli tersebut sudah melunasi tagihan
perusahaan dan perusahaan tidak perlu mengorbankan cashflow-nya untuk
membayarkan terlebih dahulu PPN yang terutang.
b. Faktur pajak yang dibuat terlambat akan dikenakan sanksi administrasi
Keterlambatan menerbitkan faktur pajak dari waktu yang seharusnya akan
dikenakan sanki administrasi pasal 14 ayat (4)KUP bahkan jika
keterlambatannya melebihi batas waktu 3 (tiga) bulan dari waktu seharusnya
dibuat faktur pajak, maka PKP yang bersangkutan dianggap tidak
menerbitkan faktur pajak. Oleh karena hal ini maka sebaiknya perusahaan
harus mempunnya pengendalian yang memadai agar tidak ada faktur pajak
yang terlambat diterbirkan sehingga perusahaan terhidar dari sanksi
administrasi yang tidak perlu.

2.4 Manajemen Perpajakan Atas Pemilihan Tempat Pajak Terutang


Hal lain yang dapat dilakukan untuk efisiensi PPN yaitu pemusatan tempat pelaporan
PPN. Jika PKP yang baru berdiri atau sudah beberapa waktu menjalani kegiatan usaha
memiliki beberapa cabang dan/atau tempat kedudukan yang melakukan penyerahan
BKP/JKP. Maka PKP tersebut dapat melakukan permohonan untuk memilih satu atau
lebih tempat sebagai tempat pelaporan PPN (Pemusatan PPN).

20
Pemusatan PPN memiliki beberapa manfaat antara lain :
a. Memudahkan PKP dalam memenuhi kewajiban administrasi mulai dari peneribitan
faktur pajak hingga pelaporan SPT Masa PPN dikarenakan langsung di bawah
koordinasi yang dipusatkan.
b. Membuat biaya administrasi dam pelaporan kewajiban PPN menjadi lebih efisien
karena tidak perlu dilakukan di seluruh cabang/lokasi.
c. Meminimalisir kesalahan, baik kesalahan perhitungan dan pengisian faktur paja
maupun kesalahan pelaporan SPT Masa PPN dikarenakan ada pengawasan dan
koordinasi yang terpusat.
d. Memudahkan koordinasi dengan bagian akuntansi dan pelaporan keuangan
sehingga memudahkan perusahaan untuk melakukan ekualisasi dan control antara
kewajiban PPN dengan objek-objek PPN yang dilaporankan di Laporan Keuangan.

Direktur Jenderal Pajak melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor


PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat
Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang, mengatur tentang ketentuan pemusatan
PPN. Berikut ketentuan sebagaimana diatur pada peraturan tersebut.
2.4.1 Tempat Pemusatan PPN Terutang
Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang. Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud wajib menyelenggarakan administrasi penyerahan dan
administrasi keuangan secara terpusat pada 1 (satu) atau lebih Tempat
Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.

Tempat yang dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak


Pertambahan Nilai Terutang merupakan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang di mana Pengusaha di tempat tersebut telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang akan
dipusatkan merupakan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang di mana
Pengusaha di tempat tersebut telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak memilih 1 (satu) tempat atau lebih
sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang, Pengusaha Kena
Pajak menyampaikan pemberitahuan secara elektronik kepada Kepala Kanwil
DJP Tempat Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP Terdaftar.
2.4.2 Pengecualian dari Tempat Pemusatan PPN Terutang
Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha yang:
1. berada di Tempat Penimbunan Berikat termasuk di dalamnya Kawasan
Berikat;
2. berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
3. berada di Kawasan Bebas;
4. berada di kawasan berfasilitas lainnya;
5. mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor; dan/atau
6. memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan,

21
tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang atau Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang akan dipusatkan.
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang secara nyata tidak memiliki
kegiatan usaha dan/atau tidak melakukan kegiatan administrasi penyerahan dan
administrasi keuangan, tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang.
2.4.3 Persyaratan Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN Terutang
Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN Terutang) harus memenuhi persyaratan:
1. memuat nama, alamat, dan NPWP Pengusaha Kena Pajak pada Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan
Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
2. memuat nama dan NPWP Pengusaha Kena Pajak pada Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang akan dipusatkan;
3. dilampiri surat pernyataan bahwa:
a) administrasi penyerahan dan administrasi keuangan diselenggarakan
secara terpusat pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang
dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
b) Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang dan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang akan dipusatkan tidak termasuk
tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha yang
dikecualikan; dan
c) Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang secara nyata
memiliki kegiatan usaha dan/atau melakukan kegiatan administrasi
penyerahan dan administrasi keuangan,
4. dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan dilakukan oleh kuasa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

2.4.4 Keputusan atas Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN Terutang


Berdasarkan Pemberitahuan Tempat Pemusatan PPN Terutang, Kepala Kanwil
DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur Jenderal Pajak memberikan
keputusan dengan menerbitkan:
1. Keputusan Pemusatan, dalam hal pemberitahuan memenuhi persyaratan; atau
2. Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi Persyaratan untuk Diberikan
Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal
pemberitahuan tidak memenuhi persyaratan, paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak pemberitahuan diterima lengkap.
Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang berlaku mulai Masa
Pajak berikutnya setelah tanggal Keputusan Pemusatan. Pemusatan PPN berlaku
otomatis tanpa diperlukan permohonan dalam hal wajib pajak terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak Madya dan KPP yang berada di lingkungan Kantor
Wilayah DJP Besar, dan Kanwil DJP Jakarta Khusus (Pertauran Direktorat
Jenderal Pajak Nomor: PER – 28/PJ/2012), namun untuk WP yang baru
memulai kegiatan usahanya tidak dapat langsung mendaftar di KPP tertentu
tersebut karena penetapan WP yang terdaftar di KPP tertentu tersebut ditetapkan
oleh Direktirat Jenderal Pajak.

22
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan
Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan tidak menerbitkan keputusan, maka:
1. Pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dianggap telah memenuhi
persyaratan); dan
2. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur Jenderal Pajak
harus menerbitkan Keputusan Pemusatan yang berlaku mulai Masa Pajak
berikutnya setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan pemberitahuan antara lain
atas:
1. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang belum dilaporkan usahanya
oleh Pengusaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
2. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang berada di Tempat
Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus, atau kawasan berfasilitas
lainnya, mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, atau
memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan;
dan/atau
3. tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha yang berada di
Kawasan Bebas,
maka pemberitahuan tersebut tetap ditindaklanjuti hanya atas Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
2.5 Ekualisasi Dari DPP PPN Dan Peredaran Usaha Dalam PPh
2.5.1 Hal-hal yang terkait ekualisasi dari DPP PPN dan Peredaran Usaha dalam
PPh
Dalam pembebanan perpajakan perusahaan seperti Pajak Penghasilan dan
Pajak Pertambahan Nilai jumlah terutang pajak dihitung berdasarkan nilai
omzet yang didapat oleh perusahaan selama satu tahun pajak dengan ketentuan
perhitungan masing-masing jenis pajak yang sudah diatur dalam undang-undang
perpajakan yang berlaku, namun saat pelaporannya sering kali timbul perbedaan
nilai omzet yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan dan Surat Pemberitahuan Tahunan Masa Pajak Pertambahan Nilai,
maka dari itu proses ekualisasi perlu dilakukan untuk mencari penyebab
terjadinya perbedaan tersebut, dan untuk menghindari adanya koreksi fiskal
yang timbul akibat adanya perbedaan tersebut. Ekualisasi pajak bermanfaat
sebagai langkah awal untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Data
dan informasi yang equal memberikan bukti yang mengindikasikan bahwa
Wajib Pajak telah patuh pada ketentuan perpajakan untuk jenis-jenis pajak yang
diekualisasi.
Ekualisasi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan proses pencocokan antara data yang dilaporkan Wajib Pajak pada
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) dan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN). Hal ini berkaitan
dengan jumlah peredaran usaha (omzet) yang dilaporkan Omzet merupakan
total penjualan yang didapat dari hasil produksi maupun hasil usaha yang

23
dijalankan oleh perusahaan tersebut. Penghasilan dari penjualan diakui saat
dimana terjadi perpindahan hak milik atau penyerahan kepada pihak pembeli
lalu dibuat faktur penjualan. Dalam proses tersebut jika yang diserahkan Barang
Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak maka pajak yang terutang dalam transaksi
tersebut adalah PPh dan PPN. Terkait dengan istilah penjualan dalam PPh dan
penyerahan dalam PPN terdapat perbedaan pengertian yakni semua transaksi
penjualan bruto merupakan penyerahan dalam PPN namun tidak semua
penyerahan dalam PPN merupakan penjualan bruto dalam PPh.Hal ini terkait
pula dengan objek dan bukan objek pajak PPh maupun PPN.Misalnya saja
terdapat penjualan aktiva yang termasuk dalam penjualan lain-lain sehingga
tidak masuk dalam penjualan bruto,namun merupakan penyerahan PPN.
Penjualan dalam PPh merupakan pengalihan kepemilikan namun PPN memakai
istilah penyerahan yang artinya segala bentuk penyerahan merupakan objek
PPN baik penyerahan kepada pihak ketiga maupun kepada pihak perusahaan
sendiri contohnya dalam kegiatan pemakaian sendiri oleh perusahaan dikenakan
PPN. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengertian penjualan bruto
dalam PPh.
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan ekualisasi PPN dan SPT PPh
Badan
Objek PPN Hal yang Perlu Diperhatikan Potensi Pajak
Uang Muka Penjualan Dineraca sebagai Hutang PPN
Pemakaian sendiri Dilaporan keuangan sebagai biaya PPN dan PPh
Penyerahan antar cabang Dilaporan keuangan tidak dicatat PPN
Penjualan Non BKP/JKP SPT Induk PPN 1111 PPN dan PPh
Pengalihan Aktiva semula tidak SPT Masa PPN harga jual dan di PPN dan PPh
untuk diperjualbelikan Laporan Keuangan di catat
sebagai laba/rugi
Penjualan Ekspor Di SPT dicatat harga transaksi PPh
tetapi di SPT Masa PPN Harga
Kurs KMK
Nota Retur ke Pembeli Non SPT Masa tidak dicatat tetatpi di PPh
PKP SPT Badan dicatat

2.5.2 Contoh Kasus Ekualisasi DPP PPN dan Peredaran Usaha dalam PPh
2.5.2.1 Beda kurs valas dalam pengakuan penjualan dan pembuatan faktur pajak.
Penjualan yang menggunakan kurs valas dalam menghitung DPP PPN harus
menggunakan nilai kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
pembuatan faktur pajak dengan lampiran II butir 13 PER-13/PJ/2010,
sedangkan untuk menghitung PPh Badan harus menggunakan kurs tengah
Bank Indonesia (BI) pada tanggal transaksi sesuai dengan paragraf 20 ED
PSAK No. 10, yang dimaksud dengan tanggal transaksi adalah tanggal pada
saat pertama kali suatu transaksi memenuhi kriteria pengakuan sesuai dengan
standard akuntansi keuangan.
Contoh kasus :

24
Pada tanggal 10 Agustus 2021, PT ABC menyewakan komputer selama 1
(satu) bulan PT XYZ seharga US$ 20.000 (belum termasuk PPN). Faktur
pajak dibuat pada tanggal 15 September 2021, dan dilunasi pada tanggal 10
Oktober 2011. Kurs tengah BI per 10 Agustus 2021 sebesar Rp. 14.875. Kurs
Menteri Keuangan (1010/KM.1/2011) per 15 September 2021 sebesar Rp.
14.371, dan kurs pada saat pelunasan tanggal 10 Oktober 2021 sebesar Rp.
15.000. Perbedaan semacam ini seharusnya bisa dijelaskan dengan baik oleh
Wajib Pajak melalui rekonsiliasi.
Jumlah peredaran usaha (PPh) US$ 20.000 x Rp. 14.875 = Rp. 297.500.000
Jumlah penyerahan (PPN) US$ 20.000 x Rp. 14.375 = Rp. 287.500.000
Pelunasan US$ 20.000 x Rp. 15.000 = Rp. 300.000.000
Sehingga laba kurs = Rp. 300.000.000 – Rp. 287.500.000 = Rp. 12.500.000
Atas perbedaan kurs tersebut, laba kurs dikoreksi fiskal positif dalam laporan
laba rugi fiskal sebagai penambahan pendapatan.
2.5.2.2 Objek PPN tidak dicatat dalam akun penjualan. Tidak semua transaksi
penyerahan BKP yang dilakukan oleh PKP, dapat dicatat sebagai akun
penjualan atau omzet, Pasalnya, tidak semua transaksi penyerahan BKP
memiliki karakteristik sebagai transaksi penjualan. Adapun yang dimaksud
dengan transaksi-transaski disini adalah seperti halnya penjualan aktiva tetap
bekas, pemaikan sendiri dan atau pemberian cuma-cuma. Hasil atau
penerimaan dari penjualan aktiva tetap sebenarnya tetap dimasukkan ke
dalam SPT PPh, akan tetapi dalam akun penghasilan lain-lain dan bukan
akun peredaran usaha
contoh kasus:
Pada tahun 2021 PT ABC melakukan penjualan aktiva tetap berupa mesin
untuk kepentingan peremajaan dengan nilai perolehan mesin sebesar Rp.
1.650.000.000 dan akumulasi penyusutan sebesar Rp. 1.127.500.000.
Penjualan mesin tersebut bernilai Rp. 660.000.000 belum termasuk PPN.
Pencatatan atas penjualan tersebut adalah :
Kas/Bank Rp. 726.000.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 1.127.500.000
Mesin Rp. 1.650.000.000
Pendapatan lain-lain (laba penjualan mesin) Rp. 137.500.000
PPN Keluaran Rp. 66.000.000
Akibat dari transaksi tersebut, besaran omzet dalam SPT Tahunan PPh WP
Badan dan total penyerahan dalam SPT Masa PPN menjadi timbul
selisih.Pendapatan dari penjualan aktiva tetap mesin yang bersangkutan tidak
masuk ke dalam peredaran usaha penjualan, akan tetapi masuk ke dalam
pendapatan lain-lain. Sementara itu dalam SPT PPN terdapat penyerahan
sebesar Rp. 660.000.000, sehingga akan terdapat perbedaan antara peredaran
usaha SPT PPh dengan total penyerahan dalam SPT PPN sebesar Rp.
660.000.000. Selisih tersebut dapat ditelusuri melalui rekonsiliasi PPN
dengan PPh Badan. Atas perbedaan tersebut, penjualan aktiva bekas
dikoreksi fiskal positif dalam laporan laba rugi fiskal sebagai penambahan
pendapatan.

25
2.5.2.3 Pemberian diskon tunai penjualan. PKP biasanya memberikan diskon kepada
konsumen yang membayar lebih cepat dari syarat pembayaran yang telah
disepakati sebelumnnya. Dalam parktik, PKP penjual tidak bisa meramal
apakah pembeli akan memanfaatkan diskon atau tidak. Oleh karena faktur
pajakharus dibuat pada saat penyerahan BKP/JKP, maka secara otomatis
PKP penjual akan membuat faktur pajak dengan nilai penyerahan tanpa
diskon. Jika pembeli memanfaatkan diskon besarnya nilai penyerahan dalam
SPT Masa PPN bisa jadi akan lebih besar dari nilai omzet dalam SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
Contoh kasus:
Pada tanggal 1 Desember 2021 PT ABC menjual barang secara kredit kepada
PT XYZ senilai Rp. 500.000.000 belum termasuk PPN, dengan syarat
pembayaran 2/10, n/30. Sesuai Pasal 13 ayat (1a) UU PPN, Faktur Pajak atas
transaksi ini harus dibuat pada saat terjadinya penyerahan BKP, yaitu pada
tanggal 1 Desember 2021. Dari syarat tersebut diketahui bahwa PT XYZ
dapat melunasi dalam periode diskon, yaitu pada tanggal 5 Desember 2021.
Dengan demikian, besaran omzet terakait dengan transaksi tersebut yang
harus diakui dalam pembukuan atau PPh Badan adalah :
PT XYZ
Harga Barang Rp. 500.000.000
Diskon Pembayaran (2% x Rp. 500.000.000) (Rp. 10.000.000)
Harga Neto Rp. 490.000.000
PPN Rp. 50.000.000
Yang Harus Dibayar Rp. 540.000.000

PT ABC
Penjualan Rp. 500.000.000
Diskon Pembayaran (2% x Rp. 500.000.000) (Rp. 10.000.000)
Peredaran Usaha (PPh Badan) Rp. 490.000.000
Penyerahan (SPT Masa PPN) Rp. 500.000.000
Selisih Rp. 10.000.000
Terdapat selisih peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan
penyerahan dalam SPT Masa PPN sebesar Rp. 10.000.000. Perbedaan
tersebut dapat dijelaskan kepada fiskus oleh PT ABC sehubungan dengan
pemberian diskon tunai penjualan.
2.5.2.4 Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan
dilaporkan di SPT Masa PPN. Contoh kasus : PT ABC menyewakan
bangunan kepada PT XYZ sebesar Rp. 100.000.000 selama 1 (satu) tahun.
Pendapatan sewa bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak
diperhitungkan dalam SPT PPh Badan, sedangkan penyerahannya adalah
objek PPN. Oleh sebab itu, pendapatan sewa bangunan dikoreksi negatif
karena merupakan penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah
dikenakan PPh final.
2.5.2.5 Perbedaan pengakuan pembelian dalam SPT Tahunan PPh Badan dan SPT
Masa PPN. Menurut SPT Tahunan PPh Badan, pembelian diakui
menggunakan metode accrual basis, sedangkan dalam SPT Masa PPN, pajak

26
masukan baru dapat dikreditkan apabila faktur pajak pembelian telah
diterima oleh pembeli.
Contoh kasus:
PT ABC membeli barang dagangan dari PT XYZ pada bulan Desember
2021, sedangkan PT XYZ akan menyerahkan faktur pajak kepada PT ABC
pada bulan Januari 2022. Dalam SPT Tahunan PPh Badan pembelian diakui
pada tahun 2021, tidak berdasarkan kapan faktur pajak diperoleh tetapi dalam
SPT Masa PPN pajak masukan baru dapat dikreditkan pada bulan faktur
pajak itu diterima, yaitu pada bulan Januari 2022. Akibat dari transaksi
tersebut faktur pajak masukan dari PT XYZ tidak dapat dikreditkan pada
bulan Desember 2021.

BAB III
KESIMPULAN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP/JKP di
Daerah Pabean yang ditanggung oleh konsumen akhir. Perencanaan pajak perlu dilakukan
untuk menghemat pengeluaran/ cashflow perusahaan, diantaranya yaitu mengukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan dikukuhkannya menjadi PKP maka pajak
masukan dapat dikreditkan.
Manajemen pajak atas PPN juga dapat dilakukan dengan menyiapkan faktur pajak sesuai
dengan format dan memenuhi persyaratan dokumen yang berlaku, agar terhindar dari sanksi
administratif. PKP juga harus dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk menerbitkan
faktur pajak, jangan sampai terlalu cepat sehingga mengganggu cashflow perusahaan atau
bahkan terlalu lama/terlambat yang mengakibatkan sanksi administras.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk efisiensi PPN yaitu pemusatan tempat pelaporan PPN
terutang, dengan dilakukannya pemusatan akan memudahkan penerbitan faktur pajak dan
pelaporan SPT Masa PPN serta meminimalisasi kesalahan dalam pembuatannya.
Perusahaan perlu melakukan ekualisasi atas SPT Masa PPN dan SPT PPh Badan untuk
mengetahui penyebab terjadinya perbedaan jumlah peredaran usaha yang dilaporkan.
Ekualisasi merupakan Tindakan preventif perusahaan menghadapi pemeriksaan fiskus dan
juga dapat meningkatkan ketelitian perusahaan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ifqoh, Mawadah. 2019. PENERAPAN PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK ELEKTRONIK(e-


Faktur) PADA KAP Drs.Rishanwar. Laporan Tugas Akhir thesis, Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia.
Lubis, Rahmat Hidayat. 2018. Pajak Penghasilan, Teori, Kasus dan Aplikasi. Medan.
Penerbit Andi Yogyakarta
“ Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terutang” www.pajakku.com diakses tanggal
22 November 2022
https://www.pajakku.com/forum-topic/63159e72439c195dc0a644d0/Pemusatan-Pajak-
Pertambahan-Nilai-(PPN)-Terutang
Nurjanah, Risandy Meda. “ Hal yang Perlu Diperhatikan saat Ekualisasi PPN vs SPT PPH
Badan” www.konsultanpajaksurabaya.com diakses tanggal 23 November 2022
https://konsultanpajaksurabaya.com/hal-yang-perlu-diperhatikan-saat-ekualisasi-ppn-vs-spt-
pph-badan

Apriani, Diah. 2011. Analisis Ekualisasi dan Rekonsiliasi Atas Pelaporan SPT Masa
Terhadap SPT Tahunan PPh Badan Dalam Menghadapi Pemeriksaan Pajak. Skripsi.
Universitas Lampunng. Lampung

28
Pratama, Irham Firdauza dan Hadi Sutomo. “ Aanalisis Ekualisasi SPT Masa PPN dengan
SPT PPh Badan Terhadap Kewajiban Perpajakan PT. Adiyana Teknik Mandiri”. Jurnal
Ilmiah Manajemen Kesatuan 6, no. 3 (2018) : 122.

Ikatan Akutan Indonesia. Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan. Jakarta. IAI.
2015.

Prabandaru, Ageng. “ Mengenali Karakteristik dan Ciri Khas PPN Sebagai Kewajiban PKP”.
www.klikpajak.id Di akses tanggal 23 November 2022 https://klikpajak.id/blog/mengenali-
karakteristik-dan-ciri-khas-ppn-sebagai-kewajiban-pkp/

29

Anda mungkin juga menyukai