Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“PERILAKU ORGANISASI”
(Individu dan Perbedaannya & Persepsi, Pengambilan Keputusan
Individual, dan Kepuasan Kerja)

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Perilaku Keorganisasian
Dosen Pengampu : Andi Besse Ferial, S.E.,M.M.

Disusun Oleh Kelompok 1 :


1. Ika Ramadhani (1901125)
2. Fira Yuniar (1901127)
3. Indah Permata Sari (1901137)

KELAS H
PRODI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AMKOP MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PERILAKU ORGANISASI”
(Individu dan Perbedaannya & Persepsi, Pengambilan Keputusan Individual, dan Kepuasan
Kerja).

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Andi Besse Ferial, S.E.,M.M yang telah membantu kami
baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat
waktu.

Kami menyadari, bahwa Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Makassar, Juni 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ...................................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB I INDIVIDU DAN PERBEDAANNYA ............................................................................................ 4
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM ................................................................................ 4
B. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
C. PEMBAHASAN .................................................................................................................. 4
1. Individu dan Perbedaannya ........................................................................................... 4
2. Teori Pembelajaran ....................................................................................................... 7
3. Masalah dengan Modifikasi Perilaku dan Teori Penguatan ........................................ 10
4. Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligent) .......................................................... 11
5. Perasaan, Sikap, dan Nilai (Moods, Attitudes, and Values) ....................................... 11
BAB II PERSEPSI, PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL, DAN KEPUASAN KERJA ....... 13
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM .............................................................................. 13
B. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 13
C. PEMBAHASAN ................................................................................................................ 13
1. Persepsi ....................................................................................................................... 13
2. Pengambilan Keputusan Invidual ............................................................................... 14
3. Kepribadian ................................................................................................................. 16
4. Kepuasan Kerja ........................................................................................................... 17
5. Stress Jabatan .............................................................................................................. 19
6. Manajemen Stres ......................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 22
KESIMPULAN .............................................................................................................................. 22
BAB I
INDIVIDU DAN PERBEDAANNYA

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Memberikan bekal kepada mahasiswa untuk memahami secara mendalam tentang perbedaan
individu, pembelajaran organisasi, kecerdasan emosional, perasaan, sikap, nilai serta mengkaji
artikel terkait pokok bahasan. Setelah menyelesaikan subpokok bahasan pada bab ini peserta
didik diharapkan mampu
1. Mengkaji secara mendalam tentang perbedaan individu ditinjau dari segi kemampuan dan
kepribadian;
2. Mengkaji secara mendalam teori pembelajaran organisasi; 3. Mengkaji secara mendalam
kecerdasan emosional;
3. Mengkaji secara mendalam perbedaan individual ditinjau dari perasaan (moods), sikap
(attitudes), nilai (values); dan
4. Mengkaji artikel jurnal terkait pokok bahasan bab ini.

B. PENDAHULUAN

Individu tentunya berbeda antara satu dengan yang lainnya karena adanya perbedaan dalam hal
kemampuan. Kemampuan berarti kapasitas individu untuk melakukan berbagai tugas dalam
pekerjaan. Kita tidak diciptakan sama, masing-masing individu memiliki kekuatan dan
kelemahan dalam hal kemampuan yang membuatnya relatif lebih unggul atau lebih rendah
daripada individu lain dalam melakukan tugas-tugas tertentu atau aktivitas lainnya. Dari sudut
pandang manajemen, bukan masalah jika setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda.

C. PEMBAHASAN
1. Individu dan Perbedaannya

Untuk mengetahui bagaimana individu berbeda dalam kemampuan dan menggunakan


pengetahuan itu untuk meningkatkan kemungkinan untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kemampuan adalah sebuah penilaian saat ini atas apa yang bisa dilakukan seseorang.
Kemampuan keseluruhan individu pada dasarnya terdiri atas dua faktor, yaitu intelektual dan
fisik.
Tabel Dimensi Kecerdasan

a. Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivi tas mental, berpikir,
penalaran, dan pemecahan masalah. Kebanyakan masyarakat cenderung menempatkan nilai
tinggi pada kecerdasan.
b. Kemampuan fisik
Untuk tingkat yang sama bahwa kemampuan intelektual memainkan peran lebih besar dalam
pekerjaan yang kompleks dengan tuntutan persyaratan kebutuhan pemrosesan informasi.
Kemampuan fisik yang spesifik penting untuk keberhasilan melakukan pekerjaan yang kurang
membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu
kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan
dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.
c. Kesesuaian kemampuan-pekerjaan
Fokus kita adalah menjelaskan dan memprediksi perilaku orang di tem pat kerja. Pekerjaan
menuntut hal yang berbeda pada individu dan bahwa individu berbeda dalam kemampuan. Oleh
karena itu, kinerja karyawan meningkat bila ada kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan.
Ke mampuan intelektual atau fisik khusus yang dibutuhkan untuk melaku kan pekerjaan dengan
tepat bergantung pada persyaratan kemampuan dari pekerjaan tersebut.
Tabel Kemampuan Fisik

d. Karakteristik biografis, meliputi:


1) Usia. Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan menjadi masalah yang
lebih penting selama dekade mendatang Mengapa? Jawabannya adalah:
a) Ada kepercayaan luas bahwa kinerja menurun dengan bertambahnya usia.
b) Kenyataan bahwa tenaga kerja mengalami penuaan,
c) Peraturan perundang-undangan tentang pensiunan.
2) Gender. Apakah kinerja wanita sebaik pria? Bukti menunjukkan bahwa hanya sedikit
yang mengakui perbedaan penting antara pria dan wanita yang memengaruhi kinerja
pekerjaan mereka. Studi psikologis telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk
menyesuaikan diri dengan kekuasaan dan pria lebih agresif dan memiliki kemungkinan
lebih tinggi dalam harapan keberhasilan dibandingkan perempuan, tetapi perbedaannya
kecil. Penelitian secara konsisten juga menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat
ketidakhadiran lebih tinggi daripada pria.
3) Ras. Sejumlah orang terpelajar berpendapat bahwa tidaklah produkif untuk membahas ras
untuk alasan kebijakan (memecah belah), untuk alasan biologis (persentase besar dari kita
adalah campuran ras), atau karena alasan genetik dan antropologis (banyak antropo log
dan ilmuwan evolusi menolak konsep kategori-kategori rasial yang berbeda).
Ras telah dipelajari cukup sedikit dalam perilaku organisasi, khu susnya yang berkaitan
dengan hasil kerja seperti keputusan seleksi karyawan, evaluasi kinerja, membayar, dan
diskriminasi di tempat kerja.
4) Masa jabatan. Dengan pengecualian dari perbedaan gender dan ras, tidak ada isu yang
tampak lebih memicu pada kesalahpahaman dan spekulasi dari dampak senioritas pada
kinerja pekerjaan. Studi secara konsisten menunjukkan senioritas secara negatif
berhubungan dengan absensi. Bahkan, baik dari segi frekuensi ketidakhadiran dan total
hari yang hilang di tempat kerja, masa jabatan adalah variabel tunggal yang paling
penting yang berpengaruh.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku masa lalu adalah prediktor terbaik
dari perilaku masa depan, bukti menunjukkan bahwa pada masa jabatan sebelumnya karyawan
adalah prediktor yang kuat dari perputaran masa depan yang karyawan. Bukti menunjukkan
bahwa masa jabatan dan kepuasan kerja secara positif berhubungan.
Individu menggunakan panca indra untuk mengenal lingkungan, seperti pandangan,
sentuhan, pendengaran, pengecapan, dan pembauan, Mengor ganisasikan informasi dari
lingkungan berarti dinamakan persepsi. Berikut ini terdapat beberapa contoh yang menunjukkan
bagaimana persepsi memengaruhi perilaku.
a. Manajer yakin bahwa seseorang pekerja telah diberi kesempatan untuk menggunakan
penilaiannya mengenai bagaimana mengerjakan peker jaan, sementara pekerja merasa sama
sekali tidak ada kebebasan untuk melakukan penilaian.
b. Tanggapan seorang bawahan atas permintaan seorang supervisor (penyelia) didasar pada apa
yang dia pikir dia dengar dari penyelia, bukan pada permintaan sebenarnya.
c. Manajer mengira produk yang sudah dijual bermutu tinggi, tetapi pe langgan mengeluh
produknya bermutu rendah.
d. Seorang pekerja dipandang oleh seorang rekannya sebagai pekerja keras yang telah
memberikan usaha yang baik dan oleh rekan lain sebagai pekerja pemalas yang tidak
berusaha.
e. Seorang penjual merasa kenaikan gajinya sangat tidak adil, sementara para manajer
penjualan merasa itu sebuah kenaikan yang wajar.
f. Operator memandang kondisi kerjanya tidak memadai, seorang rekan kerja yang tepat di
sebelahnya merasa kondisi kerjanya nyaman.

2. Teori Pembelajaran

Definisi pembelajaran dari seorang psikolog adalah, “apa yang kita lakukan ketika kita pergi ke
sekolah?”. Pada kenyataannya, masing-masing dari kita terus pergi ke sekolah”. Belajar terjadi
sepanjang waktu. Oleh karena itu, definisi yang diterima secara umum dari pembelajaran adalah
setiap peru bahan yang relatif permanen dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman.
Teori pembelajaran bermanfaat untuk mendapatkan pola perilaku melalui hal-hal berikut ini.
a. Pengondisian klasik (classical conditioning). Pengondisian ini dapat digu nakan untuk
menjelaskan mengapa lagu-lagu anak-anak sering mem bawa kembali kenangan
menyenangkan masa kanak-kanak. Lagu-lagu. Yang berhubungan dengan semangat liburan
meriah dan membang kitkan kenangan indah dan perasaan euforia. Pengondisian klasik juga
sering terjadi dalam organisasi.
b. Pengondisian operant (operant conditioning). Pengondisian operant berpen dapat bahwa
perilaku adalah fungsi dari konsekuensinya. Orang belajar untuk berperilaku untuk
mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka
inginkan. Perilaku operant berarti perilaku sukarela atau belajar berbeda dengan perilaku
reflek sif atau dipelajari. Kecenderungan untuk mengulangi perilaku tersebut dipengaruhi
oleh penguatan atau kurangnya penguatan dibawa oleh konsekuensi dari perilaku tersebut.
c. Pembelajaran sosial (social-learning theory). Individu dapat belajar melalui pengamatan
terhadap orang lain tentang suatu kejadian dan juga oleh pengalaman langsung. Meskipun
teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari pengondisian operant yang
mengasumsikan bahwa pe rilaku adalah fungsi dari konsekuensi, teori ini juga mengakui
adanya pembelajaran observasional dan pentingnya persepsi dalam pembel ajaran. Orang-
orang menanggapi bagaimana mereka memahami dan. Mendefinisikan konsekuensi, bukan
untuk tujuan konsekuensi itu sendiri.
Pengaruh model adalah pusat sudut pandang pembelajaran sosial. Berikut ini empat
proses yang telah ditemukan untuk menentukan bahwa pengaruh model akan dimiliki pada
individu.
1) Proses perhatian, individu belajar dari sebuah model hanya ketika mereka mengenali dan
mencurahkan perhatian pada fitur-fitur pen tingnya.
2) Proses penyimpanan, pengaruh sebuah model akan bergantung pada seberapa baik
individu mengingat tindakan model setelah model tidak lagi tersedia.
3) Proses reproduksi motor, proses ini menunjukan bahwa individu Dapat melakukan yang
dicontohkan oleh model.
4) Penguatan proses, individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang
dicontohkan jika tersedia insentif atau penghargaan.
Melalui belajar akan dapat membentuk perilaku dan selanjutnya dapat digunakan sebagai alat
manajerial dengan menggunakan hal-hal seperti berikut.
a. Metode pembentukan perilaku. Ada empat cara untuk membentuk perilaku, yaitu melalui
penguatan positif, penguatan negatif, hukuman, dan kepunahan.
1) Menindaklanjuti respons dengan sesuatu yang menyenangkan disebut penguatan positif.
Misalnya, bos yang memuji seorang karyawan yang telah melakukan pekerjaan dengan
baik.
2) Menindaklanjuti respons oleh penghentian atau penarikan sesuatu yang tidak
menyenangkan disebut penguatan negatif.
3) Hukuman, hal ini menyebabkan kondisi yang tidak menyenangkan dalam upaya untuk
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
4) Menghilangkan setiap penguatan yang menjaga perilaku disebut kepunahan. Ketika
perilaku tidak diperkuat, ia cenderung untuk punah secara bertahap.
Kedua hasil penguatan positif dan negatif dalam belajar memperkuat respons dan
meningkatkan kemungkinan pengulangan. Dalam ilustrasi sebelumnya, pujian memperkuat
dan meningkatkan perilaku melaku kan pekerjaan yang baik karena pujian diinginkan.
Perilaku “terlibatsibuk secara serupa juga diperkuat dan ditingkatkan karena meng akhiri
konsekuensi yang tidak diinginkan. Namun, baik hukuman dan kepunahan melemahkan
perilaku dan cenderung menurunkan frekuensi selanjutnya.
b. Jadwal dan perilaku penegasan. Dua jenis utama dari jadwal penguatan yang
berkesinambungan dan berkala. Sebuah jadwal penguatan terus menerus memperkuat
perilaku yang diinginkan setiap kali itu ditunjukkan. Jadi, Jadwal penegasan
berkesinambungan menegaskan perilaku yang diharapkan setiap kali dan setiap waktu
penegasan tersebut dilakukan. Dalam jadwal intermiten (penguatan berkala), tidak setiap dari
contoh perilaku yang diinginkan untuk diperkuat, tetapi penguatan diberikan cukup untuk
membuat perilaku sering mengulangi. Sebuah penguatan terputus dapat dari rasio atau jenis
interval. Rasio jadwal tergantung pada seberapa banyak respons yang dibuat subjek.
Penegasan berkala menegaskan suatu perilaku yang diinginkan yang cukup sering
menyebabkan perilaku tersebut diulangi, tetapi tidak se tiap saat ditunjukan. Sebuah
penguatan juga dapat diklasifikasikan sebagai variabel tetap. Ketika imbalan berjarak pada
interval waktu yang seragam, jadwal penguatan adalah jenis fixed-interval. Variabel penting
adalah waktu dan dianggap konstan. Jika penghargaan didistribusikan di waktu tak terduga,
sehingga penguatan dapat diprediksi, jadwal terse but adalah jenis variabel interval, atau
dapat dikatakan bahwa jadwal interval variabel mendistribusikan penghargaan pada waktu
sedemikian sehingga penegasan tersebut tidak dapat diprediksi.
Dalam jadwal rasio tetap, setelah sejumlah tanggapan tetap atau kon stan yang diberikan,
penghargaan pun diberikan. Ketika penghargaan bergantung pada perilaku dari individu,
maka individu tersebut di katakan ditegaskan menurut jadwal rasio tetap, atau bisa dikatakan
bahwa ini memvariasikan penghargaan secara relatif terhadap perilaku individu.
Jadwal penguatan perilaku berkelanjutan dapat menyebabkan kejenu han dengan cepat dan di
bawah perilaku cenderung untuk melemahkan dengan cepat bila penguatan yang ditahan.
Namun, penguatan terus menerus disediakan untuk respons-respons yang baru dicetuskan,
tidak stabil atau berjangka pendek. Sebaliknya, penguatan intermiten mencegah kejenuhan
dini karena tidak mengikuti setiap respons.
Penegasan seperti ini adalah sesuai untuk tanggapan yang stabil atau berjangka panjang. Pada
umumnya, jadwal variabel cenderung mengakibatkan kinerja yang lebih tinggi dari jadwal
tetap.

c. Modifikasi perilaku. Ini merupakan penerapan konsep penguatan kepada individu dalam
lingkungan kerja. Program modifikasi perilaku yang khas mengikuti pemecahan masalah
lima langkah model berikut.
1) Mengidentifikasi perilaku kritis.
2) Mengembangkan data dasar.
3) Mengidentifikasi konsekuensi perilaku.
4) Mengembangkan dan menerapkan suatu strategi intervensi.
5) Mengevaluasi peningkatan kinerja
Tidak semua karyawan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja, maka dapat ditempuh
beberapa langkah berikut ini.
a. Langkah pertama dalam modifikasi perilaku, adalah untuk mengiden tifikasi perilaku penting
yang memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja pekerjaan karyawan.
b. Langkah kedua membutuhkan manajer untuk mengembangkan sejumlah data dasar kinerja.
Hal ini diperoleh dengan menentukan jumlah waktu perilaku yang diidentifikasi terjadi
dalam kondisi-kondisi saat ini.
c. Langkah ketiga adalah untuk melakukan analisis fungsional untuk meng identifikasi
kemungkinan atau konsekuensi perilaku dari kinerja. Hal ini menginformasikan petunjuk
awal penyebab timbulnya suatu perilaku dan konsekuensi-konsekuensi yang terjadi pada
manajer.
d. Setelah analisis fungsional selesai, manajer tersebut siap untuk mengemBangkan dan
menerapkan strategi intervensi untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan melemahkan
perilaku yang tidak diinginkan.
e. Langkah terakhir dalam memodifikasi perilaku adalah untuk mengeva luasi peningkatan
kinerja.

3. Masalah dengan Modifikasi Perilaku dan Teori Penguatan

Meskipun efektivitas dari penegasan dalam bentuk penghargaan dan hukum an memiliki banyak
dukungan dalam literatur, tidak berarti Skinner benar atau modifikasi perilaku adalah cara yang
terbaik. Bagaimana jika kekuatan penegasan tidak dikarenakan oleh kondisi operant atau
behaviorisme? Satu masalah dengan behaviorisme adalah penelitian yang menunjukkan bahwa
pikiran dan perasaan segera mengikuti rangsangan lingkungan, bahkan mereka secara eksplisit
dimaksudkan untuk membentuk perilaku. Hal ini bertentangan dengan asumsi behaviorisme dan
modifikasi perilaku yang menganggap bahwa pikiran dan perasaan yang paling dalam
responsnya terhadap lingkungan adalah tidak relevan. Juga, terhadap hal yang benar benar
membentuk pujian itu diberikan tanpa niat membentuk perilaku. Ti daklah mungkin terlalu
membatasi untuk melihat semua rangsangan sebagai motivasi untuk mendapatkan respons
tertentu? Apakah satu-satunya alasan kita memberitahu seseorang yang kita cintai karena kita
ingin mendapatkan hadiah atau untuk membentuk perilaku mereka? Karena masalah ini serta
yang lainnya, pengondisian operant dan behaviorisme telah digantikan oleh pendekatan lain yang
menekankan proses kognitif.
Teori atribusi memberikan pengertian ke dalam proses sehingga kita mengetahui sebab dan
motif perilaku seseorang. Mengamati perilaku dan menggambarkan kesimpulan dinamakan
membuat atribusi. Ketika sebab sebab perilaku disajikan, biasanya dijelaskan dalam kondisi
individu atau karateristik kepribadian atau dalam kondisi keadaan dimana dalam hal itu terjadi.
Atribut disposisi menekankan beberapa aspek individu seperti ke mampuan, keterampilan, atau
motivasi internal. Atribusi situasional mene kankan akibat dari lingkungan terhadap perilaku.
Dalam usaha dalam membuat keputusan apakah perilaku harus diatri busi kepada seorang
atau kepada keadaan. Kelly mengusulkan untuk meng gunakan tiga kriteria di bawah ini.
a. Konsensus: Apakah banyak orang lain yang mengatakan atau menger jakan hal yang sama
pada keadaan itu? Jika iya, kita kurang suka meng atribusi perilaku (contohnya mutu
produksi rendah) kepada mutu yang unik.
b. Keistimewaan: Apakah perilaku tidak biasa atau tipikal untuk orang tertentu? Kalau
demikian (perbedaan tinggi), lalu kita menyimpulkan bahwa beberapa faktor situasi hal
tersebut harus bertanggung jawab.
c. Konsensus: Apakah orang melakukan perilakunya secara konsisten? Apabila terjadi perilaku
tidak konsisten, kita cenderung memakai atribusi situasional.
Pertimbangan seseorang di dalam melakukan sesuatu tindakan dengan memperhitungkan
beberapa faktor sesuai dengan teori expectancy di antara nya: :
a. probabilitas jika ia mengambil serangkaian usaha, ia akan mampu untuk mencapai tingkat
pelaksanaan kerja yang diharapkan (expectancy U-P atau expectancy antara usaha dan
pelaksanaan);
b. jika tingkat pelaksanaan kerja itu dicapai maka probabilitasnya akan mengarahkan
pencapaian hasil-hasil (expectancy P-H atau expectancy antara pelaksanaan kerja dan hasil
yang akan dicapai):
c. daya tarik dari hasil, sebagai hal yang menaikkan pelaksanaan kerja; dan
d. suatu tingkat di mana hasil merupakan daya tarik tambahan, disebabkan karena kemampuan
hasil untuk memimpin ke arah tercapainya hasil yang diinginkan.

4. Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligent)

Kecerdasan emosional meliputi hal-hal sebagai berikut.


a. Kompetensi pribadi (personal competencies).
1) Kesadaran diri (self awareness).
2) Pengaturan diri sendiri (self regulation).
3) Motivasi (motication).
b. Kompetensi sosial (social competencies).
1) Penghayatan(empathy),
2) Keterampilan sosial (social skill)

5. Perasaan, Sikap, dan Nilai (Moods, Attitudes, and Values)

Dalam diri seorang individu terdapat perasaan, sikap, dan nilai yang dibawa ke dunia kerja.
Pengalaman di dunia kerja dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Perasaan hati bersumber dari kepribadian dan lingkungan sekitar, serta berdampak pada
masyarakat. Jika masyarakat memiliki perasaa positif, maka mereka akan lebih suka menilai
positif dan membantu yang lainnya.
a. Sikap (Attitudes)
Sikap adalah pertimbangan evaluatif terhadap objek, orang, atau peristiwa yang terdiri atas:
1) Komponen kognitif, yaitu keyakinan terhadap sikap:
2) Komponen afektif, adalah perasaan terhadap sikap; dan
3) komponen perilaku, yaitu niat berperilaku dengan cara tertentu terhadap orang atau sesuatu.
Sikap bersumber dari bawaan sejak lahir, lingkungan, orang tua, guru, dan panutan.
Selanjutnya, ada kemungkinan dapat memengaruhi perasaan hati dan perilaku tertentu.

b. Nilai (Values)
Nilai adalah keyakinan tentang cara jalan dianggap baik yang harus dilaku kan bersumber dari
bawaan dari lahir, lingkungan, budaya nasional, dan keluarga. Nilai bisa memengaruhi perasaan,
sikap, dan perilaku manusia.
Kepribadian seseorang adalah himpunan karateristik, kecenderungan, dan temperamen yang
relatif stabil yang dibentuk secara nyata oleh faktor Keturunan dan faktor sosial, budaya, dan
lingkungan. Himpunan varibel ini menentukan karateristik dan perbedaan alam perilaku
individu.
Dengan mengabaikan (tidak memerhatikan) bagaimana mendefinisikan Kepribadian, berikut
ini adalah prinsip-prinsip kepribadian.
1) Kepribadian adalah sebuah rangkaian teroganisir, dengan kata lain individu menjadi tidak
berarti.
2) Kepribadian muncul untuk diatur kedalam pola-pola sampai pada tingkat dapat diamati dan
diukur.
3) Meskipun kepribadian mempunyai dasar biologis, perkembangan khu susnya juga
merupakan hasil dari lingkungan sosial dan budaya.
4) Kepribadian mempunyai aspek superfisial dan inti yang lebih dalam. 5) Kepribadian
melibatkan karateristik umum dan karateristik unik. Setiap orang berbeda dalam beberapa
keadaan, sementara sama pada keadaan lain.
Tiga pendekatan teoretis untuk memahami kepribadian adalah pende katan sifat,
psikodinamis, dan humanis.
1) Teori kepribadian sifat. Sama seperti anak kecil yang selalu terlihat men cari tanda untuk
menggolongkan dunia, orang dewasa juga menandai dan menggolongkan manusia
berdasarkan karateristik fisik dan psikolo gisnya. Penggolongan membantu dalam mengatur
keragaman,
2) Teori kepribadian psikodinamis Kepribadian alami yang dinamis tidak ditanggapi secara
serius. Untuk menyoroti perbedaaan ini, harus meng gambarkan perjuangan secara terus-
menerus antara dua bagian kepriba dian, identitas diri dan superego yang ditengahi oleh ego.
Identitas diri adalah bagian yang sederhana, bagian yang tidak disadari dari kepribadi an,
tempat penyimpanan dari pergerakan dasar. Identitas diri dijalankan secara tidak rasional,
tanpa mempertimbangkan apakah yang diinginkan secara moral dapat diterima. Superego
adalah tempat penyimpanan nilai nilai individu, termasuk sikap moral yang dibentuk oleh
masyarakat.
3) Teori kepribadian humaninistik. Pendekatan humanistik untuk memahami kepribadian
menekankan pada perkembangan individu dan aktualisasi diri dan pentingnya bagaimana
seseorang mempersepsi dunianya dan semua kekuatan yang memengaruhi mereka.
BAB II
PERSEPSI, PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL, DAN
KEPUASAN KERJA

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Memberikan bekal kepada mahasiswa untuk memahami secara mendalam tentang persepsi,
pembuatan keputusan individual, kepribadian,dan kepuasan kerja, serta mengkaji artikel terkait
pokok bahasan. Setelah menyelesaikan sub pokok bahasan pada bab ini peserta didik diharapkan
mampu:
1. Mengkaji secara mendalam tentang konsep persepsi seseorang;
2. Mengkaji secara mendalam tentang keputusan individual;
3. Mengkajisecara mendalam konsep dan teori kepribadian;
4. Mengkaji secara mendalam konsep dan teori kepuasan kerja; dan
5. Mengkaji artikel jurnal terkait dengan pokok bahasan bab ini.

B. PENDAHULUAN

Persepsi merupakan proses pemberian arti seorang individu terhadap lingkungannya.


Berdasarkan persepsi tersebut dapat dijadikan sebbagai dasar dalam pembuatan keputusan
seseorang. Kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan juga tidak terlepas dari
kepribadian yang dimilikinya. Selanjutnya kepuasan kerja adalah merupakan hasil persepsi
seseorang karyawan tentang seberapa baik pekerjaan seseorang memberikan segala sesuatu yang
dipandang sebagai sesuatu yang penting melalui hasil kerjanya.

C. PEMBAHASAN

1. Persepsi

Persepsi merupakan proses pemberian arti seorang individu terhadap ling-kungannya. Persepsi
seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya sebagai berikut.
a. Faktor dalam diri, yang meliputi:
1) Sikap pernyataan-pernyataan evaluatif terhadap orang, objek, atau kejadian.
2) Motif, dorongan dari dalam diri seseorang sebagaimana dia berbuat.
3) Minat,keinginan yang kuat untuk berbuat sesuatu.
4) Pengalaman,kejadian-kejadian yang pernah dialaminya.
5) Harapan, kondisi masa depan yang ingin dicapai.
b. Faktor situasi, yang terdiri atas:
1) Waktu,kecukupan waktu yang tersedia.
2) Keadaan kerja, gambaran tentang pekerjaan;
3) Keadaan sosial yang dihadapi.
c. Faktor dalam diri terkait dengan target, antara lain:
1) sesuatu yang baru/hal baru;
2) gerakan atau perbuatan;
3) suara atau kata-kata;
4) ukuran/volume;
5) latar belakang seseorang;
6) kedekatan seseorang dengan objek atau orang lain.
Berbagai kesalahan/biasa seseorang dalam mempersepsikan lingkungan yang sering terjadi di
antaranya adalah:
1. Efek halo, pendapat pribadi ikut berperan dalam melakukan penilaian.
2. Efek kontras, membandingkan diri dengan orang lain yang baru saja ditemui yang mendapat
nilai tinggi atau nilai rendah untuk hal-hal yang sama.
3. Proyeksi, menghubungkan dirinya sendiri dengan orang lain.
4. Pembentukan stereotip, menilai seseorang berdasarkan persepsi tentang kelompok di mana
seseorang ikut bergabung.
Teori hubungan (attribution theory) adalah usaha ketika individu-indi- vidu mengamati
perilaku untuk menentukan apakah hal ini disebabkan se- cara internal atau eksternal. Perilaku
yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini dipengaruhi oleh kendali pribadi
seorang individu. Sedangkan, perilaku yang disebabkan secara eksternal dianggap sebagai akibat
dari sebab-sebab luar, yaitu individu tersebut dianggap telah dipaksa ber- perilaku demikian oleh
situasi.

2. Pengambilan Keputusan Invidual


Para individu dalam organisasi membuat keputusan, artinya mereka mem- buat pilihan-pilihan
dari dua alternatif atau lebih. Pembuatan keputusan muncul sebagai reaksi atas sebuah masalah.
Karena alternatif-alternatif tidak datang dengan “bendera merah" untuk mengidentifikasikan hal
ini atau dengan kelebihan dan kekurangannya yang tertera secara jelas, proses pengin-
terpretasian dari pembuat keputusan individual memiliki hubungan yang besar dengan hasil
akhir. Di bawah ini adalah penjelasan proses pembuatan keputusan rasional, individual, dan
organisasi.
a. Proses pembuatan keputusan yang rasional
1) Mendefinisikan masalahnya.
2) Mengidentifikasikan kriteria keputusan.
3) Menimbang kriteria yang telah diidentifikasikan sebelumnya.
4) Membuat berbagai alternatif.
5) Menilai setiap alternatif dalam setiap kriteria.
6) Memperhitungkan keputusan yang optimal.
b. Proses pembuatan keputusan individual.
Apa yang bisa dilakukan oleh manajer untuk memperbaiki pembuatan keputusan mereka?
Terdapat lima saran antara lain sebagai Berikut
1) Menganalisis situasi.
2) Waspadalah akan bias!
3) Kombinasikan analisis rasional dengan intuisi.
4) Berusahalah untuk meningkatkan kreativitas Anda
5) Berusahalah menghilangkan rintangan-rintangan kerja dan organisasional yang mungkin
menghalangi kreativitas Anda.
c. Proses pembuatan keputusan dalam organisasi.
Keputusan dalam organisasi dapat dibuat dengan cara sebagai berikut.
1) Rasionalitas yang dibatasi (bounded rationality). Membuat berbagai model sederhana
yang menggali fitur dasar dari masalah tanpa mendapatkan semua kerumitannya.
Kemudian individu bisa ber- perilaku secara rasional dalam batas-batas model yang
sederhana tersebut. Dengan berasumsi bahwa sebuah masalah memiliki lebih dari satu
solusi potensial, pilihan yang minimum adalah yang dapat diterima dan yang pertama kali
ditemui oleh pembuat keputusan.
2) Intuisi. Pembacaan keputusan yang intuitif (intuitive decision making) adalah sebuah
proses tidak sadar yang berasal dari pengalaman yang disaring. Proses ini tidak selalu
terlepas dari analisis rasional. Sebaliknya, keduanya saling melingkapi dan yang penting,
intuisi bisa menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat dalam pembuatan keputusan.

Organizational citizenship behavior (OCB) adalah sikap membantu yang ditunjukkan oleh
anggota organisasi, yang sifatnya konstruktif, dihar- gai oleh perusahaan, tetapi tidak secara
langsung berhubungan dengan produktivitas individu (Bateman dan Organ dalam Steers,
Porter, dan Bigley, 1996). Komitmen organisasional dikarakteristikkan sebagai ke- percayaan
yang kuat dalam organisasi dan penerimaan dari tujuan dan nilai organisasi, kemauan untuk
melakukan usaha yang berarti untuk keuntungan organisasi dan kemauan yang kuat untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mowday et. al., 1982 dalam Al-Ahmadi,
2009). Mengidentifikasi tiga bentuk dari komitmen organisasional menu- rut Meyer, et.al.
(1993) adalah

1) komitmen afektif, menunjukkan kelekatan psikologis terhadap or- ganisasi. Individu


bertahan dalam organisasi karena ia mengingin- kannya dan setuju dengan tujuan dan
nilai perusahaan;
2) komitmen normatif (komitmen moral), ditunjukkan dengan pera- saan wajib untuk tetap
bertahan dalam organisasi;
3) komitmen continuance (ekonomis atau kalkulatif), kesadaran akan ketidakmungkinan
karyawan untuk memilih identitas sosial lain dan alternatif tingkah laku yang lain karena
adanya ancaman akan kerugian yang besar.
Setiap individu perlu meningkatkan kreativitas dalam pembuatan keputusan. Kreativitas adalah
kemampuan menciptakan ide-ide baru dan bermanfaat. Kreativitas memungkinkan pembuat
keputusan untuk menilai dan memahami masalah dengan lebih mendalam, termasuk melihat
masalah-masalah yang tidak bisa dilihat oleh individu lain.

Tiga komponen model kreativitas (three-component model of creativity) dijelaskan sebagai


berikut.

1) Keahlian adalah dasar untuk setiap pekerjaan kreatif. Misalnya, lirik- lirik lagu pencipta lagu
yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman masa kecilnya.
2) Keterampilan berpikir kreatif. Hal ini mencakup karakteristik kepribadian yang berhubungan
dengan kreativitas, kemampuan untuk menggunakan analogi, serta bakat untuk melihat
sesuatu yang sudah lazim dari sudut pandang berbeda.
3) Motivasi tugas intrinsik. adalah keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena hal tersebut
menarik, rumit, mengasyikkan, memuaskan, atau menantang secara pribadi.

3. Kepribadian

Kepribadian adalah keseluruhan bentuk atau cara di mana seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan orang lain (Robbins, 2008). Sedangkan menurut Allport, 1941, kepribadian
adalah dinamika organisasi dalam sistem psychophysical antarindividu yang menentukan
perubahan dalam lingkungannya.

Kepribadian membentuk perilaku setiap individu. Apabila kita ingin me- mahami dengan
lebih baik perilaku seseorang dalam organisasi akan sangat berguna jika kita mengetahui
kepribadiannya. Kepribadian merupakan cara seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang
lain. Kepribadian diben- tuk oleh berbagai faktor, antara lain faktor keturunan (genetika) dan
faktor lingkungan.

Tes kepribadian yang paling sering digunakan adalah Myers-Briggs Type Indicator (MBTI).
Instrumen penilaian berisi 100 pertanyaan mengenai bagai- mana individu akan merasa atau
bertindak dalam situasi tertentu.

Tipe kepribadian seseorang berkisar antara:

a. ekstrover versus introver;


b. sensitif versus intuitif;
c. pemikir versus perasa; dan
d. memahami versus menilai.

Selanjutnya, dikembangkan menjadi model lima besar MBTI, yaitu

a. ekstraversi (extraversion);
b. mudah akur atau mudah bersepakat (agreeableness);
c. sifat berhati-hati (conscientiousness);
d. stabilitas emosi (emotional stability); dan
e. terbuka terhadap hal-hal baru (openness to experience).

Sifat kepribadian utama yang bisa memengaruhi perilaku keorganisasian antara lain sebagai
berikut.

a. Evaluasi inti diri, meliputi: harga diri, lokus kendali (locus of control), in- ternal, dan
eksternal.
b. Machiavellianisme, intinya berkaitan dengan cara mendapatkan dan menggunakan
kekuasaan. Seseorang yang memiliki tipe ini cenderung pragmatis, mempertahankan jarak
emosional dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.
c. Narsisme, seseorang dengan tipe ini kecenderungan menjadi arogan.
d. Pemantauan diri, yaitu kemampuan seseorang individu untuk menyesuaikan perilakunya
dengan faktor-faktor situasional eksternal.
e. Pengambilan risiko, yaitu keberanian seseorang mengambil risiko atas keputusan-
keputusannya.
f. Kepribadian tipe A, keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus menerus untuk
mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit. Sebaliknya, kepribadian tipe B
jarang tergoda oleh keinginan untuk men- dapatkan sejumlah hal yang terus meningkat.
(Robbins, 2007)

4. Kepuasan Kerja

Dalam pembahasan kepuasan kerja, perlu dijawab pertanyaan bagaimana mengukur kepuasan
kerja? Seberapa puaskah karyawan dengan pekerjaan mereka? Apa yang menjadi penyebab
karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi? Bagaimana karyawan yang puas dan tidak
puas memengaruhi organisasi?

Salah satu gejala yang paling meyakinkan dari rusaknya kondisi dalam suatu organisasi
adalah rendahnya kepuasan kerja (job satisfaction). Gejala rendahnya kepuasan kerja
bersembunyi di belakang pemogokan liar, pelam- banan kerja, mangkir, dan pergantian
karyawan. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian dari keluhan, rendahnya prestasi,
rendahnya kualitas produk, penerimaan yang dilakukan karyawan, masalah disipliner, dan ber-
bagai kesulitan lain. Sebaliknya, kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena
dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harap- kan. Kepuasan kerja yang tinggi
merupakan tanda organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil
manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan kerja adalah proses pembangunan iklim manusia
yang berkelanjutan dan suatu organisasi.
Sedangkan menurut Robbins (2003: 101), kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya. Werther dan Davis (1996) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.
Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnya dari sikap keryawan.
Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif (“Saya senang melakukan
tugas yang beraneka") yang berbeda dari pemikiran objektif (“Pekerjaan yang rumit") dan
keinginan perilaku ("Saya merencanakan untuk tidak lagi melakukan pekerjaan ini dalam tiga
bulan"). Ketiga bagian sikap itu membantu para manajer memahami reaksi karyawan terhadap
pekerjaan mereka dan memperkirakan dampaknya pada perlaku di masa datang.

Berikut ini lima indikator yang memengaruhi kepuasan kerja (Luthans, 2001: 230-231).

a. Karya itu sendiri. Sejauh mana pekerjaan itu memberikan individu yang menarik a. tugas,
kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
b. Membayar. Jumlah remunerasi keuangan yang diterima dan sejauh mana hal ini dipandang
adil dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.
c. Peluang promosi. Kesempatan untuk maju dalam organisasi.
d. Pengawasan. Kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan
perilaku.
e. Rekan kerja. Sejauh mana rekan sekerja mahir secara teknis dan mendukung secara sosial.

Banyak penelitian empiris menunjukkan fakta bahwa kepuasan kerja tidak hanya ditentukan
oleh faktor-faktor di atas, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kepuasan keluarga (Howard, 1992).
Selain itu, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh kepuasan hidup, faktor otonomi, variasi
keterampilan, umpan balik pekerjaan, identitas tugas, dan signifikansi tugas (Bedeian dan
Schmitt, 1982). Kemudian penelitian Frone dan Cooper (1994) mendukung bahwa kepuasan
kerja dan kepuasan keluarga saling berkaitan dan berpengaruh.

Hasil penelitian Frone dan Cooper (1994) menemukan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja antara lain: tekanan kerja, keterlibatan kerja, dan konflik
keluarga-pekerjaan. Selain itu, hasil penelitian Bedeian dan Schmitt (1982), kepuasan kerja
diukur dengan “dimensi inti” yang ditemukan oleh Hackman dan Oldham (1976) meliputi:
variasi keterampilan, faktor otonomi, umpan balik pekerjaan, identitas dan signifikansi tugas.
Dari kelima variabel penelitian Bedeian dan Schmitt (1982), peneliti hanya mengambil variabel
variasi keterampilan dan variabel umpan balik pekerjaan karena kedua variabel tersebut memiliki
signifikansi yang lebih besar.

Kepuasan kerja secara ringkas dapat diartikan sebagai perasaan positif seseorang terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan dan dirasakannya. Kepuasan kerja dapat dikaitkan dengan
variabel lain seperti

a. kinerja karyawan,
b. OCB (organizational citizenship behavior) / perilaku kewargaan organisasi,
c. kepuasan pelanggan,
d. ketidakhadiran,
e. perputaran karyawan, dan
f. perilaku menyimpang di tempat kerja.

5. Stress Jabatan

Stres jabatan adalah interaksi seseorang dengan lingkungan, sebuah respons adaptif yang
dimediasi oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses- proses psikologis, yaitu sebagai
sebuah konsekuensi dari setiap tindakan eksternal (lingkungan), situasi, atau kejadian yang
memberikan tuntutan-tuntutan psikologis dan/atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang
(Luthans, 2006).

Stres tidak selalu buruk, walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga
mempunyai nilai positif. Stres merupakan sebuah peluang bila menawarkan potensi perolehan,
misalnya kinerja yang unggul ditunjukkan oleh atlet dalam situasi di bawah tekanan. Individu
semacam ini sering menggunakan stres secara positif untuk mengatasi masalah (Robbins, 2001).
Banyak profesional melihat tekanan beban kerja yang berat merupakan tantangan yang positif
untuk meningkatkan mutu kerja dan kepuasan kerja (Robbins, 2001).

6. Manajemen Stres

Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada indi- vidu pekerja. Secara
fisiologis, pekerja dengan tingkat stres kerja yang tinggi dapat mengalami ganguan fisik, seperti
sulit tidur, perubahan pada metabolisme, hilang selera makan, perut mual, tekanan darah dan
detak jantung meningkat, gangguan pernapasan, sakit kepala, telapak tangan yang berkeringat,
dan gatal-gatal. Secara psikologis, timbul ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya
tekanan pada emosi, seperti cemas, mudah tersing- gung atau mudah marah, suasana hati buruk,
muram, bosan, dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada perubahan perilaku pekerja,
seperti menurun- nya produktivitas, tingkat kehadiran, dan komitmen terhadap organisasi. Selain
itu, juga menghasilkan perilaku, seperti merokok atau mengonsumsi minuman keras secara
berlebihan, agresivitas dalam berbicara atau bertindak, melakukan hal-hal yang mengganggu di
tempat kerja, atau sering ditemukan tidur di tempat kerja. Stres yang dialami secara terus-
menerus dan tidak terkendali bisa menyebabkan terjadinya burn-out, yaitu kombinasi kelelahan
secara fisik, psikis, dan emosi.
Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stresor) di tempat kerja. Kelompok
pertama adalah faktor pribadi, seperti: keluarga, ekonomi rumah tangga, dan karakteristik
kepribadian. Adanya persoalan pada ke- hidupan pernikahan, perceraian, serta anak-anak yang
tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang mencukupi pemenuhan kebutuhan rumah
tangga dan gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah tersinggung, perfeksionis, sangat
berorientasi pada waktu dan hasil.

Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan, peran, dan dinamika hubungan
atau interaksi antar karyawan. Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan
dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan panas; tuntutan peran yang
tidak jelas atau bertentangan dengan sistem nilai yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan
yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik men- tal maupun fisik. Selain itu,
juga budaya perusahaan yang sangat menekan- kan individualisme dan persaingan, struktur
organisasi dengan kontrol dan komando yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi
yang digu- nakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.

Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti ekonomi, politik, dan
teknologi. Ketidakpastian kondisi politik, krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta
perkembangan teknologi yang mengancam kelangsungan kerja.
Strategi manajemen stres antara lain:

1. Pendekatan individu. Strategi-strategi individual yang telah terbukti efektif meliputi


menerapkan teknik manajemen waktu, meningkatkan olahraga, relaksasi, meditasi, humor,
dan memperluas jaringan dukungan sosial.
2. Pendekatan organisasi. Strategi-strategi yang mungkin dipertimbangkan oleh manajemen
adalah meningkatkan seleksi personil dan penempatan kerja, pelatihan, penggunaan
pengaturan tujuan yang realistis, mendesain ulang kepegawaian, meningkatkan keterlibatan
pegawai, meningkatkan komunikasi organisasi, pengambilan cuti, dan mengadakan program
kesejahteraan (Robbins, 2001).
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat faktor-faktor penyebab stres jabatan.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pokok bahasan ini merupakan dasar-dasar yang harus dipahami peserta tentang perilaku
individu, khususnya perilaku individu dan perbedaannya. Pembelajaran organisasi, kecerdasan
emosional, perasaan, sikap, nilai serta mengkaji artikel terkait pokok bahasan. Serta
menenkankan pentingnya membahas tentang persepsi, pembuatan keputusan, kepribadian, dan
kepuasan kerja.

Anda mungkin juga menyukai