Anda di halaman 1dari 29

KEPRIBADIAN DAN NILAI

Mata Kuliah : Perilaku Organisasi

KELOMPOK 4
1) DHIMAS SETYO WIBOWO (B1B119246)
2) ASRIANI (B1B119237)
3) ANDI MILADZI SYAHPUTRI M (B1B119229)
4) ASTI PUTRI INTAN ADININGSIH (B1B119238(

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS HALUOLEO

T.A 2021/2022

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah Saw. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusunan mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Perilaku
Organisasi.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunn materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbigan orang tua, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dan
Nilai”. Makalah ini di sususn oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas
Haluoleo.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen yang meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Makassar, 30 Maret 2018

Penulis

                           
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................2
Daftar Isi ............................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4


1.1.Latar Belakang .......................................................................................................4
1.2.Rumusan Masalah .................................................................................................4
1.3. Tujuan penulisan .................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5


Kepribadian ................................................................................................................ 5
2.1.1. Definisi Kepribadian ...........................................................................................5
2.1.2. Mengukur Kepribadian .......................................................................................5
2.1.3. Sifat – Sifat Kepribadian ....................................................................................7
2.1.4. Sifat Kepribadian Lainnya yang Relevan dengan Perilaku Organisasi ...............15
2.2.Nilai ........................................................................................................................ 20
2.2.1. Definisi Nilai .......................................................................................................20
2.2.2. Pentingnya Nilai dan Pembentukan Nilai ...........................................................20
2.2.3. Nilai – Nilai Generasi .........................................................................................21
2.2.4. Mengaitkan Kepribadian dan Nilai  Individu di Tempat Kerja .............................23
2.2.5. Nilai Internasional ..............................................................................................24

BAB III PENUTUP .................................................................................................28


3.1.Kesimpulan ............................................................................................................ 28
3.2. Saran .................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................29

                                            
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
       Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari
kesuksesan. Seseorang  yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang
yang siap untuk hidup dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut
terdapat nilai – nilai positif yang selalu memberikan energi positif terhadap paradigm
dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan. Sebaliknya, seseorang dengan
kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu dilingkup dengan kegagalan.
Sebab pada  diri seseorang tersebut mengalir energi energi negatif  terhadap
paradigma dalam menghadapi tantangan    dan cobaan kehidupan.
      Dapat dipastikan bahwa nilai – nilai kepribadian seseorang mangalami pasang
surut seiring dengan besarnya tantangan dan cobaan menjadi semakin kuat dan
memiliki kepribadian yang dahsyat, namun adapula seseorang yang semakin besar
tantangan dan cobaannya menjadi semakin terpuruk dan putus asa. 

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa arti dari kepribadian ?
b. Bagaimana mengukur kepribadian ?
c. Apa saja sifat – sifat kepribadian ?
d. Apa saja sifat – sifat kepribadian yang relevan dengan perilaku organisasi ?
e. Apa arti dari nilai ?
f. Bagaimana pentingnya nilai dan pembentukan nilai?
g. Bagaimana nilai nilai dalam setiap generasi ?
h. Bagaimana mengaitkan kepribadian dan nilai individu di tempat kerja?
i. Apa saja nilai – nilai internasional ?

1.3. Tujuan penulisan


a. Dapat memahami dan mengetahui apa itu Kepribadian dan apa saja yang berkaitan
dengan Kepribadian
b. Dapat memahami dan mengamalkan apa saja yang berkaitan dengan Nilai baik
secara individu ataupun dalam organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kepribadian
2.1.1. Definisi Kepribadian
Definisi kepribadian yang paling sering kita gunaan dirumuskan oleh Gordon
Allport sekitar 70 tahun yang lalu. Untuk tujuan kita, anda harus menganggap
kepribadian sebagai jumlah total dari cara-cara seorang individu beraksi atas dan
berinteraksi denga orang lain. Kita paling sering mendeskripsikannya dalam sifat-sifat
yang dapat diukur yang ditampilkan seseorang.

2.1.2. Mengukur kepribadian


Alasan paling penting manajer perlu mengetahui bagaimana mengukur
kepribadian adalah bahwa riset telah menunjukkan uji kepribadian dalam keputusan
perekrutan dan membantu manjer memprediksi siapa yang terbaik untuk sebuah
pekerjaan. Alat yang paling umum untuk mengukur kepribadian adalah melalui
survey  laporan diri di mana individu mengevaluasi dirinya sendiri dalam serangkaian
faktor, seperti “Saya sangat khawatir tentang masa depan”. Meskipun ukura-ukuran
laporan diri berhasil saat dibangun dengan baik, responden mungkin berbohong atau
memperaktikkan manajemen impresi untuk menciptakan impresi yang baik. Saat
orang-orang mengetahui skor kepribadian mereka akan digunakan untuk keputusan
rekrutmen, mereka menilai diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati
dan stabil secara emosional diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati
dan stabil secara emosional dibandingkan jika mereka. Masalah lainnya akurasi
seorang kandidat dalam suasana hatiburuk saat mereka. Masalah lainnyaadalah
akurasi, seorang kandidat dalam suasana hati buruk saat mengerjakan survey bisa
memilki skor yang tidak akurat.
Survey peringkat pengamat memberikan penilaian independen atas
keprbadian. Di sini, seorang rekan kerja atau pengamat lainnya melakukan
pemeringkatan (kadang-kadang dengan pengetahuan subjek dan kadang-kadang
tidak). Meskipun hasil dari survey laporan diri dan survey peringkat pengamat sangat
berkolerasi, riset menyatakan survey peringkat pengamat lebih baik dalam
memprediksi kesuksesan dalam pekerjaan. Meskipun demikian, masing-masing dapat
mengatakan pada kita sesuatu yang unik mengenai perilaku seseorag individu.
Sebuah analisis atas sejumlah besar kombinasi dari laporan diri sendiri dan laporan
pengamat memprediksi kinerja lebih baik dibandingkan dengan salah satu jenis
informasisaja. Implikasiya jelas, gunakanlah keduanya peringkat  pengama dan
peringkat laporan diri dari kepribadian saat membuat keputusan pekerjaan penting.
Pembeda Kepribadian sebuah debat awal dalam riset kepribadian berpusat
pada apakah keperibadian seseorang merupakan  faktor hereditas (keturunan) atau
lingkungan. Cenderung mendukung pentingnya faktor hereditas dibandingkn
lingkungan.
Hereditas merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan saat konsepsi. Figure
fisik, fitur-fitur wajah, jenis kelamin, temeramen, komposisi otot, dan reflex, level energy
, dan ritme biologis umumnya dianggap benar-benar atau secara substansial
dipengaruhi oleh orang tua dengan biologis, fisik, dan pembentukan psikologis inheren
orang tua kandung anda. Pendekatan genetic berpendapatan bahwa penjelasa akhir
dari keperibadian seorang individu adalah struktur molekul gen, yang terletak dalam
kromosom.
Para peneliti banyak di banyak Negara berbeda telah mempelajari ribuan
kembar identik yang dipisahkan saat lahir dan dibesarkan berjauhan. Jika hereditas
memainkan sedikit atau tidak ada peranan dalam menentukan kepribadian, anda akan
mengharapkan mendapati sedikit kesamaan antara kembar yang terpisah. Namun,
para peneliti telah menemukan, bahwa hereditas memengaruhi sekitar 50% dari
kesamaan keperibadian antara anggota dan lebih dari 30% kesamaan dalam minat
kerja dan hiburan. Sepasang kembar dipisihkan selama 39 tahun dan dibesarkan
berjauhan 45 mil, didapati mengendari mobil dengan model dan warna yang sama.
Mereka mengisap rokok yang sama, memiliki anjing dengan yang sama, dan secara
teratur berlbur dalam tiga blo dari satu sama lain dalam satu komunitas pantai sejauh
1.500 mil.
Menariknya, studi kembar telah menunjukkan bahwa faktor orang tua banyak
mengitervensi kepribadian anak. Kepribadian dari kembar identic yang dibesarkan
dalam rumah tangga berbeda lebih mirip satu sama  lain dibandingkan kepribadian
saudara kandung yang dibesarkan bersama si kembar. Ironisnya, kontribusi paling
penting orang tua kita berikan pada kepribadian kita adalah memberikan kita gen
mereka.
Hal ini bukanlah berarti bahwa kepribadian tidak pernah berubah. Skor
keandalan orang-orang cenderung meningkat sepanjang waktu, sebagaimana ketika
orang dewasa muda memulai keluarga dan membangun karir. Namun, perbedaan
individu dalam keandalan tetap sama, setia orang cenderung berubah dangan jumlah
yang kira-kira sama, sehingga urutan peringkat mereka kira-kira tetap hampir sama.
Sebuah analogi tentang kecerdasan mungkin membuat hal ini lebih jelas. Anak-anak
menjadi lebih pntar seiring pertambahan usia, jadi hampir setiap orang lebih pintar
pada umur 20 dibandingkan pada umur 10. Riset  telah menunjukkan bahwa
kepribadian lebih dapat diubah dalam masa pertumbuhan dan lebih stabil di antar
orang dewasa.
Pekerjaan awal dalam kepribadian mencoba untuk mengidentifikasi dan
melabel karakteristik bertahan yang menjelaskan perilaku seseorang, termasuk rasa
malu, agrsif, penyerahan diri, malas, ambisius, setia, dan takut. Ketika sseorang
menampilkan karakteristik-karakteristik ini dalam sejumlah besarsituasi, kita
menyebutnya karakteristik-karakteristik kepribadian dari orang itu. Konsistensi
sepanjang waktu dan frekuensi eksperesi dalam situasi yang beragam
mengindikasikan seberapa penting karakteristik itu bagi individu tersebut.
Usaha-usaha awal untuk mengdentifikasikandan mengklasifikasikan
karaktersitik-karakteristik utama yang mengatur perilaku sering menghasilkan daftar
yang panjang yang sulit digenerasikan dan memberikan sedikitpanduan praktis bagi
pengambil keputusan organisasi. Dua pengecualian adalah indicator Tipe Myers-
Briiggs dan Model Lima Besar, sekarang kerangka kerja dominan.
2.1.3. Sifat – Sifat Kepribadian
A. Indikator Tipe Myers-Briggs
Indikator tipe Myers-Briggs adalah instrument penilaian kepribadian yang paling
umum dugunakan di dunia. MBTI adalah tes kepribadian 100 pertanyaan yang
menanyakan orang-orang apa yang biasanya mereka rasakan atau lakukan dalam
berbag situasi. Para responden diklasifikasikan sebagai ekstrover atau introver (E atau
I), perasa atau intuitif (S atau N), memikirkan atau merasakan (T aatau F) dan menilai
atau menerima (J atau P).
·         Ekstrover (ekstriver-E) versus Introver (introverted-I). Individu-individu ekstrover
ramah, pandai bersosialiasi, dan percaya diri. Introver tentang dan pemalu.
·         Perasa (sensing-S) versus Intuitif (Intuitive-N). Tipe perasa praktis serta memilih
rutin dan urutan. Mereka focus pada detail. Intuitif bergantung pada proses tidak sadar
dan melihat pada “gambaran besar”
·         Memikirkan (thingking-T) versus Merasakan (feeling-F). tipe yang memikirkan
biasanya menggunakan penalaran dan logika untuk menangani masalah. Tipe yang
merasakan berpegang pada nilai-nilaidan emosi pribadi mereka.
·         Menilai (judging-I) versus Menerima (perceiving-P). tipe yang menilai menginginkan
kendali dan memilih urutan dan struktur. Tipe yang menerima fleksibel dan spontan.
Klasifikasi-klasifikasi ini menjelaskan 16 tipe kepribadian dengan mengidentifikasi
satu karakteristik dari tiap empat bagian. Misalnya, orang yang
Introvert/Intuitif/Pemikir/Penilai (INTJ) adalah visioner dengan pikiran asli dan dorongan
yang kuat. Mereka skeptic, kritis, independen, berkemauan kuat, dan sering kali
sombong .ESTJ adalah pengatur. Mereka realitis, logis, analitis, dan pembuat
keputusan, cocok untuk bisnis atau mekanika. Tipe ENTP adalah inovatif, indiidualisti,
adaptif, dan tertarik pada ide-ide kewirausahaan orang ini cenderung berbakat dalam
memecahkan masalah-masalah menantang tetap mungkin mengabaikan tugas-tugas
rutin.
MBTI telah digunakan secara luas oleh organisasi termasuk Apple Computer, AT
&T, Citigroup, GE, 3M Co, banyak rumah sakit dan instiusi pendidikan, bahkan
angkatan bersenjata AS. Bukti yang ada menunjukkan hasil validias yang beragam
sebagai ukuran kepribadian; kebanyakan bukti menentangnya. Salah satu masalah
adalah bahwa model itu memakskan kebanyakan bukti menentangnta. Salah atu
masalah adaah bahwa model itu memaksakan seseorang ke dalam satu tipe yang
lainnya; bahwa, anda introver atau ekstrovert.  Tidak ada diantaranya, meskipun orang
dapatmenjadi kedua-keduanyapada tingkatan tertentu. MBTI dapat menjadi alat yang
bernilai untuk meningkatkan kesadaran diri dan memberikan panduan karir, tetapi
karna hasil cenderung tidak berubah dengan kinerja, manejer mungkin tidak seharunya
menggunakannya sebagai sebuah tes seleksi bagai kandidat pekerjaan.

B. Model Kepribadian Lima Besar


MBTI mungkin kekurangan bukti pendukung, tetapi sebuah badan riset yang
mengesankan mendukung model lima besar. Lima dimensi dasar yang mendasari
semua yang lainnya dan mencakup hampir semua variasi signifikan dalam kepribadia
manusia. Lebih jauh lagi, skortes dari karakteristik-karakteristik ini sangat baik dalam
memprediksi bagaimana orang berperilaku dalam berbagai situasi kehidupan nyata.
Inilah faktor-faktor lima besar :
·         Ekstarkvesi. Dimensi ekstaversi menampilkan level kenyamanan kita dalam
hubungan. Ekstrover cenderung ekspresif, percaya diri, dan mampu bersosialisasi.
Introver cenderung pemalu, penakut, dan tenang.
·         Keramahan. Dimensi keramahan merujuk pada kecenderungan seorang individu
untuk memahami orang lain. Orang yang ramah koperatif, hangat, dan mempercayai.
Orang yang berskor rendah diingin, tidak ramah, dan antagonis.
·         Kehati-hatian . dimensi kehati-hatian adalah sebuah ukuran reabilitas. Orang yang
sangat hati-hati bertanggung jawab, teratur,dapat diandalkan, dan persisten. Mereka
yang berskor rendah pada dimensi ini mudah dialihkan, tidak teratur, dan tidak dapat
diandalkan.
·         Stabilitas emosional. Dimensi stabilitas emosional sering dilabeli dengan
kebalikannya, uring-uringan menunjukkan kemampuan seseorang untuk menghadapi
stress. Orang dengan stabilitas emosinal positif thingking cenderung tenang, percaya
diri, dan aman. Mereka dengan skor negative tinggi cenderung gugup, cemas,
depresin dan tidak aman.
·         Keterbukaan pada pengalaman. Dimensi keterbukaan pada pengalaman
mencakup kisaran minat dan ketertarikan atas inovasi. Orang yang sangat terbuka,
kreatif, ingin tahu, dan secara artistic sensitive. Sebaliknya, mereka yang berada di
ujung lainnya dri kategori ini kompensional dan merasa Nyaman dalam keadaan yang
dikenal.

Bagaimana sifat-sifat  lima besar memprediksi perilaku di tempat kerja?


Riset telah menemukan hubungan antara dimensi-dimensi kepribadian dan kinerja.
Pekerja dengan skor tinggi dalam kehati-hatian mengembangkan level pengetahuan
kerja yang lebih tinggi, mungkin karena orang yang hati-hati belajar lebih banyak
(sebuah tinjauan atas suatu tiga lapang studi mengungkapkan kehati-hatian
berhubungan dengan IPK). Level pengetahua tentang pekerjaan yang kebih tinggi
berkontribusi pada level kinerja yang lebih tinggi. Individu yang hati-hati yang lebih
tertarik dlam belajar dalam dibandingkan hanya menampilkan pekerjaan juga sangat
baik dalam menjaga kinerja saat dihadapkan dengan umpan balik negative.
Bagaimanapun, bisa saja ada “terlalu banyak hal baik”, sebab individu yang terlalu
hati-hati biasanya tidak berkinerja lebih baik dibandingkan mereka yang hanya berada
diatas rata-rata dalam kehati-hatian.
Kehati-hatian penting bagi kesuksesan organisasi. Seperti yang menunjukkan
tampilan 5-1, sebuah studi tentang skor kepribadian 313 kandidat CEO dalam
perusahaan ekuitas swasta (yang 225 darinya direkrut: kenerja perusahaannya
kemudian dihubungkandengan skor kepribadiannya) mendapati kehati-hatian dalam
bentuk konsistensi, perhatian pada hal detail, dan penetapan standar yang tinggi lebih
tpenting disbanding karakter – karakter yang lain.
Menariknya, orang – orang yang hati – hati hidup lebih lama, merawat diri dengan
lebih baik dan terlibat lebigh sedikit dalam perilaku beresiko seperti merokok, minum –
minum dan obat – obatan, dan perilaku seksual atau berkendara beresiko. Meskipun
demikian, menreka tidak beradaptasi dengan baik dan konteks perubahan. Keahlian
yang kompleks lebih awal dalam proses pelatihan karena focus mereka adalah pada
berkinerja baik dibandingkan pada pembelajaran. Akhirnya, mereka seringkali kurang
kreatifdaripada orang yang kurang berhati – hati, khususnya secara artistic.
Dari sifat – sifat lima besar, stabilitas emosional paling kuat hubungannya dengan
kepuasan positif dan optimis serta mengalami emosi – emosi negatif lebih kecil,
mereka umumnya lebih bahagia diabndingkan skor rendah. Skor rendah terlalu
waspada ( mencari – cari masalah atau tanda – tanda bahaya serta rentan terhadap
efek fisik psikologis stress).
Ekstrover cenderung lebih bahagia dalam pekerjaan dan hidupnya. Mereka
mengalami lebih banyak emosi – emosi positif dibandingkan introvert, dan mereka
mengungkapkan perasaan ini. Ekstrover juga cenderung berkinerja lebih banyak
keahlian sosial dan teman. Terakhir, ekstraversi adalah predictor yang relative kuat
atas timbulnya kepemimpinan kelompok, ekstrover lebih dominan daripada introvert.
Ekstrover lebih impulsif daripada introvert, mereka lebih mungkin absen dari pekerjaan
dan terlibat dalam perilaku berbahaya seperti seks tanpa pengaman, minum – minum,
dan tindakan mencari sensasi lainnya. Satu studi juga mendapati ekstrover lebih
mungkin dibandingkan introver untuk berbohong selam interview kerja.
Orang berskor tinggi dalam keterbukaan pada pengalam lebih kreatif dalam ilmu
pengetahuan dan seni dibandingkan yang berskor rendah. Oleh karena kreatifitas lebih
penting bagi kepemimpinan, orang – orang yang terbuka lebih mungkin menjadi
pemimpin yang efektif dan lebih nyaman dan ambiguitas. Merka menhadapi perubahan
organisasi dengan lebih adaktif dalam konteks yang beragam. Bukti terkini menyatakan
mereka rentan pada kecelakaan tempat kerja.
Anda mungkin menyangka orang – orang yang ramah lebih bahagia daripada yang
tidak. Ya benar, tapi hanya sedikit. Ketika orang memiliki pasangan, teman, atau
anggota tim organisasi yang romantic, yang biasanya menjadi pilihan pertama adalah
orang yang ramah.  Juga lebih patuh dan taat peraturan, kurang berisiko mengalami
kecelakaan, dan lebih puas dalam pekerjaannya. Mereka berkontribus pada knerja
organisasi dengan terlibat dalam perilaku kependudukan dan kurang mungkin terlibat
dalam penyimpangan organisasi. Keramahan diasosiasikan dengan level kesuksesan
karirnya ( khususnya pendapatan ) yang lebih rendah.
Faktor – faktor kepribadian lima besar. Muncul dalam hampir semua studi lintas
budaya termasuk China, Israel, Jerman, Jepang, Spanyol, Nigeria, Norwegia, Pakistan,
dan Amerika Serikat. Umumnya, penemuan ini mendukung apa yang telah ditemukan
dalam riset AS dari fitur – fitur lima besar, kehati – hatian adalah predictor terbaik
dalam kinerja.

C. Dark Triad
Dalam pengecualian atas uring – uringan, fitur – fitur lima besar adalah apa yang
kita sebut diinginkan secara sosial, berarti kita akan senang untuk memiliki skor tinggi
padanya. Para peneliti telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial
lainnya, yang kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku
organisasi : yaitu Machiavellianisme, narsisme, psikopat. Merujuk pada sifat
negatifnya, para peneliti telah melabeli ketiganya sebagai Dark Triad  meskipun,
mereka tentu saja tidak selalu menjadi bersamaan.
·         Machiavellianisme
Hao adalah manajer bank muda di Shanghai. Ia menerima tiga promosi dalam
lima tahun terakhir dan tidak meminta maaf atas taktikagresif yang digunakannya
dalam memajukan kariernya. “ Arti nama saya adalah pintar, dan itulah saya. Saya
melakukan apa saja untuk maju,” katanya. Hao dikategorikan sebagai Machiavellian.
Karakteristik kepribadian Machiavellianisme ( sering disingat mach) dianamai
sesuai nama Niccolo Machiavelli, yang menulis pada Aba ke – 16 bagaimana
memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Seorang individu yang dominan
Machiavellianisme pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan percaya bahwa
hasil dapat membenarkan cara.  “ jika itu berhasil, gunakanlah,” konsisten dengan
perspektif mach. Sejumlah riset telah menemukan bahwa orang yang dominan mach
memanipulasi lebih banyak, menang lebih banyak, dipengaruhi lebih sedikit, serta
memengaruhi orang lain lebih banyak, menang lebih nanyak, dipengaruhi lebih sedikit,
serta memengaruhi orang lebih rendah dibandingkan Mach rendah. Mereka cenderung
berperilaku agresif dan terikat dengan perilaku kerja konterproduktif. Tinjauan literature
baru – baru ini menjelaskan bahwa Machiavellianisme bukan alat prediksi yang
signifikan terhadap tingkat kinerja secara keseluruhan. Pekerja yang berkategori Mach,
dengan memanipulasi orang lain demi keuntungan diri, menang dalam jangka pendek,
tetapi mereka kehilangan kemenangan itu dalam jangka panjang karena menreka tidak
disukai.
Efek dari Machiavellianisme tergantung sedikit banyak pada konteksnya.
Sebagian alasannya adalah bahwa kepribadian individu memengaruhi situasi yang
mereka pilih, salah satu menunjukkan bahwa pencari kerja denga sifat  Mach kurang
dipengaruhi perusahaan (CSR) yang tinggi. Studi lainnya menemukan bahwa perilaku
kepemimpinan etis Mach lebih tidak mungkin untuk ditranslasikan kedalam keterlibatan
pekerjaan pengikut melihat kedalam perilaku – perilaku ini dan menyadari itu adalah
sebuah kasus acting permukaan.
·         Narsisme
Sabrina suka menjadi pusat perhatian. Ia sering melihat dirinya dicermin, memiliki
mimpi besar, dan menganggap dirinya orang dengan banyak talenta. Sabrina adalah
orang yang narsis. Hal ini dinamai sesuai mitos Yunani tentang Narcissius, anak muda
yang sagat sombong dan angkuh sanpai ia jatuh ciata sendiri dengan bayangannya.
Dalam psikologi, narsisme menjelaskan seseorang yang memiliki rasa berlebihan,
memiliki rasa kelayakan, dan angkuh. Bukti menyatakan orang yang narsis lebih
karismatik daripada yang lain.
Baik pemimpin maupun manajer cenderung memiliki skor tinggi dalam narsisme,
menyatakan bahwa tingkat pemusatan diri sendiri tertentu diperlukan untuk sukses.
Orang yang narsis juga melaporkan bahwa level yang lebih tinggi ata motivasu kerja,
keterlibatan kerja, dan kepuasan hidup dibandingkan orang lain. Sebuah studi atas
para pekerja bank Norwegia mendapati bahwa mereka  degan skor tinggi dalam
narsisme lebih menikmati pekerjaan mereka. Beberapa bukti menyatakan bahwa orang
yang lebih narsis lebih adaptif dan mengambil keputusan yang lebih baik dibandingkan
yang lain ketika keputusan itu kompleks.
Ketika narsisme tampaknya memiliki sedikit hubungan dengan kinerja, ia cukup
erat kaitannya dengan meningkatnya perilaku kerja konter – produktif dan terkait
dengan hasil – hasil negative lainnya. Sebuah studi mendapati bahwa ketika orang
narsis berfikir bahwa mereka pemimpin yang lebih baik daripada koleganya,
sedangkan atasan mereka menilai mereka lebih buruk. Dalam konteks etis tinggi,
pemimpin yang narsis mungkin dinilai tidak efektif dan tidak etis.
Sebuah studi atas CEO narsis mengungkapkan bahwa mereka melakukan lebih
banyak akuisisi, membayar premium lebih mahal atas akuisisi tersebut, mereka
merespons kurang jelas atas ukuran  - ukuran kinerja, dan merespons pujian media
dengan melakukan lebih banyak akuisisi. Riset yang menggunakan data yang
digabungkan selama 100 tahun telah menunjukkan bahwa CEO yang narsis dari
organisasi bisbol menciptakan tingkat perputaran manajer yang lebih tinggi, meskipun
anggota organisasi eksternal melihat mereka lebih berpengaruh.
Narsisme dan efeknya tidak terbatas pada CEO atau selebritis. Orang yang
narsis lebih mungkin untuk memuat materi promosi diri dalam halaman facebook
mereka. Seperti efek Machiavellianisme, efek narsisme beragam berdasarkan konteks.
Sebuh studi atas pegawai Swiss Air Force mendapat bahwa orang orang narsis
cenderung lebih mungkin terganggu dalam perasaan kurang diuntungka, berarti bahwa
ketika menreka tidak memperoleh apa – apa yang mereka inginkan, mereka lebih
stress akan hal itu dibandingkan orang lain.

·         Psikopat
Psikopat adalah bagian dari Dark Triad, tetapi dalam perilaku dalam organisasi,
ini tidak merujuk pada kegilaan. Dalam konteks perilaku
organisasi, psikopat didefinisikan sebagai kurangnya kepedulian pada orang lain, dan
kurangnya rasa bersalah atau menyesal ketika tindakan mereka menyebabkan
bahaya. Ukuran psikopat mencoba untuk menilai motivasi seseorang untuk mengikuti
norma sosial, kesiapan menipu untuk memperoleh  hasil yang diinginkan dan
efektivitas usaha – usaha itu imulsivitas dan ketidakpedulian, yakni kurangnya
kepedulian empati bag orang lain.
Literature tidak konsisten mengenai apakah psikopat atau fitur kepribadian
abnormal lainnya penting bagi perilaku kerja. Satu tinjauan menemukan sedikit korelasi
atara ukuran psikopat dan kinerja atau perilaku kerja konterproduktif. Sebuah studi
menemukan bahwa kepribadian antisosial yang erat kaitannya dengan psikopat,
berhubungan positif dengan kemajuan organisasi tetapi tidak terkait dengan aspek
lainnya dari kesuksesan karir dan efektivitas. Riset lainnya menyatakan bahwa
psikopat berhubungan dengan penggunaan taktik bullying ( ancaman fisik atau
verbal ). Kelicikan yang ditampilka orang berskor dalam sebuah organisasi tetap
mengindarkan mereka dari penggunaan kekuasaan itu demi kebaikan diri mereka
sendiri dan organisasi.
Organisasi yang ingin menilai psikopat atau sifat abnormal lainnya perlu
melakukan dengan hati – hati . undang – Undang Penyandang Cacat Amerika ( ADA )
melarang diskriminasi terhadap individu dengan keterbelakangan fisik dan mental.
Sekitar 15% dari seluruh klaim ADA melibatkan kecacatan mental, yang paling umum
adalah depresi (44%) dan gangguan kecemasan (18%). Sebuah studi terkini
menemukan bahwa klaim kecacatan mental ADA hanya sedikit lebih buruk dari klaim
kecacatan fisik. Ini tidak berarti bahwa organisasi harus merekrut setiap orang cacat
mental dalam keputusan rekrutmen. Bagaimana pun, jika mereka melakukannya ADA
menempatkan panduan spesifik tentang kapan itu merupakan faktor yang diizinkan,
seperti ketika sakit mencegah atau sangat membatasi kinerja efektif, dan ketika itu
tidak dapat diakomodasi secara wajar. Dengan berita relative dari riset Dark Triad,
menggunakan psikopatologi dalam keputusan kerja bisa membawa banyak resiko saat
ini dibandingkan imbal hasilnya.

D. Pendekatan – Penghindaran
MBTI, lima besar, dan Dark Triad bukan hanya kerangka kerja teoritis kepribadian
yang ada. Baru – baru ini, kerangka kerja pendekatan – penghindaran telah
menggunakan karakteristik – karakteristik kepribadian sebagai motivasi. Motivasi
pendekatan dan penghindaran mewakili tingkat dimana kita beraksi  pada rangsangan,
motivasi pendekatan adalah keterkarikan kita pada rangsangan positif dan motivasi
penghindaran adalah respons kita pada rangsangan negatif.
Kerangka kerja pendekatan – penghindaran oleh karena itu mengorganisasikan
sifat – sifat dan bisa membantu menjelaskan bagaimana mereka memprediksi perilaku
kerja. Satu studi menunjukka, misalnya bahwa motivasi pendekatan dan penghindaran
dapat membentu menjelaskan bagaimana  evaluasi diri inti memengaruhi kepuasan
kerja. Kerangka kerja itu juga mencakup beragam motif kita saat bertindak. Misalnya,
tekanan kompetitif cenderung memunculkan bagaimana evaluasi  pendekatan ( orang
bekerja lebih keras untuk menang ) dan  motivasi penghindaran ( orang terahlihkan
dan terdemotivasi oleh ketakutan akan kekalahan ). Cara seorang individu berkinerja
bergantung pada motivasi mana yang mendominasi. Studi lainnya mendapati bahwa
ketika pendatang baru bergabung dengan perusahaan IT di India, mereka menerima
dukungan dari atasannya ( yang membantu pendatang baru itu ), tetapi juga agresi
verbal (atasan menawarkan ide – ide baru). Dukungan memunculkan perilaku
pendekatan (pendatang baru meminta umpan balik atas kinerja kepada
atasan).  Agresi memunculkan perilaku penghindaran ( pendatang baru menghindari
berbicara kepada atasan jika tidak benar – benar penting ). Efek bersih dari
kinerjatergantung pada yang mana yang mendominasi.
Ketika kerangka kerja pendekatan – penghidaran telah memberikan beberapan
pandangan penting terhadap perilaku organisasi, ada bebera isu yang tidak
diselesaikan. Pertama, apakah kerangkakerja itu secara sederhana merupakan cara
mengkategorikan sifat – sifat positif dan negative, seperti kehati- hatian dan uring –
uringan ? kedua sifat – sifat apa yang cocok termasuk lima besar, Dark Triad dan
lainnya  tetapi sifat – sifat ini cukup berbeda. Apakah kita cukup mendapatkannya
dengan mengabungkan mereka untuk mengatasi kemungkinan terlewatnya pandangan
– pandangan lain dalam perilaku yang unik satu sama lain? Riset dan evaluasi yang
jauh lebih dibutuhkan.

2.1.4. Sifat Kepribadian Lainnya Yang Relevan Dengan Perilaku Organisasi


Sifat – sifat lima besar telah menunjukkan terbukti sangat relevan dengan
perilaku organisasi, Dark Triad manjanjikan subjek untuk riset lebih lanjut, tatapi
mereka tidak mencakup kisaran sifat – sifat – sifat yang dapat menjelaskan
kepribadian seseorang. Sekarang kita akan melihat pada yang lainnya, lebih spesifik,
atribut – atribut yang merupakan prediktator yang kuat atas perilaku dalam organsasi :
evaluasi inti diri, pengawasan diri, dan kepribadian proaktif.
·         Evaluasi Inti Diri
Orang yang memiliki evaluasi inti diri ( core self evaluation (CSE)
positif  menyukai dirinya dan memnadang dirinya efektif, mampu, dan dalam kendali
atas lingkungannya. Mereka dengan evaluasi diri negatif cenderung tidak menyukai
dirinya. Evaluasi diri inti berhubungan dengan kepuasan kerja karena orang – orang
positif dalam sifat ini melihat lebih banyak tantangan dalam pekerjaannya dan
sebenarnya memperoleh pekerjaan yang lebih kompleks.
Orang – orang dengan evaluasi inti diri positif berkinerja lebih baik dibandingkan
yang lainnya karena mereka menetapkan sasaran yang lebih ambisius, lebih
berkomitmen dengan sasarannya, dan bertahan lbih lama dalam mencoba
mencapainya. Satu studi mengenai agen asuransi jiwa mendapati bahwa evaluasi inti
diri merupakan perdiktor kritis dari kinerja. Faktanya, studi ini menujukkan mayoritas
agen penjual yang sukses memang memiliki evaluasi inti diri yang positif. Sembilan
puluh persen panggilan telepon penjualan asuransi jiwa berakhir dengan penolakan,
sehingga seorang agen harus percaya pada dirinya untuk bertahan. Orang yang
memilki evaluasi initi diri dengan skor tinggi memberikan layanan pelanggan yang lebih
baik, rekan kerja yang lebih popular, dan memilki karier yang dimulai dengan langkah
yang lebih baik dan lebih menajak sepanjang waktu. Mereka berkinerja sangat baik jika
mereka merasa pekerjaannya memberikan arti dan membantu orang lain.
Apa yang terjadi jika seorang berfikir ia mampu, tetapi tidak kompeten ? satu
studi kasus ata CEO Fortune 500 menunjukkan bahwa yang terlalu percaya diri, dan
ketidakmampuan mereka sering menyebabkan mereka mengambil keputusan buruk.
Teddy Fortman , presiden raksasa pemsaran IMG, mengatakan tentang dirinya, “ Saya
mengetahui talenta yang diberikan Tuhan untuk melihat potensi”. Orang – orang
seperti Forstman bisa dibilang terlalu percaya diri, tetapi mereka denga CSE yang lebih
rendah bisa menjual diri lebih rendah dan kurang bahagia dan efektif dibandingkan
mereka yang mampu karenanya. Jika oran – orang memutuskan mereka tidak dapat
melakukan sesuatu, mereka bisa tidak mecoba, oleh karena itu memunculkan rasa
ragu akan dirinya.
·         Pengawasan Diri
Joyce selalu dalam masalah saat bekerja. Meskipun ia kompeten, pekerja keras
dan produktif, ia dinilai tidak lebih dari rata – rata tinjauan kinerja, dan ia tampaknya
memiliki karier yang mengganggu atasanya. Masalah Joyce adalah bahwa ia tidak
kompeten secara politis. Ia idak mampu agar menyesuaikan perilakunya agar cocok
dengan situasi yang berubah. Seperti yang dikatannya, “ Saya jujur pada diri saya,
saya tidak mengubah diri untuk oranglain”. Joyce memiliki pengawasan diri yang
rendah.
Pengawasan diri ( self - monitoring) menjelaskan seseorang individu untuk
menyesuaikan perilakunya denga faktor – faktor situasional eksternal. Pengawasan diri
yang tinggi menujukkan adaptabilitas yang cukup dalam menyesuaikan perilakunya
denga petunjuk – petunjuk perilaku ekternal dengan berperilaku yang berbeda dalam
situasi yan beragam, kadang – kadang menampilkan kontradiksi yang berbeda antara
tampilan umum dan pribadi. Pengawasan diri rendah seperti Joyce tidak dapat
menyamarkan dirinya dengan cara yang demikian. Mereka cenderung menampilkan
disposisi dan sikap mereka  yang sebenarnya dalam setiap situasi, oleh karena itu ada
konsistensi perilaku yang tinggi antara siapa mereka dan apa yang mereka kerjakan.
Bukti menujukkan bahwa pengawasan diri tinggi sangat memperhatikan perilaku
orang lain yang lebih mampu untuk menyesuaikan diri dibandingkan pengawas diri
rendah. Mereka juga memperoleh peringkat kinerja yang lebih baik, lebih mungkin
tampil sebagai pempimpin, dan menunjukkan komitmen yang kurang pada
organisasinya. Selain itu manajer pengawas diri tinggi cenerung lebih mobile dalam
kariernya, menerima banyak promosi ( baik internal maupun lintas organisasi), dan
lebih mungkin menduduki posisi sentral dalam organisasi

·         Kepribadian Proaktif
Apakah anda pernah memperhatikan bahwa orang orang secara aktif mengambil
insiatif untuk memperbaiki kondisi saat ini atau menciptakan yang baru ? ini adalah
kepribadian proaktif mengidentifikasi peluang, menujukkan inisiatif, mengambil
tindakan, dan bertahan sampai perubahan yang berarti terjadi dibandingkan yang lain
dan beraksi pasif terhadap situasi.  Tidak mengejutkan, individu – individu yang proaktif
memiliki banyak perilaku yang diinginkan organisasi. Mereka juga memilki level kinerja
dan kesuksesan kinerja yang lebih baik.
Adakah sisi buruk memilki kepribadia proaktif  berhubungan negatif dengan
persistensi dalam pencarian kerja, individu – individu lebih proaktif lebih cepat
memperoleh pekerjaan. Bagaimanapun bisa jadi bahwa proaktivitas mencakup
mengetahui kapan harus mundur dan mempertimbangkan uang alternative –
alternative dalam menghadapi kegagalan.
Kepribadian proaktif bisa jadi penting dalam tim kerja. Satu studi atas 95 klaim
R&D di 33 perusahaan Cina mengungkapkan bahwa tim dengan tinkat proaktif rata –
rata tinggi lebih inovatif. Seperti sifat – sifat lainnya, kepribadian proaktif lebih
dipengaruhi oleh konteksnya. Satu studi atas tim cabang di Cina mendapati bahwa jika
seorang pemimpin tidak proaktif , manfaat dari proaktivitas tim itu tidak akan
berkembang atau tertahan karena pemimpin itu.
Singkatnya, ketika kepribadian proaktif bisa menjadi penting bagi kinerja inividu
dan tim, seperti semua sifat itu bisa memiliki kekurangan, dan efektivitasnya  bisa
tergantung pada konteksnya.

Kepribadian dan Situasi


Di awal kita mendiskusikan bagimana menunjukkan bahwa hereditas lebih
penting dibandingkan lingkungan dalam mengembangkan kepribadian kita. Lingkungan
tidak relevan. Beberapa sifat kepribadian seperti lima besar cenderung lebih efektif
pada hampir semua lingkungan atau situasi. Misalnya, riset mengidikasikan bahwa
kehati – hatian berguna dalam kinerja kebanyakan pekerjaan, dan ekstraversi
berhubungan dengan kemunculan sebagai pemimpin dalam kebanyakan situasi.
Semakin meningkat, kita mempelajari bahwa efek sifat – sifat tertentu pada
perilaku organisasi tergantung pada situasi. Dua kerangka kerja teoritis membantu
menjelaskan bagaimana ini bekerja.
Kekuatan Situasi. Bayangkan anda dalam sebuah rapat dengan departemen
anda. Bagaimana memungkinkannya anda akan berjalan keluar ditengah – tengah
rapat, berteriak pada seseorang, membelakangi kelompok, atau tertidur, Mungkin
sangat tidak mungkin. Sekarang anggaplah anda sedang bekerja dari rumah. Anda
mungkin bekerja dengan mengenakan piyama, mendengarkan musik yang keras atau
tidur – tiduran.
Teori kekuatan situasi mengusulkan bahwa cara berpibadian bertranslasi
kedalam perilaku bergantung pada kekuatan situasi. Dengan kekuatan situasi,
maksudnya adalah tingkat dimana norma – norma. Petunjuk, atau standar mendikte
perilaku yang pantas. Situasi yang kuat menekan kita untuk menampilkan perilaku
yang benar dengan jelas menujukkan perilaku yang benar dengan jelas menujukkan
perilaku apa itu dan melarang perilaku yang salah. Sebaliknya, dalam situasi yang
lama, “ apapun terjadi,” sehingga kita lebih bebas untuk mengungkapkan kepribadian
kita dalam perilaku. Oleh karena itu, riset menyatakan bahwa sifat – sifat kepribadian
lebih baik memprediksi perilaku dalam situasi yang lemah dibandingkan dalam situasi
yang kuat.
Para peneliti telah menganalisis kekuatan situasi dalam organisasi dari segi
empat elemen. Yaitu sebagai berikut :
1. Kejelasan, atau tingkat dimana petunjuk – petunjuk mengenai kewajiban dan
tanggung jawab kerja tersedia dan jelas. Pekerjaan yang jelas menghasilkan situasi
yang kuat karena individu dapat segera menentukan apa yang dilakukan, sehingga
meningkatkan peluang bahwa setiap orang berprilaku yang sama. Misalkan, pekerjaan
petugas kebersihan mungkin memberikan penjelasan yang lebih tinggi tentang apa
yang perlu dilakukan dibandingkan pekerjaan pengasuh.
2. Konsistensi, atau tingkat diaman petunjuk – petunjuk tentang kewajiban tanggung
jawab cocok satu sama lain. Pekerjaan dengan konsistensi tinggi mewakili situasi yang
kuat karena semua petunjuk mengarah pada perilaku sama yang diinginkan. Pekerjaan
perawat di unit perawatan akut misalnya memiliki konsistensi lebih tinggi dibandingkan
pekerjaan manajer.
3. Batasan, atau tingkat diamana kebebasan individu untuk memutuskan atau berindak
dibatasi kekuatan – kekuatan diluar kendalinya. Pekerjaan dengan banyak batasan
mewakili situasi yang kuat karena seorang individu memiliki kebijakan individu yang
terbatas. Pemeriksa bank misalnya, mungkin merupakan pekerjaan dengan batasan
yang lebih kuat dibandingkan polisi hutan.
4. Konsekuensi, atau tingkat dimana keputusan atau tindakan memiliki implikasi
penting bagi organisasi dan anggotanya, klien, pasokan, dan seterusnya. Pekerjaan
dengan konsekuensi penting memiliki situasi yang kuat karena lingkungan mungkin
lebih terstruktur untuk menghindari kesalahan. Pekerjaan ahli bedah misalnya, memiliki
konsekuensi yang lebih tinggi dibandingkan guru bahasa asing.

Beberapa peneliti telah berspekulasi bahwa organisasi, berdasarkan definisi


merupakan situasi yang kuat karena karena menerapkan aturan, norma, dan standar
yang mengatur perilaku. Batasan – batasan ini biasanya wajar. Misalnya, kita tidak
akan ingin seorang pekerja merasa bebas untuk terlibat dalam pelecehan seksual,
misalkan melakukan prosedur akuntansi yang tidah sah, atau datang bekerja hanya
saat suasana hati mendukung.
Namun tidak berarti bahwa atran selalu diinginkan oleh organisasi untuk
menciptakan situasi yang kuat bagi para pekerjanya. Pertama, pekerjaan dengan
aturan – aturan yang luar biasa banyak dan proses dikendalikan sangat ketat bisa jadi
membosankan dan menyebabkan penurunan motivasi. Bayangkan semua pekerjaan
dieksekusi dengansebuah pendekatan lini rakitan. Kebanyakan dari kita menyukai
memilki kebebasan kebebasan tertentun untuk bagaimana kita melakukan pekerjaan
kita. Kedua, setiap orang berbeda, pekerjaan yang menurut seseorang baik mungkin
akan terlihatburuk bagi lainnya. Ketiga, situasi yang kuat mungkin akan menekan
kreativitas, inisiatif, dan keleluasan yang disebabkan oleh beberapa budaya. Satu studi
terkini misalnya, mendapati bahwa situsi organisasi lemah, para pekerja lebih mungkn
berperilaku proaktif sesuai dengan nilai – nilain mereka. Terakhir, pekerjaan semakin
kompleks dan terkait secara global. Menciptakan aturan – aturan yang kuat untuk
mengatur system – system yang kompleks, berhubungan, dan beragam secara budaya
mungkuin tidak hanya sulit tapi tidak bijaksana. Manajer perlu mengenali peran
kekuatan situasi di tempat kenja dan menemukan keseimbangan yang pantas.
Teori Aktivasi Sifat. Kerangka kerja teoritis penting lain yang digunakan untuk
memahami activator situasional bagi kepribadian disebut teori ativasi sifat (trait
activation theory [TAT]). TAT memprediksi memprediksi bahwa beberapa situasi,
peristiwa, atau intervensi mengaktivasikan sebuah sifat lebih dari yang lainnya.
Misalnya rencana kompensasi berbasis komisi akan mungkin mengaktivasi perbedaan
– perbedaan individu dalam ekstraversi karena ekstraversi lebih sensitive pada
imbalan dibandingkan, katakanlah keterbukaan. Sebaliknya dalam pekerjaan yang
mengizinkan ekspresi kreativitas individu, perbdaan – perbedaan individu dalam
keterbukaan   bisa lebih baik dalam memprediksi perilaku kreatif daripadan perbdaan –
perbedaan individu dalam ekstraversi.
Sebuah studi menemukan bahwa orang – orang yang belajar online memiliki
respons berbeda ketika perilaku mereka dimonitor secara elektronik. Mereka yang
memiliki ketakutan besar terhadap kegagalan memilki kecemasan evaluasi yang lebih
tinggi dibandingkan yang lain dan kurang belajar secara signifikan. Dalam kasus ini
satu karakteristi dari lingkungan ( pengawasan elektronik)  mangaktivasi sebuah sifat
( takut gagal) dan kombinasi dari keduanya berarti berkurangnya kinerja. TAT juga
dapat bekerja secara positif. Sebuh studi terbaru yang menerapkan TAT menemukan
bahwa perbedaan – perbedaan individu dalam kecenderungan untuk berperilaku sosial
lebih terlihat ketika rekan kerja tidak suportif. Dengan kata lain dalam sebuah lingkunga
suportif, setiap orang berperilaku sosial, tetapi dalam lingkungan tidak terlalu
menyenangkan, individu yang memilki kepribadian unuk berperilaku sosial memilki
sebuah perbedaan besar.
Bersama – sama teori kekuatan situasi dan aktivasi menunjukkan bahwa debat
mengenai sifat alami versus sifat yang dipelihara mungkin lebih baik dibingkai dengan
sifat alami dan sifat yang dipelihara. Tidak hanya dipengaruhi satu sama lain, tetapi
mereka juga berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, kepribadian memengaruhi
perilaku kerja dan situasi mempengaruhi perilaku kerja, tetapi ketika situasinya tepat,
kekuatan keprinadian untuk memprediksi perilaku bahkan lebih tinggi.

2.2.Nilai
2.2.1. Definisi Nilai
Nilai ( value ) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide
seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memilki atribut isi
maupun intensitas. Atribut ini mengatakan sebuah mode tindakan atau keberadaan
akhir yang penting. Atribut intensitas menspesfikkan seberapa pentingnya. Kita
memperingkat nilai dari sisi intensitas, kita memperoleh system nilai ( value system)
orang tersebut. Kita semua memilki sebuah hierarki nilai menurut kepentingan relative
yang kita berikan kepada nilai – nilai seperti kebebasan, kesenangan, hormat diri,
kejujuran, kepatuhan, dan kesamaan.
Nilai cenderung relative stabil dan bertahan. Banyak nilai yang dari kita pegang
dibentuk saat kita masih kecil oleh orang tua, guru, teman dan yang lainnya, sebagai
anaka kita diberi tahu mana perilaku atau tujuan ynag selalu diinginkan dan selalu tidak
diinginkan, dengan sedikit area abu – abu. Misalnya, anda tidak pernah diajarkan untuk
hanya sedikit jujur atau sedikit bertanggung jawab. Jadi karakteristik – karakteristik
hitam atau putih dari nilai adalah bersifat absolut, sehingga menjamin stabilitas dan
kelangsungannya. Nilai – nilai dapat berubah jika kita meragukannya, tetapi umumnya
nilai – nilai itu tertanam semakin kuat. Ada juga bukti hubungan antara keprinadian dan
nilai menyiratkan nilai kita bisa saja sebagian ditentukan oleh sifat – sifat yang
ditransmisikan secara genetik.
2.2.2. Pentingnya Nilai dan Pembentukan Nilai
Nilai memberikan fondasi bagi pemahaman kita mengenai sikap dan motivasi
orang – orang serta pengaruh persepsi kita. Kita memasuki organisasi dengan ide –ide
yang ditanamkan sebelumnya mengenai apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya
dikerjakan. Ide – ide ini tidak bebas dari nilai sebaiknya mereka mengandung
interpretasi  kita tentang yang benar dan salah serta pilihan kita untuk perilaku atau
tujuan tertentu terhadap pihak lain. Nilai mengaburkan objektivitas dan rasionalitas
mereka mempengaruhi sikap dan perilaku.
Andaikan anda memasuki sebuah organisasi dengan pandangan yang
mengalokasikan gaji berdasarkan kinerja yang benar , sedangkan gaji berdasarkan
senioritas adalh salah. Bagaimana anda bereaksi jika anda mendapati bahwa
organisasi yang baru saja anda masuki lebih menghargai senioritas daripada kinerja,
anda mungkin akan kecewa ini akan berujung kepada ketidakpuasan kerja dan
keputusan untuk tidak mengerahkan usaha karena, “ itu mungkin akan membawa anda
kemana – mana,”  apakah sikap dan perilaku anda berbeda jika anda sejalan dengan
kebijakan gaji organisasi, sangat mungkin.
Nilai terminal versus instrumental bagaimana kita mengorganisasikan nilai ?
seorang peneliti Milton Rokeach berpendapat bahwa kita dapat memisahkan mereka
dalam dua kategori. Pertama disebut nilai terminal ( interminal value), merujuk kepada
hasil akhir yang diinginkan. Ini meruoakan sasaran yang ingin dicapai seseorang
dalam hidupnya. Disebut nilai instrumental ( instrumental Value ) karena merujuk
kepada mode perilaku yang lebih disuka atau alat untuk mencapai nilai terminal.
Beberapa contoh nilai terminal adalah kesejahteraan dan kesuksesan ekonomi,
kebebasan, kesehatan dan kebaikan, kedamaian dunia, serta arti hidup.  Contoh –
contoh nilai instrumental adalah otonomi dan harapan diri, disiplin pribadi, kebaikan,
serta orientasi sasaran. Masing – masing dari kita menempatkan nilai baik pada hasil
( nilai terminal ) dan alat ( nilai instrumental ) keseimbangan diantara keduanya
penting, sebgaimana pemahaman tentang alat untuk mencapainya. Nilai terminal
instrumental beragam per individu.

2.2.3. Nilai Nilai Generasi


·         Kelompok Kerja Kontemporer. para peneliti telah mengintegrasikan beberapa
analisis terbaru dari nilai – nilai kerja kedalam kelompok mencoba menangkap nilai –
nilai unik dari kelompok atau generasi berbeda dalam angkatan kerja AS. oleh karena
itu karena kebanyakan orang mulai bekerja diantara umur 18 dan 23, era – era itu juga
sangat berkorelasi dengan umur – umur pekerja.
·         Generasi Lonjakan Bayi (nany boomers) merupakan sebuah kelompok besar
yang dilahirkan sesudah Perang Dunia II ketika pensiunan perang kembali ke
keluarganya dan keadaan membaik. Mereka memasuki angkatan kerja dari
pertengahan 1960-an sampai pertengan 1980-an. Mereka membawa “etika hippie” dan
tidak mempercayai otoritas. Tetapi mereka menempatkan penekanan kuat pada
pencapaian dan kesuksesan material. Pada pragmatis yang percaya bahwa hasil akhir
menunjukkan seberepa keras mereka bekerja dan ingin menikmati buah kereja
kerasnya. Mereka melihat organisasi yang mempekerjakan mereka hanya sebagai
kendaraan bag kariernya. Nilai terminal seperti rasa pencpaian dan pengakuan sosial
tinggi kedudukannya bagi mereka.
·         Kehidupan Generasi X telah dibentuk oleh globalisasi, dua orang tua yang
berkarier , MTV, AIDS dan computer. Mereka menghargai fleksibilitas, pilihan – pilihan
hidup dan pencapaian kepuasan kerja. Keluarga dan hubungan sangat penting.
Mereka skeptic, terutama tentang otoritas. Mereka juga menikmati pekerjaan
berorientasi tim. Dalam pencarian keseimbangan hidup, mereka kurang bersedia
mengorbankan pribadi demi pemberi kerjanya dibandingkan generasi sebelumnya.
Mereka sangat menjunjung tinggi persahabatan sejati, kebahagiaan, dan kesenangan.
·         Generasi milenium adalah generasi yang tumbuh selama masa-masa sejahtera.
Mereka memiliki ekspektasi tinggi dan mencari arti pekerjaan mereka. Mereka memiliki
sasaran hiduo yang lebih terorientasi pada kekayaan (81%) dan popularitas (51%)
dibandingkan generasi X ( 62% dan 29%, berturut – turut), tetapi mereka juga melihat
diri mereka bertanggung jawab secara sosial. Menerima keragaman, generas
millennium adalah generasi pertama yang meremehkan teknologi. Lebih dibandingkan
generasi lainnya, mereka cenderung membicarakan jaringan elektronik, dan
kewirausahaan. Pada waktu yang sama, beberapa telah menjelaskan generasi
millennium sebagai generasi bebas dan miskin. Mereka juga menyukai umpan balik.
Sebuah surveu Ernst & Young menemukan bahwa 85% generasi millennium
menginginkan “umpan balik kinerja yang sering dan jujur,” dibandingkan dengan hanya
setengah generasi lonjakan bayi.
Meskipun menarik untuk membahas nilai – nilai pada generasi, ingatlah
klarifikasi– klarifikasi ini belum cukup didukung oleh riset yang solid. Riset – riset
sebelumnya masih lemah karena permasalahan metodologi yang menyulitkan
penilaian apakah perbedaan – perbedaan lintas generalisasi yang dilebih – lebihkan
atau tidak benar. Studi yang telah menemukan perbedaan lintas generasi itu beda.
Satu studi yang menggunakan sebuah desain longitudinal yang pantas memang
menemukan nilai yang ditempatkan pada kesenangan yang telah meningkat selama
generasi dari generasi lonjakan bayi ke generasi millennium dan sentralisatas kerja
telah menurun, tetapi ia tidak mendapati bahwa generasi millennium memiliki nilai kerja
yang lebih altruistic seperti yang diharapkan. Klarifikasi generasional bisa membantu
kita memahami generasi kita sendiri dan generasi lainnya dengan lebih baik tetapi kita
juga harus mangapresiasikan batasan 0 batasannya.

2.2.4. Mengaitkan Kepribadian dan Nilai – Nilai Individu di Tempat Kerja


Tiga puluh tahung yang lalu, organisasi hanya peduli dengan kepribadian
karena focus utama mereka adalah mencocokkan individu dengan pekerjaan tertentu.
Pertimbangan itu telah berkembang dengan mengikutsertakan seberapa baik
kepribadian dan nilai individu itu cocok dengan organisasi? mengapa? Oleh karena itu
dewasa in kurang tertarik dengan kemampuan seorang pelamar dan pekerjaan spesifik
dibandingkan dengan fleksibilitas-nya untuk memenuhi situasi yang berubah dan
komitmennya pada organisasi.
Sekarang kita akan mendiskusikan kecocokan orang – pekerjaan dan orang –
organisasi dengan lebih detail.
·        - Kecocokan Orang-Pekerjaan
Usaha untuk mencocokah tuntutann pekerjaan dengan karakteristik kepribadian
diartikulasikan paling baik dalam teori kecocokan kepribadian-pekerjaan (personality-
job fit theory) John Holland. Holland menampilkan enam tipe kepribadian serta
mengusulkan bahwa kepuasan dan keinginan untuk meninggalkan sebuah posisi
bergantung pada seberapa baik individu itu mencocokkan kepribadiannya dengan
sebuah pekerjaan.
Holland mengembangkan kuesioner Persediaan Pilihan Vokasional yang
mengandung 160 kewajiban pekerjaan. Responden mengindikasikan mana yang
mereka seukai atau tidak disukai atau tidak disukai, dan jawaban mereka membentuk
profil kepribadian dengan bentuk heksagonal. Semakin dekat dua bidang atau orientasi
dalam heksagon, semakin cocok mereka. Kategori yang berdekatan cukup mirip,
sedangkan yang berlawanan diagonal sangat tidak mirip.
Apa arti semua ini? Teori berpendapat bahwa kepuasan tertinggi dan
perputaran terendah ketika kepribadian dan pekerjaan cocok. Seorang realistis dalam
pekerjaan yang realistis berada dalam pekerjaan investigative. Seorang yang realistis
dalam pekerjaan sosial berada dalam situasi yang paling tidak kongruen. Poin penting
dari model ini adalah orang – orang yang memilki pekerjaan yang kongruen dengan
kepribadiannya seharusnya lebih puas dan kurang berisiko mengndurkan diri
daibandingkan orang – orang yang memliki pekerjaan yang tidak konruen.

·         - Kecocokan Orang-Organisasi


Kita telah memperhatikan bahwa para peneliti telah mengamati kecocokan
orang dengan organisasi sebagaimana dengan pekerjaan. Jika sebuah organisasi
menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah serta membutuhkan pekerja untuk
siap mengubah tugas – tugas dan berpindah antartim dengan mudah, maka yang lebih
penting adalah melihat kecocokan kepribadian pekerja dengan budaya keseluruhan
organisasi dibandingkan dengan karakteristik setiap pekerjaan.
Kecocokan orang organisasi pada dasarnya berpendapat bahwa orang – orang
yang tertarik pada dan dipilih oleh organisasi yang sesuai yang sesuai dengan nilai –
nilai mereka, dan mereka meninggalkan organisasi yang tidak cocok dengan
kepribadiannya. Misalnya, dengan menggunakan terminology Lima Besar, kita dapat
mengharapkan bahwa orang orang yang sangat ekstrover cocok dengan bdaya agresif
dan berorientasi tim, bahwa orang yang sangat ramah cocok dengan iklim organisasi
yang mendukung daripada yang berfokus pada kegresifan, dan bahwa orang yang
sangat terbuka pada pengalaman cocok dengan organisasi yang menekankan inovasi
dibandingkan standarisasi. Mengikuti panduan – panduan ini pada saat merekrut,
membantu mengidentifikasi pekerja – pekerja baru yang lebih cocok dengan budaya
organisasi, yang kemudian mengahasilkan kepuasan pekerja dan mengurangi jumlah
pekerja yang mengundurkan diri ( perputaran ). Riset pada kecocokkan orang-
organisasi juga telah melihat apakah nilai – nilai orang cocok dengan budaya
organisasi. Kecocokkan ini memperediksi kepuasan kerja, komitmen pda organisasi,
dan perputaran yang rendah. Beberapa riset mendapati bahwa kecocokkan orang-
organisasi lebih penting dalam memprediksi perputaran pekerja di Negara keloktivistik
(India) daripada di Negara yang lebih individualitas (Amerika Serikat).
2.2.5. Nilai – Nilai Internasional
Salah satu pendekatan yang paling dirujuk secara luas untuk menganalisis
variasi diantara budaya dilakukan di akhir 1970-an oleh Greet Hofstede. Hofstede
menyurvei lebih dari 116.000 pekerja IBM di 40 negara mengenai nilai – nilai terkait
pekerjaan mereka dan mendapati bahwa manajer dan pekerja beragam dalam lima
dimensi nilai budaya nasional :
·         Jarak kekuasaan. Jarak kekuasaan menjelaskah dimana orang orang dalam suatu
Negara menerima bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi menyebar tidak
merata. Peringkat yang tinggi dalam jarak kekuasaan berarti bahwa ketidaksamaan
yang besar atas kekuasaan dan kekayaan ada dan ditoleransi dalam budaya,
sebgaimana dalam sebuah sistem kelas atau kasta yang menahan mobilitas ke atas.
Peringkat jarak kekuasaan yang rendah mengarakteristikkan masyarakat yang
menekan kesamaan dan peluan.
·         Individualisme versus kolektivisme. Individualisme adalah tingkat dimana orang –
orang lebih memilih untuk bertindak secar individu dibandingkan sebagai anggota
kelompok dan mempercayai hak – hak individu di atas segalanya. Kolektivisme
menekankan kerangka sosial yang ketat dimana orang – orang mengharapkan yang
lain dalam kelompok menjadi bagiannya untuk merawat dan melindungi mereka.
·         Maskulinitas versus femininitas. Konsep maskulinitas Hofstde adalah tingkat dimana
adalah budaya menyukai peran – peran maskulin tradisional seperti pencapaian,
kekuasaan dan kendali berlawananan dengan pandangan pria dan wanita yang sama.
Peringkat maskulinitas yang tinggi mengindikasikan budaya telah memisahkah budaya
pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi masyarakat. Peringkat femininitas
tinggi berarti buday melihat sedikit antara perbedaan antara peran pria dan wanita dan
memperlakukan wanita sama dengan pria dalam segala hal.
·           Penghindaran kepastian. Tingkat dimana orang – orang dalam suatu negara lebih
memilih situasi yang terstruktur menentukan kepastian penghindaran mereka. Dalam
budaya dengan skor pengindaran yang tinggi, orang orang memilki tingkat kecemasan
yang tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas dan menggunakan hukum dan
kontrol untuk mengurangi ketidakpastian. Orang – orang dengan budaya penghindaran
ketidakpastian yang rendah lebih menerima ambiguitas, kurang berorientasi pada
peraturan, mengambil lebih banyak resiko, dan lebih siap menerima perubahan.
·         Orientasi jangka panjang versus jangka pendek. Tambahan terbaru pada tipologi
Hofstde mengukur kesetiaan masyarakat pada nilai – nilai tradisional. Orang – orang
dalam budaya orientasi jangka panjang melihat masa depan dan menghargai
kebijaksanaan, persistensi, serta tradisi. Dalam orientasi jangka pendek, orang – orang
menilai disini dan saat ini mereka lebih siap menerima perubahan dan tidak melihat
komitmen sebagai rintangan untuk berubah.
Bagaimana skor beberapa negara dalam dimensi Hofstde? Misalnya, jarak
kekuasaan lebih tinggi di Malaysia daripada negara lainnya. Amerika Serikat sangat
individualis, faktanya amerika merupakan negara paling individualis disbanding semua
negara ( diikuti oleh Australia dan Inggris Raya). Amerika Serikat juga cenderung
berada dalam orientasi jangka pendek dan rendah dalam jarak kekuasaan ( orang –
orang di Amerika Serikat cenderung menerima perbedaan – perbedaan kelas yang
terbebtuk antara orang – orang). Ia juga relative rendah dalam penghindaran
ketidakpastian, berarti kebanyakn orang – orang relative rendah terhadap
ketidakpastian dan ambiguitas. Amerika Serikat memilki skor relatif tinggi terhadap
maskulinitas, kebanyakan orang-orang menekankan peran – peran jenis kelamin
tradisional ( setidaknya relatif terhadap negara-negara  Denmark, Finlandia, Norwegia,
dan Swedia ).
Anda akan memperhatikan perbedaan – perbedaan regional. Negara – Negara
barat dan utara seperti Kanada dan Belanda cenderung lebih individualis. Negara –
Negara lebih miskin seperti Meksiko dan Filipina cenderung lebih tinggi dalam jarak
kekuasaan.  Negara – Negara Amerika Selatan cenderung lebih tinggi dibadingkan
dengan Negara lainnya dalam penghindaran ketidakpastian, dan Negara – negara Asia
cenderung memiliki orientasi jangka panjang.
Dimensi budaya Hofstede telah sangat berpengaruh besar terhadap peneliti
perilaku organisasi dan manajer. Meskipun demikian, risetnya telah dikritik. Pertama,
meskipun datanya telah diperbaharui sejak itu, riset awalnya dilakukan tga tahun yang
lalu dan didasarkan pada perusahaan tunggal (IBM). Banyak yang telah terjadi didunia
sejak saat itu. Beberapa perubahan yang paling tampak termasuk runtuhnya Uni
Soviet, transformasi Eropa Tengah dan timur, akhir dari pembedaan ras di Afrika
Selatan, naiknya Cina sebagai kekuatan global, dan mulainya resesi dunia. Kedua,
sedikit peneliti yang telah benar – bear membaca detail metodologi Hofstede dan oleh
karena itu tida sadar mengenai banyak keputusan dan penilaian yang harus ia buat
( misalnya, mengurangi jumlah nilai – nilai budaya menjadi lima). Meskipun adanya
pertimbangan- pertimbangan tersebut, Hofstede telah menjadi salah satu ilmuwan
sosial yang paling banyak dikutip , dan kerangka kerjanya telah meninggalkan jejak
abadi dalam perilaku organisasi.
Riset terbaru yang mencakup 598 studi dengan lebih dari 200.000 responden
telah menginvestigasi hubungan nilai – nilai budaya Hofstede dan ragam kriteria
organisasi baik pada level individu maupun negara. Secara keluruhan, kelima budaya
orisinal merupakan predictor yang sama kuatnya atas hasil yang relevan, berarti para
peneliti dan manajer perlu meneliti budaya secara holistis dan tidak hanya fokus pada
satu atau dua dimensi. Para peneliti juga menemukan bahwa mengukur skor individu
mengasilhan prediksi yang lebih baik dari kebanyakan hasil daripada menugaskan nilai
– nilai budaya yang sama pada suatu negara. Kesimpulannya, riset ini menyatakan
bahwa kerangka nilai Hofstede bisa menjadi cara berfikir berharga mengenai
perbedaan – perbedaan diantara orang – orang, tetapi kita seharusnya lebih berhati –
hati dalam mengasumsikan semua orang dari satu negara memiliki nilai yang sama.
Kerangka GLOBE untuk menilai budaya. Dimulai tahun 1993, program riset
Kepemimpinan Global dan Efektivitas Perilaku Organisasi (GLOBE) adalah sebuah
investigasi lintas budaya yang berkelanjutan atas kepemimpinan dan budaya nasional.
Dengan menggunakan data dari 825 organisasi di 62 negara, tim GLOBE
mengidentifikasi Sembilan dimensi yang membedakan budaya nasional. Beberapa
seperti jarak kekuasaan, individualisme/kolektivsme, penghindaran ketidakpastian,
diferensiasi jenis kelamin ( mirip dengan maskulinitas versus fimininitas), dan orientasi
masa depan ( mirip orientasi jangka panjang versus jangka pendek) menyerupai
dimensi – dimensi Hofstede, perbedaan utamaadalah bahwa kerangka GLOBE
menambahkan dimensi – dimensi seperti orientasi kemanusiaan ( tingkat dimana
masyarakat menghargai individu yang altruistik, murah hati dan baik pada orang lain)
serta orientasi kinerja (tingat dimana masyarakat mendorong dan menghargai anggota
kelompok atas perbaikan kinerja dan kesempurnaan).
Kerangka mana yang lebih baik? Itu sulit dikatakan, dan masing – masing
memiliki pendukungnya. Kita mmberi penekanan – penekanan lebih kepada dimensi –
dimensi Hofstede disini karena mereka tahan uju sepanjang waktu dan studi Globe
berusaha menjelaskannya. Misalnya sebuah tinjauan dari sebuah literatur komitmen
organisasi menunjukkan baik dimensi individualisme/kolektivisme Hofstede maupun
Globe bekerja dengan sempurna. Khususnya kedua kerangka itu menujukkan bahwa
komitmen organisasi cenderung lebih rendah dalam negara – negara individualis. Studi
ini menunjukkan bahwa terlalu sering kita mengambil pilihan yang salah, kedua
kerangka itu memiliki banya kesamaan, dan masing – masing memiliki sesuatu yang
ditawarkan.
 
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kepribadian berarti bagi perilaku organisasi. Ia tidak menjelaskan semua
perilaku tetapi ia menetapkan tahapannya. Teori dan riset yang berkembang
mengungkapkan bagaimana kepribadian berarti lebih dalam beberapa situasi
dibandingkan yang lainnya. Lima Besar telah menjadi kemajuan yang cukup penting.
Meskipun Dark Triad dan sifat – sifat lainnya juga berarti. Lebih jauh lagi setiap
memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perilaku kerja. Tidak ada konstelasi yang
sempurna dari sifat – sifat yang ideal untuk setiap situasi.
Nilai ( value ) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide
seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memilki atribut isi
maupun intensitas. Nilai sering mendasari dan menjelaskan sikap, perilaku, dan
persepsi. Jadi pengetahuan tentang nilai seorang individu dapat memberi pandangan
tentang apa yang membuat orang itu “bergerak”.

3.2. Saran
Semoga makalah dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa
dan menjadi bantuan berperilaku dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Stephen P. robbins, perilaku organisasi; salemba empat; 2008, Jakarta
www.Google.comhttp://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/
perilakuorganisasi/
http://id.wikipedia.org/wiki/kepribadian

Anda mungkin juga menyukai