Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH TASAWUF ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf


Dosen Pengampu: Dwi juli priyono, M.Pd.i.

Oleh :
Shofwatin Auliya 220966136
Hasani 220966132
Basid habibi 220966131
Muqorrobin 220966133

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QODIRI JEMBER
DESEMBER 2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sepatutnya penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas
berkat taufik dan hidayahnya, makalah dengan judul, “sejarah tasawuf islam” dapat
tersusun dan terselesaikan dengan tepat waktu.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada


junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya hingga
akhir zaman.

Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada dosen pengampu mata kuliah


Akhlak dan tasawuf. Bapak Dwi juli pryono M.Pd.i. Tidak lupa penulis ucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang selalu memberi semangat dan motivasi
kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum


sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amin.

Jember, 15 Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Periode I : masa nabi Muhammad saw ................................................ . 3
B. Periode II: masa sahabat………………..………………………………... 5
C. Periode III : masa tabiin …………...………………………………... 6
D. Periode IV: masa penyebaran tasawuf …….…….……………………. 7
E. Periode V : masa pencerahan tasawuf …………………………………... 8
F. Periode VI : kejayaan tasawuf falsafi …………………………………… 9
G. Periode VII : pemurnian tasawuf ………………………………………. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan. ........................................................................................ 11
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Tasawuf telah tumbuh dan berkembang sejak lama, tepatnya sejak
zamannya Nabi Muhammad Saw. Ilmu Tasawuf memiliki banyak manfaat,
salah satunya dapat menjadi alat untuk menghadapi kehidupan ini. Dengan
tasawuf, orang-orang besar Islam seperti Diponegoro, Imam Bonjol, dan
Cik Di Tiro menentang penjajahan. Dengan tasawuf, Amir Abdul Kadir al-
Jazairi berani melawan Prancis.
Pada abad kedua, Tasawuf hanya terkenal di Kufah dan Bashrah. Baru pada
permulaan abad ketiga, Tasawuf mulai tumbuh dan berkembang secara luas
ke kota-kota lain, bahkan hingga ke kota Baghdad. Pada masa itu, esensi
Tasawuf terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Ilmu Jiwa, Ilmu Akhlak, dan Ilmu
Metafisika atau ilmu tentang hal yang gaib (hal 115-118).

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka diperoleh rumusan masalah
yaitu:
1. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode I?
2. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode II?
3. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode III?

4. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode IV?


5. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode V?
6. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode VI?
7. Bagaimana sejarah tasawuf islam pada periode VII?
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah tasawuf islam pada masa nabi Muhammad
saw, sahabat dan masa tabiin
2. Untuk mengetahui bagaimna masa penyebaran tasawuf, pencerahan
tasawuf, kejayaan tasawuf dan pemurnian tasawuf.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Tasawuf Masa Rasul

Kalau berbicara soal tashawuf tidak akan bisa di lepaskan akan perbuatan yang
semata-mata untuk Allah. Tapi apa kalian tahu bahwa tashawuf sudah ada pada masa
Nabi Muhammad s.a.w. beserta para sahabatnya. Kalau kalian ingin tahu akan hal itu
mari kita simak beberapa bukti dan sejarah tashawwuf pada masa Nabi Muhammad
s.a.w. beserta para sahabat.

1. Kezuhudan Rasulullah dan kesederhanaannya

Salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Rasulullah bahwa beliau
sangat bersahaja dalalm soal makan. Ia berkata, “Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah ada
dalam genggaman tangan-Nya, Nabi Allah tidak pernaah kenyang selama tiga hari
berturut-turut dengan mengonsumsi roti gandum sampai beliau meninggal dunia (H.R.
al-Bukhari).

Cerita aisyah semakin mempertegas riwayat Abu Hazim dan Abu Hurairah ini sebab ia
adalah orang terdekat bliau dan tentu saja ia lebih tahu bagaimana kezuhudan
Rasulullah dalam hal makan. Masruq berkata: Aku pernah bertemu pada Aisyah ra., lalu
ia menyilakaknku makan. (Selesai makan) ia berkata, “Tidaklah aku kenyang karena
makanan, melainkan aku ingin menangis,” Masruq berkata: Aku bertanya: “Kenapa?” Ia
menjawab: “Aku teringat saat terakhir Rasulullah meninggal dunia. Demi Allah, beliau
tidak pernah kenyang dari roti dan daging dalam sehari!” (Katanya) sampai dua
kali. (H.R. at-Tirmidzi).

Kesahajaan menu makan Rasulullah yang membuat Aisya r.a menangis setiap kali
teringat beliau, tidak hanya berlangsung dalam rentang waktu yang singkat, akan tetapi
kadang hal itu berjalan hingga berbulan-bulan. Diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah ra.,
ia bercerita “Demi Allah, wahai keponakanku, dahulu kami melihat hilal, lalu hilal,
kemudian hilal (hingga) tiga kali hilal selama dua bulan, sementara di rumah-rumah
Rasulullah tidak ada yang menyalakan tungku. Urwah bertanya: “Wahai bibi, lalu anda
bertahan hidup dengan apa?” Ia menjawab: “Kurma dan air.” Hanya saja Rasulullah
memiliki tetangga-tetangga dari Anshar. Mereka memiliki unta-unta perahan, lalu
mengirimkan sebagian susunya untuk Rasulullah. Beliau pun memberi kami minum
dengan susu itu.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Perlu dicatat pula memngingat nilai pentingnya bahwa Rasulullah tidak menganggap
pola makan minum sebagai kekhusuan beliau yang tidak boleh diikuti oleh umatnya,
namun. Rasulullah juga ingin agar umatnya menerapkan pola serupa karena hal itu

2
mengandung unsur kesederhanaan dan tidak tenggelam dalam kenikmatan hdiup.
Diriwayatkan dari Al-Hasan, ia berkata: Rasulullah berkhutbah, lalu bersabda: “Demi
Allah, tidaklah keluarga Muhammad memasuki waktu sore dengan satu sha’ pun
makanan!” Padahal di sana ada sembilan rumah. Demi Allah, beliau tidak
mengatakannya karena menganggp remeh rezeki Allah, akan tetapi beliau ingin agar
umatnya mengikuti jejaknya.”

Apa yang diriwayatkan al-Hasan dari Rasulullah ini diperkuat oleh hadits-hadits lain yang
cukup banyak dan berstatus shahih, diantaranya hadits yang diriwayatkan al-Maqdam
bin Ma’di Yarkab. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda yang artinya:

“Manusia tidak memenuhi wadah yang lebih buruk dripada perut. Cukuplah bagi
manusia beberapa suapan kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak
dapat maka usahakanlah sepertiga untuk napasnya.” (H.R. at-Tirmidzi)

Jadi, tidak ada seorang pun yang berhak mengajukan keberatan kepada kaum zuhud
dengan protes bahwa mereka cenderung menyiksa badan dengan menerapkan pola
makan minum sebab kehidupan Rasulullah identik dengan pola makan yang sedemikian
zuhud, apalagi beliau mengajukan umatnya agar mengikuti jejak beliau dalam hal
tersebut karena beliau tahu persis ekses negatif yang ditimbulkan perut kenyang, dan
efek positif meminimalisir konsumsi makanan yang dapat melambungkan jia dan
membebaskannya dari jerat materi dan belenggu fisik.

B. Sejarah Tasawuf Masa Sahabat

Kehidupan dan ucapan para sahabat merupakan sumber tempat menimba para sufi.
Kehidupan dan ucapan mereka penuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan sikap zuhd,
kehidupan sederhana dan kepasrahan kepada Allah. Rasulullah sendiri telah
menegaskan betapa tingginya kedudukan para sahabat ini, seperti sabdanya: “Para
sahabatku bagaikan bintang; siapapun siantara mereka yang kalian ikuti, niscaya kalian
mendapatkan petunjuk.”. Disini penulis hanya mengemukakan secukupnya, terutama
sahabat-sahabat besar tentang amalan-amalan dan ucapan-ucapan yang menjadi salah
satu sumber ajaran tasawuf.

a. Abu Bakar al-Siddiq

Telah kita ketahui bahwa diantara sahabat-sahabat Nabi, Abu Bakar adalah yang
terdekat pada Rasulullah. Beliau yang pertama masuk agama islam diantara orang laki-
laki dewasa. Beliau yang paling bnayka mmeberikan pengorbanan, baik kepada Nabi
khususnya, maupun kepada silam umumnya. Tentang kedermawanannya, diceritakan
bahwa pada setiap kali Rasulullah bertanya kepada ahabatnya, siapa yang bersedia
memberikan harta bendanya Abu bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah” Lalu
diserahkannya 100 ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, kemudian 100 ekor lagi, demikian
seterusnya sampai tak seekor unta pun lagi yang tersisa padanya. Dari seorang hartawan

3
dan saudagar besar yang kaya-raya di mekkah sampai menjadi seorang miskin, yang
kadang-kadang harus menderit kelaparan. Tatkala Nabi bertanya kepadanya: “Apakah
yang tinggal padamu lagi, jika seluruh unta ini kamu sumbangkan?” Ia menjawab:
“Cukup bagiku Allah dan RasulNya.”

Abu bakar adalah seorang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama enam hari
dalam seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dari
satu, beliau pernah berkata: “Jika seorang hamba begitu terpesona oleh suatu pesona
dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkannya. Beliau pernah memegang
lidahnya seraya berkata: “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Selanjutnya dia
berkata: “Apabila seorang hamba telah dihinggapi ‘ujub, karena suatu kemegahan
didunia ini, maka tuhan akan murka kepadanya sampai kemegahan itu diceraikannya.”[

Tentang arti takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari ungkapannya: “Kami
mendapat kedermawanan dalam takwa. Kecukupan dalam yakin dan kehormatan dalam
rendah hati, “Dam tentang ma’rifah, beliau berkata:”Barang siapa merasakan sesuatu
dan pengenalan terhadap Allah secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain Allah,
dan menyendiri dari semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang Abu
Bakar, berkata: “Ungkapan terbaik dalam penuturannya, berkata: “Ungkapan terbaik
dalam hal tauhid ialah ucapan Abu Bakar al-Siddiq: Maha Suci Zat yang tidak
menciptakan jalan bagi makhluk untuk mengenalNya, melainkan ketidakmamuan
mengenalNya”

Dalam beribadah kepada Allah SWT, karena khusyu, dan tawadhun nya, sampai dapat
dicium dari mulutnya bau limpahnya yang terbakar karena takut kepada Allah. Pada
malam hari, ia beribadah dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam. Karena itu
sewaktu di mekkah, kaum musyirikin (polytheis) meminta kepada Rasulullah agar
melarang beliau membaca Al-Qur’an, karena suaranya membaca Al-Qur’an sambil
menangis itu menggoda hati mereka, terutama kaum wanita, mereka terus berpengaruh
apabila mendengar Abu Bakar membaca Al-Qur’an. Kendatipun belm semua orang
masuk islam karena mndengar bacaan Abu Bakar, namun dapat dipahami bahwa
mereka sudah menaruh rasa simpati terhadap islam: dan kandungan Al-Qur’n tersebut
sudah bersemi di lubuk hati mereka: hanya tinggal menungggu saatnya lagi melakukan
himbauan ajaran islam tersebut.

Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, ia mengucapkan kata-kata


menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan hatinya, dia berucap “Sekarang aku
telah kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan ini
kuterima, bukan karena aku yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika aku benar
dalam politik dan kebijaksanaan ku, sokong da bantulah aku, tetapi jika aku salah dan
menyimapng daripada ajaran daripada Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku
itu. Benar itu adalah kejujuran dan dusta itu adalah pengkhianatan. Yakinlah, orang yang
lemah menjadi kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang

4
kuat akan menjadi lemah padaku, jika ia dzholim. Waspadalah dan teruskanlah jihad
kalian dalam membela agama Tuhan.”

b. Umar bin Khattab

Disamping Abu Bakar umar bin khattab pun terkenal dengan kebeningan jiwa dan
kebershihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menjadikan
kebenaran pada lidah Umar.” Dia terkenal dengan kesederhanaannya. Diriwayatkan,
pada suatu ketika setelah beliau menjabat sebagai khalifah, beliau berpidato dengan
memakai baju bertambal duabelas sobekan. Dan diriwayatkan, pada suatu hari beliau
pernah terlambat datang ke mesjid sehingga terlambat pula dilaksanakan solat fardu
secara berjamaah---karena pada setiap salah fardu bisanya beliaulah yang menjadi
imam. Salah seorang temannya bertanya, kenapa terlambat datang. Beliau menjawab:
“Kain saya sedang dicuci dan tidak ada lagi yang lainnya.”

Umar adalah seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah SAW. Kebrilianan
beliau dalam befikir dan memahami syariat islam diakui sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan
beliau adalah salah seorang sahabat yang dinyatakan Rasulullah akan masuk
surga. Memang dapat dikatakan, dalam banyak hal Umar dapat dibilang sebagai tokoh
yang bijaksana dan kreatif, bahkan genius, meskipun masih dipertentangkan atau masih
penuh kontroversi. Karena kepandaian Umar ada yang mengia bahwa beliau mendapat
ilmu langsung diterimanya dari Tuhan.

Umar bin Khattab diberi gear Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor, karena
beliau dapat mengikis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang bertentangan dengan
ajaran islam; dan juga karena melakukan ijtihad, mengadakan terobosan-terobosan baru
dalam memahami dan menafsirkan nas-nas agama sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman yang tidak keluar dari prinsip dan spirit Islam itu sendiri.

Kendatipun Umra seorang khalifah dengan kekayaan negara yang berlimpah ruah, beliau
tidak pernah tergiur oleh kekayaan uniawi itu. Dalam hal ini, barangkali perlu dikutip
ucaopan Talhah bin Abdullah, katanya: “Umar bukanlah termasuk orang yang paling
awal berhijrah. Tetapi beliau adalah orang yang paling kurang perhatiannya terhadap
maslah duniawi, dan yang paling besar perhatiannya terhadap masalah akhirat, diantara
kami.” Dalam keterangannya tentang peneladanan para sufi terhadap Umar bin Khattab,
al-Tusi menulis:

“Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani Umar. Diantaranya ialah sifatnya yang
memakai pakaian bertambal, sikapnya yang tegas, tindkannya dalam meninggalkan
hawa nafsu, tindakannya dalam meninggalkan ha-hal yang meragukan (syubhat),
kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketiak kebenaran
telah tampak, ketangguhannya dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam

5
meyamaratakan hak-hak orang yang dekat ataupun jauh keteguhannya yang tak
tergoyahkan dalam ketaatan”

Salah satu contoh keteguhan Umar dalam memegang prinsip hidupnya dalam
menegakkan ajaran agama, ia tidak hanya berlaku tegas kepada orang lain, tetapi juga
terhadap keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa pada suatu peristiwa, ia pernah
melihat seorang anaknya memakan sarida dengan daging, lalu anak tersebut dipukul
dengan tongkatnya yang pendek eraya berkata kepada anaknya itu: “Makanan ini tidak
saya haramkan, tetapi saya larang untuk diri saya dan anak-anak saya karena tempat
tumbuh fitnah di dalam syahwat makanan, “Demikianlah sebagian dari kehidupan Umar
bin Khattab; disamping sebagai pelaksana dalam pemerintahan, juga sebagai pemimpin
hidup kerohanian yang sangat bersahaja dan sederhana, sehingga kesedernahaan,
keadilan, keteguhan dan ketegaran Umar bin Khattab itu dipandang oleh kaum sufi
sebagai teladan mereka.

c. Utsman bin Affan

Salah satu sahabat yang telah masuk islam pada awal kelahirannya atas ajakan Abu
Bakar al-Siddiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan Rasulullah SAW, baik secara
moril maupun materiil. Setiap kali ada peperagan yang dipimpin oleh Rasulullah
SAW beliau selalu ikut serta, kecuali pada perang badar. Pada saat itu beliau sedang
mengurusi isterinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit
hingga sampai ajalnya. Pada peperangan Tabuk, Usman mendermakan 950 ekor unta, 59
ekor kuda dan seribu dinar untuk keperluan tentara. Pada peristiwa-peristiwa sebelum
itupun Usman banyak sekali mendermakan hartanya untuk kepentingan islam.

Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau dikawinkan dengan
Ruqayyah dan Ummi Kalsum, keduanya putri Rasulullah SAW. Beliau juga termasuk salah
seorang sahabt Nabi yang diberi kabar gembira yaitu yang dijanjikan masuk surga. Beliau
tergolong sahabat yang dipuji Allah SWT dalam medampingi Rasulullah SAW. Dalam
mencari rezeki beliau tidak lupa terhadap amalan-amalan kerohanian. Membaca al-
Qur’an menjadi kegemaran beliau; tidak pernah terlepas dari tangannya firman Allah
tersebut. Pada masa beliaulah al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa Abu Bakar
itu disalin kembali menjadi suatu mushaf yang dikenal dengan mushaf al-Imam. Tentang
Al-Qur’a, ini, beliau pernah berkata: “Ini adalah surat yang dikirimkan uhanku. Tidaklah
layak bagi seorang hamba bilamana datang sepucuk surat dari yang dipertuannya, akan
melalaikan surat itu. Hendaklah senantiasa dibaca supaya segala isi surat itu dapat
diamalkan.”

Diantara ucapan-ucapan Usman bin Affan yang menggambar ajaran tasawuf, adalah:
“Aku dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama, cinta kepada Allah.
Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga, reda alam menerima
takdir (ketentuan) Allah. Dan keempat, malu terhadap pandangan Allah”.

6
Maka jelas disisni, kata al-Taftazani, beliau mengemukakan empat muqamat dari
maqamat perjalanan rohaniah (suluk0, yaitu cinta, sabar, reda dan malu kepada Allah
SWT.

d. Ali bin Abi Thalib

Khalifah yang keempat ini tidak kalah pula masyhurnya dalam kehidupan kerohanian.
Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak perduli bahwa pakaiannya
sobek, lntas dijahitnya sendiri. Pernah orang bertanya: “Mengapa sampai begini ya
amirul mukminin?” Beliau menjawab: “Untuk mengkhusyu’kan hati dan menjadi teladan
bagi orang yang beriman”.

Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus mempunyai kedudukan
tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Rizabari—Seorang tokoh sufi angakatan pertama
berkata: “Dia dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu yang seara khusus di annugerahkan
kepada manusia tertentu seperti kepada Khidir”, sebagiamana firman Allah SWT: Dan
yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami. (Q.S. 18:65).Al-Tusi dalam
bukunya Al-Luma’ mengataan: “Diantara para sahabat Rasulullah SAW amir al-mu’minin
Ali bin Abi Thalib memiliki keistimewaan tersendiri dengan ungkapan-ungkapannya yang
agung, isyarat-isyarat nya yang halus, kata-katanya yang unik, pernyataandan
penjelasannya tentang tauhid, ma’rifah, iman. Ilmu dan lain sebagainya sera sifat-sifat
terpuji, yang menjadi panutan dan teladan bagi para sufi.enegur Ali yang membawa
pulang belanjaan yang agak me

Sikap zuhd Ali bin Abi Thalib boleh jadi merupakan dampak dari didikan Rasulullah SAW
kepada keluarganaya. Nabi pernah meminta seorang menegur Ali yang membawa
pulang belanjaan yang agak mewah ke ruamh isternya, dengan memperingatkan bahwa
orang-orang suffah terdiri dari orang-orang miskin dan tidak cukup makan. Anaknya
fatimah, isteri Ali bin Abi Thalib itu, dibiarkan bekerja sendiri, menimba dan menyapu,
mencari kayu api dan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tatkala anaknya itu meminta
seorang tawanan perang untuk membantunya dirumah, Nabi pun menjawab dengan
marah, bahwa tawanan perang itu bukanlah untuk dijadikan budak. Dengan demikian,
sahabat ini sangat dekat dengan Rasulullah SAW, karena sangat dekatnya hubungan
darah dan hubungan perkawinan dengan Nbi. Dan oleh karena itu, beliau dipandang
oleh ahli sufi sebagai orag yang banyak menerima ilmu-ilmu yang istimewa langsung dari
Nabi yang tidak diberikan kepada orang lain.

C. Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in

Setelah periode sahabat, dalam sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat
dibedakan ke dalam beberapa periode, yang setiap periode mempunyai karakteristik
masing-masing. Periode tersebut adalah: (1)Abad pertama dan kedua Hijriah, (2) abad
ketiga dan keempat Hijriah, dan (4) abad keenam dan seterusnya. Melihat pada uraian

7
diatas tampak bahwa ajaran kaum “sufi” pada abad pertama dan kedua bercorak
akhlaki, yakni pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga
dari dari pengaruh-pengaruh duniawi. Dengan kata lain, ajaran mereka mengajak kaum
muslimin untuk hidup zuhd sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi
SAW dan para sahabat besar. Dalam hubungan ini.al-Taftazani meringkaskan bahwa
ajaran zuhd pada masa ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Ajaran Zuhd berdasarkan untuk menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala
akhirat; dan memelihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran Al-
Qur’an dan Sunnah, serta dampak berbagai kondisi sosio-politik yang berkembang
dalam masyarakat Islam ketika itu.

b. Ajaran zuhd bersifat praktis; dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat
menyusun prinsip-prinsip teoretis atas ajarannya itu. Sedang sarana-saran praktisnya
adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, sedikit makan dan minum, banyak
beribadah dan mengingat Allah, merasa sangat berdosa, tunduk secara total kepada
kehendak Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dengan demikian, ajaran zuhd ini
mengarah kepada pembianaan moral.

c. Motivasi lahirnya hidup zuhd ini adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sedang pada akhir abad kedua
Hijriah, ditangan Rabi’ah al-Adawaiyah, muncul motivvasi cinta kepada Allah, yang bebas
dari rasa takut terhadap azabNya maupun rasa terhadap pahalaNya.

d. Ajaran Zuhd yang disampaiakan oleh sebagian kaum Zahid pada peride terakhir,
khususnya di khurasan, dan pada Rabi’ah al-Adawiyah, ditandai kedalaman membuat
analisis yang bisa sebagai fase pendahuluan tasawuf, tidak dipandang sebagai para sufi
dalam pengertiannya yang sempurna. Mereka lebih tepat dipandang sebagai cikal-bakal
para sufi abad ketiga dan keempat Hijriah.

Menurut Al-Taftazani, selanjutnya, pada zahid sampai akhir abad kedua Hijriah belum
dapat dipandan sebagai para sufi. Disini, katanya, lebih tepat disbut dengan zahid, nasik,
qari’ dan sebaginya. Berikut beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabi’in, antara lain:

1) Al-Hasan Al-Bashri, Lahir di Madinah 21H/642M dan meninggal di Bashrah


110H/728 M. Beliau ulama sufi yang belajar tasawuf dari Imam Khudzaifah bin Yaman. Ia
dikenal sebagai ulama sufi’ yang sangat zuhd terhadap kehidupan duniawi. Beliau
mengungkapkan: “Barangsiapa yang menyertai perasaan ingin memiliki dunia maka
akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal tidak tertanggungkan
oleh kesabarannya.”

2) Sufyan bin Sa’id Ats-Tsuri. Lahir di Kuffah 97H/715M dan meninggal di Basrah pada
tahun 161H/778M. Beliau berguru kepada Hasan al-Bashri. Selain ahli tasawuf ia juga
menguasai berbagai bidang ilmu keislaman seperti hadits dan teologi..

8
3) Rabi’ah al-Adawiyah. Lahir di Basrah 96H/713M dan meninggal pada tahun
185H/801M. Ahli tasawuf dari kalangan wanita, selain penganut faham zuhud, ia juga
menonjolkan filsafah “al-hub” atau mahabbah (cintanya hanya kepada Allah) dan syauq
(hanya rindu kepada Allah).

D. Sejarah Penyebaran Tasawuf

Keberadaan tasawuf adalah sebagai salah satu cabang ilmu di dunia Islam, oleh para
ahli, diakui lahir pada abad ke-2 atau awal abad ke-3 Hijriah. Pada masa ini tasawuf telah
menjelma sebagai ilmu yang berdiri sendiri, mepunyai tokoh, metode, dan tujuan serta
sistem sendiri.

Kendatipun tasawuf diakui lahir pada abad kedua atau awal abad ke-3 Hijriyah, namun
jauh sebelumnya di dunia islam telah lahur para tokoh sufi dengan ajaran tasawufnya.
Para tokoh yang dimaksudkan, antara lain ; Ali ibn Al-Husain Zain Al Abidin (W. 99 H),
Muhaminad ibn Ali Albaqir (W.117 H), Al-Hasan Al-Bashri, Abu Hazim Salmah ibn Dinar
Al-Madani, Malik ibn Dinar, Ibrahim ibn Adham, Abu Al-Faidl Zualnun Al-Mishri, dan lain-
lain.

Dalam perkembangan selanjutnya, ajaran tersebut mulai dibukukan dalam bentuk karya
ilmiah. Diantara kitab tasawuf yang mula-mula muncul adalah kitab Al-Ri’ayah Li
Huquq Allah. Karya Abdullah Alhajris Almahasibi (w. 243 H).

E. Masa Pencerahan Tasawuf

a. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-3 Hijriyah

Pada abad ini, terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya
segolongan ahli tasawuf yang mencoba memiliki ajaran tasawuf yang berkembang pada
masa itu.

Dalam abad ke-3 Hijriyah dan selanjutnya ilmu tasawuf sudah demikian berkembang.
Guru-guru tasawuf itu memiliki pengaruh besar merupakan pengarang-pengarang
ternama, sehingga kita mengenai ilmu apapun yang terdapat dalam Islam diberi corak
dan rasa tasawuf.

b. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-4 Hijriyah

Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan
dengan kemajuannya diabad ke-3 hijriyah karena usaha maksimal para ulama tasawuf
untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing.

9
Pada abad ke-4 Hijriyah muncul dua buah karya utama, yaitu Al-Ta’arruf Li Mazhab Ahl
Al Tashawuf oleh Alkalabazi (W. 380 H) dan Qut al-Qulub oleh Abu Thalib Almakki (W.
386 H). Pada abad ini, tampil pula tokoh Sufi kenamaan, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi,
dengan karya risalahnya yang agung, Al-Risalah Al-Qusyairiyah, yang ditulis untuk para
Sufi di Saentero dunia Isla.

c. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-5 Hijriyah

Pada abad ke-5 Hijriyah, dunia tasawuf mengalami lompatan perkembangan yang sangat
berarti dengan tampilnya Imam Al-Ghazali. Di belakang Imam Al-Ghazali lahir para tokoh
Sufi kenamaan lainnya, seperti Al-Imam Al-Suhrawardi, Abd Al-Rahman Al-Qana’i, Abu
Al-Hujjaj Al-Aqshari, dan Abu Al-Husein Al-Syazali.

Dalam hal ini, jalan usaha Al-Ghazali ialah menyatukan antara fiqih, tasawuf dan ilmu
kalam, sehingga hilang jurang pemisah antara ketiganya. Usaha ini terlihat dengan jelas
di dalam Ihya Ulumuddin.

d. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-6, Ke-7 dan Ke-8 Hijriyah

Perkembangan tasawuf pada abad ke-6 ini banyak ulama tasawuf yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu
As-Suhrawardy wafat tahun 587 H/1191 M. Ia mula-mula belajar filsafat dan Ushul Fiqih
pada As-Syekh Al-Imam Majdudin Al-Jilly di Aleppo, bahkan sebagian besar ulama dari
berbagai disiplin ilmu agama di negri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu
pengetahuan dari mereka.

e. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-7 Hijriyah

Pada abad ke-7 inilah munculnya para pemurni tasawuf yang menghapuskan ajaran-
ajaran tasawuf yang berbau syirik, bid’ah dan khurafat. Bahkan ilmu-ilmu lainpun
mereka mengoreksi dan menghapuskan segala hal yang dipandag bukan dari ajaran Al-
Qur’an dan Hadits.

f. Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke-8 Hijriyah

Pengajaran tasawuf pada abad ke-8 hampir sama dengan abad ke-7. Pengarang kitab
tasawuf pada abad ke-8 antara lain:

1) Al-Kisany (W. 739 H/1321 M)

2) Abdul Karim Al-Jily, Pengarang Kitab Al-Insanul Kamil.

Pada abad ke-8 Hijriyah Ibn Taimiyah yang berfungsi seperti Imam Al-Ghazali. Upaya
maksimal Ibnu Taimiyah ketika itu tiada henti-hentinya hingga ia wafat pada tahun 727
H/132 M.

10
F. Kejayaan Tasawuf Falsafi

Banyak kesamaran dalam menemukan ciri-ciri tasawuf falsafi. Hal ini dikarenakan
banyaknya istilah-istilah filsafat yang dijadikan terminologi dalam tasawuf falsafi. Karena
itulah mengapa masih banyak pakar yang mengatakan bahwa tasawuf falsafi tidak bisa
dianggap menjadi tasawuf yang original. Sebab banyaknya istilah dan ajaran yang sarat
dengan filsafat. Ciri pokok dari tasawuf falsafi adalah menggabungkan rasional dengan
rasa sufistik(Sulaiman, 2020). Sedangkan menurut Anwar dan Solihin, bahwa
karakteristik penting dari tasawuf falsafi adalah sebagai berikut:

1. Gabungan antara pemikiran filosofis dan rasional. Tasawuf falsafi sangat sering
menggunakan dalil naqliyah (berdasarkan pemikiran);

2. Terdapat riyadhah(latihan rohani) untuk mencapai kebahagiaan;

3. Iluminasi adalah cara yang digunakan untuk mengetahui hakikat sesuatu;

4. Menggunakan istilah atau terminologi dengan menggunakan simbol-simbol(Solihin,


2000).

Dari karakteristik di atas dapat dipahami bahwa tasawuf falsafi sangat cenderung dan
identing

dengan pendekatan filsafat dan rasional. Hemat penulis pendekatan tasawuf dengan
jalan rasional seperti yang digagas oleh tasawuf falsafi adalah sebuah keniscayaan
melalui upaya penerjemahan bukubuku Yunani ketika itu. Jadi sedikit banyak paham
tasawuf yang sedang berkembang juga disusupi oleh filsafat Yunani. Dengan demikian
maka sebenarnya menyalahkan para praktisi tasawuf falsafi atau bahka lebih ekstrim
lagi menyesatkan mereka adalah hal yang keliru. Sebab memang konteks zaman ketika
itu adalah kontak antara umat Islam dan karya-karya besar yang berasal dari Yuni.
Belakangan kemudian semakin banyak peminat dari tasawuf falsafi

G. Pemurnian Tasawuf

Gerakan pemurnian tasawuf berakar kuat dalam ajaran Islam yang terdiri atas akidah,
syari'ah dan akhlak. Gerakan itu dimulai semenjak ada indikasi pemisahan pengamalan
tasawuf dari pengamalan fiqh. Kaum Muslim yang mengamalkan tasawuf disebut ahli
batin [ahl al bathin] dan yang mengamalkan fiqh disebut ahli lahir [ahl al zhahir]. Imam
Malik bin Anas berusaha untuk menyatukan pengetahuan akal ['ilm al aql] dan
pengetahuan hati ['ilm al qalb]. Usaha ini terus berlanjut hingga berpuncak pada al
Ghazali, yang berhasil memadukan dua orientasi keberagaman lewat karya Ihya' Ulum al

11
Din. Sejak masa itu, dunia Islam mengenal Tasawuf Sunni, yaitu tasawuf yang didasarkan
pada al Qur'an dan Sunnah. Di zaman modern, gerakan pemurnian itu dikenal sebagai
Neo Sufisme, yaitu tasawuf yang bersifat tajdid; pembaharuan konsep dan amaliah
kesufian dari unsur bid'ah, khurafat dan takhayul. Arsitek neo-sufisme, Ibn Taimiyyah
menamakan pengalaman tasawuf dengan istilah pekerjaan hati ['amal al qulub], seperti
mencintai Allah dan Rasul-Nya, tawakal kepada Allah, ikhlas, syukur, sabar, khawatir atas
murka Allah (khauf), dan penuh harap atas rahmat-Nya (al-raja), sementara kaum sufi
mengistilahkan sebagai maqam dan hal (al-maqam wa al-hal).

BAB III
PENUTUP

C. KESIMPULAN

Sejarah perkembangan tasawuf masa Rasul, beliau berkahalwat di Gua Hira bersama
Abu bakar, memperbanyak berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bertujuan
untuk mendekatkan manusia sedekat mungkin dengan membersihkan jiwanya sebersih
mungkin dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji. Lalu berdakwah sedikit demi
sedikit dakwah itu diterima oleh para sahabat yang tertarik dengan ajaran Rasul dan
mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh Rasul adalah ajaran yang benar.

Sahabat ialah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad,
membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan muslim. Beberapa sahabat
yang mencontoh kehidupan sederhana Rasul dan tergolong sufi di abad pertama, juga

12
berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota madinah, yang tertarik pada
kehidupan sufi antara lain: Abu Bakar Shiddiq,Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib

Ajaran tasawuf pada masa Tabi’in adalah perkembangan Ilmu Tasawuf pada masa
setelah Rasullah SAW, yaitu masa-masa dimana orang-orang masih berjumpa dengan
sahabat yang tentunya telah melihat Rasulullah secara langsung. periode Tabi’in muncul
(abad ke-1 dan ke-2 H). tokoh-tokoh tabi’in antara lain: Al-Hasan Al-Bashri, Sufyan bin
Sa’id Ats-Tsuri, Rabi’ah Adawiyah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 1981/1982, Pengantar Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan


Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.

Ris’an Rusli. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Rajawali Pers.

Abubakar Aceh. 1987. Sejarah Sufi dan tasawuf. Solo: Ramadhani.

Ahmad Bangun Haji Nasution. 2013. Akhlak Tasawuf: Pengenalan, pemahaman,


dan pengaplikasiannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Abubakar Aceh. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani.

Mahjuddin. 2000. Konsep Dasar Pendidikan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.

Al-Mundziri. at-Taghrib wa at-Tarhib. IV/187

Wahab al-Sya’rani. Tabaqat al-Kubra (Terjemah oleh:Abs al-Hamid Ahmad


Hanafi) Mesir.

Jalaludin Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuti. 2012. Al Jami’u al-Sagir.

Hasan Ibrahim Hasan. 1979. Tarikh al-Islam. I, Maktab al-Nahdah al-Misriyah,


cairo, 1979,

Abi al-Wafa’ al-Ganimi, Madkhal ila Al-Tasawwuf al-islami, Dar al-Saqafah li al-
Tiba’ah wa Al-Nasyr, Cairo. 1979 (Terjemah)

Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta,


1984, hlm.34

Amin syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2002), hal 29

Sulaiman, M. (2020). Pemikiran Tasawuf Falsafi Awal : Rabi’ah Al-Adawiyah,


Al-bustami dan Al-Hallaj

14

Anda mungkin juga menyukai