Anda di halaman 1dari 33

STRATIFIKASI PERFORMA CORE MUSCLE CALON SISWA KELAS

KHUSUS OLAHRAGA CABANG OLAHRAGA ATLETIK DI SMA


NEGERI 1 SEWON BANTUL

Skripsi

Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga


Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :
Gabriel Tito Batistuta
NIM : 19602241006

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat, taufik beserta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini yang berjudul “Stratifikasi Performa Core Muscle Calon
Siswa Kelas Khusus Olahraga di SMA N egeri 1 Sewon Bantul”. Proposal
penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga di Universitas
Negeri Yogyakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis meminta maaf sekaligus sangat mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai salah satu upaya dalam
perbaikan dan penyempurnaan dari proposal ini, demikian pengantar dari kami
sebagai penyusun. Jika ada kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 14 Juni 2022

Gabriel Tito Batistuta


NIM. 19602241006

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................... 3
C. Batasan Masalah..................................................................................................... 4
D. Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 4
F. Manfaat ................................................................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................................... 6
A. Deskriptif Teori ................................................................................................... 6
1. Hakikat Core Muscle ....................................................................................... 6
2. Pengaruh Core Muscle Terhadap Cabang Olahraga Atletik ........................... 10
3. Hakikat Atletik ................................................................................................ 11
4. Hakikat Kelas Khusus Olahraga .................................................................... 15
B. Penelitan Yang Relevan ..................................................................................... 21
C. Kerangka Berpikir .............................................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 25
A. Desain Penelitian ................................................................................................ 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 25
C. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................... 25
D. Definisi Operasional Variabel.............................................................................. 25
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 26
F. Teknik Analisis Data ........................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ iv

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar core muscle ..................................................................................... 7


Gambar 2. Rectus Abdominis ......................................................................................... 7
Gambar 3. External Oblique .......................................................................................... 8
Gambar 4. Internal Oblique ........................................................................................... 9
Gambar 5. Transverse Abdominis .................................................................................. 9
Gambar 6. Kerangka Beripikir ..................................................................................... 23
Gambar 7. Cara Pelaksanaan Bent Knee Sit Up ........................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atletik merupakan salah satu olahraga populer di Indonesia maupun di
dunia. Atletik juga dianggap sebagai olahraga tertua serta dianggap induk dari
semua cabang olahraga. Atletik sendiri merupakan bentuk olahraga yang
menjadi dasar dari setiap gerak olahraga. Olahraga ini bergantung pada
kelincahan dan kekuatan otot yang merupakan kunci setiap gerak olahraga
lainnya. Pembelajaran atletik berarti mempersiapkan dasar dari setiap olahraga,
untuk proses kecabangan olahraga selanjutnya. Gerakan yang terdapat pada
semua cabang olahraga pada intinya merupakan gerakan dasar yang berasal
dari gerakan pada olahraga atletik. Olahraga atletik merupakan kegiatan
jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan yang dinamis dan harmonis seperti:
jalan, lari, lompat dan lempar.
Menurut Eddy Purnomo (2017:1) nomor-nomor atletik yang
diperlombakan di Indonesia terdiri dari 4 kategori yaitu nomor jalan, nomor
lari, nomor lompat, dan nomor lempar. Nomor jalan terdiri dari jalan cepat
jalan cepat untuk putri, 10 dan 20km; dan putra 20km dan 50km. Nomor lari
terdiri atas Lari jarak pendek (sprint) mulai dari 60 m sampai dengan 400m,
lari jarak menengah (middle distance) 800m dan 1500m, lari jarak jauh (long
distance) 3000m sampai dengan 42.195km (marathon). Nomor Lompat terdiri
dari lompat tinggi (high jump), lompat jauh (long jump), lompat jangkit (triple
jump), lompat tinggi galah (polevoult). Nomor Lempar terdiri dari tolak Peluru
(shot put), lempar lembing (javelin throw), Lempar cakram (discus throw),
Lontar martil (hammer).
Di indonesia sendiri bisa dibilang atletik sebagai olahraga prestasi.
Pembinaan prestasi pada cabang olahraga atletik membutuhkan keseriusan dan
komitmen untuk melakukan secara terstruktur dan berkesinambungan karena
pembinaan prestasi olahraga di atletik bukan merupakan hal yang instan.
Sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk dapat memberikan dorongan

1
dan memaksimalkan calon atlet yang berbakat dalam wilayahnya salah satu
wadah untuk mengembangkan prestasi olahraga di Indonesia adalah dengan
adanya Kelas Khusus Olahraga (KKO).
Pembinaan prestasi atletik yaitu suatu kegiatan yang sangat membantu dan
menunjang keberhasilan prestasi yang diraih oleh cabang olahraga atletik
sendiri. Menurut Kemenpora (2013) Permasalahan pembinaan olahraga
prestasi di Indonesia struktur organisasi, dukungan dari pemerintah, kualitas
dan kuantitas SDM, pemasalan pembibitan dan pembinaan prestasi (Soan,
2017:21). SDM yang dimaksud disini adalah seorang pelatih. Pelatih harus
dapat memberikan inovasi kepada seorang atlet baik itu pelatih di tingkat club
maupun pelatih di tingkat Kelas Khusus Olahraga (KKO). Hal ini dilakukan
agar dapat berkesinambungan. Karena atlet yang ada pada Kelas Khusus
Olahraga (KKO) berasal dari klub-klub yang ada dari daerah tersebut.
Untuk mendapatkan atlet olahraga yang berprestasi, disamping melakukan
inovasi dalam latihan yang dilakukan oleh pelatih, proses latihan yang
terprogram dan terencana dengan menerapkan prinsip-prinsip latihan. Menurut
Bompa (2009) mengemukakan bahwa ada 4 faktor dalam latihan yang
mempengaruhi prestasi olahraga pada atlet yaitu: fisik, teknik, taktik dan
mental. Ini artinya fisik merupakan pondasi dasar dalam latihan. Fisik yang
buruk akan menyebabkan penguasaan teknik dan taktik yang buruk sehingga
untuk mendapatkan performa yang optimal terganggu.
Pada olahraga atletik ketrampilan teknik menjadi salah satu hal yang
penting. Penguasaan teknik yang baik dapat mempengaruhi performa atlet
pada saat bertanding dan akan menjadikan atlet dapat bergerak dengan
maksimal dengan energi yang efisien. Beberapa pelatih masih menganggap
keterampilan teknik bukan sesuatu yang penting dalam pencapaian prestasi.
Ketrampilan teknik dalam olahraga atletik dipengaruhi oleh otot-otot inti atau
core muscle. Namun masih banyak pelatih yang belum mengetahui core
muscle merupakan hal yang penting dalam olahraga atletik. Hal ini
menyebabkan performa core muscle yang kurang baik pada atlet.

2
Performa core muscle dapat mempengauihi performa atlet, Misalnya
dalam jalan cepat keterampilan teknik dalam jalan cepat salah satunya
dipengaruhi oleh faktor kestabilan otot inti (core muscle) seorang atlet. Dalam
nomor lari Core muscle yang kuat berguna untuk menjaga keseimbangan
proporsi otot-otot tubuh dalam melakukan keseluruhan rantai kinetic gerak
tubuh kita. Dalam gerak dinamis tubuh manusia, core muscle mengontrol
efisiensi gerakan akselerasi/deselerasi, dan stabilisasi tubuh, selain itu core
muscle yang kuat juga dapat mempengaruhi kecepatan atlet sprint pada saat
berlari.
Otot core adalah otot inti yang berada di area pusat tubuh, di mana dalam
otot inilah sebagian besar kekuatan berasal. Core muscle yang menjadi pondasi
dasar semua gerakan mulai dari lengan hingga kaki. Core muscle menjadi pusat
kekuatan dominan dalam tubuh, sehingga setiap kekuatan yang menimbulkan
gerakan akan selalu berasal dari otot core atau melalui otot core. Tentu untuk
mencapai core muscle yang kuat membutuhkan latihan. Latihan-latihan seperti
plank regular, side plank, crunch dengan target perkenaan otot yaitu rectus
abdominis.
Berdasarkan uraian masalah diatas maka peneliti bermaksud untuk
mengadakan penelitian dengan judul : “Stratifikasi Performa Core Muscle
Calon Siswa Kelas Khusus Olahraga Cabang Olahraga Atletik di SMA Negeri
1 Sewon Bantul ”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi
berbagai masalah yang saling terkait. Adapun masalah yang terkait adalah
sebagai berikut:
1. Masih adanya beberapa pelatih yang mengabaikan pentingnya core
muscle.
2. Masih adanya beberapa pelatih yang belum mengetahui tentang core
muscle.

3
3. Belum diketahui performa core muscle calon siswa kelas khusus olahraga
di SMA Negeri 1 Sewon Bantul.
4. Belum adanya stratifikasi performa core muscle calon siswa kelas khusus
olahraga di SMA Negeri 1 Sewon Bantul.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka peneliti memfokuskan
penelitian ini pada stratifikasi performa core muscle calon siswa kelas khusus
olahraga di SMA Negeri 1 Sewon Bantul.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan diatas rumusan masalah
yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana stratifikasi performa
core muscle calon siswa kelas khusus olahraga di SMA Negeri 1 Sewon
Bantul”

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana stratifikasi performa core muscle calon siswa kelas khusus
olahraga di SMA Negeri 1 Sewon Bantul.

F. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi wawasan yang menambah dan
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang olahraga khususnya
mengenai performa core muscle bagi atlet atletik.
2. Praktis
a. Bagi atlet diharapkan penelitian ini dapat mengetahui performa core
muscle dan sebagai evaluasi untuk ke depannya.

4
b. Bagi pelatih hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan
untuk meningkatkan kekuatan core muscle untuk atletnya

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskriptif Teori
1. Hakikat Core Muscle
a. Pengertian Core Muscle
Menurut Escamila (2010) Core muscle adalah kumpulan otot pada
perut yang terlihat seperti berbentuk kubus dengan otot abdomen
sebagai bagian depannya, otot paraspinal dan gluteus pada bagian
belakang, diafragma pada bagian atas dan pada bagian bawah adalah
otot pelvic floor dan otot-otot penyangga Hip. Core muscle sendiri
tersusun dari otot yang membantu manusia untuk menstabilkan tulang
belakang, pelvis, juga sebagai kinetic chain dalam membantu
pergerakan. Jika sistem core bekerja secara efisien, akan menghasilkan
distribusi tenaga yang tepat, Kontrol yang optimal dan efisiensi dalam
gerakan.
Core muscle terletak di daerah lumbo-pelvic-hip kompleks. Daerah
core muscle adalah letak atau tempat dari pusat perkenaan gaya
gravitasi dan tempat dari awal semua gerakan. Efisiensi daripada core
dimaksudkan untuk memelihara hubungan pemanjangan normal dari
fungsi agonis dan antagonis, yang mana akan meningkatkan hubungan
dari kedua kekuatan pada daerah lumbo-pelvic-hip complex (Yuliana,
2014).
b. Anatomi dan Fisiologi
Core muscle dapat dideskripsikan sebagai muscular box dengan
abdomen di bagian depan, paraspinal dan gluteus pada bagian
belakang, diafragma sebagai akar, dan pelvic floor dan hip girdle
sebagai otot-otot di bawah

6
Gambar 1. Gambar core muscle
Sumber : (Kisner & Colby, 2012)
Core muscle terdiri atas rectus abdominis, internal oblique
muscle, external oblique muscles, dan transverse abdominis (Lippert,
2011). Menurut Kisner dan Colby (2012) core muscle memiliki peran
penting dalam menstabilkan postur dan juga mencegah gangguan
postural. Otot-otot tersebut bekerja sama membentuk suatu dinding
yang melindungi organ dalam perut dan juga membantu untuk
menjaga postur (Drake et al., 2015). Berikut penjelasan dari macam-
macam otot core :
a) Rectus Abdominis

Gambar 2. Rectus Abdominis


Sumber : (Lippert, 2011)
Sepanjang bagian anterior trunk terdapat garis tengah pada
otot rectus abdominis. Terdapat dua bagian terpisah dari setiap otot
yang dipisahkan oleh linea alba. Otot rectus abdominis berasal dari
krista di pubis dan berakhir di kartilago costal 5, 6, dan 7. Tiga

7
insersio tendon dibagi menjadi otot-otot kecil yang melintang
secara horizontal. Terletak pada garis tengah anterior otot trunk,
rectus abdominis merupakan otot fleksor pada trunk yang kuat,
bersama dengan otot trunk anterior, yang ditekan oleh isi abdomen
(Lippert, 2011).
b) External Oblique

Gambar 3. External Oblique


Sumber : (Lippert, 2011)
Otot external oblique adalah otot yang besar, luas, dan rata.
Terletak pada bagian superficial dari anterolateral abdomen.
Berasal dari bagian lateral pada tulang rusuk ke 8, dan berjalan
sampai inferor dan medial ke insersio di iliac crest dan, melalui
abdominal aponeurosis, hingga 12 ke garis tengah pada lianea alba.
Bersama fibers yang ada di bagian kiri dan kanan otot external
oblique embentuk V. Saat kedua sisi berkontraksi, mereka akan
memfleksikan trunk dan menekan isi dari abdomen. Saat satu sisi
berkontraksi, external oblique melengkung ke arah lateral ke sisi
yang sama dan merotasikan trunk ke arah yang berlawanan, saat
melakukan gerakan ini, bagian kanan dan kiri merupakan antagonis
(Lippert, 2011).

8
c) Internal Oblique

Gambar 4. Internal Oblique


Sumber : (Lippert, 2011)
Terletak lebih dalam dan membentang pada sisi sudut kanan
menuju ke otot external oblique merupakan otot internal oblique.
Berasal dari ligamentum inguinal, iliac crest, dan thoracolumbar
fascia. Lalu membentang pada bagian superior dan medial lalu
berinsersio di tiga tulang rusuk terakhir, melalui abdominal
aponeurosis, menuju ke linea alba. Serabut pada bagian kanan dan
kiri otot internal oblique membentuk V. sama seperti halnya otot
external oblique, saat keduanya berkontraksi, mereka akan fleksi
dan menekan isi dari abdomen. Saat salah satu berkontraksi,
internal oblique menekuk ke sisi tersebut. Namun, saat otot
internal oblique melakukan gerakan rotasi berlawanan dengan
rotasi trunk ke sisi yang sama. Selama gerakan ini, otot ini
merupakan otot antagonis (Lippert, 2011)
d) Transverse Abdominis

Gambar 5. Transverse Abdominis


Sumber : (Lippert, 2011)

9
Otot yang paling dalam pada otot core adalah otot transverse
abdominis, yang mana terletak di dalam otot internal oblique.
Dinamakan tranverse karena arah serat membentang secara
horizontal. Berasal dari sisi lateral ligamentum inguinal, iliac crest,
thoracolumbar fascia, dan last six ribs. Merentang dari
abdomen secara horizontal ke insersio di abdominal aponeurosis
dan linea alba. Karena tertarik secara horizontal, hal ini tidak
memainkan bagian yang efektif dalam bergerak. Namun, otot ini
bekerja dengan otot abdominal yang lain untuk menekan dan
menyokong isi dari abdominal (Lippert, 2011).

2. Pengaruh Core Muscle Terhadap Cabang Olahraga Atletik


Performa core muscle seorang atlet atletik dapat mempengaruhi
performa atlet tersebut pada saat pertandingan. Sehingga dapat dikatakan
performa core muscle dapat mempengaruhi prestasi atlet atletik. Untuk
mendapatkan prestasi yang optimal dibutuhkan core muscle yang kuat.
Pada nomor jalan cepat, keterampilan teknik menjadi salah satu hal yang
dipertimbangkan karena pada saat penilaian jumlah pelanggaran yang
dilakukan oleh atlet, misal lutut ditekuk, kaki melayang, dan berlari dapat
merugikan atlet saat perlombaan Keterampilan teknik dalam jalan cepat
salah satunya dipengaruhi oleh faktor kestabilan otot inti (core muscle)
seorang atlet (Bayu Prasetyo, 2021: 7).
Pada nomor lari sprint banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan
berlari diantaranya yaitu core muscle terutama pada bagian depan yang
sering kita sebut otot perut atau rectus abdominis. Menurut Sukron
Maulana (2016 : 28) korelasi antara kekuatan otot perut dengan kecepatan
lari adalah 0.534 yang mempunyai tingkat kontribusi sangat kuat, dengan
koefisien determinasi sebesar 28.5 %. Dapat disimpulkan bahwa Terdapat
kontribusi yang signifikan antara kekuatan otot perut terhadap kecepatan
lari.

10
Pada nomor lompat Kekuatan Otot Perut yang memiliki peran
penting saat melakukan Lompat jauh. Otot perut merupakan otot-otot
batang badan, otot perutmerupakan otot-otot penegak badan selain otot
punggung. Sebagai otot penegak badan, otot perut dan otot punggung
memiliki arti penting dalam sikap dan gerak tulang belakang. Mencermati
keberadaan otot perut yang terentang antara gelang panggul dan rongga
dada, jika dikaji secara seksama otot memiliki peran yang sangat penting
dalam pelaksanaan gerak anggota gerak bawah seperti tungkai.Gerakan
tungkai memerlukan dukungan dan kinerja otot perut, maka dimungkinkan
dengan memiliki kekuatan otot perut yang baik akan memungkinkan
kekuatan yang kuat pada otot tungkai (Raven, 2011:22).
Pada nomor lempar kekuatan otot perut dapat pula disebut sebagai
poros pergerakan dalam gerakan lempar cakram. Tujuan dari kekuatan otot
perut untuk mengukur komponen kekuatan dan daya tahan dinamis lokal
otot perut, yang mana pada saat melempar cakram, kekuatan otot perut
digunakan untuk membantu dorongan yang dilakukan saat putaran
maupun saat pelepasan cakram. kekuatan otot perut memiliki kontribusi
sebesar 53,3% terhadap prestasi lempar cakram (Edy Mintarto, 2018)

3. Hakikat Atletik
a. Pengertian Atletik
Menurut Eddy Purnomo (2017: 1), Atletik adalah kegiatan fisik
yang terdiri dari gerakan-gerakan yang dinamis dan serasi, seperti
berjalan, berlari, melompat, melempar. Selain itu, atletik dapat
membantu meningkatkan kemampuan kinerja biomotorik seperti,
kekuatan, daya tahan, kecepatan, fleksibilitas, koordinasi, dan
sebagainya. Kegiatan olahraga ini juga dijadikan sebagai tempat
penelitian para ilmuwan di bidang olahraga.
Atletik merupakan merupakan olahraga yang paling tua yang ada
di dunia. Atletik juga memiliki beberapa kegiatan yang sangat beragam
maka dari itu atletik sering disebut “mother of sport” atau “Ibu” dari

11
seluruh cabang olahraga. Sebab, keterampilan dasar olahraga, tercakup
di dalamnya.
b. Macam-macam Nomor Perlombaan dalam Atletik
Pada pertandingan atletik terdiri dari beberapa nomor. Ada
beberapa macam nomor dalam lomba atletik berikut penjelasannya:
1. Nomor Jalan Cepat
Jalan cepat adalah suatu gerakan langkah maju yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga si pejalan (kaki) tetap kontak
dengan tanah, tidak ada saat hilang kontak dengan tanah (melayang)
yang teramati oleh mata telanjang. Gerakan maju ke depan harus
diluruskan (tidak bengkok pada lutut) sejak saat sentuhan pertama
dengan tanah hingga mencapai posisi badan tegak (Eddy Purnomo,
2017: 14). Dalam nomor jalan cepat nomor perlombaannya adalah
untuk putri, 10 dan 20 km; dan, putra 20 km dan 50 km.
2. Nomor Lari
Untuk nomor lari, ditinjau dari jarak tempuh terdiri dari :
a) Lari jarak pendek (sprint) mulai dari 60m sampai dengan 400m.
b) Lari jarak menengah (middle distance); 800m dan 1500m.
c) Lari jarak jauh (long distance); 3000m sampai dengan
42.195km (marathon).

Dan, ditinjau dari lintasan atau jalan yang dilewati, terdiri dari:
a) Lari di lintasan tanpa melewati rintangan; 100m, 200m, 400m,
800m, 1500m, 5000m, dan 10.000m.
b) Lari Ladang atau cross country atau lari lintas alam.
c) Lari 3000m halang rintang (Steplechase).
d) Lari gawang 100m, 400m gawang untuk putri dan 110m dan
400m gawang untuk putra.

12
Sedangkan, dari jumlah peserta dan jumlah nomor yang
dilakukan terdiri dari:
a) Lari estafet, 4 x 100m untuk putra dan putri; dan, 4 x 400m
untuk putra dan putri
b) Combined Event (nomor lomba gabungan); panca lomba
(untuk kelompok remaja), sapta lomba (junior putra-putri dan
senior putri), dan dasa lomba (senior putra).
4. Nomor Lompat
a) Lompat tinggi (high jump)
Tujuan lompat tinggi adalah si pelompat berusaha untuk
menaikkan pusat masa tubuhnya (center of gravity) setinggi mungkin
dan berusaha untuk melewati mistar lompat tinggi agar tidak jatuh.
b) Lompat Jauh (long jump)
Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan lompat yang bertujuan
untuk mendapatkan hasil lompat yang sejauh-jauhnya. Urutan gerak
dalam lompat jauh adalah awalan, tumpuan, posisi saat melayang. Di
dalam lompat jauh terdiri dari 3 macam gaya yaitu: lompat jauh gaya
jongkok, lompat jauh gaya berjalan di udara, dan lompat jauh gaya
bergantung di udara.
c) Lompat Jangkit (triple jump)
Lompat jangkit adalah lompat yang dilakukan untuk menjangkau
jarak lompatan horizontal sejauh mungkin dengan menggunakan tiga
lompatan berturut-turut. Menurut peraturan perlombaan, tumpuan
untuk setiap langkah pertama dari dua lompatan (hop and step) harus
dilakukan atas kaki yang sama; sedangkan, langkah ketiga (jump),
harus dilakukan dengan kaki yang berbeda/berlawanan (Eddy
Purnomo, 2017 : 107)
d) Lompat Tinggi Galah (polevault)
Lompat tinggi yang merupakan suatu bentuk gerakan melompat
keatas dengan cara mengangkat kaki ke depan ke atas dalam upaya
membawa titik berat badan setinggi mungkin dan secepat mungkin,

13
jatuh yang dilakukandengan cepat dan dengan jalan melakukan
tolakan pada salah satu kaki untuk mencapai suatu ketinggian
maksimal (Zulpikar Ilham, 2017 : 14).

5. Nomor Lempar
a) Tolak Peluru (Shot put)
Tolak peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak atau
mendorong suatu alat yang bundar dengan berat tertentu yang terbuat
dari logam (peluru) yang dilakukan dari bahu dengan satu tangan
untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Terdapat 2 gaya dalam tolak
peluru yaitu gaya luncur dan gaya rotasi.
b) Lempar Lembing (Javelin Throw)
Lempar lembing merupakan salah satu cabang olahraga atletik
kekuatannya terfokus pada kekuatan otot lengan untuk melemparkan
sebuah lembing. Lembing merupakan tombak dengan material ringan
dan ujung terbuat dari logam. Tujuan dari lempar lembing adalah
melemparkan lembing sejauh-jauhnya. Menurut Eddy Purnomo (2017:
150) terdapat 3 tiga macam pegangan (grip) pada lempar lembing yaitu
Pegangan ibu jari dan jari telunjuk, ibu jari dan jari telunjuk berada di
belakang tali balutan lembing; sedangkan, jari-jari yang lain berada di
dalam ikatan. Yang kedua Pegangan ibu jari dan jari tengah, ibu jari
dan jari tengah berada di belakang tali balutan, sedangkan jari telunjuk
memanjang badan lembing. Yang ketiga Pegangan “ V” atau pegangan
lembing dipegang di antara jari telunjuk dan jari tengah. Pegangan ini
dapat mencegah terjadinya cidera pada saat siku dilurus berlebihan
(over extended).
c) Lempar Cakram (Discuss Throw)
Lempar cakram adalah salah satu nomor lempar di dalam atletik
yang melemparkan sebuah kayu berbentuk piring yang berbentuk
bundan pipih. Tujuan dari nomor ini adalah melemparkan cakram
sejauh-jauhnya.

14
d) Lontar Martil (Hammer Throw)
Lontar martil merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga
atletik yang diperlombakan dengan cara melontarkan atau
melemparkan martil sejauh-jauhnya untuk bisa mendapatkan
kemenangan. Teknik lontar martil terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
Cara memegang martil, posisi start, Cara mengangkat, Ayunan lengan,
Masuk ke dalam gerak putaran, Gerak putar dan gerakan kaki,
Pelepasan martil, Gerakan pemulihan.

4. Hakikat Kelas Khusus Olahraga (KKO)


a. Pengertian Kelas Olahraga
Kelas olahraga adalah sebuah model pembinaan yang dilaksanakan
di sekolah target yang melibatkan sekelompok siswa yang teridentifikasi
“berbakat” olahraga (memiliki keunggulan olahraga) dalam lingkup
sekolah (Mahendra, 2010). Dalam buku panduan pelaksanaan kelas
olahraga Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
(2010: 4), menjelaskan bahwa kelas olahraga merupakan suatu kegiatan
ko-kurikuler yang diharapkan dapat menumbuhkan minat dan potensi
siswauntuk menjadi atlet yang potensial dan berprestasi di masa yang akan
datang.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui bahwa kelas olahraga
merupakan sebuah model pembinaan yang siswanya memiliki keunggulan
dalam bidang olahraga dan diharapkan dengan adanya kelas ini dapat
menumbuhkan minat dan potensi menjadi atlet yang berpretasi di masa
depan namun tidak meninggalkan kewajibannya dalam bidang akademik.
b. Tujuan Kelas Olahraga
Menurut buku panduan pelaksanaan kelas olahraga Direktorat Jendral
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah ( 2010: 5 ) tertuang tujuan
dari kelas olahraga adalah:
1) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam bidang olahraga.
2) Meningkatkan mutu akademis dan prestasi olahraga.

15
3) Meningkatkan kemampuan berkopetensi secara seportif.
4) Meningkatkan kemampuan sekolah dalam pembinaan dan
pengembangan kegiatan olahraga.
5) Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani.
6) Meningkatkan mutu pendidikan sebagi bagian dari pembangunan
karakter.
c. Sarana dan Prasarana Kelas Olahraga
Menurut Mahendra (2017: 98) dari segi sarana dan prasarana,
Kelas Olahraga diharapkan memiliki standar minimal yang menyamai
standard yang baik, paling tidak untuk satu atau beberapa cabang olahraga.
Dengan demikian, seiring berjalannya waktu, sarana dan prasarana
keolahragaan di sekolah terkait dapat terus ditingkatkan dan dipertahankan
kualitasnya, jika mendapat dukungan dari APBD melalui Dinas
Pendidikan Provinsi atau minimal Kota/Kabupaten, yang secara progresif
tentu harus ditingkatkan.
Dalam buku panduan pelaksanaan kelas olahraga Direktorat
JendralManajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2010: 9), dijelaskan
bahwa Sarana dan prasarana yang perlu dipersiapkan udalam
penyelenggaraan program kelas olahraga adalah:
1. Fasilitas yang harus dimiliki sekolah, meliputi:
a) Gedung sekolah
b) Lapangan olahraga
c) Alat perlengkapan olahraga
d) Ruang usaha kesehatan sekolalah (UKS), sekaligus digunakan
sebagai klinik kesehatan olahraga, untuk evaluasi dan layanan
kesehatan sehari-hari.
e) Pelaksanaan program kelas olahraga akan lebih sempurna jika
didukung adanya fitness center yang telah dimiliki sekolah.
f) Perpustakaan dan ruang multimedia yang dapat mendukung
program kelas olahraga, antara lain buku,koran,tabloid, film, dan
CD olahraga.

16
2. Fasilitas diluar sekolah
a) Sarana dan prasarana milik pemerintah daerah setempat.
b) Sarana dan prasarana yang ada di klub olahraga
d. Ketenagaan Kelas Olahraga
Pelaksanaan kurikulum olahraga yang baik membutuhkan
kehadiran pelatih yang memiliki pengetahuan luas tentang pendidikan,
bisnis dan manajemen serta kemampuan untuk mengatur dan
mengorganisasikan secara memuaskan selama latihan berlangsung.Pelatih
ini bisa dihasilkan oleh institusi resmi seperti FPOK atau FIK, atau dapat
juga merupakan produk dari sistem pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan oleh induk-induk organisasi. Dalam hal ini, baik lembaga
kependidikan maupun induk organisasi harus mencoba merumuskan
sistem pendidikan pelatih secara serius, bahkan harus merupakan program
bersama. Pelatih dilatih secara sistematis, dilengkapi dengan pengetahuan
dan keterampilan yang relevan dengan cabang olahraga yang dilatihnya
serta beberapa ilmu pendukung, dan tidak kalah pentingnya, termasuk
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pedagogi olahraga, sehingga mereka
dapat memainkan peranannya baik sebagai pelatih dan pendidik.
Pemantauan dan evaluasinya, sehingga memberikan jaminan penuh
pada hasilnya yang terbaik tersebut. Bahkan, untuk kepentingan continous
improvement, para pelatih sekolah ini didukung dalam hal peningkatan
kompetensinya melalui keikutsertan mereka dalam berbagai macam
lokakarya atau pelatihan/penataran.
e. Siswa Kelas Olahraga
Sebelum menjadi siswa kelas olahraga harus ada seleksi dari pihak
sekolah seleksi calon siswa bagi Kelas Olahraga ini, tentunya didasarkan
pada satu sistem yang mengakui kesatuan utuh calon siswa yang
memiliki potensi secara nyata dalam berbagai aspek seperti aspek fisik,
aspek mental, serta aspek moral dan emosional (Mahendra, 2017 : 98).
Secara fisik, seleksi atlet ini diawali dari pengukuran
anthropometri yang lengkap, dan hasilnya dibandingkan secara khusus

17
dengan parameter anthropometri modern dari setiap cabang olahraga yang
relevan. Selain anthropometri status kesehatan atlet, yang harus diperiksa
seksama meliputi penelusuran cermat hingga riwayat kesehatan atlet dan
keluarganya. Meskipun atlet dianggap sudah berprestasi baik dalam
cabang olahraga yang ditekuni, tetapi jika secara anthropometri dan
riwayat kesehatan dan berbagai kualitas dasar fungsi organ-organ
tubuhnya tidak memenuhi syarat, maka akan gagal dalam seleksi.Seleksi
yang kedua merupakan seleksi kondisi fisik, atlet harus mengikuti
serangkaian tes kebugaran jasmani dan tes kemampuan motorik (motor
abilities) secara lengkap, sehingga akan tergambar potensi fisik dan
motoriknya secara komprehensif.
Dari segi psikologis dan mental, atlet perlu melakukan seleksi
melalui tes yang berkaitan dengan kemampuan psikologis dan mentalnya
dalam menghadapi beban latihan yang berat. Serangkaian tes psikologis
yang bersifat praktek perlu diberikan kepada setiap calon siswa kelas
olahraga. (Mahendra, 2017: 98)
f. Program Latian dan Kurikulum Kelas Olahraga
Menurut buku panduan pelaksanaan kelas olahraga Direktorat
Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2010: 9),
perencanaan kurikulum kelas olahraga meliputi, Pembuatan silabus,
silabus pelaksanaan program kelas olahraga harus mengacu pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkanprogram latihan
harus disesuaikan dengan kalender akademis di sekolah masing-masing
dan dimasukan dalam rencana kerja dan anggaran sekolah.
Untuk program latihan Alokasi waktu, program latihan kelas
olahraga dilaksanakan dengan alokasi waktu antara 10-16 jam/minggu,
diluar jam pelajaran. Untuk mendukung ke arah itu, bagi kelas olahraga
yang induk organisasi cabornya sudah menyediakan sistem
pengembangannya, dapat langsung mengadopsi sistem itu sebagai
kurikulum bakunya. Bagi cabang olahraga yang kebetulan belum memiliki
sistem, maka diperlukan upaya bersama dari para pelatih yang tergabung

18
dalam cabang olahraga yang sama untuk bersama-sama merumuskan
kurikulum atau sistem yang diperlukan. Sistem ini sungguh-sungguh
diperlukan untuk menjaga kualitas dan keberlangsungan program.
g. Pelaksanaan Kelas Olahraga
Menurut buku panduan pelaksanaan kelas olahraga Direktorat
Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2010: 21),
dijelaskan mengenai evaluasi Agar program kelas olahraga berjalan
dengan lancar dan transparan maka perlu dilakukan supervisi, monitoring,
evaluasi dan pelaporan yang dilakukan secara efektif dan terpadu.
1. Supervisi
Agar program ini dapat berjalan lancar dan transparan maka
supervisi perlu dilakukan secara efektif, terpadu, dan terencana.
Supervisi terhadap pelaksanaan program bertujuan untuk mengetahui
bahwa dana untuk program kelas olahrag digunakan sesuai dengan
tujuan. Adapun tujuan khusus supervisi adalah untuk memantau
komponen utama di dalam program kelas olahraga, yang mencangkup:
1) Tes seleksi siswa kelas olahraga.
2) Honor pelatih dan tim pelaksana kelas olahraga.
3) Biaya kompetisi antar sekolah penyelenggara program kelas
olahraga.
4) Pengukuran kemajuan latihan.
5) Pembuatan laporan.
Supervisi dilaksanakan oleh Tim Direktorat Pembinaan SMP, tim
Program Dekonsentrasi SMP Provinsi, Tim Teknis
Kabupaten/Kota,dan Inspektorat Jendral Kemendiknas.
2. Monitoring dan Evaluasi
Tujuan dari monitoring adalah mengamati atau mengetahui
perkembangan dan kemajuan program yang sedang dilaksanakan
monitoring juga akan memberikan solusi atas hal yang terjadi di
lapangan. Sedangkan tujuan dari evaluasi adalah proses menentukan
nilai terhadap program yang sedang dilaksanakan. Evaluasi terhadap

19
kelas olahraga dilakukan oleh Kementerian pendidikan Nasional.
Unsur-unsur yang dievaluasi meliputi:
1) Pelaksanaan proses akademis.
2) Pelaksanaan proses pembinaan olahraga.
3) Sarana dan prasarana.
4) Pelaksanaan adminitrasi dan keuangan.
3. Kompetisi
Untuk mengukur hasil pembinaan kelas olahraga maka setiap
sekolahpelaksana program kelas olahraga agar:
1. Menyelenggarakan kompetisis antar sekolah yang
menyelenggarakanprogram kelas olahraga sesuai cabang yang
dibina, dilaksanakan secaraperiodik minimal 2 kali dalam 1 tahun.
2. Mengikuti kegiatan kompetisi olimpiade olahraga siswa nasional
(O2SN) tingkat Kabupaten/Kota. Sedangkan bagi daerah yang
menyelenggarakanO2SN di tingkat kecamatan maka sekolah
pelaksana program kelasolahraga wajib mengikuti di tingkat
Kecamatan.
4. Pelaporan
Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan
program kelas olahraga, pengelolaan program di sekolah diwajibkan
untuk melaporkan hasil kegiatan kepada pihak terkait. Secara umum
hal-hal yang perlu dilaporkan oleh pelaksana program adalah yang
berkaitan dengan pelaksanaan proses akademis, pelaksanaan
pembinaan olahraga, sarana dan prasarana kelas olahraga dan
pelaksanaan adminitrasi serta keuangan.

20
B. Penelitian Yang Relevan
1. Stanislause Dhevangga Pristawan Abhimasta (2019) yang berjudul :
Perbandingan Hasil Tes Kondisi Fisik Atlet Anggar Tahun 2018 dan 2019
KONI Sidoarjo. Penelitian ini dilatar belakangi karena, Minimnya data
ilmiah terkait dengan kondisi fisik atlet, merupakan masalah yang terjadi
di setap kabupaten. Sehingga perlu adanya perubahan terhadap masalah
tersebut. Untuk mendapatkan data yang reliabel memanglah
membutuhkan alat-alat tes pengukuran yang memiliki tingkat validitas
terpercaya. Achilles Sport Science and Fitness Center UNESA merupakan
laboratorium olahraga dengan fasilitas peralatan tes pengukuran yang
memiliki tingkat validitas terpercaya. Tujuan Penelitian ini adalah untuk
menganalisis tentang perbandingan kondisi fisik atlet anggar pada tahun
2018 dan 2019 di KONI Sidoarjo. Metode dalam penelitian ini adalah if
dengan metode pendekatan deskriptif ex post facto. Populasi dalam
penelitian ini atlet anggar Puslatkab Koni Sidoarjo. Sampel dalam
penelitian ini atlet anggar Puslatkab Koni Sidoarjo pada tahun 2018 dan
tahun 2019 dengan nama yang sama. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan Data yang telah terkumpul dianalisis dengan
mencari nilai rata-rata pada tahun 2018 dan tahun 2019, mencari selisih
rata-rata pada tahun 2018 dan 2019, serta membandingkan data hasil tes
fisik atlet anggar KONI Sidoarjo pada tahun 2018 dan tahun 2019.. Hasil
analisis data menunjukkan Kemampuan kondisi fisik atlit anggar koni
Sidoarjo pada tahun 2018 mengalami peningkatan di tahun 2019, sehigga
memaksimalkan hasil ketika menjalani kejuaraan Porprov VI.
Berdasarkan hasil Porprov yang diperoleh anggar koni Sidoarjo
menunjukkan bahwa adanya persiapan kondisi fisik yang baik, meskipun
terdapat beberapa hasil testyang mengalami penurunan. Perbedaan hasil
test kondisi fisik atlet anggar koni Sidoarjo pada tahun 2018 dan tahun
2019 terlihat pada beberapa item test seperti agility, sit and reach, vertical
jump (power otot tungkai), Back and leg, Grip strength, Expanding
Dynamometer Push, Push Up dan multilevel fitness test. Akan tetapi ada

21
beberapa item test yang tidak mengalami peningkatan dan bahkan lebih
baik ditahun 2018 balance beam dan vertical jump (Power otot tungkai),
expanding pull, speed, sit up dan multilevel fitness test yang mengalami
penurunan ditahun 2019. Berdasarkan peningkatan dan penurunan
kualitas kondisi fisik tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan tingkat kondisi fisik atlet anggar koni Sidoarjo tahun 2018 dan
tahun 2019.
2. Nurul Rani Khotijah (2019) yang berjudul : Perbandingan Tes Kondisi
Fisik Atlet Sprint Tahun 2017, Tahun 2018, Tahun 2019 KONI Sidoarjo.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh perlunya dilakukan tes karena hal itu
merupakan salah satu pengumpulan informasi untuk mendapatkan data,
dimana data tersebut digunakan untuk evaluasi.Tessebagai pengumpulan
data adalah serangkaian latihan yang digunakan untuk keterampilan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu. Jadi, tes sangat
diperlukan untuk membandingkan suatu hasil yang berbeda, dengan tes
dan atlet yang sama, ditahun dan jangka waktu yang berbeda. Sehingga
dapat dibandingkan sebagai bahan evaluasi. Tujuan penelitian ini untuk
memperoleh informasi adanya perbedaan hasil dari kondisi fisik yang
terfokus pada atlet sprint tahun 2017, tahun 2018 dan tahun 2019 Koni
Sidoarjo selain itu Untuk mengetahui persentase perbedaan hasil tes
kondisi fisik atlet sprint tahun 2017, tahun 2018 dan tahun 2019 Koni
Sidoarjo. Selain itu penelitian ini bertujuan sebagai acuan bahan evaluasi
perbandingan hasil tes sprint setiap tahun dari 2017, 2018 dan 2019.
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,. Hasil
penelitian peningkatan kondisi fisik atlet sprint tahun 2017, tahun 2018
dan tahun 2019 Koni Sidoarjo dapat dilihat dari rata-rata persentase
kenaikan item tes. Berdasarkan grafik 4.2 menunjukkan bahwa hasil item
tes MFT pada tahun 2017 – 2019 rata-rata mengalami peningkatan 2.18 %,
tes Lari 30 M mengalami rata-rata penurunan waktu 1.31 %. Hasil item
tes BACK & LEG Dynamometerpada tahun 2017 – 2019 rata-rata
mengalami peningkatan 7.41 % dan 16.73 %. Hasil item tes Sit & Rich

22
rata-rata mengalami peningkatan 0.65 %. Hasil item tes Sit Up rata-rata
mengalami peningkatan 0.99%. Hasil item tes Force Plate rata-rata
mengalami peningkatan 128.18 %. Dan hasil item tes WBR Visual pada
tahun 2017 – 2019 rata-rata mengalami penurunan waktu 3.86 %.

C. Kerangka Berpikir

Siswa

Atletik

Performa core muscle pada


calon siswa KKO SMA 1
Sewon Cabor atletik

Performa pada saat


bertanding

Prestasi yang optimal


Gambar 6. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas maka


kerangka berfikir dari stratifikasi performa core muscle calon siswa kelas
khusus olahraga di SMA Negeri 1 Sewon Bantul adalah, dalam cabang
olahraga atletik kekuatan otot-otot inti atau core muscle sangat penting.
Kekuatan core muscle terutama pada bagian otot rectus abdominis
memiliki kontribusi untuk menunjang performa atlet pada nomor yang
diikutinya. Core muscle bagian yaitu otot rectus abdominis dapat diukur
kekuatannya dengan test sit up. Jika core muscle yang dimiliki oleh

23
seorang atlet atletik menunjukkan di kategori baik makan dapat
menunjang performa atlet tersebut. Sehingga atlet tersebut dapat
mendapatkan prestasi yang optimal. Namun sebaliknya jika performa core
muscle yang dimiliki berada di kategori yang kurang maka akan
penampilan atlet tersebut tidak akan maksimal sehingga prestasi yang
dimiliki tidak optimal.

24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, Menurut Sugiyono (2016 :
7) penelitian kuantitatif adalah salah satu jenis penelitian yang menggunakan
data berupa angka sebagai alat untuk melakukan analisis tentang apa yang
ingin diketahui. Penelitian ini menggunakan metode Ex post facto. Data yang
digunakan menggunakan data sekunder, data sekunder merupakan data yang
sudah tersedia. Menurut Sriundy (2015 : 108) data sekunder merupakan data
yang dijadikan untuk mengkaji ulang variabel- variabel yang sudah terjadi
sebelumnya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kelas Khusus olahraga (KKO) SMA Negeri
1 Sewon Kabupaten Bantul.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2016:135). Populasi dalam peneltian ini adalah
calon siswa kelas khusus olahraga SMA Negeri 1 Sewon Bantul.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan suatu bagian dari keseluruhan serta
karakteristik yang dimiliki oleh sebuah Populasi (Sugiyono, 2008 : 118).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu dalam Sugiyono, (2016: 85). Adapun pertimbangan
yang digunakan peneliti dalam pengambilan sampel adalah (1) calon siswa
kelas khusus olahraga SMA Negeri 1 Sewon Bantul cabang olahraga

25
atletik, (2) Mengikuti tes dan pengukuran sesuai prosedur mulai dari awal
hingga akhir.

D. Definisi Operasional Variabel


1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai bermacam-
macam nilai atau mempunyai nilai yang bervariasi, yakni suatu sifat,
karakterististik atau fenomena yang dapat menunjukan sesuatu untuk dapat
diamati atau diukur yang nilainya berbeda-beda atu bervariasi (Silaen,
2018 : 69). Dalam penelitian ini hanya terdapat 1 variabel (variabel
tunggal) yaitu stratifikasi performa core muscle.
2. Definisi Operasional
Stratifikasi performa core muscle merupakaan pembedaan performa
core muscle ke dalam kategori-kategori dan yang menjadi dasar
pembedaan test tersebut adalah tes.

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data


1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah adalah alat yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data menjadi
sistematis dan mudah olehnya Suharsimi Arikunto (2010 : 203). Pada
penelitian ini dilakukan pengukuran kekuatan core muscle bagian depan
atau otot rectus abdominis. Maka instrumen penelitian yang digunakan
adalah tes baring duduk lutut tekuk (bent-knee-sit-up) selama 1 menit.

Gambar 7. Cara pelaksaan test bent knee sit up


(Sumber : Oce Wiriawan, 2017 : 36)

26
Prosedur Pelaksanaan Tes
Prosedur pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:
a. Atlet berbaring di tempat datar yang rata dengan beralaskan matras.
b. Lutut ditekuk hingga tumit berada sekitar 40 cm dari pantat.
c. Tangan diletakkan di samping kepala.
d. Seseorang membantu memegang pergelangan kaki atlet.
e. Lakukan baring-duduk sebanyak-banyaknya selama 1 menit
Norma test bent knee sit up baik laki-laki dan perempuan :
Tabel 1. Norma tes sit up laki-laki

(Sumber : Oce Wiriawan, 2017 : 36)

Tabel 2. Norma tes sit up perempuan

(Sumber : Oce Wiriawan, 2017 : 36)

2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode survei. Menurut Sugiyono (2018) metode survey adalah metode
penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mendapatkan data yang terjadi
pada masa lampau atau saat ini.

27
F. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2010: 335), yang dimaksud dengan teknik
analisis data adalah proses mencari data, menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Pada
penelitian ini data yang telah terkumpul dianalisis dengan mencari nilai
rata-rata pada tahun 2018, 2019, 2020, 2021, dan 2022, mencari selisih
rata-rata pada tahun 2018, 2019, 2020, 2021, dan 2022, serta
membandingkan data hasil tes sit up calon siswa kelas khusus olahraga
cabang olahraga atletik SMA Negeri 1 Sewon.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abhimasta, S. D. P., & Wiriawan, O. (2020). Perbandingan Hasil Tes Kondisi


Fisik Atlit Anggar Tahun 2018 Dan 2019 Koni Sidoarjo. Jurnal Prestasi
Olahraga, 3(3).
Ardanari, P., & Mintarto, E. (2018). Kontribusi Kekuatan Otot Lengan, Kekuatan
Otot Perut, Daya Ledak Otot Tungkai, dan Antropometri pada
PrestasiLempar Cakram. Jurnal Prestasi Olahraga, 1(1).
Anwar, K., Jafar, M., & Rinaldy, A. (2018). Kontribusi Power Otot Tungkai dan
Kekuatan Otot Perut Terhadap Kemampuan Lompat Jauh Pada
Mahasiswa Angkatan 2015 PENJASKESREK FKIP UNSYIAH Tahun
Akademik2017/2018. Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi, 4(1).
Khotijah, N. R., & Wiriawan, O. (2019). Perbandingan Hasil Tes Kondisi Fisik
Atlet Sprint Tahun 2017, Tahun 2018 dan Tahun 2019 KONI Sidoarjo.
Jurnal Prestasi Olahraga, 2(3).
Kibler, W. B., Press, J., & Sciascia, A. (2006). The role of core stability in athletic
function. Sports medicine, 36(3), 189-198.
Mahendra, A. (2017). Pengembangan Manajemen Kelas Olahraga: Pokok-pokok
Pikiran tentang Pengembangan Pembinaan Olahraga Bagi Pelajar.
JTIKOR (Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan), 2(2), 96-105.
Maulana, S. (2016). Kontribusi Kekuatan Otot Perut Dan Daya Ledak Otot
Tungkai Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Atlet Putri Usia 15–17
Tahun Pasi Kabupaten Nganjuk. Jurnal kesehatan olahraga, 4(4).
Purnomo, E., & Dapan. (2017). Dasar Dasar Gerak Atletik. Yogyakarta :
Alfamedia
Wiriawan, O. (2017). Panduan Tes dan Pengukuran Olahragawan. Yogyakarta :
Thema Publishing.

iv

Anda mungkin juga menyukai