Anda di halaman 1dari 15

PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS LARING

Winda Safitri, Bakti Surarso

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN Sejak WHO menyatakan


Tuberkulosis laring tuberkulosis sebagai keadaan
merupakan penyakit granulomatosis kegawatan global pada tahun 1993,
tersering pada laring. Penyakit ini maka angka kejadian tuberkulosis
merupakan suatu manifestasi laring meningkat di seluruh dunia.
ekstrapulmonal dan hampir selalu Peningkatan ini bisa juga karena
dihubungkan dengan keberadaan peranan terjadinya epidemi AIDS,
tuberkulosis paru aktif.1,2 Saat ini di meningkatnya jumlah pecandu
negara maju, penyakit tuberkulosis narkoba serta kemiskinan, kurangnya
laring merupakan penyakit laring persediaan obat antituberkulosis,
yang sangat jarang dan mempunyai bertambahnya resistensi kuman,
prognosis yang baik, tetapi di negara terjadinya migrasi populasi dari
berkembang seperti Indonesia, daerah yang sering terinfeksi
tuberkulosis laring masih sering tuberkulosis, dan menurunnya
dijumpai.1,3 jangkauan imunisasi BCG.7
Tuberkulosis laring adalah Pada dekade terakhir ini,
radang spesifik pada laring yang terjadi perubahan pada tuberkulosis
disebabkan oleh Mycobacterium laring yaitu dalam hal puncak insiden
tuberculosis dan biasanya merupakan dan gambaran patologi pada laring.
infeksi sekunder dari tuberkulosis Penyakit ini sekarang lebih sering
paru, sedangkan tuberkulosis laring mengenai penderita berusia lebih tua
primer sangat jarang ditemukan. yaitu dekade kelima dan keenam
Perubahan klinis laring terjadi kira- dengan penyakit paru yang minimal,
kira pada 3 % kasus tuberkulosis dan kebanyakan penderita
paru yang agak lanjut, tetapi kejadian memberikan gambaran klinis seperti
ini bisa mencapai 100 % pada kasus- suatu keganasan atau laringitis kronis
kasus terminal.4 Pada masa sebelum non spesifik.3,5,8
ditemukan obat antituberkulosis, Kewaspadaan terhadap
penderita dengan tuberkulosis laring penyakit ini sangat penting oleh
sering disertai dengan penyakit karena penyakit ini sangat menular
tuberkulosis paru yang berat, tapi dan lesinya dapat menyerupai suatu
akhir-akhir ini ditemukan penderita keganasan.2 Diagnosis dini penting
dengan lesi minimal pada paru. agar pasien segera mendapat terapi
Bahkan sejak tahun 1990, dilaporkan yang tepat serta meminimalkan
adanya kasus tuberkulosis laring kemungkinan komplikasi bagi
tanpa disertai dengan tuberkulosis penderita maupun mencegah paparan
paru.1,5-6 yang berlebihan pada pegawai rumah

1
sakit maupun pasien lain yang berada Tulang hioid
dalam satu ruangan.1 Tulang hioid berbentuk
Manifestasi klinis seperti huruf U. Perlekatan tulang
tuberkulosis laring bermacam- hioid ke mandibula dan tengkorak
macam dengan gejala yang paling oleh ligamentum stilohioid dan
sering adalah terjadinya suara parau m.digastrikus, m.stilohioid,
dalam jangka waktu yang lama, m.milohioid, m.hioglosus, dan
odinofagia, disfagia, otalgia dan m.geniohioid akan mempertahankan
odinofonia. Sumbatan jalan nafas posisi laring pada leher dan
dapat terjadi pada stadium lanjut dari mengangkat laring selama proses
penyakit ini.1 Mengingat adanya menelan dan fonasi.6,11-13
manifestasi klinis yang berubah dari
gambaran klasiknya, maka
Kartilago tiroid
diperlukan pemeriksaan yang cermat
Kartilago tiroid merupakan
serta alat diagnostik yang tepat untuk
tulang rawan hialin yang paling besar
menegakkan diagnosis tuberkulosis
di laring.6 Terdiri dari dua ala atau
laring. Diagnosis pasti tuberkulosis
sayap yang bertemu di anterior dan
laring adalah ditemukannya kuman
membentuk sudut lancip. Sudut
Mycobacterium tuberkulosa dari
bervariasi menurut jenis kelamin.
pemeriksaan kultur dan adanya
Pada pria, bagian superior sudut
granuloma kaseosa yang khas pada
tersebut membentuk penonjolan
pemeriksaan histopatologi laring.9,10
subkutan yang disebut eminensia
Tujuan dari penulisan laring atau Adam's apple atau
tinjauan pustaka ini adalah untuk
jakun.6,12-14
mengetahui lebih lanjut mengenai
patogenesis dan diagnosis Tiap permukaan tulang rawan
tuberkulosis laring. dilapisi oleh perikondrium yang
tebal. Perikondrium melekat secara
longgar di permukaan lateral tiap ala.
ANATOMI LARING
Tetapi perikondrium melekat dengan
Laring merupakan bagian
erat sepanjang tepi superior, tepi
terbawah dari saluran nafas bagian
inferior, kedua kornu, dan tepi
atas. Bentuknya menyerupai limas
posterior kartilago tiroid, perlekatan
segitiga terpancung, dengan bagian
posterior ini yang paling tebal.13
atas lebih besar daripada bagian
bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring, sedangkan batas Kartilago krikoid
bawahnya ialah batas kaudal Kartilago krikoid adalah
kartilago krikoid.11-12 kartilago laring yang paling kuat dan
terletak langsung di bawah kartilago
tiroid. Kartilago ini berupa tulang
Struktur Rangka Laring
rawan hialin, tidak berpasangan dan
Bangunan kerangka laring
berbentuk cincin.6 Kartilago krikoid
tersusun dari satu tulang yaitu os
berfungsi menyokong kerangka
hioid dan beberapa kartilago atau
laring dan penting untuk mencegah
tulang rawan (gambar 1).11-12
tertutupnya jalan nafas.6

2
melekat pada kartilago. Pada ujung
piramid terdapat kartilago
kuneiformis (kartilago Wrisberg) dan
kartilago kornikulatum (kartilago
Santorini) dan semuanya dua pasang
(gambar 2).6,12-13

Gambar 1. Struktur rangka laring12

Epiglotis
Epiglotis merupakan tulang
rawan yang tipis, fleksibel,
berbentuk daun dan fibroelastik,
serta melekat pada bagian dalam Gambar 2. Penampang medial
anterior kartilago tiroid.6,13-14 laring12
Perikondrium epiglotis sangat
melekat, tidak seperti perikondrium Mukosa Laring
tulang rawan hialin. Oleh karena itu, Mukosa yang melapisi laring
infeksi cenderung terlokalisasi jika terdiri dari 2 jenis epitel, yaitu epitel
mengenai epiglotis, sedangkan bila gepeng tanpa keratinisasi dan epitel
infeksi pada tulang rawan hialin akan kolumnar berlapis semu bersilia.
menyebabkan destruksi yang luas Sebagian besar laring dilapisi oleh
karena terlepasnya perikondrium.13 epitel respiratorius yang berupa
epitel kolumnar berlapis semu
Kartilago aritenoid bersilia. Bagian atas epiglotis, plika
Kartilago aritenoid ariepiglotik dan fosa piriformis
merupakan tulang rawan hialin yang ditutupi oleh epitel gepeng. Bagian
berpasangan, berbentuk piramid atau bawah pita suara palsu, ventrikel dan
seperti buah pear dan dasarnya luas. 6 daerah infraglotik ditutupi oleh epitel
Kartilago aritenoid merupakan kolumnar berlapis semu bersilia.
bagian utama yang bergerak dari Silia bergerak ke arah rongga mulut
laring.12 Pada bagian depan dari (gambar 3).12-13,15
dasar piramid, melekat prosesus Mukosa laring mengandung
vokalis sebagai origo pita suara banyak kelenjar seromukus, terutama
(plika vokalis), dan ke lateral di pita suara palsu dan ventrikel, dan
melekat prosesus muskularis untuk kemungkinan menjadi tempat kista
origo m. krikoaritenoid. Otot yang retensi. Kelenjar mukosa banyak di
mengadduksi dan mengabduksi plika laring, tetapi seluruh tepi pita suara
vokalis bergerak oleh karena gerakan asli tidak mengandung kelenjar. Di
kartilago aritenoid.6,14 bawah lapisan epitel terdapat
Pada permukaan medial, membran basalis 13-15
kartilago ini datar dan tertutup oleh Jaringan submukosa berisi
mukoperikondrium yang sangat rapat jaringan ikat longgar dan jaringan

3
fibrosa, kecuali pada permukaan Fungsinya mempertahankan dan
posterior epiglotis dan pita suara asli, mengontrol aliran udara pernafasan
karena epitelnya melekat erat. yang melalui laring, mengontrol
Jaringan submukosa relatif banyak tahanan terhadap udara ekspirasi
dan lebih longgar pada permukaan selama fonasi dan membantu fungsi
anterior epiglotis, plika ariepiglotik sfingter dalam mencegah aspirasi
dan subglotis, sedangkan di bagian benda asing selama proses menelan.12-
laring lebih dalam relatif sedikit. 14
Secara praktis keadaan ini penting Muskulus interaritenoid dan
bagi timbulnya udem angioneurotik, m. krikoaritenoid lateralis
reaksi alergi, eksudat inflamasi yang mengadduksi (menutup) pita suara,
lebih berat di bagian submukosa sedangkan m. krikoaritenoid
yang lebih longgar.13-15 posterior mengabduksi (membuka)
pita suara. Muskulus ariepiglotik
mengatur gerakan adduksi pita suara
palsu dan menutup pintu masuk
laring oleh epiglotis pada saat
menelan. Muskulus krikotiroid
mendorong kartilago tiroid dan
kartilago krikoid sehingga saling
mendekati, menyebabkan aritenoid
bergerak ke belakang terhadap
komisura anterior dan pita suara
tertarik secara pasif. Muskulus
Gambar 3. Histologi laring12 krikotiroid dipersarafi oleh ramus
eksterna n. laringius superior dan
Otot – Otot Laring semua otot intrinsik laring lainnya
Otot ekstrinsik oleh n. laringius rekuren (gambar
Otot ekstrinsik berperan
4).6,12-14
dalam gerakan dan fiksasi laring
secara keseluruhan, terdiri dari
kelompok otot elevator dan depresor.
Kelompok otot depresor terdiri dari
m. tirohioid, m. sternohioid dan m.
omohioid, sedangkan kelompok otot
elevator terdiri dari m. digastrikus
anterior dan posterior, m.stilohioid,
m. geniohioid dan m. milohioid.
Kelompok otot ini penting pada
fungsi menelan dan fonasi dengan
mengangkat laring di bawah dasar
lidah.12-13 Gambar 4. Otot – otot intrinsik
laring12
Otot intrinsik
Semua otot intrinsik laring Vaskularisasi Laring
berpasangan, kecuali m. teraritenoid. Aliran darah arteri laring
berasal dari cabang a. tiroid superior

4
dan inferior, dan sebagian kecil inferior, yang pada dasarnya
berasal dari a. krikotiroid yaitu mengikuti jalannya arteri.12 Aliran
cabang dari a. tiroid superior.6 Arteri superior bergabung dengan v. tiroid
tiroid superior adalah cabang superior dan media, kemudian masuk
pertama a. karotis eksterna. Arteri ke v. jugularis interna. Aliran inferior
tiroid superior berakhir pada kutup bergabung dengan v. tiroid media
atas kelenjar tiroid, dan memberi yang masuk ke v. jugularis interna.
cabang kecil ke m. Ada beberapa aliran darah balik yang
sternokleidomastoideus.6,12 masuk ke v.tiroid inferior, khususnya
Arteri laringius superior struktur – struktur yang berada di
merupakan cabang a.tiroid superior, garis tengah, langsung masuk ke
bersama dengan vena dan saraf vena kava superior (gambar 6).6,12-13
laringius superior masuk ke laring
dengan menembus hiatus pada
ligamentum tirohioid setelah
bercabang kecil – kecil untuk
mensuplai daerah di atas plika
vokalis. Arteri laringius inferior yang
merupakan kelanjutan a. tiroid
inferior cabang dari trunkus
tiroservikal, berjalan bersama – sama
dengan n. laringius rekuren. Arteri
ini mensuplai bagian inferior laring
sampai ke tepi bebas plika vokalis
(gambar 5).12 Gambar 6. Aliran darah vena laring12
Arteri krikotiroid merupakan
cabang lain dari a. tiroid superior
yang menyilang bagian atas ligamen Sistem Limfatik Laring
krikotiroid dan beranastomosis Aliran limfe laring terdiri dari
dengan sisi yang berlawanan.12 dua sistem besar, yaitu superfisial
(intramukosa) dan profunda
(submukosa). Aliran limfe
supraglotik dan subglotik bermuara
ke daerah yang berbeda, dipisahkan
oleh suatu daerah dengan sedikit
aliran limfe, yaitu pita suara asli.13
Aliran limfe supraglotik
termasuk plika ariepiglotik dan korda
vokalis palsu, mengalirkan dari sinus
piriformis dan bermuara pada
kelenjar limfe servikalis profunda
superior yang terletak sekitar
Gambar 5. Aliran darah arteri percabangan a. karotis komunis dan
laring12
v. jugularis interna (98%). Kadang –
kadang beberapa saluran limfe
Aliran darah balik dilayani
bermuara ke rantai servikal bawah
oleh v. laringius superior dan
dan kelenjar servikal asesorius (2%).

5
Epiglotis merupakan struktur yang cabangnya menjadi ramus kardia
berada di garis median, dengan inferior. Nervus laringius rekuren
demikian aliran limfatiknya merupakan cabang dari n. vagus
bilateral.13,15 (gambar 8).11-12
Aliran limfe subglotik
mempunyai dua aliran inferior, yaitu
aliran yang menembus membran
krikotiroid media (pedikel media),
menuju kelenjar limfe yang terletak
di depan trakea, biasanya dekat
ismus tiroid ke pralaring atau
kelenjar Delphian, yang kemudian
bermuara pada kelenjar servikalis
profunda media. Bagian lain dari
kelompok inferior (dua pedikel
posterolateral) berjalan melalui Gambar 8. Persarafan laring12
kelenjar limfe yang mengikuti a.
tiroid inferior dan menuju kelenjar Di sebelah posterior dari
subklavia, paratrakea dan trakea- sendi krikoaritenoid, n. laringius
esofagus (gambar 7).12-13 inferior bercabang 2 menjadi ramus
anterior dan ramus posterior. Ramus
anterior akan mempersarafi otot –
otot intrinsik laring bagian lateral,
sedangkan ramus posterior
mempersarafi otot – otot intrinsik
laring bagian posterior dan
mengadakan anastomosis dengan n.
laringius superior ramus internus.11,16

Gambar 7. Aliran pembuluh limfe12


TUBERKULOSIS LARING
Definisi
Persarafan Laring Tuberkulosis laring adalah
Laring dipersarafi oleh radang spesifik pada laring yang
cabang – cabang nervus vagus, yaitu disebabkan oleh Mycobacterium
n. laringius superior dan n. laringius tuberkulosa. Tuberkulosis laring
inferior. Kedua saraf ini merupakan jarang bersifat primer dan hampir
campuran saraf motorik dan selalu disertai dengan tuberkulosis
sensorik. Saraf laringius superior paru aktif.1,17
mempersarafi m. krikotiroid, dan
memberikan sensasi pada mukosa Faktor Resiko
laring di bawah pita suara.11 Tuberkulosis laring
Nervus laringius inferior sebelumnya dilaporkan sering terjadi
merupakan lanjutan dari n. laringius pada kelompok usia dewasa muda
rekuren setelah saraf itu memberikan yaitu antara 20 – 40 tahun, tetapi
dalam 20 tahun belakangan ini,
insiden penyakit ini pada penduduk

6
yang berumur lebih dari 60 tahun Patogenesis
jelas meningkat. Saat ini tuberkulosis Tuberkulosis laring dapat
dalam semua bentuk dua kali lebih terjadi karena infeksi primer maupun
sering pada laki-laki dibanding sekunder. Pada infeksi primer terjadi
perempuan. Untuk pasien berumur karena tidak ada keterlibatan
diatas 50 tahun, perbandingan laki- tuberkulosis paru dan kuman secara
laki dan perempuan adalah 4:1. langsung menginfeksi mukosa laring
Tuberkulosis laring lebih sering melalui partikel udara dan
terjadi pada laki-laki usia lanjut, mengakibatkan terbentuknya
terutama pasien- pasien dengan granuloma.19 Kuman ini melayang-
keadaan sosio-ekonomi yang rendah layang di udara yang dapat terhirup
dan keadaan kesehatan yang oleh pasien lain. Faktor utama dalam
buruk.4,16 perjalanan infeksi adalah kedekatan
dan lamanya kontak serta derajat
Etiologi infeksius pasien, semakin dekat
Tuberkulosis laring seseorang berada dengan pasien,
disebabkan oleh Mycobacterium maka makin banyak kuman
tuberculosis, yang merupakan tuberkulosis yang mungkin akan
bakteri tahan asam yang secara dihirupnya.2
sekunder berasal dari tuberkulosis Pada infeksi sekunder,
paru. Tuberkulosis laring primer tuberkulosis laring terjadi bisa
jarang ditemukan. Basil tuberkulosis karena mekanisme penyebaran
berukuran sangat kecil, berbentuk secara langsung dari tuberkulosis
batang tipis agak bengkok dan paru yang aktif, luas dan berkavitas,
bergranular, yang hanya bisa dilihat yang menghasilkan sputum yang
di bawah mikroskop. Panjangnya 1-4 sangat infeksius dan akibat batuk
mikron dan lebarnya antara 0,3 - 0,6 keluar dari trakeobronkial.19
mikron. Basil tuberkulosis akan Mycobacterium tuberculosis dapat
tumbuh secara optimal pada suhu mencapai mukosa laring melalui 2
sekitar 370C dengan tingkat pH jalur, yaitu:8
optimal (pH 6,4 – 7,0) (gambar 9).16
Bronkogenik
Penyebaran ini terjadi karena
kontak dengan sputum yang
mengandung Mycobacterium
tuberculosis. Sputum yang
dibatukkan mengadakan implantasi
pada mukosa laring yang
sebelumnya telah mengalami
mikrolesi. Menurut Espinoza CG,
mukosa saluran pernafasan normal
yang intak biasanya tahan terhadap
Gambar 9. Kuman Mycobacterium serangan Mycobacterium
tuberculosis 16 tuberculosis, tetapi trauma lokal
seperti penggunaan suara yang
berlebihan dan malnutrisi mungkin

7
merupakan faktor predisposisi Anamnesis
terjadinya infeksi tersebut.8,19 Gejala permulaan
tuberkulosis laring adalah suara
Hematogen dan Limfogen parau yang berlangsung berminggu-
Penyebaran ini terjadi tanpa minggu, mulanya ringan tetapi dapat
kontak dengan sputum, melainkan progresif menjadi disfonia atau
Mycobacterium tuberculosis terbawa afonia berat pada stadium lanjut. Di
melalui pembuluh darah dan tenggorok mungkin ada perasaan
pembuluh limfe submukosa dari kering, panas dan nyeri. Rasa nyeri
lokasi infeksi di paru dan kemudian biasanya tidak berat, kecuali jika ada
terakumulasi di submukosa laring.8 perikondritis yang akan
Penyebaran ke laring secara menyebabkan odinofagia berat dan
hematogen dan limfogen sangat odinofonia yang dapat menjalar ke
jarang terjadi dan hanya sedikit telinga sehingga terjadi otalgia.
melibatkan paru atau tuberkulosis Nyeri waktu menelan yang lebih
miliar. Penyebaran hematogen lebih hebat bila dibandingkan dengan
sering terjadi pada epiglotis, nyeri oleh karena radang lainnya
aritenoid, plika ariepiglotika, merupakan tanda yang khas.
meskipun ada juga keterlibatan korda Sumbatan jalan nafas dapat terjadi
vokalis sejati. Penyebaran ini pada stadium lanjut penyakit ini, dan
berkaitan dengan daya tahan tubuh, diperkirakan seperempat dari
jumlah dan virulensi kuman. penderita tuberkulosis laring
Penyebaran ini akan mengakibatkan mengalami sumbatan jalan nafas
keadaan cukup gawat apabila tidak pada saat mereka datang pertama
terdapat imunitas yang adekuat.18-19 kali. Sumbatan jalan nafas dapat
terjadi akibat udem, tuberkuloma
Diagnosis atau adanya fiksasi pita suara
Diagnosis tuberkulosis laring bilateral pada garis median.4,8,10,18,20-
dapat ditegakkan dari anamnesis 22
Gejala sistemik tuberkulosis paru
yang cermat, pemeriksaan klinis, biasanya juga ditemukan antara lain
laringoskopi langsung maupun tidak berupa keluhan demam, menggigil,
langsung, pemeriksaan patologi berkeringat pada malam hari, berat
anatomi, mikrobiologi, dan foto badan menurun dan rasa lelah. Batuk
rontgen toraks.20 dengan sputum yang mukopurulen
Indeks kecurigaan yang dan kadang- kadang batuk darah juga
tinggi sangat diperlukan untuk dapat terjadi.4,20-21
mendiagnosa suatu tuberkulosis
laring. Laringoskopi langsung dan Pemeriksaan Klinis
biopsi harus dilakukan pada semua Hasil pemeriksaan
kasus untuk menegakkan diagnosis laringoskopi pada tuberkulosis laring
tuberkulosis laring dan untuk bermacam-macam, tergantung pada
menyingkirkan ada tidaknya lokasi lesi. Bila mukosa melekat
karsinoma atau penyakit lain.4 pada struktur di bawahnya seperti
pada daerah korda vokalis asli, maka
ulserasi merupakan gambaran yang
paling sering tampak, sedangkan

8
apabila mukosa tidak melekat pada ditutupi oleh eksudat kasar berwarna
struktur di bawahnya, seperti pada abu-abu kotor dan memberi
daerah plika ariepiglotik, maka gambaran pita suara seperti digigiti
hiperemia dan udem merupakan tikus (mouse eaten appearance)
gambaran yang sering muncul.3,20,22 (gambar 10).4,18
Pada pemeriksaan
laringoskopi, didapatkan tanda dini
tuberkulosis laring berupa hiperemia
di daerah interaritenoid dan pita
suara bagian posterior, dan mungkin
disertai pembengkakan di daerah
interaritenoid dan timbulnya eksudat
berwarna kekuningan. Epiglotis
dapat juga berwarna merah dan
membengkak, terutama permukaan
yang menghadap laring.4
Menurut Clery dan Batsakis,
saat ini keterlibatan daerah anterior Gambar 10.
laring terjadi sama besar dengan Tuberkulosis laring18
daerah setengah posterior laring, pita
suara asli merupakan lokasi paling Epiglotis dan atau daerah
sering (50 -70%), diikuti pita suara interaritenoid dapat sangat udem dan
palsu (40 – 50%) dan epiglotis, plika terlihat merah muda dan bening.
ariepiglotika, komisura posterior dan Gambaran ini khas, epiglotis sering
subglotis (10 -15%).18 berbentuk turban atau jantung, dan
Pada beberapa kasus, aritenoid berbentuk buah pear atau
infiltrasi proses inflamasi mungkin daun semanggi (gambar 11). Udem
terlokalisasi pada satu pita suara, pada kasus demikian dapat menutup
memberikan gambaran bentuk seluruh lumen laring dan menyumbat
kumparan. Nodul berwarna jalan nafas.4,16
kekuningan mungkin terlihat di
bawah mukosa yang utuh pada
daerah interaritenoid dan epiglotis.
Nodul ini mungkin bersatu dan
daerah yang kena menjadi merah
muda, membengkak dan noduler,
yang khas terjadi pada daerah
interaritenoid.4
Pada saat itu, mungkin
terlihat permukaan yang kasar atau
erosi pada satu atau kedua pita suara.
Tahap selanjutnya ditandai dengan Gambar 11.
ulserasi yang cenderung berlokasi Udem mukosa interaritenoid16
pertama kali pada prosesus vokalis,
tetapi kemudian menyebar ke Tahap terakhir perubahan
anterior. Ulkus biasanya dangkal dan laring mungkin ditandai oleh
kombinasi ulserasi, udem, granulasi

9
yang penuh dan pembentukan
tuberkuloma. Paralisis pita suara
mungkin terjadi akibat infiltrasi ke
otot atau fiksasi sendi krikoaritenoid.
Selain itu, infiltrasi tuberkulosis ke
pleura atau kelenjar limfe
mediastinum dapat mengenai
n.rekuren dan menyebabkan
paralisis.4 Secara klinis tuberkulosis
laring terdiri dari 4 stadium, Gambar 13. Granuloma pada glottis posterior22
yaitu:3,20,22
S
Stadium infiltrasi
Pada stadium infiltrasi, yang
pertama-tama mengalami Stadium ulserasi
pembengkakan dan hiperemi adalah Ulkus yang timbul pada akhir
mukosa laring bagian posterior, stadium infiltrasi membesar, ulkus
kadang juga mengenai pita suara ini dangkal dan dasarnya ditutupi
(gambar 12).20,22 oleh pengejuan, serta dirasakan
sangat nyeri oleh pasien (gambar
14).18,20,23

Gambar 12.
Mukosa korda vokalis sejati yang Gambar 14. Ulserasi laring23
udem22
Stadium perikondritis
Di daerah submukosa Ulkus makin dalam sehingga
terbentuk tuberkel, sehingga mukosa mengenai kartilago laring, dan yang
tidak rata, tampak bintik- bintik yang paling sering terkena adalah
berwarna kebiruan. Tuberkel makin kartilago aritenoid dan epiglotis.
membesar, dan beberapa tuberkel Dengan demikian terjadi kerusakan
yang berdekatan bersatu sehingga tulang rawan sehingga terbentuk
mukosa di atasnya meregang dan nanah yang berbau, proses ini akan
pada suatu saat karena sangat berlanjut dan terbentuk sekuester.18,20
meregang maka akan pecah dan Pada stadium ini keadaan
timbul ulkus (gambar 13).18,20,22 umum pasien sangat buruk dan dapat
meninggal dunia. Bila pasien dapat

10
bertahan, maka proses penyakit Jenis produktif
berlanjut dan masuk dalam stadium Fase eksudatif diikuti oleh
terakhir yaitu stadium perkembangan granuloma
fibrotuberkulosis.18,20 tuberkulosa pada jaringan subepitel.
Tuberkel yang avaskular berisikan
Stadium fibrotuberkulosis daerah pengejuan di tengah,
Stadium ini disebut juga dikelilingi oleh sel epiteloid atau sel
sebagai stadium pembentukan tumor. Langhans dan di bagian perifer oleh
Pada stadium ini terbentuk sel- sel mononuklear (gambar 15).
fibrotuberkulosis pada dinding Hal ini tergantung pada daya tahan
posterior laring, pita suara dan tubuh penderita, tuberkel akan
epiglotis.18,20 dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosis
yang pada akhirnya akan
Pemeriksaan Histopatologi dan menggantikan tuberkel.4,10,16
Kultur
Tuberkulosis laring harus
dibedakan dari kanker dan penyakit
granulomatosis lainnya yang mirip
secara klinis. Diagnosis pasti
tuberkulosis laring dapat ditunjukkan
oleh adanya gambaran radang
granulomatosa dengan granuloma
kaseosa atau pengejuan yang khas,
hiperplasia pseudoepitelial atau
adanya sel Langhans pada
pemeriksaan histopatologi, serta Gambar 15. Sel Langhans16
ditemukannya bakteri tahan asam
pada hapusan dan atau kultur sputum Gambaran mukosa secara
atau bilasan lambung penderita histologi bisa tampak normal,
dengan pewarnaan Ziehl Nielsen 4,8 hiperkeratosis atau hilang pada lesi
Berdasarkan patologi yang ulserasi. Submukosa terisi
anatomi dari hasil biopsi, pada dengan granuloma kaseosa yang
tuberkulosis laring didapatkan 2 dapat meluas ke kartilago yang
macam lesi, yaitu:4 berdekatan. Lesi tuberkel juga ada
kalanya verukosa dan displastik,
Jenis eksudatif dengan demikian lesi sering
Mula- mula terdapat fase dibingungkan dengan suatu
inflamasi akut difus yang ditandai karsinoma skuamosa (gambar
dengan hiperemia, udem, dan 16).10,23
infiltrasi ruang subepitel oleh sel –
sel eksudat nonspesifik.4

11
nodul yang menyerupai morbili atau
massa jaringan granulomatosis
berbentuk papil. Pada beberapa kasus
massa ini besar, soliter, bertangkai
dan dikenal sebagai tuberkuloma.4
Udem tampak jelas pada
keadaan yang lebih lanjut. Hal ini
mungkin terjadi sebagai akibat
obstruksi aliran limfe oleh
granuloma. Epiglotis dan jaringan
Gambar 16. Tuberkulosis laring23 ikat di atas aritenoid merupakan
tempat yang paling tampak udem.
Tuberkel bersatu membentuk Penyembuhan tuberkulosis laring
nodul yang secara makroskopis disertai oleh pembentukan kapsul
berwarna kuning kelabu, dan karena jaringan fibrosa dan jaringan yang
letaknya di subepitel, dan epitel yang menggantikan tuberkel.
melapisinya mungkin hilang, maka Penyembuhan lesi pada stadium
sering terjadi ulserasi dengan infeksi lanjut berakhir dengan stenosis oleh
sekunder. Proses ini pertama kali jaringan fibrosis atau fiksasi sendi
cenderung mengenai prosesus krikoaritenoid, serta kontraksi
vokalis dan epiglotis karena tipisnya jaringan parut akibat ulkus yang
mukosa yang melapisi tulang rawan menyembuh.4,10
yang avaskular. Ulserasi dan infeksi
menyebabkan perikondritis dan Pemeriksaan Foto Toraks
kondritis, terutama pada aritenoid Foto toraks hampir selalu
dan epiglotis, menimbulkan destruksi memperlihatkan kelainan dan
tulang rawan dan jika aritenoid yang seharusnya selalu dilakukan sejak
terkena, maka akan terjadi destruksi awal karena adanya hubungan
sendi krikoaritenoid.4,10 dengan tuberkulosis paru sangat
Adanya tuberkel dapat tinggi, dan adanya gambaran
merangsang terjadinya hiperplasia abnormal di paru mengingatkan
epitel dan jaringan fibrosis subepitel. perlunya tindakan pencegahan saat
Hal ini mungkin akan bermanifestasi akan dilakukan laringoskopi untuk
pada daerah interaritenoid berupa mencegah paparan dari organisme
penebalan yang menyerupai yang sangat menular ini.4,10
pakiderma. Prosesus vokalis dan
daerah lain mungkin ditutupi oleh

12
RINGKASAN itu diperlukan pemeriksaan
Tuberkulosis laring histopatologi untuk membedakan
merupakan radang spesifik pada keduanya. Indeks kecurigaan yang
laring yang hampir selalu merupakan tinggi dapat membantu mengenali
infeksi sekunder dari tuberkulosis lebih dini adanya tuberkulosis,
paru, dan sangat jarang dijumpai dengan demikian mengurangi
primer di laring. Meskipun ada yang paparan pada karyawan rumah sakit
berupa lesi primer tanpa keterlibatan terhadap organisme yang sangat
paru. Beberapa kasus menular ini.
memperlihatkan gambaran Keberhasilan penanganan
nonspesifik, polipoid atau lesi pasien dengan tuberkulosis laring
tunggal yang sangat sulit dibedakan berdasarkan pada kecurigaan klinis,
dari laringitis kronis nonspesifik. diagnosis yang tepat dan pengobatan
Secara klinis, tuberkulosis regimen kemoterapi antituberkulosa
laring sulit dibedakan dengan yang lebih dini,serta tingkat
keganasan pada laring. Oleh karena kepatuhan penderita dalam
pengobatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Feehs RS, Koufman JA. 8. Koufman JA, Belafsky PC.


Laryngitis. In: Bailey BJ, Infectious and inflammatory
Johnson JT, eds. Head and diseases of the larynx. In: Snow
neck surgery–otolaryngology. JB, Wackym PA, eds.
Vol 1. Philadelphia: JB Ballenger's
Lippincott Co, 1993;612-9 otorhinolaryngology head and
2. Bhat VK, Latha P, Upadhya D, neck surgery. 17th ed.
Hedge J. Clinicopathological Hamilton: BC Decker Inc,
review of tubercular laryngitis 2009;1199–200
in 32 cases of pulmonary 9. Gross JR, Thaller SR,
Kochs. Am J Otolaryngol Goodman ML. Laryngeal
2009; 30:327–30 tuberculosis as manifested in
3. Fried MP, Shapiro J. Acute and the decades 1963 – 1983.
chronic laryngeal infections. In: Laryngoscope 1987; 97:848–50
Paparella MM, Shumrick DA, 10. Gupta SK, Postma GN,
Glukman JL, Meyerhoff WL, Koufman JA. Laryngitis. In:
eds. Otolaryngology. 3rd ed. Bailey BJ, Johnson JT, eds.
Vol 3. Philadelphia: WB Head and Neck Surgery
Saunders Co, 1991;2245–8 Otolaryngology. 4th ed. Vol 1.
4. Spector GT. Penyakit – Philadelphia: Lippincott
penyakit granulomatosis kronis Williams and Wilkins,
laring. Dalam: Ballenger JJ, ed. 2006;829 – 32
Penyakit telinga, hidung, 11. Hermani B, Kartosoediro S.
tenggorok, kepala dan leher. Suara parau. Dalam: Soepardi
Edisi 13. Jilid 1. Jakarta: EA, Iskandar N, ed. Buku ajar
Binarupa Aksara, 1994 (Alih ilmu kesehatan telinga hidung
bahasa: Staf ahli bagian THT tenggorok kepala leher. Edisi 5.
RSCM – FKUI Jakarta);547– Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
50 2001;190-4
5. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim 12. Tucker HM. Anatomy of the
SY. Changing trends in clinical larynx. In: Tucker HM, ed. The
manifestations of laryngeal larynx. 2nd ed. New York:
tuberculosis. Laryngoscope Thieme Medical Publishers Inc,
2000; 110:1950-3 1993;1–34
6. Lee KJ. The larynx. In: 13. Spector GT. Anatomi
Essensial otolaryngology head perkembangan laring. Dalam:
and neck surgery. 9th ed. USA: Ballenger JJ, ed. Penyakit
McGraw-Hill Co Inc, 2008;552 telinga, hidung, tenggorok,
– 60 kepala dan leher. Edisi 13. Jilid
7. Tesis VL. Laryngeal 1. Jakarta: Binarupa Aksara,
tuberculosis: a report of three 1994 (Alih bahasa: Staf ahli
cases. The Internet Journal of bagian THT RSCM – FKUI
Otorhinolaryngology 2006; Jakarta);417–34
4:4–9

14
14. Sulica L. Voice: Anatomy, Otolaryngology Head-Neck
physiology, and clinical Surgery 1995; 121:109–12
evaluation. In: Bailey BJ, 20. Hermani B, Abdurrachman H.
Johnson JT, eds. Head and Kelainan laring. Dalam:
neck surgery otolaryngology. Soepardi EA, Iskandar N, ed.
4th ed. Vol 1. Philadelphia: Buku ajar ilmu kesehatan
Lippincott Williams and telinga hidung tenggorok
Wilkins, 2006;817-26 kepala leher. Edisi 5. Jakarta:
15. Sasaki CT, Kim YH. Anatomy Balai Penerbit FKUI,
and physiology of the larynx. 2001;195–200
In: Snow JB, Wackym PA, eds. 21. Cantarella G, Pagani D, Fasano
Ballenger's V. Glottic tuberculosis
otorhinolaryngology head and masquerading as early
neck surgery. 17th ed. multifocal carcinoma, 2007.
Hamilton: BC Decker Inc, Available from:
2009;1090–108 http://www.tumorionline.it/alle
16. Mark B, Berkow R. rgari/00280_2007_03/fulltext/3
Tuberculosis, 2008. Available 02-304 cantarella.pdf.
from: Accessed August 10, 2010
http://medical_dictionary.thefre 22. Roeser RJ, Pearson DW, Tobey
edictionary.com/Tuberculosis. EA. Specific forms of chronic
Accessed August 4, 2010 laryngitis. In: Roeser RJ,
17. Banovetz JD. Gangguan laring Pearson DW, Tobey EA, eds.
jinak. Dalam: Adams GL, Speech - language pathology
Boies LR, Highler PA, ed. desk reference. New York:
BOIES buku ajar penyakit Thieme Medical Publishers Inc,
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1998;41-2
1997 (Alih bahasa: Wijaya); 23. Becker W, Naumann HH,
386–7 Pfaltz CR. Chronic laryngitis.
18. Probst R, Grevers G, Iro H. In: Becker W, Behrbohm H,
Laryngitis in chronic infectious Kaschke O, Nawka T, Swift A,
diseases. In: Iro H, Waldfahrer eds. Ear, nose, and throat
F, eds. Basic otolaryngology. diseases. New York: Thieme
New York: Thieme Medical Medical Publishers Inc,
Publishers Inc, 2005;360-1 2009;315-7
19. Ramadhan HH, Wax MK.
Laryngeal tuberculosis. Arch

15

Anda mungkin juga menyukai