M
DENGAN PRO EVALUASI PADA ANGINA PECTORIS CCS II
CORONARY ARTERY DESEASE RIWAYAT POST PERCUTANEOUS
CORONARY INTERVENTION DI LEFT ANTERIOR DESCENDING
TAHUN 2019 DI UNIT KATETERISASI JANTUNG INSTALASI
DIAGNOSTIK INVASIF DAN INTERVENSI NON BEDAH
RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA
Disusun oleh:
i
Studi Kasus Berjudul :
Pembimbing Klinik
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tim Pembimbing:
Mengetahui,
Ka. Instalasi DI & INB Ka. Unit Invasiv Kateterisasi
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat dan kearunia-Nya, sehingga penulis telah
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan Angiografi Koroner Pada Tn.M Dengan Pro Evaluasi Pada Angina
Pectoris CCS II Coronary Artery Desease Riwayat Post Percutaneous Coronary
Intervention Di Left Anterior Descending Tahun 2019 Di Unit Kateterisasi
Jantung Instalasi Diagnostik Invasif Dan Intervensi Non Bedah Rumah Sakit
Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”. Dalam penulisan studi
kasus ini, penulis mendapat bimbingan dan saran yang bermanfaat dari berbagai
pihak, sehingga penyusunan studi kasus ini dapat terselesaikan sesuai dengan
yang direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih pada:
iv
7. Agus Susanto, S.Kep.,Ners Selaku Koordinator klinik / lahan praktik unit
Invasif Kateterisasi Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita.
8. Uup Harianto S.kep., Ners pembimbing klinik Unit Invasif Kateterisasi
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
9. Almaskanah , S.Kep.,Ners selaku penguji Unit Invasif Kateterisasi Rumah
Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
10. Emireta Ratri Ingsih, S.Kep.,Ners selaku penguji dari Diklat Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah HarapanKita.
Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu member dukungan mental dan
moril setiap saat. Teman-teman satu angkatan Pelatihan Keperawatan
Kardiovaskular khusus bulan Februari sampai juni tahun 2022 di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan studi kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan studi kasus ini. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyususnan studi
kasus ini. Penulis berharap studi kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
khususnya dalam pengembangan ilmu keperawatan
v
DAFTAR ISI
BAB IV Pembahasan
vi
4.2 Diagnosa............................................................................................... 70
4.3 Intervensi.............................................................................................. 71
4.4 Implementasi ....................................................................................... 72
4.5 Evaluasi ............................................................................................... 72
BAB V Penutup
Daftar Pustaka
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
adanya peningkatan jumlah penderita penyakit jantung koroner pada usia
muda (Patriyani & Purwanto, 2016).
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk melebarkan pembuluh
darah dan mengembalikan aliran darah pada arteri koroner, salah satunya
adalah kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung adalah tindakan
memasukkan tabung plastik kecil (kateter) kedalam arteri dan vena
menuju jantung untuk mendapakan gambar arteri koroner dan mengetahui
tekanan didalam ruang jantung (hemodinamik) menggunakan x-ray
angiography (Larasati et al., 2020). Kateterisasi jantung adalah teknik
diagnostik dan intervensi hemodinamik yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia dan menyumbang sekitar 6.000 prosedur per satu juta
penduduk per tahun di negara-negara barat (Devi Listiana, H.S.Effendi,
2019).
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang
merupakan pusat jantung nasional di Indonesia pada tahun 2017 sudah
melakukan tindakan diagnostik sebanyak 4963 tindakan, tahun 2018
sebanyak 4794 tindakan,tahun 2019 sebanyak 4811 tindakan, dan tahun
2020 sebanyak 3014 tindakan,dan tahun 2021 adalah sebanyak 2722
tindakan
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) pada jantung adalah
prosedur medis yang dilakukan untuk membuka pembuluh arteri koroner
2
tindakan, mengurangi waktu stay hospital, dan resiko komplikasi lebih
sedikit. sehingga sangatlah penting dalam menyiapkan segala keperluan
sebelum tindakan dilakukan, mulai dari kondisi arteri dengan melakukan
allent test, procedure puncture intra tindakan dan juga metode pembebatan
setelah selesai tindakan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyusun studi kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan Angiografi Koroner Pada Tn.M Dengan
Pro Evaluasi Pada Angina Pectoris CCS II Coronary Artery Desease
Riwayat Post Percutaneous Coronary Intervention Di Left Anterior
Descending Tahun 2019 Di Unit Kateterisasi Jantung Instalasi
Diagnostik Invasif Dan Intervensi Non Bedah Rumah Sakit Jantung
Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini diharapkan mampu:
a. Mampu memahami konsep teori Percutaneus
Percutaneous Angiography Coronary (PAC)
b. Mampu memahami konsep dan melakukan Asuhan
Keperawatan pada pasien paska tindakan Percutaneous
Angiography Coronary (PAC) dengan akses radial di Unit
Diagnostik Invasive dan Non Bedah di Rumah Sakit Pusat
Jantung Harapan Kita.
c. Mampu melakukan pengkajian pada pasien paska tindakan
Percutaneous Angiography Coronary (PAC) di Unit
Diagnostik Invasive dan Intervensi Non Bedah di Rumah
Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
d. Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien
paska tindakan Percutaneous Angiography Coronary (PAC) di
Unit Diagnostik Invasif dan Non Bedah di Rumah Sakit Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita
e. Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
paska tindakan Percutaneous Angiography Coronary (PAC) di
Unit Diagnostik Invasive dan Non Bedah di Rumah Sakit Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita.
4
1.5 Ruang Lingkup
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis hanya membatasi pada
Asuhan Keperawatan Pada Klien M paska tindakan Percutaneous
Angiography Coronary (PAC) dengan proses standar Asuhan
Keperawatan di unit diagnostik invansif dan intervensi non bedah
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
6
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan
angiografi koroner adalah tindakan pemeriksaan keadaan arteri koroner
dengan penyuntikan bahan kontras ke arteri koroner melalui kateter
sampai ke osteal arteri koroner kemudian digambar menggunakan sinar X.
2.1.2 Indikasi
Indikasi kateterisasi jantung secara umum menurut Rokhaeni, Purnamasari
& Rahayoe, dilakukan untuk beberapa kondisi yaitu :
1. Jantung koroner yang jelas/didiagnosis
2. Sakit dada (angina pektoris) yang belum jelas penyebabnya
3. Angina pektoris yang tidak stabil/bertambah.
4. Infark miokard yang tidak berespon dengan obat-obatan
5. Gagal jantung kongestif
6. Gambaran EKG abnormal (injuri, iskemik, infark), usia 50 tahun
keatas.
7. Treadmill test positif
8. Evaluasi bypass koroner.
9. Abnormal irama (bradi/takhikardia)
10. Kelainan pembuluh perifer.
7
2.1.3 Kontra indikasi
Adapun kontra indikasi :
1. Mutlak.,Tidak cukup alat dan fasilitas yang menunjang untuk
tindakan
2. Relative:
a. Perdarahan saluran cerna akut/anemi
b. Gangguan elektrolit
c. Infeksi dan demam
d. Gagal ginjal
e. Hamil
f. Stroke baru ( kurang dari 1 bulan )
g. Gangguan perdarahan
8
terjadi. CIN di definisikan apabila serum creatinin meningkat ≥ 0,5 mg/dl
atau 25% di atas serum creatinin awal. Faktor risiko yang menyebabkan
CIN seperti insufisiensi renal, DM, usia, osmolaritas dan volume kontras
yang digunakan. Pada pasien yang memiliki serum creatinin < 2,0 mg/dl,
pasien dengan DM lebih berisiko terkena CIN. Sedangkan pasien yang
memiliki serum creatinin > 2,0 mg/dl, baik pasien DM atau tidak DM
sama-sama memiliki risiko tinggi terkena CIN. Risiko CIN dapat di
minimalkan dengan cara memilih zat kontras dengan osmolaritas yang
tepat dan meminimalkan volume kontras yang digunakan. Volume
kontras yang dianjurkan 3ml/kgBB.
Stratifikasi resiko Contras Induced Nephropathy (CIN)
berdasarkan National Kidney and Transplant Intitute Phillipines (2013):
a. Low risk : eGFR > 60 ml / menit
b. Moderate risk : eGFR 30 – 59 ml / menit
c. High risk : eGFR < 30 ml / menit
9
5. Tromboemboli
Dapat terjadi akibat pecahnya plak pada pembuluh darah yang rapuh.
6. Lokal vaskuler injuri
Komplikasi pada akses vaskular paling sering dijumpai pada tindakan
angiografi koroner, dan menjadi kontributor yang paling signifikan dalam
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Komplikasi ini dapat dihindari
dengan lokasi punksi dan sekaligus sebagai penempatan sheath yang optimal
khususnya pada akses arteri femoralis
7. Gangguan irama jantung
Gangguan irama jantung yang biasa terjadi seperti bradiaritmia dan
takiaritmia.Bradiaritmia dapat terjadi saat kateterisasi dan pencabutan
sheath.Bisa karena respon vagal dengan gejala hipotensi, mual, berkeringat,
menguap.Bradikardi dan hipotensi merupakan tanda awal terjadinya perforasi
dan tamponade sebagai respon vagal.Batuk tindakan awal yang dapat
meningkatkan perfusi koroner dan mengembalikan irama jantung pasien
kembali sinus.Sedangkan takiaritmia yang sering terjadi seperti ventrikel
takikardi dan ventrikel fibrilasi saat kateter menyentuh miokard, sehingga
operator harus segera menarik kembali kateter agar irama jantung pasien
kembali sinus.
8. Komplikasi cerebrovaskuler
Stroke dapat terjadi karena emboli udara, thrombus yang terbentuk di lapisan
kateter, dislokasi ateroma aortic saat manipulasi kateter, antikoagulan yang
agresif, dan waktu prosedur yang lama.
9. Diseksi dan perforasi pembuluh darah besar dapat terjadi akibat gesekan dari
kateter biasanya pada asenden aorta.
10. Hipotensi
Penurunan tekanan darah arteri paling sering terjadi selama kateterisasi,
seperti pada kondisi hipovolume karena hidrasi yang kurang sebelum
prosedur atau penggunaan kontras yang berlebih, penurunan curah jantung,
tamponade, aritmia, regurgitasi katup jantung, vasodilatasi arteri, perdarahan.
10
10
11. Hipoglikemia
Dapat terjadi karena sebelum prosedur pasien harus puasa, terutama pada
pasien DM rentan terkena hipoglikemi.
2. Persiapan Administrasi
a. Surat ijin tindakan/inform concent
b. Surat pernyataan pembayaran (keuangan).
11
3. Persiapan Mental
Pemberian pendidikan kesehatan tentang prosedur kateterisasi jantung
(apa, bagaimana, tujuan, manfaat, komplikasi dan prosedur kerja).
12
2. Obat yang digunakan
a. Analgesik/Sedatif
Tujuan penggunaan analgesik adalah untuk sedikit menurunkan
kesadaran sehingga membuat pasien tenang tetapi masih dapat
merespons perintah verbal dan menjaga jalan napasnya sendiri.
Diazepam 2,5-10 mg oral dan difenhidramin 25-50 mg oral adalah
obat yang dapat dipakai satu jam sebelum prosedur. Selama
prosedur dapat dipakai midazolam 0,5-2 mg IV dan fentanil 25-50
mg. Selama dalam pengaruh sedasi, pasien harus dipantau kondisi
hemodinamiknya, elektrokardiografinya, dan oksimetrinya.
13
b. Antikoagulan
Antikoagulan tidak lagi diberikan pada prosedur angiografi koroner
dengan akses arteri femoralis rutin. Unfractionated heparin 2000-
5000 unit IV diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan
akses arteri brakhialis atau radialis dan pasien dengan risiko tinggi
komplikasi tromboemboli.
c. Kontras
Semua kontras radiografi mengandung yodium yang secara efektif
menyerap sinar X dalam kisaran energi sistem angiografi. Kontras
radiografi ini dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu kontras
yodium osmolar tinggi dan kontras yodium osmolar rendah. Kontras
angiografi memiliki efek samping terhadap hemodinamik dan ginjal.
Pada beberapa pasien dapat terjadi reaksi alergi, sehingga
kortikosteroid IV harus disiapkan setiap kali prosedur dilaksanakan
d. Obat Angina
Selama tindakan dilakukan, angina dapat terjadi karena beberapa
faktor, seperti takikardia, agen kontras, hipertensi, mikroemboli, dll.
Nitrogliserin sublingual, intrakoroner, maupun intravena dapat
diberikan pada pasien dengan tekanan sistolik >100 mmHg
14
a. Observasi daerah luka dari sesuatu yang tidak aseptik/septik
b. Selalu menjaga kesterilan area penusukan
c. Observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan.
8. Observasi tanda-tanda gangguan sirkulasi ke perifer.
a. cek pulsasi arteri dorsalis pedis, tibialis, radialis
b.
15
2. Prosedur Tindakan.
a. Baca instruksi di bagian atas nichiban yang terpasang guna melihat
jam pencabutan nichiban.
b. Mencuci tangan.
c. Pakai sarung tangan
d. Aspirasi sheath
e. Letakkan tangan kiri di atas nichiban dan beri penekanan secara
gentle.
f. Buka plester nichiban dengan tangan kanan secara perlahan-lahan
sambil perhatikan aliran darah yang keluar dari daerah insisi, dan
tangan kiri tetap tetap menekan secara “gentle”
g. Lepaskan perekat nichiban yang dibagian radial terlebih dahulu
kemudian yang di bagian ulnaris.
3. Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien:
a. Beri tahu bila ada keluhan sehubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. Anjurkan untuk tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg selama 1
minggu untuk menghindari stretching pada arteri radialis.
c. Anjurkan untuk tidak menekuk pergelangan tangan yang pungsi
selama 4 – 6 jam.
d. Bila ada keluhan bengkak dan lainnya segera hubungi rumah sakit
atau kembali ke rumah sakit tempat dilakukan
18
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada pasien paska Percutaneous
Angiography Coroner
Menurut SDKI (2016) konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan tindakan
Percutaneous Angiography Coronery ( PAC) adalah:
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi medis maupun non
medis dari klien, yaitu:
1. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit sekarang
2. Hasil resume dari angiografi
3. Tanda-tanda vital klien selama pre, intra, dan post prosedur PPCI (tekanan
darah, nadi, pulsasi perifer, tingkat kesadaran, saturasi O2, perubahan
gambaran EKG), serta keluhan nyeri klien.
4. Pemeriksaan laboratorium, meliputi: Darah lengkap, GDS, HBSAg, ureum,
kreatinin, PT, APTT, dan elektrolit.
5. Pemeriksaan radiologi berupa rontgen thorax.
19
2. Resiko penurunan curah jantung b.d sindrom koroner akut
Hasil yang diharapkan:
a. Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan
pernapasan) dalam batas normal
b. Akral hangat, pulsasi perifer teraba kuat
c. Volume urine 0,5-1 cc/jam/kgBB
d. Tidak menunjukan tanda-tanda disritmia
Intervensi:
a. Kaji keluhan klien
b. Monitor tanda-tanda vital (1 jam pertama setiap 15 menit, satu jam
kedua setiap 30 menit, dan satu jam selanjutnya setiap jam)
c. Monitor rekaman EKG dan pantau frekuensi jantung
d. Monitor intake dan output klien
e. Bantu aktivitas klien
f. Kolaborasi pemberian O2, pertahankan cara masuk heparin sesuai
indikasi, pantau data laboratorium enzim jantung, AGD, dan elektrolit
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek sekunder pemakaian heparin
Hasil yang diharapkan:
a. Akral hangat
b. Pulsasi kuat
c. TTV dalam batas normal
d. ACT dan APPT tidak memanjang
Intervensi:
a. Kaji keluhan klien
b. Observasi dan catat TTV
c. Observasi dan catat adanya perdarahan dan hematoma pada luka
penusukan
d. Observasi dan catat adanya perubahan warna kulit
e. Cek akral klien
f. Monitor hasil lab (ACT)
g. Anjurkan klien untuk mengistirahatkan area insersi
4. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi pembedahan
Hasil yang diharapkan :
20
a. Nyeri berkurang
b. Pasien tenang dan dapat istirahat
c. Tanda vital dalam rentang batas normal
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri
b. Beritahu pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Kolaborasi pemberian analgetik bila nyeri meningkat
e. Observasi tanda – tanda vital
22
mengalami spasme yang menyebabkan iskemik jantung.Kadang-kadang tempat
spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun
tiak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang
samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke
lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner.Disritmia sering
terjadi pada angina variant. Manifestasi klinisnya yaitu :
a. Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu
aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner
b. EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu
serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai.
3. Unstable Angina
Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan
penanganan segera.Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner
yang memburuk.Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja
jantung.Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai
perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme.Terjadi spasme
sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang
tertarik ke area yang mengalami kerusakan.Seiring dengan pertumbuhan
thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan
individu beresiko mengalami kerusakan jantung irreversible.
Unstableangina dapat juga dikarenakan kondisi kurang darah (anemia)
khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri koroner sebelumnya
Tidak seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki pola dan dapat
timbul tanpa aktivitas fisik berat sebelumnya serta tidak menurun dengan
minum obat ataupun istirahat. Angina tidak stabil termasuk gejala infark
miokard pada sindrom koroner akut. Manifestasi klinisnya yaitu :
a. Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik
frekuensi berat dan lamanya meningkat.
b. Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
c. Tidak dapat diperkirakan
d. Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama
e. Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina
f. EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
23
Klasifikasi Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular Society
Classification System tahun 1976 :
1. Kelas I
Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan angina. Angina akan muncul
ketika melakukan peningkatan aktivitas fisik (berjalan cepat, olahraga dalam
waktu yang lama).
2. Kelas II
Adanya pembatasan aktivitas sedikit/ aktivitas sehari-hari (naik tangga
dengan cepat, jalan naik, jalan setelah makan, stres, dingin).
3. Kelas III
Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik karena sudah timbul gejala angina
ketika pasien baru berjalan 1 blok atau naik tangga baru 1 tingkat.
4. Kelas IV
Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman,untuk melakukan
aktivitas sedikit saja bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga bisa terjadi
angina.
2.4.3 Etiologi
1. Arteriosclerosis / Atherosklerosis
Adalah penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koroner, sehingga
secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. bila lumen menyempit
maka resistensi terhadap aliran pembuluh darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokard. Atau beberapa factor yang dapat
dijelaskan sebagai berikut ( kasuari,2017)
a. Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang
tampak bagaikan garis lemak.
b. Penimbunan lemak,terutama beta lipoprotein yang mengandung banyak
kolesterol pada tunika intima dan media bagian dalam
c. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa
d. Timbul ateroma atau komplek plak aterosklerotik yang terdiri dari
lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris selluler dan kapiler
e. Perubahan degenerative dinding arteri
25
ateroma, pembentukan thrombus yang di awali dengan agresif trombosit,
embolisasi thrombus atau pragmenplak dan spasme arteri koroner.
3. Spasme arteri koroner
Terjadi karena hiper aktifitas system syaraf simpatis
4. Kebutuhan oksigen yang meningkat
5. Prolong hipertensi
6. Aorta stenosis atau aorta insufisiensi
a. Peningkatan Lipid
Peningkatan kadar kolesterol, trigliserida dan fosfolipid.
26
b. Hipertensi
Benturan atau gesekan aliran di duga menyebabkan trauma
mekanik pada lapisan terdalam yaitu endotel yang menimbulkan cedera
atau robekan lapisan endotel intima yang diikuti oleh reaksi radang
akibat cidera dan reaksi radang menimbulkan adanya agregasi platelet.
Untuk tujuan proses penyembuhan, platelet yang beragregasi akan
melepaskan factor perangsang pertumbuhan jaringan yang disebut
dengan growing stimulating factor.
Faktor pertumbuhan ini akan menyebabkan terjadinya proses
proliperasi melalui proses pembelahan sel dari sel otot polos dengan
tujuan menutupi cidera atau robekan yang terjadi pada lapisan endotel.
Cedera lapisan yang berlangsung lama dan berulang ulang
menyebabkan gangguan pembentukan lapisan endotel dan proliferasi
sel otot polos berlangsung terus, akibatnya dinding pembuluh darah
menjadi tebal dan elastisitasnya menjadi berkurang.
c. Merokok
Pengaruh langsung dari zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat
merangsang proses aterosklerotik seperti : karbon monoksida dapat
menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan
kerusakan dinding arteri, sedangkan glikorotein tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri
d. Diabetes Melitus
Kondisi hiperglikemi akan menimbulkan gangguan
methabolisme,yang akan merusak endotel pembuluh darah koroner.
Kerusakan endotel berlanjut didukung oleh kondisi hemoreologi dan
dengan cepat akan membentuk ateroma sehimgga mempermudah
teradinya penyakit jantung koroner
e. Obesitas.
Kelebihan berat badan harus dikendalikan karena berhubungan
dengan penyakit maupun factor risiko lainnya.
f. Stress / pola prilaku.
27
Stress emosional yang berturut-turut erat hubungannya dengan
ketidakseimbangan system simpatik parasimpatis sehingga terjadi
peningkatan katekolamin dan tekanan darah yang mendadak, sehingga
menjadi stress emosi kronis. Peningkatan neorohormonal ini secara
fisiologis dan metabolic akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga
mempercepat proses ateroskleros
2.4.5 Patofisiologi
Faktor penyebab utama pada Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah
kurangnya aliran darah ke miokard yang sering disebabkan
atherosklerosis. Atherosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak
tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi
nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol
ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen
menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang berdinding
kasar, akan cenderung terjadinya pembentukan bekuan darah, hal ini
menjelaskan terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
trombo emboli yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Pathogenesis dari aterosklerosis ( C.Long Barbara, 2019) pada
ACS dimulai dengan lesi aterosklerosis timbul pada permulaan dari arteri
koroner utama. Proses perjalanan penyakit pada awalnya setempat,
kemudian menjadi difuse dan bertambah. Lesi yang pertama timbul pada
dinding koroner disebut garis lemak. Sel-sel yang yang mengandung lipid
atau sel-sel busa (foam cells) invasi kedalam dinding intima dan
menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut kemudian
timbul sejenis benjolan dengan ukuiran yang terus meningkat sehingga
kapasitas lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis
karakteristik khas aterosklerosis yang berkembang.Tingkat aterosklerosis
yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa berkapur.
Deposit kapur dapat rupture dan meningkatkan resiko spasmus,
membentuk thrombus dan emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang
28
menimbulkan gejala coronary artery desease (CAD). Lumen arteri
menjadi begitu sempit, sehingga timbul ketidakseimbangan suplai oksigen
untuk miokardium dibandingkan dengan kebutuhan. Manifestasi iskemik
miokardium biasanya tidak akan terjadi sampai arteri 75% tersumbat. Hal
itu bisa berakibat angina pectoris, infark miokardium dan kematian
mendadak.
Angina pectoris merupakan cerminan dari iskemik miokard. Nyeri
dada angina biasanya berlokasi dibawah sternum (retrosternal) dan kadang
menjalar ke leher, rahang, bahu dan kadang lengan kiri atau keduanya.
Kadang angina dikeluhkan sebagai tanda tak enak di dada atau rasa berat
di dada, arasa penuh, diremas, dicengkram, dan rasa seperti ditikam
(Mutaqqin 2019). Pada lansia kemungkinan rasa nyeri yang dirasakan
nyeri visceral dan disertai dengan sesak nafas, keringat dingin, mual, rasa
melayang dan lemah.
Angina pectoris stabil ditandai dengan nyeri dada yang berakhir 5-
15 menit. Hal ini dapat timbul karena aktifitas, stress atau kedinginan
kemudian menghilang dengan istirahat atau minum obat. Angina pectoris
stabil biasanya disebabkan oleh lesi koroner yang fixed (plak yang stabil).
Pada Unstable Angina Pectoris (UAP) mencerminkan suatu keadaan klinis
antara angina pectoris stabil dan infark miokardium. Biasanya
berhubungan dengan rupture plak dan thrombosis. Iskhemia mengganggu
permeabilitas sel-sel miokardium terhadap elektrolit-elektrolit yang
menyebabkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses iskemik
yang berlangsung lebih dari 35-45 menit akan menyebabkan kerusakan
sel-sel yang ireversibel dan nekrosis miokardium.
Infark miokard akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba
pada salah satu cabang dari arteri koronaria. Penyumbatan ini dapat
meluas dan mengganggu fungsi jantung atau mengakibatkan nekrosis
miokardium (Mutaqqin, 2019). Infark tidak langsung menjadi total.
Trauma iskemik berkembang dan menjadi luas kemudian baru terjadi
infark atau timbul nekrosis. Pada saat proses iskemik berlangsung, lapisan
subendokardium (karena sangat peka terhadap kekurangan oksigen)
mengalami hipoksia kemudian baru seluruh miokardium.
29
Nyeri dada oleh karena infark biasanya karena adanya serangan
angina pectoris yang lebih dari 15-30 menit, kecuali pada lansia dan
penderita diabetes mellitus. Pasien dengan infark inferior kadang terasa
seperti nyeri abdomen, mual dan muntah. Pasien yang mengalami
infark akut menjadi gelisah, cemas, takut, merasa nyawa terancam, sulit
bernafas, sianosis,dan syok. Adapula sekitar 5-20% dari pasien dengan
serangan infark mikard akut tanpa nyeri.
30
penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anter
terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya
sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan
pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol sistemik dan
menyababkan penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu
berakibat pada penurunan kebutuhan oksigen jantung,menciptakan suatu
keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.
Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau
di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3
menit.
2. Penyekat Beta-adrenergik.
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan
frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan
peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul
bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara
lain : atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.
3. Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek
antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan
volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan
nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat.
Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat
dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12jam. Obat golongan
nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat,
nitrogliserin.
31
4. Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium
melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos
pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial
dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen
miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan
obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin,
isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil.
2.4.8 Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun
dengan hanya sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas
bervariasi dari 2% - 8% setahun. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah
beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan penyempitan di pangkal
pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini
jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah
satu pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan
memperburuk prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan
bertambah majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas
koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.
32
2.4.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan
kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara
medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan kontrol terhadap faktor
risiko. Secara tehnik invasive tujuan ini dicapai melalui pemasangan stent di
arteri koroner melalui teknik Percutaneus Coronary Intervention (PCI)
33
pembuluh darah koroner kurang dari 4 mm2 sedangkan untuk Left Main (LM)
kurang dari 6 mm2.
1. Kelainan genetik
2. Alergi
3. Usia Yaitu karena proses Patofisiologi pembuluh darah berupa perubahan
ECM yang meliputi kolagen
4. Jenis Kelamin Perempuan
5. Diabetes melitus yaitu mekanisme peningkatan vasospasme, adhesi
dan agregasi trombosit yang pada akhirnya mempengaruhi proliferasi
SMCs melalui penghambatan terhadap vasodilator (endothelium dependent
relaxation factor & prostacyclin/ prostaglandin I 2) maupun peningkatan
sintesis serta sekresi vasokonstriktor yang juga memiliki
mitogenitas terhadap SMCs (Endothelin-1/ET-1).,
6. Hipertensi
7. Chronic Kidney Disease ( CKD )
8. Dislipidemia yang dimana Statin dapat menurunkan peningkatan serum
kolesterol dan kemampuan antiaterosklerotik non lipid.
9. merokok
10. Diameter Pembulu darah
11. Lesi di Left Anterior Descending (LAD)
35
Skema Patofisiologi Percutaneous Coronary menurut Muttaqin,2009
Gagal
CABG PCI Fibrinolitik fibrinolitik
Elektif PCI ≥ 12 jam, tdk pd saat serangan Primary PCI ≤ 12 jam, pd saat serangan Early PCI > 12 jam pain menetap Rescue PCI
Heparin Zat Kontras Pembuluh darah Arteri abdominalis Aorta Perikardium Smber listrik jntung
M’hmbat Faktor Xa Mnyerap cairan Trombus lepas Vasospasme P’drahan intraperitoneal Tamponade Aritmia
TINJAUAN KASUS
35
b. Riwayat Penyakit sekarang
36
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
37
Pencernaan
- Kebiasaan makan 2 – 3 kali/hari satu porsi makan,
nafsu makan baik, mual tidak ada. Klien menurut istri
klien suka makan bersantan. Tidak ada kembung
dan asites.
- Kebiasaan minum 1000 – 1500 cc per hari.
- Kebasaan buang air kecil 5 – 6 x/hari warna kuning,
jumlah ±1000 cc
- Kebiasaan buang air besar 1 kali sehari.
Muskuloskeletal : Nyeri tidak ada, atropi tidak ada
dan kaku persendian tidak ada.
Ekstremitas : Semua ekstremitas tidak ada oedema
dan pergerakan normal. tangan kanan tampak terpasang
niciban diradialis, pulsasi teraba.
Persyarafan : Pasien mengatakan tidak mengalami
mati rasa, Hemiparase tidak ada, kejang tidak ada.
Istirahat dan tidur : Pasien mengatakan tidur siang 1
jam, dan malam 6-7 jam
38
3.1.4 Pengkajian Selama Di Ruangan Kateterisasi
Tanda-Tanda vital
TD : 144/73 mmHg
RR : 17 x/menit
HR : 72 x/menit
Spo2 :97%
EKG : Sinus Rhytm
39
Tindakan selesai post tindakan BP: 94/67 mmHg, HR 70 kali permeit,
gambaran EKG sinus ritme. Post tindakan di lakukan hemostasis
dengan nichiban dari pukul 09.30 wib dan dibuka pukul 11.30.
Sirkulasi distal baik dan tidak ada tanda- tanda perdarahan atau
hematoma. Lama tindakan : mulai jam 08.30 wib dan selesai jam
09.30 wib. Kontras : Haxiol 350 sebanyak 30 ml.
40
3.1.8 Gambaran Ekg Terlampir (28-03-2022)
1. Irama : Reguler
2. HR : 300 : 4,2= 71x/menit
3. Gelombang P :
4. P diikuti QRS 1:1
Lebar 0, 8 detik
Tinggi 1mm
5. Gel PR : 0,12 detik
6. Gel QRS : 0,04 ( kurang dari 0,12 detik (normal))
7. Gelombang ST
ST elevasi di V2 dan V3 : anterior septal
8. Gelombang T : semua positif kecuali di AVR dan V1
9. Axis : Normal Axis Lead I (+) AVF (+)
Kesimpulan : Sinus Rhytm dengan Stemi Anterior Septal
41
3.1.9 Pengkajian selama diruangan tindakan
- Mengkaji keluhan klien
- pasien mengatakan merasakan nyeri didaerah bekas tusukan
- Mengkaji daerah penusukan : tidak ditemukan adanya
hematoma, tidak ada perdarahan, terpasang niciban sampai pukul
11.30 wib
- Mengkaji tentang pemahaman klien paska tindakan diagnostic
42
3.2 Analisa Data
Nama : Tn. M
Ruangan : Cathlab ODC
No Analisa Data Masalah Etiologi
1. DS : Klien mengatakan nyeri Gangguan Efek samping
didaerah luka tusuk diradialis Rasa Nyaman pasca
kanan prosedur PAC
P : Paska tindakan PAC
Q: tertekan, kaku, keram,
nyeri
R: sampai kelengan kanan
S: 4 ( Sedang)
T: ±5 menit sekali ( hilang
timbul)
DO :
Terpasang niciban diradialis
kanan dari jam 09.30 sampai
11.30
Skala Nyeri 4
TD: 110/70 mmHg
HR: 70x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,0 C
SPO2 : 98%
BB : 78 kg TB : 170cm
2. DS : Defisit Penyakit akut
klien mengatakan cemas karena Pengetahuan saat ini
adanya penyumbatan kembali
didalam stent yang sudah
dipasang tahun 2019
43
DO :
44
4. DS: klien mengatakan Resiko Perifer Faktor Resiko
tertekan, kaku, keram, tidak efektif Paska
nyeri di area penusukan tindakan PAC
DO :
- Radialis dextra tampak
terpasang niciban dari jam
09.30 sampai 11.30
- CRT < 3 Detik
- Akral Hangat
- Sianosis tidak ada
- Pulsasi Teraba
- Warna kulit tampak tidak
pucat, warna merah
- Hematome tidak ada
TD: 110/70 mmHg
HR: 70x/menit
RR: 20x/menit
Suhu: 36,0 C
SPO2 : 98%
45
BB : 78 Kg
TB : 170 cm
Intake paska tindakan
Makan 1 porsi
Air putih 250
Teh 300
Total 550
Output paska tindakan
Urine 300 ( jam 10.00-11.30)
Total 300
46
3.4 Intervensi
Menurun (5) 7. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
terkontrol (1) 8. Berikan tehnik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kemampuan Edukasi:
9. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman.
47
menggunakan teknik non 10 Anjurkan rileks
farmakologis (1) Kolaborasi:
Keluhan nyeri : 1. Kolaborasi pemberian analgesik, jikaperlu
penggunaan analgesik ( 5)
akibat kondisi yang 4. Jelaskan alternatif yang berdampak positif untuk memenuhi
Tingkat pengetahuan
(L.12111) Kolaborasi
(5)
48
Kemampuan Luaran Edukasi Diet (L12369)
menjelaskan 6. jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
pengetahuan tentang 7. informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
suatu topik perilaku 8. anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
sesuai dengan
pengetahuan meningkat
(5)
3. Resiko Luaran utama:Tingkat Intervensi: Pencegahan Perdarahan (I.02067) dan balut Tekan
perdarahan perdarahan(L.02017) (I02028)
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
dengan keperawatanselama <24 jam , 1. Monitor tanda dan gelaja pendarahan
resiko pasca perdarahan tidak terjadi 2. Monitor tanda-tanda vital
tindakan dengan criteria hasil : 3. Monitor verban untuk memantau drainase luka
prosedur 1. Perdarahan pasca prosedur 4. Periksa kecepatan dan denyut nadi distal
PAC invasif menurun(5) 5. Periksa akral, kondisi kulit dan pengisian kapiler distal
49
4. Resiko Luaran utama: Perfusi Intervensi perawatan sirkulasi ( L.02079)
perfusi perifer (L.02011) Setelah Observasi
perifer tidak dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian
efektif keperawatanselama <24 jam , kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
berhubungan Resiko Perfusi perifer tidak 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
dengan paska efektif tidak terjadi dengan ekstremitas
tindakan criteria hasil : Edukasi
prosedur 1. Kekuatan nadi perifer (5) 3. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan(
PAC 2. Warna kulit tidak pucat mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
(5) sembuh, hilangnya rasa)
3. Edema perifer tidak ada
(5)
4. Pengisian kapiler baik (5)
5. Akral hangat (5)
6. Turgor kulit baik (5)
50
5. Resiko Luaran utama: perfusi Manajemen Cairan (l.03098)
perfusi renal renal (L.02013) Setelah 1. Monitor status hidrasi ( frekuensi nadi , kekuatan nadi, akral, crt,
tidak efektif dilakukan tindakan kelembapan mukosa , turgor kulit, tekanan darah )
dengan faktor keperawatan selama <24 jam 2. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan dan edukasi pasien
resiko pasca , Resiko Perfusi renal tidak 3. Monitor hasil laboratorium
PAC efektif tidak terjadi dengan
criteria hasil :
1. Jumlah urine meningkat
(5)
2. Kadar ureum kreatinin
baik (5)
3. Tekanan darah baik (5)
51
3.5 Implementasi
No Diagnosa Hari/tanggal Implementasi Evaluasi
1. Gangguan Senin , 28 Jam 10.00 Jam 11.30
Rasa nyaman Maret 2022 1. Identifikasi lokasi karakteristik durasi, S : klien mengatakan nyeri
berhubungan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri berkurang
dengan efek Respon : Klien mengatakan nyeri didaerah luka P : Paska tindakan PAC
samping tusuk diradialis kanan Q: keram, nyeri
pasca P : Paska tindakan PAC R: sampai kelengan kanan
prosedur Q: tertekan, kaku, keram, nyeri S: 2 ( ringan )
tindakan R: sampai kelengan kanan T: ±2 menit sekali ( hilang
PAC S: 4 ( Sedang) timbul)
T: ±5 menit sekali ( hilang timbul O:
Tangan kanan tampak masih terpasang niciban Terpasang kassa dan elastis
dari jam 09.30 sampai 11.30 perban
Observasi ikatan niciban apakah terlalu Skala nyeri 2
kencang atau tidak , dan menanyakan apakah Klien tampak tenang
ada rasa kebas dan kesemutan dan mengurangi TD : 118/75 mmHG
tekanan niciban 1 jam sekali jika perlu HR: 70 x/menit
2. Identifikasi skala nyeri RR: 20 x/menit
52
dengan menonton TV, menyarankan untuk Spo2 dijari manis 97% di jempol
istirahat tidur . dan memberikan edukasi juga 96%
untuk
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama A: Masalah teratasi
lambat dan berirama Keluhan nyeri 3 4
Repson : dilakukan saat melakukan pengkajian Menurun
kepasien, dengan komunikasi terapeutik yang Melaporkan nyeri 1 1
baik terkontrol
5. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
Respon : saat ini pasien belum membutuhkan Kemampuan 1 1
terapi farmakologi menggunakan
6. Beri posisi nyaman teknik non
Respon : mengatur posisi nyaman tangan farmakologis
kanan atau pasca tindakan di radialis dextra Penggunaan 5 5
dengan menopang atau elevasi tidak analgesik
menurun kebawah Keterangan :
Tingkat nyeri
(5) menurun (4) cukup (3)
sedang (2) cukup meningkat (1)
53
meningkat
Kontrol nyeri
(1)Menurun (2) cukup (3) sedang
(4) cukup meningkat (5)
meningkat
Kontrol nyeri farmakologis
5) menurun (4) cukup (3) sedang
(2) cukup meningkat (1)
meningkat
P : Intervensi dihentikan
Edukasi kepasien saat pulang
Mengistirahatkan tangan kanan
bekas tusukan, Tidak menekuk
area tangan kanan dibagian
tusukan, Tangan kanan tidak
boleh dijadikan tumpuan,
Anjurkan untuk tidak
mengangkat beban lebih dari 5
kg selama 1 minggu untuk
54
menghindari “stertching”/
peregangan pada arteri radialis,
Beritahu perawat atau dokter
bila terjadi keluhan berhubungan
dengan gangguan sirkulasi (
kebas, mati rasa ) saat dirumah ,
Buka elastikon dan ganti
dengan tensoplast setelah 12
jam pemasangan elastikon
(dirumah)
Bila ada hematoma dan
perdarahan segera hubungi
dokter atau perawat dan
langsung ke rumah sakit
(dirumah)
55
penyakit untuk penyakitnya kedepannya akan sering Klien mengatakan akan mencoba
akut saat ini berulang berpikir positif dan akan
2. Integrasikan keyakinan dalam rencana mengikuti prosedur yang akan
perawatan sepanjang tidak membahayakan dilakukan
/beresiko keselamatan , sesuai kebutuhan O:
Respon : klien diberikan kembali penjelasan Klien tampak mulai tenang
singkat menegani hasil prosedur yang ditandai dengan respon pasien
sebelumnya juga sudah diinfokan oleh dokter , yang kooperatif
klien juga sebelumnya sudah pernah melakukan A:
tindakan PCI dan sudah diberikan inform Verbalisasi 3 4
consent sebelumnya, dan dianjurkan konsultasi khawatir
kembali. Klien secara komunikasi memahami akibat
hal tersebut kondisi
3. Jelaskan bahaya dan resiko yang terjadi jika yang
berpikiran negatif dihadapi
Respon : memberikan edukasi untuk senantiasa
berpikir positif , dengan mengedukasi saat
dirumah untuk pelan pelan melakukan pola
hidup sehat, serta pendekatan spiritual, dan
56
mencoba aktivitas ringan, dikstrasi dengan cara
melakukan hobi yang disukai. Respon pasien Pertanya 2 4
an
kooperatif tentang
4. Jelaskan alternatif yang berdampak positif masalah
yang
untuk memenuhi keyakinan dan perawatan dihadapi
Respon : memberikan edukasi bahwa dampak menurun
Kemamp 3 4
berpikir positif baik untuk kesehatan yaitu uan
mempersiakan tubuh dengan baik , mengikuti menjelas
kan
anjuran dokter, yang nantinya berdampak pengetah
keberhasilan prosedur tindakan nantinya. uan
tentang
Respon pasien kooperatif. suatu
5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan topik
perilaku
edukasi pemahaman untuk tindakan prosedur sesuai
selanjutnya resiko, serta edukasi terkait dengan
pengetah
penyakit. uan
Respon : kolaborasi dengan dokter untuk meningk
at
57
menjelaskan hasil prosedur, terapi yang akan
diberikan yaitu Miniaspi 80 mg 1x1,Fasorbid
5mg ( Bila Perlu), Simvastatin 1x20mg, Bisovel
58
1x2.5 mg, Candestartan 1x8mg, prosedur yang keterangan
akan dilakukan selanjutnya, serta resiko yang Tingkat Ansietas
akan terjadi, respon pasien kooperatif. 5) menurun (4) cukup (3) sedang
6. jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan (2) cukup meningkat (1)
meningkat.
Respon : klien mempunyai kebiasaan pola makan
yang tidak sehat , klien diberikan edukasi kembali Tingkat pengetahuan
5) menurun (4) cukup (3) sedang
melalaui SAP
(2) cukup meningkat (1)
7. informasikan makanan yang diperbolehkan dan
Tingkat pengetahuan pasien
dilarang
5) meningkat (4) cukup meningkat
Respon : klien diberikan edukasi terlampir
(3) sedang (2) cukup (1) menurun
8. anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
Respon : klien diberikan edukasi terlampir P : Intervensi dihentikan
Edukasi kepasien pulang
Berpikir positif , lakukan
aktivitas atau hobi yang disukai
sesuai kemampuan, selalu
kontrol, pendekatan spiritual,
dan pola hidup sehat, dan minum
terapi sesuai anjuran dokter
59
3. Resiko Senin , 28 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan S: -
perdarahan Maret 2022 Respon : O:
berhubungan Post tindakan PAC dan didapatkan terapi saat Darah tidak mengalir lagi dan
dengan tindkaan heparin 5000 unit tidak ada tanda perdarahan
resiko pasca Riwayat pengobatan Tidak ada hematome
tindakan Miniaspi 80 mg 1x1 Pulsasi masih teraba kuat
prosedur Simvastatin 1x20mg CRT <3 detik
PAC Bisovel 1x2.5 mg Terpasang kassa dan elastis
Candestartan 1x8mg perban
Fasorbid 5mg Akral hangat
HB 13,5 APTT 27,3
Sianosis tidak ada
HT 40.1 ( L) TD : 118/75 mmHG
Trombosit : 168.000 ( L) HR: 70 x/menit
Terpasang niciban diradialis dextra dari jam RR: 20 x/menit
09.30 sampai 11.30 Spo2 dijari manis 97% di jempol
Tidak tampak tanda perdarahan 96%
HB 13,5
2. Monitor tanda-tanda vital APTT 27,3
Respon: HT 40.1 ( L)
TD: 110/70 mmHg Trombosit : 168.000 ( L)
60
HR: 70x/menit A:
RR: 20x/menit Perdarahan 3 5
Suhu: 36,0 C pasca
SPO2 : 98% prosedur
3. Monitor verban untuk memantau drainase luka invasif
Respon : tidak ada rembesan didaerah niciban menurun
4. Periksa kecepatan dan denyut nadi distal Tekanan 5 5
Respon : Nadi teratur , pulsasi distal teraba darah
kuat membaik
5. Periksa akral, kondisi kulit dan pengisian Keterangan
kapiler distal Tingkat perdarahan
Respon : Akral hangat , tidak ada tanda 5) menurun (4) cukup (3) sedang
sianosis CRT <3 detik, penekanan niciban (2) cukup meningkat (1)
cukup, niciban terpasang dari jam 09.30 diaff meningkat
jam 11.30 Tanda tanda vital
(5)membaik, (4) cukup membaik,
(3) cukup, (2) cukup, memburuk
(1) memburuk
P : Intervensi dihentikan
61
Edukasi kepasien saat pulang
Mengistirahatkan tangan kanan
bekas tusukan, Tidak menekuk
area tangan kanan dibagian
tusukan, Tangan kanan tidak
boleh dijadikan tumpuan,
Anjurkan untuk tidak
mengangkat beban lebih dari 5
kg selama 1 minggu untuk
menghindari “stertching”/
peregangan pada arteri radialis,
Beritahu perawat atau dokter
bila terjadi keluhan berhubungan
dengan gangguan sirkulasi (
kebas, mati rasa ) saat dirumah ,
Buka elastikon dan ganti
dengan tensoplast setelah 12
jam pemasangan elastikon
(dirumah)
62
Bila ada hematoma dan
perdarahan segera hubungi dokter
atau perawat dan langsung ke
rumah sakit.
63
4. Resiko perfusi Senin , 28 Observasi Jam 11.30
perifer tidak Maret 2022 1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, S : klien mengatakan nyeri
efektif edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, berkurang
berhubungan angkle brachial index) P : Paska tindakan PAC
dengan paska Respon : Radialis dextra tampak terpasang Q: keram, nyeri
tindakan niciban dari jam 09.30 sampai 11.30 , CRT R: sampai kelengan kanan
prosedur PAC < 3 Detik , Akral Hangat, Sianosis tidak S: 2 ( ringan )
ada, Pulsasi Teraba, Warna kulit tampak T: ±2 menit sekali ( hilang
tidak pucat, warna merah , Hematome tidak timbul)
ada , TD: 110/70 mmHg, HR: 70x/menit Klien mengatakan tidak ada rasa
RR: 20x/menit, Suhu: 36,0 C SPO2 : 98% kebas
BB : 78 kg TB : 170cm O:
2. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau Terpasang kassa dan elastis
bengkak pada ekstremitas perban
Respon : tidak ada panas , tidak ada Skala nyeri 2
kemerahan nyeri skala 4 oedem tidak ada Klien tampak tenang
fungsi ektremitas baik. TD : 118/75 mmHG
HR: 70 x/menit
RR: 20 x/menit
64
3. Informasikan tanda dan gejala darurat yang - CRT < 3 Detik
harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang - Akral Hangat
tidak hilang saat istirahat, luka tidak - Sianosis tidak ada
sembuh, hilangnya rasa) - Pulsasi Teraba
Respon : klien mengatakan tertekan, - Warna kulit tampak tidak pucat
kaku, keram, nyeri di area penusukan warna merah
Klien mengatakan tidak ada kebas, - Hematome tidak ada
edukasi dibagian niciban tidak boleh A:
ditekuk, edukasi klien dilampirkan di Kekuatan nadi 5 5
SAP untuk perawatan dirumah perifer
Warna kulit tidak 5 5
pucat
Edema perifer tidak 5 5
ada
Pengisian kapiler 5 5
baik
Akral hangat 5 5
Turgor kulit baik 5 5
Perfusi perifer
Ket :
(5)membaik, (4) cukup membaik,
(3) cukup, (2) cukup, memburuk (1)
memburuk
65
P : Intervensi dihentikan
Edukasi pasien pulang
Mengistirahatkan tangan kanan
bekas tusukan, Tidak menekuk area
tangan kanan dibagian tusukan,
Tangan kanan tidak boleh dijadikan
tumpuan, Anjurkan untuk tidak
mengangkat beban lebih dari 5 kg
selama 1 minggu untuk menghindari
“stertching”/ peregangan pada arteri
radialis, Beritahu perawat atau
dokter bila terjadi keluhan
berhubungan dengan gangguan
sirkulasi ( kebas, mati rasa ) saat
dirumah , Buka elastikon dan ganti
dengan tensoplast setelah 12
jam pemasangan elastikon
(dirumah), Bila ada hematoma
dan perdarahan segera hubungi
dokter atau perawat dan
langsung ke rumah sakit
(dirumah)
66
5. Resiko Senin , 28 1. Monitor status hidrasi ( frekuensi nadi , S : klien mengatakan akan banyak
Perfusi Maret 2022 kekuatan nadi, akral, CRT, kelembapan minum dan klien mengatakan
Renal mukosa , turgor kulit, tekanan darah ) mengerti
tidak Respon :klien puasa dari jam 06.00, HR Klien mengatakan buang air kecil
efektif 70x/menit, nadi adekuat , akral hangat , CRT lancar dan warna urine kuning
Faktor <3detik, mukosa lembab, turgor kulit baik, biasa
Resiko 110/70, O:
Paska 2. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan dan Klien tampak kooperatif
tindak edukasi pasien Klien tampak makan , minum teh
an Respon : Intake paska tindakan 300cc, dan minum air putih
Percut Makan 1 porsi hangat , edukasi klien untuk
aneous Air putih 250 minum 1160 selama 24 jam
Angiog Teh 300 Klien tampak buang air kecil
raphy Total 550 Belum ada evaluasi untuk labor ,
Coron Output paska tindakan labor masih
ary Urine 300 ( jam 10.00-11.30) UR 27.0
(PAC) Total 300 CR 0.83
pembe 3. Monitor hasil laboratorium GFR 100
rian Respon : HT 40.1 ( L)
kontra UR 27.0 HB : 13,13,5 g/dl TD : 118/75 mmHG
s CR 0.83 APTT : 27,3 HR: 70 x/menit
GFR 100 CRT < 3 detik
HT 40.1 ( L)
67
Kontras Hexiol yang masuk 30cc
A:
Jumlah urine 5 5
meningkat
Kadar ureum 5 5
kreatinin baik
Tekanan darah 5 5
baik
Perfusi Renal
Ket :
(5)membaik, (4) cukup
membaik, (3) cukup, (2) cukup,
memburuk (1) memburuk
P : Intervensi dihentikan
Edukasi kebutuhan cairan selama
24 jam
68
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data secara
komprehensif dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2016).
Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nurarif, 2015).
Berdasarkan hasil pengkajian pada asuhan keperawatan yang
diberikan, pada kasus pasien angiography coronary dengan riwayat APS II
CAD post PCI 1 des di LAD pada Tn. M umur 54 tahun dengan data
subyektif dan obyektif , Klien mengatakan nyeri didaerah luka tusuk
diradialis kanan, P : Paska tindakan PAC, Q: tertekan, kaku, keram, nyeri,
R: sampai kelengan kanan , S: 4 ( Sedang), T: ±5 menit sekali ( hilang
timbul), Terpasang niciban diradialis kanan dari jam 09.30 sampai 11.30,
Skala Nyeri 4, TD: 110/70 mmHg, HR: 70x/menit, RR: 20x/menit, Suhu:
36,0 C, SPO2 : 98%, BB : 78 kg TB : 170cm, klien mengatakan masih
cemas tentang penyakitnya Riwayat pengobatan , Miniaspi 80 mg 1x,
Simvastatin 1x20mg, Bisovel 1x2.5 mg, Candestartan 1x8mg, Fasorbid
5mg (jika perlu), HT 40.1 ( L), Trombosit : 168.000 ( L).
Pengkajian ini adanya kesamaan berdasarkan teori. angiografi koroner
adalah tindakan pemeriksaan keadaan arteri koroner dengan penyuntikan
bahan kontras ke arteri koroner melalui kateter sampai ke osteal arteri
coroner kemudian digambar menggunakan sinar X. tindakan yang
dilakukan diawal sebelum dilakukan pengambilan gambar yaitu dengan
69
dilakukan pemberian lidocain dan dilakukan puncture. Unfractionated
heparin 2000-5000 unit IV diberikan pada prosedur angiografi koroner
dengan akses arteri brakhialis atau radialis dan pasien dengan risiko tinggi
komplikasi tromboemboli.
Nichiban adalah suatu alat yang digunakan untuk menekan luka
tusuk tempat masuknya sheath pada arteri radialis dengan
menggunakan spon perekat yang mana paska tindakan menyebabkan
kurangnya rasa nyaman karena penekanan yang cukup kuat untuk
menghentikan perdarahan pasca tindakan. Sementara itu menurut
dr.paulina dalam alomedika (2020) mengatakan onset kerja lidocain
apabila digunakan dalam jaringan onset 1-5 menit. Efek setelah dari
lidocain dapat menybabkan gejala terasa seperti nyeri, kram dan terasa
seperti pegal.
Menurut Tiga kriteria keberhasilan PCI antara lain adalah
keberhasilan angiografi, keberhasilan prosedur, dan keberhasilan klinis.
Keberhasilan angiografi didefinisikan sebagai pengurangan penyempitan
sampai 50% untuk pemasangan balon atau pengurangan penyempitan
menjadi 10% pada pemasangan stent. Keberhasilan prosedur adalah bila
keberhasilan angiografi ditambah dengan terhindarnya pasien dari
komplikasi-komplikasi major. Keberhasilan klinis adalah bila keberhasilan
angiografi dan keberhasilan prosedur diikuti oleh berkurangnya
gejala/tanda iskemia. Keberhasilan klinis yang berlanjut sampai paling
tidak 9 bulan disebut keberhasilan klinis jangka panjang ( Justin , 2019)
Restenosis atau pengurangan diameter lumen pasca Angioplasti Balon
(AB) merupakan respon penyembuhan terhadap kerusakan mekanik akibat
cedera dinding pembuluh darah arteri . Hasil dari pengkajian untuk pada
pasien ini yaitu didapatkan Intra Stent Restenosis ( ISR) yaitu termasuk
jenis intra stent. Adapun indikasi terjadinya Intra Stent Restenosis ( ISR)
memiliki kesamaan yaitu pada pengkajian pasien ini klien mempunyai
riwayat hipertensi dan mempunyai faktor resiko.
70
4.2 Diagnosa
Pada kasus yang dibahas didapatkan 3 diagnosa yaitu Gangguan Rasa
nyaman berhubungan dengan efek samping pasca prosedur tindakan
PAC,Ansietas berhubungan dengan penyakit akut saat ini, Resiko
perdarahan berhubungan dengan faktor resiko paska tindakan PAC. Ada
kesamaan dengan teori yang didapatkan hanya faktor yang berhubungan
yang berbeda, diagnosa juga sudah disesuaikan dengan standar diagnosa
keperawatan indonesia.
4.3 Intervensi
Berdasarkan data diagnosa keperawatan yang telahditegakkan, pada tahap
ini penulisan kan membahas keterkaitan antara perencanaan yang dibuat
dengan teori yang dipakai. Perencanaan asuhan keperawatan berdasarkan
Standar IntervensiKeperawatan Indonesia (SIKI) yang dilakukan pada
diagnosa:
1. Gangguan Rasa nyaman berhubungan dengan efek samping pasca
prosedur tindakan Percutaneous Angiography Coronary (PAC)dengan
kriteria hasil Keluhan nyeri Menurun , Melaporkan nyeri terkontrol,
Kemampuan menggunakan teknik non farmakologis, Keluhan nyeri :
penggunaan analgesik (jika diperlukan)
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan penyakit akut saat ini
dengan kriteria hasil Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
menurun, Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun,
Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik perilaku
sesuai dengan pengetahuan meningkat
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor resiko paska tindakan
Percutaneous Angiography Coronary (PAC) dengan kriteria hasil
Perdarahan pasca prosedur invasif menurun, Tekanan darah membaik
4. Resiko Perifer tidak efektif faktor resiko paska tindakan Percutaneous
Angiography Coronary (PAC) Kriteria hasil Kekuatan nadi perifer,
71
Warna kulit tidak pucat, Edema perifer tidak ada, Pengisian kapiler
baik, Akral hangat, Turgor kulit baik
5. Resiko Perfusi Renal tidak efektif Faktor Resiko Paska tindakan
Percutaneous Angiography Coronary (PAC) pemberian kontras
kriteria hasil Jumlah urine meningkat , Kadar ureum kreatinin baik ,
Tekanan darah baik
4.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempatdari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter &
Perry, 2012). Implementasi keperawatan pada Tn. M dimulai pada saat
post tindakan angiografi koroner yaitu tanggal 28Maret 2022 jam 10.00
setelah pasien meninggalkanr uang Cath Lab dan di observasi di ruang
recovery room (RR). Penulis melakukan implementasi keperawatan
berdasarkan intervensi/ rencana asuhan keperawatan yang telah di
tetapkan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta
pengkajian ulang rencana keperawatan untuk membantu klien mengatasi
masalah kesehatan actual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial
dan mempertahankan status kesehatan. Evaluasi terhadap tujuan asuhan
keperawatan menentukan tujuan ini telah terlaksana (Potter, 2016).
Penulis mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien
mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa
keperawatan. Pada evaluasi penulis menyesuaikan dengan teori yang ada
yaitu SOAP yang berarti S adalah subjektif keluhan utama klien, O adalah
objektif hasil pemeriksaan, A adalah perbandingan data dengan teori dan P
adalah perencanaan yang akan dilakukan (Asmadi, 2011).Dalam kasus ini
klien mengalami kemajuan yaitu dilihat dari kriteria hasil yang dicapai ,
data subjektif pasien data subjektif pasien .
72
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
73
5.2 SARAN
Selama penulis mengikuti pelatihan di Unit Diagnostik
Invasif dan Intervensi Non bedah penulis mendapat kendala yaitu:
74
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2020 Buku ajar medikal bedah Edisi 8. Volume 2. Jakarta
:EGC.
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. (2017). Braunwald’s heart disease: A
textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders
Rokhaeni, Heni, Elly Purnamasari & Anna Ulfah Rahayoe (2018), Buku Ajar
Keperawatan Kardiovaskuler Edisi pertama. Jakarta: Bidang Pendidikan
& Pelatihan Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Sinaga, 2009. Perbandingan efektifitas penggunaan bantal pasir sebagai
penekanan mekanikal di lokasi punksi arteri femoralis sebagai
akses kateter. http://www.ib.ui.ac.id/file?file=digital/125072-
TESIS0600%20Sin%20N09p-Perbandingan%20Efektif-
Pendahuluan.pdf. Diakses tanggal 9 Maret 2016 pk. 20.00 WIB.
Perifer
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembelajaran selama 15 menit, sasaran
diharapkan memahami tentang faktor resiko penyebab
coronary artery desease, Manajemen Pencegahan Perfusi
Renal, Perfusi Perifer, Dan Perawatan Pasca Pulang
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan diharapkan pasien mengerti
1. Apa itu Coronary Artery Desease?
2. Apa Saja faktor yang menyebabkan Coronary Artery
Desease?
3. Apa tujuan diet ?
4. Apa diet yang dianjurkan ?
5. Olahraga apa yang disarankan ?
6. Bagaimana Pencegahan Resiko Perfusi Renal ?
7. Bagaimana Perawatan Pasca Pulang resiko terjadinya
perfusi perifer?
B. Metode
Ceramah ,diskusi dan tanya jawab
C. Media
-
D. Materi
(Terlampir)
E. Rancangan Kegiatan
Langkah –
Waktu KegiatanPenyuluhan KegiatanSasaran
No langkah
1 Pendahulu 2 menit Memberisalam dan Menjawabsalam
an memperkenalkandiri
Menjelaskan maksud dan Mendengarkan
tujuan penyuluhan
Melakukan Evaluasi Menjawabpertanya
Validasi an
2 Penyajian 7 menit Menjelaskan materi
penyuluhan mengenai : Mendengarkanden
1. Apa itu Coronary Artery ganseksama
Desease? Mengajukanpertan
2. Apa Saja faktor yang yaan
menyebabkan Coronary
Artery Desease?
3. Apa tujuan Diet?
4. Apa diet yang dianjurkan
?
5. Olahraga apa yang
disarankan?
6. Bagaimana Pencegahan
Resiko Perfusi Renal ?
7. Bagaimana Perawatan
Pasca Pulang resiko
terjadinya perfusi
perifer?
Intake yang masuk saat post 550 output 300 selama 2 jam