Bibir Sumbing
Bibir Sumbing
TUMBUH KEMBANG
Disusun oleh:
ii
2.9 Hubungan Zat Teratogen Dengan Anomali Kongenital ......................... 19
iii
DAFTAR TABEL
CONGENITAL ................................................................................................... 20
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
1) Bibir sumbing
2) Tidak pandai menyusu
3) Berat badan bayi turun
1
1.4 Rumusan Masalah
Embriogenesis
&
Faktor yang By. ♂
mempengaruhi
Anomali
Kongenital
• Klasifikasi
• Penyebab
Bibir • Patologi
Minum Jamu • Diagnosis
Sumbing
• Penatalaksanaa
• Komplikasi
Zat teratogen
1.6 Hipotesis
2
1.7 Pertanyaan diskusi
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2 Embriogenesis dan Faktor yang Mempengaruhi
Gambar 2 1
Masa embrionik
Sumber: The Developing Human Clinically Oriented Embryology2
3) Periode fetal (9-38). Jika terpapar patogen pada periode ini, maka
embrio akan mengalami kelainan fingsional dan anomali minor.
5
1) Faktor genetik
6
b) Gangguan keseimbangan akibat kelainan
aberasi kromosom
2) Faktor non-genetik
7
kepada ibu hamil dianjurkan untuk meningkatkan kalori yang
dimakan dengan tambahan 300 kkal per hari, atau sekitar 1
porsi makanan lebih banyak daripada sebelum hamil.
2) Obat-obatan, toksin, atau zat kimia
3) Endokrin. Kejadian cacat bawaan lebih tinggi pada ibu hamil
yang mendapat terapi hormon.
4) Mekanis. Kelainan posisi janin dan kekurangan cairan
ketuban dapat mengakibatkan cacat bawaan.
5) Penyakit ibu hamil
6) Radiasi
7) Imunitas. Pada rhesus dan ABO antagonisme sering
mengakibatkan hydrops foetalis, bayi lahir mati
8) Anoksia. Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan
pada plasenta dan tali pusat dapat mengakibatkan berat bayi
lahir rendah.
9) Stres.
8
Tabel 2.1
Proses Organogenesis
9
Beberapa jenis bibir sumbing yang di ketahui yaitu:[6]
1) Unilateral Incomplete
2) Unilateral Complete
3) Bilateral Complete
2.4.2 Penyebab
2.4.2.1 Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan
merupakan satu hal penyabab terjadinya celah.
Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang
dengan memberikan vitamin A secara berlebihan
atau kurang, yang hasilnya menimbulkan celah pada
anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan
defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang
hamil dan hasilnya juga adanya celah dengan
persentase yang tinggi, dan pemberian kortison pada
kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek
yang sama. [7]
2.4.2.2 Obat-obatan
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada
masa kehamilan trimester pertama dapat
10
menyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang
bersifat teratogenik yaitu seperti thalidomide dan
phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan
injeksi steroid. [7]
2.4.2.3 Patologi
Bibir sumbing lazim terjadi pada laki-laki,
kemungkinan penyebabnya ibu yang terpajan obat,
kompleks sindrom malformasi, atau genetik.
Biasanya bibir sumbing disertai kelainan bawaan
lain, misalnya hidrosefalus, sindaktilia (jari-jari
saling melekat) atau polidaktilia (jari-jari berlebih).
Penyebab bibir sumbing tidak diketahui dengan pasti,
kasusnya dapat dijelaskan dengan teori hipotesis
multifaktor. Teori multifaktor yang ditemukan
menyatakan bahwa gen-gen yang berinteraksi satu
dengan yang lainnya dan dengan lingkungan
menyebabkan cacat pada perkembangan janin. Bibir
sumbing itu sendiri merupakan kegagalan
bersatunya jaringan selama perkembangan.[8]
2.4.2.4 Diagnosis
Dasar diagnosis molekuler CLP sama dengan
diagnosis penyakit genetik yang lain, yaitu:[9]
1. Amniocentesis dilakukan pada
kehamilan 14-16 minggu.
2. CVS (Chorionic Villus Sampling),
dilakukan pada kehamilan 10-13
b. minggu. Tingkat akurasinya 96-98%
lebih rendah dari midtrimester
amniocentesis karena keterbatasan
11
mosaik plasenta dan kontaminasi sel saat
kehamilan.
2.4.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk bayi dengan bibir
sumbing adalah sebagai berikut.[10]
1) Tindak lanjut ketat pada bayi sangat
diperlukan untuk mengawasi pemberian
minum dan pertumbuhannya.
2) Operasi bibir dapat dilakukan pada umur
6 bulan, langitan sumbing pada umur 1
tahun. Bibir sumbing dapat dioperasi
lebih awal jika pasien aman untuk
dianastesi dan prosedur operasi
memungkinkan.
3) Tindak lanjut pasca operasi untuk
mengawasi indera pendengaran
(umumnya infeksi telinga tengah) dan
perkembangan kemampuan bicara).
2.4.2.6 Komplikasi
1) Masalah asupan makanan
Masalah asupan makanan merupakan
masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir (labioschisis). Adanya
labioschisis memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan payudara ibu atau
dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah refleks hisap dan
12
refleks menelan pada bayi dengan labioschisis
tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara
memegang bayi dengan posisi tegak lurus
mungkin dapat membantu proses menyusui
bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi
secara berkala dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan
labiopalatochisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan
dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga
hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan
labiopalatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan atau asupan makanan
tertentu.[11]
2) Masalah dental
Anak yang lahir dengan labioschisis
mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan gigi,
malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada
area dari celah bibir yang terbentuk. [11]
3) Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschisis lebih
mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari
otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius. [11]
4) Gangguan berbicara
13
Pada bayi dengan labiopalatoschisis
biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus
palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang atau rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas
nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6
speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas
untuk menutup ruang atau rongga nasal pada
saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Penderita celah palatum
memiliki kesulitan bicara, sebagian karena
palatum lunak cenderung pendek dan kurang
dapat bergerak sehingga selama berbicara
udara keluar dari hidung. Anak mungkin
mempunyai kesulitan untuk memproduksi
suara atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, danch",
dan terapi bicara (speech therapy) biasanya
sangat membantu. [11]
14
1) Bayi yang sumbing pada langit-langit lunak (palatum mole).
Bayi ini dapat menyusu tanpa kesulitan bila bayi disusui
dalam posisi tegak, sehingga ASI tidak masuk ke hidung.
Ada kecenderungan ASI keluar melalui hidung bayi,
sehingga ibu perlu dianjurkan untuk sering menghentikan
menyusui untuk memberi kesempatan bayi bernapas.
2) Sumbing hanya pada bibir atas saja. Bayi ini dapat menyusu
sambil ibu menutup sumbing tersebut dengan jarinya agar
bayi dapat menghisap dengan sempurna. Kadang-kadang
terdengar bunyi pada saat bayi sedang menyusu. Proses
menyusui pada anak dengan sumbing ini dapat terjadi karena
mekanisme menyusu tidak terganggu, asalkan dilakukan
dengan teknik menyusui yang baik dan benar.
3) Kesulitan menyusui terjadi pada bayi yang sumbing ganda,
yaitu sumbing pada langit-langit keras/ lunak dan bibir, kerna
bayi sulit menghisap puting susu dengan sempurna. Untuk
bayi yang demikian, ibu dapat mengelurkan asi dengan
tangan/pompa kemudian diberikan dengan sendok/pipet/dot
khusus.
15
Tabel 2.2
Anomali Kongenital pada manusia
Penyebab
No. Jaringan Malformasi Defek Pada Komentar
Sebelum
1 SSP Anensefali Penutupan 26 hari Degenerasi otak
tuba neuralis depan lanjutan
anterior
Meningomielokel Penutupan 28 hari 80% Lumbosakral
pada bagian
tuba neuralis
posterior
2 Wajah Celah bibir Penutupan 36 hari 42% disertai dengan
bibir celah palatum
Celah Palatum Fusi 10
maksilaris lempengan minggu
palatum
maksilaris
Sinus dan atau Resolusi celah 8 minggu Preaurikular dan
kista brankhialis brankhial sepanjang garis
anterior sampai
sternokleidomatoideus
3 Usus Atresia esofagus Penyekatan 30 hari
plus fistula lateral foregut
trakeoesofagus menjadi trakea
dan foregut
Atresia rektum Penyekatan 6 minggu
dengan fistula lateral kloaka
menjadi
rektum dan
sinus
kongenital
Atresia Rekanalisasi 7-8
duodenum duodenum minggu
Malrotasi usus Rotasi 10 Disertai perlekatan
lengkung usus minggu mesenterik inkomplit
sehingga atau menyimpang
sekum terletak
dikanan
Omfalokel Kembalinya 10
usus tengah minggu
dari yolksac
ke abdomen
Divertikulum Obliterasi 10 Dapat berisi jaringan
meckel duktus minggu lambung atau
vitellinus pankreas
Hernia Penutupan 6 minggu
diafragmatika kanal pleura
peritoneum
Sistem Ekstrofi kandung Migrasi 30 hari Disertai defek duktus
genitourinaria kemih mesenkim mulleri dan wolff
infraumbilikal
Lanjutan tabel 2.2
16
Sebelum
Uterus Bikornu Fusi bagian 10 minggu Rahim
bawah duktus berbentuk hati
mulleri
Hipospadia Fusi lipatan 12 minggu
uretra (labia
minora)
Kriptorkhidisme Penurunan testis 7-9 bulan
kedalam skrotum
4 Jantung Transposisi Perkembangan 34 hari
pembuluh darah terarah septum
besar bulbus kordis
Defek Septum Penutupan 6 minggu
ventrikel septum ventrikel
Duktus arteriosus Penutupan 9-10 bulan
paten duktus arteriosus
5 Tungkai Aplasia radius Pembentukan 38 hari Sering disertai
tulang radius dengan defek
lain pada sisi
radius
ekstremitas
bawah
Sindaktili berat Pemisahan 6 minggu
pancaran jari-jari
6 Kompleks Siklopia, Perkembangan 23 hari Defek
holoprosensefali mesoderm sekunder
prekordal muka
(midcafe),
lengan dan
otak depan
(forebrain)
Sumber: Nelson Esensi Pediatri.[14]
1) Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap
harinya adalah 2500 kalori. Pengetahuan tentang berbagai jenis
makanan yang dapat memberikan kecukupan kalori tersebut
sebaiknya dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang dimengerti
oleh para ibu hamil dan keluarganya. Jumlah kalori yang berlebih
dapat menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Jumlah pertambahan
berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil. [15]
2) Protein
17
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85
gram per hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari
tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam,
keju, susu, telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran
prematur, anemia dan edema. [15]
3) Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari.
Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi
pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah
diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat.
Defisiensi kalsium dapat menyebabkan riketsia pada bayi atau
osteomalasia pada ibu. [15]
4) Zat besi
Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan
kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan
pengantaran melalui hemoglobin di dalam sel-sel darah merah.
Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan
asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari. Zat besi
yang diberikan dapat berupa ferfous gluconate, ferrous fumarate
atau ferrous sulphate. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat
menyebabkan anemia defisiensi zat besi. [15]
5) Asam folat
Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam
folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh
ibu hamil adalah 400 mikrogram per hari. Kekurangan asam folat
dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil.[15]
18
Soetjiningsih menspesifikkan kebutuhan ibu hamil akan zat nutrisi
dalam 1 hari: [4]
1) Vitamin A 200 SI
2) Tiamin 0,2 mg
3) Riboflavin 0,2 mg
4) Niasin 1,3 mg
5) Vit. B 12 0,3 mg
6) Kalsium 400 mg
7) Fosfor 200 mg
8) Besi 20 mg
9) Seng 5 mg
10) Iodium 25 mg.
19
Pajanan suatu teratogen secara berkesinambungan dapat
menghasilkan efek kumulatif atau dapat mempengaruhi beberapa organ
yang sedang menjalani berbagai macam tahap perkembangan. Konsumsi
etanol dosis tinggi jangka panjang selama kehamilan, khususnya pada
trimester pertama dan kedua, dapat menimbulkan sindrom alkohol pada
janin. Pada sindrom ini, sistem saraf pusat, pertumbuhan, dan
perkembangan wajah dapat terpengaruh. [16]
Tabel 2.3
Hubungan zat teratogen dengan kejadian malformasi congenital
20
2.10 Anomali Mayor dan Anomali Minor
Gambar 2.2
Kelainan mayor yang umum dijumpai, perkiraan frekuensinya, dan anomali yang terkait
Sumber: Panduan Pemeriksaan Antenatal[17]
21
Gambar 2.3
Anomali minor yang sering ditemui serta penyebabnya
Sumber: Panduan Pemeriksaan Antenatal[17]
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kriteria Bayi Lahir Normal. [internet] 2013. [cited 2013 Sept 19] Available
from: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-diyansetiy-
6498-3-babiis-n.pdf
2. Moore, et al. The Developing Human Clinically Oriented Embryology. 9th
ed. Canada; 2002.
3. Effendi. Embriogenesis. Neonatologi. Jakarta: IDAI; 2008.
4. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995.
5. Sadler TW. Langman: Embriologi kedokteran. Ed 10. Jakarta: EGC; 2009.
6. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Ed 3. Jakarta: EGC; 2001.
7. Vinod K. Textbook of oral and maxillofacial surgery: Cleft Lips and Cleft
Palate. 2nd ed. New Delhi: Arya Publishers House; 2009.
8. Behrman, et al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Jakarta: EGC; 2000.
9. Suryo. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2005.
10. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pedoman Pelayanan Kesehatan
Anak Di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
11. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier;
2007.
12. Bahiyatun. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC;
2009.
13. Schramm WF. Weighing cost and benefits of adequate prenatal care. Public
Health Report, 107(6), 647-652.
14. Behrman RE & Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri. Ed 4. Jakarta: EGC;
2010.
15. Frederich MA. Psychological changes during pregnancy. Contemporaro
OB/GYN 27, Sept. 1977.
16. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC; 2010.
17. Sullivan A, et al. Panduan Pemeriksaan Antenatal. Jakarta: EGC; 2009.
24