Anda di halaman 1dari 18

MODUL

METABOLISME
MAKRONUTRIEN

Program Studi S1 Gizi


STIKES Nusantara Kupang

AGUNG DIRGANTARA NAMANGBOLING, M.Gz.


VISI DAN MISI STIKES NUSANTARA KUPANG

VISI

Menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Unggulan yang bertaraf Nasional dalam
waktu 5 tahun dan bertaraf Internasional dalam waktu 15 Tahun.

MISI
1. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran melalui penggunaan berbagai
teknologi pendidikan sesuai dengan standar yang dapat dilaksanakan dengan
pendekatan keilmuan secara Komprehensif berdasarkan kebutuhan dan
Kompetensi pendidikan
2. Meningkatkan Kemampuan Sumber Daya Manusia yang mempunyai
kemampuan Profesional dalam mengelola pendidikan dan pengajaran
3. Meningkatkan Sarana dan prasarana fisik pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan standar mutu nasional dan internasional
4. Menyelenggarakan dan berperan aktif dalam penelitian bidang kesehatan untuk
meningkatkan IPTEK
5. Mendidik tenaga kesehatan Profesional yang berkualitas prima berstandar
nasional dan internasional sesuai dengan tuntutan dan perkembangan
masyarakat
6. Menjalin kerja sama Multi sektor dalam menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran untuk memenuhi permintaan tenaga kesehatan didalam dan luar
negeri
7. Mencetak sumber daya manusia yang Profesional, Unggul dan Berjiwa
entrepreneurship.

2
VISI DAN MISI PRODI S1 GIZI

VISI

Menjadi program studi Gizi yang unggul di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur,
nasional dan internasional, dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan
perkembangan IPTEK berdasar pada ilmu, moral dan etika profesi

MISI

a. Meningkatkan kualitas dan pengajaran pendidikan sarjana Gizi melalui


penggunaan berbagai teknologi pendidikan sesuai dengan standar yang dapat
dilaksanakan dengan pendekatan keilmuan secara comprehensive berdasarkan
kebutuhan dan kompetensi pendidikan.
b. Menyelenggarakan pendidikan sarjana Gizi secara profesional berstandar
nasional dan internasional dengan berbasis metode pembelajaran modern
berdasarkan moral dan etik.
c. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan
profesional dan unggul dalam mengelola pendidikan dan pengajaran dibidang
pendidikan sarjana Gizi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana fisik pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan standar mutu nasional dan internasional.
e. Menyelenggarakan dan berperan aktif dalam penelitian bidang
profesi Gizi.
f. Mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang Gizi serta
memanfaatkan hasil-hasil penelitian untuk peningkatan kualitas kesejahteraan
masyarakat.

3
PROFIL LULUSAN PROGRAM STUDI S1 GIZI

1. Nutrition Care Provider (Pemberi Asuhan Gizi)


2. Food Service Manager (Pengelola Manajemen Penyelenggara Makanan)
3. Community Nutrition Program Manager (Manajemen Program Gizi Komunitas)

4
CAPAIAN PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI S1 GIZI

Capaian pembelajaran program studi Gizi (S1) stikes nusantara kupang


merujuk SN-DIKTI (Permenristek dikti No. 44 Tahun 2015) dan memiliki level sesuai
dengan jenjang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia/KKNI (Perpres No. 8
Tahun 2012) level 6, SK Penetapan Kurikulum Sarjana Gizi No.
003/SK/AIPGI/V/2016, serta berpedoman pada kurikulum industry 4.0, maka
proses penyusunan capaian pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Sikap

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap

religius.

b. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan

agama,moral, dan etika.

c. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila.

d. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki

nasionalisme serta rasa tanggung jawab pada negara dan bangsa.

e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan,

serta pendapat atau temuan orisinal orang lain.

f. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap

masyarakat dan lingkungan.

g. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

h. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik.

i. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya

secara mandiri dan,

j. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.

5
2. Pengetahuan

a. Mampu berfikir luas (meta-kognitif) dengan landasan ilmiah.

b. Mampu menjelaskan teori dasar, iptek gizi serta ilmu terkait (ilmu pangan,

biomedik, humaniora, dan manajemen) secara terstruktur.

3. Keterampilan umum

a. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam

konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi

yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan

bidang keahliannya.

b. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur.

c. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu

pengetahuan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora

sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah

dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik dan seni.

d. Menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk skripsi

atau laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi.

e. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian

masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data.

f. Mampu memelihara dan mengembang-kan jaringan kerja dengan

pembimbing, kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya.

g. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan

melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang

ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya.

6
h. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada

dibawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara

mandiri dan,

i. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan

kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.

4. Keterampilan khusus

a. Mampu mengaplikasikan iptek gizi dalam pemecahan masalah gizi

perorangan, kelompok dan masyarakat melalui penilaian status gizi.

b. Mampu berkomunikasi efektif dalam pelayanan konseling, edukasi gizi, dan

dietetik untuk menangani masalah gizi individu, kelompok dan masyarakat

sesuai hasil kajiannya serta mempertimbangkan implikasinya.

c. Mampu mengelola pelayanan gizi berdasarkan penilaian gizi yang sudah baku

secara mandiri.

d. Mampu mambuat keputusan dalam proses pemecahan masalah gizi

perorangan, kelompok dan masyarakat melalui penilaian status gizi dan faktor

terkait.

e. Mampu mengembangkan pelayanan gizi promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif serta mampu beradaptasi pada kondisi sumber daya terbatas.

f. Mampu bekerjasama dalam tim dan bertanggung atas hasil kerja mandiri atau

kelompok dan memiliki sikap kritis, empati pada klien dan tim kerja pada

tingkat internal serta eksternal organisasi.

g. Mampu mendisain dan mengelola pendidikan gizi dengan menggunakan

media dan metode sesuai karakteristik sasaran.

7
PART 7

METABOLISME PROTEIN

A. Asam Amino
Asupan protein yang lazim dari makanan, yaitu sekitar 80 g protein/hari
pada orang dewasa hanya merupakan seperempat dari protein yang dibentuk di
dalam tubuh setiap harinya. Kebutuhan minimum protein dari makanan, yaitu
sekitar 35-40 g protein pada orang dewasa laki-laki, kira-kira sebesar
sepersepuluh dari jumlah protein yang dibentuk di dalam tubuh setiap harinya.
Pola dan jumlah asam amino yang diperlukan untuk mendukung sintesis
protein ditentukan oleh jumlah dan pola protein yang dibentuk. Keseluruhan pola
tersebut diperkirakan didominasi oleh protein dengan komposisi campuran yang
serupa seperti yang terdapat di dalam otot, tetapi hal ini tidak selalu demikian
pada semua situasi, khususnya pada sejumlah keadaan patologis. Sebagai
contoh, profil asam amino kolagen sangat kaya akan glisin dan prolin tetapi
miskin leusin dan asam amino rantai-cabang.
Selama pertumbuhan ketika terjadi peningkatan kebutuhan akan
pembentukan kolagen, maka keseimbangan asam amino yang dibutuhkan
mungkin akan bergeser ke arah pola kolagen. Selama terjadi respons inflamasi
akan terdapat peningkatan sintesis antioksidan glutathione dan protein
metallothionein yang mengikat zink; kedua jenis senyawa itu kaya akan sistein.
Kebutuhan akan pola asam amino yang paling tepat dapat bervariasi mengikuti
beragam situasi yang berbeda. Sifat alami kebutuhan dapat berubah dari waktu
ke waktu, dan perubahan ini ditentukan oleh keadaan fisiologis seperti
kehamilan, laktasi atau pertumbuhan, atau oleh keadaan patologis seperti
infeksi, respons terhadap trauma atau setiap penyebab lainnya untuk respons
fase akut.

8
B. Pergantian Asam Amino
Depot (pool) asam amino merupakan persediaan prekursor yang dari depot
ini semua asam amino diambil untuk keperluan sintesis protein dan lintasan
reaksi yang lain. Untuk asam amino apa pun terdapat tiga aliran-masuk (inflow)
kepada depot tersebut dan tiga aliran-keluar (outflow).
Aliran dari depot ke sintesis protein dan lintasan metabolik yang lain
merepresentasikan kebutuhan metabolik akan asam amino. Aliran menuju
oksidasi asam amino ditentukan baik oleh kebutuhan untuk menggunakan asam
amino sebagai sumber energi maupun sebagai lintasan penguraian bagi asam
amino yang berlebihan dari sumber mana pun yang dapat digunakan secara
efektif pada waktu itu. Kebutuhan ini harus dipenuhi dari :
1. Asam amino yang datang dari hasil penguraian protein; atau
2. Sintesis de novo asam amino; atau
3. Asam amino dari makanan.

Dalam keadaan stabil diharapkan asam amino yang berasal dari hasil
penguraian protein akan merepresentasikan kecocokan yang sempurna untuk
protein yang disintesis, dan karena itu asam amino tidak perlu ditambahkan ke
dalam sistem tersebut. Asam amino yang dilepaskan dari hasil penguraian
protein berbeda dari asam amino yang digunakan dalam sintesis protein karena
sejumlah asam amino akan berubah setelah beberapa lama ketika mereka
merupakan bagian dari rantai polipeptida. Sebagai contoh, asam amino dapat
mengalami metilasi atau karboksilasi. Modifikasi post-translational itu
berhubungan dengan struktur dan fungsi protein yang matur/masak. Lisin
sebagai bagian dari protein dapat mengalami metilasi menjadi trimetil lisin. Ketika
protein diuraikan, maka trimetil lisin yang dilepaskan tidak memiliki nilai dalam
sintesis protein di kemudian hari, tetapi trimetil lisin dapat bertindak sebagai
prekursor metabolik untuk sintesis karnitin.
Karnitin memainkan peranan yang fundamental dalam metabolisme asam
lemak. Pembentukan endogen carnitine akan memfasilitasi oksidasi asam lemak
dan membatasi kebutuhan akan karnitin dari sumber makanan, kendati
dipertahankannya sumber tambahan lisin masih dibutuhkan untuk sintesis
protein. Oleh karena lisin merupakan asam amino yang sangat dibutuhkan dan
tidak dapat disintesis secara endogen dalam kuantitas yang cukup untuk

9
memenuhi kebutuhan metabolik, maka lisin harus diperoleh dalam bentuk yang
sudah ada sebelumnya dari makanan.

C. Pembentukan dan Oksidasi Asam Amino


Sintesis de novo asam amino mensyaratkan tersedianya kerangka karbon
dari sumber endogen, dan pada kerangka ini kemudian dapat ditambahkan
secara efektif gugus amino dalam posisi yang benar. Moietas sulfur harus
ditambahkan pada asam amino sulfur. Dalam metabolisme tubuh mamalia,
sejumlah asam amino mudah dibentuk dari senyawa-antara metabolik yang lain,
seperti misalnya asam amino transaminasi, yaitu alanin, asam glutamat dan
aspartat, dapat diperoleh dari senyawa-antara dalam siklus asam sitrat, yaitu
senyawa piruvat, a-ketoglutarat dan oksaloasetat. Asam amino ini penting untuk
pergerakan gugus amino di seluruh tubuh dan juga dalam proses
glukoneogenesis (mis., siklus glukosa-alanin antara hati dan jaringan perifer)
atau dalam proses glukoneogenesis renal dari glutamin selama puasa.
Beberapa asam amino yang tidak penting berasal langsung dari asam
amino yang penting (mis., tirosin dari fenilalanin) dan pembentukan endogen
asam amino ditentukan oleh ketersediaan asam amino yang penting. Metionin
dan sistein adalah asam amino yang mengandung gugus sulfhidril, dengan
aktivitas kimia yang cukup intensif. Meskipun metionin dapat dibentuk dalam
tubuh dari homosistein, pembentukan metionin ini merupakan bagian dari siklus
(siklus metionin) yang menghasilkan gugus metil untuk metabolisme dan pada
saat tidak adanya perolehan netto metionin.
Homosistein mempunyai nasib metabolik yang lain, yaitu ke arah
pembentukan sistein. Dalam lintasan metabolik ini, gugus sulfhidril yang
diperoleh dari metionin akan tersedia bagi molekul serin dengan dibentuknya
sistem; kerangka karbon yang diperoleh dari metionin kemudian dioksidasi.
Sistein merupakan prekursor untuk taurin yang bersama dengan glisin,
diperlukan untuk pembentukan garam empedu dari asam empedu. Jadi sistein
dapat dibentuk di dalam tubuh asalkan terdapat cukup metionin dan tersedia
serin.

10
Gambar 1. Siklus Metionin

Metionin harus tersedia dalam makanan, dan seperti asam amino lainnya,
metionin diperlukan untuk sintesis protein. Selain itu, metionin mempunyai
sejumlah fungsi yang penting. Terlepas dari fungsinya sebagai sinyal untuk
sintesis protein, metionin merupakan prekursor untuk pembentukan sistein dan
prekursor bagi reaksi lain yang mengharuskan gugus metil tersedia untuk
metabolisme.
Dalam mendonorkan gugus metilnya, metionin membentuk homosistein
yang dapat diubah kembali menjadi bentuk metionin dengan menggunakan
gugus karbon yang tunggal yang dapat diperoleh dari serin atau betain (produk
pemecahan kolin). Homosistein adalah titik cabang dalam metabolisme karena
homosistein juga mempunyai nasib yang penting lainnya, yaitu pembentukan
sistin dan taurin. Dalam lintasan ini, kelompok sulfhidril ditransfer ke kerangka
karbon dari serin. Jadi, serin digunakan untuk metabolisme selanjutnya
homosistein dengan mengikuti masing-masing lintasannya. Kadar homosistein
yang meningkat dalam sirkulasi darah berhubungan dengan peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular.
Bagaimanapun, lintasan untuk pembentukan sistein belum sepenuhnya
matur/matang pada bayi baru lahir sehingga sistein menjadi asam amino semi-
esensial pada waktu ini. Bagi sebagian asam amino, lintasan untuk pembentukan

11
asam amino tersebut tampak rumit dan berliku-liku, meliputi lintasan kompleks
yang dibagi antar-sejumlah jaringan. Pembentukan arginin oleh ginjal
merupakan salah satu contoh. Arginin adalah prekursor nitrit oksida dengan
fungsi metabolik yang penting sebagai neurotransmiter dan sebagai unsur untuk
mempertahankan kesehatan vaskular jaringan perifer dan menjadi salah satu
dari beberapa radikal oksidatif yang terbentuk pada saat terjadi ledakan reaksi
oksidatif pada leukosit.
Arginin juga merupakan prekursor langsung urea, yang merupakan bentuk
utama ekskresi nitrogen dari dalam tubuh. Arginin dibentuk dalam dua tempat
yang utama, yaitu ginjal dan hati. Arginin yang dibentuk dalam ginjal tersedia
bagi bagian tubuh yang lain, sementara arginin yang dibentuk dalam hati akan
dipecah menjadi urea dan ornitin dalam siklus urea. Pada kedua lokasi tersebut,
arginin dibuat dari sitrulin, tetapi sementara sitrulin di dalam hati dihasilkan
secara lokal dalam mitokondria sel hati, maka sitrulin di dalam ginjal harus
diimpor dari luar. Sitrulin yang diimpor tersebut dibentuk dalam saluran
gastrointestinal dan merupakan salah satu produk akhir oksidasi glutamin.

Gambar 2. Metabolisme Asam Amino

Bagi banyak aspek metabolisme asam amino terdapat sistem kerja sama
antar-organ yang kompleks dan pembagian berbagai fungsi yang berbeda antar-
organ merupakan hal yang sangat penting bagi kontrol metabolik yang efektif.
Arginin dibentuk dalam jumlah yang signifikan di dalam hati maupun ginjal, tetapi
arginin yang dibentuk di dalam hati umumnya akan menuju kepada pembentukan
urea, sementara arginin yang dibentuk di dalam ginjal akan diekspor keluar dan

12
tersedia untuk kebutuhan bagian tubuh yang lain seperti misalnya untuk
membentuk nitrik oksida. Arginin dibentuk dari sitrulin dalam ginjal, dan sitrulin
diperoleh dari saluran gastrointestinal dan pembentukannya berhubungan
dengan penggunaan glutamin. Glutamin sendiri dibentuk dalam jumlah yang
besar di dalam otot sebagai bagian dari proses pemecahan asam amino rantai-
cabang, yaitu leusin, isoleusin, dan valin. Sebagai suatu kelompok, asam-asam
amino rantai-cabang yang berasal dari protein makanan akan ditangani dengan
cara yang spesial yaitu setelah diabsorpsi, asam amino tersebut cenderung
memintas hati tanpa dimetabolisme di dalam hati dan secara khusus akan
diambil oleh otot.
Glutamin sendiri dihasilkan di dalam otot dari asam amino rantai cabang.
Selama proses pencernaan dan absorpsi asam amino yang diperoleh dari
protein makanan, kebanyakan asam amino akan diambil pertama kali oleh hati,
tetapi asam amino rantai-cabang akan memintas hati dan secara khusus diambil
oleh otot ketika asam amino tersebut akan memberikan glutamin. Pola
interchange (proses saling-tukar) metabolik yang sangat kompleks ini
memungkinkan pengendalian dan khususnya menciptakan mekanisme yang
melaluinya dua peranol interaksi metabolik arginin yang penting dipisahkan
sehingga dapat dikontrol secara independen.
Asam amino lain, seperti glisin, diperlukan sebagai unsur (building block)
untuk membangun senyawa yang lebih kompleks dalam jumlah yang relatif besar
(hemoglobin dan porfirin, kreatinin, garam empedu, dan glutation), tetapi lintasan
yang memungkinkan pem bentukan asam amino dengan kuantitas yang besar
masih belum jelas. Kerangka karbon dari asam amino yang penting umumnya
dianggap sama sekali tidak dapat dibentuk di dalam tubuh.

13
D. Keseimbangan Nitrogen
Sekitar 16% protein berupa senyawa amino nitrogen sehingga dengan
mengukur jumlah nitrogen ini (mis., melalui metode Kjeldahl) dan mengubahnya
menjadi 6,25, maka akan dapat diperoleh angka perkiraan jumlah protein dalam
makanan atau pun jaringan tubuh. Keseimbangan nitrogen mengidentifikasi
keseluruhan hubungan antara nitrogen yang diambil dari lingkungan untuk
kebutuhan tubuh dan nitrogen yang dikembalikan ke dalam lingkungan dari
dalam tubuh. Asupan nitrogen hampir sepenuhnya berasal dari makanan,
terutama sebagai protein, kendati juga sebagian dapat berasal dari senyawa
yang mengandung nitrogen lainnya, seperti asam nukleat dan kreatin dalam
daging.
Unsur nitrogen dapat hilang dari dalam tubuh melalui sejumlah jalur, tetapi
85–90% akan hilang melalui urine dan 5-10% melalui feses, dan sisanya melalui
kulit serta rambut atau bentuk kehilangan yang lain. Nitrogen akan hilang sebagai
molekul yang dapat larut dalam urine seperti urea (85%), amonia (5%), kreatinin
(5%), asam urat (2–5%), dan masing-masing asam amino atau protein dalam
jumlah yang sangat kecil. Kehilangan nitrogen dalam jumlah yang besar melalui
jalur yang tidak lazim dapat terjadi pada situasi patologi (mis., melalui kulit pada
kasus luka bakar, perdarahan atau melalui fistula).
Pencapaian keseimbangan nitrogen dalam merespons perubahan, baik
asupan maupun kehilangannya se bagian besar ditimbulkan oleh perubahan
pada kecepatan ekskresi urea melalui urine. Berkurangnya asupan protein dari
makanan akan diimbangi dengan berkurangnya ekskresi nitrogen dalam jumlah
yang ekuivalen sebagai urea ke dalam urine sehingga kompensasi ini akan
mengembalikan keseimbangan nitrogen dalam waktu 3-5 hari. Hilangnya
nitrogen melalui feses pada asupan nitrogen yang lazim, biasanya sebesar 1-2g
nitrogen/hari, atau sekitar sepersepuluh asupannya. Bagaimanapun,
keberadaan nitrogen dalam feses dapat cukup meningkat pada makanan yang
kaya polisakarida bukan pati atau serat pangan. Kemudian berkurangnya
ekskresi urea ke dalam urine ekuivalen dengan peningkatan jumlah nitrogen
dalam feses.
Peningkatan kehilangan kulit, yaitu melalui keringat yang berlebihan,
eksudasi atau pun luka bakar, akan disertai dengan penurunan jumlah urea yang
sebanding di dalam urine. Pada sistem yang secara konstan selalu berputar,

14
maka retensi protein tubuh merupakan kondisi yang penting untuk
mempertahankan integritas jaringan dan protein jaringan. Setiap keterbatasan
pada ketersediaan energi atau nutrien akan menyebabkan kehilangan neto
jaringan dan keseimbangan nitrogen yang negatif melalui peningkatan
kehilangan nitrogen. Jadi, pengendalian kandungan protein tubuh yang utama
ditimbulkan oleh modifikasi tingkat kehilangan nitrogen dari dalam tubuh.
Keseimbangan akan dibentuk kembali melalui perubahan tingkat ekskresi
nitrogen, yang sebagian besar berarti adanya perubahan tingkat ekskresi urea.

E. Metabolisme Urea
Urea dibentuk di dalam hati melalui suatu proses bersiklus pada molekul
ornitin (Gambar 5.6). Dalam mitokondria, karbamil fosfat (dari amonia dan karbon
dioksida) akan mengalami kondensasi bersama dengan ornitin untuk
membentuk sitrulin. Sitrulin melewati sitosol tempat gugus amino selanjutnya
didonasikan dari asam aspartat dengan pembentukan akhir arginin (yang
mempunyai tiga gugus amino). Asam amino ini kemudian mengalami hidrolisis
dengan terbentuknya urea dan dihasilkannya kembali ornitin.

Gambar 3. Siklus Urea

15
Urea dibentuk di dalam hati melalui proses yang bersiklus antara
mitokondria dan sitosol. Molekul ornitin dan sintesis molekul karbamil fosfat dari
amonia dan CO2 merupakan titik awal dengan pembntukan akhir arginin yang
akan dihidrolisis untuk membentuk ulang ornitin dan molekul urea. Siklus ini
menggunakan tiga molekul ATP untuk setiap putaran.
Urea akan dihilangkan dari dalam tubuh melalui ekskresi melalui ginjal.
Dalam ginjal, urea memainkan peranan fisiologis yang penting dalam membantu
menghasilkan dan mempertahankan mekanisme kondensasi dalam sistem ansa
Henle yang melawan arus. Tingkat hilangnya urea melalui ginjal dipengaruhi oleh
aktivitas hormon vasopresin pada duktus koligentes. Urea diabsorpsi ulang dari
urine dalam duktus koligentes sehingga nitrogen berpotensi tertahan dalam
sistem tersebut.
Dalam semua keadaan yang normal akan terdapat lebih banyak urea yang
dibentuk di dalam hati daripada yang dikeluarkan melalui ginjal. Sekitar sepertiga
urea yang dibentuk itu menuju ke kolon, tempat urea dihidrolisis oleh mikroflora
residen. Sekitar sepertiga nitrogen dari urea yang dilepaskan dengan cara ini
dikembalikan secara langsung ke pembentukan urea, tetapi dua per tiga lainnya
yang mungkin dalam bentuk asam amino akan disatukan dengan depot nitrogen
tubuh. Dengan kata lain, urea-nitrogen telah diselamatkan. Dalam duktus
koligentes ginjal terdapat transporter khusus urea yang diatur untuk mengalami
kenaikan ketika asupan protein dari makanan itu rendah.
Transporter yang serupa terdapat pada sel-sel kolon sehingga dihasilkan
regulasi yang terkoordinasi ketika terjadi peningkatan retensi urea dalam ginjal
dengan bertambahnya aliran urea ke dalam kolon. Dalam situasi ketika tubuh
mencoba untuk meng hemat nitrogen, maka proporsi urea-nitrogen yang hilang
dalam urine akan menurun, dan proporsi yang diselamatkan melalui kolon akan
meningkat. Hal ini terjadi ketika kebutuhan nitrogen untuk sintesis protein
meningkat, seperti pada saat pertumbuhan, atau ketika pasokan nitrogen
berkurang seperti pada diet rendah protein. Dalam situasi pertumbuhan yang
sangat cepat, yaitu pada awal masa bayi atau selama pemulihan dari kondisi
pelisutan, maka penyelamatan urea nitrogen dapat mencapai tingkat yang
sangat tinggi jika dibandingkan dengan asupan nitrogen dari makanan.
Pada orang dewasa yang normal, meningkatnya penyelamatan urea-
nitrogen terlihat ketika asupannya menurun dari jumlah asupan yang normal

16
(yaitu sekitar 75–80 g protein/hari) menjadi asupan protein di sekitar kebutuhan
minimal (yaitu 35–40 g/hari). Pada asupan protein yang rendah, keseimbangan
nitrogen dipertahankan dengan berkurangnya kecepatan ekskresi urea dan
bertambahnya kecepatan penyelamatan urea-nitrogen. Di bawah jumlah asupan
protein ini, keseimbangan nitrogen tidak dipertahankan, ekskresi urea
meningkat, dan penyelamatan menurun. Jadi, bagian sentral pada adaptasi diet
rendah protein berupa peningkatan penyelamatan urea-nitrogen. Dengan cara
ini dapat terjadi retensi nitrogen dalam sistem dengan bentuk fungsional yang
berguna.
Asupan protein yang optimal mungkin berupa asupan yang memberikan
dalam jumlah yang tepat berbagai asam amino yang berbeda muntuk memenuhi
kebutuhan sistem tersebut. Pendapat bahwa konsumsi protein dengan jumlah
yang besar dengan sendirinya akan bermanfaat belum terbukti. Sebenarnya
sistem ini dapat dipaksa bekerja karena diperlukannya katabolisme asam amino
yang berlebih yang tidak dapat diarahkan ke saluran sintesis dan harus
dikeluarkan sebagai produk akhir. Asupan protein yang tinggi akan
meningkatkan aliran darah renal dan kecepatan filtrasi glomerulus.Pada individu
dengan gangguan fungsi renal, asupan protein yang tinggi ini dapat
meningkatkan risiko kerusakan lebih lanjut.

17
References :

1. Ali M, Rellos P, Cox TM: Hereditary fructose intolerance. Journal of Medical


Genetics 1998;35:353.

2. Bron AJ, Sparrow J, Brown NA, Harding JJ, Blakytny R: The lens in diabetes.
Eye 1993;7:260.

3. Dunlop M: Aldose reductase and the role of the polyol pathway in diabetic
nephropathy. Kidney International 2000;77:S3.

4. Horecker BL: The pentose phosphate pathway. Journal of Biological Chemistry


2002;277:47965.

5. Mayes PA: Intermediary metabolism of fructose. American Journal of Clinical


Nutrition 1993;58:754.

6. Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TI: Glucose 6-phosphate dehydrogenase deficiency.


Bailliere's Clinical Haematology 2000;13:21.

7. OMIM, Online Mendelian Inheritance in Man, a reference work for all genetic diseases.
Diakses di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=OMIM Van den Berghe
G: Inborn errors of fructose metabolism. Annual Review of Nutrition 1994;14:41.

18

Anda mungkin juga menyukai