Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PEMBENTUKAN

HEME DARAH
DOSEN PENGAMPU : PRASETYOWATI, S. Pd, M.Kes.

DISUSUN OLEH :

SHINTA ADDEL RAMADHANI (2215371011)


FATIMAH AZ ZAHRA (221537039)
INTAN FATMAWATI (2215371041)
KATRIN TIUR BUNGA SIDABALOK (2215371048)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN METRO
TAHUN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pembentukan
Heme Darah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari modul ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Biokimia dan Fisika Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pemeriksaan waktu perdarahan dan waktu pembekuan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Prasetyowati, selaku dosen mata kuliah
Biokimia dan Fisika Kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami semua.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan modul ini.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Pendahuluan........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2

BAB Il PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Pembentukan Heme.............................................................................................3
2.2 Katabolisme Heme..............................................................................................6
2.3 Katabolisme Hb...................................................................................................7
2.4 Ikterus................................................................................................................. 7
2.5 Porfirin...............................................................................................................8

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................10

DAFTAR ISI............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-tengah
cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua porfirin mengandung
besi, tetapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai gugus
protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya
sebagai komponen Hemoglobin, tetapi heme juga merupakan komponen dari sejumlah
hemoprotein lainnya.

Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin
tersusun dari em pat cincin pirol. Keem pat nya terikat satu sam a lain melalui jem batan metenil,
membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua
rantai samping propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut .

Asam amino merupakan prekursor dari banyak senyawa kom plek nitrogen yang penting
dalam fungsi fisiologis. Porfirin salah satu dari komplek tersebut, adalah senyawa siklik yang
mem bentuk hem e dan klorofil. Sebagai gugus prostetik dari banyak protein, heme membentuk
sejumlah hem eprotein yang secara terus menerus mengalami proses sintesa dan degradasi.
Sebagai contoh, 6 sampai 7 gram hemoglobin disintesa setiap hari untuk m enggantikan heme
yang hilang dalam proses katabolismenya.

Pembentukan dan pemecahan komponen porfirin dari hemoglobin berperan dalam


menjaga keseimbangan nitrogen tubuh. Sejumlah kelainan dapat terjadi selama proses sintesa
porfirin dan hasil penguraian senyawa porfirin akan membentuk pigmen empedu yaitu bilirubin.
Gangguan dalam metabolisme bilirubin selanjutnya akan m em unculkan keadaan klinis yang
sering dijumpai yaitu ikterus. Ikterus disebabkan adanya kenaikan kadar bilirubin karena
sintesanya yang berlebih atau gangguan ekskresinya, biasanya m uncul pada sejum lah penyakit
yang berkisar dari anemia hemolitik hingga hepatitis serta penyakit kanker pankreas.
1.2 Rumusan Masalah
 
1. Apa pengartian/definisi dari heme darah ?
2. Bagaimana proses pembentukan heme ?
3. Bagaimana proses katabolisme heme ?
4. Bagaimana proses katabolisme Hb ?
5. Apa yang dimaksud dengan ikterus ?
6. Apa yang dimaksud dengan porfirin ?
 

1.3 Tujuan Penulisan


 
1. Untuk mengetahui pengartian/definisi dari heme darah
2. Untuk mengetahui proses pembentukan heme
3. Untuk mengetahui proses katabolisme heme
4. Untuk mengetahui proses katabolisme Hb
5. Untuk memahami pengertian dari ikterus
6. Untuk mengetahui pengertian porfirin
BAB Il
PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Heme

Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen kejaringan-jaringan tubuh lewat darah.bagian dari eritrosit terdiri dari
hemoglobin,sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen.warna merah sel darah merah
sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia ,
sel darah merah dibuat disumsum tulang belakang,lalu membentuk kepingan bikonkaf (Nurmia
2013). Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang.proses eritropoesis dimulai dari sel
induk multipotensial.dari beberapa sel induk multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial
yang masing-masing hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit. Proses pembentukan
eritrosis ini disebur eritropoesis.

Sel induk unipotensial akan mulai bermitosis sambil berdeferensiasi menjadi sel eritrosit
bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi sel induk unipotensial
eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas , normoblas basofilik dan
normoblas polikromatofil. Sel eritrosit termuda yang tidak berinti disebut retikulosit yang
kemudian berubah menjadi eritrosit. Dalam proses pembentukan sel darah merah, rangsangan
oleh eritropoetin dalam jumlah yang amat kecil saja akan merangsang sel unipotensial yang
commited untuk segera membelah diri dan berdiferensiasi menjadi proeritoblas (Besuni, 2013).

Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses pembentukan eritrosit dari
sel induk unipotensial yaitu pembentuk deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam inti sel dan
pembentuk hemoglobin dalam plasma eritrosit. Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin
terjadi bersamaan dengan proses pembentukan DNA dalam inti seperti dikemukakan
sebelumnya bahwa hemoglobin merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul
hemoglobin terdiri dari globin’protoporfuin dan besi.

Hemoglobin disintesis pada stadium eritroblast sebanyak 65% dan pada stadium
retikulosit sebanyak 35%. Sintesis hemoglobin banyak terjadi dalam mitokondria oleh sederet
reaksi biokimia yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di bawah aksi
enzim amino laevulinic acid (ALA) - sintetase. Vitamin B6 adalah koenzim untuk reaksi ini
yang dirangsang oleh eritropoetin dan dihambat oleh hem. Akhirnya protoporphyrin bergabung
dengan besi untuk membentuk hem yang masing-masing molekulnya bergabung dengan rantai
globin. Tetramer dengan masing-masing gugus hemnya sendiri terbentuk dalam kantong untuk
membangun molekul hemoglobin (Rumiyati, 2010). Pembentukan heme dimulai di mitokondria
melalui reaksi antara Glycinedan succinyl-CoA membentuk senyawa aminolevilini acid
(ALAD). Enzim ALAD yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol dan dengan perantara enzim
ALAD dehydratase membentuk porphobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. ALAD
deyidratase sangat sensitif terhadap inhibisi oleh timbal. Empat porphobilinogen berkondensasi
membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim PBG
deaminase. Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk
uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan
membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase pada kondisi normal hampir
selalu terbentuk uroporfirinogen III. Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi
membentuk Corproporfirin yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase.
Corproporfirin masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi dan oksidasi.
Reaksi ini dikatalisis oleh Corproporfirin oksidase dan membentuk protoporphyirinogen.
Protoporphyirinogen selanjutnya mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi
yang dikatalisis oleh ferrochelatase membentuk heme. Heme bereaksi dengan globin membentuk
hemoglobin.

A. Struktur dan Sifat Porfirin

1. Struktur Porfirin

Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa
lemahdan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam.
Titikisoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut Porfirin mengandung
nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemahdan adanya gugus karboksil
pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titikisoelektriknya berkisar pada pH
3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkandalam larutan air. Berbagai jenis
porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-
derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerahyang dapat dilihat dan pada
daerah ultraviolet.

Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pitaabsorbsi pada 400 nm yang disebut pita
Soret.Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarutorganik dan kemudian disianari sinar
ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat.Sifat fluoresensi ini sangat khas
sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat
absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatanrangkap yang
menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehinggatidak
menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan6
atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.porfirin mudah
diendapkandalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai
jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas

pada daerahyang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5%
mempunyai pitaabsorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.Porfirin dalam asam mineral kuat
atau pelarutorganik dan kemudian disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi
merah yang kuat.Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi
porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin
disebabkan oleh ikatanrangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada
porfirinogen sehinggatidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami
oksidasi dengan melepaskan6 atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.

Contoh zat yang mengandung porfirin :


- heme pada Hb mengikat Fe-
- klorofil pada tumbuhan hijau mengikat Mg

STRUKTUR HEME

2. Sifat Porfirin

a. Berbagai porfirinogen tidak berwarna.


b. Sedangkan semua porfirin berwarna, karena adanya ikatan rangkap yang menyatukan cincin
pirol.
c. Porfirin yang terlarut dalam asam mineral kuat atau pelarut organik disinari dgn UV, maka
akan mengeluarkan cahaya fluorecen merah.
d. Sifat porfirin ini digunakan menegakkan diagnosis porfiria dengan menggunakan
spektrofotometer.
e. Atom nitrogennya mampu mengikat ion.
B. Biosintesis Porfirin

Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang
berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam α
amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan memerlukan piridoksal
phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk χ
amino levulenat atau sering disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali
kecepatan reaksi . Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi
dehidrasi membentuk porfobilinogen/ PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase. 4 molekul
PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol linier oleh enzym
uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian terjadi reaksi siklisasi
spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik.

Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan


uroporfirinogen I I I kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzym tersebut akan membentuk
uroporfirinogen I I I , yang mempunyai susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym
abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk
isomer simetris yang tidak fisiologis. Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I
atau I I I mengalami dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau I I I dengan melepas 4
m olekul CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini
dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen I I I yang dapat
kembali masuk ke mitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk
protoporfirinogen I I I oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping
propionat koproporfirinogen menjadi vinil. Protoporfirinogen I I I dioksidasi menjadi
protoporfirin I I I oleh protoporfirinogen oksidase yang m em erlukan oksigen. Protoporfirin I I I
diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri I X dan disebut juga dengan protoporfirin I X. Porfirin
tipe I dan I I I dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat
dan metil pada cincin pirol ke I V. Penggabungan besi (Fe 2+ ) ke protoporfirin I X yang
dikatalisa oleh Hem e sintase atau Ferro katalase dalam mitokondria akan m em bentuk heme.

2.2 Katabolisme Heme

Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit m anusia sekitar 120 hari, eritrosit
mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana
diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan
dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi
komponen asam-asam aminonya. Katabolism e heme dari semua hemeprotein terjadi dalam
fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase
yang merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus
heme ialah pem utusan jem batan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi
mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksireaksi ini m emerlukan oksigen dan
NADPH.

Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme oksigenase.
Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi menjadi bentuk ferri
membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH, besi ferri dirubah kembali
menjadi ferro. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan ametenil
(antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi ferro teroksidasi kembali
menjadiferi. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan
oksigenlagi ion ferri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang
berwarnahijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia,
diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase,
terjadireduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen,
membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan
menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati
pada warna unguhematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi bilirubin yang berwarna
kuning.

Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kem bali, karbon m onoksida
yang berasal dari atom karbon jem batan m etena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen
berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga
rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol I I I – I V dan membentuk pigmen
berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi
degradasi ini. Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada
reptil, am fibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin
seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin m erupakan suatu anti oksidan
yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin
kira-kira 1/ 10 kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang
larut dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin m erupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E.
2.3 Katabolisme Hb

a. Terjadi di makrofag limpa


b. Degradasi hemoglobin menghasilkan : besi dipakai kembali, protoporfirin bilirubin, globin
c. Katabolisme heme (porfirin-besi) dikatalisis sistem enzym Heme oksigenase menghasilkan
besi, karbon monoksida, dan biliverdin.
d. Biliverdin dikatalis oleh enzim Biliverdin reduktase menjadi Bilirubin

2.4 Ikterus

Ikterus adalah perubahan warna dari sklera, membran mukosa dan kulit menjadi kuning
diakibatkan akumulasi bilirubin di dalam jaringan atau cairan interstitial. Ikterus terjadi apabila
kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2 - 3 mg / dl. Ikterus merupakan gejala dari
berbagai macam kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan
jiwa maupun gangguan transport bilirubin yang ringan. Kebanyakan, ikterus menunj ukkan
adanya kolestasis. Kolestasis adalah gangguan ekskresi oleh hepar atau gangguan aliran empedu.

Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit hepatoseluler ataupun obstruksi traktus
biliaris. Manifestasi laboratoris berupa peningkatan serum alkaline phosphatase dan akumulasi
substansi - substansi didalam aliran darah, seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol, yang
normalnya disekresikan ke traktus biliaris. Disini, ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Sebagian kecil, ikterus disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh anemia hemolitik, resorbsi darah dari perdarahan yang luas, obat - obatan,
eritropoisis yang tidak efektif, ikterus neonatorum (ikterus fisiologis), juga beberapa kelainan
herediter dari metabolisme bilirubin seperti sindroma GiIbert, sindroma Crigler-Najjar tipe 1 dan
tipe 2. Disini ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Terdapat pcrbedaan si fat
antara bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Hal ini penting dalam diagnosa
klinis. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak. toksik. tidak larut dalam air dan terikat erat
dengan albumin, sehingga tidak dapat diekskresi melalui urine walaupun kadar dalam darah
tinggi. Sebaliknya, bilirubin terkonj ugasi larut dalam air, non toksik dan berikatan lemah
dengan albumin, sehingga bilirubin jenis ini dapat diekskresi melalui urine.

Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus,
baik yang disebabkan oleh kolestasis atau gangguan metabolisme bilirubin, sehingga dapat
ditegakkan diagnosa dasar penyebabnya serta terapi yang sesuai dengan kausa.

2.5 Porfirin

Porfirin merupakan senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol
melalui jembatan metenil (-CH=) yang mengelilingi atom metal di pusatnya. Sifat khas porfirin
adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom
nitrogen cincin-cincin pirol. Porfirin yang mengandung unsur logam besi (Fe) dinamakan heme,
yang terdapat di sel darah merah dan otot. Sitokrom adalah porfirin yang mengandung juga atom
Fe tetapi terdapat di membran sel mitokhondria. Selain besi, porfirin juga dapat berkatan dengan
unsur lain seperti magnesium (klorofil) dan dengan atom kobalt (sianokobalamin).

Porfirin adalah sekelompok senyawa yang ditentukan oleh struktur kimianya. Senyawa
ini adalah produk sampingan dari sintesis heme dan biasanya hadir pada konsentrasi rendah
dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Pemeriksaan porphyrin mengukur porfirin dan
prekursornya dalam urin, darah, dan / atau feses.

Porfirin adalah zat esensial di dalam tubuh manusia yang bertindak dalam mengatur
fungsi dari
hemoglobin. Porfirin digunakan tubuh untuk pembentukan hemoglobin, yaitu sejenis protein
dalam sel darah merah yang mengikat zat besi, porfirin, dan membantu pengiriman oksigen
dalam tubuh. Level porfirin yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai masalah.
Penyakit porfiria tergolong jarang ditemukan.
BAB III
KESIMPULAN

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-tengah
cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua porfirin mengandung
besi, tetapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai gugus
protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya
sebagai komponen Hemoglobin, tetapi heme juga merupakan komponen dari sejumlah
hemoprotein lainnya.

Heme tesusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bahagian pusatnya
ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan
hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme.

Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme oksigenase.
Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi menjadi bentuk ferri
membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH, besi ferri dirubah kembali
menjadi ferro. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan ametenil
(antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi ferro teroksidasi kembali
menjadiferi. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat.

Ikterus adalah perubahan warna dari sklera, membran mukosa dan kulit menjadi kuning
diakibatkan akumulasi bilirubin di dalam jaringan atau cairan interstitial. Ikterus terjadi apabila
kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2 - 3 mg / dl. Ikterus merupakan gejala dari
berbagai macam kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan
jiwa maupun gangguan transport bilirubin yang ringan.

Porfirin adalah sekelompok senyawa yang ditentukan oleh struktur kimianya. Senyawa
ini adalah produk sampingan dari sintesis heme dan biasanya hadir pada konsentrasi rendah
dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Pemeriksaan porphyrin mengukur porfirin dan
prekursornya dalam urin, darah, dan / atau feses.
DAFTAR ISI

https://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/BAB%20II%20P1337424418102.pdf

http://eprints.undip.ac.id/45762/1/684_ANGGI_IRNA_MANTIKA.pdf

https://www.klikdokter.com/penyakit/gangguan-darah/porfiria

Heme: Biosintetis, Degradasi, serta Kelainan yang Dapat Menyertai, Prof. Dr. Kris H. Timotius,

Dr. Ivan Kurniadi,

https://repository.maranatha.edu/16282/3/9810077_Chapter1_Page.pdf

Metabolisme Heme, Helvi Mardiani Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

https://www.klikdokter.com/penyakit/gangguan-darah/porfiria

https://m.prodia.co.id/id/produklayanan/pemeriksaanlaboratoriumdetails/porphyrins-total-plasma

Anda mungkin juga menyukai