Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN III

TOPIK 15

Di Susun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Ilmu Dasar Keperawatan III

Dosen Mata Kuliah : Ns. Nurul Fatmawati, S.Kep., M.Kep.

Di Susun Oleh :

Nama : Dwi Liliani Enggar Puspitasari

NIM : 1811020006

Kelas : 6A

Prodi : Keperawatan S1

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya jugalah makalah “Ilmu Dasar Keperawatan III Topik
15” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini di buat dan disusun dalam rangka memenuhi tugas dan tanggung
jawab penulis kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan III. Dalam
kesempatan ini tidak lupa kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman
dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan taufik serta
hidyah-Nya kepada kita semua, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Aamiin Ya Robbal’alamiin.

Purwareja-Klampok, 10 Agustus 2021


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Komponen Penyusun Darah Dan Fungsinya………………………………….. 6


2.2 Proses Pembekuan Darah……………………………………………………….. 9
2.3 Gangguan Pembekuan Darah……………………………………………………. 13
2.4 Struktur Myoglobin Dan Hemoglobin………………………………………….. 16
2.5 Sifat Kooperatif Pengikatan Oksigen Pada Hemoglobin ……………………… 19
2.6 Efek Bohr……………………………………………………………………….. 21
2.7 Pemecahan Heme (Metabolisme Bilirubin)……………………………………. 22
2.8 Biosintesis Porfirin……………………………………………………………… 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….. 31
3.2 Saran…………………………………………………………………………….. 32

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 33

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang
primitif sampai dengan manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen
(oxsigen karier), mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, serta mekanisme
hemotasis.
Darah terdiri atas 2 komponen yaitu plasma darah yang merupakan bagian cair
darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah. Komponen yang
ke-2 adalah butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas Eritrosit atau sel
darah merah (SDM)-red blood cell (RBC), Leukosit atau sel darah putih (SDP)-white
blood cell (WBC) dan Trombosit atau butir pembeku-platelet. (Bakta, 2007).
Pembentukan sel-sel terjadi pada sumsum tulang belakang. Di dalam sumsum
tulang belakang terjadi produksi eritrosit, granulosit, lymposit, monosit dan trombosit.
Sel-sel tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Begitu
juga dengan jangka waktu hidupnya tidak sama, contohnya; eritrosit kurang lebih 120
hari dan trombosit 3-5 hari. Sel-sel yang telah mencapai umurnya atau telah mati
digantikan dengan sel-sel yang baru. (Bakri,1987).
Trombosit adalah salah satu sel komponen seluler darah yang berperan dalam
faal haemostasis. Trombosit banyak dihasilkan pada sumsum tulang dengan
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Jumlah Trombosit dapat diketahui dengan tes
hitung jumlah trombosit. Tes ini penting untuk menilai jumlah trombosit yang normal
atau tidak pada penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah dan
kelainan pendarahan . Trombosit sukar di hitung karena mudah sekali pecah dan sukar
di bedakan dari kotoran kecil. Terlebih sel sel ini cenderung melekat pada permukaan
asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal. (Hardjoeno dkk, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Komponen Penyusun Darah Dan Fungsinya?
2. Bagaimana Proses Pembekuan Darah?
3. Apa itu Gangguan Pembekuan Darah?
4. Apa Saja Struktur Myoglobin Dan Hemoglobin?
5. Bagaimana Sifat Kooperatif Pengikatan Oksigen Pada Hemoglobin?
6. Apa Saja Dari Efek Bohr?
7. Bagaimana Pemecahan Heme (Metabolisme Bilirubin)?
8. Bagaimana Biosintesis Porfirin?

1.3 Tujuan Penelitian :


1. Mahasiswa dapat mengetahui komponen penyusun darah dan fungsinya
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembekuan darah
3. Mahasiwa dapat mengetahui gangguan pembekuan darah
4. Mahasiswa dapat mengetahui myoglobin dan hemoglobin
5. Mahasiswa dapat mengetahui sifat kooperatif pengikatan oksigen pada hemoglobin

4
6. Mahasiswa dapat mengetahui efek kohr
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemecahan heme (metabolism bilirubin)
8. Mahasiswa dapat mengetahui biosintesis porfirin

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Komponen Penyusun Darah dan Fungsinya


1. Pengertian darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme
dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Desmawati, 2013).
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup yang berada dalam ruang
vaskuler, karena perannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai bagian
tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru
kejaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan,
membawa zat nutrien dari saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan
hormon dan materi-materi pembekuan darah (Desmawati, 2013). Darah manusia
adalah cairan jaringan tubuh dimana fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai tubuh dengan
nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit (Mallo, Sompie and Narasiang, 2014).
2. Karakteristik darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, vsikositas, pH, volume, dan
komposisinya (Desmawati, 2013).
 Warna Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang
berkaitan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah vena berwarna
merah tua/gelap karena kurang oksigen dibandingkan dengan darah arteri.
 Viskositas Viskositas darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu
sekitar 1.048 sampai 1.066.
 pH pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai 7.45 (netral 7.00).
 Volume Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB,
atau sekitar 4 sampai 5 liter darah.
 Komposisi Darah tersusun atas dua komponen utama yaitu :
1) Plasma darah yaitu bagian cair darah (55%) yang sebagian terdiri dari
92% air, 7% protein, 1% nutrien, hasil metabolisme, gas pernapasan,
enzim, hormon-hormon, faktor pembekuan dan garam-garam organik.
Protein-protein dalam plasma terdiri dari serum albumin (alpha-1
globulin, alpha-2 globulin, beta globulin dan gamma globulin),
fibrinogen, protombin, dan protein esensial untuk koagulasi. Serum
albumin dan gamma globulin sangat penting untuk mempertahankan
tekanan osmotik koloid dan gamma globulin juga mengandung
antibodi (immunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE untuk
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme.
2) Sel-sel darah/butir darah (bagian padat) kira-kira 45%, terdiri atas
eritrosit atau sel darah merah (SDM) atau red blood cell (RBC),
leukosit atau sel darah putih (SDP) atau white blood cell (WBC), dan

6
trombosit atau platelet. Sel darah merah merupakan unsur terbanyak
dari sel darah (44%) sedangkan sel darah putih dan trombosit 1%. Sel
darah putih terdiri dari Basofil, Eusinofil, Neutrofil, Limfosit dan
Monosit.
3. Komponen Darah
a. Plasma Menurut Desmawati (2013), bahwa plasma terdiri dari 99% air dan
memiliki tugas sebagai medium untuk mengangkut berbagai bahan dalam
tubuh, menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh
metabolisme di dalam jaringan, dan merupakan tempat larutnya sejumlah
besar zat organik dan an organik. Konstituen organik yang paling banyak ada
pada plasma adalah protein, yang membentuk 6%-8% dari berat total plasma.
Protein plasma itu sendiri adalah sekelompok konstituen plasma yang tidak
sekedar diangkat dalam keadaan normal. Protein plasma untuk melakukan
fungsinya protein berada dalam bentuk disperse koloid. Ada beberapa fungsi
dari protein plasma, antara lain (Desmawati, 2013) :
1) Menghambat pengeluaran berlebihan plasma dari kapiler ke dalam
cairan intertisium dan dengan demikian membantu mempertahankan
volume plasma.
2) Menyangga perubahan pH darah.
3) Menentukan viskositas darah.
4) Menghasilkan energi bagi sel. Protein Plasma dikelompokkan menjadi 3,
antara lain (Desmawati, 2013) :
(1) Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak
mengikat banyak zat seperti garam empedu, yang berguna untuk
transportasi melalui plasma yang sangat berperan dalam menentukan
tekanan osmotik. Albumin darah dihasilkan oleh hati, albumin plasma
merupakan molekul protein besar yang berada dalam pembuluh darah.
Albumin plasma berfungsi untuk memelihara volume cairan dalam
sistem vaskular yang mengikat berbagai zat dalam plasma bila kadar
albumin darah rendah, maka cairan akan keluar dari pembuluh darah dan
akan pergi ke rongga perut, dan cairan akan berkumpul di rongga perut
(asites), kadar normalnya 4-5.2 g/dl.
(2) Globulin α, β, γ Globulin α (alpha) dan β (betta) spesifik mengikat
dan mengangkut sejumlah zat dalam plasma sebagai faktor pembekuan
darah, sedangkan globulin γ (gamma) berperan sebagai anti bodi.
(3) Fibrinogen (faktor pembekuan)
(4)Prokoagulan (Faktor pembeku darah) Proses pembekuan drah dapat
terjadi karena interaksi enzimatik antara prokoagulan, fosfolipid, dan ion
Cl prokoagulan berada dalam sirkulasi darah dengan bentuk isi aktif dan
aktifasinya. Biasanya diawali oleh luka pada pembuluh darah. Ada 15
prokoagulan dimana yang 13 diantaranya telah diberi symbol angka
romawi: 1) I sd XIII  artinya proloagulan dalam bentuk isi aktif 2) Ia sd
XIIa  artunya dalam bentuk aktif.

7
b. Plasma Darah

Plasma darah yang berwarna kekuningan ini berperan penting untuk


menyalurkan berbagai komponen darah seperti sel darah merah, sel darah
putih dan keping darah ke penjuru bagian tubuh serta membantu dalam
mengatur pembekuan darah.
Sekitar 55-60 persen darah di dalam tubuh didominasi oleh plasma
darah ini. Plasma darah terdiri atas 92% air serta 8% diisi oleh protein seperti
albumin, globumin dan fibrinogen) dan sisanya 0,9% terdiri dari mineral,
oksigen, enzim antigen dan bahan-bahan lainnya.
Selain berfungsi untuk mengalirkan sel-sel darah ke berbagai jaringan
tubuh, plasma darah juga berfungsi dalam menyeimbangkan volume darah
hingga membantu sel tubuh dalam urusan membuang limbah yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh.
c. Platelet atau Keping darah (Trombosit)

Sedikit berbeda dengan sel darah putih dan merah, trombosit


sebenarnya bukan sel. Trombosit atau kadang disebut juga keping darah
adalah sebuah fragmen sel berukuran kecil. Komponen darah yang satu ini
juga disebut sebagai keping darah. Trombosit memiliki peran penting dalam
proses pembekuan darah (koagulasi) saat tubuh terluka. Tepatnya, trombosit
akan membentuk sumbatan bersama benang fibrin guna menghentikan
perdarahan, sekaligus merangsang pertumbuhan jaringan baru di area luka.

8
d. Definisi Glukosa Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang
mengacu pada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi gula darah atau
tingkat glukosa serum diatur dengan ketat dalam tubuh. Glukosa yang
dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar
glukosa darah puasa tidak boleh lebih tinggi dari 110 mg/dl dan jangan lebih
rendah dari 60 mg/dl. Untuk mengatur hal ini tubuh mempunyai mekanisme
pengaturannya. Apabila mekanisme pengaturan kadar gula dalam darah tidak
berjalan dengan baik atau terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh maka
akan mengakibatkan gangguan pada proses metabolisme glukosa, oleh karena
itu perlu adanya pemeriksaan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat
diketahui kadar glukosa melebihi batas normal atau tidak (Sacher and
McPherson, 2012). Glukosa adalah karbohidrat terpenting dimana kebanyakan
karbohidrat terdapat pada makanan yang diserap kedalam aliran darah sebagai
glukosa, dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah
prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di tubuh, termasuk glikogen
untuk penyimpanan, ribosa, dan deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa
dalam laktosa susu, dan sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein
dan proteoglikan (Murray, R.K., Grannes, D.K., Rodwell, 2013).
4. Fungsi Darah
Menurut Gaol (2015), fungsi darah adalah sebagai berikut:
a. Membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke
jaringan tubuh.
b. Mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.
c. Mengangkut produk buang dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk di
ekskresikan.
d. Mengangkut hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) dan enzim dari organ ke
organ.
e. Ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air, sistem buffer seperti
bicarbonat di dalam darah, membantu mempertahankan pH yang konstan pada
jaringan dan cairan tubuh.
f. Berperan penting dalam pengendalian suhu tubuh dengan cara mengangkut panas
dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh.
g. Mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam tubuh (keseimbangan asam dan basa).
h. Membantu pertahanan tubuh terhadap penyakit.
i. Pembekuan darah pada luka, mencegah terjadinya kehilangan darah yang
berlebihan pada waktu luka, serta mengandung faktor-faktor penting untuk
pertahanan tubuh terhadap penyakit.

2.2 Proses Pembekuan Darah


a. Pengertian
Hemostasis (haima=darah, stasis=tetap,berhenti), berarti darah tetap
berada dalam system pembuluh darah. terdapat beberapa komponen dalam
mekanisme hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma
protein faktors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein
antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan
9
fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan mekanisme
hemostasis dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya
thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik dan dapat juga menghambat proses
thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat antithrombotik. Faal hemostasis
dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor prothrombotik dan
faktor antithrombotik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai fisiologik dan
patofisiologik serta prinsip pemeriksaan laboratorium dari masing-masing faktor
yang berperan dalam proses hemostasis, seperti faktor vaskuler, faktor trombosit
dan faktor pembekuan serta interpretasi hasilnya. Hemostasis merupakan
mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh untuk menghentikan perdarahan
pada lokasi yang mengalami kerusakan atau luka.Hemostasis ini sebagai respon
untuk menghentikan keluarnya darah yang diperankan oleh spasme pembuluh
darah, adhesi, agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi. Dalam
hemostasis terjadi adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Komponen-komponen tersebut berusaha
menjaga agar darah tetap cair dan tetap berada dalam system pembuluh darah.
Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood
fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik Hemostasis
adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka oleh
spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi,
adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi
jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme hemostasis ini adalah menjaga keenceran
darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik,
serta membentuk thrombus sementara atau hemostatic thrombus pada dinding
pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular injury).
b. Mekanisme Hemostatis
Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan
pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan
pembekuan maupun yang melarutkan bekuan. Pada hemostasis terjadi
vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan sehingga
aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian hemostasis dan
thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1) Pembekuan pada proses pembentukan agregasi trombosit yang masih awal,
masihlonggar dan bersifat sementara pada tempat luka. Trombosit akan
mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh
thrombin yang terbentuk dalam kaskade peristiwa koagulasi pada tempat yang
sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada
pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen,
trombosit kemudian melakukan proses agregasi untuk membentuk sumbat
hemostatik ataupun trombus.
2) Pembentukan jaring atau benang-benang fibrin yang terikat dengan agregat
trombosit sehingga terbentuk sumbatan hemostatik atau trombus yang lebih
kuat dan lebih stabil. .
3) Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombus oleh plasmin.
c. Sumbatan Hemostatik :

10
1) Sumbat hemostatik atau Trombus yang berwarna putih tersusun dari trombosit
serta fibrin dan sedikit mengandung beberapa sel-sel darah lainnya seperti
eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal
sehingga kelihatan berwarna kurang merah, khususnya didaerah dengan aliran
yang cepat seperti arteri.
2) Sumbat hemostatic atau Trombusyang berwarna merah terutama terdiri atas
erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah dengan perlambatan atau stasis
aliran darah dengan atau tanpa cedera vascular, atau bentuk trombus ini dapat
terjadi pada tempat luka atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama
dengan sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya
3) Benang-benang fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/pembuluh darah yang amat
kecil.

Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik
dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan
artificial yang dipertahankan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin
sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik.
Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang
bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah
lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk
fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat
diklasifikaskan sebagai berikut: a. Zimogen protease yang bergantung pada serin
dan diaktifkan pada proses koagulasi b. Kofaktor c. Fibrinogen d.
Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin e. Protein pengatur dan sejumla
protein lainnya

d. Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways)

Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII
dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+
dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif).Lintasan ini
dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang
bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada
permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada
permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat
proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk
menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale
balik. Begitu terbentuk, faktorXIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia, dan juga
melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Factor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX, menjadi enzim serin
protease, yaitu faktor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam
faktor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang
belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks
tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X.
Semua reaksi dalam hemostasis yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla

11
(faktor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul
tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+.

Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan


untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang
normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan
merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk
faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan
jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh
thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.

e. Lintasan / jalur Ekstrinsik (extrinsic Pathways)

Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII,X


serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera
jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi
dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang
mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja
sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk
mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam faktor X
yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi faktor X menciptakan
hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik. Interaksi yang penting
lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks faktor jaringan
dengan faktor VIIa juga mengaktifkan faktor IX dalam lintasan intrinsic. Sebenarna,
pembentukan kompleks antara faktor jaringan dan faktor VIIa kini dianggap sebagai
proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna
fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan faktor XII, prekalikrein dan
kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting
dari fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa dan Xia dapat
memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan faktor jaringan (TFPI: tissue faktor fatway inhibitior) merupakan
inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang
beredar didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa
dengan terikat pada enzim tersebut disekitar area aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-
TFPI ini manghambat kompleks faktor VIIa-faktor jaringan. Lintasan / jalur Bersama
(common pathways) Pada lintasan / jalur bersama yang sama, faktor Xa yang dihasilkan
oleh lintasan intrinsic dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin
(IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin Pengaktifan protrombin terjadi
pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang
terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protrombin. Factor
V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta plasma
berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip faktor VIII dalam kompleks tenase. Ketika
aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik
pada membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan faktor Xa serta
protrombin. Selanjutnya kompleks ini diinaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut,
dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin
menjadi thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang
disintesis di hati. Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu
Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-
terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan kompleks faktor Va serta Xa
pada membrane trombosit, protrombin dipecah oleh faktor Xa pada dua area aktif untuk

12
menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari
permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.

2.3 Gangguan Proses Pembekuan Darah

Pengertian gangguan darah pembekuan darah (yang juga disebut


trombofilia atau hiperkoagulasi) adalah penyakit yang mengikat darah secara
berlebihan bahkan di daerah mana yang seharusnya tidak boleh terjadi; seperti pada
pembuluh darah sehingga mengakibatkan kondisi yang membahayakan jiwa.

Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah terjadi karena


adanya kelainan pada proses pembekuan darah ibu, sehingga darah tetap mengalir.
Terluka, melahirkan, dan bahkan cabut gigi pun dapat menyebabkan pendarahan.
Bagi yang memiliki gangguan pendarahan seperti hemofilia, hal-hal tersebut dapat
menyebabkan pendarahan yang parah. Pada umumnya, trombosit jenis sel darah
yang beredar di tubuh akan menuju ke daerah yang terbuka dan berkumpul untuk
membentuk suatu sumbatan. Proses pembekuan ini secara medis disebut koagulasi.
Faktor protein juga terlibat dalam proses pembekuaan, untuk memastikan bahwa
trombosit ini saling terkait. Ketika darah telah terbentuk dan terhenti, darah akan
diserap kembali oleh tubuh dan menimbulkan luka jaringan.

a. Gangguan pembekuan darah pada masa hamil

1) Pembekuan normal Secara normal, ada keseimbangan (homeostasis) yang


rapuh antara dua sistem yang saling berlawanan, sistem hemostatis dan
sistem fibrinolisis. Sistem hemostatis yang terlibat dalam proses hidup
dengan penghentian aliran darah dari cedera, terutama karena pembentukan
fibrin yang tidak larut, yang berperan sebagai plak trombosis hemostatis.
Koagulasi fase-fase melibatkan interaksi faktor-faktor koagulasi dimana
setiap faktor secara otomatis mengaktifkan faktor selanjutnya. Sistem
fibrinolisis mengacu pada proses dimana fibrin terbagi menjadi produk
degradasi fibrin (FDP) dan diperbaiki diperbaiki.

2) Koagulasi Intravaskular Diseminata Koagulasi intravaskular diseminata


( DIC, Sindrom defibrinasi, koagulapati defibrinasi, koagulapati konsumtif)
adalah bentuk patologis pembekuan yang difusi dan mengonsumsi sejumlah
besar faktor pembekuan, menyebabkan perdarahan interna/eksterna yang
luas. sederhana, DIC merupakan konsumsi faktor dalam jumlah besar
( Dorman, 1989). Pemeriksaan fisik menunjukkan perdarahan yang tidak

13
lazim. simpanan spontan dari gusi atau hidung wanita dicatat. Petekie
muncul di sekiling manset pengukuran tekanan darah pada lengannya. Jadi
berlebihan dapat terjadi dari tempat trauma ( mis, tempat pungsi , tempat
injeksi, torehan akibat pencukuran daerah perineum atau abdomen, cedera
akibat penyisipan kateter urin). Oleh karena itu, haluran urin dipantau.
Kebutuhan keluarga dikenal dan didukung. Ansietas,rasa duka, dan
perubahan konsep diri dapat muncul akibat kehilangan dan kehilangan
janin. Prognosis ibu dan janin terhadap derajat dan luas gangguan penyebab
juga respons wanita terhadap terapi yang tepat dan cepat. risiko ibu, lebih
jauh, meningkat jika janin meninggal di dalam rahim.

3) Gangguan lain Purpura trombositopenia autoimun (ATP)

Merupakan gangguan autoimun dimana antibodi antitrombosit


menurunkan rentang hidup trombosit. Trombositopenia,kerentanan kapiler ,
dan peningkatan waktu perdarahan merupakan tanda diagnostik gangguan
ini. ATP dapat menyebabkan perdarahan setelah kelahiran sesaria atau
akibat laseria vagina atau laseria serviks. Insiden perdarahan pascapartum
di uterus atau hematoma vagina juga meningkat pada ATP. Transfusi
trombosit diberikan untuk mempertahankan hitungan trombosit
100.000/mm3. Kortikosteroid diberikan jika diagnosis ditegakkan sebelum
atau selama kehamilan. Splenektomi, jika dibutuhkan ,ditunda sampai
setelah masa nifas. Trombositopenia neonatus, suatu akibat proses penyakit
maternal., terjadi pada sekitar 50% kasus dan diasosiasikan dengan
mortalitas yang tinggi. Penyakit von willwbrand, suatu tipe hemofilia,
(cunningham,dkk.,1992).

Penyakit ini merupakan akibat faktor defisiensi VIII dan disfungsi


trombosit. Penyakit ini ditransmisikan sebagai sifat dominan autosom pada
kedua jenis kelamin. Meski penyakit akan jarang ditemukan, penyakit ini
merupakan salah satu defek pembekuan kongenital yang paling umum
dialami wanita usia pinggiran di Amerika. Karena faktor VIII
meningkatselama masa hamil, peningkatan ini cukup untuk menghindari
bahaya akibat perdarahan selama melahirkan. Namun, wanita harus
diobservasi selama minimal satu minggu pascapartum. Terapi penyakit von
willwbrand terdiri dari beku pengganti faktor VIII melalui pemberian
kryopresipitat atau plasma.
14
b. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan
trombosit biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini terjadi
pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat
perlekatan plasenta dan penjendalan memiliki peran penting beberapa jam
hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma. Abnormalitas dapat muncul sebelum
persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan
dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder,
solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas trombosit dapat saja terjadi,
tetapi hal ini lebih jarang. sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya,
walaupun sering tidak terdiagnosis. Abnormalitas sistem pembekuan yang
muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat
saja terjadi, tetapi abnormalitas yang biasanya menjadi masalah. Hal ini dapat
berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP,
IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat
hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita
yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, dilusi koagulopati dapat
terjadi setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan
kristaloid dan transfusi PRC. DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan
darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau afibrinigenemia atau
pembekuan intravaskular merata (Disseminated Intravaskular Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan membuat tromboplastin jaringan.
Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen
yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (waktu trombin).
c. Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari
lepasnya substansi – substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk
konsepsi ke dalam sirkulasi darah atau akibat aktivasi factor XII oleh
endotoksin. Setelah itu mengaktifkan reaksi berantai yang mengaktifkan
pembekuan darah, pembentukan dan pembekuan fibrin, dan sebagai
konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normal sebagai proteksi.
Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang

15
muncul sebagai diatesis perdarahan klinis dengan berubah – ubahnya hasil
rangkaian tes darah sehingga mencengangkan.

d. Tanda dan Gejala


1. Ptekie muncul
2. timbul spontan dari gusi atau hidung
3. berlebihan dapat terjadi di tempat trauma
4. Ibu mengalami takikardi dan diaforesis.
e. Komplikasi-komplikasi obstetrik yang diketahui berhubungan dengan DIC
(Koagulasi Intravaskuler Diseminata) :
1. Sepesi oleh kuman gram negatif, terutama yang menyertai abortus
septik.
2. Syok berat.
3. Gagal ginjal.

2.4 Struktur Myoglobin Dan Hemoglobin


a. Struktur Myoglobin
Mioglobin(BM 16700, disingkat Mb) merupakan protein pengikat
oksigen yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada
tulang dan otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang berfungsi
sebagai penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan
laju transpor oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan paus
yang menyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam konsentrasi tinggi
dalam ototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak ditemukan pada organisme
sel tunggal. Mioglobin merupakan polipeptida tunggal dengan 153 residu asam
amino dan satu molekul heme. Komponen protein dari mioglobin yang disebut
globin, merupakan rantai polipeptida tunggal yang berisi delapan α-heliks .
Sekitar 78% residu asam amino dari protein ditemukan dalam α-heliks ini.
Lipatan rantai globin membentuk celah yang hampir terisi gugus heme.
Heme bebas [Fe2+] mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 dan dioksidasi searah
membentuk hematin [Fe3+]. Hematin tidak dapat mengikat O2. Interaksi
nonkovalen antara sisi asam amino rantai dan cincin porfirin nonpolar yang
mengandung celah sisi ikat oksigen meningkatkan afinitas heme terhadap O2.
Peningkatan afinitas melindungi Fe2+ dari oksidasi dan memungkinkan
pengikatan oksigen yang reversibel. Semua asam amino yang berinteraksi dengan
heme nonpolar kecuali dua histidin, yang berikatan langsung dengan atom besi
heme dan histidin yang lain menstabilkan sisi ikat oksigen. Ketika oksigen terikat
pada heme bebas, aksis dari molekul oksigen posisinya pada sudut ikatan Fe-O,
berlawanan dengan hal ini, ketika CO2 berikatan dengan heme bebas Fe, C dan O
berada pada garis lurus. Kedua kasus tersebut mencerminkan geometri orbital
hibridisasi masing-masing ligan. Pada mioglobin, His64 (His E7), pada sisi ikat
O2heme, terlalu jauh untuk berkoordinasi dengan heme besi, tetapi berinteraksi

16
dengan ligan yang terikat pada heme. Residu ini disebut distal his, yang tidak
berefek pada pengikatan oksigen tetapi dapat menghalangi pengikatan linier CO,
menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme( Nelson dan Cox, 2005).

Struktur Myoglobin

b. Struktur Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka
oksigen di bawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Evelyn,2000). Hemoglobin
merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai
polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan
bertugas untuk mengangkut oksigen.

Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin.


Hemeadalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah
protein yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel
darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh.

Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang


mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya.
Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengantarkan
oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil
karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara
bebas ( Evelyn, 2000 ).

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus


heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein
hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut
hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel
sabit dan talasemia.

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang


terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari

17
2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta
dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang
dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit
alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul
kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton.

Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin


yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan
oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki
kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat
dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah.

Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada


keberadaan gugus prastitik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan
darah berwarna merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat
atom besi. Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat
cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetra
pirol. Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol
terpasang pada cincin ini ( Nelson dan Cox, 2005 ).

Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel


darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka
keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal
inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia.

Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila
nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis( Evelyn, 2000 ).

2.5 Sifat Kooperatif Pengikatan Oksigen Pada Hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen secara efisien pada paru-paru, dimana


Po2 sekitar 13,3 kPa dan melepaskan oksigen di jaringan, pO2 sekitar 4 kPa.

18
Mioglobin atau protein lain yang mengikat oksigen dengan kurva ikatan hiperbola
akan berfungsi sangat teratur. Suatu protein yang mengikat oksigen dengan anfinitas
tinggi akan berikatan sangat baik di paru-paru namun tidak akan melepaskan hanya
di dalam jaringan. Jika protein yang terikat oksigen dengan aifinitas cukup rendah
untuk melepaskannya di jaringan, maka akan mengambil sedikit oksigen di paru-
paru.

Alternatif hemoglobin dengan cara menggunakan keadaan transisi


afinitas rendah (Keadaan T) ke afinitas tinggi (keadaan R) karena semakin banyak
molekul oksigen yang terikat. Prortein sub unit tunggal dengan situs pengikatan
ligan tunggal tidak dapat memproduksi kurva peningkatan signoid meskipun
pengikatan mampu mengubah pengikatan ligan pada molekul lain. Sebaliknya,
pengikatan oksigen pada masing-masing sub unit hemoglobin dapat mengubah
afinitas oksigen pada ubmit yang berdekatan. Molekul pertama oksigen yang
berinteraksi dengan deoxyhemoglobin akan brikatan lemah karena mengikuti submit
T. Namun pengikatannya mengarah pada perubahan konformasi yang dihubungkan
ke submit yang berdekatan , membuat lebih mudah untuk mengikat molekul oksigen
tambahan. Akibatnya transisi T -> R terjadi lebih mudah di submit kedua setelah
heme ke submit yang sudah dalam keadaan R sehingga ikatannya memiliki afinitas
sangat tinggi daripada molekul yang pertama

Protein alosterik aalah satu daari pengikatan ligan ke satu situs yang
mempengaruhi sifat pengikatan lain pada protein yang sama. Istilah “alosterik”
berasal dari allos Yunani, “other”, stereo, “padat” atau “bentuk”. Protein alosterik
memiliki “bentuk lain” atau konformasi yang disebabkan oleh peningkatan ligan
yang disebut sebagai modulator. Konformasi mengubah pengikatan leh modulator

19
interconvert lebih aktif dan kurang aktif membentuk protein. Modulator untuk
protein alosterik dapat berupa inhibitor atau aktivator. Ketika ligen dan modulator
normal identik, interaksinya disebut homotropik. Ketika modulator adalah molekul
lain selain ligan normal, interaksinya disebut heterotropik. Beberapa protein
memiliki dua modulator atau lebih dan dapat memiliki interaksi homotropik dan
heteropik.

Ikatan kooperatif dari ligan ke protin multimerik, seperti yang diamati


pada pengikatan oksigen dengan hemoglobin merupakan pengikatan alosterik.
Pengikatan satu ligan mempengaruhi afinitas dari setiap situs pengikatan yang tidak
terisi dan oksigen dianggap sebagai ligan dan modulator homotropik aktif. Hanya
ada satu situs pengikatan untuk oksigen pada setiap subunit, sehingga efek alosterik
yang memunculkan koopratifitas dimediasi oleh perubahan konformasi yang di
transmisikan dari satu subunti ke lainnya uleh interaksi subunit. Kurva pengikatan
signois adalah analisis pengikatan kooperatid. Hal ini memungkinkan respon yang
jauh lebih sensitif terhadap konsentrasi ligan dan pentong untuk fungsi protein
multisubunit. Prinsip alosterik meluas dengan mudah ke enzim pengatur.

Perubahan konformasi kooperatid tergantung pada varias dalam


stabilitas struktural bagian yang berbeda dari protein. Ikatan situs protein alosterik
biasanya terdiri dari segmen stabil yang dekat dengan segmen tidak stabil, dan
mampu mengubah konformasi intrinsik. Ketika sebuah ligan mengikat, bagian-
bagian dari situs pengikatan protein dapat distabillkan oleh konformasi tertentu yang
mempengaruhi konformasi dari subunit polopeptida yang berdekatan. Jika seluruh
situx yang mengikat sangat stabil, maka beberapa perubahan struktural dapat terjadi
pada situs ini atau diperbanyak di bagian protein lain ketika suatu ligamen berikatan.

Seperti halnya mioglobin, ligan selain oksigen dapat berikatan dengan hemoglobin.
Contoh penting adalah karbon monoksida yang berikatan dengan hemoglobin 250 kalo
lebih baik daripada oksigen. Paparan manusia terhadap CO dapat menimbulkan efek yang
berbahaya

2.6 Efek Bohr


Efek Bohr, pada permulaannya adalah beberapa sifat hemoglobin yang
dijabarkan pertama oleh Ilmuwan Denmark bernama Christian Bohr yang adalah ayah

20
dari Niels Bohr. Menurut ia, peningkatan konsentrasi proton dan atau CO₂ akan
menurunkan daya serap hemoglobin terhadap oksigen. Peningkatan rasio pertama
CO₂ juga akan menurunkan pH darah oleh sebab sifat antagonis selang proton dan
karbondioksida.
Pada tahun 1904 Christian Bohr menemukan bahawa CO₂ menurunkan
daya serap dengan drastis, dan pada tahu 1928, Barcroff menemukan bahwa semua
senyawa asam organik memiliki sifat serupa sebagai mekanisme difusi gas di dalam
sirkulasi darah. Oleh sebab itu, tidak saja CO₂ didalam pembuluh darah kapiler yang
memerdekakan oksigen dari pencerapannya pada hemoglobin, tetepi tekanan oksigen
didalam paru juga memerdekakan gas CO₂ dari hemoglobin yang mengusungnya.
Pada tahun 1920, Henderson kepada awalnya memperlihatkan bahwa
molekul hemoglobin memiliki gugus asam yang dijadikan lebih asam ketika
teroksigenisasi. German dan Wyman pada tahun 1937 lebih lanjut membuktikan
bahwa bagian deprotonasi hemoglobin terjadi sebagai dampak dari bagian
oksigenisasi pada gugus asam hemoglobin di sebut imidazole, pada tahun 1943-1949
gugus asam serupa pada hemoglobin ditemukan oleh Roughton dan disebut
ammonium.

Efek Bohr

Pada tahun 1952-1958, Schmidt-Nielsen, G. Jonnes Dan Larimer


menerapkan pengamatan biokimia dan mendapati bahwa daya serap oksigen pada
mamalia berbanding terbalik dengan berat tubuh. Selanjutnya diketahui bahwa hal ini
dikarenakan oleh jumlah residu sisteina kepada molekul hemoglobin yang lebih
jumlah, sebandng dengan jumlah ion H+ yang dilepaskan pada bagian oksigenasi,
pada ukuran mamalia yang lebih kecil.
Efek bohr adalah properti hemoglobin, membantu pelepasan oksigen
pada jaringan metabolisme. Jaringan metabolisme menghasilkan karbon dioksida
karena mereka mengalami respirasi seluler. Darah mengambil karbon dioksida ini,
meningkatkan pH darah. Peningkatan atau pH asam menghasilkan disosiasi
oksihemoglobin, melepaskan oksigen. Selain itu, ahli fisiologi Denmark, Christian
Bohrth menggambarkan fenomena ini pertama kali pada tahun 1904. Dia menyatakan
bahwa kapasitas pengikatan oksigen hemoglobin berbanding terbalik dengan
keasaman dan konsentrasi karbon dioksida.
2.7 Pemecahan Heme (Metabolisme Bilirubin)

21
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem
retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses
konjugasi (secara langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan
dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam tubuh
yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut, dan bilirubin tidak terkonjugasi atau
memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam kisaran normal tidak perlu
dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai bilirubin yang
dilaporkan mewakili nilai bilirubin total (Kee, 2007). Bilirubin terikat menjadi asam
glukuronat pada retikulum endoplasmik melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin
difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul
bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut air. Bilirubin diekskresikan
ke dalam empedu dan masuk ke dalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol
yang tidak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di
dalam usus kecil proksimal melalui kerja β-glucuronidase. Bilirubin tidak
terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi,
dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung
sangat panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang terbatas pada hari - hari
pertama kehidupan (Mathindas, 2013). Metabolisme bilirubin dimulai oleh
penghancuran eritrosit setelah usia 120 hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme
dan globin. Globin akan mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan
sebagai pembentukan protein lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan
melepaskan karbonmonoksida dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan
mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonjugasi yang dilepaskan ke dalam plasma berikatan dengan albumin,
kemudian berdifusi ke dalam sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan
dikonjugasi oleh asam glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk),
kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna. Bilirubin terkonjugasi di
dalam saluran cerna dihidrolisis oleh bakteri usus β- glucuronidase, sebagian menjadi
urobilinogen yang keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah
kemudian dibawa ke dalam hati (siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut
dalam air, sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal (Rosida, 2016). Peningkatan
kadar bilirubin total menunjukan adanya gangguan pada hati atau saluran empedu,
ikterik, hepatitis, penyakit wilson, dan juga karena pengaruh obat. Penurunan kadar
bilirubin total dapat terjadi karena pengaruh obat barbiturate, salisilat, penisilin,
kafein dalam dosis tinggi atau faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil
bilirubin. Metabolisme bilirubin secara singkat terdapat pada Gambar 1 berikut.

22
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13
mg/dL dan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada neonatus.
Hiperbilirubinemia berat dapat menekan konsumsi O2 dan fosforilasi oksidasi yang
menyebabkan kerusakan sel-sel otak menetap, sehingga terjadi disfungsi neuronal,
ensefalopati dan dikenal sebagai kernikterus. Kernikterus pada bayi dengan kadar
bilirubin total 18 - 20 mg/dL berisiko mengalami kematian atau kecacatan.
Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir umumnya merupakan suatu keadaan
transisi normal atau fisiologis yang lazim terjadi pada 60 – 70 % bayi aterm dan pada
hampir semua bayi preterm. Kadar bilirubin pada kebanyakan kasus yang
menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Namun
demikian, pada beberapa kasus hiperbilirubinemia dapat berhubungan dengan
beberapa penyakit, seperti hemolitik, kelainan metabolik dan endokrin, kelainan hati,
dan infeksi. Bilirubin pada konsentrasi > 5 mg/dL akan tampak secara klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus (Pusparani,
2017). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat
akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit (Mathindas,
2013)
2.8 Biosintesis Porfirin
a. Pengertian
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat
cincin pirol melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan
kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen
cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan
klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga
bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya
menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga
pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis
porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan
derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat
dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita
absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.

23
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian
disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat
fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas
dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin
disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini
tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut.
b. Fungsi Porifin

Berikut ini adalah fungsi dari porifirin :

1) Membentuk senyawa sebagai pengangkutan O2.

2) Membentuk senyawa sebagai pengangkutan elektron.

3) Membentuk senyawa sebagai enzim enzim tertentu.

Perbedaan antara porfirin satu dengan yang lain adalah jenis senyawa yang

mensubstitusinya.

Porifin

c. Biosintesis Heme (Ferroporfirin)


Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali

eritrosit dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme

terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya

24
di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis

porfirin; (2) Sintesis heme.

Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi

antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin.

Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga

piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa

glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-

ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino

levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev

sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis

porfirin.

AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul

AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk

porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase

merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh

timbale.

Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk

tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim

uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana

selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang

simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan

enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir

selalu terbentuk uroporfirinogen III.

Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus

asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi

25
ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu

mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.

Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta


mengalami dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II
berubah menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase
dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada
koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk.
Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim
protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang
dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe 2+ melalui suatu reaksi
yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.

d. Pengendalian Biosintesis Heme


Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev
sintase. Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat
sintesis AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative.
Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-
P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini
menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase
meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan
hematin dapat mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan
sintesis heme.
e. Kelainan Biosintesis Heme
1) Porfiria

26
Porfiria merupakan penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat
yang disebabkan oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme
dan mengakibatkan penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya
dijaringan atau didalam urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu
dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya sebagai diagnosa banding pada
penyakit dengan keluhan nyeri abdomen, fotosensitivitas dan gangguan
psikiatri .
Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :

 Porfiria eritropoetik

 Porfiria hepatik

 Protoporfiria (gabungan)

Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena

ketidak seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada

jenis porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah

besar. Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan derivat simetris

lainnya. Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan memunculkan

fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena

ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena

deposisi porfirin dan kulit yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang

diaktifkan cahaya bersifat sangat reaktif .

Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :

Intermitten acute porfiria ( IAP ) Koproporfiria herediter

1) Porfiria variegata

2) Porfiria cutanea tarda

3) Porfiria toksik

27
IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan

secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan

asam amino levulenat yang meningkat menyebabkan urine berwarna gelap.

Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial

koproporfirinogen oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat

peningkatan ekskresi koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.

Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen

oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi

hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme.

Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen

dekarboksilasi, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan

ekskresi uroporfirin yang bila terpapar cahaya menyebabkan urine berwarna

merah. Porfiria ini paling sering dijumpai dibanding yang lainnya .

Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti

griseofulvin, barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya.

Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya

defisiensi partial ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat

peningkatan ekskresi protoporfirin dalam urine.

Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua

patogenesa yaitu bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan

asam amino levulenat dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan

menghambat kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-

gejala neuro-psikiatri sedangkan bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan

penumpukan porfirinogen dikulit dan dijaringan lain akan teroksidasi spontan

membentuk porfirin yang apabila terpapar dengan cahaya, porfirin akan bereaksi

dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal bebas yang sangat reaktif dan

28
merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi, peristiwa ini

memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.

f. Terapi Porfiria

Terapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena

therapi kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat

dipakai dan beberapa tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat

atau obat yang merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia,

alkohol, steroid dan lain-lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria. Pemberian

zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan kerja ALA sintase untuk

menghambat pembentukan pra zat porfirin. Pemberian anti oksidan seperti

karoten, vitamin E dan C juga dapat dianjurkan pemakaian tabir surya guna

menggurangi pemaparan terhadap cahaya.

Alternatif hemoglobin dengan cara menggunakan keadaan transisi

afinitas rendah (Keadaan T) ke afinitas tinggi (keadaan R) karena semakin banyak

molekul oksigen yang terikat. Prortein sub unit tunggal dengan situs pengikatan

ligan tunggal tidak dapat memproduksi kurva peningkatan signoid meskipun

pengikatan mampu mengubah pengikatan ligan pada molekul lain.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari

binatang primitif sampai dengan manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu

berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai

pembawa oksigen (oxsigen karier), mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi,

serta mekanisme hemotasis.

Darah terdiri atas 2 komponen yaitu plasma darah yang merupakan

bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.

Komponen yang ke-2 adalah butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas

Eritrosit atau sel darah merah (SDM)-red blood cell (RBC), Leukosit atau sel darah

putih (SDP)-white blood cell (WBC) dan Trombosit atau butir pembeku-platelet.

Karakteristik umum darah meliputi warna, vsikositas, pH, volume, dan

komposisinya (Desmawati, 2013).

 Warna Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang
berkaitan dengan hemoglobin dalam sel darah merah.
 Viskositas Viskositas darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar
1.048 sampai 1.066.
 pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai 7.45 (netral 7.00).
 Volume Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB, atau
sekitar 4 sampai 5 liter darah.

Komposisi Darah tersusun atas dua komponen utama yaitu :

 Plasma
 Darah putih terdiri dari Basofil, Eusinofil, Neutrofil, Limfosit dan Monosit.

Hemostasis (haima=darah, stasis=tetap,berhenti), berarti darah tetap


berada dalam system pembuluh darah. terdapat beberapa komponen dalam mekanisme
hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma protein faktors,
natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik

30
Hemoglobin mengikat oksigen secara efisien pada paru-paru, dimana
Po2 sekitar 13,3 kPa dan melepaskan oksigen di jaringan, pO2 sekitar 4 kPa.
Mioglobin atau protein lain yang mengikat oksigen dengan kurva ikatan hiperbola
akan berfungsi sangat teratur. Suatu protein yang mengikat oksigen dengan anfinitas
tinggi akan berikatan sangat baik di paru-paru namun tidak akan melepaskan hanya
di dalam jaringan. Jika protein yang terikat oksigen dengan aifinitas cukup rendah
untuk melepaskannya di jaringan, maka akan mengambil sedikit oksigen di paru-
paru.

Efek Bohr, pada permulaannya adalah beberapa sifat hemoglobin yang


dijabarkan pertama oleh Ilmuwan Denmark bernama Christian Bohr yang adalah
ayah dari Niels Bohr

Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem


retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses
konjugasi (secara langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan
dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam tubuh
yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut, dan bilirubin tidak terkonjugasi
atau memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam kisaran normal tidak
perlu dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai
bilirubin yang dilaporkan mewakili nilai bilirubin total.

Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat


cincin pirol melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan
kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen
cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan
klorofil, merupakan porfirin magnesium.

Fungsi Porifin

Berikut ini adalah fungsi dari porifirin :

1. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan O2.

2. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan elektron.

3. Membentuk senyawa sebagai enzim enzim tertentu.

4. Pengendalian Biosintesis Heme


Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev
sintase. Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat
sintesis AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative.
Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-

31
P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini
menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase
meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan
hematin dapat mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan
sintesis heme.

3.2 Saran

Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang

sifatnya membangun sangat kami harapkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

https://ardra.biz/topik/reaksi-pengikatan-oksigen-o2-oleh-haemoglobin/. Diakses pada


tanggal 10 Agustus 2021 pada pukul 07.00 WIB

Http://id.scribd.com/document/401287242/Pengikatan-Hemoglobin . Diakses pada tanggal 10


Agustus 2021 pada pukul 11.00 WIB

https://id.strephonsays.com/what-is-the-difference-between-bohr-and-haldane-effect. Diakses
pada tanggal 11 Agustus 2021

https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/article/download/12/71https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/arti
cle/download/12/71. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2021 pada pukul 13.00 WIB

http://p2k.um-surabaya.ac.id/id1/3045-2942/Efek-Bohr_184790_Biografi-pilihan_p2k-um-
surabaya.html. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2021 pada pukul 15.00 WIB

http://repository.unimus.ac.id/3069/4/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2021


pada pukul 07.00 WIB

https://www.academia.edu/9733151/struktur_fungsi_hemoglobin_dan_mioglobin. Diakses
pada tanggal 15 Agusutus 2021 pada pukul 20.00 WIB

33

Anda mungkin juga menyukai