TOPIK 15
Di Susun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Ilmu Dasar Keperawatan III
Di Susun Oleh :
NIM : 1811020006
Kelas : 6A
Prodi : Keperawatan S1
2021
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya jugalah makalah “Ilmu Dasar Keperawatan III Topik
15” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini di buat dan disusun dalam rangka memenuhi tugas dan tanggung
jawab penulis kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan III. Dalam
kesempatan ini tidak lupa kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman
dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan taufik serta
hidyah-Nya kepada kita semua, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Aamiin Ya Robbal’alamiin.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 3
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….. 31
3.2 Saran…………………………………………………………………………….. 32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 33
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
6. Mahasiswa dapat mengetahui efek kohr
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemecahan heme (metabolism bilirubin)
8. Mahasiswa dapat mengetahui biosintesis porfirin
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
trombosit atau platelet. Sel darah merah merupakan unsur terbanyak
dari sel darah (44%) sedangkan sel darah putih dan trombosit 1%. Sel
darah putih terdiri dari Basofil, Eusinofil, Neutrofil, Limfosit dan
Monosit.
3. Komponen Darah
a. Plasma Menurut Desmawati (2013), bahwa plasma terdiri dari 99% air dan
memiliki tugas sebagai medium untuk mengangkut berbagai bahan dalam
tubuh, menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh
metabolisme di dalam jaringan, dan merupakan tempat larutnya sejumlah
besar zat organik dan an organik. Konstituen organik yang paling banyak ada
pada plasma adalah protein, yang membentuk 6%-8% dari berat total plasma.
Protein plasma itu sendiri adalah sekelompok konstituen plasma yang tidak
sekedar diangkat dalam keadaan normal. Protein plasma untuk melakukan
fungsinya protein berada dalam bentuk disperse koloid. Ada beberapa fungsi
dari protein plasma, antara lain (Desmawati, 2013) :
1) Menghambat pengeluaran berlebihan plasma dari kapiler ke dalam
cairan intertisium dan dengan demikian membantu mempertahankan
volume plasma.
2) Menyangga perubahan pH darah.
3) Menentukan viskositas darah.
4) Menghasilkan energi bagi sel. Protein Plasma dikelompokkan menjadi 3,
antara lain (Desmawati, 2013) :
(1) Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak
mengikat banyak zat seperti garam empedu, yang berguna untuk
transportasi melalui plasma yang sangat berperan dalam menentukan
tekanan osmotik. Albumin darah dihasilkan oleh hati, albumin plasma
merupakan molekul protein besar yang berada dalam pembuluh darah.
Albumin plasma berfungsi untuk memelihara volume cairan dalam
sistem vaskular yang mengikat berbagai zat dalam plasma bila kadar
albumin darah rendah, maka cairan akan keluar dari pembuluh darah dan
akan pergi ke rongga perut, dan cairan akan berkumpul di rongga perut
(asites), kadar normalnya 4-5.2 g/dl.
(2) Globulin α, β, γ Globulin α (alpha) dan β (betta) spesifik mengikat
dan mengangkut sejumlah zat dalam plasma sebagai faktor pembekuan
darah, sedangkan globulin γ (gamma) berperan sebagai anti bodi.
(3) Fibrinogen (faktor pembekuan)
(4)Prokoagulan (Faktor pembeku darah) Proses pembekuan drah dapat
terjadi karena interaksi enzimatik antara prokoagulan, fosfolipid, dan ion
Cl prokoagulan berada dalam sirkulasi darah dengan bentuk isi aktif dan
aktifasinya. Biasanya diawali oleh luka pada pembuluh darah. Ada 15
prokoagulan dimana yang 13 diantaranya telah diberi symbol angka
romawi: 1) I sd XIII artinya proloagulan dalam bentuk isi aktif 2) Ia sd
XIIa artunya dalam bentuk aktif.
7
b. Plasma Darah
8
d. Definisi Glukosa Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang
mengacu pada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi gula darah atau
tingkat glukosa serum diatur dengan ketat dalam tubuh. Glukosa yang
dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar
glukosa darah puasa tidak boleh lebih tinggi dari 110 mg/dl dan jangan lebih
rendah dari 60 mg/dl. Untuk mengatur hal ini tubuh mempunyai mekanisme
pengaturannya. Apabila mekanisme pengaturan kadar gula dalam darah tidak
berjalan dengan baik atau terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh maka
akan mengakibatkan gangguan pada proses metabolisme glukosa, oleh karena
itu perlu adanya pemeriksaan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat
diketahui kadar glukosa melebihi batas normal atau tidak (Sacher and
McPherson, 2012). Glukosa adalah karbohidrat terpenting dimana kebanyakan
karbohidrat terdapat pada makanan yang diserap kedalam aliran darah sebagai
glukosa, dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah
prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di tubuh, termasuk glikogen
untuk penyimpanan, ribosa, dan deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa
dalam laktosa susu, dan sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein
dan proteoglikan (Murray, R.K., Grannes, D.K., Rodwell, 2013).
4. Fungsi Darah
Menurut Gaol (2015), fungsi darah adalah sebagai berikut:
a. Membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke
jaringan tubuh.
b. Mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.
c. Mengangkut produk buang dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk di
ekskresikan.
d. Mengangkut hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) dan enzim dari organ ke
organ.
e. Ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air, sistem buffer seperti
bicarbonat di dalam darah, membantu mempertahankan pH yang konstan pada
jaringan dan cairan tubuh.
f. Berperan penting dalam pengendalian suhu tubuh dengan cara mengangkut panas
dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh.
g. Mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam tubuh (keseimbangan asam dan basa).
h. Membantu pertahanan tubuh terhadap penyakit.
i. Pembekuan darah pada luka, mencegah terjadinya kehilangan darah yang
berlebihan pada waktu luka, serta mengandung faktor-faktor penting untuk
pertahanan tubuh terhadap penyakit.
10
1) Sumbat hemostatik atau Trombus yang berwarna putih tersusun dari trombosit
serta fibrin dan sedikit mengandung beberapa sel-sel darah lainnya seperti
eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal
sehingga kelihatan berwarna kurang merah, khususnya didaerah dengan aliran
yang cepat seperti arteri.
2) Sumbat hemostatic atau Trombusyang berwarna merah terutama terdiri atas
erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah dengan perlambatan atau stasis
aliran darah dengan atau tanpa cedera vascular, atau bentuk trombus ini dapat
terjadi pada tempat luka atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama
dengan sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya
3) Benang-benang fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/pembuluh darah yang amat
kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik
dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan
artificial yang dipertahankan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin
sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik.
Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang
bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah
lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk
fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat
diklasifikaskan sebagai berikut: a. Zimogen protease yang bergantung pada serin
dan diaktifkan pada proses koagulasi b. Kofaktor c. Fibrinogen d.
Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin e. Protein pengatur dan sejumla
protein lainnya
Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII
dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+
dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif).Lintasan ini
dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang
bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada
permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada
permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat
proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk
menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale
balik. Begitu terbentuk, faktorXIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia, dan juga
melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Factor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX, menjadi enzim serin
protease, yaitu faktor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam
faktor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang
belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks
tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X.
Semua reaksi dalam hemostasis yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla
11
(faktor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul
tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+.
12
menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari
permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
13
lazim. simpanan spontan dari gusi atau hidung wanita dicatat. Petekie
muncul di sekiling manset pengukuran tekanan darah pada lengannya. Jadi
berlebihan dapat terjadi dari tempat trauma ( mis, tempat pungsi , tempat
injeksi, torehan akibat pencukuran daerah perineum atau abdomen, cedera
akibat penyisipan kateter urin). Oleh karena itu, haluran urin dipantau.
Kebutuhan keluarga dikenal dan didukung. Ansietas,rasa duka, dan
perubahan konsep diri dapat muncul akibat kehilangan dan kehilangan
janin. Prognosis ibu dan janin terhadap derajat dan luas gangguan penyebab
juga respons wanita terhadap terapi yang tepat dan cepat. risiko ibu, lebih
jauh, meningkat jika janin meninggal di dalam rahim.
15
muncul sebagai diatesis perdarahan klinis dengan berubah – ubahnya hasil
rangkaian tes darah sehingga mencengangkan.
16
dengan ligan yang terikat pada heme. Residu ini disebut distal his, yang tidak
berefek pada pengikatan oksigen tetapi dapat menghalangi pengikatan linier CO,
menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme( Nelson dan Cox, 2005).
Struktur Myoglobin
b. Struktur Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka
oksigen di bawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Evelyn,2000). Hemoglobin
merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai
polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan
bertugas untuk mengangkut oksigen.
17
2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta
dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang
dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit
alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul
kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton.
Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila
nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis( Evelyn, 2000 ).
18
Mioglobin atau protein lain yang mengikat oksigen dengan kurva ikatan hiperbola
akan berfungsi sangat teratur. Suatu protein yang mengikat oksigen dengan anfinitas
tinggi akan berikatan sangat baik di paru-paru namun tidak akan melepaskan hanya
di dalam jaringan. Jika protein yang terikat oksigen dengan aifinitas cukup rendah
untuk melepaskannya di jaringan, maka akan mengambil sedikit oksigen di paru-
paru.
Protein alosterik aalah satu daari pengikatan ligan ke satu situs yang
mempengaruhi sifat pengikatan lain pada protein yang sama. Istilah “alosterik”
berasal dari allos Yunani, “other”, stereo, “padat” atau “bentuk”. Protein alosterik
memiliki “bentuk lain” atau konformasi yang disebabkan oleh peningkatan ligan
yang disebut sebagai modulator. Konformasi mengubah pengikatan leh modulator
19
interconvert lebih aktif dan kurang aktif membentuk protein. Modulator untuk
protein alosterik dapat berupa inhibitor atau aktivator. Ketika ligen dan modulator
normal identik, interaksinya disebut homotropik. Ketika modulator adalah molekul
lain selain ligan normal, interaksinya disebut heterotropik. Beberapa protein
memiliki dua modulator atau lebih dan dapat memiliki interaksi homotropik dan
heteropik.
Seperti halnya mioglobin, ligan selain oksigen dapat berikatan dengan hemoglobin.
Contoh penting adalah karbon monoksida yang berikatan dengan hemoglobin 250 kalo
lebih baik daripada oksigen. Paparan manusia terhadap CO dapat menimbulkan efek yang
berbahaya
20
dari Niels Bohr. Menurut ia, peningkatan konsentrasi proton dan atau CO₂ akan
menurunkan daya serap hemoglobin terhadap oksigen. Peningkatan rasio pertama
CO₂ juga akan menurunkan pH darah oleh sebab sifat antagonis selang proton dan
karbondioksida.
Pada tahun 1904 Christian Bohr menemukan bahawa CO₂ menurunkan
daya serap dengan drastis, dan pada tahu 1928, Barcroff menemukan bahwa semua
senyawa asam organik memiliki sifat serupa sebagai mekanisme difusi gas di dalam
sirkulasi darah. Oleh sebab itu, tidak saja CO₂ didalam pembuluh darah kapiler yang
memerdekakan oksigen dari pencerapannya pada hemoglobin, tetepi tekanan oksigen
didalam paru juga memerdekakan gas CO₂ dari hemoglobin yang mengusungnya.
Pada tahun 1920, Henderson kepada awalnya memperlihatkan bahwa
molekul hemoglobin memiliki gugus asam yang dijadikan lebih asam ketika
teroksigenisasi. German dan Wyman pada tahun 1937 lebih lanjut membuktikan
bahwa bagian deprotonasi hemoglobin terjadi sebagai dampak dari bagian
oksigenisasi pada gugus asam hemoglobin di sebut imidazole, pada tahun 1943-1949
gugus asam serupa pada hemoglobin ditemukan oleh Roughton dan disebut
ammonium.
Efek Bohr
21
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem
retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses
konjugasi (secara langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan
dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam tubuh
yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut, dan bilirubin tidak terkonjugasi atau
memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam kisaran normal tidak perlu
dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai bilirubin yang
dilaporkan mewakili nilai bilirubin total (Kee, 2007). Bilirubin terikat menjadi asam
glukuronat pada retikulum endoplasmik melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin
difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul
bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut air. Bilirubin diekskresikan
ke dalam empedu dan masuk ke dalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol
yang tidak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di
dalam usus kecil proksimal melalui kerja β-glucuronidase. Bilirubin tidak
terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi,
dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung
sangat panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang terbatas pada hari - hari
pertama kehidupan (Mathindas, 2013). Metabolisme bilirubin dimulai oleh
penghancuran eritrosit setelah usia 120 hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme
dan globin. Globin akan mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan
sebagai pembentukan protein lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan
melepaskan karbonmonoksida dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan
mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonjugasi yang dilepaskan ke dalam plasma berikatan dengan albumin,
kemudian berdifusi ke dalam sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan
dikonjugasi oleh asam glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk),
kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna. Bilirubin terkonjugasi di
dalam saluran cerna dihidrolisis oleh bakteri usus β- glucuronidase, sebagian menjadi
urobilinogen yang keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah
kemudian dibawa ke dalam hati (siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut
dalam air, sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal (Rosida, 2016). Peningkatan
kadar bilirubin total menunjukan adanya gangguan pada hati atau saluran empedu,
ikterik, hepatitis, penyakit wilson, dan juga karena pengaruh obat. Penurunan kadar
bilirubin total dapat terjadi karena pengaruh obat barbiturate, salisilat, penisilin,
kafein dalam dosis tinggi atau faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil
bilirubin. Metabolisme bilirubin secara singkat terdapat pada Gambar 1 berikut.
22
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13
mg/dL dan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada neonatus.
Hiperbilirubinemia berat dapat menekan konsumsi O2 dan fosforilasi oksidasi yang
menyebabkan kerusakan sel-sel otak menetap, sehingga terjadi disfungsi neuronal,
ensefalopati dan dikenal sebagai kernikterus. Kernikterus pada bayi dengan kadar
bilirubin total 18 - 20 mg/dL berisiko mengalami kematian atau kecacatan.
Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir umumnya merupakan suatu keadaan
transisi normal atau fisiologis yang lazim terjadi pada 60 – 70 % bayi aterm dan pada
hampir semua bayi preterm. Kadar bilirubin pada kebanyakan kasus yang
menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Namun
demikian, pada beberapa kasus hiperbilirubinemia dapat berhubungan dengan
beberapa penyakit, seperti hemolitik, kelainan metabolik dan endokrin, kelainan hati,
dan infeksi. Bilirubin pada konsentrasi > 5 mg/dL akan tampak secara klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus (Pusparani,
2017). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat
akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit (Mathindas,
2013)
2.8 Biosintesis Porfirin
a. Pengertian
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat
cincin pirol melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan
kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen
cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan
klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga
bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya
menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga
pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis
porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan
derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat
dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita
absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.
23
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian
disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat
fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas
dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin
disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini
tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut.
b. Fungsi Porifin
Perbedaan antara porfirin satu dengan yang lain adalah jenis senyawa yang
mensubstitusinya.
Porifin
eritrosit dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme
terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya
24
di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis
antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin.
piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa
porfirin.
merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh
timbale.
tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim
simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan
enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir
asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi
25
ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu
26
Porfiria merupakan penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat
yang disebabkan oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme
dan mengakibatkan penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya
dijaringan atau didalam urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu
dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya sebagai diagnosa banding pada
penyakit dengan keluhan nyeri abdomen, fotosensitivitas dan gangguan
psikiatri .
Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
Porfiria eritropoetik
Porfiria hepatik
Protoporfiria (gabungan)
jenis porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah
fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena
ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena
deposisi porfirin dan kulit yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang
1) Porfiria variegata
3) Porfiria toksik
27
IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan
secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan
Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti
asam amino levulenat dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan
menghambat kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-
membentuk porfirin yang apabila terpapar dengan cahaya, porfirin akan bereaksi
dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal bebas yang sangat reaktif dan
28
merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi, peristiwa ini
f. Terapi Porfiria
therapi kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat
dipakai dan beberapa tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat
atau obat yang merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia,
alkohol, steroid dan lain-lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria. Pemberian
zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan kerja ALA sintase untuk
karoten, vitamin E dan C juga dapat dianjurkan pemakaian tabir surya guna
molekul oksigen yang terikat. Prortein sub unit tunggal dengan situs pengikatan
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
binatang primitif sampai dengan manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu
bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.
Komponen yang ke-2 adalah butir butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas
Eritrosit atau sel darah merah (SDM)-red blood cell (RBC), Leukosit atau sel darah
putih (SDP)-white blood cell (WBC) dan Trombosit atau butir pembeku-platelet.
Warna Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang
berkaitan dengan hemoglobin dalam sel darah merah.
Viskositas Viskositas darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar
1.048 sampai 1.066.
pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai 7.45 (netral 7.00).
Volume Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB, atau
sekitar 4 sampai 5 liter darah.
Plasma
Darah putih terdiri dari Basofil, Eusinofil, Neutrofil, Limfosit dan Monosit.
30
Hemoglobin mengikat oksigen secara efisien pada paru-paru, dimana
Po2 sekitar 13,3 kPa dan melepaskan oksigen di jaringan, pO2 sekitar 4 kPa.
Mioglobin atau protein lain yang mengikat oksigen dengan kurva ikatan hiperbola
akan berfungsi sangat teratur. Suatu protein yang mengikat oksigen dengan anfinitas
tinggi akan berikatan sangat baik di paru-paru namun tidak akan melepaskan hanya
di dalam jaringan. Jika protein yang terikat oksigen dengan aifinitas cukup rendah
untuk melepaskannya di jaringan, maka akan mengambil sedikit oksigen di paru-
paru.
Fungsi Porifin
31
P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini
menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase
meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan
hematin dapat mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan
sintesis heme.
3.2 Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang
32
DAFTAR PUSTAKA
https://id.strephonsays.com/what-is-the-difference-between-bohr-and-haldane-effect. Diakses
pada tanggal 11 Agustus 2021
https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/article/download/12/71https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/arti
cle/download/12/71. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2021 pada pukul 13.00 WIB
http://p2k.um-surabaya.ac.id/id1/3045-2942/Efek-Bohr_184790_Biografi-pilihan_p2k-um-
surabaya.html. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2021 pada pukul 15.00 WIB
https://www.academia.edu/9733151/struktur_fungsi_hemoglobin_dan_mioglobin. Diakses
pada tanggal 15 Agusutus 2021 pada pukul 20.00 WIB
33