Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

Hemoglobinopati

Oleh:

Maurizka Khaerunnisa (70700120020)


Risky Awalia H (70700120028)
Ahmad Fari Arief Lopa (70700120038)

Supervisor Pembimbing:
Dr. Saraswati W Hartono, Sp.PK

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Hemoglobinopati” dalam rangka
tugas kepaniteraan klinik Departemen Patologi Klinik Program Pendidikan Profesi
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat ini
dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas
kepada yang terhormat :
1. dr. Saraswati W Hartono selaku supervisor pembimbing.
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta
koreksi yang membangun dari semua pihak.
Makassar, Juli 2021

Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

“Hemoglobinopati”

Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui

Pada tanggal ……………

Oleh :

Supervisor Pembimbing Dosen Pembimbing

dr. Saraswati W Hartono, Sp.PK dr. Andi Irhamnia Sakinah

Mengetahui,

Ketua program studi Pendidikan profesi dokter


UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M. Kes


NIP. 198409052009012011

iii
DAFTAR ISI

JUDUL..........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................iii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iv

DAFTAR TABEL.......................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Definisi.............................................................................................................1

B. Hemoglobin......................................................................................................1

C. Etiologi...........................................................................................................10

D. Epidemiologi..................................................................................................10
BAB II ASPEK PEMERIKSAAN LABORATORIUM.......................................11

A. Patomekanisme...............................................................................................11

E. Manifestasi Klinis...........................................................................................13

F. Pemeriksaan Laboratorium.............................................................................15
BAB III DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING..........................................18

BAB IV PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI......................................21

BAB V INTEGRASI KEISLAMAN.......................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................23

iv
v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.......................................................................................................................10

Tabel 2.......................................................................................................................16

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.....................................................................................................................4

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi1

Hemoglobinopati adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

hemoglobin akibat mutasi di dalam atau didekat gen globin. Mutasi gen globin ini

dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni :

1. Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai

globin tertentu, disebut hemoglobinopati structural, atau

2. Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi

rantai globin tertentu, disebut thalassemia.

B. Hemoglobin2,3

1. Definisi

Darah terdiri dari dua komponen, yakni komponen cair yang disebut

plasma dan komponen padat yaitu sel-sel darah. Sel darah terdiri atas tiga

jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Eritrosit memiliki fungsi yang

sangat penting dalam tubuh manusia. Fungsi terpenting eritrosit ialah

transport Oksigen (O2) dan Karbondioksida (CO2) antara paru-paru dan

jaringan. Suatu protein eritrosit yaitu hemoglobin (Hb) memainkan peranan

penting pada kedua proses transport tersebut.

Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang

mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut

heme. Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh

manusia, yakni pengangkutan oksigen ke jaringan dan pengangkutan

vi
karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke organ respirasi. Jumlah

hemoglobin dalam eritrosit rendah, maka kemampuan eritrosit membawa

oksigen ke seluruh jaringan tubuh juga akan menurun dan tubuh menjadi

kekurangan O2 Hal ini akan menyebabkan terjadinya anemia.

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan

konjugat protein. Inti Fe dan rangka protoperphyrin dan globin (tetra phirin)

menyebabkan warna darah merah. Hb berikatan dengan karbondioksida

menjadi karboksi hemoglobin dan warnanya merah tua. Darah arteri

mengandung oksigen dan darah vena mengandung karbondioksida.

Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme

(zat besi) dan rantai polipeptida globin (alfa, beta, gama, dan delta). Heme

adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedangkan globin adalah

protein yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel

darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus

pembawa oksigen dari paru- paru keseluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus

memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah

sekitar lima juta sel darah merah permillimeter darah.

Hemoglobin adalah komponen utama sel darah merah atau eritrosit

yang terdiri dari globin dan heme terdiri dari cincin porfirin dengan satu atom

besi (ferro). Globin terdiri atas 4 rantai polipeptida yaitu 2 rantai polipeptida

alfa dan 2 rantai polipeptida beta. Rantai polipeptida alfa terdiri dari 141 asam

amino dan rantai polipeptida beta terdiri dari 146 asam amino.

vi
2. Struktur Hemoglobin

Hemoglobin adalah metalo protein pengangkut oksigen dari paru-paru

ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan

tersebut diibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas. Molekul hemoglobin

terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme suatu molekul organik

dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan

suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, diantaranya

yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain)

yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA)

terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains.

Pusat molekul hemoglobin terdapat cincin heterosiklik yang dikenal

dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan ikatan

oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit

hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin

memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi

melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah.

Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus heme terdiri

dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik yang

disebut protoporfirin terbentuk dar iempat cincin pirol yang dihubungkan oleh

jembatan meterna membentuk cincin tetrapirol. Empat gugus mitral dan gugus

vinil dan dua sisi rantai propionol terpasang pada cincin ini.

3
Gambar 1. Struktur Hemoglobin

Struktur Hb terdiri atas empat grup heme dan empat rantai polipeptida

dengan total asam amino sebanyak 574 buah. Rantai polipeptidanya terdiri

atas dua rantai α dan dua rantai β dengan masing-masing rantai berikatan

dengan satu grup heme. Pada setiap rantai α terdapat 141 asam amino dan

setiap rantai β terdapat 146 asam amino. Pada pusat molekul terdapat cincin

heterosiklik yang dikenal dengan nama porfirin. Porfirin terbentuk dari empat

cincin pirol yang dihubungkan oleh suatu jembatan untuk membentuk cincin

tetrapirol. Pada cincin ini terdapat empat gugus mitral dan gugus vinil serta

dua sisi rantai propionol. Porfirin yang menahan satu atom Fe disebut dengan

nama heme. Pada molekul heme inilah Fe dapat melekat dan menghantarkan

O2 serta CO2 melalui darah.

3. Struktur Hemoglobin Normal

4
Hemoglobin   manusia   dewasa   terutama   terdiri   atas hemoglobin
A  (HbA1), serta sedikit hemoglobin F (HbF)  dan hemoglobin A2 (HbA2).
Globin hemoglobin dewasa (HbA1) adalah kombinasi antara 2 rantai globin-α
dengan 2 rantai globin-β, membentuk tetramer  α2β2. Rantai  globin-α
tersusun dari 141 asam amino, sedangkan rantai globin-β tersusun dari 146
asam amino. Hemoglobin F (HbF) adalah hemoglobin yang mempunyai 2
pasang rantai polipeptida, yaitu 2 rantai globin-α dan 2 rantai globin-ƴ
membentuk tetramer α2β2, sedangkan hemoglobin A2 (HbA2)  mempunyai 2 
rantai  globin-α  dan 2  rantai globin-δ membentuk tetramer α2δ2.
4. Perkembangan Hemoglobin
Hemoglobin F merupakan Hb utama pada masa janin, sedangkan pada
masa dewasa kadar HbF hanya ≤ 1%, dan kadar HbA2 ≤ 3,5%. Pada
perkembangan awal embrio, dibentuk Hb embrional, yaitu kombinasi antara
rantai globin- ζ dengan globin-ƴ (Hb Portland ζ2ƴ2) atau antara globin-ζ
dengan rantai globin-ε (Hb Gower1 ζ2ε2), atau antara rantai globin-α dengan
rantai globin-ε (Hb Gower 2, α2ε2). Dalam perkembangannya komposisi
produk hemoglobin manusia mengalami 2 tahap peralihan. Peralihan pertama,
saat 3 bulan pertama kehamilan eritrosit mengandung Hb
embrionik,kemudian   berubah   sampai   dan   selama            6   bulan  
terakhir kehamilan eritrosit beralih menjadi lebih banyak mengandung Hb
fetus (HbF).
Peralihan kedua, terjadi saat periode perinatal, Hbfetus berubah
menjadi Hb dewasa, dan proses ini selesai pada saat pertengahan tahun
pertama kehidupan ekstrauterin.
Penting untuk  diingat   bahwa   perubahan   sintesis   jenis   hemoglobin
tersebut  ditentukan  oleh  perkembangan  maturitas  janin  dan bukan  
karena   perubahan   tempat   terjadinya   Oleh   karena   itu,   Thalassemia  
β   mayor bermanifestasi klinis pada usia sekitar 6 bulan karena rantai globin
β merupakan komponen utama Hb dewasa (HbA1) dan sama sekali bukan

2
komponen Hb masa janin ataupun masa embrio.    Berbeda    dengan   
Thalassemia    α    yang    berat bermanifestasi klinis pada masa janin karena
rantai globin α sudah diproduksi sejak masa janin dan merupakan komponen
utama Hb masa janin (HbF: α dan γ). 

5. Jenis-jenis Hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri atas dua pasang rantai globin identic yang

berasal dari kromosom yang berbeda. Beberapa jenis hemoglobin yang dapat

dijumpai, sebagai berikut :


a) Hemogobin Adult

Hemoglobin Adult (HbA) tersusun atas dua rantai α dan dua rantai ꞵ.

HbA merupakan jenis Hb yang utama (95%-97%), namun masih terdapat

pula sebagian kecil HbA2 (2%-3%) dan HbA1. HbA2 tersusun atas dua

rantai α dan dua rantai δ dan mulai muncul pada akhir masa fetus sampai

memasuki masa anak-anak. HbA1 merupakan Hb yang terbentuk selama

proses pematangan eritrosit. Hb jenis ini biasa disebut dengan nama

glycosylated hemoglobin dan memiliki tiga subfraksi yaitu A1c, A1b, A1c.

2
b) Hemoglobin Fetal

Hemoglobin Fetal (HbF) merupakan Hb utama pada fetus dan

newborn. Hb jenis ini memiliki dua rantai α dan dua rantai γ. HbF sudah

mulai disintesis di hepar sejak umur gestasi lima minggu dan akan tetap

ada sampai beberapa bulan setelah kelahiran. Pada saat lahir masih

terdapat sekitar 60% sampai dengan 80% HbF dan secara perlahan akan

mulai tergantikan dengan hemoglobin dewasa (HbA).

Penelitian menunjukan bahwa ditemukan sejumlah kecil HbF pada

manusia dewasa yang menderita kelianan di dalam darah, seperti halnya

myeloid leukemia, hereditary percistance of fetal hemoglobin dan sickle

cell anemia

c) Hemoglobin Embrio

Hemoglobin Emrbio (HbE) merupakan Hb primitif yang dibentuk oleh

eritrosit imatur di dalam yolk sac. HbE ditemukan di dalam embrio dan

akan tetap ada sampai umur gestasi 12 minggu. Terdapat beberapa rantai

di dalamnya, seperti rantai ζ yang merupakan analog dari rantai α dan

rantai ε yang merupakan analog dari rantai γ, β serta δ.

6. Fungsi Hemoglobin

Menurut Sherwood (2014) Hemoglobin mempunyai beberapa fungsi

diantaranya:

a) Mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh.

2
Hb adalah suatu molekul alosterik yang terdiri atas empat subunit

polipeptida dan bekerja untuk menghantarkan O2 dan CO2. Hb

mempunyai afinitas untuk meningkatkan O2 ketika setiap molekul diikat,

akibatnya kurva disosiasi berbelok yang memungkinkan Hb menjadi jenuh

dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2 ke dalam

jaringan.

b) Mengambil O2 dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh

untuk dipakai sebagai bahan bakar.

Hemoglobin adalah suatu protein yang kaya akan zat besi.

Hemoglobin dapat membentuk oksihemoglobin (HbO2) karena

terdapatnya afinitas terhadap O2 itu sendiri. Melalui fungsi ini maka O2

dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan

c) Membawa CO2 dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme menuju ke

paru-paru untuk dibuang.

2
Hemoglobin merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin.

Protein terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O2

dan bertindak sebagai transpor O2 dalam darah. Hemoglobin juga

berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah yang

bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan

sel darah merah dalam melewati kapiler menjadi kurang maksimal.

7. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-

butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira

15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”.

Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar

hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. WHO telah menetapkan

batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Pengukuran kadar hemoglobin dalam darah adalah salah satu uji

laboratorium klinis yang sering dilakukan. Pengukuran kadar hemoglobin

digunakan untuk melihat secara tidak langsung kapasitas darah dalam

membawa oksigen ke sel-sel di dalam tubuh. Pemeriksaan kadar hemoglobin

merupakan indikator yang menentukan seseorang menderita anemia atau

tidak.

7
Tabel 1. Kadar Hemoglobin

No. Kadar Hemoglobin Umur

1. 16-23 g/dL Bayi baru lahir

2. 10-14 g/dL Anak-anak

3. 13-17 g/dL Laki-laki dewasa

4. 12-16 g/dL Wanita dewasa tidak hamil

5. 11-13 g/dL Wanita dewasa yang hamil

Jika terjadi penurunan kadar hemoglobin maka akan menyebabkan

terjadinya anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin

menurun, yang ditandai dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan

pusing. sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan

kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang.

8. Proses pembentukan Hemoglobin

Hemoglobin disintesis pada stadium eritroblast sebanyak 65% dan

pada stadium retikulosit sebanyak 35%. Sintesis hemoglobin banyak terjadi

dalam mitokondria oleh sederet reaksi biokimia yang dimulai dengan

kondensasi glisin dan suksinil koenzim A dibawah aksi enzim amino

laevulinic acid (ALA) – sintetase. Vitamin B6 adalah koenzim untuk reaksi

ini yang dirangsang oleh eritropoetin dan dihambat oleh hem. Akhirnya

protoporphyrin bergabung dengan besi untuk membentuk hem yang masing-

masing molekulnya bergabung dengan ranai globin. Tetrameter dengan

masing-masing gugus hemnya sendiri terbentuk dalam kantong untuk

membangun molekul hemoglobin.

8
Pembentukan heme dimulai di mitokondria melalui reaksi antara

Glycine dan succinyl-CoA membentuk senyawa aminolevilini acid (ALAD),

enzim ALAD yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol dan dengan

perantara enzim ALAD dehydrtase membentuk porphobilinogen yang

merupakan prazat pertama pirol. ALAD dehydratase sangat sensisitif terhadap

inhibisi oleh timbal.

Empat porphobilinogen berkondensasi membentuk tetrapirol linier

yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim PBG deaminase.

Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk

uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang

asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III

konsintase pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III.

Uroporferinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi membentuk

Corproporfirin yang berkatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase.

Corproporfirin masuk ke dalam mitokondria serta mengalami

dekaboksilasi dan oksidasi. Reaksi ini dikatalisis oleh Corproporfirin

oksidase dan membentuk protophyrinogen protopgyrinogen selanjutnya

mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalsisi

oleh ferrochelatase membentuk heme. Heme bereaksi dengan globin

membentuk hemoglobin.

9
C. Etiologi10

Hemoglobinopati yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini

dapat menimbulkan perubahan rantai goblin yakni :

1. Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai goblin

tertentu, atau yang disebut hemoglobinopati structural. Salah satu asam amino

yang lazim pada rantai goblin digantikan oleh asam amino lainnya sehingga

menyebabkan produksi rantai globin tidak efektif yang mengakibatkan

terjadinya anemia . Beberapa kelainan yang termasuk hemeoglobinopati

structural adalah sindrom sickle cell, hemoglobin dengan afinitas oksigen

yang berubah dan hemoglobin tidak stabil

2. Perubahan kecepatan sintesis (rate of syinthesis) atau kemampuan produksi

rantai globin tertentu, atau disebut thalassemia. Penurunan kecepatan sintesis

atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin a atau b, ataupun rantai

globin lainnya dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagai (parsial) atau

menyeluruh (komplit) rantai globin tersebut. Akibatnya terjadi thalassemia

yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya.

D. Epidemiologi11

Berdasarkan hasil studi The World Healt Organization (WHO)

diperkirakan ada 270 juta karier gen hemoglobinopati di seluruh dunia. Setiap

tahun diperkirakan ada 300.000 hingga 400.000 bayi dengan hemoglobinopati

berat serta penakit sel sabit yang lahir di seluruh dunia.

6
6
BAB II

ASPEK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

A. Patomekanisme

1. Thalasemia alfa4

Thalasemia α disebabkan oleh adanya defek gen globin α sehingga

sintesis rantai globin α berkurang atau tidak ada. Rantai globin α dikode

oleh 2 pasang gen globin α. Sintesis rantai globin α diatur oleh kelompok

gen globin α pada kromosom 16p13.3. Adanya mutasi pada gen globin α

mengakibatkan produksi rantai globin α menurun atau tidak ada,

tergantung jumlah gen globin yang terganggu, sedangkan produksi rantai

globin non α berlangsung normal. Hal ini mengakibatkan

ketidakseimbangan produksi rantai antara α dan non α yang merupakan

dasar dari kelainan yang ditemukan pada thalasemia α.

Ketidakseimbangan ini mengakibatkan penurunan sintesis

hemoglobin normal. Penurunan kadar hemoglobin dalam eritrosit

menyebabkan morfologi eritrosit menjadi mikrositik hipokrom. Selain itu

penurunan produksi rantai α ini mengakibatkan terdapatnya rantai non α

berlebih yaitu salah satunya rantai β yang membentuk HbH. Kelebihan

rantai non α ini akan bersifat tidak stabil dan cenderung berpresipitasi

pada membran eritrosit yang mengakibatkan eritrosit di-pitting oleh

makrofag di limfa dan eritrosit ini menjadi mudah lisis. Peningkatan

penghancuran eritrosit di RES yang kronis menyebabkan anemia dan

splenomegali. Hemolisis akan diperberat oleh adanya infeksi atau paparan

obat oksidator. Hemolisis kronis dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia

11
yang mempermudah terbentuknya batu empedu.

2. Thalasemia beta7
Patofisiologi yang mendasari antara jenis thalassemia hampir
sama, ditandai dengan penurunan produksi hemoglobin dan sel dan
adanya kelebihan rantai globin yang tidak efektif, akan menyebabkan
bentuk homotetramers yang tidak stabil. Kelebihan rantai α pada β-
talasemia lebih tidak stabil daripada kelebihan rantai β pada α-talasemias
sehingga menyebabkan kerusakan sel darah merah dan hemolisis yang
berat oleh karena eritropoesis yang tidak efektif serta hemolisis
ekstramedular.
Pada β-thalasemia patofisiologinya berdasarkan atas berkurang
atau hilangnya rantai globin-β yang akan mengakibatkan berlebihnya
rantai-α. Maka akan terjadi penurunan produksi hemoglobin dan
ketidakseimbangan rantai globin. Ini akan mengarah pada penurunan dari
hemoglobin (MCH) dan volume eritrosit (MCV). Pada thalassemia-β yang
berat, eritropoesis yang tidak efektif terjadi di sum- sum tulang akan
meluas ke tulang-tulang normal dan menyebabkan distorsi dari tengkorak
kepala, tulang wajah dan tulang panjang.
3. Hemoglobin E9
Hb E merupakan variant dari rantai β globin yang merupakan
bentuk substitusi dari glutamine ke lysine pada codon 26 dari β globin
26Glu ->Lys
gene (β ). Mutasi ini juga mengakibatkan berkurangnya sintesa
dari rantai β-E globin dan menyebabkan fenotipe dari thalasemia.
Kecepatan sintesa pada Hemoglobine E mengalami sedikit penurunan dan
oleh karena itu Hb E merupakan bentuk variant dari beta thalasemia yang
ringan.

12
B. Manifestasi klinis

1. Thalasemia alfa5,6

Manifestasi klinis dari thalasemia α bervariasi mulai dari silent

carrier sampai dengan hydrops foetalis yang fatal. Fenotipe dari

kebanyakan individu yang terkena α thalassemia umumnya dengan gejala

ringan maupun asimptomatik dan tidak terdeteksi kecuali dilakukan

pemeriksaan darah lengkap. Keluhan yang didapat akan lebih

berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang

lelah.

Pasien-pasien dengan penyakit HbH memiliki gejala yang lebih

berat seperti anemia (2.6-13.3 g/dl) dengan jumlah HbH yang bervariasi

antara 0.8-40%, dan terkadang dapat ditemukan juga Hb Bart’s. Pada

penderita HbH umumnya terdapat splenomegali, jaundice yang dapat

terlihat dalam berbagai derajat. Komplikasi lainnya seperti defisiensi asam

folat dan episode hemolitik akut akibat infeksi. Pasien-pasien yang lebih

dewasa dapat terkena iron overload. Tingkat keparahan dari penyakit ini

sangat bergantung kepada basis molekular dari penyakit ini.

Hb Bart’s hydrops foetalis syndrome umumnya meninggal in

utero (23-38 minggu) atau sesaat setelah kelahiran. Gejala klinis dapat

berupa pucat dan oedem dengan tanda-tanda gagal jantung dan anemia

intra-uterine yang berkepanjangan. Hepatosplenomegali, retardasi dalam

pertumbuhan otak, deformitas skeletal dan kardiovaskular serta

pembesaran plasenta yang sangat nyata dapat terlihat pada pasien-pasien

ini.

13
2. Thalasemia beta7

Gambaran klinis pada thalasemia β bervariasi bergantung pada

delesi rantai globin β yang terjadi. Secara umum gambaran klinis yang

ditemukan antara lain :

a) Anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat dilihat pada

usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika sebenarnya terjadi pergantian

dari produksi rantai γ ke rantai β.


b) Pembesaran hati dan limfa yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemopoiesis ekstramedula dan lebih lanjut akibat
penimbunan besi. Limfa yang besar meningkatkan kebutuhan darah
dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan dekstruksi
eritrosit dan cadangan eritrosit.
c) Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulang
yang hebat menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan
korteks tulang dengan kecenderungan terjadinya fraktur.
d) Usia pasien dapat diperpanjang dengan transfusi darah tetapi
penimbunan besi yang disebabkan oleh transfusi berulang tidak
terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi besi.Besi yang
berlebihan dapat merusak hati, organ endokrin, (dengan kegagalan
pertumbuhan, pubertas yang terlambat, diabetes mellitus,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme).
e) Anak yang mengalami anemia rentan terhadap infeksi bakteri.
3. Hemoglobin E9

Pada bentuk HbE homozigot ditemukan adanya anemia ringan

atau tidak adanya anemia. Kadar Hb 9.6-13.2 g/dL. MCV antara 66-74 fL.

Pada bentuk heterozigot umumnya tidak terjadi anemia dengan kadar Hb

11.3-14.3 g/dL. Nilai MCV 79-89 fL.

14
C. Pemeriksaan Laboratorium

1. Thalasemia alfa5,6

a) Pemeriksaan Darah Lengkap

Indeks sel darah merah menunjukkan anemia mikrositik pada

penyakit HbH atau α- thalassemia trait, indeks biasanya normal pada

silent carrier dan makrositik pada sindrom Hb Bart’s sebagai akibat dari

retikulositosis ekstrim.

Tabel 2 Indeks Sel Darah Merah Alpa-Thalassemia pada orang dewasa

(sumber:α -thalassemia review, 2010)

Red blood Normal Affected Carrier


cell Male Female Hb Bart’s HbH disease Alpha- Alpha-
indices Hydrops thalassemia thalassemia
fetalis trait Silent carrier

MCV (fL) 89.1 87.6 136±5.1 Children 71.6±4.1 81.2±6.9


±5.01 ±5.5 56±5
Adults:
61±4
MCH 30.9 30.2 31.9±9 18.4±1.2 22.9±1.3 26.2±2.3
(pg) ±1.9 ±2.1
Hemoglobi 15.9 14.0 3-8 Male: 10.9±1 Male: 13.9±1.7 Male: 14.3±1.4
n (g/dL) ±1.0 ±0.9 Female: Female: Female:
9.5±0.8 12.0±1.0 12.6±1.2

15
b) Retikulosit

 Sindrom Hb Bart : Variabel, mungkin lebih dari 60%.

 Penyakit HbH : Sedang antara 3% - 6%.

c) Hapusan darah tepi

 Sindrom Hb Bart’s : Hipokrom mikrositer dan anisopoikilositosis

berat, banyak ditemukan nucleated red blood cell.

 Penyakit HbH : Hipokrom mikrositer ,anisopoikilositosis (tear drop

dan ovalosit), dan nucleated red blood cell sangat jarang.

 Silent carrier : Penurunan MCV, MCH, dan RBC perubahan

morfologi yang kurang signifikan dibandingkan dengan dua keadaan

sebelumnya, nucleated red blood cell tidak terlihat.

 Pewarnaan supravital untuk mendeteksi badan inklusi eritrosit. Inklusi

HbH (tetramers β4) dapat ditunjukkan dalam 5% sampai 80% dari

eritrosit individu dengan penyakit HbH melalui hapusan darah setelah

inkubasi darah segar dengan 1% brilian cresyl biru (BCB) selama

empat sampai 24 jam. Sejumlah kecil inklusi juga dapat dideteksi pada

subjek dengan α-thalassemia trait.

 Analisis hemoglobin kualitatif dan kuantitatif (Hemoglobin

elektroforesis dan HPLC) dapat mengidentifikasi jumlah dan jenis

hemolgobin yang ditemui.

Jenis hemoglobin yang paling relevan dengan α-thalassemia:

o Hemoglobin A (HbA) : Dua rantai α-globin dan dua rantai β-

globin (α2β2)

o Hemoglobin H (HBH) : Empat rantai globin β-(β4)

16
o Hemoglobin Bart’s (Hb Bart’s): Empat rantai globin γ-(γ4)

o Hemoglobin Portland : Dua rantai δ-globin dan dua rantai γ-globin

(δ2γ2)

2. Thalasemia beta8

a) Pemeriksaan darah lengkap terdapat anemia mikrositik hipokrom dapat

dilihat melalui nilai Hb, MCV, MCH, MCHC, dan RDW juga dijumpai

peningkatan retikulosit

b) Evaluasi sediaan hapusan darah tepi dapat terdapat mikrositik hipokromik,

sel target, polikromasia, basophilik stippling

c) Analisa hemoglobin dengan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis atau

HPLC dengan menilai kadar HbA2 dan kadar HbF. Dijumpai peningkatan

kadar HbA2 dan dapat dijumpai kadar HbF yang meningkat.

3. Hemoglobin E9

a) Pemeriksaan darah lengkap terdapat anemia mikrositik hipokrom dapat

dilihat melalui nilai Hb, MCV, MCH, MCHC, dan RDW juga dijumpai

sedikit peningkatan retikulosit.

b) Evaluasi sediaan hapusan darah tepi dapat terdapat mikrositik hipokromik,

dan sel target.

c) Uji Dichlorophenolindophenol precipitation (DCIP)

Analisa hemoglobin dengan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis

atau HPLC dengan menilai kadar HbE. Dari hemoglobin elektroforesis,

untuk bentuk HbE heterozigot dijumpai kadar HbE 20-35% dan pada

bentuk homozigot kadar HbE berkisar 81.9- 93.7%.

17
BAB III

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

A. Diagnosis5,6,7

Untuk mendiagnosis hemoglobinopati perlu dilakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anam nesis yang dapat ditanyakan

yaitu adanya riwayat keluhan serupa pada keluarga dekat pasien. keluhan yang

dapat ditemukan sesuai dengan kelompok hemoglobinopati yang diderita. Pasien

thalassemia keluhan utama yang Nampak adalah akibat anemia yang diderita

seperti lemah, pucat, lesu, keterlambatan tumbuh kembang. Sedangkan pasien

dengan abnormalitas hemoglobin seperti penyakit sel sabit, keluhan utama selain

keluhan akibat anemia, pasien juga mengeluhkan rasa nyeri yang sangat

mengganggu.

Secara klinis untuk Alpa thalassemia memiliki dua bentuk yang signifikan :

a) Hemoglobin Bart’s Hidrops Fetalis, bentuk yang paling parah dari α-

thalassemia, ditandai dengan onset janin edema luas, ascites, efusi pleura dan

perikardial, dan anemia hipokromik berat, tanpa adanya ketidakcocokan

golongan darah sistem ABO atau Rh. Hal ini biasanya dideteksi dengan

ultrasonografi pada 22-28 minggu kehamilan dan dapat dicurigai pada

kehamilan berisiko pada 13 sampai 14 minggu kehamilan ketika dijumpai

peningkatan ketebalan nuchal, mungkin ketebalan plasenta, dan peningkatan

rasio kardiotoraks. Kematian pada periode neonatal hampir tak terelakkan.

b) Hemoglobin H ( HbH disease) penyakit ini harus dicurigai pada bayi atau anak

dengan mikrositik hipokromik, anemia hemolitik ringan sampai sedang dan

18
c) hepatosplenomegali. Perubahan tulang dapat terjadi di sekitar sepertiga dari

individu yang terkena. Tidak seperti sindrom Hb Bart’s, penyakit HbH dapat

bertahan hidup sampai dewasa.

B. Diagnosis Banding12

Berdasarkan pada tingkat keparahan anemia, dengan melihat defek genetik (ß+

atau ß0 ) serta jumlah gen (homozigot atau heterozigot).

1. Talasemia mayor Penyakit ini paling sering di Negara Mediterania dan di


beberapa bagian Afrika serta Asia Tenggara. Keadaan ini menimbulkan salah

satu dari dua sindrom; 1) ditandai dengan anemia berat biasanya timbul antara

bulan kedua dan keduabelas dari kehidupan (Talasemia-ß mayor) dan 2)

ditandai dengan anemia moderat yang timbul setelah usia 1-2 tahun

(Talasemia-ß intermedia). Anemia berat ini disebabkan karena kekurangan Hb

A (α2ß2). Ketidakmampuan untuk memproduksi rantai ß menyebabkan

adanya rantai α yang berlebihan pada tahap awal dan akhir dari eritroblas

polikromatik. Rantai α mengendap dalam sel dan mengakibatkan timbulnya

gangguan terhadap berbagai fungsi sel, serta terjadi fagositosis dan degradasi

dari sebagian eritroblas yang mengandung endapan tersebut oleh makrofag

sumsum tulang. Perjalanan penyakit talasemia mayor biasanya singkat karena

bila penderita tidak didukung dengan transfusi, kematian terjadi pada usia dini

akibat anemia yang berat. Transfusi darah memperbaiki anemia dan juga

menekan gejala sekunder (deformitas tulang) karena eritropoiesis berlebihan.

Penderita yang sering ditransfusi akan mengalami gagal jantung akibat

kelebihan besi yang progresif, dan hemokromatosis sekunder merupakan

19
penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting.

2. Talasemia minor Adanya satu gen normal pada individu heterozigot


memungkinkan sintesis rantai ß globin yang memadai sehingga penderita

biasanya secara klinis asimtomatik. Pemeriksaan apusan darah tepi seringkali

menunjukkan anemia ringan dengan derajat bervariasi. Biasanya terdapat

abnormalitas yang khas dari morfologi sel darah merah. Umumnya

hemoglobin yang ditemukan adalah Hb A, dan yang khas proporsi Hb A2

(α2δ2) meningkat dengan nilai kira-kira 4-7% dari total hemoglobin, tidak

seprti halnya dengan angka normal, yaitu sekitar 2-3%. Pengenalan ciri

Talasemia-β penting untuk konseling genetik. Selain itu juga perlu didiagnosis

banding dengan anemia mikrositik hipokromik akibat defisiensi besi.

3. Talasemia intermedia Ditandai oleh gambaran klinis dan derajat keparahan


yang berada di antara bentuk mayor dan minor. Penderita ini secara genetik

bersifat heterogen. Umumnya penderita dengan kelainan ini cukup sehat dan

hanya membutuhkan transfusi darah pada saat terjadinya infeksi. Talasemia-δ

dan -γ Kelainan ini disebabkan oleh delesi gen δ atau gen γ. Mekanisme

terjadinya diperkirakan karena persilangan yang tidak seimbang.

4. Talasemia-δ dan γ tidak menimbulkan gejala-gejala klinis (asimtomatik)


sehingga sulit dikenal. Talasemia-δ ditandai dengan ketidakadaan Hb A2

(homozigot) atau kadar Hb A2 yang lebih rendah dari normal (heterozigot).

Talasemia-γ ditandai dengan delesi gen G-γ disertai adanya gen gabungan G-

γ/A-γ. Gejala satu-satunya adalah kadar Hb F yang lebih rendah pada darah

tali pusat (cord blood). Pada penderita dewasa hanya dijumpai Hb F (tanpa Hb

A dan Hb A2) dalam kadar yang lebih rendah dibanding dengan penderita.

20
BAB IV

PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI

A. Penatalaksanaan10

Penderita thalasemia sampai saat inibelum ada obat yang dapat

menyembuhkan secara total. Pengobatan yang dilakukan meliputi pengobatan

terhadap penyakit dan komplikasinya. Pengobatan terhadap penyakit dengan cara

tranfusi darah, splenektomi, induksi sintesa rantai globin, transplantasi sumsum

tulang dan terapi gen. Pengobatan komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan

penimbunan besi, pemberian kalsium, asam folat, imunisasi. Pemberian vitamin C

100-250 mg/hari untuk meningkatkan ekskresi besi dan hanya diberikan pada saat

kelasi besi saja. Vitamin E 200-400 IU/hari untuk memperpanjang umur sel darah

merah. Transfusi harus dilakukan seumur hidup secara rutin setiap bulannya.

B. Komplikasi11

Meskipun transfusi darah merupakan terapi yang menyelamatkan jiwa

pasien talasemia, beberapa komplikasi dapat terjadi. Kelebihan besi merupakan

komplikasi mayor yang berhubungan dengan terapi transfusi. Penumpukan besi

pada organ-organ tubuh seperti jantung, hati, ginjal dan lainnya, dapat

menimbulkan gangguan fungsi organ-organ tersebut

21
BAB V

INTEGRASI KEISLAMAN

Qs AN-Nisa Ayat 23 :13

Terjemahan : Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang


perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang
perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
(menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan
(diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmua Penyakit

Dalam. Jilid VI. Jakarta : Interna Publishing: 2014. 2625

2. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.

412

3. Gunadi VIR, Mewo YM, Tiho M. Gambaran Kadar Hemoglobin pada Pekerja

Bangunan. Jurnal e-biomedik. 2016. 4(2)

4. Grace NH, Alida H. Wirawan R. Penyakit HbH. Kumpulan Ekspertis II Departemen

Patologi Klinik FK UI. 2005-2009.

5. Harteveld CL,Higgs DR. α-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Disease 2010.5:13.

6. Galanello R, Cao A. Alpha-Thalassemia. GeneReviews. University of Washington,

Seattle. 2005.

7. Hoffbrand AV,Pettit JE, Moss PAH. Thalasemia In : Kapita Selekta Hematologi.

Jakarta : EGC. 2005. 66-75

8. Health Technology Assessment Indonesia Pencegahan Thalassemia. Irjen Bina

Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

9. Elliott Vichinsky, Hemoglobin E syndrome, American Society of Hematology, 2007

10. Manukiley, C. A. and W, R. R. ‘Terapi Gen pada Hemoglobinopati Gene Therapy in

Hemoglobinopathy’, Majority, 7(1), pp. 59–64.2017

11. Ray, H. ‘Penatalaksaan Pada Pasien Talasemia’, Medula, 1(1), pp. 10–18. Available

at: https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/68. 2015

12. Regar, J. ‘Aspek Genetik Talasemia’, Jurnal Biomedik (Jbm), 1(3). doi:

10.35790/jbm.1.3.2009.829. 2013

13. KEMENAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,2016

23

Anda mungkin juga menyukai