Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA

Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu :
Ns. Mareta Dea Rosaline, M.Kep

Kelompok 6 :
Indriyani Marsyanda 2010711053
Primarani Ayu Rizqia 2010711037
Farah Aprilia 2010711058
Kirana Alya Arsan 2010711031

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan masakalah ini tepat
pada waktunya. Selawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Nabi besar
Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia ini ditulis
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Didalamnya,
penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan untuk pasien Anemia.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis makalah menyampaikan rasa hormat
dan ucapan dan terimakasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan
bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat
pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca.

Jakarta, 3 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....3
BAB I
Pendahuluan………………….………………………………………………………………4
Latar belakang…………………………………………………………………………4
Tujuan…………………………………………….…………………………………....4
Manfaat………………………………………………………….…………………......5

BAB II
Pembahasan……………………………………………………………………………..……6
Komponen darah………………………………………………………………………6
Pengertian anemia……………………………………………………………………..9
Klasifikasi anemia……………………………………………………………………..9
Tipe-tipe anemia……………………………………………………….......................11
Etiologi anemia………………………………………………………........................13
Patofisiologi…………………………………………………………….....................15
Tanda dan gejala………………………………………………………......................16
Penatalaksanaan medis……………………………………………………………….19
Pemeriksaan penunjang agnostic……………………………………………………..26
Komplikasi anemia…………………………………………………….......................27
Askep anemia………………………………………………………….......................29

BAB III
Pentutup………………………………………………………………………………34
Telaah jurnal………………………………………………………….........................35

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….40

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan atau jumlah erytrosit
lebih rendah dari normal (Jumiarni, 1992 : 112). Anemia adalah pengurangan jumlah sel
darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100
ml darah (Price, A, Sylvia, 1994 : 232). Anemia adalah suatu keadaan sebagai penurunan
volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang
sehat (Nelson, 2000 : 1680).
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh belahan dunia
terutama di Negara berkembang. Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
berkurangnya volume konsentrasi hemoglobin, hematoktrit dan juga jumlah sel darah
merah yang menyebabkan tidak terpenuhinya oksigen bagi tubuh. Anemia secara umum
dibagi beberapa jenis yaitu anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi zat besi, anemia
hemolitik serta anemia aplastik (Wijaya & Putri, 2013).
Kejadian anemia bervariasi tetapi diperkiakan sekitar 30% penduduk dunia
mederita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di Negara-negara sedang
berkembang. Prevalensi anemia adalah sekitar 8-44%, dengan prevalensi tertinggi pada
laki-laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil studi lainya dilaporkan bahwa
prevalensi anemia pada laki-laki adalah 27-40% dan wanita adalah 16-21%. Sebagai
penyebab tersering anemia pada adalah anemia kronik dengan prevalensinya sekitar 35%,
diikuti oleh anemia defisiensi besi sekitar 15%. Penyebab lainya yaitu defisiensi viamin
B12, defisiensi asam folat, perdarahan saluran cerna dan sindroma mielodisplastik. Pada
lansia penderita anemia berbagai penyakit lebih mudah timbul dan penyembuhan penyakit
lebih mudah timbul dan penyembuhanya akan semakin lama. (WHO, 2015).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui dan
Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Anemia.
b. Tujuan Khusus

4
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori dari Anemia.
2. Untuk mengetahui konsep dasar Askep teoritis pada pasien dengan Anemia dengan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain :
a. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Anemia
b. Untuk meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan dari Anemia
c. Untuk menambah referensi pustaka bagi mahasiswa Keperawatan UPNVJ tentang
Anemia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. KOMPONEN DARAH
Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari dua bagian besar.
Darah terdiri dari atas dua komponen utama yaitu plasma darah sebesar 55% dan komponen
padatan (korpuskuli) sebesar 45%.
1. Plasma darah (cairan darah)
Plasma darah terdiri atas 91% air, 8% protein terlarut, 1 % asam organik dan 1
% garam. Plasma darah merupakan komponen darah yang berupa cairan berwarna
kuning yang terdiri atas 90% air, 7% protein plasma, 0,9% macam jenis garam dan 0,1
% adalah glukosa. Warna kuning pada plasma darah biasanya dapat ditemukan pada
darah yang mengendap akan tetapi warna kuning tersebut dapat berubah menjadi
kuning keruh dikarenakan terlalu banyak lemak yang tertimbun.Bahan organik pada
plasma merupakan protein yang disebut Plasma Protein yang berkisar 6-8%. Terdapat
beberapa jenis protein yang berbeda sifat dan fungsinya. Tubuh individu terdapat kira-
kira 200-300 gram protein terdapat dalam bentuk koloid dan mempengaruhi kekentalan
(viskositas) darah.
a. Protein, meliputi :
- fibrinogen : untuk pembekuan darah
- albumin : menjaga tekanan osmotik darah
- globulin : membentuk zat kebal / zat antibody
Berdasarkan kerjanya zat anti dibedakan :
- prepsipitin : kerjanya menggumpalkan darah
- lisin : memecah antigen
- antitoksin : menetralkan racun
b. Sari-sari makanan, meliputi :
- Glukosa
- asam amino
- asam lemak
- gliserin
c. Garam mineral, meliputi :
- kation : Na+, K++, Ca++, Mg++
- anion : Cl-, HCO3-, PO4-
d. Zat hasil produksi sel, meliputi :
- Hormon
- Enzim
- antibodi
e. Zat hasil sisa metabolisme, meliputi :
- Urea
- asam ureat
f. Gas-gas pelepasan, meliputi :
- O2
- CO2

6
- N2

2. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komposisi darah dengan persentase
45% dari volume darah yang ada di tubuh. Pada sel darah merah ini terkandung
hemoglobin, dimana fungsi hemoglobin adalah sebagai zat pewarna merah pada darah.
Adapun produksi sel darah merah dilakukan oleh sumsum tulang yang memiliki siklus
hidup dalam jangka waktu 100-120 hari. Sedangkan bentuknya apabila diamati adalah
berbentuk lonjong dengan memilki inti yang sangat kecil. Sel darah merah berperan
penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan
bufer asam-basa. Eritrosit Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah.

Fungsi Eritrosit :
- Sel darah merah mentransfer oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan
hemoglobin terhadap oksigen.
- Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbondioksida untuk ditranspor ke
paru-paru, tetapi sebagian besar karbondioksida yang dibawa plasma berada dalam
bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonatanhidrase) dalam eritrosit
memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan karbondioksida untuk membentuk
ion bikaronat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel darah merah dan masuk ke
dalam plasma.

3. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu bagian dari sistem imun yang
dapat memberikan perlindungan tubuh dari patogen yang menyerang. Jumlah normal
leukosit pada tubuh manusia adalah 4,5 – 10 juta/mm kubik tergantung dari kondisi
fisiologis orang tersebut. Akan tetapi dalam bidang medis, jumlah leukosit pada tubuh
akan menentukan kesehatan seseorang dan dapat mempengaruhi kinerja tubuh.
Ciri umum leukosit adalah memiliki membran nukleus, akan tetapi tidak memiliki
hemoglobin, ukurannya pun relatif besar dan jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan sel darah merah. Sedangkan sifat dari leukosit adalah:
- Seperti Amoeba – Pergerakan nya menyerupai amoeba dengan cara menjulurkan
sitoplasma menuju arah yang diinginkan
- Khemotaksis – Dapat bergerak secara otomatis menuju tempat yang terluka atau
mengalami peradangan
- Fagositosis – Dapat memakan sel yang sudah mati atau benda asing yang masuk
- Diapedisis – Dapat menembus lapisan kapiler menuju jaringan tubuh

Pembagian leukosit :

1) Granulosit (leukosit bergranula)


- Neutrofil, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Memiliki granula kecil
berwarna merah muda dalam sitoplasmanya.Neutrofil sangat fagositik dan
sangat-sangat aktif. Sel- sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau agens penyebab
cederalainnya.
- Eosinofil, mencapai 1 sampai 3% jumlah sel darah putih. Memiliki granula
sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan.

7
Eosinofil adalah fagosit lemah. Sel ini berfungsi dalam detoksikasi
histamine yang di produksi sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi
berkurang. Eosinofil mengandung peroksidase dan fosfatase, yaitu enzim
yang mampu menguraikan protein.
- Basofil ,mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Memiliki sejumlah
granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna
keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nucleus berbentuk S. Sel ini
mengandung histamine, mungkin untuk meningkatan aliran darah
kejaringan yang cedera, dan juga antikoagulan heparin, mungkin untuk
membantu mencegah penggumpalan darah intravascular.

2) Agranulosit (leukosit tanpabergranula)


- Limfosit, mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah. Sebgaian besar
limfosit dalam tubuh ditemukan di jaringan limfatik. Rentang hidupnya
dapat mencapai beberapa tahun. Limfosit mengandung nucleus bulat
berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma.
Sel ini berfungsi dalam reaksi imunologis.
- Monosit, mencapai 3 sampai 8% jumlah total leukosit. Monosit sangat
fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah.
Jika monosit telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini menjadi histiosit
jaringan (makrofag tetap).

4. Trombosit
Trombosit merupakan komposisi darah yang sangat penting dalam proses
pembekuan atau penggumpalan darah. Perlu diketahui bahwa jumlah normal trombosit
yang ada dalam tubuh adalah 200.000-400.000/mm kubik. Dimana apabila kadar
trombosit dalam tubuh dibawah normal, maka akan kesulitan dalam proses pembekuan
darah. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembekuan darah,
beberapa diantaranya adalah:
- Suhu – Proses pembekuan darah tentunya akan melibatkan kinerja dari enzim,
dimana enzim akan bekerja pada suhu yang optimal. Jika suhunya sangat rendah,
maka proses pembekuan darah akan terhambat.
- Benda Asing – Jika seseorang mengalami luka, jangan sampai darah tersebut
bersentuhan dengan benda asing. Hal ini akan mengakibatkan perlambatan dalam
proses pembekuan darah.
- Dekalsifikasi – Dekalsifikasi merupakan proses pengikatan ion Ca++ dengan
beberapa substansi lain yang dapat menghambat kinerja trombosit.
- Hirudin – Hirudin adalah senyawa antikoagulan yang dapat memberikan pengaruh
untuk mencegah trombin bekerja dengan normal, hal ini tentunya dapat
menghambat proses pembekuan darah.

8
B. PENGERTIAN ANEMIA
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan atau jumlah erytrosit lebih
rendah dari normal” (Jumiarni, 1992 : 112). Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah
merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml
darah” (Price, A, Sylvia, 1994 : 232). Anemia adalah suatu keadaan sebagai penurunan
volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang
sehat” (Nelson, 2000 : 1680)
Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan Hb/ erytrosit dalam darah kurang
dari normal. Dikatakan anemia grafis apabila Hb  5 gr%. Tingkatan anemia pada anak
dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Anemia ringan : kadar Hb antara 8 – 10 gr%


2. Anemia Sedang : kadar Hb antara 5 – 8 gr%
3. Anemia Berat : kadar Hb adalah  5 gr%
Sedangkan kadar Hb normal :

Laki-laki : 15 gr% - 18 gr%

Perempuan : 12 gr% - 16 gr%

Bayi baru lahir : 18 gr%

Bayi umur 2 tahun : 11 gr%

C. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia Normositik Normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis,
dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan
jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin
Etiologi:
a. Hemolitik
b. Pasca perdarahan akut
c. Anemia aplastic
d. Alcoholism
e. Anemia pada penyakit hati kronik

9
2. Anemia Markositik Normokrom
Anemia dengan kekurangan B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastic
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12
Etiologi:
a. Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi
penyerapan vitamin B12
b. Penyakit kronik
c. Vegetarian

3. Anemia Hemolitik
Penyakit kekurangan darah yang disebabkan oleh meningkatnya proses
penghancuran sel darah merah dalam tubuh.
Etiologi:
➢ Faktor Intrinsik
a. Kelainan membran seperti sterositosis heriditer.
b. Kelainan glikolisis seperti defisiensi piruvat kinase.
c. Kelainan enzim seperti defisiensi GG PD.
d. Hemoglobinopati seperti anemia sel sabit.
➢ Faktor Ekstrinsik
a. Gangguan sistem imun
b. Mikroargiopati seperti NID
c. Infeksi seperti akibat plasmodium
d. Hipersplenisme

4. Anemia Mikrositik Hipokrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal
Etiologi:
a. Kurangnya asupan zat besi
b. perdarahan kronik
c. gangguan absorbsi sedangkan kebutuhan meningkat

10
5. Anemia aplastic
Suatu pensitopenia (penurunan jumlah sel darah: thrombosit, leukosit, eritrosit) pada
hiposelularitas sum-sum tulang.
Etiologi:
a. Faktor Kongenital
Karena kelainan bawaan seperti sindrom fanconi disertai microsefali
strabismus, anomali jari.
b. Faktor yang didapat :
1) Bahan kimia, benzene, insektisida, senyawa Pb.
2) Obat-obatan : kloramfenikal, mesantoin, piri benzamin.
3) Radiasi
4) Faktor individu : alergi terhadap obat
5) Infeksi, keganasan, gangguan endokrin

Klasifikasi menurut WHO :


a. Normal : ≤ 11 gr %
b. Anemia ringan : 9-10 gr %
c. Anemia sedang : 7-8 gr %
d. Anemia berat : ˂ 7 gr %

D. TIPE-TIPE ANEMIA
1. Anemia sel sabit
Pasien anemia sel sabit memiliki gen yang menyebabkan hemoglobin terbentuk
secara tidak normal. Akibatnya, sel-sel darah merah diproduksi dalam bentuk
sabit. Kondisi ini dapat menyebabkan krisis dan bahkan stroke dan serangan
jantung. Pasien anemia sel sabit mungkin juga mengalami pembengkakan di
bagian tangan dan kaki serta mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi. Menurut paparan Murray, anemia sel sabit merupakan anemia
yang paling umum terjadi pada orang Afrika-Amerika, dan terkadang
menyerang keturunan Hispanik, Indian, dan Mediterania.

11
2. Thalassemia
Thalasemia terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup
hemoglobin, yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi
ini juga disebabkan oleh gen yang rusak. Penderita thalassemia ringan biasanya
menunjukkan gejala khas dari anemia, seperti kelelahan, sementara penderita
thalassemia sedang atau berat mengalami masalah pertumbuhan, pembesaran
limpa, masalah tulang, dan penyakit kuning.

3. Congenital pernicious anemia


Jenis anemia yang jarang terjadi ini merupakan kondisi ketika seseorang
dilahirkan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan faktor intrinsik,
suatu protein dalam lambung yang membantu tubuh menyerap vitamin B12.
Tanpa vitamin B12, tubuh tidak mampu membuat cukup sel darah merah yang
sehat, sehingga Anda mengalami anemia. Kurangnya vitamin B12 dalam tubuh
dapat menyebabkan komplikasi lain, seperti kerusakan saraf, kehilangan
memori, dan pembesaran hati. Kondisi ini biasanya ditangani dengan pemberian
suplemen vitamin B12 yang mungkin perlu diminum seumur hidup.

4. Fanconi anemia
Fanconi anemia muncul akibat adanya gangguan darah bawaan yang
mencegah sumsum tulang memproduksi cukup sel-sel darah baru bagi tubuh.
Selain memiliki gejala-gejala umum anemia, seperti kelelahan dan pusing,
penderita Fanconi anemia juga berisiko lebih besar terkena infeksi karena tubuh
mereka tidak memproduksi cukup sel darah putih untuk melawan kuman.
Beberapa pasien juga berisiko lebih besar terkena leukemia myeloid akut (salah
satu jenis kanker darah) karena sumsum tulang mereka memproduksi sejumlah
besar sel darah putih yang belum matang dan mencegah produksi sel darah
normal.

5. Hereditary spherocytosis
Penyakit turunan ini ditandai dengan munculnya sel darah merah
abnormal yang disebut dengan spherocytes tipis dan rapuh. Sel-sel ini tidak

12
dapat berubah bentuk ketika melewati organ-organ tertentu seperti yang mampu
dilakukan sel-sel darah merah normal. Akibatnya, spherocytes akan menuju
limpa lagi akhirnya hancur. Hancurnya sel darah merah menyebabkan anemia.
Kebanyakan pasien pengidap hereditary spherocytosis hanya terkena anemia
ringan, tetapi dapat berujung pada infeksi yang menyebabkan penyakit kuning
dan bahkan penghentian sementara produksi sel-sel darah oleh sumsum tulang.

6. Thrombotic thrombocytopenic purpura


Thrombotic thrombocytopenic purpura, atau disingkat TTP, dipicu oleh
rusaknya enzim pembekuan darah yang mengakibatkan penggumpalan
trombosit (sel darah yang membantu menyembuhkan luka). Ketika trombosit
menggumpal, trombosit dalam jumlah kecil beredar di seluruh tubuh, sehingga
penderita TTP akan mengalami pendarahan internal, eksternal, atau pendarahan
di bawah kulit yang berkepanjangan. “Kondisi ini mengganggu sel-sel darah
merah yang keluar dari sumsum tulang, menyebabkan pecahnya sel-sel darah
merah dalam darah,” jelas Murray. Kondisi ini lebih dikenal sebagai anemia
hemolitik. TTP bisa berkembang di kemudian hari, tetapi bentuk penyakit
turunan juga ada.

E. ETIOLOGI
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit) yang
diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan kadar hemoglobin
selama kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih besar dari volume plasma
dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah merah (eritrosit). Disproporsi antara
tingkat kenaikan untuk plasma dan eritrosit memiliki perbedaan yang paling signifikan
selama trimesrer kedua (American Pregnancy Association, 2015).
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia (Dhaar & Robbani, 2008). Anemia
kurang zat besi adalah tipe anemia yang paling sering muncul. Ini berkembang bila suplai
zat bessi tidak cukup untuk pembentukan SDM optimal. Normalnya, tubuh secara efisien
mendaur ulang dan menyimpan zat besi, menggunakan kembali sebagian besar zat besi
yang terkandung dalam SDM yang dibuang dari sirkulasi akibat usia atau rusak. Namun,
sejumlah kecil zat besi secara terus menerus dibuang dalam feses, sehingga asupan zat besi
yang cukupp diperlukan untuk sintesis hemoglobin normal dan produksi SDM. Anemia

13
kurang zat besi menyebabkan jumlah SDM sedikit, SDM mikrositik dan hipokromik, serta
SDM cacat (poikilositosis)
Berdasarkan Pribadi, et al (2015) meskipun anemia defisiensi besi merupakan
penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya, antara lain:
1. Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia.
Talasemia adalah gangguan pada sintesis hemoglobin yang diwariskan yakni alfa
atau beta molekul hemoglobin hilang atau cacat.
2. Defisiensi G6PD (anemia glukosa-6-fosfat dehidrogenase)
Disebabkan oleh kelainan herediter pada metabolosme SDM. G6PD adalah suatu
enzim yang mengatalisis glikolisis, suatu proses SDM mendapatkan energi selular.
Gangguan pada kerja G6PD menyebabkan oksidasi langsung hemoglobin yang
merusak SDM.
3. Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C
Vitamin B12 dibutuhkan untuk sintesis DNA. Kekurangan vitamin ini merusak
pembelahan sel dan maturasi inti sel, khususnya pada proliferasi SDM yang cepat.
Anemia defisiensi asam folat ditandai dengan sel yang rapuh megaloblastik.
Anemia defisiensi asam folat disebabkan asupan yang tidak cukup lebih sering
dialami orang yang kurang gizi kronik. Mencangkup lansia, alkoholik, dan pecandu
narkoba. Alkoholik khususnya, berisiko karena alkohol menekan metabolisme
folat, yang membentuk asam folat. Peningkatan kebutuhan asam folat juga
menyebabkan anemia. Gangguan absorpsi dan metabolisme asam folat dapat
menyebabkan anemia defisiensi asam folat.
4. Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi
Menurut Sudoyo, et al (2010) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan
oleh karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

14
F. PATOFISIOLOGY

15
G. TANDA DAN GEJALA
1. ANEMIA
a. Penyebab
Hemoglobin atau sel darah merah (RBC) rendah mengakibatkan kemampuan darah
untuk membawa oksigen jadi berkurang. Ini mungkin terkait dengan hilangnya
darah, kerusakan pada sel darah merah dalam kaitan dengan perubahan atau
kerusakan hemoglobin (hemolosis), kekurangan gizi (zat besi, vitamin B12, asam
folat), ketiadaan produksi RBC, atau kegagalan sumsum tulang. Beberapa pasien
mempunyai sejarah keluarga anemia dalam kaitan dengan transmisi genetik seperti
thalasemia atau sel sabit.
b. Prognosis
Anemia adalah suatu gejala bahwa ada hal lain yang sedang terjadi. Penyebab
anemia perlu ditentukan untuk mengatasi anemy dan gejalanya.
c. Tanda-tanda dan gejala
- Lelah karena hipoksia karena oksigen yang tersedia untuk jaringan tubuh
kurang.
- Kelemahan karena hipoksia.
- Muka pucat karena oksigen yang tersedia untuk jaringan permukaan kurang.
- Takikardia karena tubuh mencoba mengimbangi ketersediaan oksigen yang
kurang dengan berdetak lebih cepat untuk meningkatkan persediaan darah.
- Desisan sistolik karena naiknya turbulensi aliran darah.
- Dyspnea atau pendekatan naoas karena hipoksia sebab tubuh berusaha
mendapatkan lebih banyak oksigen.
- Anginia karena otot jantung tidak mendapatkan cukup oksigen.
- Sakit kepala karena hipoksia.
- Tulang sakit karena naiknya erythropoiesis sebab tubuh berusaha
menumbuhkan anemia.
- Penyakit kuning (jaundice) dalam anemia hemolitik karena naiknya tingkat
bilirubin sebab sel darah merah rusak.

2. APLASTIC ANEMIA (Pancytopenia)


a. Penyebab
Sumsum tulang berhenti memproduksi cukup sel darah merah, sel darah putih, dan
keping darah, dengan demikian meningkatkan risiko infeksi dan pendarahan. Butir-

16
butir darah merah yang mendapat dalam sirkulasi, ukuran dan warnanya normal. Ini
mungkin terkait dengan paparan bahan kimia, paparan radiasi dosis tinggi, atau
terpapar pada racun. Pengobatan kanker seperti terapi radiasi dan agen
kemoterapeutik dapat menekan fungsi sumsum tulang, yang akan mengakibatkan
anemia (RBC rendah), trombositopenia (keping darah rendah), dan leukopenia
(WBC rendah). Penyebab dapat pula idiopatik atau tak dikenal.
b. Prognosis
Disfungsi sumsum tulang mungkin menyerang lambat atau mendadak. Umur hidup
RBC lebih panjay dibandingkan keping darah dan WBC, sehingga anemia dapat
muncul kemudian dibandingkan efek kehilangan sel yang lain. Beberapa paparan
agen atau mendikasi beracun berpotensi fatal oada individu yang peka.
c. Tanda-tanda dan gejala
- Lelah karena hipoksia.
- Lemah karena hipoksia jaringan.
- Pucat karena kurangnya oksigen yang mencapai jaringan superficial karena
anemia.
- Infeksi terkait dengan produksi sel darah putih rendah, menyebabkan
berkurangnya kekurangan untuk melawan infeksi.
- Memar (Ecchymosis), dan perdarahan subkutan (SC) kevil (petechiae) terkait
penurunan keping darah, mengubah kemampuan pembekuan darah.
- Pendarahan dari membran mukosa (saluran GI, mulut, hidung, vagina).

3. ANEMIA KEKURANGAN ZAT BESI


a. Penyebab
Zat besi di dalam serum darah dibawah normal mengakibatkan pembentukan
hemoglobin rendah dan turunnya kemampuan darah untuk membawa oksigen.
Persediaan zat besi biasanya dihabiskan lebih dulu, diikuti dengan kadar zat besi
serum. Kekurangan zat besi mungkin terkait dengan hilangnya darah, kekurangan
zat gizi, atau meningkatnya permintaan karena hamil atau menyusui. Ketika sel
darah merah mati, tubuh memecahnya dan zat besi dilepaskan. Zat besi digunakan
kembali untuk memproduksi sel darah baru. Sejumlah kecil zat besi hilang sehari-
hari melalui saluran GI, harus diganti dengan asupan makanan bergizi. Ketika RBC
diproduksi tanpa zat besi falamu jumlah cukup, sel lebih kecil dan lebih pucay
biasanya.

17
b. Prognosis
Anemia kekurangan zat besi adalah jenis anemia paling umum. Biasanya pasien
bereaksi terhadap suplementy oral zat besi. Terkadang pasien mempunyai masalah
penyerapan zat besi dari saluran usus. Pasien ini akan memerlukan suplemen
parenteral. Ketika zat besi sudah digantikan, anemia teratasi dan tingkat
hemoglobin kembali normal. Beberapa pasien mungu memerlukan suplemen
seumur hidp, bergantung pada penyebab desisiensi.
c. Tanda-tanda dan gejala
- Lemah karena anemu dan hipoksia jaringan.
- Pucat karena jumlah oksigen yang mencapai jaringan permukaan kurang.
- Lelah karena anemia dan hipoksia.
- Koilonychia-Lekuk kuku yang tipis ke atas bagian pinggirnya juga disebut kuku
sendok.
- Takikardia dan tachypnea pada saat olahraga keras karena naiknya permintaan
oksigen.

4. PERNICIOUS ANEMIA
a. Penyebab

Tubuh tidak mampu menyerap vitamin B12, yang diperlukan untuk membuat RBC,
akibatnya jumlah RBC kurang. Lebih umum pada keturunan orang Eropa bagian
utara, anemia biasanya berkembang pada orang dewasa. Faktor intrinsik biasanya
dikeluarkan oleh sel-sel oariental dari mukosa lambung dan diperlukan untuk
penyerapan vitamin B12. Kerusakan mukosa lambung berkaitan dengan respons
autoimun dikarenakan hilangnya sel parietal di dalam perut. Kemampuan vitamin
B12 untuk terkait dengan faktor intrinsik hilang, mengurangi jumlah vitamin yang
diserap. Serangan biasanya pada usia 40 sampai 60 tahun.

b. Prognosis

Penggantian berkelanjutan vitamin B12, diperlukan untuk mengatasi kekurangan


dan mengurangi gejala yang mungkin telah berkembang. Tanpa perawatan efek
neurologis akan berkelanjutan, akhirnya menyebut dementia.

c. Tanda-tanda dan gejala


- Pucat karena anemia.

18
- Lemah dan lelah karena anemia.
- Perasan geli di tangan dan kaki-"stocking-glove parasthesia"-terkait dengan
demielinasi bilateral dari tulang dorsal dan lateral saraf tulang belakang.
- Indera getar dan posisi berkurang.
- Keseimbangan buruk terkait dengan efek pada fungsi otak.
- Dementian tampak kemuu dalam proses penyakit.
- Glossitis atrifik-lidah merah.
- Mual dapat mengarah kepada anoreksia dan turun berat badan.
- Rambut berwarna abu-abu.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu
trimester I dan III.

b. Penentuan Indeks Eritrosit


- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV (Mean Corpuscular Volume) atau VER (Volume Eritrosit Rata-rata)
adalah volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan satuan
femtoliter (fl).
Nilai normal MCV = 82 – 92 fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia
mikrositik, defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel
sabit, hemoglobin C, keracunan timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi
pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia penyakit hati kronik,
hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konvulsan dan anti metabolik
(Gandasoebrata R, 2013).

- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

19
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit
Rata-rata) adalah jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan
satuan pikogram (pg).
Nilai Normal MCH = 27– 31 pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien
anemia mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada
pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013).

- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)


MCHC (MeanCorpuscular Hemoglobin Concentration) atau KHER
(Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) adalah konsentrasi
hemoglobin yang didapat per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan gram
per desiliter (gr/dl).
Nilai normal MCHC= 30-35 gram perdesiliter (gr/dl). Penurunan MCHC
terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan
peningkatan MCHC terjadi pada pasien anemia defisiensi
besi(Gandasoebrata R, 2013).

c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilak ukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah.

d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif
baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk
mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih
peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama
dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan
apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai
normal 15 %. Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini,
sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.

20
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik
pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah
serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam
individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi
individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
praktik klinis masih jarang.

f. Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum
karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi
kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.

g. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)


Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi
yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun
pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi
yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang
menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara
khusus oleh plasma.

21
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum
feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan
beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang
benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan
spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih
rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada
wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik
secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45
tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun.
Keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada
wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester
II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin
adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai
Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atauEssay
immunoabsorben (Elisa).

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Anemia pada penyakit ginjal
Jenis anemia ini terjadi pada pasien yang mengalami peningkatan BUN >10 mg/dl.
Hematokrit nya menrurun sampai antara 20-30%. Anemia ini disebabkan oleh
menurun nya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopotein.
- Pasien menjalani hemodialisi jangka panjang akan kehilangan darah ke dalam
dialiser sehingga dapat mengalami defisiensi besi. Defisiensi asam folat terjadi
karena vitamin dapat terbuang ke dalam dialisat
- Pasien dialysis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
- Ketersediaan eritopein rekombian telah merubah secara dramatis
penatalaksanaan anemia pada oenyakit ginjal tahap akhir. Dengan terapi ini,

22
dalam kombinasi dengan penambahan beri oral, dapat dipertahankan kadar
hematokrit antara 33% dan 38%.
2. Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asm folat menunjukan
perubahan yang sama antara sumsum tulang dan darah tepi, karena kedua vitamin
tersebut esensial bagi sintesis DNA normal.
a. Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi vitamin b12 ditangani dengan pemberian Vitamin B12. Vegetarian
dapat dicegah dengan penambahan vitamin per oral atau melalui susu kedelai
yang diperkaya. Apabila defisiensi disebabkan oleh defek absorbs atau tidak
tersedianya factor instrinsik, dapat diberikan melalui injeksi IM
b. Defisiensi Asam Folat
Asam Folat merupakan vitamin lain yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah yang normal. Disimpan dalam bentuk senyawa yang dikenal
sebagai folat. Simpanan folat dalma tubuh jauh lebih kecil disbanding vitamin
B12 sehingga sering dijumpai pada pasien yang jarang menkonsumsi sayur dan
buah mentah.
c. Penanganan meliputi diet dan penambahan asam folat 1 mg per hari. Hanya
diberikan melalu IM pada pasien gangguan absorbsi.

3. Anemia Defisiensi-Besi
Anemia defisiensi-besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun di
bawah tingkat normal. (besi di perlukan untuk sintesa hemoglobin) merupakan jenis
anemia paling sering pada semua kelompok umur.
Penatalaksanaan. Kecuali pada kasus kehamilan , penting dicari penyebab
defisiensi besi. Anemia bisa merupakan tanda adanya keganasan gastrointestinal
yang dapat disembuhkan atau fibroid uterus atau kanker. Spesimen tinja harus
diperiksa akan adanya darah tersembunyi.
Berbagai preparat besi oral tersedia untuk penanganannya : sulfat ferosus, dan
fumarat ferosus. Preparat yang paling murah dan paling efektif adalah sulfat
ferosus. Tablet dengan salut enterik kurang bisa diabsorbsi dan harus dihindari.
Secara umum, besi harus dilanjutkan selama satu tahun setelah sumber perdarahan
dapat terkontrol. Sehingga cadangan besi dapat kembali terpenuhi.

23
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Penyakit yang melemahkan ini
ditemukan terutama pada keturunan Afrika; mengenai 1 diantara 375 bayi Afrika
Amerika. Juga didapatkan pada penduduk mediterania, karibia, dan keturunan
amerika selatan dan tengah dan yang mempunyai nenek moyang Arab dan India
Timur.
Penatalaksanaan . penanganan kelainan hemoglobin ini masih terus berkembang,
banyak percobaan pengobatan yang mempunyai sifat antisabit telah dilakukan .
Meskipun jumlah samplenya masih terlalu sedikit , namun ada harapan yang
menjajikan dengan hydroxyurea. Obat ini meningkatkan produksi hemoglobin fetal
(Hb F) pada pasien dengan penyakit sel sabit presentase sel sabit ireversibel
menurun dan terjadinya nyeri berkurang. Obat ini juga mengurangi hemolisis dan
memperpanjang ketahanan hidup sel merah . obat ini masih dianggap eksperimen
dan mempunyai berbagai resiko seperti karsinogenesis dan teratogenesis yang
belum dipahami.
Cetiedil citrate, suatu modifier membran sel darah merah , juga mempunyai efek
antisabit yang efektif . pentoxifyline, obat yang menurunkan kekentalan darah dan
tahanan vaskuler perifer , memberikan harapan menurunkan lamanya krisis sel sabit
.vanili, bahan tambahan makanan, juga mempunyai sifat antisabit dan sedang di
evaluasi sebagai terapi tambahan untuk anemia sel sabit
Apabila terjadi terjadi krisis sel sabit,terapi yang utama adalah hidrasi dan
analgesia. Analgetik opioid mungkin diperlukan karena beratnya nyeri.

5. Anemia Aplastik
Disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum tulang dan penggantian
sumsum tulang dengan lemak.
Penatalaksanaan medis anemia aplastik:
a) Transplantasi sumsum tulang, dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan
hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil,
diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah
komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan
cyclosporine, insiden penolakan tandur kurang dari 10%.
Dosis : tablet : 25 mg, 50 mg, 100 mg.

24
Injeksi :50 mg/ml, 100 mg/ml.
Indikasi : pencegahan terhadap penolakan implan sumsum tulang belakang,
pencegahan terhadap kemungkinan penolakan imun tubuh terhadap organ yang
baru diimplan.
Kontra indikasi : hipersensitifitas, penderiita kaanker, arthritis rheumatoid,
menyusui.

b) Terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG) diberikan untuk


menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga
memungkinkan sumsum tulang belakang mengalami penyembuhan. ATG
diberikan setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7-10 hari.

c) Terapi suportif berperan penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Pasien


disokong dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk
mengatasi gejala. Selanjutnya pasien akan mengembangkan antibodi terhadap
antigen sel darah merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak
lagi mampu menaikan jumlah sel.

Penatalaksanaan pencegahan

Obat yang potensial toksik hanya boleh digunakan apabila alternatif tidak
tersedia. Pasien yang mendapat obat potensial toksik harus dipantau hitung sel
darah merahnya dengan teliti. Pasien yang minum obat toksik dalam jangka
waktu panjang harus memahami pentingnya pemeriksaan darah secara periodik
dan mengerti gejala apa yang harus dilaporkan.

6. Anemia pada penyakit kronis


Berbagai penyakit inflamasi kronis berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan
ini meliputi artritis rematoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis, dan berbagai
keganasan.

Pasien dengan HIV positif yang mendapat zidovudine (Retrovir) mempunyai


resiko tinggi mengalami anemia akibat supresi sumsum tulang . epoetin alfa, suatu
bentuk rekombinan eritropoetin manusia, sangat berguna untuk menangani anemia

25
ini apabila kadar eritropoetin endogen pasien sangat rendah. Cadangan besi serum
yang memadai sangat diperlukan agar obat ini efektif meningkatkan kadar
hematokrit.

Contoh obat :
a. Epodion (epoetin alfa ,rekombinan eritropoetin manusia)
dosis :

- Dus, 6 prefilled syringe @ 0.4 ml, cairan injeksi 10000iu/ml,


- Dus, 6 prefilled syringe @ 0.5 ml, cairan injeksi 2000iu/0,5ml,
- Dus, 6 prefilled syringe @ 0.3 ml, cairan injeksi 3000iu/0,3ml,

Indikasi : anemia akibat insufiensi ginjal ermasuk gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialis maupun non hemodialisis, anemia pada pasien yang
terinfeksi HIV.
Kontra indikasi : hipertensi yang tidak terkontrol, hipersensitif terhadap produk
biologi.

b. Hemapo (rekombinan eritropoetin manusia alfa 3000 IU;10.000 IU/mL


Indikasi : anemia akibat penyakit ginjal kronik pada pasien dengan dialisis dan non
dialisis.
Kontra indikasi : hipertensi berat, hipersensitif.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Menurut Doengoes (2000) pemeriksaan diagnostik untuk diagnosa anemia antara
lain :
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan hematokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : Menurun (A /aplastik), menurun berat MCV (mean
corpuskuler volum) dan MCH (mean corpuskuler hemoglobin) menurun
dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB/ defisiensi besi), peningkatan
(AP) pansitopenia (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : Bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon
sumsum tulang terkadang kehilangan darah (hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasi tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup SDM : Berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek
7. Tes perapuhan eritrosit : Menurun (DB).
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).

26
9. Jumlah trombosit : Menurun (aplastik), meningkat (DB) normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Hemoglobin elektroforesis : Mengidentifikasi tipe struktur Hb.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : Meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12 : Membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan diferensi masukan/absorbsi.
13. Besi serum : Tak ada (DB), tinggi (hemolitik).
14. TIBC serum : Meningkat (DB).
15. Feritin serum : Menurun (DB).
16. Masa perdarahan : Memanjang (aplastik).
17. LDH serum : Mungkin meningkat (AP).
18. Tes schilling : Penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP).
19. Gualak : Mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut/kronis (DB).
20. Analisa gaster : Penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP)
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe
anemia, misalnya : peningkatan megaloblas (AP) lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (Aplastik).
22. Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : Memeriksa sisi perdarahan
(perdarahan GI)

Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut Soeparman (2001) di dasarkan pada


jenis anemia, yaitu :
a. Anemia aplastik
Pemeriksaan laboratorium :
1. Sel darah merah
2. Laju endapan darah
3. Sumsum tulang

b. Anemia hemolitik:
Pemeriksaan laboratorium
1. Peningkatan jumlah retikulasi
2. Peningkatan kerapuhan sel darah merah
3. Pemendekan masa hidup eritrosit
4. Peningkatan bilirubin

c. Anemia megaloblastik:
1. Anemia absorbsi vitamin B12
2. Endoscopi

d. Anemia defisiensi zat besi:


1. Morfologi sel darah merah
2. Jumlah besi dalam serum dan ferritin dalam serum berkurang

J. KOMPLIKASI ANEMIA
1. Gagal Jantung

27
Anemia dapat menyebabkan detak jantung menjadi tidak beraturan (aritmia) akibat
harus memompa darah lebih keras untuk mengompensasi kekurangan oksigen
dalam darah.Kondisi tersebut dapat menyebabkan pembesaran jantung
(kardiomegali) jika terjadi dalam waktu yang lama bisa mengakibatkan gagal
jantung.

2. Gagal Ginjal
Anemia dapat menyebabkan gagal ginjal sebagai akibat dari terbentuknya silinder
sel darah merah dan hemoglobin yang dapat menyumbat nefron.Apabila nefron
tersumbat, maka ginjal tidak dapat melakukan fungsinya sebagai alat penyaring
darah dengan semestinya sehingga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

3. Hepatomegaly (pembesaran hati) dan Splenomegali (pembesaran limpa)


Kondisi ini terjadi karena adanya penurunan eritrosit yang akan menyebabkan
terjadinya reaksi kompensasi ( suatu koreksi terhadap kelemahan suatu organ
dengan cara meningkatkan fungsi organ yang tidak terganggu ) yang menyebabkan
kedua organ tersebut akan bekerja lebih keras untuk membantu memproduksi
eritrosit.

4. Syok Hipovolemik
Kondisi ini terjadi apabila disebabkan oleh anemia akibat trauma yang mana
kondisi tersebut menyebabkan adanya pendarahan. Pendarahan ini bisa
mengakibatkan kehilangan komponen vaskuler ( komponen darah) yang mana
kondisi tersebut bisa mengakibatkan komplikasi berupa syok hipovolemik.

5. Hipoksia
Hipoksia adalah penurunan pemasokan oksigen ke jaringan sampai ketingkat
fisiologik. Apabila terjadi penurunan Hb, maka kadar oksigen dalam tubuh juga
menurun atau terjadi hipoksia. Oleh karena itu, anemia dapat menyebabkan
hipoksia.
Jika hipoksia terjadi di otak maka akan menyebabkan Delirium (kehilangan
kesadaran)

28
Terjadi akibat penurunan Hb. Jika Hb turun maka dia akan mengakibatkan transpor
O2 juga menurun yang bisa menimbulkan hipoksia. Karena otak kekurangan O2
sehingga bisa mengakibatkan penurunan kesadaran.

6. Anemia pada Ibu Hamil


Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11
gr/dl pada trimester I dan III atau kadar <10,5 pada trimester II. Anemia dalam
kehamilan disebabkan karena kekurangan zat besi(Reeder, 1997).
Anemia saat trimester pertama terjadi ketika kadar hemoglobinnya kurang dari 11
gr/dl atau kadar hematokritnya turun sampai dibawah 37%. Anemia terjadi pada
trimester kedua saat kadar hemoglobinnya kurang dari 10,5gr/dl atau kadar
hematokritnya 35%. Anemia pada trimester ketiga terjadi ketika kadar
hemoglobinnya kurang dari 10gr/dl, atau kadar hematokritnya kurang dar
33%.(Bobak & Jenshen 2005:737).

K. ASKEP ANEMIA

KASUS ANEMIA

Seorang pasien dirawat di ruangan perawatan umum di rumah sakit pemerintah.Pasien


dirawat dengan keluhan sering lemah, letih, lesu. Seorang perawat melakukan anamnesa,
didapatkan hasil sebagai berikut: Pasien mengatakan tidak punya uang untuk beli
makanan, klien anoreksia, konjungtiva anemis, pemeriksaan lab : HB menurun,
Pansitopenia, pasien mendapatkan terapi suplemen asam folat. Pasien bertanya
bagaimana bisa terkena penyakit ini, sedangkan dulu mendapatkan imunisasi
lengkap.Diagnosa medis pasien anemia hipo proliferative, karena kekurangan zat besi dan
vit B12, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait melakukan perawatan
secara integrasi untuk menghindari/mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

a. Data Fokus
Data Objektif Data Subjektif

- Pasien tampak anoreksia - Pasien mengeluh sering lemah


- Konjungtiva anemis - Pasien mengeluh letih
Pemeriksaan lab : - Pasien mengeluh lesu
- Pansitopenia - Pasien mengatakan tidak punya uang
- Hb turun untuk beli makanan
- Pasien dapat terapi suplemen asam folat

29
- Diagnosis medis : anemia hipo poliferatif - Pasien bertanya bagaimana bisa terkena
karena kekurangan zat besi dan vit B12 penyakit ini, sedangkan dulu mendapat
DT : imunisasi lengkap
TTV DT :
TD : 100/70 mmhg - pasien mengatakan tidak nafsu makan
HR : 100 x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu: 370C

b. Analisa data

DATA MASALAH ETIOLOGI


KEPERAWATAN
Ds : Ketidakseimbangan Ketidakmampuan
1. pasien mengatakan tidak punya uang Nutrisi kurang dari mengabsorpsi
untuk beli makan Kebutuhan Tubuh nutrien;
2. Pasien mengatakan tidak nafsu makan ketidakmampuan
mencerna
Do: makanan; kesulitan
1. Pasien tampak anoreksia ekonomi
2. TTV
TD: 100/70 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 20 x/menit
SH : 37◦C
3. HB turun
4. Pasien kekurangan Zat besi
5. Pasien kekurangan vitB12
6. Pasien dapat terapi suplemen asam folat
DS : Ketidakefektifan perfusi Kurangnya
1. Pasien mengeluh sering lemah jaringan perifer pengetahuan
2. Pasien mengeluh letih tentang proses
3. Pasien mengeluh lesu penyakit
DO: (Penurunan
1.TTV konsentrasi Hb dan
TD : 100/70 mmhg suplai oksigen
HR : 100 x/mnt berkurang)
RR : 20x/mnt
Suhu: 370C
2. Konjungtiva terlihat anemis 3.
Pemeriksaan lab :
-Pansitopenia
-Hb turun
4. Pemeriksaan penunjang :
-Pasien dapat terapi suplemen asam folat
-Diagnosis medis : anemia hipo poliferatif
karena kekurangan zat besi dan vit B12

30
DS : Intoleransi Aktivitas Ketidakseimbangan
Antara Suplai dan
- Pasien mengeluh sering lemah Kebutuhan
- Pasien mengeluh lesu Oksigen
- Pasien mengeluh letih

- pasien mengatakan tidak punya uang


untuk membeli makan
- pasien mengatakan tidak nafsu makan
DO
1.TTV
TD : 100/70 mmhg
HR : 100 x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu: 370C
2. Konjungtiva terlihat anemis
3. Pemeriksaan lab :
-Pansitopenia
Hb turun
Pemeriksaan penunjang :
Pasien dapat terapi suplemen asam folat
Diagnosis medis : anemia hipo poliferatif
karena kekurangan zat besi dan vit B12

c. Diagnosa keperawatan

No Dx MASALAH KEPERAWATAN ETIOLOGI


1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari Ketidakmampuan mengabsorpsi
Kebutuhan Tubuh nutrien; ketidakmampuan mencerna
makanan; kesulitan ekonomi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan Kurangnya pengetahuan tentang proses
perifer penyakit (Penurunan konsentrasi Hb
dan suplai oksigen berkurang)
3. Intolerasi Aktivitas Ketidakseimbangan Antara Suplai dan
Kebutuhan Oksigen

d. Intervensi keperawatan

Dx Intervensi

31
1. ketidakseimbangan Manajemen gangguan makan
nutrisi kurang dari Intervensi:
kebutuhan tubuh b.d 1. Tentukan pencapaian berat badan
ketidakmampuan 2. Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan
mengabsorsi nutrient, asupan kalori harian yang diperlukan
mencerna makana, dan 3. Diskusikan makanan yang disukai bersama ahli gizi
kesulitan ekonomi dan klien
Manajemen nutrisi
Intervensi:
1. Tentukan status gizi pasien
2. Identifikasi adanya alergi atu intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
3. Bantu pasien dalam menentukan piramida makanan
yang paling cocok
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan klien
5. Atur diet yang diperlukan
Bantuan peningkatan berat badan
Intervensi:
1. Timbang pasien pada jam yang sama setiap hari
2. Monitor mual muntah
3. Monitor asupan kalori setiap hari
4. Dukung peningkatan asupan kalori
5. Sediakan variasi makanan yang tinggi kalori dan
bernutrisi tinggi
6. Kaji makanan kesukaan pasien
2. Ketidakefektifan Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
perfusi jaringan perifer Intervensi:
b.d kurangnya 1. Melakukan penilaian sirkulasi perifer secara
pengetahuan ttg proses komprehensif (cek nadi perifer)
penyakit (penurunan 2. Catat warna kulit dan temperatur
konsentrasi HB dan 3. Memonitor status cairan, masukan dan keluaran
suplai oksigen yang sesuai monitor lab (Hb dan Hmt)
berkurang) 4. Memonitor status hemodinamik, neurologis, dan
tanda vital.
monitor neurologi
Intervensi:
1. Memonitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan
dan reaktifitas
2. Memonitor tingkat kesadaran
3. Memonitor tingkat orientasi
4. Memonitor tanda vital
5. Memonitor respon pasien terhadap pengobatan

32
3. Intoleransi aktivitas Manajemen energi
b.d ketidakseimbangan Intervensi:
antara suplai dan 1. Kaji status fisiologis klien yang menyebabkan kelelahan
kebutuhan tubuh 2. Gunakan instrument yang valid untuk mengukur
kelelahan
3. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai cara
meningkatkan asupan energy dari makanan
4. Anjurkan pasien untuk memilih aktivitas yang
membangun ketahanan
Terapi aktivitas
Intervensi:
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
melalui aktivitas fisik
2. Bantu klien unuk mengeksplorasi tujuan personal dari
aktivitas yang biasa dilakukan (misalnya bekerja)
3. Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian
tujuan melallui aktivitas yang konsisten dengan
kemampuan fisik, fisiologis, dan sosial
4. Bantu klien untuk tetap focus pada kekuatan yang
dimilikinya disbanding kelemahan yang dimilikinya
5. Dorong aktivitas kreatif yang tepat

33
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah. Ada
beberapa jenis anemia diantaranya anemia normositik normokrom, anemia markositik
normokrom, anemia hemolitik, anemia mikrositik hipokrom, dan anemia aplastic.
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit) yang
diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan kadar hemoglobin selama
kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih besar dari volume plasma dibandingkan
dengan peningkatan volume sel darah merah (eritrosit).

34
TELAAH JURNAL

1. REVIEW JURNAL

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI, ASAM FOLAT, VITAMIN B12 DAN VITAMIN C
DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWA DI SMP NEGERI 2 TAWANGHARJO
KABUPATEN GROBOGAN

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) atau
massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.Berdasarkan nilai rujukan Riskesdas Tahun 2013
proporsi anemia menurut umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal jumlah penderita anemia
umur 5-14 tahun adalah 26,4%, jumlah penderita jenis kelamin laki-laki adalah 18,4%, jenis
kelamin perempuan 23,9%.

Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai resiko paling tinggi untuk
menderita anemia terutama remaja putri. Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan
yang mendunia dan memiliki prevalensi yang tinggi di berbagai negara di seluruh dunia.
Asupan zat gizi berperan dalam pembentukan sel darah merah. Terganggunya pembentukan
sel darah merah bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi
terutama zat-zat gizi penting seperti besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat
gizi penting lainnya.

a. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan zat besi dengan kadar hemoglobin. Simpanan besi yang cukup akan memenuhi
kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang. Jumlah
simpanan besi berkurang dan asupan Fe yang dikonsumsi rendah menyebabkan
keseimbangan besi dalam tubuh terganggu, akibatnya kadar hemoglobin dan ferritin
dalam plasma turun di bawah nilai normal sehingga terjadi anemia defisiensi besi.

b. Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar Hemoglobin


Pada penelitian ini menunjukkan semakin banyak asupan asam folat maka semakin
tinggi kadar hemoglobin yang dimiliki. Folat juga disebut asam folat yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah dan pertumbuhan. Asam folat dapat diperoleh

35
dengan mengkonsumsi sayuran berdaun hijau dan hati. Karena folat tidak disimpan
dalam tubuh dalam jumlah besar, maka perlu untuk mendapatkan pasokan vitamin ini
terus-menerus melalui diet untuk mempertahankan tingkat normal. Pada anemia
defisiensi folat, sel-sel darah merah normal besar (megaloblastik)

c. Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan Kadar Hemoglobin


Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak asupan vitamin B12 siswa maka semakin
tinggi kadar hemoglobin siswa, begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan kurangnya dalam
mengkonsumsi makanan sumber vitamin B12 yang baik (hati, daging, udang, dan kerang) dan
makanan yang dikonsumsi memiliki daya absorpsi besi rendah, sehingga asupan besi dalam
tubuh tidak terlalu banyak.

d. Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin


Vitamin C merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pembentukan sel-
sel darah merah. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi
untuk membebaskan besi bila diperlukan. Adanya vitamin C dalam makanan yang dikonsumsi
akan memberikan suasana asam sehingga memudahkan reduksi zat besi ferri menjadi ferro
yang lebih mudah diserap usus halus. Absorpsi zat besi dalam bentuk non heme meningkat
empat kali lipat bila ada vitamin C.

Jadi dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa banyaknya penyebab anemia yang
terjadi pada remaja disebabkan oleh masukan zat gizi yang kurang. Tetapi apabila masukan zat gizi
cukup namun dalam proses produksi sel darah merah terganggu karena tidak berfungsinya
pencernaan dengan baik atau kelainan lambung sehingga zat-zat gizi yang penting tidak dapat di serap
dan terbuang bersama kotoran, maka lama kelamaan tubuh akan mengalami anemia.

2. REVIEW JURNAL

Judul Anemia Defisiensi Besi


Jurnal Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas
Download http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/23
Vol. dan halaman Vol.2 no.1
Tahun 2007

36
Penulis Masrizal Khaidir
Reviewer Kelompok 6
Tanggal 3 September 2021

Abstrak Jurnal yang berjudul ”Anemia Defisiensi Besi” ini berisi


tentang pengetahuan mengenai anemia secara lengkap mulai
dari pengertian, klasifikasi, patofisiologi, etiomologi,
diagnosis, pencegahan dan penanggulangan, serta
pemantauan.

Secara keseluruhan isi dari abstrak ini langsung menuju ke


topic bahasan yang dibahas dalam jurnal ini, yang menurut
saya pembaca menjadi mudah untuk memahami jurnal ini.
Pembahasan Penulis membagi sub pokok bahasan menjadi sebelas
bagian, yaitu :
- Anemia
Pada bagian ini penulis menjelaskan definisi, nilai batas
normal HB, serta menjelaskan sekilah penyebab dari
anemia tersebut.
- Klasifikasi anemia
Klasifikasi tersebut antara lain :
Makrositik, mikrositik, dan normositik
- Anemia Defisiensi Besi
Pada bagian ini berisi penjelasan mengenai anemia
defisiensi besi
- Patofisiologi
- Etimologi anemia defisiensi besi
Etimologi tersebut antara lain :
Asupan zat besi, penyerapan zat besi, kebutuhan
meningkat, dan kehilangan zat besi
- Diagnosis
Diagnosis anemia ini terdiri dari :
Anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang,

37
- Penentuan kadar hemoglobin
Pada bagian ini penulis menjelaskan tentang metoda
menentukan kadar HB, dan fungsi hemoglobin.
- Pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi
Pada bagian ini dipaparkan apa saja upaya yang dapat
dilakukan dlam mencegah dan menanggulangi anemia
- Pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi besi
- Penulis menjelaskan apa saja yang dapat dilakukan
dalam pencegahan dan penanggulangan anemia
defisiensi besi dan penulis juga menjelaskan tentang
efek samping dari pemberian besi feroral
- Pemantauan
Pada pembahasan terakhir ini penulis menuliskan 2
upaya dalam pemantauan anemia yaitu dengan cara
terapi serta tumbuh kembang.

Simpulan Penulis menuliskan kesimpulan pada bagian bab penutup,


penulis menjelaskan juga sedikit bahwa upaya
penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan
yaitu BALITA, anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui,
wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita.
Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB
adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya
pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya
AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi
kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi
kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan
fortifikasi besi

Namun penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan


keseluruhan isi dari jurnal ini dan menurut saya penulis
kurang detail.
Kelebihan - Teori dan model analisis yang diguakan tepat

38
- Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah
dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca.
- Penjelasannya sangat rinci dan mudah dipahami
Kekurangan - Pada bagian kesimpulan kurang menyimpulkan
keseluruhan isi jurnal tersebut

39
DAFTAR PUSTAKA

Karsinah. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Anemia Di Ruang Cempaka
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Purwokerto, diakses dari
http://repository.ump.ac.id/4996/6/Karsinah%20BAB%20II.pdf

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Septyasih, A., Widajanti, L., & Nugraheni, S. (2016). Hubungan Asupan Zat Besi, Asam
Folat, Vitamin B12 Dan Vitamin C Dengan Kadar Hemoglobin Siswa Di Smp Negeri 2
Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 4(4),
521–528.

Black, M. &amp; Hawks, J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan, Edisi 8 - Buku 3. Singapura: ELSEVIER

Digiulo, Mary, dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah,DeMYSTiFied, Buku Wajib bagi
Praktisi dan Mahasiswa Keperawatam.Yogyakarta: Andi Publisher.

Khaidir. M. (2007). Anemia Defisiensi Besi. Vol.4 (1).

40

Anda mungkin juga menyukai