Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
SISTEM HEMATOLOGI ANEMIA DAN LEUKIMIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK III:.


1. AHMAD SYARKAWI, A.Md.Kep
2. AKHMADI, A.Md.Kep
3. IBNU RUSLAN, A.Md.Kep
4. ERINA ANDINA, A.Md.Kep
5. MOHRI MITRA AFIRIN, A.Md.Kep
6. MUHAMMAD ASRORUDDIN, A.Md.Kep
7. NINING ISWANDARI, A.Md.Kep
8. RIZA FEBRINA RAHMAYANTI, AMd.Kep
9. RIZKI NR, A.Md.Kep
10. ROHMAWATY, A.Md.Kep
11. SOPYAN HADI, A.Md.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN ALIH JENJANG


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES HAMZAR
KABUPATEN LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr,Wb

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyusun Makalah
“Asuhan Keperawatan Sistem Hematologi Anemia dan leukimia”.
Kami menyadari sepenuhnya adanya kekurangan dalam menyusun
Makalah Asuhan Keperawatan Sistem Hematologi Anemia dan leukimia
ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kami masih dalam tahap
pembelajaran, diupayakan untuk yang akan datang dilakukan perbaikan,
peningkatan, dan penyempurnaan sehingga dapat terwujudnya makalah yang
lebih baik. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat kontruktif
dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan dari Makalah ini.
Semoga segala budi baik dari semua pihak diberkati oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
Semoga apa yang kami kami susun ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya agar dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan
tentang pelayanan keperawatan terhadap masyarakat yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Lombok Timur, November 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................

Kata Pengantar ....................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2

Bab 2 Pembahasan ................................................................................................................. 3

2.1 Tinjauan Teori Anemia Dan Leukimia ..................................................................3

2.2 Etiologi Anemia Dan Leukimia ............................................................................. 4

2.3 Patofisilogi Anemia Dan Leukimia........................................................................7

2.4 Manifestasi Klinis Anemia Dan Leukimia ............................................................. 9

2.5 Klasifikasi Anemia Dan Leukimia ......................................................................... 10

2.6 Penatalaksanaan Anemia Dan Leukimia ................................................................ 11

Bab 3 Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Hematologi ............................................ 15

3.1 Pengkajian Keperawatan ....................................................................................... 15

3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 15

3.3 Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 16

3.4 Implemetasi Keperawatan ..................................................................................... 20

3.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................................................... 20

Bab 4 Penutup ........................................................................................................................ 21

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 21

4.2 Saran..................................................................................................................... 21

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di dalam tubuh manusia, ada alat transportasi yang berguna sebagai
pengedar oksigen dan zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta
mengangkut karbon dioksida dan zat sisa ke organ pengeluaran. Alat
transportasi pada manusia terkoordinasi dalam suatu sistem yang disebut
sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah manusia terdiri atas darah,
jantung, dan pembuluh darah.
Hematologi berasal dari bahasa Romawi hemat yang berarti darah dan
ology yang berarti belajar atau mempelajari, sedangkan Klontz berpendapat
bahwa hematology adalah ilmu yang mempelajari aspek anatomi, fisiologi,
dan patologi darah.
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan
oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan
kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus
atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata
hemo atau hemato yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima yang
berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada
dua jenis warna merah pada darah manusia. Warna merah terang
menandakan bahwa darah tersebut mengandung banyak oksigen, sedangkan
warna merah tua menandakan bahwa darah tersebut mengandung sedikit
oksigen atau dalam arti lain mengandung banyak karbondioksida. Warna
merah pada darah disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah
protein pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi (Fe) dalam
bentuk heme yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan
bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang
sebagai air seni.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah:
1. Apa definisi dari Anemia dan Leukimia?
2. Bagaimana Manifestasi Anemia dan Leukimia?
3. Bagaimana etiologi dari Anemia dan Leukimia?
4. Bagiaman Patofisiologi dari Anemia dan Leukimia?
5. Bagaimana penatalaksanaan penunjang dari Anemia dan Leukimia?
6. Bagiamana penatalaksanaan dari Anemia dan Leukimia?
7. Bagaimana membuat asuhan keperawatan pada pasien Anemia dan
Leukimia?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan perannya sebagai perawat
dalam pencegahan dan penanganan masalah anemia dan leukimia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami definisi dari Anemia dan Leukimia
b. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis Anemia dan
Leukimia.
c. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi Anemia dan Leukimia.
d. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan penunjang pada
masalah Anemia dan Leukimia.
e. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada masalah Anemia
dan Leukimia.
f. Mahasiswa bisa membuat asuhan keperawatan dengan benar dan tepat
pada masalah Anemia dan Leukimia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TINJAUAN TEORI/ KONSEP SISTEM HEMATOLOGI (ANEMIA


DAN LEUKIMIA)
1. DEFINISI
1) Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang
bersangkutan. Diketahui bahwa hemoglobin merupakan protein
berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah yang
berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran
darah untuk dibawah ke jaringan. Disamping oksigen, hemoglobin
juga membawa karbondioksida membentuk ikatan karbonmonoksi
haemoglobin yang juga berperan dalam keseimbangan pH darah
(WHO, 2002).
Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah
atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari
hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-
wanita.Untuk laki-laki, anemia secara khas ditetapkan sebagai
tingkat hemoglobin yang kurang dari 13.5 gram/100ml dan pada
wanita-wanita sebagai hemoglobin yang kurang dari 12.0
gram/100ml.
Hemoglobin adalah pigmen merah yang memberikan warna
merah yang dikenal pada sel-sel darah merah dan pada darah. Secara
fungsi, dalam tubuh untuk menghasilkan energi. Pada saat terjadi
anemia transportasi oksigen akan terganggu dan jaringan tubuh
orang yang anemia akan mengalami kekurangan oksigen guna
menghasilkan energi. Hemoglobin adalah senyawa kimia kunci yang
bergabung dengan oksigen dari paru-paru dan mengangkut oksigen
dari paru-paru ke sel-sel seluruh tubuh. Oksigen adalah penting
untuk semua sel-sel.

3
2) Leukimia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai
“darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang
ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan
genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan
dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia
bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel
ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan
jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum
tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
2.2 ETIOLOGI
1) Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2009)
a. Penurunan produksi eritrosit disebabkan peningkatan sintesis
hemoglobin seperti defisiensi zat besi dan thalasemia, rusaknya
sintesis DNA karena penurunan vitamin B12 (cobalamin) dan
defisiensi asam folat, dan pencetus terhadap penurunan jumlah
eritrosit seperti anemia aplastik, anemia dari leukimia, dan penyakit
kronik.
b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan). Akut, bisa disebabkan
karena trauma dan rupturnya pembuluh darah. Kronik, seperti
gastritis, menstruasi, dan hemoroid.
c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya
(hemolisis). Intrinsik, hemoglobin yang tidak normal, defiensi enzim
(G6PD). Ekstrinsik, trauma fisik, antibodi, infeksi, dan toksik
(malaria).
d. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.

4
e. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
f. Perubahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
g. Kurangnya zat besi dalam makanan.
h. Kebutuhan zat besi meningkat.
2) Leukimia
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1. Host
a) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-
anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat
pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara
umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur
rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi
terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap
tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua.
Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling
sering sebelum usia 4 tahun.
b) Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21
dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga
meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya
agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit
seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich,
sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.

5
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain
itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
2. Agent
a) Virus
Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai
salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia. Pada manusia, terdapat
bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia.
HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA,
telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel
pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum
pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain,
khususnya diantara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
b) Sinar Radio Aktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas
sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum
proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut.
c) Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena
leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab
leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi
leukemia nonlimfoblastik akut.
d) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk
menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran

6
dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih
dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81;
CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan
3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang
yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002),
menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan
merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan
bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor
risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung
pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
3. Lingkungan
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga
dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai,
ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien
tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan
17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai
risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau
peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia
2.3 PATOFISIOLIGI
1) Anemia
Anemia mengacu pada kondisi penurunan konsentrasi Hb, jumlah SDM
sirkulasi, atau volume sel darah tanpa plasma (Hematokrit) dari nilai
normal (Dr. Jan Tambayong, 2000). Timbulnya anemia mencerminkan
adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, 14anan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai

7
hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam
fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muneul dalam
plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke
dalam urine.
Anemia timbul bisa karena dua hal antara lain, anoksia organ target
karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
2) Leukimia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai
perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia
meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih
dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga
merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah
merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.
Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan
kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari
pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi

8
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bias menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


1) Anemia
Tanda dan gejala pada pasien dengan anemia dapat ditemukan sebagai
berikut:
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas kurang
e. Rasa mengantuk
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. prestasi kerja fisik/pikiran menurun
i. Konjungtiva pucat
j. Telapak tangan pucat
k. Anoreksia
2) Leukimia
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,
trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena
infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan
anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama
pada sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan

9
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3)
biasanya mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada
dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme
yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik (LKK)
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita
LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK)
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa
cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat
badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie,
ekimosis dan demam yang disertai infeksi

2.5 KLASIFIKASI
1) Anemia
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro
menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menujukkan
warnanya.
Sudah dikenal klasifikasi besar yaitu:
a. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bertuk sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. (MCV dan
MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit
infiltrat metastatik pada susum tulang.

10
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal
(MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam
folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen
yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
c. Mikrositik hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal(MCV kurang; MCHC
kurang). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem
(besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan
kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

2.6 PENATALAKSANAAN
1) Anemia
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang.
a. Transpalasi sel darah merah.
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah
merah.
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
f. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
2) Leukimia
a. Kemoterapi
 Kemoterapi pada penderita LLA
1. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan

11
perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison
dan asparaginase.
2. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia
residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.
3. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada
SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering
diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
4. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka
harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,
tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan
hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
 Kemoterapi pada penderita LMA
1. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan
untuk mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga
tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai,
masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi

12
tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
2. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus
kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang
sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase
induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi
angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih
dari 5 tahun hanya 10%.
 Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi
terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai
ialah klasifikasi Rai:
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3
dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan
terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.
Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena
tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan
atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV
diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25%
pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0
atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada
pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup
kurang dari 2 tahun.
 Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
1. Fase Kronik

13
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu
menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang
lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan
terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada
tindakan transplantasi sumsum tulang.
2. Fase Akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
b. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh
sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa
atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia.
Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat
diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan
kelenjar getah bening setempat.
c. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum
tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang
yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi
radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk
mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita
LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika
menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis
dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada
penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia
muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
d. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.
Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.
BAB III

14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan pada kasus sistem hematologi meliputi
 Anamnesis meliputi identitas pasien, riwayat kesehatan dahulu dan
riwayat kesehatan sekarang. Riwayat kesehatan sekarang mengkaji
tentang berbagai kejadian yang menunjukkan status sistem imun serta
faktor dan kejadian yang mempengaruhi fungsi sistem imun.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imun meliputi infeksi, alergi,
autoimun,penyakit neoplasma, keadaan sakit kronis, riwayat
pembedahan, imunisasi, penggunaan obat-obatan, tranfusi darah dan
faktor lain yang mempengaruhi fungsi dan hasil pemeriksaan lab dan
diagnostik lainnya, asupan diet, tingkat stres.
 Pemeriksaan fisik meliputi
 Pemeriksaan fisik meliputi adanya lesi, dermatitis,purpura,urtikura,
inflamasi dan pengeluaran sekret, periksa kondisi kulit, memberan
mukosa, perhatikan tanda-tanda infeksi.
 Amati tanda-tanda infeksi, frekwensi, dysuria, hematuri, sekret dari
Uretra)
 Status urogenital
 gangguan fungsi kognitif, pendengaran, perubahan visual, sakit kepala,
migren
 Status neurosensorik
 Status nutrisi
 Tingkat stres
 Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan lab dan pemeriksaan
radiologi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain :
 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
 Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan

15
 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat.
 Kecemasan berhubungandengan perubahan status kesehatan
3.3 Intervensi Keperawatan
 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan.
Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi :
1). Mandiri
 Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila
ada hipotensi.
 Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan
bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung
karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah
jantung.
 Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/
potensial risiko infark.
 Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur
suhu air mandi dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
gangguan oksigen.

2). Kolaborasi

16
 Awasi hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan
/respons terhadap terapi.
 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
 Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil :
 Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
 Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi,
pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi :
1). Mandiri
 Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
 Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
 Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan
paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
 Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
 Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

17
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal
dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.
Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
sekunder tidak adekuat.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
 Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi.
 Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau
eritema, dan demam.
Intervensi :
1). Mandiri
 Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan
pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.
Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko
akibat flora normal kulit.
 Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
 Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan
infeksi.
 Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk
dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
 Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh
misalnya pernapasan dan ginjal
 Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

18
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respons imun sangat terganggu.
 Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan
atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
 Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus
mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
2). Kolaborasi
 Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi.
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi
pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
 Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik.
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk
menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi
local.
 Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Kecemasan berkurang
Kriteria hasil : Tampak rileks dan tidur / istirahat tidur
Intervensi :
1). Mandiri
 Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional : Untuk mengetahui faktor predis-posisi yang
menimbulkan kece-masan sehingga memudahkan mengantisipasi
rasa cemasnya.
 Dorong klien dapat mengekspresikan pera-saannya.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannya maka
kecemasannya berkurang.
 Beri informasi yang jelas proses penyakitnya.
Rasional : Memudahkan klien dalam memahami dan mengerti
tentang proses penyakitnya.
 Beri dorongan spiritual

19
Rasional : Kesembuhan bukan hanya dipe-roleh dari pengobatan
atau pera-watan tetapi yang menentukan adalah Tuhan.

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahapan keempat dari proses keperawatan. Tahap
ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Aplikasi
yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien
saat ini dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan kreativitas perawat. (Debora,
2013).
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang
digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan keperawatan,
kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien
bias terpenuhi. (Debora, 2013).

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan
oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan
kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus
atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata
hemo atau hemato yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima yang
berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada dua
jenis warna merah pada darah manusia. Warna merah terang menandakan
bahwa darah tersebut mengandung banyak oksigen, sedangkan warna merah
tua menandakan bahwa darah tersebut mengandung sedikit oksigen atau
dalam arti lain mengandung banyak karbondioksida. Warna merah pada
darah disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah protein
pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi (Fe) dalam bentuk
heme yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan
bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang
sebagai air seni.
4.2 SARAN
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi materi pembahasan maupun dari segi penulisan.
Oleh karera itu, tim penulis mengharapakan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak agar penyusunan makalah berikutnya akan
menjadi lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Citrakesumasari. 2012. Anemia Gizi, Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta:
Kalika.

Tambayong, Dr. Jan. 2000. Patofisiologiuntuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Jurnal: Gede Agus Suwiryawan, dkk. Departemen Patologi Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana. Nomor:6292-10427-1-SM.

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC:


Jakarta

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume


2. EGC: Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai