Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri”

Dosen Pengampu:

Ns.Duma Lumban Tobing, M. Kep, Sp. Kep. J

Disusun Oleh:
1. Rita Azzahra Ramadhina [2010711020]
2. Eri Humairoh [2010711095]
3. Ramanto Sijabat [2219915041]

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan Nikmat-Nya kami
bisa menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Jiwa II Tidak lupa kita haturkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, berkat perjuangan-Nya dapat membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman terang-benderang.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns.Duma Lumban Tobing, M.
Kep, Sp. Kep. J selaku dosen pengampu dari mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang telah
memberikan bimbingan untuk materi “Asuhan Keperawatan pada klien dengan Resiko Bunuh
Diri”.
Makalah ini disusun dengan usaha yang maksimal dan berkat bantuan dari berbagai sumber
penulis textbook, jurnal maupun artikel ilmiah. Kami berharap makalah berjudul “Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Resiko Bunuh Diri” bisa memperluas wawasan kita untuk
menjadi perawat profesional di masa depan.
Namun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat.
Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang tidak kami sadari. Oleh karena itu
kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai sarana perbaikan makalah
yang lebih baik.

Jakarta, 7 November 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian 5
2.2 Pengelompokan bunuh diri 5
2.3 Etiologi 6
2.4 Rentang respon 8
2.5 Pengkajian 9
2.6 Pohon masalah 13
2.7 Diagnosa Keperawatan 13
2.8 Intervensi Keperawatan 15
2.9 Strategi Pelaksanaan 17
2.10 Evaluasi 19
Asuhan Keperawatan 19
2.11 Pengkajian 20
2.12 Data Fokus 21
2.13 Analisa Data 22
2.14 Pohon Masalah 25
2.15 Diagnosa Keperawatan 25
2.16 Intervensi Keperawatan 26
2.17 Hasil - Hasil Penelitian Askep Pada Pasien Resiko Bunuh Diri 30
BAB III 32
PENUTUP 32
3.1 Kesimpulan 32
3.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri.
Bunuh diri seringkali dilakukan akibat adanya rasa keputusasaan yang disebabkan oleh
gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, schizophrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme atau penyalahgunaan obat.
Di dunia lebih dari 1000 tindakan bunuh diri terjadi tiap hari. Di Inggris ada lebih
dari 3000 kematian bunuh diri tiap tahun. Di Amerika Serikat dilaporkan 25.000 tindakan
bunuh diri setiap tahun dan merupakan penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian
bunuh diri antara pria dan wanita adalah tiga berbanding satu. Pada usia remaja, bunuh
diri merupakan penyebab kematian kedua. (Susanto, 2010).
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa 1 juta
orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 15-34 tahun, selain karena faktor
kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita,
karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara
lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan
wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang
mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara
menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.
Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok ingin membahas lebih lanjut mengenai
peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien dengan resiko bunuh diri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu bunuh diri?


2. Apa saja etiologi dari resiko bunuh diri?
3. Apa saja rentang respon dari resiko bunuh diri?
4. Bagaimana pengkajian dan data tambahan dari resiko bunuh diri?
5. Bagaimana pohon masalah dari resiko bunuh diri?
6. Apa saja diagnosa keperawatan dari resiko bunuh diri?

3
7. Apa saja intervensi dari resiko bunuh diri?
8. Bagaimana strategi pelaksanaan dari resiko bunuh diri?
9. Apa saja hasil-hasil penelitian askep pada pasien yang mengalami resiko bunuh diri?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian resiko bunuh diri


2. Untuk mengetahui apa itu etiologi resiko bunuh diri
3. Untuk mengetahui apa itu rentang respon resiko bunuh diri
4. Untuk mengetahui pengkajian dan data tambahan dari resiko bunuh diri
5. Untuk mengetahui bagaimana pohon masalah resiko bunuh diri
6. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan resiko bunuh diri
7. Untuk mengetahui apa saja intervensi resiko bunuh diri
8. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan untuk resiko bunuh diri
9. Untuk mengetahui hasil-hasil penelitian askep pada pasien yang mengalami resiko
bunuh diri?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan
stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri
adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien
dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian,
pengangguran, dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981) (dikutip oleh Leahey
dan Wright, 1987) melalui penelitiannya menyebutkan bahwa motivasi remaja melakukan
percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan
jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah dengan saudara.

2.2 Pengelompokan bunuh diri

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah
memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah /
sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri

5
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah
mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.

2.3 Etiologi

a. Faktor Predisposisi
1) Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan sosial
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain
4) Riwayat Keluarga

6
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting yang
dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor,
baik faktor sosial maupun budaya. Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu mentoleransi
stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rationalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

7
2.4 Rentang respon

KETERANGAN
1) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
2) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian,seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menimbulkan stres.
4) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh,melukai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.
5) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

8
2.5 Pengkajian

1. Faktor Risiko
a. Faktor risiko bunuh diri menurut Stuart (2013)

Faktor Risiko Tinggi Risiko Rendah

Umur >45 tahun dan remaja 25 – 45 tahun atau <12 tahun

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

Status perkawinan Cerai, pisah, janda / duda Kawin

Jabatan Professional Pekerja kasar

Pekerjaan Pengangguran Pekerja

Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius

Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian

b. Factor risiko menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor Tingkat Deskripsi


Keparahan

4 sangat tinggi Terdapat sedikit ambivalensi seputar usaha bunuh diri. Klien
menyatakan bahwa dia hamper 100% ingin mati. Klien
merasa bahwa metode dan persiapannya pasti cukup untuk
menghasilkan kematian. Pada tingkat keparahan ini, klien
aktif mencoba bunuh diri.

3 tinggi Klien ingin mati lebih baik dari tidak. Persepsi klien adalah
bahwa dia mengambil langkah (tindakan pencegahan atau
metode yang memadai) untuk memastikan bahwa usaha
bunuh diri tersebut akan mengakibatkan kematian. Klien

9
mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri
atau saya bunuh diri”.

2 sedang Keseimbangan antara keinginan klien untuk mati dan ingin


hidup kira kira sama atau ambigu. Perspektif klein (seperti
tercermin dalam orang lain) mengenai apakah menurutnya
tindakan merugikan diri sendiri memiliki kemungkinan
kematian yang tinggi, belum jelas. Klien memikirkan bunuh
diri dengan aktif, tetapi tidak ada percobaan bunuh diri.

1 rendah Klien memiliki beberapa kecenderungan untuk mati, tetapi


kecenderungan untuk hidup lebih banyak. Klien terutama
ingin mencapai sesuatu selain bunuh diri (misalnya: lepas dari
masalah lain bagaimana perasaannya), 65 walaupun sebagian
dari dirinya menginginkan kematian adalah hasil dari
tindakan ini. Klien memiliki ide bunuh diri dan tidak
mengancam bunuh diri.

2. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
Seperti riwayat keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh
diri dan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri.
b. Faktor psikologis
Kemarahan, keputuasaan dan rasa bersalah, riwayat agresi dan kekerasan, rasa malu
dan terhina, stressor
c. Faktor sosial budaya
Bunuh diri egoistic, bunuh diri altruistic, dan bunuh diri anatomic

3. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi , sehingga tidak dapat mengahadapi stress

10
c. Perasaan marah
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan
keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi. Data yang digunakan adalah data subjektif dan objektif.
a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tidak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya.
b. Data objektif
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Banyak diam
4) Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara dengan
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana perasaan klien saat ini?
b. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
c. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
d. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
e. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
f. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri? Sudah berapa kali?
Kapan terakhir melakukannya? Dengan apa klien melakukan percobaan bunuh diri?
Apa yang menyebabkan klien ingin melakukan percobaan bunuh diri?
g. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?
Tanda dan gejala risiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi adalah:

11
a. Klien tampak murung
b. Klien tidak bergairah
c. Klien tampak banyak diam
d. Ditemukan adanya berkas percobaan bunuh diri

5. Sumber Koping
a) Kemampuan Personal, kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh
diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
b) Dukungan sosial, merupakan dukungan untuk individu yang didapat dari keluarga,
teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang
diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
c) Aset material, ketersediaan materi yaitu akses pelayanan kesehatan, dana atau
finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.
d) Keyakinan positif, merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang
sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping
adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan
pada klien resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatasi
masalahnya.
Menurut Sutejo, tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan
kultural. Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Berdasarkan
motivasi seseorang terdapat tiga subkategori bunuh diri, yaitu:
a. Bunuh diri egoistic, akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
b. Bunuh diri altruistic, akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
c. Bunuh diri anomik, akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu.
6. Mekanisme Koping
Keterampilan koping yang terlihat adalah sikap berupa kehilangan batas realita, menarik
dan mengisolasi diri, tidak memanfaatkan sistem pendukung, melihat diri sebagai orang
yang secara total tidak berdaya. Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku pengrusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara itu,

12
mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.

2.6 Pohon masalah

2.7 Diagnosa Keperawatan

1. Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah keperawatan
yang mungkin muncul adalah: Harga diri rendah.Bila telah merumuskan masalah ini,
maka tindakan keperawatan yang paling utama dilakukan adalah meningkatkan harga diri
pasien
2. Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri,
masalah keperawatan yang mungkin muncul : Risiko bunuh diri. Bila telah merumuskan
masalah ini, maka perawat perlu segera melakukan tindakan keperawatan untuk
melindungi pasien

1. Tujuan Asuhan Keperawatan

1. Kognitif
- Menyebutkan penyebab risiko bunuh diri
- Menyebutkan tanda dan gejala risiko bunuh diri
- Menyebutkan akibat yang ditimbulkan bunuh diri
- Menetapkan harapan dan masa depan
- Menyebutkan aspek positif dan kemampuan diri sendiri, keluarga dan kelompok

13
2. Psikomotor
- Mengendalikan lingkungan yang aman
- Melatih diri berpikir positif dan afirmasi positif
- Menggunakan kelompok untuk bercakap-cakap dalam menyelesaikan masalah
- Melakukan aspek positif dalam mencapai harapan dan masa depan
3. Afektif
- Merasakan manfaat diri sendiri
- Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan
- Merasa hidup lebih optimis

2. Tindakan Keperawatan

1. Tindakan kepada klien

a. Pengkajian: Kaji tanda dan gejala risiko bunuh diri, penyebab dan kemampuan
mengatasinya
b. Diagnosis: Jelaskan proses terjadinya resiko bunuh diri dan akibatnya serta skor skala
intervensi bunuh diri
c. Tindakan keperawatan:
1) Mengamankan lingkungan dari risiko bunuh diri (lingkungan aman)
2) Membangun harapan di masa depan
- Diskusikan tujuan dari kehidupan
- Diskusikan membangun harapan terkait diri sendiri, orang yang berarti dalam
hidupnya
- Diskusikan cara dan tekad untuk mencapai harapan dan masa depan
- Latih untuk mencapai harapan dan masa depan
3) Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif diri dan lakukan afirmasi positif
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari orang yang berarti dalam hidup
dan lakukan afirmasi positif
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari lingkungan dan lakukan afirmasi
positif

14
- Latih semua aspek positif yang dimiliki dari diri sendiri, orang yang berarti
- Latih mengevaluasi perasaan dan pikiran atas keberhasilan latihan
- Berikan motivasi untuk membangun harapan dan mengendalikan dorongan
bunuh diri
4) Minta klien menghubungi care giver (keluarga) dan tenaga kesehatan jika terdapat
mengendalikan orang bunuh diri
5) Berikan pengawasan ketat dan terkendali jika klien tidak dapat mengendalikan
dorongan bunuh diri (perawatan intensif)
6) Tingkat observasi risiko bunuh diri (Appleby, et al, 2015)
- Level observasi
- Skor 1 Observasi umur minimal setiap 60 menit
- Skor 2 Observasi intermiten setiap 15-30 menit
- Skor 3 observasi konstan setiap saat pagi-siang-malam
- Skor 4 Observasi ketat dan melekat setiap saat (selalu bersama-sama)

2. Tindakan kepada keluarga

1. Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien


2. Menjelaskan proses terjadinya risiko bunuh diri pada klien
3. Mendiskusikan cara merawat risiko bunuh diri dan memutuskan cara merawat sesuai
dengan kondisi klien
4. Melatih keluarga cara merawat risiko bunuh diri:
- Menyediakan lingkungan yang aman dari risiko bunuh diri antara lain
menjauhkan alat-alat yang berbahaya yang dapat melukai diri.
- Memberikan pujian atas semua aspek positif klien, hindari menyampaikan aspek
negatif dan kekurangan

2.8 Intervensi Keperawatan

1. Tindakan kepada klien


a) Pengkajian: Kaji tanda dan gejala risiko bunuh diri, penyebab dan kemampuan
mengatasinya

15
b) Diagnosis: Jelaskan proses terjadinya resiko bunuh diri dan akibatnya serta skor
skala intervensi bunuh diri
c) Tindakan keperawatan:
1) Mengamankan lingkungan dari risiko bunuh diri (lingkungan aman)
2) Membangun harapan di masa depan
- Diskusikan tujuan dari kehidupan
- Diskusikan membangun harapan terkait diri sendiri, orang yang berarti
dalam hidupnya
- Diskusikan cara dan tekad untuk mencapai harapan dan masa depan
- Latih untuk mencapai harapan dan masa depan.
3) Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif diri dan lakukan afirmasi positif
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari orang yang berarti dalam
hidup dan lakukan afirmasi positif
- Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari lingkungan dan lakukan
afirmasi positif
- Latih semua aspek positif yang dimiliki dari diri sendiri, orang yang berarti
- Latih mengevaluasi perasaan dan pikiran atas keberhasilan Latihan
- Berikan motivasi untuk membangun harapan dan mengendalikan dorongan
bunuh diri
4) Minta klien menghubungi care giver (keluarga) dan tenaga kesehatan jika
terdapat mengendalikan orang bunuh diri
5) Berikan pengawasan ketat dan terkendali jika klien tidak dapat mengendalikan
dorongan bunuh diri (perawatan insentif)
6) Tingkat observasi risiko bunuh diri (Appleby, et al, 2015)
- Level observasi
- Skor 1 Observasi umur minimal setiap 60 menit
- Skor 2 Observasi intermiten setiap 15-30 menit
- Skor 3 observasi konstan setiap saat pagi-siang-malam
- Skor 4 Observasi ketat dan melekat setiap saat (selalu bersama-sama)

16
2. Tindakan kepada Keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Menjelaskan proses terjadinya risiko bunuh diri pada klien
3) Mendiskusikan cara merawat risiko bunuh diri dan memutuskan cara merawat
sesuai dengan kondisi klien
4) Melatih keluarga cara merawat risiko bunuh diri:
a. Menyediakan lingkungan yang aman dari risiko bunuh diri antara lain
menjauhkan alat-alat yang berbahaya yang dapat melukai diri.
b. Memberikan pujian atas semua aspek positif klien, hindari menyampaikan aspek
negatif dan kekurangan
c. Berdiskusi tentang harapan dan masa depan
d. Memotivasi dan membimbing klien melakukan kegiatan sesuai dengan asuhan
yang telah diberikan perawat
e. Mendampingi klien sampai melakukan kegiatan positif
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga menciptakan suasana positif: saling memuji
mendukung dan memuji
6) menjelaskan tanda dan gejala resiko bunuh diri (tidak dapat mengendalikan
dorongan bunuh diri) memerlukan rujukan segera syarat melakukan follow up ke
pelayanan kesehatan secara teratur

2.9 Strategi Pelaksanaan

Resiko Bunuh Individu Keluarga


Diri SP I SP I
1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Mendiskusikan masalah yang

yang dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat

2. Mengamankan benda-benda yang pasien

dapat membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan

3. Melakukan kontrak treatment gejala risiko bunuh diri dan jenis

4. Mengajarkan cara mengendalikan perilaku bunuh diri yang dialami

dorongan bunuh diri pasien beserta proses terjadinya

17
5. Melatih cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara-cara merawat
dorongan bunuh diri pasien resiko bunuh diri

SP II SP II
1. Mengidentifikasi aspek positif 1.Melatih keluarga mempraktekan cara
klien merawat pasien dengan resiko bunuh
2. Mendorong pasien untuk berfikir diri
positif terhadap diri 2.Melatih keluarga melakukan cara
3. Mendorong pasien untuk merawat langsung kepada pasien
menghargai diri sebagai individu resiko bunuh diri
yang berharga
SP III SP III
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1.Membantu keluarga membuat jadwal
biasa diterapkan pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Menilai pola koping yang biasa obat
dilakukan 2.Mendiskusikan sumber rujukan yang
3. Mengidentifikasi pola koping yang bisa dijangkau keluarga
konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian.
SP IV
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis

18
2.10 Evaluasi

1. Penurunan tanda dan gejala resiko bunuh diri


2. Peningkatan kemampuan meningkatkan risiko bunuh diri
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien

Asuhan Keperawatan

Kasus

Seorang perempuan usia 21 tahun, belum menikah dibawa ke RSJ. Dr. Soeharto Heerdjan dan
saat ini di rawat di ruang Melati. Klien dibawa oleh keluarganya karena mencoba bunuh diri
dengan minum obat dalam jumlah yang banyak dan menyayat nadinya karena disuruh suara
-suara yang didengarnya. Klien mengatakan ia sedih dan kecewa sejak duduk di bangku sekolah
dasar setelah kedua orang tuanya bercerai dan sampai saat ini ia diasuh atau diangkat sebagai
anak oleh pakdhe dan budhe nya. Klien mengatakan sudah berobat ke dokter psikolog tetapi
pengobatannya kurang berhasil karena ia tidak teratur minum obat. Klien juga mengatakan sejak
kecil ia selalu dikucilkan oleh teman-temannya dan diejek sebagai “anak haram” dan “anak
sampah” dan ejekan tersebut berlangsung hingga ia duduk dibangku SMA. Kemudian pasien
juga sering mendapatkan perlakuan yang berbeda oleh orang tua asuhnya, mulai dari uang saku,
pekerjaan rumah semuanya dibedakan. Pasien juga mengatakan karena ia dibiayai oleh pak de
dan bude nya maka ia selalu dituntut untuk menjadi anak yang baik dan berprestasi dan hal
tersebut membuat ia merasa tertekan. Dengan kondisinya saat ini pasien mengatakan malu dan
merasa tidak berguna sehingga ingin mengakhiri hidup.Hingga saat ini pikiran untuk mengakhiri
hidup masih sering muncul Hasil observasi : klien menyendiri dan sering melamun, raut wajah
pasien tampak sedih, pasien tampak sering menundukkan kepala dan pandangannya, pasien
tampak lesu dan tidak bersemangat, nada bicara pasien tampak pelan atau lirih, pasien juga
tampak sering mondar mandir. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: TD: 115/81 mmHg, HR:
75x/menit, RR:18x/menit, S: 36,9˚C. Pasien mendapatkan terapi Seroquel 300mg (2x1) ,
Trifluoperazine 5mg (2x1), THP 2mg (2x1), Clozapine 25 mg(1x1) dan Sertraline 50 mg (1x1).

19
2.11 Pengkajian

a. Faktor Predisposisi
1) Klien mengatakan ia sedih dan kecewa sejak duduk di bangku sekolah dasar setelah
kedua orang tuanya bercerai dan sampai saat ini ia diasuh atau diangkat sebagai anak
oleh pakdhe dan budhe nya
2) Klien juga mengatakan sejak kecil ia selalu dikucilkan oleh teman-temannya dan
diejek sebagai “anak haram” dan “anak sampah” dan ejekan tersebut berlangsung
hingga ia duduk dibangku SMA
3) Pasien juga sering mendapatkan perlakuan yang berbeda oleh orang tua asuhnya,
mulai dari uang saku, pekerjaan rumah semuanya dibedakan
4) Pasien juga mengatakan karena ia dibiayai oleh pak de dan bude nya maka ia selalu
dituntut untuk menjadi anak yang baik dan berprestasi dan hal tersebut membuat ia
merasa tertekan
b. Faktor Presipitasi
1) Klien mengatakan sudah berobat ke dokter psikolog tetapi pengobatannya kurang
berhasil karena ia tidak teratur minum obat.
2) Klien mencoba bunuh diri dengan minum obat dalam jumlah yang banyak dan
menyayat nadinya karena disuruh suara -suara yang didengarnya.
c. Penilaian Stressor/ Tanda dan Gejala
1) Kognitif : pasien mengatakan malu dan merasa tidak berguna sehingga ingin
mengakhiri hidup. Hingga saat ini pikiran untuk mengakhiri hidup masih sering
muncul
2) Afektif : raut wajah pasien tampak sedih, pasien tampak lesu dan tidak bersemangat
3) Fisiologis : -
4) Perilaku : nada bicara pasien tampak pelan atau lirih, pasien juga tampak sering
mondar mandir , pasien tampak sering menundukkan kepala dan pandangannya
5) Sosial : kontak mata ketika diajak berinteraksi kurang
d. Sumber Koping
1) Kemampuan personal : -
2) Social support : -

20
3) Aset ekonomi : -
4) Keyakinan positif : -
e. Mekanisme Koping

Isolasi sosial

2.12 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

- Klien mengatakan ia sedih dan kecewa sejak - Klien menyendiri dan sering melamun
duduk di bangku sekolah dasar setelah kedua - Raut wajah pasien tampak sedih
orang tuanya bercerai dan sampai saat ini ia - Pasien tampak sering menundukkan kepala
diasuh atau diangkat sebagai anak oleh pakdhe dan pandangannya
dan budhe nya - Pasien tampak lesu dan tidak bersemangat
- Klien mencoba bunuh diri dengan minum obat - Nada bicara pasien tampak pelan atau lirih
dalam jumlah yang banyak dan menyayat - Pasien juga tampak sering mondar mandir.
nadinya karena disuruh suara-suara yang - TTV:
didengarnya - TD: 115/81 mmHg,
- Klien mengatakan sudah berobat ke dokter - HR: 75x/menit,
psikolog tetapi pengobatannya kurang berhasil - RR:18x/menit, S: 36,9˚C.
karena ia tidak teratur minum obat. - Pasien mendapatkan terapi Seroquel 300mg
- Klien juga mengatakan sejak kecil ia selalu (2x1) , Trifluoperazine 5mg (2x1), THP 2mg
dikucilkan oleh teman-temannya dan diejek (2x1), Clozapine 25 mg(1x1) dan Sertraline
sebagai “anak haram” dan “anak sampah” dan 50 mg (1x1)
ejekan tersebut berlangsung hingga ia duduk
DT
dibangku SMA
- Pasien mengatakan karena ia dibiayai oleh - Tampak luka sayatan pada tangan pasien
pakde dan bude nya maka ia selalu dituntut - Wajah pasien tampak sayu
untuk menjadi anak yang baik dan berprestasi
dan hal tersebut membuat ia merasa tertekan.

21
- Pasien sering diperlakukan berbeda oleh pakde
dan bude nya
- Pasien mengatakan malu dan merasa tidak
berguna sehingga ingin mengakhiri hidup

2.13 Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


Keperawatan

1 DS Resiko bunuh diri Demografi


(SDKI.Hal
- Pasien mengatakan malu dan 293.D.0135)
merasa tidak berguna sehingga
ingin mengakhiri hidup
- Klien mencoba bunuh diri dengan
minum obat dalam jumlah yang
banyak dan menyayat nadinya
karena disuruh suara-suara yang
didengarnya
- Klien mengatakan sudah berobat
ke dokter psikolog tetapi
pengobatannya kurang berhasil
karena ia tidak teratur minum
obat.

DO

- Klien menyendiri dan sering


melamun
- Raut wajah pasien tampak sedih

22
- Pasien tampak sering
menundukkan kepala dan
pandangannya
- Pasien tampak lesu dan tidak
bersemangat
- Nada bicara pasien tampak pelan
atau lirih

DT

- Tampak luka sayatan pada tangan


pasien
- Wajah pasien tampak sayu

2 DS
Harga diri rendah Pengalaman tidak
- Klien juga mengatakan sejak kecil kronis (SDKI Hal menyenangkan
ia selalu dikucilkan oleh 192.D0086)

teman-temannya dan diejek


sebagai “anak haram” dan “anak
sampah” dan ejekan tersebut
berlangsung hingga ia duduk
dibangku SMA
- Pasien mengatakan karena ia
dibiayai oleh pakde dan bude nya
maka ia selalu dituntut untuk
menjadi anak yang baik dan
berprestasi dan hal tersebut
membuat ia merasa tertekan.
- Pasien sering diperlakukan
berbeda oleh pakde dan bude nya

23
- Pasien mengatakan malu dan
merasa tidak berguna sehingga
ingin mengakhiri hidup

DO

- Klien menyendiri dan sering


melamun
- Raut wajah pasien tampak sedih
- Pasien tampak sering
menundukkan kepala dan
pandangannya
- Pasien tampak lesu dan tidak
bersemangat
- Nada bicara pasien tampak pelan
atau lirih

3 DS
Koping tidak efektif Gangguan perilaku,
- Pasien mengatakan karena ia (SDKI Hal ketidakpercayaan
dibiayai oleh pakde dan bude nya 210.D.0096) kemampuan diri
mengatasi masalah,
maka ia selalu dituntut untuk ketidakadekuatan
menjadi anak yang baik dan sistem pendukung
resiko
berprestasi dan hal tersebut
membuat ia merasa tertekan.
- Pasien sering diperlakukan
berbeda oleh pakde dan bude nya

DO

- Klien menyendiri dan sering


melamun
- Raut wajah pasien tampak sedih

24
- Pasien tampak sering
menundukkan kepala dan
pandangannya
- Pasien tampak lesu dan tidak
bersemangat
- Nada bicara pasien tampak pelan
atau lirih
- Pasien juga tampak sering mondar
mandir

2.14 Pohon Masalah

2.15 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

1 Resiko Bunuh Diri b.d Demografi (SDKI.Hal 293.D.0135)

2 Harga Diri Rendah Kronis b.d pengalaman tidak menyenangkan (SDKI. Hal
192.D0086)

25
3 Koping Tidak Efektif b.d Gangguan perilaku, ketidakpercayaan kemampuan diri
mengatasi masalah, ketidakadekuatan sistem pendukung resiko (SDKI Hal
210.D.0096)

2.16 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan (TUM Kriteria Evaluasi Intervensi (SIKI) Rasional
& TUK) (SLKI)
Resiko bunuh TUM: Setelah dilakukan Manajemen Mood (I.09289) Manajemen mood
diri b.d. Pasien tidak Observasi 1. Efek dan kinerja obat
demografi
asuhan keperawatan
(SDKI.Hal
mencederai selama 3x24 jam, 1. Identifikasi mood yang diberikan kepada
293.D.0135) dirinya sendiri 2. Identifikasi resiko pasien dapat terpantau
pertemuan klien
atau tidak keselamatan diri atau 2. Terjalin hubungan
melakukan menunjukan orang lain saling percaya dengan
bunuh diri. tanda-tanda: Terapeutik pasien
TUK 1: Kontrol Diri (L.09076) 1. Bina hubungan 3. Pasien tidak merasa
Pasien dapat 1. Verbalisasi interpersonal saling dihakimi
membina keinginan bunuh diri percaya 4. Tercipta rasa aman
hubungan saling menurun 2. Berikan kesempatan dan nyaman pada
percaya untuk menyampaikan pasien
2. Verbalisasi isyarat
perasaan dengan cara 5. Orientasi pasien dapat
bunuh diri yang tepat diluruskan
3. Verbalisasi ancaman Edukasi 6. Manajemen stress
bunuh diri 1. Jelaskan tentang dapat terlatih
4. Verbalisasi gangguan mood dan
kehilangan penanganannya Orientasi Realita
hubungan yang 2. Ajarkan memonitor mood 1. Perubahan orientasi,
secara mandiri kognitif, dan perilaku
penting
3. Ajarkan keterampilan dapat dipantau
5. Perilaku ancaman koping dan penyelesaian 2. Tercipta rasa aman,
bunuh diri menurun masalah baru nyaman, dan saling
Tingkat Depresi percaya dengan pasien
(L.09097) Pencegahan Bunuh Diri 3. Pasien tidak merasa
1. Perasaan tidak (I.14538) sendirian dengan
Observasi adanya terapi
berharga menurun
1. Identifikasi gejala resiko kelompok
2. Putus asa, pikiran bunuh diri 4. Keluarga dapat
mencederai diri 2. Identifikasi keinginan dan membantu
sendiri menurun pikiran rencana bunuh diri meluruskan orientasi

26
3. Pikiran bunuh diri 3. Memonitor adanya pasien yang keliru
menurun perubahan mood atau
perilaku
Terapeutik
1. Libatkan keluarga dalam
perencanaan keperawatan
2. Lakukan pendekatan
langsung dan tidak
menghakimi saat
membahas bunuh diri
3. Hindari diskusi berulang
tentang bunuh diri
sebelumnya
4. Diskusikan rencana
menghadapi ide bunuh
diri dimas depan
Edukasi
1. Anjurkan diskusikan
perasaan yang dialami
kepada orang lain
2. Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
3. Latih pencegahan resiko
bunuh diri
Harga Diri TUM : Setelah dilakukan Promosi Harga Diri Promosi Harga Diri:
Rendah Klien dan (I.09308) 1. Verbalisasi pasien yang
Kronis b.d
asuhan keperawatan
pengalaman
keluarga mampu selama 3x24 jam, Observasi merendahkan diri sendiri
tidak mengatasi harga 1. Monitor verbalisasi yang dapat terpantau
pertemuan klien
menyenangka diri rendah merendahkan diri sendiri 2. Tingkat harga diri
n (SDKI. Hal kronis yang menunjukan 2. Monitor tingkat harga diri pasien dapat terpantau
192.D0086) dialami klien tanda-tanda: setiap waktu, sesuai 3.Pasien dapat
Harga Diri (L.09069) kebutuhan mengungkapkan
TUK: 1. Mampu menilai diri Terapeutik verbalisasi yang positif
1.Klien dapat secara positif 1. Motivasi terlibat dalam untuk diri sendiri
membina 2. Memiliki perasaan verbalisasi positif untuk 4.Pasien dapat percaya
hubungan saling diri sendiri terhadap penilaian diri
memiliki kelebihan
percaya dengan 2. Diskusikan pernyataan sendiri
perawat. atau kemampuan tentang harga diri 5. Pasien mengingat
2.Klien dapat positif 3. Diskusikan kepercayaan pengalaman yang dapat
mengidentifikasi 3. Mampu menerima terhadap penilaian diri meningkatkan harga diri
aspek positif dan penilaian positif 4. Diskusikan pengalaman 6. Pasien dapat memahami
kemampuan terhadap diri sendiri yang meningkatkan harga alasan munculnya kritik,
yang dimiliki 4. Postur tubuh diri rasa bersalah, dan persepsi
5. Diskusikan persepsi negatif terhadap diri
menampakkan
negatif diri sendiri

27
wajah 6. Diskusikan alasan 7. Pasien dapat merasa
5. Perasaan bersalah mengkritik diri atau rasa nyaman terhadap
berkurang bersalah lingkungan dan
7. Berikan umpan balik aktivitasnya
6. Tidak ada perasaan
positif atas peningkatan 8. Keluarga mengetahui
tidak mampu mencapai tujuan pentingnya konsep positif
melakukan apapun 8. Fasilitasi lingkungan dan pada diri pasien
aktivitas yang 9. Pasien dapat
Ketahanan Keluarga meningkatkan harga diri mengetahui kekuatan yang
(L.09074) ada pada dirinya
1. Mengungkapkan Edukasi 10.Pasien dapat bersikap
1. Jelaskan kepada keluarga terbuka/lapang dada
harapan yang positif
pentingnya dukungan 11. Pasien dapat berlatih
antar anggota dalam perkembangan kemampuan menyatakan
keluarga konsep positif diri pasien hal-hal positif pada dirinya
2. Menggunakan 2. Anjurkan 12. Pasien dapat berpikir
strategi koping yang mengidentifikasi kekuatan & berperilaku positif
efektif yang dimiliki
3. Anjurkan membuka diri Dukungan Perasaan
terhadap kritik negatif Bersalah
Ketahanan Personal
4. Latih peningkatan 1. Adanya keyakinan
(L.09073) tanggung jawab untuk diri yang tidak rasional
1. Menunjukkan harga sendiri dalam diri pasien dapat
diri positif 5. Latih pernyataan/ ditemukan
2. Mengambil kemampuan positif diri 2. Pasien dapat
tanggung jawab 6. Latih cara berfikir dan memahami respon
berperilaku positif yang dilakukan dirinya
terhadap situasi
Dukungan Perasaan 3. Pasien dapat
Bersalah (I.09268) memahami dampak
Observasi yang muncul terhadap
1. Identifikasi adanya hubungan keluarga
keyakinan tidak rasional 4. Pasien dapat
Terapeutik memahami rasa
1. Fasilitasi bersalah pada dirinya
mengidentifikasi situasi sendiri
perasaan muncul dan 5. Pasien dapat
respons terhadap situasi menghentikan rasa
2. Fasilitasi bersalah yang ada
mengidentifikasi refleks dalam dirinya
perasaan yang destruktif 6. Pasien dapat
3. Fasilitasi menemukan pilihan
mengidentifikasi dampak untuk mencegah dan
situasi pada hubungan menebus penyesalan
keluarga dalam dirinya
4. Fasilitasi memahami rasa

28
bersalah terhadap trauma

Edukasi
1. Bimbing untuk mengakui
kesalahan diri sendiri
2. Ajarkan menggunakan
teknik menghentikan
pikiran dan substitusi
pikiran dengan relaksasi
otot saat pikiran bersalah
terus dirasakan
3. Ajarkan mengidentifikasi
pilihan untuk mencegah,
mengganti, menebus
kesalahan dan
penyesalan.
Koping Tidak TUK 3: Setelah dilakukan
Efektif b.d Meningkatkan asuhan keperawatan Dukungan Pengambilan Dukungan Pengambilan
Gangguan
perilaku,
kemampuan selama 3x24 jam, Keputusan (I.09265) Keputusan (I.09265)
ketidakpercay pasien dalam
pertemuan klien
aan memecahkan
kemampuan masalah. menunjukan Observasi 1. Mendiskusikan dengan
diri mengatasi tanda-tanda: pasien cara
masalah,
Status Koping 1. Identifikasi persepsi menyelesaikan
ketidakadekua mengenai masalah dan masalahnya.
tan sistem (L.09086)
informasi yang memicu 2. Mendiskusikan dengan
pendukung 1. Kemampuan
resiko (SDKI konflik pasien tentang
Hal memenuhi peran efektifitas tiap-tiap
210.D.0096) sesuai usia Terapeutik cara penyelesaian
2. Perilaku koping masalah tersebut.
adaptif 1. Fasilitasi mengklarifikasi 3. Mendiskusikan dengan
nilai dan harapan yang pasien cara
3. Verbalisasi
membantu membuat menyelesaikan
pengetahuan pilihan masalah yang lebih
masalah meningkat 2. Diskusikan kelebihan baik.
4. Tanggung jawab diri dan kekurangan dari
meningkat setiap solusi
5. Verbalisasi 3. Fasilitasi melihat situasi
menyalahkan orang secara realistis
4. Motivasi
lain menurun mengungkapkan tujuan
6. Verbalisasi rasional perawatan yang
kegagalan menurun diharapkan
7. Hipersensitif 5. Fasilitasi pengambilan
terhadap kritik keputusan secara

29
menurun kolaboratif
6. Hormati hak pasien
untuk menerima atau
menolak informasi
7. Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, jika perlu
8. Fasilitasi hubungan
antara pasien, keluarga,
dan tenaga Kesehatan
lainnya

Edukasi

1. Jelaskan alternatif solusi


secara jelas
2. Berikan informasi yang
diminta pasien

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan tenaga


Kesehatan lain dalam
memfasilitasi pengambilan
keputusan

2.17 Hasil - Hasil Penelitian Askep Pada Pasien Resiko Bunuh Diri

Nama jurnal : Hubungan antara kesepian dengan ide bunuh diri yang dimoderasi oleh depresi
pada remaja dengan orang tua bercerai

Penulis : Khumaira Alia Ainunnida

Tahun terbit : 2018

Hasil :

Perceraian dalam keluarga merupakan masa transisi dan membutuhkan penyesuaian


besar, terutama bagi kaum muda. Hal ini disertai dengan perubahan struktur keluarga,

30
peran, hubungan dan masalah keuangan, dan memiliki dampak yang signifikan pada fungsi
keluarga (Thompson & Rudolph, 2000 dalam Greef, 2004). Menurut penelitian Parke
(2008) pada tahun pertama setelah perceraian, orang tua kurang dapat diakses oleh anak-anak
mereka, kualitas pengasuhan yang lebih buruk, dan jauh lebih sulit untuk hanya satu orang
untuk menetapkan dan menjalankan peran keluarga. Selain sibuk dengan kebutuhan
sendiri dan beradaptasi dengan perceraian yang sedang dialami.Santrock (2018)
mendefinisikan masa remaja ialah sebuah masa transisi perkembangan yang dimulai dari masa
kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Dimulai dari memasuki usia sekitar 10 tahun hingga
12 tahun serta berakhir pada usia 18 tahun hingga 21 tahun. Dimana remaja pada usia ini belajar
membentuk nilai dan keyakinannya serta mulai mengenali identitas dirinya (Monks, et al.,
2002). Ciri-ciri remaja yang mencari jati diri adalah rentan terhadap masalah. Masalah remaja
dapat dibagi menjadi dua jenis: eksternalisasi dan internalisasi (Santrock,2018).

Jika individu mengarahkan masalah yang dialami anak muda ke dunia luar,
biasanya dalam bentuk agresi atau kenakalan remaja, masalah tersebut di eksternalisasi.
Internalisasi masalah terjadi ketika remaja mengalihkan masalah seperti depresi, kesepian,
dan kecemasan pada diri mereka sendiri.Dari segi psikologis, remaja dari keluarga
yang bercerai jauh lebih mungkin mengalami masalah emosional seperti kesepian (Yuliawati,
Setiawan & Mulya, 2007), tetapi semua remaja belum tentu kesepian atau merasakan
keinginan bunuh diri. Selain itu, menurut penelitian Yuliawati, Setiawan, dan Mulya (2007),
remaja dengan orang tua bercerai justru mengalami perubahan positif setelah
orang tuanya bercerai, yaitu menjadi lebih kuat, mandiri, lebih religius, lebih taat beribadah.
Serta lebih patuh kepada salah satu orangtua yang tinggal bersama mereka, atau bahkan remaja
tersebut tidak mengalami perubahan apapun (Yuliawati, Setiawan & Mulya, 2007).Masa
remaja sangat membutuhkan hubungan interpersonal dengan orang tua. Individu akan
mengalami reaksi emosional dan perilaku kehilangan orang tua. Stres dan konflik akibat
hidup dengan orang tua yang bercerai dapat menyebabkan remaja kehilangan komunikasi
dan berpotensi merasa kesepian. Stravynski dan Boyer (2001) juga menyatakan
bahwa remaja yang kehilangan dukungan sosial dan emosional dari keluarganya memiliki
peningkatan risiko merasa kesepian yang tinggi.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri.
Bunuh diri seringkali dilakukan akibat adanya rasa keputusasaan yang disebabkan oleh
gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, schizophrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme atau penyalahgunaan obat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian,
pengangguran, dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981) (dikutip oleh Leahey
dan Wright, 1987) melalui penelitiannya menyebutkan bahwa motivasi remaja melakukan
percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan
jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah dengan saudara

3.2 Saran

Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup ciri-ciri pasien yang ingin
mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien.
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa.

32
DAFTAR PUSTAKA

Dessy, Rossyta. 2018. Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri

Keliat, B.D., dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Litaqia, W., & Permana, I. (2019). Peran Spiritualitas dalam Mempengaruhi Resiko Perilaku
Bunuh Diri: A Literature Review. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 6(2),
615-624.

Tim Dosen Keperawatan Jiwa. 2022. Modul Pembelajaran Keperawatan Jiwa: Asuhan
Keperawatan Pada Paien dengan Gangguan Jiwa. Prodi S1 Keperawatan: UPN Veteran
Jakarta

Yollanda, Amadea. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Resiko Bunuh Diri

33

Anda mungkin juga menyukai