Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan laporan SGD (Small Group
Discussion) ini bisa tersusun. Laporan ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar
mahasiswa (LBM 1)”Lemas dan Pucat” pada sistem Hematologi & Imunologi meliputi seven
jumps step yang dibagi menjadi dua sesi SGD. Dalam penyusunan laporan ini, saya mendapat
banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui
kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Irsandi Riski Farmananda, S.Ked, selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group
Discussion) kelompok 9
2. Teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya kepada saya. Saya menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu pendalaman lebih lanjut.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Akhir kata saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
yang akan menggunakannya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 4
1.1 Skenario ..................................................................................................................................... 4
1.2 Deskripsi Masalah ..................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 5
2.1 Fisiologi & Komponen Darah .................................................................................................. 5
2.2 Histologi Darah ......................................................................................................................... 8
2.3 Klasifikasi Anemia .................................................................................................................... 9
2.4 Etiologi Anemia ....................................................................................................................... 12
2.5 Epidemiologi Anemia .............................................................................................................. 17
2.6 Patofisiologi Anemia ............................................................................................................... 18
2.7 Tata Laksana Anemia ............................................................................................................. 21
2.8 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Anemia .................................................... 23
BAB III .............................................................................................................................................. 26
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
AK seorang anak laki laki berusia 8 tahun, datang ke poliklinik Anak RS Unizar diantar
oleh orangtuanya dengan keluhan lemas dan pucat sejak 1 minggu yang lalu. Menurut ibu
pasien, keluhan pucat paling terlihat pada daerah muka, telapak tangan dan kaki. Pasien
juga muah merasa kelelahan setelah beraktifitas ringan. Selain itu, ibu pasien juga
mengatakan perut pasien semakin membuncit, nyeri pada bagian perut, serta nafsu makan
menurun. Keluhan seperti ini sudah sering terjadi. Adik pasien yang berusia 2 tahun juga
mengalam keluhan serupa dan sudah melakukan tranfusi darah sejak usia 5 bulan.
PEMBAHASAN
2.1 Fisiologi & Komponen Darah
Darah adalah media pengangkut atau sebagai transportasi bahan-bahan antara sel dan
lingkungan eksternal atau diantara sel itu sendiri. Transportasi bahan-bahan tersebut
sangat penting untuk mempertahankan homeostasis. Darah membentuk sekitar 8 % dari
total berat badan. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus yaitu eritrosit (sel
darah merah), leukosit( sel darah puih),trombosit(platelet). Seluruh sel-sel tersebut
tersuspensi atau terlarut dalam plasma. Plasma merupakan komponen darah yang
berbentuk cairan yang dimana tidak ada komponen element cellular. Plasma terdiri dari
beberapa komponen yaitu air, elektrolit, nutrisi,gas, zat sisa, hormone, dan plasma protein.
Air yang terkandung dalam plasma berfungsi sebagai media transport berbagai macam zat-
zat atau bahan-bahan yang dibawa oleh darah. Selain itu air yang terkandung dalam plasma
dapat berfungsi menghantarkan panas yang dihasilkan oleh proses metabolime di dalam
jaringan. (Sherwood,2019)
Elektrolit yang terkandung pada plasma berfungsi sebagai eksitabilitas membrane sel,
berperan dalam pertukaran cairan melalui tekanan osmotic antara ekstraseluler dan
intraseluler. Elektrolit-elektrolit dalam darah juga berperan sebagai buffer dalam
perubahan pH didalam darah. (Sherwood,2019)
Secara umum plasma protein berperan dalam efek osmotic yang penting dalam
distribusi cairan ekstraseluler , serta sebagai buffer perubahan pH. Plasma protein terdiri
dari albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin, merupakan protein plasma yang plaing
banyak serta berperan besar dalam menentukan tekanan osmotic koloid . Albumin ini juga
berkaitan dengan bahan-bahan yang tidak larut dalam plasma misalnya bilirubin, garam
empedu, dan penisilin untuk transportasi dalam plasma. (Sherwood,2019)
Plasma ptotein yang kedua adalah globulin. Globulin dibagi lagi menjadi dua yaitu
globulin α dan β, serta globulin γ . Globulin α dan β memiliki fungsi untuk mengangkut
banyak bahan tidak larut air seperti kolesterol, besi dan yang lainnya. Berbeda dengan
globulin α dan β, globulin γ berfungsi sebagai antibody. Protein plasma ini disintesis oleh
hati, kecuali globulin γ yang di produksi oleh limfosit. Komponen plasma ketiga adalah
fibrinogen, yang merupakan faktor penting dalam pembekuan darah. (Sherwood,2019)
Plasma terbagi menjadi dua yaitu plasma water dan substansi larut dalam plasma.
Plasma water berfungsi sebagai media untuk bahan yang dibawa dalam darah. Sebagian
besar zat anorganik dan organik larut dalam plasma. komponen anorganik ini membentuk
sekitar 1 % berat plasma elektrolit (ion) yang paling banyak dalam plasma adalah natrium
dan klorida,sebagiannya kecilnya adalah bikarbonat, kalium dan kalsium. Fungsi penting
dari ion-ion tersebut adalah berperan dalam eksitabilitas membrane, distribus osmotic
cairan antara CES dan sel, dan buffer perubahan pH. Komponen organic yang paling
banyak berdasarkan berat adalah plasma protein yang membentuk sekitar 6-8 % dari berat
total plasma. Sebagian kecil komponen organik lainnya seperti nutrient (glukosa, asam
amino, lipid dan vitamin),waste products (kreatinin, bilirubin, dan substansi nitrogen
(urea)),gas terlarut (O2 dan CO2), dan hormon. (Sherwood,2019)
Elemen cellular dari darah terdiri dari eritrosit atau sel darah merah, leukosit atau sel darah
putih, serta trombosit atau platelet :
• Eritrosit atau sel darah merah ini memiliki fungsi yaitu mengangkut O₂(khususnya)
dan CO₂. Susunan eritrosit sendiri sangatlah kompleks. Pada bagian dinding,
eritrosit tersusun oleh lipid dan protein. Sedangkan pada bagian dalam, eritrosit
memiliki hemoglobin namun tidak memiliki nukleus. Sel darah merah sendiri aktif
selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Eritrosit berbentuk lempeng
bikonkaf dengan diameter sekitar 8 μm, dan tebal 2 μm namun dapat berubah
bentuk sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya, selain itu setiap eritrosit
mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada pria dewasa dengan
jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar hemoglobin sekitar 15,6
mg/dl Eritrosit berasal dari sel punca pluripoten di dalam sumsum tulang merah
yang menghasilkan seluruh jenis sel darah. Sel punca myeloid adalah sel punca
yang terdeferensiasi sebagian menghasilkan eritrosit dan beberapa jenis sel darah
lain. (Barret, 2015).
• Elemen kedua adalah leukosit, leukosit terdiri dari neutrophil yang berperan dalam
menelan bakteri dan debris; eusinofil yang berfingsi menyerang cacing parastik
serta berperan dalam reaksi alergik;basophil yang berfungsi mengeluarkan
histamine,yang penting dalam realsi alergik,;monosit yang berfungsi dalam transit
untuk menjadi makrofag jaringan;serta limfosit, yang dibagi lagi menjadi limfosit
B yang menghasilkan antibody dan limfosit T menghasilkan respon imun. (Barret,
2015).
• Elemen ketiga adalah trombosit yang berperan dalam hemostasis. (Barret, 2015).
Fisiologi Pembentukan Sel Darah Hemopoiesis adalah istilah yang digunakan untuk
proses pembentukan sel darah dalam tubuh. Hematopoiesis merupakan proses
pembentukan komponen sel darah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel
yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan
jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah.
Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan
beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda. Secara lebih
detailnya dapat dilihat pada gambar skema dibawah ini :
Berdasarkan gambar diatas proses produksi sel darah atau hemopoiesis adalah pada
sumsum tulang khususnya di red bone marrow(sumsum tulang merah). Proses produksi
sel darah diawali dengan undifferentiated pluropoitent stem cell yang akan berdiferensiasi
(berubah bentuk) menjadi dua yaitu myeloid stem cell dan lymphoid stem cell. Myeloid
stem cell berdiferensasi menjadi megakaryocytes, granulocyte precursor,erythrocyte, serta
monocyte precursors. Setelah precursors telah terbentuk di dalam sumsum tulang,
kemudian precursors akan di lepaskan ke sirkulasi aliran darah. Pada sirkulasi tersebut sel-
sel tersebut akan berubah menjadi bentuk mature(matang),seperti megakaryocytes akan
menjadi platelets atau trombosit, granulocyte precursor akan menjadi
granulocytes(basophil,neutrophil,eosinophil), erythrocyte akan menjadi eritrosit,serta
monocyte precursors akan menjadi monosit. Sedangkan,lymphoid stem cell akan
berdiferensiasi menjadi cikal bakal dari limfosit. (Sherwood,2019)
Sel darah merah matur memiliki waktu hidup 120 hari (kurang lebih 4 bulan) di dalam
pembuuh darah, setelah 120 hari maka sel darah akan di fagositosis oleh macrophage yang
menghasilkan komponen sisa (komponen hemoglobin) yang akan didegradasi atau
dipecah menjadi globulin, ion iron dan ion non-iron. Siklus hidup eritrosit adalah produksi,
2 juta sel per detik dalam keadaan normal. Bahan baku dari pembentukan eritrosit adalah
glukosa, lipid dan asam amino, dan degradasi (penghancuran) , setelah 120 hari masa
hidup dari eritrosit tersebut maka setelahnya akan dihancurkan oleh makrofag yang
menghasilkan komponen sisa (komponen hemoglobin) yang akan didegradasi atau
dipecah menjadi globulin, ion iron dan ion non iron(Sherwood,2019)
Bentuk Sel Eritrosit SDM adalah lempeng bikonkaf dengan diameter 7-8 µm. Sel darah
merah matang memiliki struktur sederhana. Membran plasma bersifat kuat dan lentur
sehingga SDM dapat mengalami deformasi tanpa ruptur saat terperas sewaktu melewati
kapiler sempit. Seperti yang segera dapat Anda lihat, glikolipid tertentu di membran
plasma SDM adalah antigen yang menyebabkan adanya berbagai 7 golongan darah
misalnya golongan ABO dan Rh. SDM tidak memiliki nukleus dan organel lain serta tidak
dapat bereproduksi atau melaksanakan aktivitas metabolik luas. Sitosol SDM mengandung
molekul-molekul hemoglobin; molekul penting ini disintesis sebelum hilangnya nukleus
selama produksi SDM dan menyusun sekitar 33% dari berat sel (Tortora, GJ, Derrickson,
B., 2016).
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia
adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria
ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.1 Anemia merupakan
tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari
penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna
dalam evaluasi penderita anemia. (Oehadin, 2012)
GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga
kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-
lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan
berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala
dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears).
Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam
jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard). (Oehadin, 2012)
PENYEBAB
• Pendekatan kinetik Pendekatan ini didasarkan pada mekanis-me yang berperan dalam
turunnya Hb.
• Pendekatan morfologi Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan
perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.
• Pendekatan kinetik Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independent:
➢ Berkurangnya produksi sel darah merah
➢ Meningkatnya destruksi sel darah merah
➢ Kehilangan darah. Berkurangnya produksi sel darah merah Anemia disebabkan
karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya.
Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah :
• Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan
diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (dei siensi
Fe)
• Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia,
mielodisplasia, inl itrasi tumor)
• Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
• Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah
(eritro-poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen
[hipogonadisme])
• Anemia penyakit kronis/anemia inl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi
Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup
erirosit. Peningkatan destruksi sel darah merah Anemia hemolitik merupakan
anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah
(kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120
hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi
kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang
berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.
Pendekatan morfologi Penyebab anemia dapat diklasii kasikan berdasarkan ukuran sel
darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah
normal mempunyai vo-lume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-
8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti
limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. (Oehadin, 2012)
Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik.
Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah
merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean
tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koei sien variasi volume sel darah merah atau
RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia
diklasifikasikan menjadi:
➢ Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL.
Anemia makrositik dapat disebabkan oleh:
• Peningkatan retikulosit Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal
retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan
memberikan gambaran peningkatan MCV
• Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi
folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat:
zidovudine, hidroksiurea)
• Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
• Penggunaan alcohol,
• Penyakit hati
• Hipotiroidisme (Oehadin, 2012)
➢ Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil
(MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin
dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV,
akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
anemia mikrositik hipokrom :
• Berkurangnya Fe: anemia dei siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inl
amasi, defisiensi tembaga.
• Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital
dan didapat.
• Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati (Oehadin, 2012)
➢ Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan
ini dapat disebabkan oleh:
• Anemia pada penyakit ginjal kronik.
• Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal
kronik.
• Anemia hemolitik: Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah
merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (dei siensi
G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena
kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan
dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat,
anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia
trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa
ular). (Oehadin, 2012)
2.Sekunder Radiasi pengion : pajanan tak sengaja (radioterapi, isotop radioaktif) Bahan
kimia :benzena, organofosfat dan pelarut organik lainnya, DDT dan pestisida lainnya,
obat rekreasional (ekstasi) Obat : obat yang umumnya menekan sumsum tulang (misal,
busulfan, melfalan, siklofosfamid, antrasiklin, nitrosourea), obat yang kadang atau
jarang menyebabkan depresi sumsum tulang. (Sutanegara, Rahmadhona, 2022)
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy). Terapi besi per oral: merupakan obat piliham pertama (efektif,
murah, dan aman). Preparat yang tersedia, yakni ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis
anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain: ferrosus gluconate, ferrosus
fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi
efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus (Fitriany, J., & Saputri,
A. I., 2018), (Saraswati, dkk., 2021).
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih
mahal. Indikasi dari terapi ini adalah keadaan dimana kehilangan darah yang banyak
sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral. Kebutuhan besi yang besar
dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi
Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal
kronik atau anemia akibat penyakit kronik. Preparat yang tersedia: iron dextran complex
(mengandung 50 mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah
iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan
secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Terapi
besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar
500 sampai 1000 mg. Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa
kali pemberian (Fitriany, J., & Saputri, A. I., 2018).
Pengobatan lain berupa Diet (sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi
protein terutama yang berasal dari protein hewani). Dapat juga diberikan Vitamin C 3x100
mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi. Dapat juga melakukan Transfusi darah. anemia
defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada
anemia defisiensi besi adalah adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah
jantung, Anemia yang sangat simpomatik, 26 misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok, Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti
pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi (Fitriany, J., & Saputri, A. I., 2018),
(Saraswati, dkk., 2021).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
KESIMPULAN
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.
Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan
tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada
anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa
(gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard). Anemia berdasarkan morfolaoginya
terbagi dalam 3 kelompok yaitu anemia makrositik yang terdiri dari anemia defisiensi folat dan
B12 dan juga anemia megaloblastik, Anemia Mikrositik yang terdiri dari Anemia Defisiensi
zat besi dan talasemia, serta Anemia Normositik yang terdiri dari anemia yang hiperproliferatif
yang menyebabkan anemia hemolitik dan anemia hipoproliferatif yang terdiri dari anemia
anaplastic, mielofsitik. Anemia pada umumnya memiliki gejala umum seperti lemah, letih,
lesu, Lelah, dan lunglai yang disingkat dengan 5L. gejala lainnya berupa kulit Nampak pucat
serta mata yang berkunang-kunang. Gejala khas dari anemia defisiensi besi adalah koilokia,
atrofi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, dan PICA. Pemeriksaan penunjang dari anemia
adalah pemeriksaan laboratorium hematologi yang terbagi menjadi hematologi darah rutin dan
hematologi darah lengkap. Pemeriksaan laboratorium hematologi darah rutin tersusun atas
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, trombosit, dan indeks eritrosit. Untuk hematologi
darah lengkap terdiri dari 3, yakni pemeriksaan darah rutin, hitung jenis leukosit, dan morfologi
sel
DAFTAR PUSTAKA
Bastida, J. M., dkk. (2019). Hidden myelodysplastic syndrome (MDS): A prospective study to
confirm or exclude MDS in patients with anemia of uncertain etiology. International
Journal of Laboratory Hematology, 41(1), 109–117. DOI:
https://doi.org/10.1111/ijlh.12933
Sherwood, L.Z., (2019). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi: 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tortora, & Gerard, J. ( 2016). Dasar Anatomi & Fisiologi. Volume 2 Edisi 13. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran : EGC.
Barret, Kim E. et.al. (2015) . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. (Ganong’s Review of
Socha, D. S., DeSouza, S. I., Flagg, A., Sekeres, M., & Rogers, H. J. (2020). Severe
megaloblastic anemia: Vitamin deficiency and other causes. Cleveland Clinic Journal
of Medicine, 87(3), 153–164. DOI: https://doi.org/10.3949/ccjm.87a.19072
Nagao, T., & Hirokawa, M. (2017). Diagnosis and treatment of macrocytic anemias in adults.
Journal of General and Family Medicine, 18(5), 200–204. DOI:
https://doi.org/10.1002/jgf2.31
Shipton, M. J., & Thachil, J. (2015). Vitamin B12 deficiency - A 21st century perspective.
Clinical Medicine, Journal of the Royal College of Physicians of London, 15(2), 145–
150. DOI: https://doi.org/10.7861/clinmedicine.15- 2-145
Soffer, S., Efros, O., Levin, M. A., Freeman, R., Zimlichman, E., Reich, D. L., & Klang, E.
(2022). Low Frequency of Folate and Vitamin B12 Deficiency in Patients with Marked
Macrocytic Anemia. Journal of General Internal Medicine, 37(13), 3504– 3505. DOI:
https://doi.org/10.1007/s11606-022- 07451-2
Kaur, N., Nair, V., Sharma, S., Dudeja, P., & Puri, P. (2018). A descriptive study of clinico-
hematological profile of megaloblastic anemia in a tertiary care hospital. Medical
Journal Armed Forces India, 74(4), 365–370. DOI:
https://doi.org/10.1016/j.mjafi.2017.11.00 5
Malek, E., & Sacher, R. A. (2021). Megaloblastic Anemia. Pathobiology of Human Disease:
A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms, 1499–1505. DOI:
https://doi.org/10.1016/B978-0-12- 386456-7.07905-3
Stabler, S. P. (2013). Clinical practice. Vitamin B12 deficiency. The New England Journal of
Medicine, 368(2), 149–160. DOI: https://doi.org/10.1056/NEJMcp1113996
Teixeira, A. M., Macedo, B., Fontes, C. P., & Manuel, M. (2022). Macrocytic Anaemia: Not
Always a Straightforward Diagnosis. Cureus, 14(3), 12–15. DOI:
https://doi.org/10.7759/cureus.23152
Yang, J., Yan, B., Yang, L., Li, H., Fan, Y., Zhu, F., Zheng, J., & Ma, X. (2018). Macrocytic
anemia is associated with the severity of liver impairment in patients with hepatitis B
virus-related decompensated cirrhosis: A retrospective cross-sectional study. BMC
Gastroenterology, 18(1), 1–7. DOI: https://doi.org/10.1186/s12876-018-0893-9
Silbernagl, S, Lang, F (2018). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi, EGC, Jakarta
Saraswati, P. P. T., Lestari, A. A. W., & Herawati, S. (2021). Gambaran Kasus Penyakit Ginjal
Kronik Dengan Anemia Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2018 Dan 2019.
E-Jurnal Medika Udayana, 10(11), 7-11.
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia defisiensi besi. AVERROUS: Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1-14.
Sutanegara K D P. Rahmadhona D(2022) Anemia Aplastik: Dari Awitan Hingga Tata Laksana.
Jurnal Kedokteran Unram. Mataram. Indonesia
Khaidir M(2007) Anemia Defisiensi Besi. Andalas Journal Of Public Health. Sumatera.
Indonesia
Valentina E A. Ludong M(2021) Gambaran Jenis Anemia Ibu Hamil Multipara di RS Citra
Medika Sidoarjo Periode 2016-2020. Taruma Negara Medical Journal. Jakarta.
Indonesia
Rojas B. Wahid I(2020) Terapi Transfusi Darah Leukodepleted Pada Pasien Thalassemia.
Jurnal Human Care Universitas Andalas. Sumatra. Indonesia