SMAN 1 BUNGURSARI
SINDROM JACOB
Keberadaan kromosom tambahan pada penderita sindrom Jacob dapat menyebabkan munculnya
sejumlah gejala. Gejala ini bisa menyebabkan gangguan berbicara, kesulitan belajar, serta masalah
koordinasi atau perilaku. Pengobatan sindrom Jacob yang diberikan akan berdasarkan gejala yang
dimiliki dan tingkat keparahannya.
Meski begitu, gejalanya dapat sangat bervariasi di antara para penderitanya. Umumnya penderita
sindrom Jacob tidak memiliki ciri fisik berbeda yang tampak jelas, tetapi banyak yang memiliki tinggi
di atas rata-rata.
Sindrom Jacob terjadi pada 1 dari 1.000 kelahiran anak laki-laki. Kebanyakan anak laki-laki dengan
sindrom XYY dapat tumbuh sehat, memiliki perkembangan seksual dan kesuburan normal, sehingga
masih bisa menjalani kehidupan yang produktif.
Komplikasi
Pasien dengan sindrom Jacobs telah ditemukan memiliki peningkatan risiko penyakit tertentu,
antara lain:
Asma
Gangguan kejang dan tremor
Kelainan pada sistem genitourinaria (sistem reproduksi dan kemih), seperti mikropenis,
skrotum tidak berkembang (hipoplastik), kriptorkismus, dan hipospadia.
Sulit memiliki anak karena sindrom Jacobs memicu oligospermia
Peningkatan kadar testosteron yang dikaitkan dengan peningkatan risiko perilaku agresif
Kromosom tersebut mengandung gen yang menentukan karakteristik individu, seperti warna mata
dan tinggi badan. Anak laki-laki biasanya memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY).
Sindrom Jacob disebabkan oleh adanya salinan ekstra kromosom Y menjadi (XYY) di setiap sel tubuh
sehingga jumlah kromosom yang dimiliki berjumlah 47 alih-alih 46. Pada beberapa kasus, kelebihan
kromosom Y ini hanya terjadi di beberapa sel, sementara sel lainnya memiliki salinan genotipe XY
yang normal. Kondisi ini disebut dengan istilah mosaikisme 46, XY/47, XYY.
Sindrom Jacob bukanlah penyakit genetik yang diturunkan dan tidak dipengaruhi oleh kebiasaan
atau pola hidup orangtua. Perubahan kromosom terjadi sebagai peristiwa acak (random) selama
pembentukan sel sperma. Kesalahan dalam pembelahan sel yang disebut nondisjunction dapat
menghasilkan sel sperma dengan salinan ekstra kromosom Y. Adapun penyebab terjadinya
nondisjunction tersebut tidak diketahui dengan pasti.
Sementara bagi pasien yang sudah dewasa, dokter biasanya mencurigai kondisi sindrom Jacob saat
memeriksa masalah kesuburan seperti jumlah sperma yang rendah.
Untuk mendiagnosis sindrom Jacob, dokter akan melakukan tes darah untuk mendeteksi kelebihan
kromosom Y. Jika anak masih dalam kandungan, kondisi ini dapat ditemukan melalui tes prenatal
noninvasif (NIPT). Prosedur ini dilakukan dengan pengambilan sampel cairan di sekitar janin, jaringan
dari plasenta, atau darah dari ibu. Metode lain yang dapat digunakan untuk memeriksa keberadaan
salinan ekstra kromosom pada janin adalah dengan prosedur chorionic villus sampling (CVS). Pada
pemeriksaan ini, dokter akan mengevaluasi jaringan chorionic villi yang diambil dari plasenta.
Pada pasien bayi, anak-anak, maupun dewasa, diagnosis dilakukan dengan menggunakan tes
microarray pada bayi dan analisis kariotipe dari sampel darah pasien.
Pasien sindrom Jacob yang mengalami masalah infertilitas juga memerlukan pengujian tambahan
seperti analisis sperma, USG testis, dan pemeriksaan darah untuk mengukur hormon reproduksi.
Berikut ini adalah beberapa perawatan pada pasien sindrom Jacob dapat meliputi:
1. Terapi wicara
Terapi wicara dapat menangani kesulitan atau keterlambatan bicara pada pasien sindrom Jacob.
Prosedur ini dilakukan oleh terapis wicara terlatih untuk memperbaiki kemampuan komunikasi
pasien, meningkatkan kemampuan bicara dan berbahasa, termasuk bahasa nonverbal, seperti
bahasa isyarat.
Fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan bergerak akibat hipotonia yang
disebabkan sindrom Jacob.
3. Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan bagi pada anak dengan sindrom Jacob yang memiliki masalah
perkembangan fisik, sensorik, atau kognitif. Terapi ini dapat membantu anak untuk lebih mandiri
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Program belajar
Beberapa anak dengan sindrom Jacob mengalami ketidakmampuan belajar. Orangtua dapat
berkonsultasi dengan guru, kepala sekolah, dan koordinator pendidikan khusus untuk mengatur
program pendidikan yang paling sesuai bagi anak.
Perawatan lain dapat dilakukan sesuai gejala dan komplikasi yang muncul. Misalnya, pengobatan
asma, kejang, atau masalah gigi.
Terapi gangguan kesuburan, terapi hormon, atau bayi tabung juga dapat dilakukan bagi pasien yang
memiliki masalah di area tersebut.
Namun, ibu hamil yang ingin memastikan janin mereka tidak memiliki kelainan genetik dapat
berkonsultasi pada ahli genetika. Dokter dapat menyarankan tes prenatal yang dapat membantu
mendeteksi risiko kelahiran anak dengan sindrom Jacob dan merencanakan langkah perawatan
selanjutnya.