Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENELITIAN

Gambaran Terkait Rujukan Pasien Maternal Terkait


Tatalaksana Rujukan Terpadu di RSUD Tarakan
Periode Oktober 2021-Maret 2022

DISUSUN OLEH:

Fitri Syawalia Anzali 112021235


Clara July Deby Sainuka 112021238

PEMBIMBING:

dr. Doddy Fernando Pausoan Gultom, Sp.OG (K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD TARAKAN JAKARTA PUSAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WANCANA
2022
PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

Nama : Fitri Syawalia Anzali

N.I.M : 102021235

No.Telp/WA : 082252815632

Nama : Clara July Deby Sainuka

N.I.M : 112021238

No.Telp/WA : 081284340488

Judul yang diajukan : Evaluasi Terkait Rujukan Pasien Maternal Terkait Tatalaksana Rujukan

Terpadu di RSUD Tarakan Periode Oktober 2021-Maret 2022

Jakarta,_____2022

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

dr. Doddy Fernando Pausoan Gultom, Sp.OG (K), M.Kes


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang
tepat dan cepat. Kematian ibu dan bayi diakibatkan karena pelayanan di fasilitas kesehatan
belum maksimal ataupun terjadi keterlambatan pelayanan rujukan bagi ibu dan bayi yang
mengakibatkan sangat terlambat pula pasien tiba di fasilitas pelayanan rujukan Dengan
adanya sistem rujukan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih
bermutu. Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan perinatal terutama dalam mengatasi keterlambatan menjadi
penyebab peningkatan Angka Kematian Ibu dan Bayi.1

Di Indonesia sudah sangat dikenal istilah “3 terlambat” yang menjadi penyebab


kematian ibu dan bayi yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat keluarga, terlambat
mencapai fasilitas pelayanan kesehatan dan terlambat mendapat pertolongan di tingkat
fasilitas kesehatan. Terlambat mengambil keputusan biasanya terjadi karena ibu lebih
memilih untuk melahirkan di rumah, adanya kendala biaya atau transportasi, dan
permasalahan akses ke fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau (geografis). 2 Dari 3
terlambat tadi jika dikaji lebih lanjut akan kita jumpai adanya masalah dalam sistem rujukan.
Oleh sebab itu, diperlukan perbaikan dalam sistem rujukan yang ada sehingga tercapai sistem
rujukan yang efektif dan efisien.2

Pada 2014 telah diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


HK.02.02/MENKES/390/2014 tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional.
Permenkes ini membahas adanya rumah sakit rujukan nasional, rujukan provinsi, dan rujukan
regional. Strategi pelaksanaan rumah sakit rujukan pada 2017 dengan melakukan pemetaan
rumah sakit rujukan nasional, propinsi, regional dengan penguatan sistem telematika. Pada
2019 terlihat bahwa pengembangan sistem rujukan masih membutuhkan penguatan. Berbagai
hambatan terjadi termasuk ketidakjelasan hubungan dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dalam hal pengaturan sistem rujukan, terjadinya perbedaan
pendapat rujukan berjenjang ataukah rujukan berbasis kompetensi, demikian pula perhatian
terhadap pengembangan sistem rujukan di daerah yang masih kurang kuat.4

Terkait Sistem Rujukan saat ini, Pada tahun 2020 Kementerian Kesehatan RI
mengeluarkan Permenkes No. 3/2020 yang mengatur Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Keberadaan Permenkes/PMK 3/2020 tentunya Sistem Rujukan Dalam Sistem Pelayanan
mempengaruhi sistem rujukan. Secara konsepsual PMK No 3/2020 memperkuat pemetaan
penjenjangan rujukan berbasis kompetensi penanganan. Sistem rujukan berjenjang berbasis
kompetensi ditetapkan berdasarkan kebutuhan medis suatu penyakit dan kompetensi fasilitas
pelayanan kesehatan (Rumah Sakit), bukan jenjang kelas rumah sakit5.

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran
hidup (BPS et al., 2016). Angka ini masih jauh dari target Sustainable Development Goals
(SDGs) Indonesia yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2016). Konsep “Three Delays”
penyebab kematian ibu yaitu keterlambatan memutuskan mencari pelayanan, keterlambatan
mencapai fasilitas kesehatan yang memadai, dan keterlambatan menerima pelayanan yang
memadai di fasilitas kesehatan. Beban keuangan ditengarai dapat menghambat ibu dalam
mendapatkan pelayanan persalinan di semua tipe keterlambatan. Salah satu upaya pemerintah
untuk menekan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) adalah dengan menerapkan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan sosial yang ditetapkan
di Indonesia dalam UU No. 40 Tahun 2004. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warga negaranya
untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Undang-Undang No.40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial
wajib bagi seluruh penduduk di Indonesia, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Yulvira Media, 2019). Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan tujuan untuk memproteksi seluruh
masyarakat dengan premi terjangkau dan dengan coverage lebih luas untuk seluruh
masyarakat (Abidin, 2016).4
Sistem rujukan maternal adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif,
pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat, sehingga tercapai peningkatan derajat
kesehatan ibu hamil melalui peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
maternal di wilayah mereka. Sistem rujukan pelayanan maternal harus mengacu pada prinsip
utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan
kewenangan fasilitas pelayanan, serta harus dikelola setiap data dari pasien secara sistematis
dan koordinatif dari perujuk maupun tempat yang dirujuk untuk menjamin evaluasi dan
peningkatan pelayanan kesehatan maternal yang baik dan terarah guna menurunkan AKI dan
AKB sesuai yang diharapkan. Mengingat pentingnya rujukan maternal, maka penelitian ini
bertujuan mengetahui Evaluasi Terkait Rujukan Pasien Maternal Terkait Tatalaksana
Rujukan Terpadu di RSUD Tarakan Periode Oktober 2021-Maret 2022

1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan, yaitu:
Apakah pasien maternal yang dirujuk di RSUD Tarakan sudah dilakukan tatalaksana sesuai
tatalksanan rujukan terpadu ?

1.2.1 Masalah

1.3.1 Tujuan Umum

Melihat gambaran terkait pasien maternal yang dirujuk ke RSUD Tarakan sudah ditatalaksana
sesuai tatalaksana rujukan terpadu

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik usia ibu, usia kehamilan, dan paritas pada pasien rujukan maternal
di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
2. Mengetahui penyakit penyerta terbanyak pada pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan
bulan Oktober 2021-Maret 2022
3. Mengetahui Riwayat ANC pada pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober
2021-Maret 2022
4. Mengetahui response time Tindakan SC yang diberikan pada pasien rujukan maternal di
RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
5. Mengetahui Penatalaksana yang sudah diberikan pada pasien rujukan maternal di RSUD
Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang apa saja yang sudah diperiksa pada pasien rujukan
maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
7. Mengetahui Perencanaan Rujukan Terencana (BAKSOKUDA) pada pasien rujukan
maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
1.3 Manfaat penelitian
1. Diharapkan dapat digunakan dalam mengetahui karakteristik usia ibu, usia kehamilan,
dan paritas pada pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret
2022
2. Diharapkan dapat mengetahui Mengetahui penyakit penyerta terbanyak pada pasien
rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
3. Diharapkan dapat mengetahui Riwayat ANC pada pasien rujukan maternal di RSUD
Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
4. Diharapkan dapat mengetahui mengenai response time Tindakan SC yang diberikan pada
pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
5. Diharapkan dapat mengetahui mengenai Penatalaksana yang sudah diberikan pada pasien
rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret 2022
6. Diharapkan dapat mengetahui mengenai Pemeriksaan Penunjang apa saja yang sudah
diperiksa pada pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-Maret
2022
7. Diharapkan dapat mengetahui mengenai Perencanaan Rujukan Terencana
(BAKSOKUDA) pada pasien rujukan maternal di RSUD Tarakan bulan Oktober 2021-
Maret 2022
8. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pasien maternal di
RSUD Tarakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Rujukan

Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan
kesehatan yang lain. Sistem rujukan adalah suatu jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya
masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat baik secara vertikal maupun
horisontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional. Sistem
rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu,
sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal.

Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka


penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna. Tujuan Sistem rujukan adalah
untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Dengan
memperkuat sistem rujukan tersebut merupakan salah satu cara untuk mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) serta dengan adanya problem dan tantangan puskesmas dalam
mendukung system rujukan maternal ke Rumah Sakit Umum Daerah dapat diatasi. Rujukan
harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan atau keluarganya, serta tenaga kesehatan yang
berwenang harus memberikan penjelasan kepada pasien mengenai diagnosis dan terapi atau
tindakan medis yang diperlukan oleh pasien, alasan dan tujuan dilakukan rujukan, risiko yang
dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan, transportasi rujukan, dan risiko atau penyulit yang
dapat timbul selama perjalanan Pasal 12 Kemenkes RI 2012 (Kemenkes RI, 2012). Sistem
rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal Sistem Rujukan Dalam
Sistem Pelayanan balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit
sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012
tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, yang dimaksud dengan sistem rujukan
pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal. Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 01
Tahun 2014 dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas tentang
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, dalam keschatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan
wajib melakukan sistem rujukan berjenjang. Fasilitas kesehatan dapat dibedakan atas dua jenis
rujukan, antara lain:2

1. Rujukan Horizontal

Rujukan ini dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

2. Rujukan Vertikal

Rujukan ini dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan
dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya.

Menurut jenisnya rujukan meliputi rujukan Kesehatan (health referal) dan rujukan medis
(medical referral) yang dapat bersifat horisontal atau vertical dan timbal balik.

a. Rujukan medik adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk masalah
kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan fasilitas keschatan untuk memenuhi
status kesehatan pasien. Rujukan medis antara lain:
1. Rujukan Pasien (transfer of patient): Penatalaksanaan pasien dari penyedia pelayanan
kesehatan yang kurang mampu ke penyedia pelayanan kesehatan yang lebih
sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut. Pelayanan rujukan pasien
bukan sebatas perawatan pasien saja tapi meliputi seluruh penunjang pelayanan
termasuk transportasi untuk merujuk pasien dari fasilitas kesehatan yang satu ke
fasilitas lainnya.
2. Rujukan Ilmu Pengetahuan (transfer of knowledge): Pengiriman dokter/tenaga
kesehatan yang lebih ahli dari penyedia pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke
penyedia pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau
sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
3. Rujukan Bahan Pemeriksaan Laboratorium (transfer of specimens) Pengiriman
bahan-bahan pemeriksaan laboratorium dari penyedia pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke penyedia pelayanan kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya
untuk tindak lanjut rujuk balik.
4. Rujukan Kesehatan Masyarakat adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
maslah kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan atau mencegah
penyakit yang ada di masyarakat.
b. Rujukan kesehatan masyarakat meliputi,
1. Rujukan tenaga, yaitu pengiriman tenaga dari penyedia pelayanan kesehatan yang
lebih mampu ke penyedia pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat atau sebaliknya dan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan.
2. Rujukan sarana, yaitu pengiriman berbagai peralatan medis/non medis dari penyedia
pelayanan kesehatan yang lebih mampu kepada penyedia pelayanan keseahtan yang
kurang mampu untuk menanggulangi masalah kesehatan, atau sebaliknya untuk rujuk
balik.

Rujukan operasional, yaitu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penanggulangan


masalah kesehatan masyarakt dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke
penyediapelayanan kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknua untuk pelayanan rujukan
balikSistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009 merupakan suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab
timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dari unit
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal antar unit - unit
yang setingkat kemampuannya dalam bidang kesehatan maternal dan perinatal. Sistem rujukan
pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang memberikan dampak pada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) akibat keterlambatan dalam penanganan kegawatdaruratan. Untuk
mewujudkan hal tersebut beberapa wilayah propinsi di Indonesia mulai tahun 2015 telah
membuat kebijakan pemerintah daerah ada yang mencanangkan dengan membuat program
unggulan untuk menurunkan Angka kematian ibu dan bayi yang disebut AKINO (Angka
Kematian ibu Nol) telah dideklarasikan sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan Program
AKINO adalah memperkuat sistem rujukan kesehatan diberbagai jenjang pelayanan kesehatan.
Walapun program tersebut sampai sekarang belum bisa sepenuhnya diwujudkan oleh karena itu
dalam sistem rujukan selain mengupayakan cepat dan tepat juga sangat direkomendasikan untuk
melakukan Rujukan Terencana.

Rujukan terencana merupakan suatu rujukan yang dikembangkan secara sederhana,


mudah dimengerti, dan dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam
mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Rujukan terencana ini bertujuan untuk
menurunkan angka atau mengurangi rujukan terlambat, mencegah komplikasi penyakit ibu dan
anak, serta mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. Persiapan Penderita juga perlu
diperhatikan dengan BAKSOKUDA yang meliputi B (Bidan), A (Alat) K (Keluarga), S (Surat),
O (Obat), K (Kendaraan), U (Uang) dan DA (Darah) Oleh karena itu untuk mendukung hal
tersebut seluruh sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta agar melaksanakan
prosedur rujukan kesehatan yang mengacu pada Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan. Setiap sarana pelayanan kesehatan di kabupaten/kota agar membuat pemetaan alur
rujukan pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan fasilitas kesehatan,
keberadaan jaringan transportasi, dan keadaan geografis wilayah masing-masing.

Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 sistem rujukan pelayanan


kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan
tindakan, efisien, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta fasilitas pelayanan.
Setiap kasus dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang datang ke Puskesmas
PONED (Penaggulangan Obstetri Neonatal Essensial Dasar) harus langsung dikelola sesuai
dengan prosedur tetap. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien (pemberian obat-obatan,
pemasangan infus dan pemberian oksigen) kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di
tingkat puskesmas PONED atau ditunjuk ke Rumah Sakit PONEK (Penaggulangan Obstetri
Neonatal Emergency Komprehensif) untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan
kegawatdaruratan dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak. 4,7
PONEK harus mampu menangani kasus rujukan yang tidak mampu dilakukan petugas
kesehatan di tingkat layanan primer (dokter, bidan, perawat). Pelayanan ini disediakan selama 24
jam. Pelayanan PONEK meliputi stabilisasi di IGD dan persiapan obat definitif, penanganan
kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan, penanganan operatif tepat dan cepat,
perawatan intensif ibu dan bayi, serta pelayanan asuhan antenatal risiko tinggi.

PONEK rumah sakit diwajibkan memiliki sarana pemeriksaan penunjang seperti


pelayanan darah, perawatan intensif, pencitraan, dan laboratorium. PONEK rumah sakit juga
harus memenuhi kriteria umum sebagai berikut:2

1. Memiliki dokter jaga terlatih di UGD untuk menangani kasus emergensi umum maupun
obstetri dan neonatal.
2. Dokter, bidan, perawat telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi
resusitasi neonatus, kegawatdaruratan obstetrik dan neonates
3. Tersedia kamar operasi yang siap (siaga 24 jam) untuk melakukan operasi, bila ada kasus
emergensi obstetrik atau umum.
4. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK, antara lain dokter kebidanan,
dokter anak, dokter/petugas anestesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lain serta
dokter umum, bidan dan perawat (telah memiliki minimal 1 dokter kebidanan dan 1 dokter
anak).
5. Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam.
6. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu.

Beberapa faktor yang menjadi sebab terjadinya keterlambatan rujukan adalah terjadinya
komplikasi persalinan, kesulitan pengambilan keputusan (terkait aspek ekonomi biaya
transportasi), aspek geografis, juga ketersediaan sarana prasarana rumah sakit. Selain itu selama
rujukan faktanya di lapangan, response time rujukan masih dirasakan lama oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan. Lama waktu disebabkan kesiapsiagaan tim medis yang kadang masih
kurang tanggap merespon pasien, ibu hamil tidak membawa buku KIA dan tidak melengkapi
persyaratan administrasi, sopir ambulans sulit dihubungi, konfirmasi pemberian informasi dari
RS rujukan dan lamanya proses pemindahan pasien dari ruang bersalin ke kamar perawatan.,7

2.2 Pelayanan Terpadu Antenatal Care


Pelayanan antenatal merupakan setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan yang
komprehensif dan berkualitas dan diberikan kepada seluruh ibu hamil.11
2.2.1 Indikator Pelayanan Antenatal Care
1. Kunjungan pertama (K1)
K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
klinis/kebidanan dan interpersonal yang baik, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan
komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada
trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu ke 8. Kontak pertama dapat dibagi menjadi
K1 murni dan K1 akses. K1 murni adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga
kesehatan pada kurun waktu trimester 1 kehamilan. Sedangkan K1 akses adalah kontak
pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan pada usia kehamilan berapapun. Ibu hamil
seharusnya melakukan K1 murni, sehingga apabila terdapat komplikasi atau faktor risiko
dapat ditemukan dan ditangani sedini mungkin.11
2. Kunjungan ke-4 (K4)
K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
klinis/kebidanan untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif
sesuai standar selama kehamilannya minimal 4 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada
trimester pertama (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (>12minggu -24 minggu), dan
2 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran). Kunjungan antenatal
bisa lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan (jika ada keluhan, penyakit atau gangguan
kehamilan).11
3. Penanganan Komplikasi (PK)
PK adalah penanganan komplikasi kebidanan, penyakit menular maupun tidak menular
serta masalah gizi yang terjadi pada waktu hamil, bersalin dan nifas. Pelayanan diberikan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi. Komplikasi kebidanan, penyakit dan
masalah gizi yang sering terjadi adalah: perdarahan, preeklampsia/eklampsia, persalinan
macet, infeksi, abortus, Malaria, HIV/AIDS, Sifilis, TB, Hipertensi, Diabete Meliitus,
anemia gizi besi (AGB) dan kurang energi kronis (KEK). Pemeriksaan dokter pada ibu
hamil dilakukan saat kunjungan 1 di trimester 1 (satu) dengan usia kehamilan kurang dari
12 minggu atau dari kontak pertama. Dokter melakukan skrining kemungkinan adanya
faktor risiko kehamilan atau penyakit penyerta pada ibu hamil termasuk didalamnya
pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Apabila saat K1 ibu hamil datang ke bidan, maka
bidan tetap melakukan ANC sesuai standar, kemudian merujuk ke dokter.

2.2.2 Standar Pelayanan Antenatal Care


Standar pelayanan antenatal terpadu minimal adalah sebagai berikut (10T):11,12

1) Timbang Berat Badan


Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang
kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.

2) Ukur Lingkar Lengan Atas (LiLA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu
hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya
ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

3) Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah e” 140/90 mmHg) pada kehamilan dan
preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau
proteinuria)

4) Ukur Tinggi Fundus Uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi
fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan
pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu.

5) Hitung Denyut Jantung Janin (DJJ)


Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan
antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit
menunjukkan adanya gawat janin.

6) Tentukan Presentasi Janin

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap
kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak
janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin
belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah
lain.

7) Beri Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi
TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya.
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat
ini.

8) Beri Tablet Tambah Darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi
minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.

9) Periksa Laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:


a. Pemeriksaan golongan darah,
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis
golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah
yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)


Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada
trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama
kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh
kembang janin dalam kandungan.
c. Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua
dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya
proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya
pre- eklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan
pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama
pada akhir trimester ketiga).
e. Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah
Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non
endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil
yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin
pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu
hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling
kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk
menjalani tes HIV.
h. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak
mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.

10) Tatalaksana/Penanganan Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium,


setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan
standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani
dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

2.3 Penyakit Penyulit


2.3.1 Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan eklampsia merupakan suatu keadaan dimana terdapat hipertensi yang
muncul saat kehamilan, dan menjadi salah satu penyebab utama kematian maternal dan
perinatal. Preeklampsia merupakan hipertensi yang timbul pada usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria, kondisi serius yang bersifat progresif, ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah ≥140/90 mmHg dan protein dalam urin ≥300mg/24 jam. Pada
kondisi yang berat, kondisi preeklampsia akan jatuh pada eklampsia, dengan penambahan
gejala berupa kejang atau penurunan kesadaran. Penyakit ini menyerang antara 3% sampai
5% dari semua kehamilan dan menyebabkan lebih dari 60.000 kematian ibu dan 500.000
kematian janin per tahun di seluruh dunia. Diketahui bahwa preeklampsia dan eklampsia
adalah gangguan hipertensi yang memiliki risiko kesehatan paling signifikan bagi wanita
hamil dan janin. Preeklampsia dan eklampsia berkaitan erat dengan persalinan prematur.
Terdapat kaitan secara langsung dan tidak langsung. Kaitan langsung berhubungan dengan
adanya insufisiensi plasenta yang terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Istilah
insufisiensi plasenta digunakan untuk menggambarkan transportasi nutrisi uteroplasenta yang
tidak adekuat, sehingga menyebabkan intrauterine growth restriction (IUGR). Untuk dampak
lebih lanjutnya, dapat terjadi kematian janin dalam rahim atau intrauterine fetal deadh
(IUFD) .8,9

2.3.2 Perdarahan Antepartum

Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan dari 24+0 minggu. sampai
sebelum kelahiran bayi. Dibagi atas beberapa bagian diantaranya plasenta previa, solusio
plasenta, dan vasa previa.10,11

1. Plasenta previa, merupakan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Dibagi menjadi a) Plasenta previa totalis adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum, b) plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum, c) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
di pinggir ostium uteri internum, d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang
berimplantai pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada
pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal. Etiologi nya diantaranya Usia >35tahun, multiparitas,
riwayat trauma endometrium (post SC, Kuretase), dan riwayat plasenta previa , gemeli.
Hal-hal tersebut berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang berperan dalam menyebabkan plasenta previa.
2. Vasa previa, merupakan keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput
ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya
di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks
robek atau pecah dan vaskular janinpun ikut terputus. Etiopatogenesis nya terdapat 2
klasifikasi yaitu terdapat Velamentous cord insertion : suatu kelainan pada tali pusat yang
menyebabkan pembuluh darah yang seharusnya ada di dalam tali pusat keluar dan
berlekatan dengan selaput ketuban. Plasenta bilobus (bilobed placenta) : adanya dua
plasenta dalam rahim padahal janin yang dikandung hanya ada satu.
3. Solusio plasenta, Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum usia kehamilan 37 minggu. Faktor resikonya sendiri yaitu usia
ibu, paritas tinggi, riwayat olusio plasenta sebelumnya, abnormalitas janin, ketuban pecah
dengan polihidramnion , trauma, korioamnionitis dan preeklamsia. Gejala klinis
diantaranya perdarahan berwarna merah tua, nyeri perut hebat dan uterus terus
meregang/his terus menerus. Dibagi atas beberapa klasifikasi diantaranya Solusio
plasenta parsialis : hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat perlengkatannya. Solusio
plasenta totalis (komplek) : seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlengketannya.
Prolaps plasenta : kadang-kadang plasenta turun ke bawah dan dapat teraba pada
pemeriksaan dalam.
2.3.3 Retensio Plasenta (Plasenta Akreta, Inkreta, dan Perkreta)

Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus,


merupakan komplikasi pada sekitar 0,9% kehamilan. Faktor risiko klinis termasuk plasenta
previa dan riwayat pembedahan uterus sebelumnya, termasuk melahirkan secara sesar.
Insidens plasenta akreta meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah persalinan secara
sesar. Saat ini, diperkirakan insidens plasenta akreta pada pasien plasenta previa sebesar 25-
50% dan menjadi prioritas operasi sesar. Plasenta akreta menyebabkan 7-10% dari kasus
kematian ibu di dunia. Adanya riwayat seksio sesarea sebelumnya dan operasi intrauterin
merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta ataupun perkreta. 10 Plasenta
akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus atau yang disebut
dengan istilah plasenta adherent, dan berkomplikasi sekitar 0,9% pada semua kehamilan.
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah
plasenta perkreta. Plasenta akreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi langsung ke
miometrium; plasenta inkreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi ke dalam
miometrium; plasenta perkreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi lebih dalam
dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya seperti
kandung kemih. Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta
akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat
dalam invasi ke miometrium. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau
dinding belakang rahim di daerah fundus uteri.11

2.3.4 Abortus

Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau


pengeluaran janin dengan berat kurang dari 500 gram. (The American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG)) Sedang menurut WHO/FIGO adalah jika
kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak diketahui.

Abortus spontan

terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-


mata disebabkan faktor-faktor alamiah.

1. Abortus iminens: peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang


dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
2. Abortus insipiens: peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah membuka, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus.
3. Missed abortion: tertahannya konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8
minggu. Ditandai dengan tinggi fundus teri yang menetap bahkan mengecil, biasanya
tidak diikuti tanda-tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.
4. Abortus habitualis: abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih secara berturut-
turut. Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi kehamilan
berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.
5. Abortus infeksiosa & septik: Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada
genitalia bagian atas termasuk endometritis atau parametritis. Abortus septik adalah
abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah
atau peritoneum.
6. Abortus inkompletus: pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggaal dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat
banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.
7. Abortus kompletus: terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri sebagian besar telah menutup, dan
uterus sudah banyak mengecil.

Abortus provokatus

Merupakan abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

1. Abortus Medisinalis Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2. Abortus Kriminalis Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
2.3.5 Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature rupture of Membranes (PROM)
merupakan ruptur atau pecahnya ketuban yang terjadi sebelum proses persalinan. Risiko
terjadinya infeksi bagi ibu dengan PROM meningkat dengan bertambahnya durasi pecahnya
ketuban. Pada janin akan meningkatkan risiko terjadinya kompresi tali pusat sebanyak 73,1%
dan ascending infection sebanyak 28,2%. Istilah PROM digunakan pada pasien dengan usia
kehamilan diatas 37 minggu atau aterm yang datang dengan ketuban pecah secara spontan
dan tanpa tanda-tanda persalinan. Dalam keadaan normal perempuan hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini sekitar 1% dari seluruh kehamilan. Ketuban Pecah Dini
menyebabkan terjadinya 1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab 18%-20% dari
morbiditas dan mortalitas perinatal.12

Kejadian KPD di seluruh dunia berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
Sementara di Indonesia Insiden KPD 4,5% dari seluruh kehamilan. KPD preterm terjadi 1%
dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Hampir semua
KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 70% kasus KPD juga terjadi pada
kehamilan cukup bulan. KPD berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
kejadian 30-40%, prematuritas penyebab morbiditas dan mortalitas prenatal sekitar 85%.13,14

Penyebab kejadian KPD sebagian kasus belum diketahui secara pasti sehingga
tindakan preventif tidak dapat dilakukan kecuali dalam usaha menekan infeksi. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan dengan faktor yang menyebabkan terjadinya
kejadian KPD antara lain paritas, usia ibu, kelainan selaput ketuban, serviks yang pendek,
indeksi, serviks inkompeten, trauma, gemeli, hidramnion, kelainan letak, alkohol dan
merokok, kelainan selaput ketuban, CPD (cephalopelvic disproportion), usia, faktor golongan
darah, dan defisiensi gizi. Komplikasi kejadian KPD yang paling sering terjadi pada ibu
bersalin yaitu infeksi dalam persalinan, infeksi masa nifas, partus lama, perdarahan
postpartum, meningkatkan kasus bedah caesar, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal. sedangkan pada janin komplikasi yang paling sering terjadi yaitu prematuritas,
penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia, sindrom deformitas janin, dan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal.14

Menurut Rahayu & Sari (2017) wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka
akan lebih berisiko tinggi mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. KPD banyak terjadi
pada paritas multipara. karena dapat memengaruhi embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis
sehingga mudah pecah sebelum waktunya, dan semakin banyak paritas semakin mudah
terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur serviks pada persalinan sebelumnya. Pada
wanita multipara, sering ditemukan inkompetensi serviks tidak kompeten yang dapat
menyebabkan terjadinya tekanan intrauterin saat persalinan sehingga dapat meningkatkan
terjadinya KPD. Pada proses pembukaan serviks, wanita multipara dengan inkompetensi
serviks dapat menyebabkan pembukaan serviks yang lebih cepat, sehingga dapat
meningkatkan resiko terjadinya KPD sebelum pembukaan lengkap.15

Selain paritas, faktor usia juga beresiko terjadi KPD. Usia yang terlalu muda kurang
dari 20 tahun atau usia terlalu tua lebih dari 35 tahun mempunyai risiko terjadinya KPD.
Pada usia kurang dari 20 tahun, reproduksi wanita organ belum berfungsi dengan sempurna,
hal ini dapat mengakibatkan pembentukan jaringan ikat lebih sedikit dan vaskularisasi tidak
sempurna sehingga membentuk membran amnion yang tipis dan lemah dan menyebabkan
KPD. Sedangkan usia diatas 35 tahun dapat menyebabkan penurunan kandungan kolagen
pada membran yang juga meningkatkan risiko untuk terjadinya KPD. Selain itu, faktor
nutrisi, infeksi, mekanik juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya pecahnya selaput
ketuban.15

2.3.6 Diabetes Melitus Gestational (DMG)

Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah suatu keadaan intoleransi glukosa yang
berkembang selama kehamilan dengan homeostasis glukosa biasanya dipulihkan setelah lahir.
Prevalensi DMG terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Secara global, 16,2% (21,3 juta)
kelahiran hidup berhubungan dengan hiperglikemia dalam kehamilan, dimana 86,4%
disebabkan DMG, 6,2% disebabkan oleh diabetes tipe 1 (DM tipe 1) atau diabetes tipe 2
(DM tipe 2) yang sudah ada sebelumnya, dan 7,4% disebabkan DM tipe 1 dan DM tipe 2
yang pertama kali terdeteksi selama kehamilan. intoleransi glukosa dimulai atau baru
ditemukan pada waktu hamil. Kriteria diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa
yang terjadi sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan. Setelah ibu
melahirkan, keadaan DMG sering akan kembali ke regulasi glukosa normal. Diabetes
mellitus gestasional dikaitkan dengan peningkatan komplikasi perinatal dan risiko penyakit
metabolik di masa depan pada ibu dan anak. Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan
dengan diabetes sangat bervariasi. Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia, seksio sesarea, dan teriadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari,
sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya makrosomia, trauma persalinan,
hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal,
sindroma distres respirasi (RDS), sena meningkatnya mortalitas atau kematian janin.15

2.3.7 Anemia

WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil dinegara maju
sebesar 14% dan dinegara berkembang 51%. Sekitar 75% anemia pada kehamilan
disebabkan oleh defisiensi zat besi. Seringkali multiple manifestasinya disertai infeksi, gizi
buruk dan kelainan herediter. Namun penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan
yang tidak cukup, absopsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan
kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia
adalah zat besi, asam folat dan B12. Anemia merpakan suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Kadar Hb normal dalam setiap kelompok umur
dan jenis kelamin berbeda, diantaranya pada balita Hb 11g/dl, anak usia sekolah 12g/dl,
wanita dewasa 12g/dl, laki-laki 13g/dl, ibu hamil 11g/dl, dan ibu menyusui 12g/dl.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika Hb dibawah 11g/dl atau hematokrit dibawah 33%.
Anemia dibedakan menjadi ringan dibawah 9-10g/dl, sedang 7-8g/dl dan berat dibawah
6,5g/dl. Komplikasi anemia pada kehamilan dapat berdampak besar pada masa kehamilan,
persalinan, nifas maupun pada janin. Anemia pada kehamilan dapat berdampak buruk juga
bagi kesehatan ibu dan bayinya. Berdampak besar pada morbiditas dan mortalitas ibu pada
saat hamil, melahirkan maupun masa nifas. Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat
menyebabkan pendarahan saat melahirkan, disamping menyebabkan perdarahan dan
kematian anemia pada ibu hamil dapat juga mempengaruhi pertumbuhan janin terhambat,
BBLR, dan peningkatan kematian perinatal. Gejala klinis pada ibu hamil dengan anemia
biasanya pandangan berkunang-kunang, cepat Lelah, pusing, lemas nafsu makan turun.16

2.3.8 Cephalopelvic Disproportion (CPD)

Cephalopelvic disproportion (CPD) merupakan hambatan persalinan akibat


ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dengan pelvis ibu. Penyebab CPD antara lain:

1. Janin yang besar, ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram.
2. Kelainan posisi dan presentasi: Presentasi muka, presentasi dahi,letak lintang, kelainan
posisi jika presentasi ubun-ubun kecil di belakang yang disebabkan kegagalan rotasi
interna.
3. Panggul ibu sempit

Penanganan yang tepat untuk CPD adalah berdasrkan etiologinya pada janin besar
dengan panggul normal dapt dilakukan persalinan spontan pervaginam. Pada kelainan posisi
dan presentasi biasanya dilakukan section sesarea. Pada PAP sempit dpat dilakukan partus
percobaan yang bila gagal harus dilakukan section sesarea.17

2.3.9 Hiv Pada Kehamilan

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan


infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Virus penyebabnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.

• Menyebabkan preterm 20% dan hambatan pertumbuhan janin 24%.

• Kourtis et al (2001) mengestimasikan 20% transmisi terjadi sebelum usia gestasi 36


minggu.

• Untuk mengurangi risiko transmisi ke janin, segera dilakukan profilaksis antiretroviral.

• Penggunaan dihindari di trimester 1 karena teratogenik.

• Kelahiran secara SC direkomendasikan untuk menurunkan transmisi.

• Ibu yang dikonfirmasi HIV wajib konseling terkait pemberian ASI.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini, studi yang digunakan adalah studi deskriptif observasional, melalui metode
cross-sectional, dalam metode ini dilakukan pengumpulan data tentang variabel terikat secara
waktu bersamaan. Penelitian ini mengevaluasi terkait pasien maternal yang dirujuk ke RSUD
Tarakan sudah ditatalaksana periode Oktober 2021-Maret 2022.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Tarakan Jakarta. Pengambilan data yang diperlukan
untuk penelitian berlangsung dari bulan Oktober 2021-Maret 2022.
3.3 Subjek Penelitian
Populasi merupakan sejumlah besar subjek yang memenuhi karakteristik tertentu. Subjek
dalam penelitian ini adalah pasien maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang sudah ditatalaksana
serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi periode Oktober 2021-Maret 2022.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling dimana peneliti
mengambil seluruh data pasien maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang sudah ditatalaksana
serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi periode Oktober 2021-Maret 2022.

Kriteria inklusi adalah ciri-ciri atau kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat dijadikan sebagai subjek penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi merupakan
kriteria yang mana tidak memenuhi syarat sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria inklusi dan
eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah wanita hamil yang telah dirujuk ke RSUD
Tarakan selama periode Oktober 2021-Maret 2022.
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah terdapat data yang tidak lengkap pada rekam
medis.
3.5 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan identifikasi terhadap:
1. Penyakit penyerta
2. Riwayat ANC
3. response time
4. Tindakan
5. Pemeriksaan penunjang
6. Baksokuda
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan skala ukur masing-masing variabel dapat
diukur pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Usia Ibu Usia ibu saat kehamilan Rekam medik  <20 tahun Ordinal
terakhir yang diperoleh  20-35 tahun
dari rekam medik. Usia  >35 tahun
dihitung dalam tahun
berdasarkan ulang tahun
terakhir.

Usia kehamilan Ukuran usia kehamilan Rekam medik  Preterm Ordinal


yang diambil dari awal  Aterm
periode menstruasi  Posterm
terakhir wanita

Paritas Jumlah persalinan yang Rekam medik  Nullipara Ordinal


pernah dialami ibu.  Primipara
Data diperoleh dari (1 kali)
rekam medik.  Multipara
(2-4 kali)
 Grandemultipara
 (≥5 kali)
Pemeriksaan Pemeriksaan yang Rekam medik  Rutin Nominal
antenatal dilakukan pada ibu (≥4x ANC)
selama masa kehamilan  Tidak rutin
sesuai dengan standar (0-3x ANC)
yang telah ditetapkan.
Pemeriksaan antenatal
disebut baik bila ibu
hamil memeriksakan
kehamilannya minimal
4 kali dengan standar 10
T oleh tenaga
kesehatan. Sebaliknya
bila salah satu atau
lebih tidak dilakukan
maka pemeriksaan
antenatal disebut tidak
rutin. Data diperoleh
dari rekam medik.

Penyakit Kondisi dimana Rekam medik  Preeklamsia Kategorik


penyerta terdapat penyakit lain  Pendarahan
yang dialami selain dari antepartum
penyakit utamanya.8  Retensio plasenta
 Abortus
 Ketuban pecah dini
 Diabetes melitus
gestasional
 Anemia
 CPD
 Kehamilan Etopik
Respon time Waktu yang dibutuhkan Rekam medik  < 30 menit Ordinal
sejak pasien datang  30-75 menit
sampai mandapat
pelayanan dokter

Tindakan medis Keputusan yang dibuat Rekam medik  Kuretase Katagorik


untuk mengatasi  SC
masalah medis yang
terjadi  Partus spontan
 Laparotomi
Eksplorasi
 Transfusi PRC
 SSTP
 Laparotomi
histerografi
 SC + IUD
 Pematangan paru +
tokolitik
Pemeriksaan Pemeriksaan yang Rekam medik  Pemeriksaan Katagorik
penunjang dilakukan untuk Laboratorium
menentukan diagnosis  Pemeriksaan CTG
penyakit pada pasien  Pemeriksaan USG
serta tingkat  Pemeriksaan EKG
keparahannya

Baksokuda Persiapan yang harus Rekam medik  Sesuai Katagorik


dipersiapkan dan  Tidak sesuai
diperhatikan dalam
melakukan rujukan

3.7 Kerangka Konsep

3.8 Teknik Pengumpulan Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder yang diambil
dari rekam medik.
3.9 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Alat yang
digunakan pada penelitian ini yang pertama adalah buku register rawat inap, daftar pasien
maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang sudah ditatalaksana, dan buku rekam medik. Adapun
bahan penelitian yang dibutuhkan adalah alat tulis dan laptop.
3.10 Etika Penelitian
Adapun etika dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:
a) Menghormati martabat dan harkat manusia (respect for human dignity). Penelitian ini
dilakukan dengan menjaga martabat dan harkat manusia. Subjek memiliki kebebasan dan
hak asasi untuk memilih berpartisipasi atau menolak penelitian (autonomy). Subjek
memiliki hak untuk mengungkapkan dan melengkapi informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan penelitian, meliputi tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, risiko
penelitian, kemungkinan manfaat dan kerahasiaan informasi. Apabila subjek setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek penelitian diminta untuk menandatangani
formulir informed consent. Dikarenakan data yang diambil merupakan data sekunder dari
rekam medik maka harus melalui perizinan dari kepala Rekam Medik RSUD Tarakan.
b) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and confidentiality).
Peneliti harus menyimpan rahasia segala jenis informasi yang berkaitan dengan privasi
subjek penelitian.
c) Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness). Asas penelitian
terbuka artinya penelitian harus dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan
profesional. Sedangkan asas keadilan berarti penelitian memberikan manfaat dan beban
yang sama berdasarkan kebutuhan dan kemampuan subjek.
d) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and
benefits).
3.11 Alur Penelitian
Alur persiapan, pelaksanaan hingga akhir penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Konsultasi dengan konsulen coass.
b. Mengajukan surat pernyataan peminjaman buku register rawat inap dan daftar kematian
maternal kementerian kesehatan kepada Kepala Ruangan Bangsal Obsgyn Seruni RSUD
Tarakan.
c. Meminta tanda tangan kepada konsulen untuk mengajukan surat pernyataan peminjaman
buku rekam medik kepada Kepala Rekam Medik RSUD Tarakan.
d. Mengajukan surat pernyataan peminjaman buku rekam medik kepada Kepala Rekam
Medik RSUD Tarakan yang telah ditanda tangani oleh konsulen coass dan peneliti.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian


a. Mengumpulkan data kematian maternal yang didapat dari buku register bangsal dan
daftar pasien maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang sudah ditatalaksana.
b. Mengumpulkan data yang diperlukan sesuai tujuan penelitian dari buku rekam medik.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.
b. Membuat pembahasan hasil penelitian, kesimpulan, dan saran.
c. Menyerahkan hasil penelitian kepada konsulen coass bagian obstetri dan ginekologi
sosial di RSUD Tarakan.
3.12 Analisis Data
Data analisis dilakukan melalui re-checking (pemeriksaan data), entry (pemasukan data
ke tabel), dan analisis data untuk mengeluarkan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan
penelitian. Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan IBM
SPSS Statistic Version 24. Untuk memperoleh hasil penelitian, maka perlu dilakukan analisis
sebagai berikut:

a. Analisis Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari
setiap variabel dalam penelitian, yaitu pasien maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang sudah
ditatalaksana periode Oktober 2021-Maret 2022. Penyajiannya bisa dalam bentuk distribusi
maupun presentase dari tiap variabel.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Tarakan pada periode Oktober 2021-Maret 2022.
Penelitian data dilakukan selama kurang lebih 1 minggu hingga seluruh data sampel yang
diharapkan tercukupi. Penelitian ini dimulai dengan mencari data pasien maternal rujukan ke
RSUD Tarakan yang sudah ditatalaksana periode Oktober 2021-Maret 2022. Kemudian
didapatkan 80 responden yang termasuk dalam kriteria inklusi dan dilanjutkan dengan
mencari kelengkapan data yang dibutuhkan pada rekam medik. Data rekam medik kemudian
diolah dengan menggunakan microsoft excel 2010 dan statistical package for the sosial
sciences (SPSS) version 24.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Karakteristik Responden
Responden penelitian ini adalah pasien maternal rujukan ke RSUD Tarakan yang
sudah ditatalaksana serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi periode Oktober 2021-Maret
2022. Karakteristik responden akan dibagi berdasarkan usia ibu, usia kehamilan, paritas,
pemeriksaan antenatal, penyakit penyerta, respon time, tindakkan, pemeriksaan penunjang,
dan BAKSOKUDA.

4.2.1.2 Usia Ibu


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Maternal
rujukan ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Usia Ibu Jumlah (%)

<20 Tahun 6 7,5


20-35 Tahun 59 73,8
>35 Tahun 15 18,7

Pada peneilitian ini didapatkan bahwa dari 80 responden, sebagian besar memiliki
usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 59 orang (73,8%). Sedangkan untuk usia >35 tahun adalah
15 orang (18,7%) dan untuk <20 tahun hanya 6 orang (7,5%). Hasil ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haryani dkk, dimana dari total 129 responden, lebih dari
setengahnya (58,9%) masuk kedalam kelompok usia 20-35 tahun. Hal ini disebabkan oleh
karena pada kelompok usia ini merupakan kelompok usia produktif, sehingga sebagian besar
responden penelitian ini usia adalah 20-35 tahun.1
4.2.1.2 Usia Kehamilan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Kehamilan
rujukan ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Usia Kehamilan Jumlahh (%)

<37 minggu 35 43.8


37-42 minggu 41 51,2
>42 minggu 4 5

Pada penelitian ini sebagian besar responden masuk kedalam usia kehamilan 37-42
minggu sebanyak 41 orang (51,2%), diikuti oleh usia kehamilan <37 minggu sebanyak 35
orang (43,8%) dan usia kehamilan >42 minggu sebanyak 4 orang (5%). Hal ini
menggambarkan bahwa rujukkan sering kali diberikan pada ibu hamil di trimester ke-3.
Sejalan dengan penelitian oleh Yuliati N dkk, dimana dengan 82 responden, paling banyak
adalah kelompok aterm sebesar 68 responden (82,9%).2
Begitu pun penelitian Pradana TA dkk, juga mendapatkan bahwa mayoritas responden masuk
ke dalam kelompok aterm.3
4.2.1.3 Paritas
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Paritas rujukan
ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Paritas Jumlah (%)

Primipara 31 38,7
Multipara 44 55,0
Grandemultipara 5 6,3

Pada penelitian ini didapatkan multipara merupakan yang paling banyak ditemukan
sebanyak 44 orang (55,0%), diikut oleh primipara sebanyak 31 orang (38,7%) dan
grandemultipara sebanyak 5 orang (6,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian Hariyani dkk,

RSUD Tarakan Jakarta 31


dimana sebagian besar responden yang didapatkan adalah multipara. Hal disebabkan oleh
karena jumlah paritas (terlalu sering) berhubungan dengan komplikasi pada kehamilan. Maka
dari itu tingkat rujukan lebih banyak pada multipara.4
4.2.1.4 ANC
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan ANC
rujukan ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

ANC Jumlah (%)


Rutin 47 58,8
Tidak rutin 33 41,2

Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar responden rutin melakukan pemeriksaan
ANC sebanyak 47 orang (58,8%). Meskipun sebagian besar responden melakukan ANC
secara rutin, namun masih dapat mengalami kelainan ataupun komplikasi dalam kehamilan.
ANC yang rutin merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam mendeteksi dan mencegah
kelainan atau komplikasi selama kehamilan, namun terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya kelainan atatupun komplikasi pada kehamilan, seperti usia ibu,
jumlah paritas, jarak kelahiran, dan keadan gizi.5
4.2.1.5 BAKSOKUDA
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan BAKSOKUDA rujukan
ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

BAKSOKUDA Jumlah (%)

Sesuai 69 86,2
Tidak sesuai 11 13,8

Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 69 orang (86,2%) sudah sesuai dengan sistem
Baksokuda, namun masih terdapat 33 orang (13,8) yang belum sesuai dengan sistem yang
telah ditetapkan. Meskipun sebagian besar sistem rujukan yang dilakukan sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan, namun masih terdapat ketidaksesuaian dalam sistem
perujukan. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti pasien yang menolak,
keyakinan budaya dan kepercayaan setempat, kendala transportasi yang sulit. Sejalan dengan
penelitian Indrawati dkk, yang juga masih memiliki kendala dalam merujuk pasien dengan

RSUD Tarakan Jakarta 32


berbagai asalan, seperti pasien tidak mau dirujuk karena takut di operasi, ada yang kendala
merujuk karena keluarga menunggu waktu yang tepat merujuk, ada pula kendala menunggu
alat transportasi yang akan mengantar khususnya yang di daerah pelosok. 6
4.1.2.6 Penyakit Penyerta
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta
rujukan ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Penyakit Penyerta Jumlah (%)

Retensio Plasenta 1 1,3


Anemia 4 5,0
PK 9 11,3
KPD 20 25,0
PEB 11 13,8
HDK 3 3,8
IUFD 1 1,3
Gemeli 3 3,8
HPP 1 1,3
Oligohidramnion 4 5,0
HAP 3 3,8
Dehidrasi ec Vomitus 1 1,3
KET 4 5,0
Sisa plasenta 1 1,3
HIV 1 1,3
Ruptur uteri 1 1,3
Covid 19 3 3,8
CPD 2 2,5
Plasenta previa 1 1,3
Abortus 3 3,8
Gagal induksi 1 1,3
DMG 1 1,3

RSUD Tarakan Jakarta 33


Pada penelitian ini didapatkan penyakit terbanyak yang dialami adalah ketuban pecah
dini sebanyak 20 orang (25,0%), diikuti oleh pre-eklampsia berat sebanyak 11 orang (13,8%),
PK sebanyak 9 orang (11,3%), anemia, oligohidramnion, kehamilan ektopik masing-masing
sebanyak 4 orang (5,0%), hipertensi dalam kehamilan, gemeli, HAP, Covid-19, Abortus
masing-masing sebanyak 3 orang (3,8%), dan IUFD, HPP, dehidrasi ec vomitus, sisa
plasenta, HIV, ruptur uteri, CPD, plasenta Previa, gagal induksi, diabetes Gestasional,
Retensio plasenta masing-masing sebanyak 1 orang (1,3%). Tingginya angka KPD pada
penelitian ini mungkin disebabkan oleh banyaknya responden yang multipara. Hal ini dapat
terjadi karena adanya riwayat persalinan yang lalu maka keadaan jaringan ikatnya lebih
longgar dari pada nulipara. Pada multipara jaringan ikat yang menyangga membran ketuban
makin berkurang sehingga multipara lebih berisiko terjadi ketuban pecah dini dibandingkan
nulipara.7 Hal ini sejalan dengan penelitian Sakriawati dkk, dimana sebanyak 56,7%
responden multipara mengalami KPD, jika dibandingkan dengan primipara. 8

4.1.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang
rujukan ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Pemeriksaan Penunjang Jumlah (%)


Laboratorium 43 53,8
Laboratorium + CTG 20 25,0
Laboratorium + Rotgen 1 1,3
Laboratorium + Rotgen + CTG + EKG 1 1,3
Laboratorium + USG 3 3,8
Laboratorium + CTG + USG 4 5,0
USG 7 8,8
Tidak ada 1 1,3

Pada penelitian ini didapatkan pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan
adalah laboratorium sebanyak 43 pemeriksaan (53,8%), diikuti oleh pemeriksaan
laboratorium + CTG 20 pemeriksaan (25,0%), USG sebanyak 7 pemeriksaan (8,8%),
laboratorium + CTG + USG sebanyak 4 pemeriksaan (5,0%), laboratorium + USG sebanyak
3 pemeriksaan (3,8%), pemeriksaa laboratorium + rotgen sebanyak 1 pemeriksaan (1,3%),
dan laboratorium + rotgen + CTG + EKG sebanyak 1 pemeriksaan (1,3%). Banyaknya

RSUD Tarakan Jakarta 34


pemeriksaan laboratorium pada penelitian ini disebabkan oleh karena sebagian besar ibu
hamil sudah rutin melakukan pemeriksaan ANC, sehingga komplikasi pada kehamilan dapat
terdeteksi dan berakhir kepada rujukan.

4.1.2.8 Tindakan
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tindakan yang
dilakukan di RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Tindakan Jumlah (%)

Kuretase 5 6,3
SC 28 35,0
Partus Spontan 18 22,5
Laparotomi Eksplorasi 4 5,0
Transfusi PRC 3 3,8
SSTP 4 5,0
Laparotomi Histerografi 1 1,3
SC + IUD 14 17,5
Pematangan paru + tokolitik 3 3,8

Pada penelitian ini didapatkan bahwa tindakan sectio caesarea merupakan yang
terbanyak, yaitu 28 tindakan (35,0%), diikuti oleh partus spontan 18 tindakan (22,5%), SC +
IUD sebanyak 14 tindakan (17,5%), Kuretase sebanyak 5 tindakan (6,3%), laparotomi
eskplorasi, SSTP masing- masing 4 tindakan (5%), pematangan paru + tokolitik, tranfusi
PRC masing-masing 3 tindakan (3,8%), dan laparotomi histerografi dengan 1 tindakan
(1,3%). Hal ini sejalan dengan prevalensi angka SC yang mengalami kenaikan signifikan di
seluruh dunia. Data dari 169 negara menunjukkan kenaikan sampai 21,1 % pada tahun 2015
dari data tahun 2010 yang hanya 12,1%.9
Begitupun di Indonesia, dimana pada tahun 2012 angka SC sekitar 12%, dan meningkat 17%
pada tahun 2017.10

4.4.9 Respon Time

RSUD Tarakan Jakarta 35


Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Respon Time rujukan
ke RSUD Tarakan periode Oktober 2021-Maret 2022

Respon Time SC Jumlah (%)

Sesuai 29 69
Tidak sesuai 13 31

Response time SC emergensi pada penelitian ini sebagian besar sudah sesuai
sebanyak 29 kasus (69%), dan terdapat 13 kasus (31%) yang belum sesuai. Respon time
dalam tindakan SC dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori 1, dimana SC yang harus
dilaksanakan sesegera mungkin dan kebanyakan keputusan harus diambil dalam 30 menit,
yaitu pada kasus yang segera mengancam nyawa ibu dan bayi seperti fetal distress, non-
reassuring fetal status, perdarahan antepartum, dan ancaman ruptur uteri. Sementara SC
kategori 2 adalah yang membahayakan ibu dan janin namun tidak segera seperti bekas SC 2
kali, distosia, hipertensi dalam kehamilan, ketuban pecah dini, letak sungsang, gagal induksi,
riwayat obstetri buruk, makrosomia, cephalopelvic disproportion, presentasi muka, dan
kebanyakan keputusan harus diambil dalam waktu 75 menit.11

Begitupun hasil penelitian Yeni CM, dkk dimana dari 19 pasien 10 pasien (52,63 %)
yang memenuhi SC kategori 1 memiliki respon time emergensi <30 menit, sisanya 9
(47,464%) pasien memiliki respon time SC emergensi >30 menit.12

Penelitian lain juga memperlihatkan bahwa response time 30 menit sesuai


rekomendasi untuk SC kategori 1 secara praktis sulit diaplikasikan disebabkan beberapa
kendala seperti tidak adanya stok darah, kamar operasi penuh, dan lambannya transfer pasien
dari ruangan ke kamar operasi. 13

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

RSUD Tarakan Jakarta 36


Berdasarkan hasil penelitian terhadap Gambaran Terkait Rujukan Pasien Maternal Terkait
Tatalaksana Rujukan Terpadu di RSUD Tarakan Periode Oktober 2021-Maret 2022,
diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Usia pasien rujukan sebagian besar memiliki usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 59
orang (73,8%). Sedangkan untuk usia >35 tahun adalah 15 orang (18,7%) dan untuk
<20 tahun hanya 6 orang (7,5%)Pasien rujukan terbanyak berusia 26-35 tahun
(dewasa awal), yaitu sebanyak 31 pasien (49.20%), dengan usia dewasa awal
terbanyak berasal dari RSUD Kemayoran, yaitu 22 (70,96%) dari 31 pasien.
2. Usia kehamilan Sebagian besar responden masuk kedalam usia kehamilan 37-42
minggu sebanyak 41 orang (51,2%), diikuti oleh usia kehamilan <37 minggu
sebanyak 35 orang (43,8%) dan usia kehamilan >42 minggu sebanyak 4 orang (5%).
3. Pasien dengan jumlah paritas paling banyak adalah multipara merupakan yang paling
banyak ditemukan sebanyak 44 orang (55,0%), diikut oleh primipara sebanyak 31
orang (38,7%) dan grandemultipara sebanyak 5 orang (6,3%).
4. Penyakit penyerta terbanyak pasien rujukan pada penelitian adalah ketuban pecah dini
sebanyak 20 orang (25,0%), diikuti oleh pre-eklampsia berat sebanyak 11 orang
(13,8%), PK sebanyak 9 orang (11,3%), anemia, oligohidramnion, kehamilan ektopik
masing-masing sebanyak 4 orang (5,0%), hipertensi dalam kehamilan, gemeli, HAP,
Covid-19, Abortus masing-masing sebanyak 3 orang (3,8%), dan IUFD, HPP,
dehidrasi ec vomitus, sisa plasenta, HIV, ruptur uteri, CPD, plasenta Previa, gagal
induksi, diabetes Gestasional, Retensio plasenta masing-masing sebanyak 1 orang
(1,3%).
5. Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada penelitian ini laboratorium
sebanyak 43 pemeriksaan (53,8%), diikuti oleh pemeriksaan laboratorium + CTG 20
pemeriksaan (25,0%), USG sebanyak 7 pemeriksaan (8,8%), laboratorium + CTG +
USG sebanyak 4 pemeriksaan (5,0%), laboratorium + USG sebanyak 3 pemeriksaan
(3,8%), pemeriksaa laboratorium + rotgen sebanyak 1 pemeriksaan (1,3%), dan
laboratorium + rotgen + CTG + EKG sebanyak 1 pemeriksaan (1,3%).
6. Tindakan yang paling banyak dilakukan pada penelitian ini adalah sectio caesarea,
yaitu sebanyak 39 tindakan (61.9%), dengan 25 (67.56%) operasi sectio caesarea
dilakukan pada pasien rujukan RSUD Kemayoran, dengan pasien SC terbanyak
berada di bulan Juli 2022, yaitu sebanyak 7 (28%) dari 25 tindakan SC.

RSUD Tarakan Jakarta 37


7. Rujukan yang sesuai dengan BAKSOKUDA sebanyak 69 orang (86,2%) sudah sesuai
dengan sistem Baksokuda, namun masih terdapat 33 orang (13,8) yang belum sesuai
dengan sistem yang telah ditetapkan
8. Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini bahwa tindakan sectio caesarea
merupakan yang terbanyak, yaitu 28 tindakan (35,0%), diikuti oleh partus spontan 18
tindakan (22,5%), SC + IUD sebanyak 14 tindakan (17,5%), Kuretase sebanyak 5
tindakan (6,3%), laparotomi eskplorasi, SSTP masing- masing 4 tindakan (5%),
pematangan paru + tokolitik, tranfusi PRC masing-masing 3 tindakan (3,8%), dan
laparotomi histerografi dengan 1 tindakan (1,3%)
9. Rata-rata Response time SC emergensi pada penelitian ini sebagian besar sudah sesuai
sebanyak 29 kasus (69%), dan terdapat 13 kasus (31%) yang belum sesuai

5.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah data yang dianalisis merupakan data sekunder yang
bersumber dari buku register dan electronic medical record sehingga peneliti tidak dapat
mengontrol secara maksimal data yang diperoleh.

Daftar Pustaka

RSUD Tarakan Jakarta 38


1. Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, dsb. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.001 tahun 2012, tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2. Ratnasari, Dwi. 2017. Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta
JKN di Puskesmas X Kota Surabaya. JAKI Volume 5
3. Kemenkes RI. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI ; 2012
4. KEMENKES RI (2022) Profil Kesehatan Indonesia 2021 [Indonesia Health Profile
2021]. Tersedia dari:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf.
5. KEMENKES RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/resources/
download/pusdatin/profilkesehatan-indonesia/Data-danInformasi_Profil-
KesehatanIndonesia-2018.pdf.
6. Sudarto &Tunut, T. 2016. ‘Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil
dengan Infeksi Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan, II(2): 126– 131.
7. Rahayu, B. 2018. ‘Hubungan Faktor-Faktor Usia Ibu, Paritas, Umur Kehamilan, dan
Over Distensi dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Yogyakarta.
Media Ilmu Kesehatan, 7(2): 137-142.
8. Kamali F. Diabetes melitus gestasional: diagnosis dan faktor resiko. FK universitas
lampung: Jurnal Medika Hutama. Oct 2021.
9. Sarwono. Ilmu Kebidanan dan Kandungan.
10. Cunningham, F. G. (2018). Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: EGC
11. Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
12. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Tersedia dari:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/
Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2018.
13. Sung S, Mahdy H. Cesarean Section. [Updated 2020 May 5]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546707/

RSUD Tarakan Jakarta 39


14. WHO. The burden of health care-associated infection worldwide: A summary.
Retrieved June. 2010;27:2012.
15. Lubis IK. Analisis Length Of Stay (Los) Berdasarkan Faktor Prediktor Pada Pasien
DM Tipe II di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Vokasional:
Yogyakarta. 2017
16. Cabral EL, Castro WR, Florentino DR, Viana DD, Costa Junior JF, Souza RP, Rêgo
AC, Araújo-Filho I, Medeiros AC. Response time in the emergency services.
Systematic review. Acta cirurgica brasileira. 2018;33:1110-21.G
17. Departemen Kesehatan RI, 2010, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di Rumah Sakit, Indonesia.
18. KEMENKES RI NO 1051 tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan PONEK 24
jam di Rumah Sakit
19. Hidayat N, Ahsan A, Rahayu M, Lestari R. Response time, waiting time and service
quality in emergency department. Int J Publ Health Sci. 2020 Sep;9(3):199-204.
20. Wulandari RD, Laksono AD. Hubungan paritas dan karakteristik individu terhadap
pemakaian alat kontrasepsi diantara wanita usia subur di provinsi Jawa Timur tahun
2017. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.2021;24(1):21-30
21. Patil S, Patil V. Maternal and foetal outcome in premature rupture of membranes.
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). 2014;13(12):56-81.
22. Novitasari AA. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini di RSUD Lamaddukelleng Kab. Wajo (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar).
23. Redowati TE. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah
Dini Pada Ibu Bersalin Di Rsud Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2016. J
Kesehat “Akbid Wira Buana.” 2018;3(2):1–14.
24. Negara KS, Mulyana RS, Pangkahila ES. Buku Ajar Ketuban Pecah Dini. Denpasar;
2017.
25. Raydian AU, Rodiani R. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini DI
RSUD Abdul Moeloek Periode Maret-Agustus 2017. MEDULA, medicalprofession
journal of lampung university. 2020 Jan 1;9(4):658-61.
26. Morikawa M, Yamada T, Yamada T, Sato S, Cho K, Minakami H. Effects of
nulliparity, maternal age, and pre-pregnancy body mass index on the development of
gestational hypertension and preeclampsia. Hypertension Research in Pregnancy.
2013 Oct 24;1(2):75-80.

RSUD Tarakan Jakarta 40


27. Dietl A, Farthmann J. Gestational hypertension and advanced maternal age. The
Lancet. 2015 Oct 24;386(10004):1627-8.
28. Bdolah Y, Elchalal U, Natanson-Yaron S, Yechiam H, Bdolah-Abram T, Greenfield
C, Goldman-Wohl D, Milwidsky A, Rana S, Karumanchi SA, Yagel S. Relationship
between nulliparity and preeclampsia may be explained by altered circulating soluble
fms-like tyrosine kinase 1. Hypertension in pregnancy. 2014 May 1;33(2):250-9.
29. Asmana SK, Syahredi S, Hilbertina N. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian
Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2012-2013.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016 Sep 1;5(3).
30. Prawitasari S, Widyandana D, Hakimi M, Utarini A. Decision to Delivery Interval in
Emergency Cesarean Section at Two Academic Hospitals in Yogyakarta and Central
Java, Indonesia. Bali Medical Jornal: 2021; 10(1)
31. Radhakrishnan G, Yadav G, Vaid NB, Ali H. Factors affecting “decision to delivery
interval” in emergency caesarean sections in a tertiary care hospital: a cross sectional
observational study. Research Article. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol: 2013;
2(4).
32. Martadiansyah A, Qalbi A, Santoso B. Prevalensi kejadian preeklampsia dengan
komplikasi dan faktor risiko yang mempengaruhinya. SJM.2019;2(1):14-25
33. Husain WR, Wagey F, Suparman E. Hubungan Kejadian Plasenta Previa dengan
Riwayat Kehamilan Sebelumnya. e-CliniC. 2020;8(1).
34. Haryani dkk. Hubungan usia ibu hamil berisiko dengan kejadian
preeklampsia/eklampsia di rsu haji surabaya periode 1 januari 2013 - 31 desember
2013. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. 2015.
35. Yulianti N dkk. Profil rujukan ibu bersalin dengan BPJS dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama di RS Budi Kemuliaan. 2021.
36. Pradana TA, dkk. Karakteristik ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (aterm &
preterm) di rumah sakit umum pusat sanglah denpasar periode juli 2015 – juni 2016.
JMU. 2020.
37. Hariyani dkk. Hubungan usia, paritas, dan kelas ibu hamil dengan komplikasi
persalinan di rskb sayang ibu balikpapan. Mahakam Midwifery Journal. 2019.
38. Arisandi, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Komplikasi Persalinan.
Jurnal kesehatan. 2016.
39. Indarwati, Wahyuni. PELAKSANAAN RUJUKAN PERSALINAN DAN
KENDALA YANG DIHADAPI. Infokes. 2014

RSUD Tarakan Jakarta 41


40. Manuaba, Ida Bagus Gde. Konsep obstetri & ginekologi sosial Indonesia. Jakarta:
EGC, 2002
41. Sakriawati dkk. Risiko Usia dan Paritas Ibu Hamil terhadap Kejadian Ketuban Pecah
Dini. Nursing Arts. 2020
42. Boerma, T, Ronsmans, C, dkk. Global epidemiology of use of and disparities in
caesarean sections. Lancet. 2018; 341– 1348. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(18)31928-7.
43. Lazasniti, S., Machmud, P.B., Ronoatmodjo, S. Factors that influence cesarean
section deliveries in Indonesia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2020.
44. National Institute for Health and Clinical Excellence. CG132 Cesarean Section.
Clinical Guidelines for Emergency CS. 2016. Available from:
http://www.guidance.nice.org.uk/CG132
45. Gunawan, T., Attamimi, A., Pradjatmo, H. (2018). Hubungan Response time Seksio
Sesarea Emergensi Kategori 1 dengan Luaran Perinatal di RSUP Dr.Sardjito. Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 5(1), 60─71.

Kunjungan pertama (K1)

K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki

RSUD Tarakan Jakarta 42

Anda mungkin juga menyukai