Disusun oleh:
Muhammad Ghozil Aulia (20104010079)
Bentar Ali Pare (20104010090)
Indah Meilestari (20104010095)
Maulida Aprilia Maruf (20104010105)
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah Rasulullah
SAW.
Tujuan bimbingan dan konseling Islam secara umum adalah untuk membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya (insan kamil) agar
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Melalui kegiatan konseling Islam, maka
segenap potensi dan dimensi kemanusiaan dapat terpelihara dari penyakit kejiwaan,
karena konseling Islam mampu membawa seseorang memperoleh ketenangan,
kebahagiaan, dan terpelihara dari dosa sebagai penyebab dari gangguan penyakit
kejiwaan. Dalam pelaksanaannya konseling Islam harus dilakukan dengan penuh
kebijaksanaan atau hikmah, katauladanan yang baik dan lemah lembut, mengakui
akan adanya perbedaan dan kemampuan masing-masing individu, dan
berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah Ta’ala. Hal
2
ini dikarenakan layanan konseling Islam berkaitan langsung dengan tingkahlaku
klien yang terbentuk dari berbagai unsur kepribadian manusia.
3
1.3 Tujuan Pembahasan
a) Dapat mengetahui pandangan teori tentang hakikat manusia atau asumsi
dasar tentang manusia
b) Dapat mengetahui konsep dasar atau teori yang dikemukakan
c) Dapat mengetahui pandangan teori kenapa manusia bermasalah
d) Dapat memahami tujuan konseling
e) Dapat memahami teknik khusus yang digunakan
f) Dapat memahami peran dan fungsi konseling
g) Dapat mengetahui kelebihan dan kekurang dalam konseling
4
BAB II PEMBAHASAN
1
Marzuki Agung Prasetya, “Kolerasi Antara Bimbingan Konseling Islam Dan Dakwah,” ADDIN
8, no. 2 (2015); Syatria Adymas Pranajaya, Ananda Firdaus, and Nurdin Nurdin, “Eksistensial
Humanistik Konseling,” Bimbingan Konseling Islam 3, no. 1 (2020): 27–41.
5
masa setelah akil balig, manusia bersifat aktif sebab potensi yang dimilikinya sudah
berfungsi secara optimal, dan bertanggung jawab atas perilaku dan keputusan
dirinya sendiri. Manusia secara fitrah memiliki naluri untuk beragama tauhid dan
terikat bahwa Allah adalah Tuhannya, selian itu manusia memiliki kebebasan untuk
bertindak serta dilengkapi dengan beragam macam indra, akal, hati, dan juga
petunjuk ilahiyah agar mampu menjalankan tugas – tugas sebagai khalifah yang
taat kepada Allah.2
A. Teori al-Hikmah
Apabila seseorang ingin mengetahui suatu makna yang terdiri dari berbagai
macam pendapat dan ingin mendapatkan makna yang dimaksud oleh Allah SWT,
2
M Fuad Anwar, “Terapi Eksistensial Humanistik Dalam Konseling Islam,” Holistik 12, no. 1
(July 1, 2011): 1433–157; Pranajaya, Firdaus, and Nurdin, “Eksistensial Humanistik Konseling.”
3
Mukhlas and Ika Kurnia Sofiani, “Landasan Teori Konseling Islam,” Kaisa: Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran 1, no. 1 (2021): 25–37.
6
serta difahami oleh Rasul saw, maka ia harus mengembalikannya kepada al-Qur’an
dan hadis.
Konsep al-Hikmah tidak dapat dilakukan oleh konselor yang tidak taat, tidak
dekat dengan Allah dan utusan-Nya. Karena teori ini merupakan teori konseling
yang dilakukan oleh para Rasul, para Nabi, dan para sahabat, untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh ummat. indikator konsep ini adalah adanya
pertolongan Allah secara langsung melalui utusan-Nya dan ketauladanan serta
keshalehan konselor. Dengan kata lain, dasar atau konsep hikmah dalam konseling
dapat diartikan sebagai memberikan nasihat (ajaran agama) dalam bahasa, akhlaq,
teladan yang baik, motivasi, taktik, dan pengalaman dengan mengembangkan unsur
pendidikan.
7
C. Teori al-Mujâdalah bi al-Ahsân
Para Rasul, Nabi dan Auliya-Nya menjadi contoh konselor dan terapis utusan
Allah SWT. ”Dialah Allah yang telah mengutus ditengahtengah orang-orang yang
kurang wawasan seorang Rasul dari kalangan mereka, ia akan membacakan ayat-
ayat-Nya kepada mereka dan mensucikan mereka serta mengajarkan kepada
mereka Al-kibab dan Al-hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-
benar dalam kesesatan yang nyata”.
8
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk”. (Q.S Al-Jum’ah: 2).
Dari ayat di atas, konseling Islam harus hikmah. Hikmah mengandung makna
mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan, sempurna, bijaksana
dan suatu yang tergantung pada akibat sesuatu yang terpuji; Hikmah bermakna
ucapan yang sesuai dengan kebenaran, falsafah, perkara yang benar dan lurus,
keadilan, pengetahuan, dan lapang dada; Hikmah yang dalam bentuk jamaknya al
Hikam bermakna kebijaksanaan, ilmu dengan pengetahuan, filsafat, kenabian,
keadilan, pepatah, dan al Qur’an.4
4
Agus Akhmadi, “Problema Psikologis Masyarakat Islamic Counselling Approach on Solving,”
Jurnal Diklat Keagamaan 10, no. 4 (2016): 375–385.
5
Abdul Chaliq Dahlan, Bimbingan Dan Konseling Islami: Sejarah, Konsep Dan Pendekatannya,
Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009.
9
5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu
dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat
dengan baik mengulangi berbagai persoalan idup dan dapat memberikan
kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek
kehidupan.
1. Ibadah
Pembimbing dan konselor harus memantapkan niat dan menyadari
bahwa tugas memberikan bimbingan kepada seseorang adalah ibadah
dan amal bakti. Allah berfirman “Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS, Al-„ankabut ayat
45).
2. Silaturahmi
10
Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menjalin silaturahmi sebagai
landasan kokoh hubungan sosial. Cara termudah yang dianjurkan antara
lain dengan jalan mengucapkan salam, bertutur kata lembut,
membiasakan wajah jernih, saling berjabat tangan, senyuman tulus, dan
lain-lain. Cara-cara tersebut disebut rapport yakin usaha untuk saling
mengenal antara pihak yang dibimbing dengan pembimbing untuk
menanamkan kepercayaan. Tahap ini merupakan tahap awal yang
menentukan keberhasilan proses bimbingan dan konseling. Rasulullah
SAW bersabda “beribadahlah pada Allah swt dengan sempurna jangan
syirik, dirikanlah sholat, tunaikan zakat,dan jalinlah silaturahmi
kepada orang tua dan saudara” (HR Bukhari)
3. Musyawarah
Musyawarah adalah ungkapan sikap demokrasi dan lawan dari otoriter
yang selalu merasa benar sendiri. Keterampilan musyawarah perlu
dikuasai oleh pembimbing. Misalnya saja dalam bentuk bimbingan
kelompok dan konseling kelompok. Para pembimbing/konselor dalam
musyawarah ini diharapkan bersedia menerima umpan balik (feedback),
dan menghindari sikapmenggurui, sekalipun hakekatnya mereka adalah
gurudan pendidik.
4. Usaha untuk mengubah nasib
Tujuan yang utama bagi kegiatan bimbingan dan konseling adalah
menimbulkan kesadaran dan motivasi untuk secara mandiri
meningkatkan kualitas dan taraf hidup. Prinsip pengubahan nasib
sejalan dengan ungkapan sehari-hari yaitu dimana ada kemauan pasti
ada jalan. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-ra’d Ayat 11).6
6
Akhmadi, “Problema Psikologis Masyarakat Islamic Counselling Approach on Solving.”
11
2.6 Peran dan Fungsi Konselor Islam
Peran konselor adalah memberikaan bimbingan kepada anak didik dengan
maksud agar anak didik mampu mengatasi permasalahan sediri. Bagi konselor yang
muslim meskipun telah memenuhi persyaratan sebagai konselor secara professional
namun sangat diperlukan bagi konselor yang muslim menambahkan kriteria proses
konseling-nya sesuai dengan ajaran Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, Maka
peran konselor adalah memberikaan bimbingan kepada anak didik dengan maksud
agar anak didik mampu mengatasi permasalahan sediri. Bagi konselor yang muslim
meskipun telah memenuhi persyaratan sebagai konselor secara professional namun
sangat diperlukan bagi konselor yang muslim menambahkan kriteria proses
konseling-nya sesuai dengan ajaran Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW,
7
Fajar Bilqis et al., “Peran Konselor Dalam Mewujudkan Sekolah Aman Dan Damai Bagi Siswa,”
TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan dan Konseling 2, no. 3 (February 19, 2019): 115–122, accessed
November 29, 2022, https://journal.unindra.ac.id/index.php/teraputik/article/view/112.
12
sendiri yang irasional dan tidak masuk akal, selanjutnya konselor membantah
keyakinan tersebut dan mendorong klien untuk melawan perasaan dan kepercayaan
diri mereka yang rendah, dan melupakan perasaan yang menyakitkan tersebut
dengan perasaan yang lebih rasional.
13
Tahap kelima adalah Spiritual Intervention. Kontinum berikutnya adalah
spiritual intervention yang mengacu pada intervensi konselor serta profesi helper
lainnya seperti psikolog dan psikiater serta agamawan terhadap konseli.8
8
Muhammad Wangid and Muhammad Nur Wangid, “Peran Konselor Sekolah Dalam Pendidikan
Karakter,” Jurnal Cakrawala Pendidikan 1, no. 3 (May 31, 2010), accessed November 29, 2022,
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/244.
14
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bimbingan konseling Islam merupakan upaya permberian layanan untuk
membantu individu dalam kehidupan keagamaannya sesuai dengan syarat serta
kewajiban yang telah Allah berikan, untuk mencapai kehidupan yang bahagia baik
di dunia maupun di akhirat. Penerapan konseling Islam pasti mengacu pada unsur
– unsur konseling umum. Dimana dalam konseling Islam terdapat nilai – nilai yang
serupa dengan konseling umum. Teori teori yang digunakan dalam konseling islam
yakni teori al hikmah, mauizah hasanah, dan mujadalah bil ahsan.
3.2 Saran
Makalah ini hanya terbatas pada teori teori konseling islam secara umum saja.
Belum pada pembahasan yang lebih khusus atau detail. Penulis mengharapkan
kritik dan saran sebagai bahan perbaikan makalah kedepan.
15
Daftar Pustaka
Akhmadi, Agus. “Problema Psikologis Masyarakat Islamic Counselling Approach
on Solving.” Jurnal Diklat Keagamaan 10, no. 4 (2016): 375–385.
Anwar, M Fuad. “Terapi Eksistensial Humanistik Dalam Konseling Islam.”
Holistik 12, no. 1 (July 1, 2011): 1433–157.
Bilqis, Fajar, Fajar Bilqis, Teten Karina, and Imas Cucu Latipah. “Peran Konselor
Dalam Mewujudkan Sekolah Aman Dan Damai Bagi Siswa.” TERAPUTIK:
Jurnal Bimbingan dan Konseling 2, no. 3 (February 19, 2019): 115–122.
Accessed November 29, 2022.
https://journal.unindra.ac.id/index.php/teraputik/article/view/112.
Dahlan, Abdul Chaliq. Bimbingan Dan Konseling Islami: Sejarah, Konsep Dan
Pendekatannya. Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009.
Mukhlas, and Ika Kurnia Sofiani. “Landasan Teori Konseling Islam.” Kaisa: Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran 1, no. 1 (2021): 25–37.
Pranajaya, Syatria Adymas, Ananda Firdaus, and Nurdin Nurdin. “Eksistensial
Humanistik Konseling.” Bimbingan Konseling Islam 3, no. 1 (2020): 27–41.
Prasetya, Marzuki Agung. “Kolerasi Antara Bimbingan Konseling Islam Dan
Dakwah.” ADDIN 8, no. 2 (2015).
Wangid, Muhammad, and Muhammad Nur Wangid. “Peran Konselor Sekolah
Dalam Pendidikan Karakter.” Jurnal Cakrawala Pendidikan 1, no. 3 (May 31,
2010). Accessed November 29, 2022.
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/244.
16