“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan“
Dosen Pembimbing :
Metyasyah
Lukman Nulhakim
Tiara
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... .
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. .
A. Latar belakang masalah .................................................................................................. .
B. Rumusan masalah .......................................................................................................... .
C. Tujuan ............................................................................................................................ .
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah yang berjudul
“Rukun-rukun shalat dan hal-hal yang membatalkan shalat” ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap
semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah
manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai
pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula
manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia
merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai
masalah itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan
orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari
orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan
“konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya
adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan berbagai hal terkait dengan bimbingan konseling
islam, termasuk tujuan-tujuan dari bimbingan konseling islam dan bagaimana ketika bimbingan
dan konseling di implementasikan dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling Islam?
b. Apa Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan Konseling Islam?
c. Bagaimana Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian BKI/BPI
Istilah Bimbingan Konseling Islam (BKI), dalam bingkai ilmu dakwah adalah Irsyad Islam.
Derivasi dari istilah-istilah ini dapat digunakan istilah-istilah ta’lim, tawjih, maw’izah, nashihah
dan isytisyfa. (Isep Zainal Arifin: 2009). Sejalan dengan perkembangan BPI/BKI maka telah
berkembang berbagai pengertian, penulis mengamati bahwa ada perbedaan konsep antara
konseling barat dan Islam seperti pada pengertian konseling barat dan Islam dibawah ini
sebatas pada pilihan-pilihan yang bermakna pada ruang kehidupan dalam menghadapi masalah.
Kedua definisi di atas melihat pertama, manusia tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri
meskipun ada beberapa teori konseling barat yang sudah mulai memahami konsep Islam misalnya
teori psikoanalisis dan personal centred, kedua bahwa manusia tidak berbeda dengan binatang,
ketiga tujuan manusia hanya duniawi dan tidak memahami bahwa solusi persoalan adalah
bagaimana menemukan religious reference dan insight, seperti pada pengertian bimbingan
konseling Islam.
Menurut H.M Arifin konseling Islami adalah “segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang,
dalam rangka memberikan bantuan kepada yang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan
rohaniyah dalam lingkungan hidupnya agar supaya seseorang tersebut mampu mengatasi
masalahnya sendiri. (Erhamwilda: 2009)
Seringkali dalam pendekatan psikologis, manusia hanya dilihat sebagai orang yang hidup di dunia
dan dilepaskan dari akhirat, dan kesenangan hidup yang dicari hanya dorongan-dorongan untuk
kesenangan diri yang cenderung pada aspek biologis serta melupakan akhirat, aspek spiritual,
dengan pendekatan psikologi Islami manusia akan dipandang sebagai manusia yang memiliki
kehidupan duniawi dan akhirat. 1
Menurut Kamal Ibrahim Mursi, dalam bustomi (2013) menyatakan bahwa Konseling Agama
dalam Tradisi Islam Klasik yang dijumpai pada zaman klasik Islam dikenal dengan nama hisbah,
atau ihtisab, konselornya disebut muhtasib, dan klien dari hisbah tersebut dinamakan
muhtasabalaih. Pengertian hisbahHisbah menurut pengertian syara' artinya menyuruh orang
(klien) untuk melakukan perbuatan baik yang jelas-jelas ia tinggalkan, dan mencegah perbuatan
munkar yang jelas-jelas dikerjakan oleh klien (amar ma'ruf nahi munkar) serta mendamaikan klien
yang bermusuhan. Hisbah merupakan panggilan, oleh karena itu muhtasib melakukannya semata-
mata karena Allah, yakni membantu orang agar dapat mengerjakan hal-hal yang menumbuhkan
kesehatan fisik, mental dan sosial, dan menjauhkan mereka dari perbuatan yang merusak. entuk
amar ma'ruf dalam hisbah ialah menyuruh dan menghendaki kliennya mengerjakan yang ma'ruf,
yakni semua hal yang dituntut syara, termasuk perbuatan dan perkataan yang membawa
kemaslahatan bagi individu dan masyarakat, yang wajib maupun yang sunat. Sedangkan bentuk
nahi munkar dalam hisbah ialah meminta klien menjauhi yang munkar, yakni semua yang dilarang
syara`, termasuk perbuatan dan perkataan yang mendatangkan kesulitan bagi pribadi dan
masyarakat.2
Bimbingan dan konseling memiliki sejumlah tujuan. Menurut Shertzer dan Stone, tujuan
bimbingan dan konseling adalah mengupayakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga
memungkinkan hidupnya menjadi lebih produktif dan memuaskan. Bila dirinci lebih dalam lagi
ke dalam area-area perkembangan individu pribadi-sosial akademik, dan karir, maka tujuan
bimbingan dan konseling menurut Kartadinata, dkk, adalah:
a) Berkenaan dengan aspek perkembangan pribadi sosial, layanan bimbingan dan konseling
dimasudkan agar:
1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan
teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya,
1
Abdullah, Pospek Bimbingan Islam, Pospek Bimbingan Islam, hlm: 2-4
2
Bustomi hasan 2013, menuju bimbingan konseling islami hal.95.
2) Memiliki sikap toleran terhadap umat beragama lain dengan saling menghormati dan
memelihara. hak dan kewajiban masing-masing
3) Memiliki pemahaman tentang situasi kehidupan yang saling bergantian antara yang
menyenangkan (anugerah) dengan yang tidak menyenangkan (musibah) serta mampu
mentresponsnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut
4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif baik yang terkait
dengan keunggulan maupun kelemahan
5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain serta tidak melecehkan
martabat atau harga diri sendiri dan orang lain
7) Memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas dan
kewajibannya
9) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik masalah intenal (dalam
diri sendiri) maupun masalah dengan orang lain
2) Dasar BKI
Agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hubungan
manusia dengan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat kodrati. Agama itu sendiri
menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah,
serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari
nilainilai fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”.
Lalu spontan akan muncul rasa bersalah atau rasa berdosa (sense of guilty).
Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia
terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian
maupun lingkungan masing-masing, namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali
dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan, hal ini karena manusia memiliki unsur
batin yang cendrung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghaib. Ketundukan ini
3
Fuad, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, hlm: 5-7
merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi
(self) ataupun hati nurani (consience of man).
Agama sebagai fitrah manusia telah diinformasikan oleh AlQuran. Fitrah manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama
tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid
itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam QS.Ar Rum:30-31
Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan
diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Cukup logis bahwa ajaran agama
mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajrannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan
ibadah agama, paling tidak akan dapat berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada
puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi tuhan yan setia. Tindak ibadah
setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Manusia sebagai
makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan memerlukan
perlakuan yang dapat memuaskan keduanya. 4
a. Fungsi Pemahaman
Fungsi bimbingan dan konseling membantu kanseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan
pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potersi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
b. Fungsi Fasilitasi
Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, serast, selargs, dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
c. Fungsi Penyesuaian
Fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan
diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif
d. Fungsi Penyaluran
Selain itu pun Islam telah menggambarkan banyak gambaran akan konseling anak, remaja, dewasa
dan juga pernikahan serta banyak lingkupan lainnya 5
5 Fuad, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, hlm: 10-11
a. Pemberian nasehat (mau'idzah hasanah) Secara umum, yakni dilakukan secara perorangan
atau kelompok, di masjid, di rumah atau di tempat kerja. Tahap ini sifatnya merupakan langkah
prefentip.
b. Bimbingan ringan secara individual Bentuk hisbah ini diberikan kepada orang-orang yang
nyata nyata membutuhkan, diminta atau tidak diminta. Obyek bimbingannya bisa menyangkut
masalah keagamaan, kerumah tangaan, kepribadian, pekerjaan dsb. Dalam menjalankan hisbah
dalam bentuk ini, muhtasib (konselor) berusaha menjumpai muhtasab 'alaihi (klien) berdua saja.
Bentuk hisbah ini dilakukan untuk mendorong motivasi klien pada kebaikan, dan mendorongnya
alergi terhadap kemunkaran,dan menyadarkannya untuk menerima kenyataan secara ikhlas.
c. Bimbingan berat secara individual Metode ini dilakukan terhadap orang yang sudah terang
terangan menjalankan perbuatan tercela/keji, dan terang-terangan pula tidak mau mengerjakan
perbuatan baik, orang yang sudah akrab dengan kejahatan dan allergi terhadap kebaikan. Orang
pada tingkat seperti ini biasanya sudah tidak mempan terhadap nasehat-nasehat yang lemah
lembut. Kepada orang semacam ini, muhtasib dalam percakapanya sengaja menggunakan kata-
kata yang keras seraya mengingatkan resiko yang akan diterimanya di dunia maupun di akhirat,
jika tidak mau mengubah perilakunya. Muhtasib dengan memposisikan dirinya sebagai seorang
sahabat yang mempunyai kepedulian, secara sengaja mengetuk keras-keras pintu hati klien
semacam schok terapi agar pintu hatinya bisa terkuak, karena ketukan halus tidak akan pernah
didengar atau bahkan ditertawakan.
d. Bimbingan massal Metode ini digunakan dalam kasus pertikaian, yakni bimbingan untuk
mendamaikan perselisihan yang sudah terlanjur terbuka, antara buruh dan majikan, peminjam dan
yang dipinjami, penjual dan pembeli, perselisihan anak dan ayah, suami dan isteri dsb. Karena
persoalannya sudah terbuka maka hisbah yang diberikan juga dilakukan secara terbuka, misalnya
dalam forum perdamaian. Sistem hisbah seperti ini berakhir pada akhir masa khalifah Usman bin
Affan, selanjutnya pada masa-masa sesudahnya fungsi-fungsi hisbah ini diambil oper oleh aparat
pemerintah, dengan nuansa yang berbeda. Pengambil operan hisbah oleh negara nantinya
memunculkan istilah wilayat al-Hisbah dalam Fiqh al Siyasah (sistim politik Islam) seperti yang
dibahas oleh al Mawardi dalam al Ahkam as Sulthoniyyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan
sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan
batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya
demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
b. Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
➢ membantu individu agar tidak menghadapi masalah
➢ membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
➢ membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau
yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi
sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
c. Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang yaitu berkembang
ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut,
konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan
tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah kehidupannya. Disamping
itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung
mulus,atau bebas dari masalah. atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
DAFTAR PUSTAKA