Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

MODUL KDRT
SISTEM FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Ketua Kelompok Astri Zahri Miftahuljannah (70600119005)

Anggota Kelompok Din Nurul Rasidin (scriber) (70600119016)

Azifah Ummu Khaltsum (70600119006)

Alviani Chandra (70600119015)

Nadia Firdha Amalia (70600119025)

Nurfitri (70600119026)

Murshalina M.A. Mile (70600119035)

Hamraa Bachtiar (70600119036)

Hidayat Al Munawwar (70600119048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
Problem Based Learning (PBL) modul “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.
Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., keluarga,
sahabat, dan kita sebagai penerus hingga akhir zaman.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Kami ucapkan terima kasih dan semoga laporan PBL ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 31 Desember 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Skenario 1

B. Kata Sulit 1

C. Kata Kunci 3

D. Rumusan Masalah 3

E. Learning Outcome 4

F. Problem Tree 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Definisi KDRT dan jenis-jenisnya 6

B. Deskripsi luka 8

C. Patomekanisme luka/trauma 9

D. Penyebab luka menggunakan Proximus Morbus (PMA) 15

E. Karakteristik kemungkinan agen penyebab luka 15

F. Aspek medikolegal terkait kasus KDRT 18

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi KDRT 21

H. Derajat luka sesuai dengan hukum yang berlaku terkait skenario 23

I. Dampak kekerasan dalam rumah tangga 24

J. Pemeriksaan yang dilakukan pasien KDRT 25

K. Kesimpulan diagnosis (Kategorisasi luka) terkait skenario 27

L. Pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 27

iii
M. Penanganan kekerasan dalam rumah tannga (KDRT) 29

N. Integrasi Islam dalam Ilmu pengetahuan terkait skenario 31

BAB III PENUTUP 33

A. Kesimpulan 33

B. Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Skenario

Seorang perempuan berusia dewasa muda diantar oleh penyidik ke


Instalasi Forensik untuk dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan keterangan
pasien, ia dipaksa untuk berhubungan seksual oleh suaminya sekitar beberapa
jam yang lalu. Kejadian ini sudah terjadi beberapa kali selama dua tahun usia
perkawinan mereka. Menurut pasien, hubungan pernikahan mereka kurang
harmonis dan sering terjadi pertengkaran mulut. Selain itu, pasien mengaku
sering dipukul oleh suaminya dalam keadaan marah. Pasien baru pertama
melapor ke polisi karena sudah tidak tahan.

Luka memar pada paha kiri sisi dalam

Laporan PBL Modul “KDRT” | 1


Luka memar pada lengan kiri sisi luar

Luka memar pada lengan kanan atas sisi depan

Hasil pemeriksaan genital

Laporan PBL Modul “KDRT” | 2


B. Kata Kunci
1. Seorang Wanita usia dewasa muda
2. Dipaksa berhubungan dengan suami sekitar beberapa jam yang lalu
3. Terjadi beberapa kali selama dua tahun usia perkawinan
4. Hubungan pernikahan mereka kurang harmonis
5. Sering terjadi pertengkaran mulut
6. Pasien mengaku sering dipukul oleh suaminya dalam keadaan marah.
7. Pasien baru pertama melapor ke polisi karena sudah tidak tahan.
8. Luka memar pada paha kiri sisi dalam
9. Luka memar pada lengan kiri sisi luar
10. Luka memar pada lengan kanan atas sisi depan
11. Hasil pemeriksaan genital
C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi KDRT dan jenis-jenisnya?
2. Bagaimana deskripsi luka pada skenario?
3. Bagaimana patomekanisme luka/trauma (menggunakan pengetahuan
tentang anatomi, histologi, dan fisiologi tubuh manusia) dari skenario?
4. Apa saja penyebab dari luka/cedera menggunakan Proximus Morbus
(PMA)?
5. Menjelaskan karakteristik kemungkinan agen penyebab luka?
6. Bagaimana aspek medicolegal terkait kasus KDRT?
7. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi KDRT?
8. Bagaimana derajat luka sesuai dengan hukum yang berlaku terkait
skenario?
9. Bagaimana dampak KDRT?
10. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pasien KDRT?
11. Bagaimana kesimpulan diagnosis (kategorisasi luka) terkait skenario?
12. Bagaimana pencegahan KDRT?
13. Bagaimana penanganan terkait KDRT?
14. Integrasi islam dalam ilmu pengetahuan terkait skenario?

Laporan PBL Modul “KDRT” | 3


D. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi KDRT dan jenis-
jenisnya.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami deksripsi luka pada
scenario.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patomekanisme luka/
trauma menggunakan pengetahuan anatomi, histologi, dan fisiologi tubuh
manusia.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penyebab dari
luka/cedera menggunakan Proximus Morbus (PMA).
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami karakteristik
kemungkinan agen penyebab luka.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami aspek medicolegal terkait
kasus KDRT.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi KDRT.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami derajat luka sesuai
dengan hukum yang berlaku terkait scenario.
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami dampak dari KDRT.
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan yang
dilakukan pasien KDRT.
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kesimpulan diagnosis
(kategorisasi luka) terkait scenario.
12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan KDRT.
13. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penanganan KDRT.
14. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami integrasi Islam dalam
ilmu pengetahuan terkait scenario.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 4


E. Problem Tree

Laporan PBL Modul “KDRT” | 5


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi KDRT dan Jenis-jenisnya


1. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1
Definisi KDRT menurut UUPKDRT adalah: perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga, meliputi:
a. suami, istri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.

2. Jenis-jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 2


Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yakni:

a. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa


sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Kekerasan fisik ini dapat
diurai sebagai jatuh sakit, cedera, luka, atau cacat pada tubuh
seseorang, gugurnya kandungan, pingsan, dan atau sampai
menyebabkan kematian. Contoh kekerasan fisik misalnya cubitan,
tendangan, sundutan, tamparan, pemukulan, pembunuhan.
b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang
(pasal 7). Misalnya pelaku melakukan berbagai kekerasan seperti
mencaci, mengejek, memaki, menghina, yang menyebabkan korban

Laporan PBL Modul “KDRT” | 6


terlukai secara psikologis sehingga menjadi stress, stress pasca trauma
(pelaku sengaja membuat korban takut dan cemas), depresi, atau
pelaku tidak memiliki belas kasih.
c. Kekerasan seksual adalah a) pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang-orang yang menetap dalam lingkup sebuah
rumah tangga; b) pemaksaan hubungan seksual terhadap seseorang
oleh salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan tujuan
komersil dan atau tujuan tertentu (Pasal 8). Derivasi dari pasal ini
mungkin dapat dijabarkan sebagai berikut: setiap perbuatan yang
berupa pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan
hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai
korban, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan atau tujuan tertentu. Contoh kekerasan ini seperti
pencabulan dan pemerkosaan
d. Penelantaran Rumah Tangga adalah: (1) menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian dia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. (2)
penelantaran pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketegantungan ekonomi daengan cara membatasi dan
atau melarang untuk bekerja layak di dalam atau di luar rumah
sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 8).
e. Penelantaran rumah tangga atau memakai istilah lain sebagai
kekerasan ekonomi ini dapat dibahasakan lain dengan setiap perbuatan
yang mengakibatkan kerugian secara ekonomi dan terlantarnya
anggota keluarga dan atau menciptakan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja di dalam maupun
di luar rumah, tidak memberi nafkah, meniadakan akses dan kontrol
terhadap sumber-sumber ekonomi dan menelantarkan anggota
keluarga. Misalnya, tidak diberi gaji, gajinya sering dipotong jika

Laporan PBL Modul “KDRT” | 7


melakukan kesalahan, korban tidak diizinkan memegang uang atau
memanfaatkannya sekalipun gajinya sendiri, pelaku pelit.

B. Deskripsi Luka
1. Luka 1

Terdapat 1 buah luka tertutup di sisi dalam paha kiri, axis tidak dapat
ditentukan, ordinat tidak dapat ditentukan, ukuran tidak dapat dihitung,
bentuk irregular, tepi berbatas tegas, warna biru kemerahan, permukaan
rata, tidak ada pembengkakan, tidak ada kelainan di daerah sekitar luka.
2. Luka 2

Terdapat 1 buah luka tertutup di sisi luar lengan kiri, axis tidak dapat
ditentukan, ordinat tidak dapat ditentukan, ukuran tidak dapat dihitung,
bentuk irregular, tepi berbatas tegas, warna biru, permukaan rata, tidak ada
pembengkakan, tidak ada kelainan di daerah sekitar luka.
2. Luka 3

Laporan PBL Modul “KDRT” | 8


Terdapat 1 buah luka tertutup di sisi depan lengan kanan, axis tidak dapat
ditentukan, ordinat tidak dapat ditentukan, ukuran tidak dapat dihitung,
bentuk irregular, tepi berbatas tegas, warna kuning kehijauan, permukaan
rata, tidak ada pembengkakan, tidak ada kelainan di daerah sekitar luka.
3. Luka 4

Terdapat 1 buah luka tertutup di arah jam 6 dinding vagina , axis tidak
dapat ditentukan, ordinat tidak dapat ditentukan, ukuran tidak dapat
dihitung, bentuk irregular, tepi berbatas tegas, warna kemerahan,
permukaan tidak rata, tidak ada pembengkakan, tidak ada kelainan di
daerah sekitar luka.
C. Patomekanisme Luka/Trauma (menggunakan pengetahuan tentang
anatomi, histologi, dan fisiologi tubuh manusia)
1. Anatomi dam Histologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh. Kulit terdiri dari epidermis dan
dermis. Epidermis adalah lapisan seluler terluar dari epithelium berlapis
pipih, yang avaskuler dan ketebalannya bervariasi. Dermis adalah jaringan
padat dari jaringan ikat vaskuler. Kulit berfungsi sebagai hambatan
mekanik dan sawar permeabel, dan sebagai organ sensorium dan
termoregulator. Kulit juga dapat menginisiasi respon imun primer 5.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 9


a. Epidermis3,4
Epidermis adalah lapisan permukaan kulit,merupakan turunan dari
ektoderm dan tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin.
 Epitel berlapis gepeng berkeratin kulit tersusun atas 4 sel :
 Keratinosit
 Sel langerhans
 Melanosit
 Sel merkel
b. Dermis3,4
Dermis adalah lapisan kulit dibawah epidermid yang berasal dari
mesoderm dan tersusun atas lapisan papillar yang longgar dan lapisan
retikular yang lebih dalam dan padat.
Daerah pada kulit yang terletak di bawah epidermis, disebut dengan
dermis, berasal dari mesoderm dan terbagi atas dua lapisan: lapisan
papilar yang terletak superfisial dan tersusun longgar, dan lapisan
retikular yang terletak lebih dalam dan tersusun lebih padat. Dermis
tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun mengandung
serat kolagen tipe dan rangkaian serat elastin, yang menyokong
epidermis dan mengikat kulit dengan hipodermis di bawahnya (fasia
superfisialis). Ketebalan dermis berkisar antara 0,6 mm pada kelopak
mata hingga sekitar 3 mm pada bagian telapak tangan dan telapak kaki.
Namun, tidak terdapat batas tegas antara dermis dengan hipodermis
yang berada tepat di bawahnya.

Anatomi Kulit

Laporan PBL Modul “KDRT” | 10


Histologi Kulit

2. Anatomi dan Histologi Vagina


Pada wanita, clitoris dan glandulae vestibulares, bersama-sama dengan
sejumlah lipatan kulit dan jaringan membentuk vulva. Pada kedua sisi dari
garis tengah terdapat dua lipatan tipis kulit yang disebut labia minora
pudendi. Daerah yang tertutup di antara labia minora pudendi, dan yang ke
dalamnya urethra dan vagina bermuara, disebut vestibulum vaginae. Ke
anterior, masing-masing labia minora pudendi bercabang dua, membentuk
sebuah lipatan medial dan sebuah lipatan lateral. Lipatan-lipatan medial
bersatu untuk membentuk frenulum clitoridis yang bergabung dengan
glans clitoridis. Lipatan-lipatan lateral bersatu ke ventral di atas glans
clitoridis dan corpus clitoridis untuk membentuk preputium clitoridis
(kerudung). Posterior dari vestibulum vaginae, labia minora pudendi
bersatu, membentuk suatu lipatan transversalis yang kecil, frenulum
labiorum pudendi (fourchette). Di daiam vestibulum vaginae, dengan
kedalaman yang beragam ostium vaginae dikelilingi oleh lipatan
membrana berbentuk seperti cincin, yaitu hymen, yang memiliki suatu
perforasi centralis yang kecil atau sepenuhnya menutup ostium vaginae.
Setelah rupturnya hymen (akibat hubungan seksual pertama atau cedera),
sisa-sisa hymen yang tidak beraturan berada di tepian ostium vaginae
(carunculae hymenales)5.
Vagina tersusun atas suatu struktur fibromuskular yang terbentang dari
serviks ke vestibulum genitalia eksterna. Dindingnya memiliki banyak

Laporan PBL Modul “KDRT” | 11


lipatan dan terdiri dari mukosa di sebelah dalam, lapisan otot di tengah,
dan jaringan ikat adventisia di sebelah luar. Vagina yang tidak memiliki
kelenjar di dindingnya dan lumennya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.
Mukus yang dihasilkan oleh sel-sel di kelenjar serviks melumasi lumen
vagina. Lamina propria yang terletak di atas lapisan otot polos organ
terdiri dari jaringan ikat fibroelastik longgar yang kaya pembuluh darah.
Mukosa vagina tidak rata dan memperlihatkan banyak plica mucosae.
Epitel permukaan kanalis vaginalis adalah epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk. Dibawah epitel terdapat lamina propria yang mengandung
jaringan ikat padat tidak teratur dengan serat elastik yang meluas ke dalam
tunika muskularis berupa serat interstisial. Tunika muskularis dinding
vagina terutama terdiri dari berkas longitudinale dan berkas oblik otot
polos. Lapisan adventisia mengandung banyak pembuluh darah dan
saraf3,4.

Anatomi Vagina

Laporan PBL Modul “KDRT” | 12


Histologi Vagina

2. Fisiologi Respon Seksual Perempuan


Apa yang terjadi ketika seseorang mengalami gairah seksual dan
perilaku seksual umumnya melibatkan tahapan sebagai berikut (berlaku
untuk semua usia)
a. Tahap istirahat (tidak terangsang)
Dalam keadaan tidak ada gairah, vagina kering dan kendur.
b. Tahap kegembiraan melibatkan rangsangan sensorik
Ketika bunga seksual timbul, karena psikologis atau fisik
stimuli/rangsangan, mulai tahap kegembiraan. Baik pria maupun
wanita yang ditandai dengan vasokongesti (peningkatan aliran darah
ke alat kelamin panggul) dan myotonia (peningkatan tonus ketegangan
/ otot, terutama di daerah genital). Selama fase gairah, klitoris, mukosa
vagina dan payudara membengkak akibat peningkatan aliran darah.
Dalam pelumasan vagina, ukuran labia minora, labia majora dan
klitoris meningkat, uterus meningkat jauh dari kandung kemih dan
vagina, dan puting menjadi tegak. Vasokongesti dan myotonia
persyaratan utama dari tahap kegembiraan dan menyebabkan
berkeringat vagina dan ereksi klitoris pada wanita selalu).

Laporan PBL Modul “KDRT” | 13


c. Plateu phase
Jika kegembiraan meningkat, orang akan memasuki tahap Plateu
dari vasokongesti dan mytonia datar tapi seksual bunga tetap tinggi.
Tahap Plateu mungkin pendek atau panjang tergantung pada
rangsangan individu seksual dan dorongan, praktek sosial dan
seseorang konstitusi / body. Beberapa orang inginorgasme secepat
mungkin, orang lain bisa mengendalikannya, orang lain ingin Plateu
panjang. Sebagai seorang wanita mencapai fase Plateu, lapisan terluar
ketiga membengkak vaginanya karena aliran darah dan distensi,
klitoris mengalami retraksi dan "siram seks" yang merupakan ruam
seperti campak, dapat menyebar dari payudara ke semua bagian dari
tubuh
d. Tahap orgasme; melibatkan ejakulasi, kontraksi otot
Tahap orgasme relatif singkat. ketegangan psikologis dan otot
dengan cepat meningkat, serta kegiatan tubuh, jantung dan
pernapasan. Orgasme dapat dipicu secara psikologis oleh fantasi dan
somatik dengan stimulasi bagian-bagian tubuh tertentu, yang berbeda
untuk setiap orang (vagina, rahim pada wanita). Selama fase orgasme,
ketegangan otot mencapai puncaknya dan kemudian ketegangan otot
akan berkurang darah didorong keluar dari pembuluh darah yang
bengkak. Denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah meningkat
dan kontraksi berirama terjadi. Orgasme disertai dengan sensasi intens
kesenangan. Lalu tiba-tiba rilis / pelepasan ketegangan seksual,
disebut klimaks / atau
e. Resolusi tahap (termasuk pasca-hubungan seksual)
Setelah orgasme, pria biasanya segera masuk fase resolusi untuk
menjadi pasif dan tidak responsif, penis detumescence, sering orang
tertidur dalam fase ini. Beberapa wanita juga mengalami seperti itu,
tetapi kebanyakan umumnya masih responsif secara seksual, bergairah
dan masuk ke dalam fase Plateu lagi, orgasme lagi mengakibatkan
beberapa orgame. Setelah orgasme, pria dan wanita kembali (resolusi

Laporan PBL Modul “KDRT” | 14


berpengalaman) ke fase istirahat. Kedua mengalami relaksasi mental
dan fisik, perasaan sejahtera. Banyak pria dan wanita merasakan
kepuasan psikologis atau relaksasi tanpa mencapai orgasme perasaan
lain kecewa jika tidak ada orgasme.
D. Penyebab Luka (CODamage) Pendekatan proximus morbus (PMA)
Proximus Morbus Approach (PMA) merupakan salah satu pendekatan
analisis pada pembuatan laporan medis korban hidup yang bertujuan untuk
mengungkapkan penyebab terjadinya jejas/perlukaan pada korban hidup
tersebut.14
a. Luka Memar (luka 1, 2, 3)

b. Luka Lecet (luka 4)

E. Karakteristik Kemungkinan Agen Penyebab Luka


1. Luka Memar

Laporan PBL Modul “KDRT” | 15


Memar biasanya terjadi karena cedera yang ditimbulkan oleh benda
tumpul seperti tongkat bambu, batang besi, batu, juga bisa berupa serangan
dengan kepalan tangan atau pukulan , tendangan, jatuh atau dengan
kompresi dan lain-lain, selain itu juga karena beberapa penyakit.6,7
a. Objek Penyebab :
1. Bentuk memar kemungkinan besar akan mengikuti atau
mencerminkan bentuk objek penyebab atau benda.
2. Sebuah memar yang berbentuk donat atau bulat dihasilkan oleh
sebuah benda dengan kontur yang bulat (misalnya baseball).
3. Memar dapat mengikuti bentuk permukaan benda jika memar
disebabkan oleh benda yang fleksibel seperti cambukan.
b. Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti:
1. Besarnya kekerasan
Secara umum, semakin besar kekuatan, maka semakin berat luka
memar.
2. Kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak)
Jika jaringan yang terlibat longgar dan lemah seperti wajah,
skrotum, genitalia, kelopak mata dan lain lain, biar dengan kekuatan
yang sederhana akan mengakibatkan memar yang relatif lebih besar
dikarenakan ruangan antara sel yang cukup untuk darah
terakumulasi. Bila yang terkena benturan adalah jaringan kuat yang
terdiri dari jaringan ikat dan dilapisi lapisan dermis yang tebal seperti
punggung, kulit kepala, telapak tangan dan kaki dan lain lain walau
dengan kekerasan yang sederhana mungkin menghasilkan memar
yang lebih kecil dimana kepadatan jaringan ikat dan fascia mencegah
darah daripada mudah terakumulasi.
3. Usia
Memar pada anak-anak lebih cepat terjadi daripada orang
dewasa karena jaringan kulit yang lebih lembut dan lebih halus.
Orang tua pula akan lebih mudah mengalami memar karena pada

Laporan PBL Modul “KDRT” | 16


usia tua lapisan kulit (epidermis dan dermis) lebih tipis, keelastisitas
kulit, dan pembuluh darah pada usia tua sudah rapuh.
4. Jenis kelamin
Wanita cenderung lebih mudah memar dari pada laki-laki karena
lapisan kulit dan lebih banyak lemak subkutan.
5. Corak dan warna kulit
Memar akan lebih mudah terlihat pada orang kulit putih dari
pada kulit gelap.
6. Area vaskularisasi dan kerapuhan pembuluh darah
Penampakan memar di bawah kulit secara nyata bervariasi
dengan jumlah darah yang terekstravasasi. Ukuran dan densitas
jaringan vaskular berbeda dari area yang satu dengan yang lainnya
hal itulah yang menyebabkan memar pada area luas seperti wajah,
genitalia, skrotum dan lain-lain memiliki vaskularisasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan area lainnya.
c. Usia memar6
Perubahan warna pada sebuah memar dapat memberikan perkiraan
waktu cedera. Memar awalnya akan berwarna merah, biru tua / ungu (1-
18 jam), biru / coklat (1 hingga 2 hari), hijau (2 hingga 3 hari) dan
kuning (3 hingga 7 hari).
Dari hasil pemeriksaan diatas, penyebab luka pada korban adalah
akibat adanya trauma tumpul baik itu berupa benda maupun anggota
tubuh orang lain. Selain itu, informasi lain yang didapatkan pada kasus
tersebut adalah suami korban sering memukulnya dalam keadaan marah
sehingga kemungkinan penyebab trauma tumpulnya adalah anggota
tubuh dari suami korban yang bisa berupa genggaman tangan maupun
anggota tubuh lainnya.
2. Luka Abrasi6,8
Terjadi kerusakan yang mengenai lapisan epidermis akibat
kekerasan atau gesekan dengan benda yang mempunyai permukaan kasar,
sehingga epidermis menjadi tipis dan sebagian atau seluruh lapisannya

Laporan PBL Modul “KDRT” | 17


hilang. Luka bisa dalam atau dangkal tergantung pada kekuatan dan
kekasaran permukaan yang menyebabkan abrasi.
Abrasi disebabkan karena adanya gesekan. Kedalaman luka
tergantung kekuatan dan kekerasan dari permukaan dua benda yang
bergesekan. Abrasi yang ditemukan di bagian vagina menunjukkan adanya
gesekan antara vagina dengan benda tumpul yang menyebabkan abrasi
pada vagina. Hal ini biasa disebabkan oleh pemerkosaan atau percobaan
pemerkosaan
F. Aspek Medikolegal Terkait KDRT9
Dalam Pasal 599 ayat (4) RUU KUHP yang menyatakan bahwa
kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, maka perbuatan
tersebut digolongkan ke dalam delik aduan. RUU KUHP juga mengakomodir
adanya kekerasan psikis dalam rumah tangga yang diatur dalam Pasal 600
ayat (1) RUU KUHP, yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang
melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling
banyak Kategori IV.”

Laporan PBL Modul “KDRT” | 18


Adanya kekerasan psikis dalam KDRT yang diatur dalam RUU KUHP
merupakan perwujudan diakomodirnya kekerasan non fisik, seperti kekerasan
psikis. KDRT dapat dilakukan dengan berbagai perbuatan dan tidak selalu
dilakukan secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan secara psikis. Pada
umumnya, kekerasan emosional atau psikologis dilakukan dengan
memojokkan dengan kata-kata, mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh,
sering membohongi korban, menjadikan korban merasa tidak berguna dan
tidak berdaya.

Kekerasan secara seksual dalam lingkup rumah tangga juga diakomodir


oleh RUU KUHP. Pasal 601 RUU KUHP menyatakan bahwa “Setiap orang
yang melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangganya dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori VI.” Dalam
RUU KUHP, kekerasan secara seksual menuntut adanya aduan dari suami
atau istri yang menjadi korbannya (delik aduan).
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 602 RUU KUHP yang menyatakan
bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan
oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, tidak dilakukan penuntutan kecuali
atas pengaduan suami atau istri.
Kata memaksa dalam Pasal 602 RUU KUHP tersebut tidak hanya
mengandung makna memaksa secaran fisik seperti adanya unsur secara
tindakan atau verbal, tetapi memaksa bisa juga dilakukan dalam tataran psikis
seperti berada dibawah tekanan sehingga korban tidak bias melakukan

Laporan PBL Modul “KDRT” | 19


penolakan apapun. Pembuktian terhadap Pasal 602 RUU KUHP tersebut
tidak dapat dibatasi hanya kepada bukti-bukti secara fisik, tetapi juga bisa
dibuktikan melalui kondisi psikis yang dialami oleh korban.
Kekerasan seksual (sexual abuse) menunjuk kepada setiap aktivitas
seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan.
Kategori penyerangan jika menimbulkan penderitaan berupa cedera fisik.
Kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan jika menimbulkan trauma
secara emosional.
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga juga dapat terjadi secara
ekonomi, RUU KUHP menyebutnya sebagai tindak pidana menelantarkan
orang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 536 RUU KUHP yang menyatakan
bahwa ”Setiap orang yang mengakibatkan atau membiarkan orang dalam
keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena perjanjian yang diadakannya wajib memberi nafkah, merawat, atau
memelihara orang yang dalam keadaan terlantar tersebut, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak
Kategori IV.”

Pada umumnya, kekerasan ekonomi dilakukan berupa suami tidak lagi


memberi nafkah disebabkan suami tidak bekerja atau tidak mau bekerja.
Selain itu, dapat juga berupa tindakan suami memeras korban,
mengeksploitasi penghasilan korban, menghabiskan harta korban, atau
menyuruh korban melunasi utang-utang pelaku.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 20


G. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga
1. Permasalahan Ekonomi10
Permasalahan ekonomi yang didapatkan antara lain ; rendahnya
pendapatan keluarga karena gaji suami rendah, suami tidak bekerja
maupun suami tidak dapat bekerja (akibat disabilitas atau terjerat kasus
kriminal); adanya penelantaran rumah tangga (ditandai dengan tidak
adanya pemenuhan nafkah oleh suami) ; ada pula rumah tangga yang harus
terbelit urusan hutang piutang.
Domestic Violence Roundtable menungkapkan bahwa salah satu
faktor yang menghambat seorang korban untuk melaporkan kekerasan
yang diterimanya adalah ketergantungan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena korban memiliki kekhawatiran akan keberlangsungan hidupnya
setelah melakukan pelaporan. Seorang korban memiliki pemikiran bahwa
dia tidak memiliki keterampilan mupun modal untuk bekerja apabila harus
menjalani hidup terpisah dari pelaku KDRT.
2. Faktor Perilaku Suami11
Faktor lingkungan yaitu tempat dan lingkungan pergaulan kadangkala
menbawa warna tersendiri dalam kehidupan seseorang. Gaya hidup
seseorang yang tidak sesuai dengan tingkat pendapatan juga menjadi hal
yang memicu permasalahan ini. Manusia memang tidak pernah puas
dengan apa yang dimilikinya. Mereka selalu merasa tidak puas dengan apa
yang mereka miliki dan adakalanya sering melakukan tindakan apa saja
yang asalkan apa mereka terpenuhi. Berdasarkan hasil suatu penelitian

Laporan PBL Modul “KDRT” | 21


menyatakan jika ada beberapa faktor perilaku suami yang menyebabkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga:
a. Minuman keras
Pengaruh minuman keras yang membuat lingkungan tidak berjalan
dengan baik, sehingga menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga yang dilakukan terhadap suami.
b. Adanya orang ketiga
Munculnya orang ketiga dalam suatu hubungan suami istri merupakan
masalah besar yang dihadapi oleh semua pasangan yang membuat
keadaan rumah tangga tidak harmonis dimana kecemburuan dari pihak
istri bisa memicu terjadinya kekerasan suami dalam rumah tangga.
3. Faktor Pola Asuh12
Pola asuh dalam keluarga bisa memberikan sumbangan dalam
membentuk kekerasan. Pola asuh yang paling mendukung untuk terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga kelak adalah pola asuh otoriter. Pola asuh
otoriter dalam penerapannya merupakan pola asuh yang keras,
menekankan kedispilinan yang tinggi, pemaksaan kehendak orang tua
kepada anak, selalu memberikan hukuman terhadap kesalahan yang
dilakukan. Hal ini menjadikan anak memiliki sifat yang temperamental,
tidak senang, tidak memiliki tujuan, penuh ketakutan, mudah stres,
menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain.
4. Faktor Riwayat Kekerasan Masa Lalu12
Umumnya seseorang yang memiliki riwayat kekerasan masa lalu
menganggap tindakan kekerasan merupakan hal yang biasa sehingga
cenderung untuk melakukan hal yang sama. Mereka mengaggap bahwa
kekerasan merupakan suatu cara untuk menyelesaikan masalah dan
mengendalikan orang lain.
Hasil penelitian menyebutkan anak laki-laki yang tumbuh dalam
keluarga yang mengalami kekerasan beresiko tiga kali lipat menjadi pelaku
kekerasan terhadap istri dan keluarga mereka di masa mendatang.
Sedangkan anak perempuan saksi KDRT akan berkembang menjadi

Laporan PBL Modul “KDRT” | 22


perempuan dewasa yang cenderung bersikap pasif dan memiliki resiko
tinggi menjadi korban kekerasan di keluarga mereka.
5. Berdasarkan kajian sosisal budaya13
Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi secara spontanitas,
namun memiliki sebab-sebab tertentu yang mendorong laki-laki berbuat
kekerasan terhadap perempuan (istri) yang secara umum penyebab
kekerasan tersebut dapat diidentifikasi karena faktor gender dan patriarki.
Gender dan patriarki akan menimbulkan relasi kuasa yang tidak setara
karena laki-laki dianggap lebih utama daripada perempuan berakibat
pada kedudukan suami pun dianggap mempunyai kekuasaan untuk
mengatur rumah tangganya termasuk istri dan anak-anaknya. Anggapan
bahwa istri milik suami dan seorang suami mempunyai kekuasaan yang
lebih tinggi daripada anggota keluarga yang lain menjadikan laki-laki
berpeluang melakukan kekerasan.
Budaya dan posisi subordinasi perempuan merupakan awal dari
munculnya peluang tindakan kekerasan terhadap perempuan (istri).
Dominasi laki-laki selalu dipertahankan karena kepentingan-kepentingan
pribadi sehingga rnembatasi akses perempuan dalam bidang lainnya,
yang selama ini menjadi lahan basah bagi kaum laki-laki seperti politik,
ekonomi, sosial dan lain sebagainya, semua ini dilakukan karena laki-laki
berada dalam keenakan status quo hegemoni laki-laki yang bagi mereka
bisa berbuat apa saja terhadap perempuan.
H. Derajat luka sesuai dengan hukum yang berlaku terkait scenario
1. Luka ringan pasal 352 KUHP13
a. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, sebagai penganiayaan ringan, dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi
orang yang 27 melakukan kejahatan ini terhadap orang yang bekerja
padanya, atau menjadi bawahannya.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 23


b. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
2. Luka sedang, pasal 351 KUHP13
a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak akan dikriminalisasi
3. Luka berat pasal 90 KUHP13
a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
b. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian.
c. Kehilangan salah satu panca indra
d. Mendapat cacat berat
e. Menderita sakit lumpuh
f. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
g. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
I. Dampat KDRT2
Dampak KDRT terhadap perempuan dapat dibedakan menjadi 2 yakni,
dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang:
1. Dampak jangka pendek, biasanya berdampak secara langsung seperti luka
fisik, cacat, kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya pekerjaan, dan
lain sebagainya.
2. Dampak jangka Panjang, biasanya berdampak dikemudian hari bahkan
berlangsung seumur hidup. Biasanya korban mengalami gangguan psikis

Laporan PBL Modul “KDRT” | 24


(kejiwaan), hilangnya rasa percaya diri, mengurung diri, trauma dan
muncul rasa takut hingga depresi.
Dari dua hal dampak tersebut, hal yang dikhawatirkan adalah munculnya
kekerasan lanjutan. Artinya bahwa korban yang tidak tertangani dengan
baikdikhawatirkan menjadi pelaku kekerasan dikemudian hari sebagai bentuk
pelampiasan trauma masa lalu.
Dampak KDRT juga berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil
mengalami gangguan menstruasi dapat mengalami penurunan libido dan
ketidakmampuan mendapatkan orgasme. Sedangkan pada saat hamil, dapat
terjadi keguguran/ abortus, persalinan formatur dan bayi meninggal dalam
rahim. Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri
dalam rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola fikir, emosi dan
ekonomi keluarga.
J. Pemeriksaan yang dilakukan pasien KDRT14,15
Sebelum melakukan pemeriksaan pada pasien KDRT, hal yang perlu
dilakukan adalah memastikan bahwa pasien dalam keadaan stabil. Setelah
stabilisasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang sesuai keadaan pasien.
1. Anamnesis
Pada anamnesis gunakan pertanyaan langsung dan tertutup untuk
menghindari kemungkinan kesalahan penafsiran oleh pasien. Yakinkan
pasien mengenai kerahasiaan dan keamanannya selama proses
pemeriksaan berlangsung. Tanyakan apakah korban tinggal serumah
dengan pelaku, hubungan antara korban dan pelaku, usia pernikahan, jenis
KDRT yang dialami, dan apakah kejadian ini yang pertama kalinya atau
merupakan kejadaian berulang. Saat menanyai keluarga, lakukan dengan
hati-hati mengingat kemungkinan pelaku KDRT ada diantara keluarga
tersebut. Gunakan pertanyaan terbuka dengan bahasa yang tidak
menghakimi saat melakukan anamnesis dengan pelaku yang terluka
hakimi saat melakukan anamnesis dengan pelaku yang terluka. Keluhan

Laporan PBL Modul “KDRT” | 25


yang penyakit atau stres yang berhubungan dengan KDRT lebih tinggi
dibandingkan cedera. KDRT mungkin menjadi penyebab dari banyaknya
masalah kesehatan kronis yang dialami seorang wanita. Keluhan medis
tanpa bukti kelainan pada saat pemeriksaan mungkin saja berhubungan
dengan gejala psikosomatis akibat depresi.
Mnemonik SAFE bisa digunakan dalam mengajukan pertanyaan kepada
pasien yang diduga korban KDRT. Dengan mengajukan pertanyaan SAFE
dapat mengurangi keterasingan pasien. Mnemonik SAFE meliputi:
a. Stress/ Safety (stres/ keamanan): masalah stres apa yang anda rasakan
dalam hubungan anda? Apakah anda merasa aman dalam hubungan
pernikahan anda? Haruskah saya mengkhawatirkan keamanan anda?
b. Afraid/ Abused (takut/ dilukai): apa yang terjadi jika anda dan
pasangan anda berselisih paham? Apa ada situasi yang menyebabkan
anda ketakutan dalam pernikahan anda? Apakah pasangan anda pernah
mengancam atau melukai anda atau anak anda? Apakah anda pernah
disakiti secara fisik oleh pasangan anda? Apakah pasangan anda
memaksa anda untuk melakukan hubungan seksual?
c. Friends/ Family (menilai derajat dukungan sosial): jika anda pernah
disakiti, apakah teman atau keluarga anda menyadarinya? Apa anda
bisa menceritakan pada mereka jika hal tersebut terjadi? Bisakah
mereka memberikan dukungan pada anda?
d. Emergency plan (rencana darurat): apakah anda punya tempat untuk
dituju saat anda dalam keadaan darurat? Jika anda dalam bahaya
sekarang, apakah anda membutuhkan bantuan untuk menemukan
tempat berlindung? Apa anda punya rencana untuk melarikan diri?
Apakah anda ingin berbicara dengan pekerja sosial, konselor, atau
tenaga kesehatan profesional untuk membuat rencana darurat?
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik: nilai jumlah luka, umur luka (biasanya bervariasi
dan tidak mematikan pada kasus KDRT), lokalisasi luka (biasanya
lebih dari satu lokasi pada tubuh korban). Laboratorium: menilai

Laporan PBL Modul “KDRT” | 26


adanya dehidrasi, abnormalitas elektrolit, infeksi, penyalahgunaan zat,
pemberian obat yang tidak tepat dan malnutrisi.
b. Imaging: X-ray untuk menilai adanya fraktur, CT Scan untuk
mengevaluasi adanya perdarahan intrakranial sebagai akibat dari
kekerasan atau penyebab perubahan status mental.
c. Lainnya: pemeriksaan regio pelvis pada kasus kekerasan seksual.
K. Kesimpulan diagnosis (kategorisasi luka) terkait skenario
Terdapat sebuah Vulnus contussum regio femoral sinistra, regio humerus
sinistra sisi lateral, dan regio humerus dextra sisi anterior dan Vulnus abrasio
regio genitalia eksterna ec. susp. Trauma benda tumpul.
L. Pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 16
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,
diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
antara lain yaitu :

1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh
pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan
dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah
rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah
pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya
antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa
saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita
untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang

Laporan PBL Modul “KDRT” | 27


timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang
kadang juga berlebih-lebihan.
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga
dapat diatasi dengan baik.
6. Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami
dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika
di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan
diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya
kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa
mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang
suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya
masing-masing.
7. Antara suami istri harus ada yang bisa mengalah ketika terjadi konflik
dalam rumah tangga sehingga dari konflik tersebut tidak menimbulkan
kekerasan dalam rumah tangga.

Selain upaya di atas, upaya lainnya untuk pencegahan dan penanggulangan


KDRT dalam keluarga dapat dilakukan dengan berbagai tindakan preventif,
antara lain : Meningkatkan komunikasi internal secara ramah dan santun
antara suami istri. Menghargai dan menghomati suami sebagai kepala
keluarga. Memenuhi permintaan suami yang bersifat positif.
Mengkomunikasikan kebutuhan ekonomi keluarga secara bersama-sama.
Membuat perencanaan dalam keluarga secara bersama-sama dan selalu
percaya kepada suami.

Akan tetapi jika setelah upaya preventif ini dilakukan, akan tetapi
kekerasan masih tetap terjadi pada pada istri, maka seorang istri pun harus
melakukan beberapa tindakan antara lain seperti : seorang Istri harus mampu
meninggalkan suami dalam jangka waktu beberapa lama sampai suami

Laporan PBL Modul “KDRT” | 28


menyadari pentingnya kehadiran istri di dalam kehidupan rumah tangga.
Kemudian istri meminta kepada keluarga terdekat untuk memberikan nasihat
dan ataupun sanksi kepada suami dengan membuat pernyataan yang tegas.
Setelah itu, membuat perjanjian dengan suami akan tindakan KDRT yang
dilakukan dan terahir Istri harus berani melaporkan kepada pihak penegak
hukum untuk diproses secara hukum sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku jika KDRT terus dilakukan oleh suaminya.

M. Penanganan terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 17,18,19


Seringkali korban tidak mengetahui apa yang harus diperbuat
sehubungan dengan masalah yang menimpanya, misalnya bagaimana
menyikapi pelaku, apa yang harus dilakukan jika mengalami kekerasan. Oleh
karena itu, penanganan kekerasan yang perlu dilakukan, antara lain:
1. Memberi informasi tentang hak-hak korban dan tanggungjawab pelaku
kekerasan. Dengan informasi ini korban mengetahui peluang-peluang dan
alternatif solusi yang dapat diambil, tidak sekedar diam dan pasrah
menerima nasib, dan bagi pelaku diharapkan dapat bertanggungjawab dan
menyadari kesalahannya.
2. Memberikan dukungan karena biasanya korban merasa putus asa, malu,
cemas, merasa “sendirian” dan tidak ada orang yang membelanya,
sehingga sering menutup diri, mengutuk dan mempersalahkan diri, merasa
sial serta tidak berharga, dan bagi pelaku biasanya merasa tidak bersalah
dengan alasan untuk menegakkan power sebagai kepala keluarga.
Kehadiran konselor harus bisa menjadi kawan bagi pelaku untuk
menyadarkan bahwa perbuatannya telah merugikan dan membuat orang
lain sakit dan menderita, sehingga ia harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya dan berusaha menghapuskan kekerasan tersebut. Konselor
juga harus menjadi kawan bagi korban dalam menghadapi masalah sulit
tersebut, sehingga klien yang menjadi korban dapat menemukan kembali
kepercayaan diri dan bangkit dari keterpurukan

Laporan PBL Modul “KDRT” | 29


3. Menjadi teman diskusi dalam pembuatan keputusan, meski pengambilan
keputusan tetap harus mandiri dari klien sendiri, sebagai pelaku atau
korban.
4. Membantu korban maupun pelaku memperoleh pemahaman mendalam
tentang diri sendiri dan persoalannya, seperti kelebihan dan kekurangan
diri, dinamika sejarah kehidupan selama ini, bagaimana dirinya
dikonstruksi oleh budaya menjadi berkepribadian seperti sekarang ini.
Dengan memperoleh pemahaman, korban lebih mudah mengembalikan
kepercayaan diri dan bangkit dari keterpurukan, dan pelaku menyadari
kesalahan dan bertanggungjawab atas perbuatannya.
5. Memberi pemahaman tentang hak dan kewajiban suami istri yang adil
gender berdasarkan kelebihan dan kelemahan masing-masing untuk
bersinergi membangun keharmonisan relasi dalam rumah tangga, tanpa
merasa satu lebih unggul dari yang lain, tanpa merasa satu sebagai subyek
dan yang lain objek
Sedangkan upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menangani
kekerasan dalam rumah tangga, antara lain: Pertama, tindakan preventif,
untuk menangani terjadinya kekerasan dalam keluarga, perlu dilakukan
sosialisasi/ pembiasaan kepada anggota keluarga terintegrasi dengan
penanaman nilai-nilai agama. Kedua, tindakan kuratif, tindakan ini diambil
setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk
memberikan penyadaran kepada para pelaku kekerasan dalam rumah tangga
agar dapat menyadari kesalahannya dan mampu memperbaiki kehidupannya
selanjutnya. Sehingga dikemudian hari tidak lagi mengulangi. Ketiga,
tindakan development, tindakan ini dilakukan untuk membantu keluarga
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi agar tetap baik dan
menjadi lebih baik. Sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya
masalah kekerasan dalam rumah tangga kembali.
Untuk mencapai tujuan seperti yang disebutkan, dan sejalan dengan
fungsi-fungsi bimbingan konseling Islam, maka bimbingan konseling Islam

Laporan PBL Modul “KDRT” | 30


melakukan kegiatan yang dalam garis besarnya dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Membantu individu mengetahui, mengenal, dan memahami keadaan
dirinya sesuai dengan hakekatnya, atau memahami kembali keadaan
dirinya, sebab dalam keadaan tertentu dapat terjadi individu tidak dapat
mengenal atau tidak menyadari keadaan dirinya yang sebenarnya.
2. Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, segi-
segi baik dan buruknya, kekuatan serta kelemahannya, sebagai sesuatu
yang memang telah ditetapkan Allah (nasib atau taqdir), tetapi juga
menyadari bahwa manusia diwajibkan untuk berikhtiar, kelemahan yang
ada pada dirinya bukan untuk terus menerus di sesali, dan kekuatan atau
kelebihan bukan pula untuk membuatnya lupa diri.
3. Membantu individu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang
dihadapi saat ini, seringkali masalah yang dihadapi individu tidak
dipahami individu itu sendiri, atau individu tidak merasakan/ tidak
menyadari bahwa dirinya sedang menghadapi masalah, tertimpa masalah.
Bimbingan konseling Islam membantu individu merumuskan masalah
yang dihadapinya dan membantunya mendiagnosis masalah yang sedang
dihadapinya itu. Masalah bisa timbul dari bermacam faktor. Bimbingan
konseling Islam membantu individu melihat faktor-faktor penyebab
timbulnya masalah tersebut.
N. Integrasi Islam dalam Ilmu pengetahuan20
Q.S An Nisa/4:19

Terjemahnya :

Laporan PBL Modul “KDRT” | 31


“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An
Nisa/4:19 )

Menurut tafsir Kementrian Agama, ayat ini menjelaskan mengenai para


suami agar bergaul dengan istri dengan baik. Jangan kikir dalam memberi
nafkah, jangan sampai memarahinya dengan kemarahan yang melewati batas
atau memukulnya atau selalu bermuka muram terhadap mereka. Seandainya
suami membenci istri dikarenakan istri itu mempunyai cacat pada tubuhnya
atau terdapat sifat-sifat yang tidak disenangi atau kebencian serius kepada
istrinya timbul karena hatinya telah terpaut kepada perempuan lain, maka
hendaklah suami bersabar, jangan terburu-buru menceraikan mereka. Mudah-
mudahan yang dibenci oleh suami itu justru yang akan mendatangkan
kebaikan dan kebahagiaan kepada mereka.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 32


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kasus di atas dan hasil diskusi kelompok kami, maka


disimpulkan bahwa pada pasien terdapat 3 buah luka memar pada paha kiri
sisi dalam, lengan kiri atas sisi luar, dan lengan kanan atas sisi depan. Selain
itu terdapat juga 1 buah luka lecet di area genital. Hal ini disebabkan karena
adanya trauma benda tumpul yang dilakukan oleh suami pasien.
B. Saran
Sebaiknya mahasiswa sebelum melakukan PBL diharapkan menyiapkan
diri dengan membaca materi terkait skenario yang akan dibahas agar
mahasiswa lebih menguasai atau memahami skenario tersebut.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 33


DAFTAR PUSTAKA

1. Manumpahi E, Goni S.Y.V.I, Pongoh H.W. 2016. Kajian Kekerasan Dalam


Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak Di Desa Soakonora Kecamatan
Jailolo Kabupaten Halmahera Barat. e-journal “Acta Diurna” Volume V.
No.1.
2. Budi Santoso A.B. 2019. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Terhadap Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam. Vol. 10, No. 1.
3. Eroschenko VP. Di Fiore's atlas of histology with functional correlations 11th
ed. Jakarta : EGC. 2013. p. 508-539
4. Mescher LM. Junqueira’s basic histology text and atlas 13th ed. New York :
McGraw-Hill. 2013. p. 459-460
5. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.
6. Nelwan, Berti. 2018. Bahan Ajar Kuliah Blunt Force Trauma. Fakultas
Kedokteran UIN Alauddin Makassar.
7. Rabindra, Nath Karmakar. 2015.Kedokteran Forensik dan Toksikologi: Teori,
Oral, dan Praktis. Kolkata(India): Penerbit Akademik.
8. Prof. J.P. Saxena (Medicolegal expert cum Toxicologist and Advocate).
Scientific Defence of Injuries (Abrasions)-medical laws in India. Online
version https://www.legalserviceindia.com/medicolegal/abrasions.htm
9. Undang-undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT Pasal
46,47,48
10. Ramadani, M., & Yuliani, F. (2017). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt)
Sebagai Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(2), 80.
https://doi.org/10.24893/jkma.9.2.80-87.2015.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 34


11. Nisa, H. Gambaran Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dialami
Perempuan Penyintas. International Journal of Child and Gender Studies,
4(23), 57–66. 2018
12. Muhajarah, K. Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga.
Sawwa, 11(2), 127–146. 2016
13. Hariyani & Susanti M. 2021. Penulisan Derajat Luka pada Visum et
Repertum. Baiturrahmah Medical Journal. Vol I No 2.
14. Aflanie, Iwan. Dkk. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. Cetakan 1
Jakarta: Rajawali Pers. 2017
15. Basri, Kasim, s. S., & Roslan, S. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Yang Dialami Suami. Neo Societal, 3, 457–466. 2018.
16. Suteja, Jaja., Muzaki. Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Melalui Kegiatan Konseling Keluarga. Jurnal Equalita. 2020: 2 (1)
17. Nurhayati. 2012. Psikologi Perempuan Dalam Berbagai
Perspektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
18. Muttaqin, M Asasul, dkk. “Bimbingan Konseling bagi Perempuan Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga di LRC-KJHAM Semarang”. Jurnal Studi
Gender. 2016: 2 (1)
19. Nigtyas, W., S. Upaya Penanganan Korban Kekerasan Dalam Tangga (Kdrt)
Di Posko Paralegal Puspita Bahari Morodemak, Kec. Bonang, Kab. Demak.
Skripsi. Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang 2018.
20. Kementrian Agama (2020) Qur’an Kemenag Tafsir Q.S 4:19,
quran.kemenag.go.id.

Laporan PBL Modul “KDRT” | 35

Anda mungkin juga menyukai