Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEKERASAN PADA PEREMPUAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II
Dosen Pengampu : Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep., Mat.

Disusun oleh:
Kelompok 9

Ai Nina Nurajijah (C1AA20004)


Maulana Fadhilah Shidiq (C1AA20056)
Mohammad Hasbi Al Ghoni (C1AA20058)
Muhammadden Alwatuni Ma’sum (C1AA20060)
Narendra Muhamad Zapata Hamzah (C1AA20064)
Novita Andini Nurazizah (C1AA20070)
Nuraeni (C1AA20072)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kesempatan kepada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kekerasan Pada Perempuan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep.,
Sp.Kep., Mat. pada mata kuliah Keperawatan Maternitas II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sukabumi. Selain itu, penyusun berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep.,
Sp.Kep., Mat. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas II. Penyusun juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penyusun
menerima saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Sukabumi, 29 September 2022

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan 4
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan 5
C. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan 7
D. Implikasi Keperawatan yang Dapat Diberikan Kepada
Kaum Perempuan Dari Tindak Kekerasan 9
E. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan 9
F. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan 11
G. Risiko yang Dapat Ditimbulkan Terhadap Kekerasan Pada Perempuan 14
H. Peran Perawat Terhadap Kasus Kekerasan Pada Perempuan 16
I. Konsep Asuhan Keperawatan Kekerasan Pada Perempuan dengan KDRT 16
BAB III PENUTUP 22
A. Kesimpulan 22
B. Saran 22
LAMPIRAN GAMBAR ILUSTRASI 23
DAFTAR PUSTAKA 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga dan kekerasan pada wanita merupakan
jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak
kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban
diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga dan biasanya sering terjadi pada
wanita, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan
kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan
didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status
sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak
kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak
kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan
minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan
pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana
menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan
terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil
dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari
jangkauan kekuasaan publik.
Campur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah tangga merupakan
perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran (permissiveness)
berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut Murray A. Strause
(1996), bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam
rangka mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan
kekuasaan publik.
Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan
secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis
perempuan, menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap
perempuan,. Menurut Komisi Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari

1
perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah dan pelakunya selalu
suami mereka. Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang melapor
pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua,
4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak
pada kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan
secara psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan
gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara konsekuensi logis dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler (1993)
tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan
reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri
mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks
kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan seksual
istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik pada saat melakukan
hubungan seksual maupun tidak.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Apa saja bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Apa saja faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Bagaimana implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum perempuan
dari tindak kekerasan?
5) Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap
perempuan?
6) Apa saja dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Apa saja risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Apa peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan dalam
rumah tangga

2
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Untuk mengetahui bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Untuk mengetahui implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum
perempuan dari tindak kekerasan?
5) Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan
terhadap perempuan?
6) Untuk mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Untuk mengetahui risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Untuk mengetahui peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan
dalam rumah tangga.

D. Manfaat
1) Dapat mengetahui pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Dapat mengetahui bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Dapat mengetahui implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum
perempuan dari tindak kekerasan?
5) Dapat mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan
terhadap perempuan?
6) Dapat mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Dapat mengetahui risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Dapat mengetahui peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan
dalam rumah tangga

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan


Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan dua kata
latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata “ferre” yang berarti
membawa). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan perihal
yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau
ada paksaan.
Kekerasan adalah penganiayaan, penyiksaan atau perlakuan salah, menurut
WHO dalam (E-book,SUMUT: 1) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang dan atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan
besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan
adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang
berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik,
seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak
perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya ancaman, pemaksaan maupun
secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.
Sedangkan Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23
tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.

4
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan
berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun di dalam kehidupan
pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan sudah merupakan perbuatan yang perlu
dikriminalisasikan karena secara substansi telah melanggar hak-hak dasar atau
fundamental yang harus dipenuhi Negara, seperti tercantum dalam pasal 28 UUD
1945, UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-Undang No 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang No 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

B. Bentuk- bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan


1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh
tubuh dan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal
tubuh, sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Prilaku kekerasan yang
termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi,
menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan
nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2. Kekerasan psikologis / emosional


Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan

5
ini memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan normal jiwa.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang
menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar,
mengancam atau , menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan atau kekerasan yang bersifat
seksual, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, baik ada atau tidaknya hubungan
antara korban dan pelaku kekerasan. Ada 15 bentuk tindakan kekerasan seksual
yang sering terjadi, yaitu :

1) Pemerkosaan
2) Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaa pemerkosaan
3) Pelecehan seksual
4) Eksploitasi seksual
5) Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
6) Prostitusi paksa
7) Perbudakan seksual
8) Pemaksaan perkawinan
9) Pemaksaan kehamilan
10) Pemaksaan aborsi
11) Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
12) Penyiksaan seksual
13) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14) Praktik tradisi yang bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan
15) Control seksual.

Untuk kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga menurut Undang-Undang


No. 23 Tahun 2004 kedalam 4 (empat) macam yaitu : Kekerasan fisik, kekerasan
psikologis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Kekerasan ekonomi sendiri
adalah kekerasan yang terjadi saat seseorang menelantarkan orang lain dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau

6
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak
memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

C. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi tanpa membedakan latar
belakang ekonomi, pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau
bentuk fisik korban Kekerasan adalah sebuah fenomena lintas sektoral dan tidak
berdiri sendiri atau terjadi begitu saja. Secara prinsip ada akibat tentu ada
penyebabnya. Dalam kaitan itu Fathul Djannah mengemukakan beberapa faktornya
yaitu :

1. Kemandirian ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri


terhadapsuami dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi
tidak sepenuhnya demikian karena kemandirian istri juga dapat
menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
2. Karena pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri
menjadi korban kekerasan.
3. Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau
suami kawin lagi dapat melakukan kekerasan terhadap istri.
4. Campur tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga daripihak
suami, terutama ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan
kekerasan terhadap istri.
5. Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaranagama
yang salah dapat menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga.
6. Karena kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap istri
secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan

Sementara itu Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab


terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :

1. Budaya patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior dan


perempuan sebagai mahluk interior.

7
2. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap
laki-laki boleh menguasai perempuan.
3. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka
memukul,biasanya akan meniru perilaku ayahnya.

Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap


perempuan, Sukerti mengemukakan sebagai berikut :

1. Karena suami cemburu


2. Suami merasa berkuasa.
3. Suami mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
4. Ikut campurnya pihak ketiga (mertua).
5. Suami memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
6. Karena suami suka berjudi.

Dari beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan


seperti telah disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki.
Budaya patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat.Kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga dapat berakibat buruk terutama terhadap si korban,
anak-nank yakni dapat berpengaruh terhadap kejiwaan korban dan perkembangan
kejiwaan si anak dan juga berdampak pada lingkungan sosial. Di samping itu
dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu dampak medis,
seperti memerlukan biaya pengobatan. Dampak emosional seperti depresi,
penyalahan obat-obatan dan alkohol, setres pasca trauma, rendahnya kepercayaan
diri. Dampak pribadi seperti anak-anak yang hidup dalam lingkungan kekerasan
berpeluag lebih besar bahwa hidupnya akan dibimbing oleh kekerasan, anak yang
menjadi saksi kekerasan akan menjadi trauma termasuk di dalam perilaku anti
sosial dan depresi

8
D. Implikasi Keperawatan Yang Dapat Diberikan Kepada Kaum Perempuan Dari
Tindak Kekerasan

1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan


one stop crisis center.
2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik
korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri
korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan
lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat berperan penting dalam
upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan
primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya
dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan
asuhan keperawatan sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan
pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses
kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban
kekerasan.
5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan
dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban.

E. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Perempuan

Upaya pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Perempuan Penanganan berarti proses, perbuatan, cara, menanganai, penggarapan
(Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1986:33).
Penanganan kekerasan terhadap perempuan dapat disimpulkan sebagai suatu
proses, cara menangani perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku
tindak kekerasan yang tergolong tindakan pelanggaran kaidah-kaidah, nilai-nilai
maupun hukum, yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Secara teoritis,
usaha penanggulangan dan pencegahan kejahatan dengan kekerasan dapat diawali

9
dengan penciptaan dan pembinaan sistematik lingkungan, yang dapat mengurangi
tahap-tahap kekerasan dari orang-orang yang telah siap atau yang potensial
melakukan kekerasan, setidak-tidaknya untuk mengurangi jarak antara kekerasan
yang diharapkan dengan kekerasan aktual.
Mengintegrasikan kembali norma-norma yang mengijinkan atau
mendukung kekerasan ke dalam norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita,
adalah usaha tindak lanjut yang sungguhpun amat problematik, namun mau tidak
mau harus di programkan guna mengurangi kejahatan-kejahatan dengan kekerasan.
Mengfungsionalisasikan sistem peradilan pidana serta mekanisme kerja unsur-
unsurnya adalah salah satu usaha dalam pelaksanaan program ini (Kusumah
1990:43). Berbagai tindak kekerasan yang dialami kaum perempuan membawa
dampak pada beban fisik, psikis serta kesengsaraan bagi korban tersebut. Maka
masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah dituntut untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu dalam upaya menangani kasus ini. G.P. Hoefnagels
mengutarakan bahwa upaya penaggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:

a. Penerapan hukum pidana (crimr law aplication),


b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment),
c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan melalui mass media (influencing view of society on crime and
punishment/mass media)

Barda Nawawi, juga mengkonstantasi bahwa upaya penanggulangan


kejahatan secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu melalui jalur penal (hukum
pidana), dan jalur non penal (bukan hukum pidana). Butir (a) di atas merupakan
jalur penal, sedangkan butir (b) dan (c) adalah kelompok sarana non penal. Masalah
kejahatan tidak dapat dilepasakan dari masalah sosial dan masalah kemanusiaan.
Sehubungan dengan hal tersebut dikemukakan oleh Satdjipto Rahardjo sebagai
berikut. “Sekarang hukum tidak lagi dilihat sebagai suatu hal yang otonom dan
independen, melainkan dipahami secara fungsional dan dilihat senantiasa berada
dalam kaitan interdependen dengan sub-sistem lain dalam masyarakat (Makalah
dari S. Wignjosoebroto).
Solusi terhadap penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan mesti
mencakup hal-hal sebagai berikut :

10
1. Meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam
hukum melalui latihan dan penyuluhan (legal training).
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk
mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan ana, baik di dalam
konteks individual, sosial maupun institusional;
3. Meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam
mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak;
4. Bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan
anak;
5. Melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak yang
dilakukan secara sistematis dan didukung oleh karingan yang mantap.
6. Pembaharuan hukum teristimewa perlindungan korban tindak kekerasan
yang dialami oleh perempuan dan anak-anak serta kelompok yang rentang
atas pelanggaran HAM.
7. Pembaharuan sistem pelayanan kesehatan yang kondusif guna
menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak;
8. Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi mauoun
hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua pihak, termasuk masyarakat
dan negara.
9. Membentuk lembaga penyantum korban tindak kekerasan dengan target
khusus kaum perempuan dan anak untuk diberikan secara cuma-cuma
dalam bentuk konsultasi, perawatan medis maupun psikologis
10. Meminta media massa (cetak dan elektronik) untuk lebih memperhatikan
masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam
pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan pada publik tentang hak-
hak asasi perempuan dan anak-anak.

F. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan

Dampak terhadap tindak kekerasan ini berarti adanya penyangkalan terhadap


hak asasi perempuan, kesehatan korban baik secara fisik maupun mental menjadi
terganggu, dan apabila fatal bisa bunuh diri, membunuh pelaku, kematian ibu,
HIV/AIDs.

11
Apapun bentuk kekerasannya akan mengakibatkan korban mengalami dampak
jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek, berakibat pada fisik
korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh tertentu, infeksi, dan kerusakan
organ reproduksi. Dampak yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Dampak fisik dan seksual.
Tindakan kekerasan bisa berupa seranagn ke tubuh korban termasuk alat
kelamin, akibatnya adalah memar ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh
dan bahkan membawa kematian seperti :
a) Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang maupun
cacat fisik secara permanen.
b) Gangguan pada sistem saraf pusat,
c) Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan
d) Penyakit menular seksual termasuk HIV-AIDS
e) Respon fisik yang menyertai pnyerangan seksual
f) Kehilangan nafsu makan
g) Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit tidur)
h) Gangguan kecemasan
2. Dampak Sosial
Yang dialami korban kekerasan oleh pasangan intimnya adalah dibatasi atau
dilarang untuk memperoleh pelayanan sosial, ketegangan hubungan sosial
dengan pihak kesehatan maupun dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam
mengakses jaringan sosial lainnya.
3. Dampak ekonomi.
Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih besar dari
biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan secara medis akibat
dampak fisik yang dialami, korban juga harus mengeluarkan biaya yang
relatif besar untuk memulihkan kesehatan mentalnya dari gangguan-
gangguan psikologis yang muncul. Di samping itu korban juga mengalami
kerugian kehilangan pekerjaannya karena kekerasan yang dialami.

12
4. Dampak psikologis.

Berupa trauma yang dialami sebagian besar korban. Bentuk trauma


berbeda antara satu korban dengan korban lainnya. Trauma ini
tergantung dari usia korban serta bentuk kekerasan yang dialami korban.
Trauma dapat berupa ketakutan bertemu dengan orang lain, mimpi
buruk atau ketakutan saat sendiri seperti :
a) Gangguan emosional, gangguan tidur atau makan, mimpi
buruk, ingat kembali kejadian lampau
b) Ketidakpercayaan terhadap laki-laki
c) Ketakutan pada hubungan intim
d) Perasaan sangat marah
e) Perasaan bersalah
f) Malu dan terhina.

Dampak lebih lanjutan perilaku anti sosial, perasaan tidak berdaya,


perilaku bunuh diri, harga diri rendah, kecemasan, depresi, sulit tidur atau
makan. Sebagai cara untuk menghadapi situasi kekerasan, perempuan dapat
menunjukkan perilaku seperti minum alcohol, merokok, penyalahgunaan
obat-obatan, mempunyai banyak pasangan atau upaya bunuh diri.
Dampak lebih besar terjadi apabila lingkungan korban tidak
mendukung korban. Akibatnya, korban menjadi malu dan rendah diri.
Banyak korban yang akhirnya harus pindah dari sekolah karena selalu
menjadi bahan perbincangan guru dan teman di sekolahnya. Bahkan ada
keluarga korban yang harus pindah tempat tinggal karena dianggap telah
membuat cemar lingkungan tempat tinggalnya.
Dampak jangka panjang terjadi jika korban kekerasan tidak
mendapat penanganan dan bantuan (konseling psikologis) yang memadai,
misal munculnya sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki atau terhadap
seks. Dampak yang lain adalah trauma, yaitu “luka jiwa” yang disebabkan
karena seseorang mengalami sesuatu diluar batas normal (berdasarkan
standar dirinya sendiri).

13
Dapat juga muncul mimpi-mimpi buruk (nightmares) ingatan-ingatan
akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flash back), Jika gejala tersebut
berkepanjangan sampai 30 hari, besar kemungkinan korban mengalami Post
Traumatic Stress Disorders(PTSD) atau stress pasca trauma.

G. Risiko yang Ditimbulkan Terhadap Kekerasan Pada Perempuan


1) HIV dan infeksi menular seksual lainnya.
Selama satu dekade terakhir, ada telah berkembang bahwa kekerasan pasangan
intim merupakan kontributor penting dalam kerentanan perempuan terhadap
HIV dan IMS Mekanisme yang mendasari kerentanan wanita terhadap HIV atau
IMS adalah hubungan seksual secara paksa. Perempuan dalam hubungan
kekerasan, atau yang hidup dalam ketakutan kekerasan, juga mungkin memiliki
kontrol terbatas atas waktu atau keadaan dari hubungan seksual, atau
kemampuan mereka untuk menegosiasikan penggunaan kondom.
2) Aborsi
Perilaku kekerasan terhadap perempuan berdampak besar pada kesehatan seksual
dan reproduksi perempuan serta penggunaan kontrasepsi seperti kondom
ketidakmampuan perempuan untuk menolak paksaan laki-laki dalam
penggunaan kondom mengakibatkan kelahiran yang tidak diinginkan,
diperkirakan dari 80 juta kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahun,
setidaknya setengah dihentikan melalui aborsi dan hampir setengah dari mereka
berlangsung dalam kondisi aborsi yang tidak aman. kehamilan yang tidak
diinginkan dilakukan dengan risiko bagi ibu dan bayi karena aborsi ilegal dan
risiko kematian akan mengacam.
3) Berat Badan Lahir Rendah Dan Prematur
Berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur atau pembatasan pertumbuhan
dalam rahim sangat berhubungan dengan stres dan lingkungan yang tidak
mendukung yang berakibat pada tingkat stres kronis menjadi faktor risiko utama
kesehatan ibu dan akan mempengaruhi janin, studi observasional yang yang
dilakuakan untuk menyelidiki kekerasan pada pasangan intim berpotensial
mengakibatkan bayi lahir berat rendah serta lahir prematur.

14
4) Penggunaan Alkohol yang Obat Berbahaya
Berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur atau pembatasan pertumbuhan
dalam rahim sangat berhubungan dengan stres dan lingkungan yang tidak
mendukung yang berakibat pada tingkat stres kronis menjadi faktor risiko utama
kesehatan ibu dan akan mempengaruhi janin, studi observasional yang yang
dilakuakan untuk menyelidiki kekerasan pada pasangan intim berpotensial
mengakibatkan bayi lahir berat rendah serta lahir prematur.
5) Depresi dan Bunuh Diri
Kekerasan pasangan intim dapat menyebabkan depresi dan usaha bunuh diri
serta peristiwa traumatis karena kekersan seksual sehingga perempuan akan
menjadi deprsi memungkinkan terjadi perilaku bunuh diri. penelitian lain
menunjukkan bahwa wanita dengan masalah kesehatan mental akibat kekerasan
seksual sering akan mengakhiri hidupnya
6) Luka Non-Fatal
Kekerasan pasangan intim dikaitkan dengan banyak konsekuensi kesehatan,
tetapi efek yang langsung cedera adalah fatal dan non-fatal.diperkirakan bahwa
sekitar setengah dari wanita di Amerika Serikat yang terluka secara fisik dengan
pasangan mereka, sebagian besar dari mereka masih terlihat bekas luka di bagian
Kepala, leher dan wajah akibat kekerasan pasangan mereka, diikuti oleh cedera
otot dan cedera genital. Pengukuran cedera akibat kekerasan pasangan intim
tetap menantang karena berbagai alasan.
7) Cedera Fatal (Kasus Pembunuhan Pasangan Intim)
Pembunuhan baik pria atau wanita lebih banyak disebabkn karena pasangan
intimmereka, dalamhal ini pasangan intim wanita yang paling banyak dibunuh.
di Indonesia datadari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling
menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP yang mencapai
angka 11.207 kasus (69%). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling
menonjol adalah kekerasan fisik 4.304 kasus (38%), menempati peringkat
pertama disusul kekerasan seksual 3.325 kasus (30%), psikis 2.607 kasus
(23%) dan ekonomi 971kasus (9%).Kekerasan di ranah komunitas mencapai

15
angka 5.002 kasus (31%), di manakekerasan seksual menempati peringkat
pertama sebanyak 3.174 kasus (63%), diikutikekerasan fisik 1.117 kasus (22%)
dan kekerasan lain di bawah angka 10%; yaitu kekerasanpsikis 176 kasus (4%),
kekerasan ekonomi 64 kasus (1%), buruh migran 93 kasus (2%); dan trafficking
378 kasus (8%).

H. Peran Perawat Terhadap Kasus Kekerasan Pada Perempuan


a) Melakukan konseling untuk menguatkan korban.
b) Menginformasikan mengenai hak - hak korban.
c) Mengantarkan korban ke rumah aman (Shiliter).
d) Berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Dinas Sosial dan Lembaga lain demi
kepentingan korban.
e) Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban.
Petugas kesehatan berperan dengan focus meningkatkan harga diri korban,
memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan social
yang memungkinkan. Memberikan pendampingan hukum dalam acara
peradilan.

I. Asuhan Keperawatan Pada Wanita Dengan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga

1. Pengkajian
a) Kecemasan
Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik
diri dari hubungan personal, mengahalangi, menarik diri dari hubungan
interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal.
b) Stresor Pecetus
Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan sumber
eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama
yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan

16
aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman terhadap system
diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social
yang terintegrasi seseorang.
c) Mekanisme koping
Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua mekanisme koping.
Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas
yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi
secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk mengatasi
hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan sumber stress, perilaku kompromi untuk mengubah
tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme pertahan ego yang
membantu mengatasi ansietas.
d) Gangguan Tidur

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Interaksi Sosial
b. Gangguan Citra Tubuh
c. Kecemasan
d. Defisit Perawatan Diri : Hygiene Diri
e. Gangguan Pola Tidur b.d Depresi
f. Risiko Nutrisi Kurang b.d Intake Kurang
g. Risiko Harga Diri Rendah

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan Interaksi Sosial
Tujuan:
• Pasien mau berinteraksi dengan teman
dekat,tetangga,anggota keluarga dan anggota
kelompok.
• Pasien berpartisipasi dalam kegiatan organisasi
secara sukarela.

17
Intervensi:
1) Identifikasi bersama pasien faktor –faktor yang
mempengaruhi perasaanisolasi social.
2) Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.
3) Membantu pasien menggali dan memahami gagasan,
perasaan, motivasi,dan perilaku pasien.
4) Memfasilitasi dukungan untuk pasien dari keluarga
,teman dan komunitas.
5) Beri umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan
penampilan diriatau aktivitas lain.
6) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan ,seperti pergi jalan –jalan.

b. Gangguan citra tubuh


Tujuan /kriteria hasil:
• Pasien merasa puas terhadap penampilan danfungsi.
• Pasien mau menyentuh bagiann tubuh yang mengalami gangguan.

Intervensi:
1) Kaji respon verbal dan non verbal pasien terhadap tubuh pasien.
2) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan.
3) Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan.
4) Pantau frekuensi pernyataan kritik diri.
5) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kekuatan dan mengenali keterbatasan mereka.
6) Beri perawatan dengan cara tidak menghakimi, jaga
privasi, dan martabat pasien.
7) Bantu pasien dan keluarga untuk secara bertahap
menjadi terbiasa dengan perubahan pada tubuhnya.

18
c. Kecemasan

Tujuan /kriteria hasil:

• Kecemasan pasien berkurang dibuktikan dengan


pasien dapat menunjukkan pengendalian diri.
• Pasien mampu mengidentifikasi gejala yang
merupakan indikator kecemasan pasien sendiri.
• Pasien mampu meneruskan aktivitas
meskipun dalam kecemasan.
Intervensi:
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
termasuk reaksi fisik.
2) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara
verbal dan non verbal pikiran dan perasaan untuk
mengekternalisasikan kecemasan.
3) Sediakan pengalihan melalui televisi atau radio, permainan,
okupasi untuk menurunkan kecemasan.
4) Beri penguatan positif ketika pasien maampu aktivitas
meskipun dalam kecemasan.
5) Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan
lingkungann yang tenang.
6) Dampingi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan
mengurangi rasatakut.

19
d. Defisit perawatan diri: hygiene diri.
Tujuan/kriteria hasil:
• Pasien melakukan aktivitas perawatan diri.
• Pasien mengungkapkan secara verbal kepuasan
tentang kebersihan tubuhdan hygiene oral.
Intervensi :

1) Kaji kondisi kebersihan tubuh pasien.


2) Dukung pasien untuk mengatur langkahnya sendiri
selama perawatandiri.
3) Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan.
4) Beri bantuan perawatan diri pasien bila pasien belum mampu mandiri.

e. Gangguan pola tidur b.d depresi


Tujuan :
• Pasien dapat tidur minimal 5 jam dalam 24
jam, tidur nyenyak, waktu tidurnya teratur,
waktu bangun tidur pasien merasa badannya
segar
Intervensi:

1) Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor –


faktor fisik ataupunpsikologis yang menyebabkan tidur
terganggu.
2) Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur
malam, ciptakanlingkungan yang aman dan tenang.
3) Anjurkan pasien untuk mandi dengan air hangat di sore hari.
4) Ajarkan pasien untuk menghindari makanan dan minum
saat akan tiduryang dapat mengganggu tidur.
5) Fasilitasi untuk mempertahankan rutinitas sebelum tidur seperti
bacabuku.
6) Kolaborasi dengan tim medis penggunaan obat tidur .

20
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
Tujuan:
• Pasien memperlihatkan selera makan.
• Pasien mengatakan mau mematuhi anjuran untuk makan sesuai
diet.

Intervensi:
1) Kaji faktor yang menyebabkan kehilangan nafsu makan.
2) Kaji makanan kesukaan pasien.
3) Berikan informasi yang tepat tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
4) menyediakan makanan kesukaan pasien.
5) Beri lingkungan yang nyaman saat makan.
6) Berikan umpan balik positif kepada pasien yang menunjukkan
peningkatan selera makan.

g. Risiko harga diri rendah


Tujuan /kriteria hasil:
• Pasien dapat mengungkapkan penerimaan diri secara verbal.
• Pasien mampu melatih perilaku yang dapat
meningkatkan rasa percayadiri.
Intervensi:

1) Pantau penyataan pasien tentang harga dirinya.


2) Bantu pasien mengkaji kembali persepsi negative tentang dirinya.
3) Bantu pasien mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
4) Beri penguatan atas kekuatan diri yang diidentifikasi oleh pasien.
5) Fasilitasi lingkungan dan aktiftas yang dapat meningkatkan harga diri.
6) Beri pujian atas kemajuan pasien dalam mencapai tujuan.
7) Kolaborasi dengan orang pembimbing agama.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan
pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun
di dalam kehidupan pribadi. Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita adalah : 1.
Kekerasan fisik, 2. Kekerasan psikologis, 3. Kekerasan seksual ( pemerkosaan,
pelecahan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan aborsi, dan lain-lain ).
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan,
akan tetapi faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya
patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat. Disini peran perawat
sangat dibutuhkan, dan implikasi keperawatan yang dapat perawat berikan
adalah : 1. Merekomendasikan tempat perlindungan, 2. Memberikan
pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik, 3. Melatih kader
kader, 4. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan terhadap korban
kekerasan. Upaya pencegahan tindak kekerasan ini adalah mengintegrasikan
kembali norma-norma yang mengijinkan atau mendukung kekerasan ke dalam
norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan untuk perbaikan ke depannya.

22
LAMPIRAN GAMBAR ILUSTRASI

BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Kekerasan Fisik Kekerasan Psikologis/Emosional

Kekerasan Seksual

RISIKO YANG DAPAT DITIMBULKAN AKIBAT KEKERASAN TERHADAP


PEREMPUAN

HIV dan Infeksi Menular lainnya Aborsi

23
Berat Badan Lahir Rendah Bayi Prematur

Penggunaan Alkohol & Obat Berbahaya Depresi dan Bunuh Diri

Luka Non-Fatal Cedera Fatal

24
DAFTAR PUSTAKA

Niken Savitri. HAM Perempuan, Refika Aditama, Bandung 2008, hlm 49


KOMNAS Perempuan,” Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen
Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas
dan Negara” Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Jakarta, 7
Maret 2016

Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

(Kemenppa, 2013)Kemenppa. (2013). Kekerasan Terhadap Perempuan: Kekerasan Dalam


Rumah Tangga dan Perdagangan Orang. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.

25

Anda mungkin juga menyukai