Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II
Dosen Pengampu : Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.Kep., Mat.
Disusun oleh:
Kelompok 9
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kesempatan kepada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kekerasan Pada Perempuan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep.,
Sp.Kep., Mat. pada mata kuliah Keperawatan Maternitas II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sukabumi. Selain itu, penyusun berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Reni Suherman S.Kep., Ners., M.Kep.,
Sp.Kep., Mat. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas II. Penyusun juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penyusun
menerima saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan 4
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan 5
C. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan 7
D. Implikasi Keperawatan yang Dapat Diberikan Kepada
Kaum Perempuan Dari Tindak Kekerasan 9
E. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan 9
F. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan 11
G. Risiko yang Dapat Ditimbulkan Terhadap Kekerasan Pada Perempuan 14
H. Peran Perawat Terhadap Kasus Kekerasan Pada Perempuan 16
I. Konsep Asuhan Keperawatan Kekerasan Pada Perempuan dengan KDRT 16
BAB III PENUTUP 22
A. Kesimpulan 22
B. Saran 22
LAMPIRAN GAMBAR ILUSTRASI 23
DAFTAR PUSTAKA 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kekerasan di dalam rumah tangga dan kekerasan pada wanita merupakan
jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum. Tindak
kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban
diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga dan biasanya sering terjadi pada
wanita, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan
kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan
didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status
sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak
kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak
kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan
minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan
pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana
menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan
terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil
dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari
jangkauan kekuasaan publik.
Campur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah tangga merupakan
perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran (permissiveness)
berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut Murray A. Strause
(1996), bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan moralitas pribadi dalam
rangka mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga terbebas dari jangkauan
kekuasaan publik.
Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan
secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis
perempuan, menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap
perempuan,. Menurut Komisi Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari
1
perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah dan pelakunya selalu
suami mereka. Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang melapor
pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang tua,
4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak
pada kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan
secara psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan
gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara konsekuensi logis dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler (1993)
tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan
reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri
mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks
kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan seksual
istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik pada saat melakukan
hubungan seksual maupun tidak.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Apa saja bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Apa saja faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Bagaimana implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum perempuan
dari tindak kekerasan?
5) Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap
perempuan?
6) Apa saja dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Apa saja risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Apa peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan dalam
rumah tangga
2
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Untuk mengetahui bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Untuk mengetahui implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum
perempuan dari tindak kekerasan?
5) Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan
terhadap perempuan?
6) Untuk mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Untuk mengetahui risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Untuk mengetahui peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan
dalam rumah tangga.
D. Manfaat
1) Dapat mengetahui pengertian kekerasan terhadap perempuan?
2) Dapat mengetahui bentuk bentuk kekerasan terhadap perempuan?
3) Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4) Dapat mengetahui implikasi keperawatan yang dapat diberikan kepada kaum
perempuan dari tindak kekerasan?
5) Dapat mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan
terhadap perempuan?
6) Dapat mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan?
7) Dapat mengetahui risiko yang ditimbulkan terhadap kekerasan pada perempuan?
8) Dapat mengetahui peran perawat terhadap kasus kekerasan pada perempuan?
9) Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada wanita dengan kekerasan
dalam rumah tangga
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan
berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun di dalam kehidupan
pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan sudah merupakan perbuatan yang perlu
dikriminalisasikan karena secara substansi telah melanggar hak-hak dasar atau
fundamental yang harus dipenuhi Negara, seperti tercantum dalam pasal 28 UUD
1945, UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-Undang No 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang No 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5
ini memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan normal jiwa.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang
menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar,
mengancam atau , menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan atau kekerasan yang bersifat
seksual, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, baik ada atau tidaknya hubungan
antara korban dan pelaku kekerasan. Ada 15 bentuk tindakan kekerasan seksual
yang sering terjadi, yaitu :
1) Pemerkosaan
2) Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaa pemerkosaan
3) Pelecehan seksual
4) Eksploitasi seksual
5) Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
6) Prostitusi paksa
7) Perbudakan seksual
8) Pemaksaan perkawinan
9) Pemaksaan kehamilan
10) Pemaksaan aborsi
11) Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
12) Penyiksaan seksual
13) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14) Praktik tradisi yang bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan
15) Control seksual.
6
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak
memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
7
2. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap
laki-laki boleh menguasai perempuan.
3. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka
memukul,biasanya akan meniru perilaku ayahnya.
8
D. Implikasi Keperawatan Yang Dapat Diberikan Kepada Kaum Perempuan Dari
Tindak Kekerasan
9
dengan penciptaan dan pembinaan sistematik lingkungan, yang dapat mengurangi
tahap-tahap kekerasan dari orang-orang yang telah siap atau yang potensial
melakukan kekerasan, setidak-tidaknya untuk mengurangi jarak antara kekerasan
yang diharapkan dengan kekerasan aktual.
Mengintegrasikan kembali norma-norma yang mengijinkan atau
mendukung kekerasan ke dalam norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita,
adalah usaha tindak lanjut yang sungguhpun amat problematik, namun mau tidak
mau harus di programkan guna mengurangi kejahatan-kejahatan dengan kekerasan.
Mengfungsionalisasikan sistem peradilan pidana serta mekanisme kerja unsur-
unsurnya adalah salah satu usaha dalam pelaksanaan program ini (Kusumah
1990:43). Berbagai tindak kekerasan yang dialami kaum perempuan membawa
dampak pada beban fisik, psikis serta kesengsaraan bagi korban tersebut. Maka
masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah dituntut untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu dalam upaya menangani kasus ini. G.P. Hoefnagels
mengutarakan bahwa upaya penaggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:
10
1. Meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam
hukum melalui latihan dan penyuluhan (legal training).
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk
mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan ana, baik di dalam
konteks individual, sosial maupun institusional;
3. Meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam
mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak;
4. Bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan
anak;
5. Melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak yang
dilakukan secara sistematis dan didukung oleh karingan yang mantap.
6. Pembaharuan hukum teristimewa perlindungan korban tindak kekerasan
yang dialami oleh perempuan dan anak-anak serta kelompok yang rentang
atas pelanggaran HAM.
7. Pembaharuan sistem pelayanan kesehatan yang kondusif guna
menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak;
8. Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi mauoun
hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua pihak, termasuk masyarakat
dan negara.
9. Membentuk lembaga penyantum korban tindak kekerasan dengan target
khusus kaum perempuan dan anak untuk diberikan secara cuma-cuma
dalam bentuk konsultasi, perawatan medis maupun psikologis
10. Meminta media massa (cetak dan elektronik) untuk lebih memperhatikan
masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam
pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan pada publik tentang hak-
hak asasi perempuan dan anak-anak.
11
Apapun bentuk kekerasannya akan mengakibatkan korban mengalami dampak
jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek, berakibat pada fisik
korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh tertentu, infeksi, dan kerusakan
organ reproduksi. Dampak yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Dampak fisik dan seksual.
Tindakan kekerasan bisa berupa seranagn ke tubuh korban termasuk alat
kelamin, akibatnya adalah memar ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh
dan bahkan membawa kematian seperti :
a) Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang maupun
cacat fisik secara permanen.
b) Gangguan pada sistem saraf pusat,
c) Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan
d) Penyakit menular seksual termasuk HIV-AIDS
e) Respon fisik yang menyertai pnyerangan seksual
f) Kehilangan nafsu makan
g) Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit tidur)
h) Gangguan kecemasan
2. Dampak Sosial
Yang dialami korban kekerasan oleh pasangan intimnya adalah dibatasi atau
dilarang untuk memperoleh pelayanan sosial, ketegangan hubungan sosial
dengan pihak kesehatan maupun dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam
mengakses jaringan sosial lainnya.
3. Dampak ekonomi.
Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih besar dari
biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan secara medis akibat
dampak fisik yang dialami, korban juga harus mengeluarkan biaya yang
relatif besar untuk memulihkan kesehatan mentalnya dari gangguan-
gangguan psikologis yang muncul. Di samping itu korban juga mengalami
kerugian kehilangan pekerjaannya karena kekerasan yang dialami.
12
4. Dampak psikologis.
13
Dapat juga muncul mimpi-mimpi buruk (nightmares) ingatan-ingatan
akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flash back), Jika gejala tersebut
berkepanjangan sampai 30 hari, besar kemungkinan korban mengalami Post
Traumatic Stress Disorders(PTSD) atau stress pasca trauma.
14
4) Penggunaan Alkohol yang Obat Berbahaya
Berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur atau pembatasan pertumbuhan
dalam rahim sangat berhubungan dengan stres dan lingkungan yang tidak
mendukung yang berakibat pada tingkat stres kronis menjadi faktor risiko utama
kesehatan ibu dan akan mempengaruhi janin, studi observasional yang yang
dilakuakan untuk menyelidiki kekerasan pada pasangan intim berpotensial
mengakibatkan bayi lahir berat rendah serta lahir prematur.
5) Depresi dan Bunuh Diri
Kekerasan pasangan intim dapat menyebabkan depresi dan usaha bunuh diri
serta peristiwa traumatis karena kekersan seksual sehingga perempuan akan
menjadi deprsi memungkinkan terjadi perilaku bunuh diri. penelitian lain
menunjukkan bahwa wanita dengan masalah kesehatan mental akibat kekerasan
seksual sering akan mengakhiri hidupnya
6) Luka Non-Fatal
Kekerasan pasangan intim dikaitkan dengan banyak konsekuensi kesehatan,
tetapi efek yang langsung cedera adalah fatal dan non-fatal.diperkirakan bahwa
sekitar setengah dari wanita di Amerika Serikat yang terluka secara fisik dengan
pasangan mereka, sebagian besar dari mereka masih terlihat bekas luka di bagian
Kepala, leher dan wajah akibat kekerasan pasangan mereka, diikuti oleh cedera
otot dan cedera genital. Pengukuran cedera akibat kekerasan pasangan intim
tetap menantang karena berbagai alasan.
7) Cedera Fatal (Kasus Pembunuhan Pasangan Intim)
Pembunuhan baik pria atau wanita lebih banyak disebabkn karena pasangan
intimmereka, dalamhal ini pasangan intim wanita yang paling banyak dibunuh.
di Indonesia datadari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling
menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP yang mencapai
angka 11.207 kasus (69%). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling
menonjol adalah kekerasan fisik 4.304 kasus (38%), menempati peringkat
pertama disusul kekerasan seksual 3.325 kasus (30%), psikis 2.607 kasus
(23%) dan ekonomi 971kasus (9%).Kekerasan di ranah komunitas mencapai
15
angka 5.002 kasus (31%), di manakekerasan seksual menempati peringkat
pertama sebanyak 3.174 kasus (63%), diikutikekerasan fisik 1.117 kasus (22%)
dan kekerasan lain di bawah angka 10%; yaitu kekerasanpsikis 176 kasus (4%),
kekerasan ekonomi 64 kasus (1%), buruh migran 93 kasus (2%); dan trafficking
378 kasus (8%).
1. Pengkajian
a) Kecemasan
Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik
diri dari hubungan personal, mengahalangi, menarik diri dari hubungan
interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal.
b) Stresor Pecetus
Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan sumber
eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama
yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
16
aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman terhadap system
diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social
yang terintegrasi seseorang.
c) Mekanisme koping
Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua mekanisme koping.
Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas
yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi
secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk mengatasi
hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan sumber stress, perilaku kompromi untuk mengubah
tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme pertahan ego yang
membantu mengatasi ansietas.
d) Gangguan Tidur
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Interaksi Sosial
b. Gangguan Citra Tubuh
c. Kecemasan
d. Defisit Perawatan Diri : Hygiene Diri
e. Gangguan Pola Tidur b.d Depresi
f. Risiko Nutrisi Kurang b.d Intake Kurang
g. Risiko Harga Diri Rendah
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan Interaksi Sosial
Tujuan:
• Pasien mau berinteraksi dengan teman
dekat,tetangga,anggota keluarga dan anggota
kelompok.
• Pasien berpartisipasi dalam kegiatan organisasi
secara sukarela.
17
Intervensi:
1) Identifikasi bersama pasien faktor –faktor yang
mempengaruhi perasaanisolasi social.
2) Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.
3) Membantu pasien menggali dan memahami gagasan,
perasaan, motivasi,dan perilaku pasien.
4) Memfasilitasi dukungan untuk pasien dari keluarga
,teman dan komunitas.
5) Beri umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan
penampilan diriatau aktivitas lain.
6) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan ,seperti pergi jalan –jalan.
Intervensi:
1) Kaji respon verbal dan non verbal pasien terhadap tubuh pasien.
2) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan.
3) Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan.
4) Pantau frekuensi pernyataan kritik diri.
5) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kekuatan dan mengenali keterbatasan mereka.
6) Beri perawatan dengan cara tidak menghakimi, jaga
privasi, dan martabat pasien.
7) Bantu pasien dan keluarga untuk secara bertahap
menjadi terbiasa dengan perubahan pada tubuhnya.
18
c. Kecemasan
19
d. Defisit perawatan diri: hygiene diri.
Tujuan/kriteria hasil:
• Pasien melakukan aktivitas perawatan diri.
• Pasien mengungkapkan secara verbal kepuasan
tentang kebersihan tubuhdan hygiene oral.
Intervensi :
20
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
Tujuan:
• Pasien memperlihatkan selera makan.
• Pasien mengatakan mau mematuhi anjuran untuk makan sesuai
diet.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menyebabkan kehilangan nafsu makan.
2) Kaji makanan kesukaan pasien.
3) Berikan informasi yang tepat tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
4) menyediakan makanan kesukaan pasien.
5) Beri lingkungan yang nyaman saat makan.
6) Berikan umpan balik positif kepada pasien yang menunjukkan
peningkatan selera makan.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan
pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun
di dalam kehidupan pribadi. Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita adalah : 1.
Kekerasan fisik, 2. Kekerasan psikologis, 3. Kekerasan seksual ( pemerkosaan,
pelecahan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan aborsi, dan lain-lain ).
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan,
akan tetapi faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya
patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat. Disini peran perawat
sangat dibutuhkan, dan implikasi keperawatan yang dapat perawat berikan
adalah : 1. Merekomendasikan tempat perlindungan, 2. Memberikan
pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik, 3. Melatih kader
kader, 4. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan terhadap korban
kekerasan. Upaya pencegahan tindak kekerasan ini adalah mengintegrasikan
kembali norma-norma yang mengijinkan atau mendukung kekerasan ke dalam
norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan untuk perbaikan ke depannya.
22
LAMPIRAN GAMBAR ILUSTRASI
Kekerasan Seksual
23
Berat Badan Lahir Rendah Bayi Prematur
24
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
25