Sifat dasar dari sistem bilangan real ℝ telah diberikan, kita siap untuk menjawab
pertanyaan yang lebih analitik, dan kita akan mulai dengan diskusi tentang konvergensi
barisan. Beberapa hal di awal mungkin sudah akrab kita yang sudah belajar kalkulus,
tetapi apa yang dipresentasikan di sini dimaksudkan agar kita lebih teliti dan a mengarah
pada teorema tertentu yang lebih mendalam daripada yang biasanya dibahas dalam mata
kuliah sebelumnya.
Pertama kita akan dikenalkan dengan makna konvergensi dari barisan bilangan
real dan menetapkan beberapa hasil mendasar, tetapi berguna, tentang barisan
konvergen. Kita kemudian akan mempelajari beberapa hasil yang lebih dalam tentang
konvergensi barisan. Ini termasuk Teorema Konvergensi Monoton, Teorema Bolzano-
Weierstrass, dan Kriteria Cauchy untuk konvergensi dari barisan. Penting bagi pembaca
untuk mempelajari teorema dan bagaimana teorema berlaku untuk barisan-barisan
khusus.
Pada subjek matematika sebelumnya tentunya kita sudah tidak asing dengan pola
matematika yang berbentuk barisan bilangan, seperti (2𝑛: 𝑛 ∈ ℕ) = (2,4,6, … ) dan
1𝑛 1 1 1
(3 : 𝑛 ∈ ℕ) = (3 , 9 , 27 , … ). Jika kita amati, barisan akan melibatkan himpunan bilangan
asli ℕ sebagai daerah asal atau kodomain dari suatu fungsi yang sudah didefinisikan. Lalu
apa sebenarnya makna dari barisan secara umum?
Barisan dalam himpunan S merupakan fungsi yang domainnya adalah himpunan
bilangan asli ℕ, dan daerah hasilnya terdapat di himpunan 𝑆. Dalam bab ini, kita akan
membahas barisan di ℝ dan akan membahas apa yang kita maksud dengan konvergensi
barisan ini.
3.1.1. Definisi Barisan
Suatu barisan dari bilangan riil (atau barisan di ℝ) adalah suatu fungsi
yang didefinisikan pada himpunan bilangan asli ℕ = {1,2, … } yang daerah
hasilnya termuat pada himpunan bilangan riil ℝ.
Dengan kata lain, suatu barisan di ℝ memetakan setiap bilangan asli 𝑛 = 1,2, …
pada suatu bilangan riil yang tunggal. Jika 𝑋: ℕ → ℝ adalah suatu barisan, kita biasanya
akan menotasikan nilai fungsi dari 𝑋 pada 𝑛 dengan symbol 𝑥𝑛 daripada menggunakan
simbol 𝑋(𝑛). Nilai dari 𝑥𝑛 juga disebut suku (terms) atau unsur dari barisan. Kita akan
menotasikan barisan ini dengan
𝑋, (𝑥𝑛 ), (𝑥𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ).
Tentunya, kita akan sering juga menggunakan huruf-huruf lain, seperti 𝑌 = (𝑦𝑘 ), 𝑍 =
(𝑧𝑖 ), dan seterusnya untuk mendefinisikan barisan.
Kita menggunakan tanda kurung “()” dengan tujuan untuk menekankan bahwa
urutan diinduksi oleh urutan dari ℕ merupakan suatu hal yang penting. Dengan
demikian, kita membedakan secara notasional antara barisan (𝑥𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ), yang memiliki
banyak suku yang tak hingga serta memiliki urutan, dan himpunan dari {𝑥𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ}
sebagai daerah hasil yang tidak diurutkan. Misalnya, barisan 𝑋 = ((−1)𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ)
memiliki banyak suku yang tak hingga berupa −1 dan 1 secara bergantian. Dengan kata
lain, 𝑋 = (−1,1, −1,1, … ). Sedangkan {(−1)𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ} sama dengan himpunan {−1,1},
dimana hanya memiliki dua unsur.
Barisan sering didefinisikan dengan memberikan suatu rumus dari suku ke-𝑛 atau
𝑥𝑛 . Sering kali lebih mudah untuk mendaftar suku-suku dari barisan secara berurutan,
kemudian berhenti ketika formasi aturannya tampak jelas. Misalnya, kita mungkin
mendefinisikan kebalikan/resiprokal dari bilangan genap dengan menuliskan
1 1 1 1
𝑋 = ( , , , , … ),
2 4 6 8
meski metode yang lebih memuaskan adalah dengan menentukan rumus umum dari
suku ke-𝑛 nya dan menuliskan
1
𝑋=( : 𝑛 ∈ ℕ),
2𝑛
1
atau lebih sederhana 𝑋 = (2𝑛).
Metode lain dalam mendefinisikan suatu barisan adalah dengan menentukan suatu nilai
𝑥1 dan memberikan suatu rumus dari 𝑥𝑛+1 (𝑛 ≥ 1) dalam 𝑥𝑛 . Secara lebih umum, kita bisa
menentukan 𝑥1 dan memberikan suatu rumus dalam menentukan 𝑥𝑛+1 (𝑛 ≥ 1) dari
𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 . Barisan yang didefinisikan dengan cara ini dikatakan sebagai barisan yang
terinduksi atau barisan rekursif.
3.1.2. Contoh-contoh
(a) Jika 𝑏 ∈ ℝ, barisan 𝐵 = (𝑏, 𝑏, 𝑏, … ), dimana semua suku-sukunya sama dengan 𝑏,
disebut barisan konstan 𝑏. Dengan demikian barisan konstan 1 adalah barisan
(1,1,1 … ) dan barisan konstan 0 adalah barisan (0,0,0, … ).
(b) Jika 𝑏 ∈ ℝ, maka 𝐵 = (𝑏 𝑛 ) adalah barisan 𝐵 = (𝑏, 𝑏 2 , 𝑏 3 , … , 𝑏 𝑛 , … ). Dalam kasus
1
khusus, jika 𝑏 = 3, maka kita memperoleh barisan tersebut adalah
1 1 1 1 1
( 𝑛 : 𝑛 ∈ ℕ) = ( , , , … , 𝑛 , … ).
3 3 9 27 3
(c) Barisan dari (2𝑛: 𝑛 ∈ ℕ) sebagai barisan bilangan asli genap dapat didefinisikan
secara induktif/rekursif sebagai
𝑥1 = 2, 𝑥𝑛+1 = 𝑥𝑛 + 2
atau
𝑦1 = 2, 𝑦𝑛+1 = 𝑦1 + 𝑦𝑛 .
(d) Barisan Fibonacci yang terkenal 𝐹 = (𝑓𝑛 ) diberikan dengan definisi induktif
𝑓1 = 1, 𝑓2 = 2, 𝑓𝑛+1 = 𝑓𝑛−1 + 𝑓𝑛 (𝑛 ≥ 2).
Dengan kata lain, setiap suku setelah suku kedua adalah jumlah dari dua suku
pendahulunya. Sepuluh suku pertama dari 𝐹 dapat dilihat sebagai
(1,1,2,3,4,8,13,21,34,55, … )
Untuk 𝑥 ∈ ℝ dan 𝜀 > 0, mari kita ingat kembali lingkungan-𝜀 dari 𝑥 yaitu himpunan
𝑉𝜀 (𝑥) = {𝑢 ∈ ℝ: |𝑢 − 𝑥| < 𝜀}.
(Lihat kembali Subbab 2.2). Karena 𝑢 ∈ 𝑉𝜀 (𝑥) ekuivalen dengan |𝑢 − 𝑥| < 𝜀, definisi
konvergensi suatu barisan dapat diformulasikan dalam istilah lingkungan. Kita
memberikan beberapa cara yang berbeda untuk mengatakan bahwa suatu barisan 𝑥𝑛
konvergen pada 𝑥 pada teorema berikut.
3.1.5. Teorema
Misal 𝑋 = (𝑥𝑛 ) adalah suatu barisan dari bilangan rill, dan misal 𝑥 ∈ ℝ. Maka
pernyataan berikut ekuivalen.
(a) 𝑋 konvergen pada 𝑥
(b) Untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat suatu bilangan asli 𝐾 sehingga untuk semua
𝑛 ≥ 𝐾, suku 𝑥𝑛 memenuhi |𝑥𝑛 − 𝑥| < 𝜀.
(c) Untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat suatu bilangan asli 𝐾 sehingga untuk semua
𝑛 ≥ 𝐾, suku 𝑥𝑛 memenuhi 𝑥 − 𝜀 < 𝑥𝑛 < 𝑥 + 𝜀.
(d) Untuk setiap lingkungan-𝜀 dari 𝑥 yaitu 𝑉𝜀 (𝑥), terdapat suatu bilangan asli 𝐾
sehingga untuk semua 𝑛 ≥ 𝐾, suku 𝑥𝑛 ∈ 𝑉𝜀 (𝑥).
Bukti:
Keekuivalenan (a) dan (b) dijamin oleh definisi 3.1.1. Keekuivalenan (b), (c), dan (d)
dapat diperoleh oleh implikasi berikut.
|𝑥𝑛 − 𝑥| < 𝜀 ⟺ 𝑥 − 𝜀 < 𝑥𝑛 < 𝑥 + 𝜀 ⟺ 𝑥𝑛 ∈ 𝑉𝜀 (𝑥).
qed
Dengan bahasa dari lingkungan, kita dapat mendeskripsikan konvergensi dari barisan
𝑋 = (𝑥𝑛 ) pada bilangan 𝑥 dengan mengatakan: untuk setiap lingkungan-𝜀 dari 𝑥 yaitu
𝑉𝜀 (𝑥), semua suku dari 𝑋 termuat di 𝑉𝜀 (𝑥), kecuali ada sejumlah hingga suku yaitu
𝑥1 , 𝑥2 ,…𝑥𝐾−1 tidak termuat di 𝑉𝜀 (𝑥).
Keterangan: Definisi dari limit suatu barisan dari bilangan riil digunakan untuk
memverifikasi suatu nilai 𝑥 yang diusulkan memang adalah limit. Ini tidak memberikan
cara awal menentukan berapa nilai 𝑥 itu. Hasil selanjutnya akan berkontribusi pada
tujuan ini, tetapi dalam praktik mudahnya untuk sampai pada nilai dugaan limit yaitu
dengan menghitung langsung dari sejumlah suku dari barusan. Komputer dapat
membantu dalam hal ini, tetapi karena mereka hanya dapat menghitung jumlah suku
yang hingga dari suatu barisan, penghitungan semacam ini sama sekali bukan
merupakan suatu bukti dari nilai limit.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana definisi dari limit barisan
diaplikasikan untuk membuktikan suatu barisan memiliki suatu limit. Pada masing-
masing
3.1.6. Contoh
1
(a) lim (𝑛) = 0
1 1 1 1
Perhatikan bahwa, (𝑛) = (1, 2 , 3 , … , 𝑛 , … ), kita bisa menduga bahwa nilai dari 𝑥𝑛
1
mendekati 0 ketika 𝑛 semakin besar. Akan dibuktikan lim ( ) = 0.
𝑛
1
Jika 𝜀 > 0 diberikan, maka 𝜀 > 0. Dengan Sifat Archimedes 2.4.3, terdapat bilangan asli
1 1
𝐾 = 𝐾(𝜀) sehingga 𝜀 < 𝐾, dengan kata lain 𝐾 < 𝜀. Maka, jika 𝑛 ≥ 𝐾, maka kita akan punya
1 1
≤ 𝐾 < 𝜀. Akibatnya, jika 𝑛 ≥ 𝐾, maka
𝑛
1 1
| − 0| = < 𝜀.
𝑛 𝑛
1
Dengan demikian, kita dapat menarik kesimpulan bahwa barisan (𝑛) konvergen pada 0.
1
(b) lim ( )=0
𝑛2 +1
1 1 1 1
| − 0| = 2 < ≤ < 𝜀.
𝑛2 +1 𝑛 +1 𝑛 𝐾
1
Akhirnya, kita telah menunjukkan bahwa limit dari barisan (𝑛2 +1) adalah 0.
3𝑛+2
(c) lim ( 𝑛+1 ) = 3
Terkadang kita harus mengatakan bahwa urutan X pada akhirnya memiliki sifat tertentu
jika beberapa ekor dari X juga memiliki sifat ini. Misalnya, kita katakan bahwa barisan
(3,4,5,5,5,5, … ,5, … ) “konstan di akhir”. Di sisi lain, barisan (3,5,3,5,3,5, … ,3,5, … ) tidak
konstan di akhir. Istilah konvergen data digunakan dengan menggunakan terminologi:
Suatu barisan 𝑋 konvergen pada 𝑥 jika dan hanya jika suku-suku akhir dari 𝑋 berada pada
lingkungan-𝜀 dari 𝑥. Contoh lain dari “terminologi terakhir” akan dicatat pada bahasan
lebih lanjut.
3.1.11. Contoh-Contoh
1
(a) Jika 𝑎 > 0, maka lim (1+𝑛𝑎) = 0.
1 1
Karena 𝑎 > 0, maka 0 < 𝑛𝑎 < 1 + 𝑛𝑎, sehingga 0 < 1+𝑛𝑎 < 𝑛𝑎. Sehingga kita punya
1 1 1 1
|1+𝑛𝑎 − 0| < 𝑛𝑎 = (𝑎) (𝑛) untuk semua 𝑛 ∈ ℕ.
1 1
Oleh karena lim (𝑛) = 0, kita bisa menggunakan Teorema 3.1.10 dengan 𝐶 = 𝑎 dan 𝑚 =
1
1 untuk menarik kesimpulan bahwa lim (1+𝑛𝑎) = 0.
Jika 𝜀 > 0 diberikan, dengan mengikuti Sifat Archimedes akan terdapat suatu bilangan
2
asli 𝑁𝜀 sehingga 𝑁 < 𝜀 2 . Selanjutnya, jika 𝑛 ≥ sup{2, 𝑁𝜀 } (mengapa?) maka pastilah
𝜀
2 2
< 𝜀 , dengan demikian
𝑛
1
1 2 2
0< 𝑛𝑛 − 1 = 𝑘𝑛 < ( ) < 𝜀.
𝑛
1
Karena 𝜀 > 0 adalah sebarang, kita simpulkan bahwa lim (𝑛𝑛 ) = 1.
Latihan 3.1
1. Barisan (𝑥𝑛 ) didefinisikan dengan rumus suku ke-𝑛 sebagai berikut. Tuliskan lima
suku pertama pada masing-masing kasus:
(a) 𝑥𝑛 ≔ 1 + (−1)𝑛 ,
(b) 𝑥𝑛 ≔ (−1)𝑛 /𝑛,
1
(c) 𝑥𝑛 ≔ 𝑛(𝑛+1),
(d) 𝑥𝑛 ≔ 1/(𝑛2 + 2).
2. Beberapa suku pertama dari suatu barisan (𝑥𝑛 ) diberikan di bawah ini. Dengan
mengasumsikan suku-suku tersebut tetap mengikuti “pola alami”, berikan suatu
rumus suku ke 𝑛 dari 𝑥𝑛 .
(a) 5,7,9,11, …
(b) 1/2, -1/4, 1/8, -1/16, …
(c) 1/2, 2/3, 3/4, 4/5, …
(d) 1,4,9,16,…
3. Daftar 5 suku pertama dari barisan berikut yang didefinisikan secara induktif
(a) 𝑥1 : = 1, 𝑥𝑛+1 : = 3𝑥𝑛 + 1
1
(b) 𝑦1 ≔ 2, 𝑦𝑛+1 ≔ 2 (𝑦𝑛 + 2/𝑦𝑛 )
(c) 𝑧1 ≔ 1, 𝑧2 ≔ 2, 𝑧𝑛+2 ≔ (𝑧𝑛+1 + 𝑧𝑛 )/(𝑧𝑛+1 − 𝑧𝑛 )
(d) 𝑠1 ≔ 3, 𝑠2 ≔ 5, 𝑠𝑛+2 ≔ 𝑠𝑛 + 𝑠𝑛+1
𝑏
4. Untuk semua 𝑏 ∈ ℝ, buktikan bahwa lim (𝑛) = 0.
5. Gunakan definisi limit suatu barisan untuk menguatkan limit berikut.
𝑛
(a) lim (𝑛2 +1) = 0,
2𝑛
(b) lim (𝑛+1) = 2,
3𝑛+1 3
(c) lim (2𝑛+5) = 2,
𝑛2 −1 1
(d) lim (2𝑛2 +3) = 2.
6. Tunjukkan bahwa:
1
(a) lim ( ) = 0,
√𝑛+7
2𝑛
(b) lim (𝑛+2) = 2,
√𝑛
(c) lim (𝑛+1) = 0,
(−1)𝑛 𝑛
(d) lim ( ) = 0.
𝑛2 +1
1
7. Misalkan 𝑥𝑛 ≔ untuk 𝑛 ∈ ℕ.
ln(𝑛+1)
(a) Gunakan definisi limit untuk menunjukkan bahwa lim(𝑥𝑛 ) = 0.
(b) Temukan suatu nilai spesifik dari 𝐾(𝜀) yang diperlukan pada definisi limit untuk
1 1
setiap nilai epsilon (i) 𝜀 = 2, dan (ii) 𝜀 = 10.
8. Buktikan bahwa lim(𝑥𝑛 ) = 0 jika dan hanya jika lim(|𝑥𝑛 |) = 0. Berikan contoh untuk
menunjukkan bahwa kekonvergenan dari (|𝑥𝑛 |) tidak harus mengimplikasikan
kekonvergenan dari (𝑥𝑛 ).
9. Tunjukkan bahwa jika 𝑥𝑛 ≥ 0 untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ dan lim(𝑥𝑛 ) = 0, maka
lim(√𝑥𝑛 ) = 0.
10. Buktikan bahwa jika lim(𝑥𝑛 ) = 𝑥 > 0, maka ada bilangan asli MM sedemikian
sehingga 𝑥𝑛 > 0 untuk semua 𝑛 ≥ 𝑀.
1 1
11. Tunjukkan bahwa lim (𝑛 − 𝑛+1) = 0.
12. Tunjukkan bahwa lim(√𝑛2 + 1 − 𝑛) = 0.
1
13. Tunjukkan bahwa lim (3𝑛) = 0.
14. Misal 𝑏 ∈ ℝ dengan 0 < 𝑏 < 1. Tunjukkan bahwa lim(𝑛𝑏 𝑛 ) = 0. [Hint: Gunakan
teorema Binomial seperti Contoh 3.1.11(d).]
1
15. Tunjukkan bahwa lim ((2𝑛)𝑛 )=1.
𝑛2
16. Tunjukkan bahwa lim ( 𝑛! ) = 0.
2𝑛
17. Tunjukkan bahwa lim ( 𝑛! ) = 0.
18. Jika lim(𝑥𝑛 ) = 𝑥 > 0, tunjukkan bahwa terdapat suatu bilangan asli 𝐾 sehingga jika
1
𝑛 ≥ 𝐾, maka 2 𝑥 < 𝑥𝑛 < 2𝑥.