Anda di halaman 1dari 41

Halaqah 01 | Muqoddimah #01 Biografi Nama, Gelar, Nasab, Guru, Murid, dan Madzhab Dan ada yang mengatakan

yang mengatakan bahwasanya seseorang dinamakan Syaikhul Islām karena dia adalah
Penulis Kitab 🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah tempat kembalinya manusia yaitu dalam bertanya, dalam bertanya tentang hukum-hukum
Islam, mereka kembalinya kepada orang tersebut tentunya setelah Allāh ‫ﷻ‬. Kembali kepada
Dan pada kesempatan kali ini yang akan kita sampaikan adalah tentang biografi dari Mu’allif Allāh ‫ ﷻ‬kemudian menjadikan beliau-beliau ini yang dilaqobi oleh manusia oleh para ulama
yaitu Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah. dengan Syaikhul Islām karena ketika ada sesuatu mereka kembali kepada para ulama tadi,
Dan ini adalah apa yang sudah kita biasakan selama ini sebelum kita membahas sebuah kitab bertanya kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai sandaran di dalam bertanya. Ini di
terlebih dahulu kita mengenal siapa pengarang kitab ini, supaya kita juga mengetahui tentang antara sebab kenapa dinamakan seseorang sebagai Syaikhul Islām, dan Al-Imam as Syafi’I, Al-
kedudukan kitab ini. Dan di antara faedah yang lain juga ketika kita mempelajari biografi para imam Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya sudah menggunakan istilah Syaikhul Islām ini sejak
ulama, apalagi mereka adalah ulama-ulama yang sudah dikenal ketakwaannya, ilmunya, dan dahulu, ini bukan sesuatu yang baru yang ada di zaman Ibnu Tamiyah.
telah diambil faedahnya oleh banyak kaum muslimin, maka tentunya di dalam pembacaan Dan tentang keluarga beliau, ini adalah keluarga yang dikenal dengan keluarga ālu Taimiyyah, ālu
biografi mereka ini akan banyak pelajaran yang bisa kita ambil, yang dengannya seseorang akan artinya adalah keluarga, dan kakek dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah yaitu Abdus Salam beliau
semakin semangat didalam menuntut ilmu, semakin bersabar apabila mereka membaca tentang adalah seorang ulama, beliau adalah Abul Barakat Majduddin, termasuk ulama Hanabilah yang
kesabaran para ulama didalam menuntut ilmu, dalam mengajarkan ilmu, didalam berdakwah. dikenal dan diantara karangan-karangan beliau adalah ‫ المنتقى من أخبار مصطفى‬yang di Syarah dan
Maka beliau rahimahullāh, nama beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin dijelaskan oleh Asy-Syaukani di dalam kitab beliau Nail al-Authar syarh Muntaqa al-Akhbar, yaitu
Abdullah bin Al Khadr bin Muhammad bin Al Khadr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Harani. kakek Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Ada yang mengatakan bahwasanya kenapa beliau dikenal dengan Ibnu Taimiyyah, siapakah Ibnu Bapak beliau yaitu Abdul Halim, beliau adalah Syihabuddin dan ini laqob beliau, namanya Abdul
Taimiyyah, ada yang mengatakan bahwasanya laqab Taimiyyah bahwa kakek beliau yang kelima Halim dan kunyah beliau adalah Abul Mahasin dan beliau menjadi seorang ulama juga setelah
yaitu Muhammad Ibnu Khadr pernah beliau melakukan haji melalui sebuah daerah yang bapaknya dan mengajarkan kepada kedua anaknya, kedua anaknya adalah Syaikhul Islām Ibnu
dinamakan dengan Taima’. Kemudian di sana beliau melihat seorang anak wanita dan ketika Taimiyyah Abul Abbas kemudian saudara beliau yaitu Abu Muhammad. Saudara Syaikhul Islām
beliau pulang kembali mendapatkan bahwasanya istri beliau sudah melahirkan yaitu melahirkan Ibnu Taimiyyah Abu Muhammad ini, beliau juga seorang ulama yang mempelajari mazhab
seorang anak wanita. Kemudian beliau mengatakan “Ya Taimiyah! Ya Taimiyah!” menisbahkan Hanbali dan dikenal dengan kepandaiannya juga di dalam ilmu agama.
anak tersebut kepada Taima’, dan Taima’ ini adalah sebuah daerah dekat Tabuk sehingga
dilaqabi dengan Taimiyah. Jadi kalau kita melihat bapaknya, kakeknya, saudaranya, maka keluarga ini adalah keluarga yang
berbarokah yaitu keluarga yang memperhatikan tentang masalah agama, masalah ilmu, dan ini
Kemudian beliau dilahirkan pada hari Senin, 10 bulan Rabi’ul Awal pada tahun 661 Hijriyah di yang seharusnya dilakukan oleh seseorang, bagaimana dia menjadikan keluarga dan mendidik
Harran, dan Harran ini termasuk daerah Syam. Dan laqob beliau adalah Syaikhul Islām, Syaikhul keluarganya ini untuk cinta dengan ilmu agama semenjak mereka masih kecil. Dan tentunya ini
Islām Taqiyuddin, sehingga terkadang dalam penyebutan beliau sebagian ulama mengatakan semuanya bisa dilakukan kalau kita bisa menjadi qudwah, bisa menjadi contoh yang baik bagi
qāla Syaikhul Islām atau mengatakan qāla taqiyuddin dan semisalnya atau terkadang anak-anak kita.
menyebutkan kunyah beliau yaitu Abul Abbas, lakoqnya Syaikhul Islām Taqiyuddin dan
kunyahnya adalah Abul Abbas. Apabila anak-anak kita melihat kita sibuk dengan mendengarkan ceramah, sibuk menulis, sibuk
menyampaikan ilmu, maka ini memiliki pengaruh yang besar terhadap anak-anak kita. Tapi kalau
Tentang makna Syaikhul Islām ada yang mengatakan bahwasanya dinamakan Syaikhul Islām, kita dilihat oleh anak-anak kita sibuk dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, menonton
Syaikh itu artinya adalah orang yang sudah tua dan ada yang mengatakan seseorang dinamakan sesuatu yang tidak bermanfaat bahkan bersama-sama dengan mereka maka ini mereka akan
Syaikhul Islām karena dia adalah syaikhun fil islām qad syāba, dia adalah orang yang sudah mencontoh apa yang kita lakukan.
memasuki waktu tua yaitu sebagai seorang yang sudah syaikh yaitu sudah tua dan beliau beda
dengan yang lain yaitu beda dengan orang-orang yang sebaya dengan beliau yang biasanya Diantara guru-guru beliau disebutkan oleh murid beliau yaitu Ibnu Abdil Hadi, bahwasanya guru-
mungkin yang namanya pemuda ini bergelimang dengan syahwatnya dengan nafsunya adapun guru Syaikhul Islām ini lebih dari 200, di antara guru beliau adalah Syamsuddin Abu Muhammad
beliau maka berbeda dengan pemuda-pemuda yang lain sehingga dinamakan dengan Syaikhul Abdurrahman Ibnu Qudamah al-Maqdisi yang meninggal pada tahun 682 Hijriyah. Kemudian di
Islām, ada yang mengatakan demikian. antara guru beliau adalah Abdus Shomad Ibnu Asyakir ad-Dimasyqi 686 Hijriyah dan disana ada
Syamsudin Abu Abdillah Muhammad Ibnul Qawi al-Mardawi yang meninggal pada tahun 703 Islām Ibnu Taimiyyah sekarang, ini Imam adz-Dzahabi berbicara tentang apa yang ada di
Hijriyah. masanya sudah beberapa tahun terakhir ini beliau tidak berfatwa dengan madzhab tertentu tapi
dengan pendapat yang sesuai dengan dalil menurut beliau, jadi bukan berfatwa berdasarkan
Adapun murid-murid beliau maka telah berguru dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah banyak
madzhab Hanbali atau madzhab Syafi’i tapi berfatwa menjawab sesuai dengan apa yang
ulama yang kita insyaAllāh mengenal mereka dan nama-nama mereka tidak asing di telinga kita,
menurut beliau lebih dekat dengan dalil. Sungguh beliau telah menolong sunnah secara murni
ternyata mereka ini adalah murid-murid dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh.
dan menolong tharīqah salafīyyah yaitu menyebarkan manhaj salaf dan berhujah untuk
Diantaranya adalah Ibnu Abdil Hadi meninggal tahun 744 Hijriyah, disana ada Adz-Dzahabi 748
menolong sunnah ini dan menolong manhaj salaf ini dengan berbagai bukti, berbagai
hijriyah, di sana ada Ibnul Qoyyim yang meninggal 751 Hijriyah, di sana ada Ibnu Muflih yang
muqaddimah, dengan berbagai perkara yang bukti-bukti tersebut atau alasan-alasan tersebut
mengarang ‫ اآلداب الشرعية‬yang meninggal pada tahun 763 Hijriyah, dan di sana ada Ibnu Katsir
mungkin sebelum beliau belum ada yang menyebutkan atau menampakkan.
yang memiliki tafsir Ibnu Katsir, ternyata beliau adalah juga murid dari Syaikhul Islām Ibnu
Taimiyyah meninggal pada tahun 774 Hijriyah. Ini menunjukkan tentang bagaimana manhaj Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, jadi memang beliau
bertumbuh dan berkembang dan mungkin di sekitar beliau, lingkungan beliau rata-rata adalah
Ini menunjukkan tentang keberkahan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah bagaimana beliau bisa
bermazhab Hanbali cuma beliau bukan seorang yang ta’asub atau fanatik terhadap madzhab
dengan izin Allāh ‫ﷻ‬, karunia dari Allāh ‫ ﷻ‬mencetak para ulama-ulama yang mereka mutkin,
beliau, ta’asub dengan dalil. Adapun aqidah maka jelas aqidah beliau adalah aqidah para
mumpuni di dalam ilmunya dan dikenal dengan ketakwaannya dan kesungguhannya dalam
salafush sholeh dan ini kita lihat dari karangan-karangan beliau termasuk diantaranya adalah
menyebarkan ilmu, tentunya kita khususnya para du’ad dan juga para thulabul ilm ingin memiliki
kitab yang insyaAllāh akan kita pelajari bersama yaitu Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, di situ kita akan
murid-murid yang demikian, murid-murid yang berbarokah yang menyampaikan ilmu
melihat bagaimana aqidah Syaikhul Islām tentang Asma’ dan juga Sifat Allāh ‫ﷻ‬, bagaimana
setelahnya, maka kita tiru apa yang dilakukan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah. Tentunya
aqidah Syaikhul Islām tentang sahaba dan InsyaAllāh nanti akan kita sebutkan dalam
tidaklah keluar ulama-ulama seperti mereka ini kecuali ketika mereka memiliki qudwah yang
pembahasan-pembahasan selanjutnya yaitu tentang muqaddimah yang berkaitan dengan kitab
baik, memiliki guru yang bisa ditiru dari sisi ilmunya, dari sisi ketakwaannya, dari sisi akhlaknya
Al-Aqidah Al-Wasithiyyah.
dan juga perlu seorang guru memperhatikan tentang keikhlasannya dalam mengajarkan ilmu
kemudian juga memperhatikan kesungguhannya dalam mengajarkan ilmu. Karangan-karangan beliau, disebutkan oleh Adz-Dzahabi bahwasanya beliau pernah mencoba
untuk mengumpulkan karangan-karangan gurunya Syaikhul Islām Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad
Halaqah 02 | Muqoddimah #02 Madzhab Penulis Kitab
bin Abdul Halim bin Abdus Salam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh, kemudian beliau menyebutkan
🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah mendapatkan seribu mushonnaf yaitu seribu karangan, tulisan dan ternyata setelah beliau
mengumpulkan tulisan-tulisan Syaikhul Islām beliau setelah itu melihat karangan-karangan yang
Kemudian Madzhab Beliau, Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah ini adalah seorang Hanbali, beliau lain, menunjukkan begitu banyaknya tulisan-tulisan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, beliau
tumbuh sebagai seorang Hanbali yaitu bermadzhab dengan madzhabnya imam Ahmad bin rahimahullāh termasuk orang yang banyak dibukakan oleh Allāh ‫ ﷻ‬pintu-pintu, pintu menulis,
Hanbal, tapi apa yang dimaksud dengan Hanbali disini, apakah yang dimaksud beliau adalah beliau orang yang kuat didalam menulis, pintu berdakwah, berjihad dengan tangannya dengan
orang yang fanatik sehingga tidak mengambil pendapat kecuali dari madzhab al-Imam Ahmad lisannya maka ini adalah Fadlullāh, keutamaan yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan kepada siapa yang Allāh ‫ﷻ‬
bin Hanbal, jawabannya tidak, dinamakan dengan Hanbali karena beliau mengawali menuntut kehendaki dan tidak semua dari kita dibukakan oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk banyak menulis.
ilmu fiqihnya dengan mazhab Hanbali dan inilah yang dimaksud oleh para ulama ketika mereka
menambahkan atau menisbahkan diri mereka kepada Syafi’i, Hanafi, Maliki, bukan berarti Cuma yang perlu kita ingat kan disini menulis ini adalah perkara yang penting karena kalau kita
mereka ta’asub dan fanatik terhadap madzhab tersebut. Awal mereka menuntut ilmu adalah menulis dan memiliki kitab, memiliki buku maka itu akan insyaAllāh lebih lama meskipun kita
dengan mempelajari kitab-kitab Hanbali atau Syafi’i atau yang lain, cuma setelahnya ketika sudah meninggal dunia, namanya buku masih bisa di baca dan dibacakan dipelajari oleh orang
mereka sudah sampai pada marhalah tertentu, sampai pada tingkatan tertentu di situ mereka lain. Adapun seseorang hanya berbicara saja apalagi tidak ada di sana rekaman maka ketika dia
tidak melihat lagi ini madzhab fulan atau madzhab fulan tapi mereka melihat dalil, kalau meninggal dunia hilang begitu saja, maka penting seseorang di sini menulis. Dan yang perlu
pendapat tersebut itulah yang sesuai dengan dalil itulah yang mereka ambil. diketahui di sini hendaklah seseorang menulis apa yang memang dibutuhkan oleh manusia
artinya bukan hanya sekedar menulis dan punya buku tapi dia menulis sesuatu yang memang
Berkata adz-Dzahabi rahimahullāh “wa lahul āna ‘iddatussinīn lā yu’ti bimadzhabin mu’ayyan bal dibutuhkan.
bima qāmaddalīlu alaihi ‘indah”, ini menceritakan tentang gurunya dan beliau yaitu Syaikhul
Dan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah banyak di dalam tulisan-tulisan termasuk di antaranya adalah untuk jihad memerangi orang-orang kuffar dan jihad yang dimaksud disini tentunya adalah jihad
aqidah wasithiyah ini, kenapa beliau menulis karena ada sebabnya dan nanti akan kita sebutkan yang syar’i bukan jihad yang dipahami oleh sebagian orang-orang yang tersesat dari jalan Allāh
sejarah bagaimana beliau menulis kitab Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, permintaan dari seseorang ‫ﷻ‬.
yang dia tidak mau kecuali tulisan Syaikhul Islām Ibnu Taimmiyah padahal di sana banyak kitab-
Halaqah 03 | Muqoddimah #03 Pujian Para Ulama, Ujian, dan Wafatnya Penulis Kitab Ustadz
kitab aqidah sebelum masa Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah. Cuma orang yang tanya tadi tidak
Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
mau kecuali yang ditulis oleh Syaikhul Islam, akhirnya beliau pun mengabulkan permintaan
tersebut. Adapun pujian para ulama kepada beliau rahimahullāh, maka ini telah banyak pujian kepada
beliau baik dari orang yang merupakan teman-teman beliau atau murid-murid beliau bahkan
Dan tulisan-tulisan syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dikenal dengan bagusnya dan ungkapan- juga termasuk pujian dari musuh-musuh beliau, maka ini sesuatu yang luar biasa tentunya
ungkapan yang dipakai oleh syaikhul Islam adalah ungkapan-ungkapan yang baik dan seseorang dipuji oleh musuhnya sendiri, mereka melihat tentang bagaimana sidq (kejujuran)
susunannya juga sangat rapi kemudian juga dikenal beliau ini dengan taksimatnya yaitu dalam Syaikhul Islam dalam menyampaikan hujjah, bukan orang yang curang dalam bermunadzaroh
pembagian-pembagian ini luar biasa sehingga banyak para ulama para thulabul ‘ilm yang mereka dan mereka mengetahui tentang akhlak beliau, tidak menjadikan permusuhan yang terjadi
antara beliau dengan ulama yang lain kemudian beliau menjadi orang yang dzholim ini diakui
bisa mengambil faedah dan banyak mengambil faedah dari pembagian pembagiannya. Dengan
oleh para ulama.
adanya pembagian sebuah masalah ternyata dia terbagi menjadi beberapa bagian, seseorang
lebih jelas dan lebih praktis lebih paham sehingga dia tidak menyamakan sesuatu yang beda dan
tidak membedakan sesuatu yang sama. Saya sebutkan di sini di antara ucapan para ulama tentang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Ibnu
Sayyidinnas ulama yang mengarang kitāb ‘Uyunul Atsar beliau mengatakan
Dan ada yang mengatakan bahwasanya beliau bisa berbahasa Abriah, bahasa abriah ini adalah
bahasa orang-orang Yahud dan juga bisa bahasa Latiniyyah ini dipahami dari sebagian ungkapan
beliau yang di mana beliau menyatakan bahwasanya bahasa Abria ini dekat dengan bahasa Arab, Aku mendapatkan beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) ini adalah orang yang mendapatkan
bagian yang banyak dari ilmu. Ketika beliau memperhatikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah maka
ini sebagian memahami bahwasanya beliau berarti paham tentang lughah tentang bahasa
beliau hampir-hampir menguasai hadits-hadits dan juga atsar-atsar para salaf dengan hafalan
Abriah.
beliau, hampir-hampir beliau itu menguasai hadits-hadits Nabi ‫ ﷺ‬dan juga atsar – atsar para
Tentang sifat beliau syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dari sisi akhlak beliau adalah seorang ulama salaf bukan hanya dengan maknanya saja
yang pemurah, karīm, dan itu semua kemurahan tadi bukan sesuatu yang dibuat-buat oleh
beliau tapi sepertinya adalah sesuatu yang memang bawaan dari sejak kecil dan beliau adalah Kalau beliau berbicara di dalam masalah tafsir maka beliau adalah orang yang membawa
seorang pemberani bukan seorang pengecut, dan beliau adalah seorang yang zuhud di dalam benderanya, membawa benderanya maksudnya adalah orang yang jago di dalam masalah ilmu
dunia, tidak tergantung hatinya dengan sedikit pun dari dunia bahkan disebutkan bahwasanya tafsir, kalau bicara tentang ayat, bicara tentang surat, berbicara tentang tafsir Al-Quran seakan-
beliau banyak meninggalkan perkara yang mubah, banyak meninggalkan perkara yang akan tidak ada yang lebih halim tentang tafsir dan perkara-perkara yang detail dan faidah-faidah
sebenarnya boleh karena takut terjerumus ke dalam perkara yang diharamkan, dan tentunya ini yang bisa diambil dari sebuah ayat dari beliau rahimahullāh, maka beliau adalah orang yang
semua menunjukkan tentang buah dari ilmu yaitu zuhud terhadap dunia dan keinginan terhadap membawa bendera
akhirat dan bagaimana beliau meninggalkan perkara yang mubah karena takut terjerumus ke
dalam perkara yang diharamkan oleh Allāh ‫ﷻ‬. Kalau beliau berfatwa tentang masalah fiqih maka beliau sampai kepada tujuan, sampai kepada
puncaknya, artinya ketika berbicara tentang hukum, bicara tentang fiqih ternyata beliau juga
Beliau Rahimahullāh semasa hidupnya berjihad dijalan Allāh ‫ ﷻ‬baik dengan lisannya, yaitu
orang yang luas ilmunya tentang masalah madzahib al-arba’a juga madzhab yang lain dan apa
dengan berdakwah dengan lisannya dan juga dengan tulisannya, banyak menulis bagaimana dalil mereka, apa alasan mereka dan mana yang rojih, kenapa yang rojih adalah demikian,
jumlah tulisan-tulisan beliau dan beliau memerangi tentara Tartar dan mendorong kaum ternyata beliau adalah seorang yang faqih
muslimin untuk berjihad dan bahkan dalam peperangan-peperangan beliau senantiasa berada di
shaf yang awwal. Ini menunjukkan bagaimana beliau sebagai seorang ulama bukan hanya
sekedar bisa menulis, bisa memberikan pengarahan kepada manusia, tetapi beliau menjadi Dan kalau sedang bermudzakarah tentang masalah hadits maka ternyata beliau adalah orang
yang punya ilmunya dan belia punya riwayatnya
orang yang menjadi contoh bagi yang lain di dalam jihad fī sabīlillāh dan mendorong manusia
Atau ketika beliau memberikan ceramah, memberikan pengetahuan tentang masalah aliran- Telah besar keutamaan beliau dan juga luasnya ilmu beliau dan bagaimana luasnya ilmu beliau
aliran, tentang agama-agama, tidak dilihat orang yang lebih luas pengetahuannya tentang aliran dalam ilmu syar’i maupun dari bukti-bukti yang berkaitan dengan akal, jadi beliau dalam berdalil
dan juga agama tadi daripada beliau rahimahullāh. Jadi kalau berbicara tentang aliran, tahu selain berdalil dengan dalil-dalil yang syar’i dari Al-Quran dan as-sunnah dengan dalil-dalil yang
siapa yang mendirikan, apa isinya, apa syubhat mereka, apa alasan mereka sehingga sebagian kuat dan istidlal yang kuat maka beliau juga banyak menyampaikan dalil dari akal
atau banyak diantara aliran-aliran tadi ataupun pembesar-pembesar aliran tadi yang mengakui
bahwasanya Syaikhul Islam itu lebih tahu tentang alirannya dari pada mereka sendiri dan ini
Dan bagaimana cerdasnya beliau dan kesungguhan beliau, dan bagaimana sampainya beliau di
menunjukkan tentang luasnya ilmu beliau, dan beliau tahu bagaimana kok bisa sampai mereka
dalam setiap perkara-perkara tadi sampai pada derajat yang tidak bisa disifatkan. Ini ucapan dari
kepada kesesatan-kesesatan tadi. Dan tidak ada yang lebih tinggi daripada beliau dalam masalah
Taqiyuddin as-Subki.
pemahaman tentang aliran-aliran tadi

Halaqah 04 | Muqoddimah #04 Pujian Para Ulama, Ujian, dan Wafatnya Penulis Kitab Ustadz
Beliau muncul didalam setiap ilmu, di atas orang-orang yang sebaya dengan beliau, artinya
Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬
nampak dan terlihat ilmunya daripada yang lain, maka orang yang melihatnya tidak pernah
melihat yang semisal dengan beliau, dan mata beliau, yaitu Syaikhul Islam, tidak melihat orang Kemudian di sana ada as-Subki Muhammad bin Abdul Barr asy-Syafi’I yang meninggal pada
yang semisal dengan dirinya sendiri. Ibarat seperti ini menunjukkan tentang pujian dan tahun 777 Hijriyah, beliau mengatakan tidak membenci Ibnu Taimiyyah kecuali orang yang
menunjukkan tentang bagaimana kelebihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan bodoh atau orang yang mengikuti hawa nafsu, ini semuanya menunjukkan tentang bagaimana
kepada beliau rahimahullāh. pujian para ulama terhadap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ini menunjukkan tentang
keutamaan beliau.

Adz-Dzahabi rahimahullāh, murid beliau, mengatakan beliau Syaikhul Islam yaitu guru Adz-
Dzahabi beliau mengatakan bahwasanya orang yang semisal sepertiku ini tidak pantas untuk Saya nukilkan juga di sini ucapan dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang mengarang kitab Fathul Bari.
mensifati beliau, artinya beliau lebih tinggi daripada sifat yang aku berikan kepada beliau, Ibnu Hajar memuji Syaikhul Islam dan mengatakan bahwasanya laki-laki ini adalah orang yang
seandainya, kurang lebih demikian makna ucapan Adz-Dzahabi, seandainya saya mensifatkan paling kuat di dalam memerangi ahlul bid’ah dari kalangan orang-orang Rafidhah dan orang-
sesuatu tentang Syaikhul Islam ketahuilah bahwasanya kenyataannya lebih daripada itu orang Hululiyah dan Ittihadiyah (yaitu orang-orang yang mengaku Allāh ‫ ﷻ‬bersatu dengan
makhluk-Nya atau Allāh ‫ ﷻ‬di mana-mana), dan karangan-karangan beliau didalam masalah ini
adalah banyak syahirah dan dikenal dan fatwa-fatwa beliau tentang aliran-aliran tadi tidak bisa
Maka seandainya aku ini disuruh untuk bersumpah antara rukun dengan maqam, maksudnya dibatasi, karena saking banyaknya yaitu dengan ilmu kita kita tidak bisa menentukan batasnya
adalah rukun Hajar Aswad dengan maqam Ibrahim, seandainya aku disuruh untuk bersumpah karena keterbatasan ilmu yang kita miliki.
niscaya aku akan bersumpah aku tidak melihat orang yang semisal dengan beliau, dan tentunya
sumpah atas nama Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah sumpah yang harus jujur, seandainya aku disuruh untuk
bersumpah dengan nama Allāh ‫ ﷻ‬antara rukun Hajar Aswad dengan makam Ibrahim niscaya Didalam ucapan beliau yang lain Ibnu Hajar mengatakan seandainya Syaikhul Islam Ibnu
aku akan mengatakan aku tidak pernah melihat dengan mataku orang yang semisal dengan Taimiyyah tidak memiliki keutamaan kecuali keutamaan yang satu yaitu dia memiliki seorang
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. murid yang bernama Ibnu Qayyim, yang memiliki karangan-karangan yang banyak yang telah
mengambil manfaat dari karangan beliau orang yang setuju dengan beliau maupun orang yang
memusuhi beliau, niscaya ini menunjukkan tentang keutamaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Adz-Dzahabi, shahibus siyr, memiliki kitab Siyar A’lamin Nubala’ yang dikenal tentang
keahliannya dalam masalah hadits dalam masalah tarikh dalam masalah geografi dan ilmu-ilmu
yang lain mengatakan ucapan ini, saya tidak pernah melihat dengan mataku orang yang semisal Kemudian setelahnya beliau rahimahullāh, ini adalah sunnatullah bagi setiap orang yang
dengan Syaikhul Islam dan demi Allāh ‫ ﷻ‬beliau tidak pernah melihat orang yang semisal dengan berdakwah kepada apa yang didakwakan oleh para Nabi dan juga para rasul banyak menerima
beliau di dalam masalah ilmu. Maka ini juga termasuk keutamaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. ujian dan juga cobaan, banyak musuh musuh beliau yang ada di zaman beliau yang berdusta atas
nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, mereka adalah orang-orang Sufi, orang-orang ahlul kalam,
ahlul bid’ah dan ini bukan hanya di zaman beliau saja bahkan sampai hari ini.
Kemudian saya sebutkan disini ucapan dari Taqiyuddin as-Subki beliau adalah bapak dari
Tajuddin shabibut thabaqat al-syafi’iyah al-kubra, beliau mengatakan
Ini menunjukkan tentang bagaimana ujian yang beliau terima dan sebagian berdusta atas nama cinta terhadap hamba tadi, sehingga ketika dia meninggal dunia banyak orang yang berkeinginan
beliau, seperti misalnya dusta yang diucapkan oleh sebagian bahwasanya dia melihat Syaikhul untuk menghadiri jenazahnya, mendoakan beliau.
Islam Ibnu Taimiyyah sedang menjelaskan tentang turunnya Allāh ‫ ﷻ‬ke langit dunia kemudian
dia menceritakan, dan ini adalah dusta, mengatakan bahwasanya Ibnu Taimiyyah saat itu berada
Berbeda dengan ahlu bid’ah yang mereka adalah orang yang melakukan perkara-perkara yang
di atas mimbarnya kemudian dia turun dari atas mimbarnya pelan-pelan, yaitu satu tingkat
menyimpang yang menjadikan murka Allāh ‫ ﷻ‬dan terkadang mereka melakukan itu diantaranya
kemudian tingkat berikutnya dan seterusnya kemudian mengatakan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬itu
adalah untuk mencari pujian manusia atau pengikut yang banyak tapi justru yang mereka
turun seperti turunku ini, maka ini adalah dusta atas nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan
dapatkan adalah kebencian dari manusia, meskipun secara dhohir mungkin mereka mengikuti di
yang menceritakan tadi dia mengatakan bahwasanya dia melihat itu pada tahun 726 Hijriyah,
belakang ahlul bid’ah tapi didalam hatinya tidak ada kecintaan sebagaimana mereka mencintai
artinya dua tahun sebelum beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah meninggal dunia.
ulama ahlussunnah, sehingga ketika meninggal dunia para ahlul bid’ah tadi yang mungkin dalam
kehidupan sehari-hari sebelumnya dia punya banyak pengikut tapi ketika meninggal dunia
Dan kalau diteliti yang menunjukkan tentang kedustaannya, ternyata saat itu karena saat itu ternyata tidak menghadiri jenasahnya kecuali sangat sedikit, karena manusia benci dan
yang menceritakan ini dia melihatnya di bulan Ramadan tahun 726 Hijriyah, dan kalau kita ditancapkan didalam hati mereka oleh Allāh ‫ ﷻ‬perasaan tidak senang dengan ahlul bid’ah tadi.
melihat sejarah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dari murid-murid beliau bahwasanya beliau pada
tahun 726 Hijriyah di bulan Sya’ban ini beliau sudah dipenjara, tidak bebas lagi dalam berdakwah
Maka itu adalah sejarah singkat, biografi singkat tentang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
dan ini menunjukkan bahwasanya ini adalah ucapan yang dusta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
bukan seorang musyabbih (orang yang menyerupakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk atau
menyerupakan sifat Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat makhluk) dan insyaAllāh nanti akan kita melihat Halaqah 05 | Muqoddimah #05 Penjelasan Umum Tentang Kitab Aqidah Wasithiyyah Ustadz
sendiri bagaimana beliau rahimahullāh berlepas diri dari tasybih, dari takyif, dari tamsil. Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Kitab Aqidah Wasithiyyah memiliki kedudukan yang tinggi di antara kitab-kitab yang lain, dia
Beliau rahimahullāh diuji oleh Allāh ‫ ﷻ‬dengan berbagai ujian dan diantara orang-orang yang memiliki beberapa kelebihan dan juga keistimewaan. Diantara yang menjadi keutamaan kitab
banyak memusuhi beliau saat itu adalah qurra yaitu para qadhi dan juga para fuqoha karena aqidah Wasithiyyah, pertama bahwasanya aqidah yang disebutkan oleh syaikhul Islam Ibnu
mereka merasa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ini banyak menyelisihi mereka di dalam fatwa Taimiyyah di dalam kitab ini adalah aqidah yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan
mereka dan juga dapat pendapat-pendapat mereka, karena beliau bukan orang yang fanatik juga ijma’ para salaf, ijma’ imam-imam para salaf. Diantara keutamaan kitab ini juga beliau
terhadap madzhab tertentu tetapi beliau ta’asubnya adalah kepada dalil. Demikian pula di sangat teliti didalam masalah penggunaan lafadz, jadi sebisa mungkin lafadz yang digunakan
antara musuh-musuh beliau adalah orang-orang Sufiyyah dan juga ahlul kalam sehingga dengan adalah lafadz yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits atau yang diucapkan oleh para salaf.
sebab ini beliau beberapa kali di penjara di antaranya adalah pada tahun 705 Hijriyah kemudian
pernah beliau juga dikeluarkan kemudian masuk dan dikeluarkan lagi kemudian masuk kembali Beliau berusaha untuk menjaga lafadz dan juga makna, beliau mengatakan, aku berusaha,
dan sebabnya adalah bermacam-macam terkadang sebabnya adalah dari tuduhan-tuduhan berusaha di dalam menulis aqidah ini, yaitu Aqidah Wasithiyyah, mengikuti Al-Qur’an dan
orang-orang Sufiyyah pernah beliau di penjara karena tuduhan-tuduhan orang-orang Sufiyyah Sunnah baik lafadz maupun maknanya. Didalam ucapan beliau, beliau mengatakan, dan setiap
atau terkadang mereka adalah dari para qurro tadi dari para qodhi tadi yang merasa lafadz yang aku sebutkan di dalam kitab ini maka aku berusaha untuk menulis ayat atau hadits
bahwasanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ini banyak menyelisihi mereka dalam masalah fatwa atau ijma para salaf, artinya lafadz yang beliau sebutkan di dalam kitab ini berusaha semaksimal
dan juga pendapat-pendapat. mungkin adalah lafadz-lafadz yang syar’i tidak keluar dari lafadz-lafadz yang syar’i.

Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah beliau meninggal dunia pada malam Senin tanggal 20 Ini menunjukkan tentang ilmu beliau dan bagaimana luasnya ilmu beliau dan kehati-hatian
Dzulqo’dah tahun 728 Hijriyah dan yang menghadiri jenazah beliau saat itu adalah cukup banyak beliau dalam menulis kitab ini, karena ini akan dibaca oleh banyak orang sehingga beliau
dan ini adalah seperti yang diucapkan oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal berusaha untuk benar-benar baik lafadz maupun maknanya itu sesuai dengan Al-Qur’an dan juga
Katakan kepada ahlul bid’ah bahwasanya yang akan menentukan antara kami dan juga kalian hadits, tidak mendatangkan makna atau lafadz yang baru, sebagaimana yang banyak dilakukan
adalah ketika disaksikannya jenazah-jenazah itu, maksud beliau adalah diantara hal yang oleh ahlul kalam mereka mendatangkan lafadz-lafadz yang baru, istilah-istilah yang baru yang
menunjukkan bahwa seseorang diatas haq adalah ketika manusia memiliki qobul, memiliki rasa tidak disebutkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan juga Rasul-Nya dan mereka menginginkan untuk mentalbis
cinta Allāh ‫ ﷻ‬menanamkan rasa cinta tadi kepada para hamba-Nya, ketika Allāh ‫ ﷻ‬mencintai yaitu mencampur adukkan antara kebenaran dengan kebatilan, mempermainkan manusia
seorang hamba maka Allāh ‫ ﷻ‬akan menjadikan di dalam hati para hamba-Nya yang lain ini rasa dengan lafadz-lafadz tadi.
Kemudian juga diantara kelebihan kitab ini selain dia adalah berdasarkan Al-Quran dan Hadits, Ini menunjukkan tentang tentunya keyakinan beliau, tentang ilmu beliau yang dalam dan
dan nanti akan kita lihat bagaimana beliau rahimahullāh ketika berbicara tentang masalah nama tawadhu beliau, beliau mengatakan yang demikian bukan karena sombong atau menentang atau
dan juga sifat hanya menyebutkan ayat, tentang masalah Allāh ‫ ﷻ‬berbicara disebutkan oleh hanya sekedar ingin berdebat, tidak, beliau ingin kebenaran, kalau memang ada yang tidak
beliau ayat-ayat bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬berbicara, ketika beliau menyebutkan bahwasanya Allāh sesuai dengan pemahaman para salaf untuk apa kita mempertahankan sebuah kebathilan, maka
‫ ﷻ‬beristiwa beliau sebutkan ayat tentang istiwa, demikian pula menyebutkan tentang hadits beliau siap untuk ruju’, dan ketika ditunggu sedemikian lamanya tiga tahun, bukan satu bulan
Nabi ‫ﷺ‬. Ini adalah cara syaikhul Islam di dalam menulis kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah. dua bulan, ternyata tidak ada. Ini menunjukkan bahwasanya kitab ini memiliki kelebihan, sudah
dibaca oleh musuh-musuh beliau dan dibaca oleh orang yang sependapat dengan beliau dan
ternyata para ulama menerima kitab ini dengan qabulan hasanah, yaitu menerima dengan baik.
Dan kemudian yang kedua adalah apa yang beliau tulis dalam Aqidah Wasithiyyah ini adalah
hasil dan juga buah dari tatabbu dan juga istikra’, hasil penelitian beliau dan hasil membaca
beliau terhadap ucapan-ucapan para salaf baik didalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬ Kemudian diantara keutamaannya, kitab ini adalah kitab yang ringkas, subhanallāh,
atau tentang hari akhir atau tentang iman dengan takdir atau tentang sikap kita terhadap para menyebutkan dalil, menyebutkan ringkasan aqidah ahlussunnah wal jama’ah, meskipun dia
sahabat dan permasalahan-permasalahan akhirnya yang lain. ringkas ternyata isi dari kitab Al-Aqidah Wasithiya ini sebagian besar permasalahan-
permasalahan aqidah yang merupakan ushul, pondasi aqidah ahlussunnah wal jamaah,
disebutkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab ini. Jadi dia adalah kitab aqidah yang
Beliau mengatakan, tidaklah aku menulis dalam kitab ini kecuali aqidah para Salafus Sholih
ringkas dan dia lengkap meskipun tidak semua tapi sebagian besar permasalahan aqidah yang
semuanya. Orang semisal beliau banyak membaca kitab-kitab para ulama yang isinya adalah
membedakan antara ahlussunnah dengan ahlul bid’ah disebutkan oleh beliau rahimahullāh,
nukilan-nukilan dari para ulama salaf tentang masalah aqidah, beliau baca dan beliau simpulkan
tentunya ini adalah sebuah kelebihan, kita cari kitab-kitab yang seperti ini.
dan kemudian beliau tuangkan di dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah ini. Diantara keutamaan
kitab ini bahwasanya beliau rahimahullāh berusaha dengan seluruh tenaga yang beliau miliki
untuk mentaḥrir, untuk benar-benar teliti dalam menyebutkan masalah aqidah ini, beliau Kemudian juga ditambah oleh beliau di akhir kitabnya tentang pentingnya seorang ahlussunnah,
memberikan khulashoh, memberikan ringkasan. dan ini adalah ciri ahlussunnah wal jama’ah firqatun najiyah, bahwasanya mereka ya’muruna bil
ma’ruf, mereka menyuruh kepada yang baik, melarang dari yang mungkar, mereka ini berakhlak
yang baik. Beliau sebutkan tentang masalah akhlak karena tidak cukup seseorang menjadi
Diantara ketelitian beliau, beliau mengatakan, diantara kehati-hatian beliau, dan ini
ahlussunnah wal jama’ah hanya memperhatikan masalah aqidah, bahkan kalau aqidah yang dia
menunjukkan tentang tawadhu beliau, aku telah memberikan kesempatan kepada setiap orang
pelajari ini benar dan dia adalah orang yang mengamalkan aqidah tadi, ini akan memunculkan,
yang menyelisihi aku dalam perkara-perkara ini, tiga tahun beliau memberikan kesempatan.
akan mewariskan rasa takut kepada Allāh ‫ ﷻ‬yang akan terlihat pada baiknya akhlak dia kepada
Artinya beliau membuka pintu siapa yang ingin menunjukkan kesalahan dari kitab ini, selama
orang lain.
tiga tahun beliau menunggu dan beliau mengatakan kalau memang ada yang menyelisihi, artinya
ini bukan keyakinan para salaf, maka beliau siap untuk kembali artinya siap untuk
menghilangkan sesuatu yang bertentangan dengan aqidah para salaf tadi kemudian kembali Inilah beberapa keutamaan kitab Al Aqidah Al Wasithiya sehingga tidak heran kalau Adz-Dzahabi
kepada jalan yang benar. rahimahullāh ketika beliau berkomentar tentang kitab Al Aqidah Al Wasithiya beliau
mengatakan, telah sepakat baik musuh maupun kawan maupun lawan bahwasanya ini adalah
aqidah salafi yang jayyid yaitu aqidah para salaf yang bagus. Dan Ibnu Rajab Rahimahullāh beliau
Ini menunjukkan tentang tawadhu beliau dan bagaimana kehati-hatian beliau, beliau tidak ingin
mengatakan (ini juga muridnya syaikhul Islam), telah sepakat semuanya bahwasanya aqidah
tersebar kitab tadi dalam keadaan salah, beliau bahkan menawarkan kepada para ulama
wasithiyyah ini adalah aqidah yang sunniyyah yang salafiyyah, yang sesuai dengan sunnah dan
khususnya bahkan yang menjadi orang-orang yang berseberangan dengan beliau, kalau
adalah aqidah para salaf kita.
muridnya saja atau orang yang sepaham dengan beliau mungkin biasa-biasa saja suruh meneliti
mereka sudah percaya begitu saja, tapi kalau musuh, ini maka ketika mereka meneliti kitab
musuhnya maka dia berusaha tapi ternyata selama 3 tahun diberikan kesempatan oleh syaikhul Halaqah 06 | Muqoddimah #06 Penjelasan Umum Tentang Kitab Aqidah Wasithiyyah Ustadz
Islam Ibnu Taimiyyah tidak ada diantara mereka yang memberikan bantahan atau bisa Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
menunjukkan mana aqidah beliau yang tidak sesuai dengan aqidah pada salaf. Para ulama dan juga para penuntut ilmu agama mereka memperhatikan kitab ini, memiliki
perhatian yang besar terhadap kitab Al aqidah Al Wasithiyyah ini baik dengan menghafalnya
ataupun mengajarkannya atau mempelajarinya sehingga banyak diantara ulama yang
mensyarah yaitu menjelaskan tentang kitab ini, yang akan kita sebutkan bahwasanya disana ada takdir, beliau juga menyebutkan tentang masalah hari akhir dan beberapa perinciannya seperti
sebagian ulama yang ringkas didalam mensyarahnya, ada yang diantara mereka yang panjang misalnya hisab kemudian syafaat kemudian timbangan, surga dan juga neraka beliau sebutkan.
didalam syarahnya berbeda-beda. Ada diantara mereka yang mensyarah kitab Al aqidah Masalah nama dan juga sifat tadi berkaitan dengan beriman kepada Allāh ‫ﷻ‬, kemudian beliau
Wasithiyyah dengan ucapan syaikhul Islam juga, mu’alifnya yaitu di dalam kitab-kitab yang lain. juga menyebutkan iman dengan takdir iman dengan hari akhir.

Saya sebutkan disini beberapa syarah yang mungkin bisa kita ambil faedahnya yang telah ditulis Beliau juga menyebutkan tentang masalah karomāt karena disana ada ahlul bid’ah yang berbeda
oleh para ulama kita diantaranya adalah Syarah Al aqidah Wasithiyyah yang ditulis oleh Haras, dengan ahlul sunnah didalam masalah karomah, ada yang berlebihan, ada yang menyia-nyiakan,
beliau adalah Muhammad Khalil Haras, kelebihannya adalah syarah beliau ringkas dan jelas, ada yang mengingkari, ada yang meyakini sesuatu yang bukan karomah, diyakini itu sebagai
tidak bertele-tele namun ketika kita melihat, beliau meringkas dan bagus tapi ketika di akhir- sesuatu karomah, tidak bisa membedakan antara karomat dengan apa yang dinamakan dengan
akhir sangat ringkas sehingga sebagian dari ucapan syaikhul Islam ini bahkan di lewati artinya sihir. Kemudian juga beliau menyebutkan tentang sikap ahlul sunnah terhadap pemerintah, ini
mungkin beliau memandang itu adalah perkara yang sangat jelas sehingga tidak perlu di syarah juga ada ahlul bid’ah yang menyimpang didalam masalah ini, kemudian juga sikap ahlussunnah
secara panjang lebar. Wallāhu ta’ala a’lam. terhadap para sahabah, sikap ahlussunnah di dalam masalah mashadil talaqqi, yaitu darimana
mereka mengambil ilmu ini, mengambil agama ini.
Kemudian di antara Syarah aqidah Wasithiyyah adalah Tanbihat Al Lathifah fī mā ihtawat ‘alaihi
al wasithiyah minal mabahit al manīfah, ini ditulis oleh Syaikh As sa’di. kemudian juga Syaikh Bahkan beliau juga menyebutkan tentang bagaimana akhlak ahlussunnah, bagaimana suluq
Muhammad bin Sholih al-Utsaimin beliau juga punya syarah Al Aqidah Wasithiya dan kita mereka dan bagaimana mereka beramar ma’ruf nahi mungkar, dan sikap ahlus sunah dalam
mengetahui bagaimana kedudukan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, bagaimana berjihad dalam menegakkan syiar-syiar Allāh ‫ﷻ‬. Kemudian beliau mengakhiri kitabnya dengan
penjelasan beliau yang sangat mudah dipahami, tidak menggunakan kata-kata yang sulit, dan menyebutkan berbagai tingkatan ahlussunnah wal jamaah, bahwasanya ternyata mereka ini
banyak faedah-faedah yang bisa kita ambil selain dari pembahasan utama yang disebutkan oleh bukan hanya satu golongan, mereka ada yang ada yang fuqahah ada yang muhadditsun dan
mu’allif. Disana ada yang menjadikan soal dan jawab, pertanyaan dan juga jawaban tentang hal mereka semuanya ahlul sunnah, ada yang ahlu tafsir ada yang bermacam-macam jadi mereka
yang berkaitan dengan Al aqidah Al Wasithiyyah. Syaikh shalih Al Fauzan juga memiliki syarah semuanya adalah ahlul sunnah yang mengumpulkan mereka adalah keinginan untuk mengikuti
terhadap aqidah Wasithiyyah, kemudian di sana ada Ar-Raudah An-Nadiyah yang ditulis oleh sunnah Nabi ‫ﷺ‬.
Zaid bin Abdil Aziz bin Fayyadh dan dia adalah syarah yang luas.
Kemudian tentang masalah sebab ditulisnya kitab ini, bahwasanya kitab ini sebabnya adalah
Kesimpulannya disini banyak yang telah mensyarah kitab Al aqidah Al Wasithiyyah ini, ada yang sebagian qadhi yang ada di daerah yang dinamakan dengan Wāsith (sebuah daerah di Irak saat
sedang ada yang ringkas ada yang panjang lebar, maka seorang thalabul ‘ilm mengambil faedah itu). Ada seorang qadhi yang beliau ini diceritakan syaikhul Islam datang kepadanya kemudian
dari apa yang dijelaskan oleh para ulama dan saya mendorong bagi yang memiliki kemampuan menceritakan tentang kebodohan yang ada di negara beliau, karena beliau sebagai seorang
untuk bisa menghafal, antum yang hafal Quran itu lebih mudah InsyaAllāh, kan syaikhul Islam qadhi melihat bagaimana kerusakan manusia di daerah beliau, banyaknya kebodohan,
banyak menyebutkan ayat, maka ini kesempatan bagi antum di waktu yang pas sebisa mungkin banyaknya kedzholiman, banyak perkara-perkara agama yang ditinggalkan oleh manusia, maka
antum menghafal apa yang disebutkan oleh beliau, dan kalau kita punya keinginan ada waktu qadhi ini dengan tawadhonya meminta kepada syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tolong dituliskan
luang dan kalau bisa di sana ada tempat orang yang kita setorkan hafalan kita mungkin dengan sebuah kitab tentang masalah aqidah.
teman-teman maka ini lebih baik, jangan kita sia-siakan waktu yang sangat panjang dan sangat
luas ini dalam perkara yang sia-sia, untuk murojaah untuk menghafal untuk berbagai perkara
Apa yang menjadi jawaban beliau, beliau mengatakan banyak ulama yang sudah menulis
yang bermanfaat insya Allāh.
tentang kitab-kitab aqidah, kenapa harus saya. Ini menunjukkan tentang tawadhu’nya syaikhul
Islam. Maka qadhi ini pun dia meminta dengan sangat mengulang-ulang permintaan, dan ini
Untuk perkara-perkara yang disebutkan dalam kitab ini, disebutkan oleh syaikhul Islam didalam menunjukkan seseorang kalau memang memandang itu ada banyak kebaikan ya kita sungguh-
aqidah wasithiya di antara yang beliau sebutkan pertama adalah tentang masalah nama dan juga sungguh ketika meminta kepada orang lain, artinya di sini meminta kepada gurunya karena dia
sifat Allāh ‫ﷻ‬, kemudian beliau menyebutkan aqidah ahlussunnah wal jamaah tentang masalah tahu kedudukan syaikhul Islam dan bagaimana tulisan beliau maka beliau berusaha bukan hanya
Iman, kemudian beliau menyebutkan tentang masalah nama yang muslim, kafir, iman, Islam wal meminta sekali, ketika tahu itu ditolak kemudian dia mundur ke belakang, tidak, dia punya hirs.
ahkam dan hukum-hukum mereka ini semua berkaitan dengan aqidah ahlussunnah yang
membedakan antara mereka dengan ahlul bid’ah, beliau juga menyebutkan tentang masalah
Kemudian qadhi ini yang berasal dari Wāsith mengatakan aku tidak senang kecuali sebuah ayat yang pertama di dalam Al-Qur’an adalah ‫َّح ِيم‬ ِ ‫ ِبس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬dengan kesepakatan para ulama
aqidah yang kamu tulis, meskipun mungkin sama apa yang disebutkan oleh syaikhul Islam bahwasanya ayat yang pertama dalam basmalah. Dan Nabi ‫ﷺ‬, ketika Beliau ‫ ﷺ‬menulis surat
dengan yang disebutkan oleh ulama ahlussunnah wal jamaah karena beliau juga mengambil dari yang isinya adalah dakwah kepada sebagian raja yang ada di zaman Beliau ‫ﷺ‬, Beliau ‫ﷺ‬
ulama ahlus sunnah sebelum beliau, tapi dia ingin tulisan syaikhul Islam. Ini mungkin bisa diambil ِ ‫ ِبس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬. Dan apa yang dilakukan oleh mu’allif di sini yaitu
memulai suratnya dengan ‫َّح ِيم‬
faedah terkadang tidak ada salahnya seorang ustadz dia mengarang tentang sebuah kitab yang menulis kitab pada hakekatnya dia adalah surat yang ingin disampaikan kepada para pembaca
mungkin sama dengan yang dikarang oleh ustadz yang lain atau da’i yang lain, jangan kita yang isinya adalah dakwah, dakwah kepada aqidah yang benar, aqidah ahlussunnah waljama’ah.
mengatakan itu kan ustadz beliau sudah menulis.
Dan hikmah dimulainya menulis kitab dengan basmalah yang pertama adalah bertabarruk
Kenapa demikian, karena yang ada di bawah kita mereka ini banyak, ada diantara mereka yang dengan memulai kitab ini dengan menyebut nama Allāh ‫ ﷻ‬karena nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah nama
Allāh ‫ ﷻ‬jadikan lebih senang untuk mendengarkan ceramah ustadz fulan karena menurut dia yang berbarokah, sehingga memulai kitab dengan menyebut nama Allāh ‫ ﷻ‬diharapkan kitabnya
lebih bisa menangkap misalnya, tapi yang lain ternyata pendapatnya berbeda. Dia lebih bisa adalah menjadi kitab yang berbarokah. Kemudian yang kedua adalah meminta pertolongan
menangkap kalau yang menyampaikan adalah ustadz fulan. Jadi yang sini memiliki perhatian kepada Allāh ‫ ﷻ‬dalam menulis kitab, sehingga dimudahkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk menyelesaikan
terhadap kitab-kitab si fulan, yang lainnya memiliki perhatian terhadap kitab-kitab ustadz yang kitab ini, selesai dan menjadi kitab yang berbarokah dan bermanfaat bagi kaum muslimin.
lain sehingga tidak ada salahnya masing-masing menulis kitab. Dan demikian yang dilakukan oleh
para salaf, ini menulis tentang aqidah ahlussunnah, ini aqidah ashabul hadits dan sampai
Kemudian beliau mengatakan ‫الحمد هلل‬
sekarang kitab-kitab tersebut dipelajari dan saling melengkapi satu dengan yang lain.

Dan Allāh ‫ ﷻ‬di dalam Al-Qur’an memulai setelah basmalah kemudian yang kedua adalah ِ ‫ۡٱل َحمۡ ُد هَّلِل‬
Disini syaikhul Islam akhirnya beliau menulis kitab ini dan beliau tulis ini waktunya setelah shalat
ashar, kitab aqidah Wasithiyyah ini dari awal sampai akhir ini beliau tulis setelah shalat ashar َ‫ َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬yaitu pujian kepada diri-Nya, maka disini Mu’allif juga demikian, beliau rahimahullāh
juga berusaha untuk meniru apa yang Allāh ‫ ﷻ‬lakukan di dalam Al-Qur’an setelah menyebutkan
dan ini menunjukkan tentang bagaimana berkahnya ilmu beliau dan bagaimana ilmu itu sudah
basmalah maka beliau memuji Allāh ‫ ﷻ‬dengan mengatakan ‫ق‬ ِّ ‫ين ْال َح‬
ِ ‫الحمد هلل الَّذي َأرْ َس َل َرسُولَهُ ِب ْالهُدَى َو ِد‬
melekat pada diri beliau sehingga ketika diminta untuk menulis aqidah ahlussunnah langsung
beliau tulis dalam waktu yang sangat singkat dan ternyata kitab tadi adalah kitab yang mutqan,
sangat teliti dan disebutkan dalil-dalilnya dan dengan istidlal yang kuat dan diteliti oleh kawan Segala puji bagi Allāh ‫ ﷻ‬yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan juga agama yang
maupun lawan dan mereka tidak menemukan disana sesuatu yang bertentangan dengan manhaj benar.
salaf, ini semua menunjukkan tentang keutamaan beliau.

Allāh ‫ ﷻ‬dipuji, sebabnya diantaranya adalah karena dia yang memiliki nama-nama yang Husna
Dan ini adalah sejarah dari ditulisnya kitab ini dan sampai sekarang kitab ini terus dipelajari oleh dan sifat-sifat yang mulia sehingga Allāh ‫ ﷻ‬dipuji, karena nama-nama Allāh ‫ ﷻ‬mengandung
para thulabul ‘ilm dan mereka mengambil faedah dari kitab yang berharga ini dan antum bisa makna yang indah, makna yang paling baik dan setiap nama mengandung sifat, dan sifat-sifat
lebih mengetahui tentang kedudukan kitab ini kalau antum mempelajari kitab aqidah yang lain. Allāh ‫ ﷻ‬adalah sifat-sifat yang paling baik sehingga Allāh ‫ ﷻ‬dipuji karena dia yang memiliki
nama dan juga sifat yang sempurna. Demikian pula Allāh ‫ ﷻ‬dipuji diantaranya adalah karena
Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang memberikan seluruh kenikmatan kepada kita semuanya, Allāh ‫ ﷻ‬selalu
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu
dipuji karena Dia-lah yang memberikan kenikmatan semuanya kepada kita. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan
kembali pada halaqoh selanjutnya
ِ ‫هَّللا‬ َ‫فَ ِمن‬ ‫ِن ْع َم ٍة‬ ‫ِم ْن‬ ‫ِب ُك ْم‬ ‫َو َما‬
An-Nahl ayat 53
Halaqah 07 | Muqoddimah #07 Basmallah, Hamdallah, Syahadat, dan Sholawat Ustadz Dr.
Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Dan nikmat apa saja yang ada pada kalian maka itu adalah dari Allāh ‫ﷻ‬
ِ ‫ِبس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬
Beliau mengatakan rahimahullāh di awal kitabnya ‫َّح ِيم‬

Di antara kenikmatan tersebut, dan ini adalah kenikmatan yang paling besar adalah diutusnya
Membuka kitab beliau dengan basmalah, sebagaimana yang sudah berlalu, berulang-ulang, Rasulullāh ‫ﷺ‬, maka ini adalah kenikmatan yang besar yang kalau dibandingkan dengan
bahwasanya demikian adalah mengikuti Allāh ‫ ﷻ‬di dalam Al-Qur’an karena Allāh ‫ ﷻ‬menjadikan kenikmatan makan, minum, kenikmatan dunia yang dirasakan oleh seseorang, maka nikmat
diutusnya Rasulullāh ‫ ﷺ‬adalah kenikmatan yang lebih besar. Karena ketika Beliau ‫ ﷺ‬diutus oleh ilm (penuntut ilmu) niatnya demikian maka dia akan diberikan Taufik dalam ilmunya,
Allāh ‫ ﷻ‬kita mengenal Al-Haqq (kebenaran), kita mengenal Tauhid yang untuknya kita dimudahkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk menerima ilmu yang selanjutnya, karena mengamalkan ilmu
diciptakan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan ini adalah syarat untuk masuk ke dalam surganya Allāh ‫ﷻ‬, adalah bentuk bersyukur, karena ilmu adalah nikmat, ketika kita amalkan berarti kita bersyukur
dengannya kita mengetahui tentang hakikat dunia dan kita terlepas dari keresahan dunia, dengan nikmat ilmu tadi dan kalau kita bersyukur ditambah oleh Allāh ‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan
kesedihan dengan sebab dunia, dan kebaikan-kebaikan yang lain yang didapatkan oleh ۖ ۡ‫َأَل ِزي َدنَّ ُكم‬ ۡ‫َشك َۡرتُم‬ ‫لَِئن‬
@َ ‫[ ﷺ لَقَ ۡ@د َمنَّ@ ٱهَّلل ُ@ َعلَى@ ۡٱل ُم ۡؤ ِم ِنينَ@ ِإ ۡ@ذ بَ َع‬Ali
seseorang dengan sebab diutusnya Rasulullāh ‫ث ِفي ِهمۡ@ َر ُسواٗل‬ [Ibrahim : 7] Kalau kalian bersyukur Aku akan tambah
Imran:164]
Mengamalkan ilmunya adalah bentuk syukur kita atas nikmat ilmu tadi, betapa banyak orang
Sungguh Allāh ‫ ﷻ‬telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman dengan yang tidak sampai kepadanya ilmu ini atau tidak mendapatkan ilmu ini, padahal mereka adalah
mengutusmu kepada mereka seorang rasul dari diri mereka sendiri. orang yang cerdas mungkin orang yang kaya tapi mereka tidak mendapatkan ilmu tadi. Allāh ‫ﷻ‬
memilih kita, memilih hati kita, memilih telinga kita untuk mendengarkan ilmu yang mulia ini,
maka syukurilah dengan cara mengamalkan apa yang kita dapatkan berupa ilmu ini meskipun
Membacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh ‫ ﷻ‬maka ini adalah nikmat yang besar dan
sedikit, sehingga sebagian salaf mengatakan “man ‘amila bimā ‘alima ‘allamahullāhu mā lakun
Alhamdulillah Allāh ‫ ﷻ‬menjadikan kita termasuk umat Beliau ‫ﷺ‬, meskipun kita adalah umat
ya’lam”, barang siapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui maka Allāh ‫ ﷻ‬akan mengajarkan
yang terakhir tidak ada umat setelah kita namun Allāh ‫ ﷻ‬memberikan banyak keutamaan
kepadanya sesuatu yang sebelumnya dia tidak tahu, ditambah ilmunya terus.
kepada kaum muslimin. Mereka menjadi orang yang pertama dihisab dan mereka yang pertama
kali masuk ke dalam surga ‫سول َ ُه‬ ‫َأ‬
َ ‫ الحمد لله الَّذي ْر‬Segala puji bagi Allāh ‫ ﷻ‬yang telah
ُ ‫سلَ َر‬
mengutus rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad ‫ﷺ‬ Makanya tidak heran kalau para salaf, para ulama, ilmu mereka luas, apa yang mereka dengar
menetap di dalam hati mereka karena mereka berusaha untuk mengamalkan apa yang mereka
dapatkan. Dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullāh, beliau adalah seorang muhaddits,
‫ ِب ْالهُدَى‬dengan petunjuk, dengan ilmu yang dengannya Allāh ‫ ﷻ‬mengeluarkan kita dari kegelapan
seorang faqih, beliau menyebutkan bahwasanya saya membaca sebuah hadits yang isinya
(kejahilan) menuju alam ilmu yang terang benderang, banyak perkara yang tidak kita ketahui
bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬mengundang seorang tukang bekam kemudian memberikan kepadanya
sebelumnya kemudian sekarang kita mengetahui tentang hakekatnya, tidak mungkin kita
uang, maka beliau untuk mengamalkan hadits ini mengundang seorang tukang bekam kemudian
mengetahuinya kecuali dengan perantara Wahyu. Kita memiliki akal, kita memiliki pikiran cuma
memberikan kepada orang tersebut uang sejumlah uang yang diberikan oleh Nabi ‫ﷺ‬, sampai
itu sangat terbatas, banyak di sana perkara-perkara yang tidak mungkin kita ketahui kecuali
demikian para ulama kita mengamalkan ilmunya.
dengan jalan Wahyu yang dibawa oleh Rasulullāh ‫ﷺ‬

Maka lihat diri kita apakah kita sudah termasuk orang yang demikian atau mendekati yang
ِّ ‫ين ْال َح‬
‫ق‬ ِ ‫ َو ِد‬Dan juga dengan agama yang haqq. demikian. Betapa banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan fadhailul ‘amal, tentang
keutamaan shalat berjama’ah, tentang bersegera di dalam shalat berjama’ah, tentang
Ada yang mengatakan bahwasanya Dīnul Haqq di sini maknanya adalah Al-‘Amal, Al-Huda keutamaan shalat malam, tentang keutamaan membaca Al-Qur’an yang berlalu di telinga kita
ditafsirkan dengan Al-Ilmu dan Dīnul Haqq disini ditafsirkan dengan Al-‘Amal, yaitu amalan. dan kita biarkan begitu saja, seakan-akan ilmu itu hanya sekedar untuk pengetahuan bukan
Artinya Nabi ‫ ﷺ‬diutus oleh Allāh ‫ ﷻ‬bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan, untuk diamalkan.
memberikan ilmu kepada kita tapi juga memerintahkan kita untuk mengamalkan ilmu yang
sudah kita dapatkan. Inilah agama yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬, kenapa kita belajar seperti ini ْ ‫ ِلي‬Supaya Allāh ‫ ﷻ‬menampakan agama Allāh ‫ ﷻ‬ini diatas seluruh agama.
‫ِّين ُكلِّ ِه‬
ِ ‫ُظ ِه َرهُ@ َعلَى الد‬
tujuannya adalah untuk mengamalkan, bukan hanya sekedar untuk dicatat dan dihafalkan, amal.

Allāh ‫ ﷻ‬menjanjikan akan menampakan agama ini meskipun orang-orang kafir benci dengan
Maka seseorang tholibul ilm hendaklah dia bertanya kepada dirinya sendiri, sudah sampai mana
nampaknya agama Allāh ‫ ﷻ‬di atas agama yang lain dan Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan menyelisihi janji-
amalan dia terhadap ilmu yang selama ini dia dapatkan, kita belajar seperti ini adalah untuk
Nya. Lihat bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬menolong Rasul-Nya dan juga menolong para sahabat dari yang
mengamalkan dan jangan kita menunggu sampai selesai kitab tapi apa yang kita dengarkan hari
awalnya hanya satu orang yaitu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬kemudian Beliau ‫ ﷺ‬berdakwah dengan
ini ya kita amalkan, ada niat dalam hati kita untuk mengamalkan apa yang kita dengarkan, itu
sabarnya sehingga satu persatu mulai dari orang yang ada disekitarnya, kerabatnya, yang satu
niat kita.
kabilah dengan Beliau ‫ ﷺ‬mereka masuk ke dalam agama Islam, diusir dan justru semakin
Ana menuntut ilmu ingin mengamalkan apa yang Ana pelajari. Kalau seorang seorang tholibul
menyebar agama Islam, orang Anshor mereka masuk ke dalam agama Islam dan orang-orang Waḥdah ini adalah penguat dari kalimat sebelumnya yaitu ُ‫ِإال َّ هللا‬, hanya Allāh ‫ ﷻ‬saja dikuatkan
yang ada di sekitar Mekah dan juga Madinah mereka masuk ke dalam agama Islam. Allāh ‫ﷻ‬ dengan kalimat wahdahu, hanya Allāh ‫ ﷻ‬saja. Kemudian juga ‫يك لَ ُه‬ َ ِ ‫شر‬ َ ‫ ال‬tidak ada sekutu
menampakan agama ini di atas seluruh agama. baginya ini adalah penguat dari kalimat َ‫ الَّ إلَه‬yaitu nafī, di dalam kalimat ُ‫ ال َّ إل َ َه ِإال َّ هللا‬ini ada itsbat
dan juga nafī (ada penetapan dan juga penafian), penetapan pada ُ‫ ِإال َّ هللا‬dikuatkan dengan ‫ح َد ُه‬ ْ ‫َو‬
hanya Allāh ‫ ﷻ‬saja, dan penafian pada kalimat َ‫ الَّ إلَه‬dikuatkan dengan ‫يك لَ ُه‬ َ ِ ‫شر‬ َ ‫ال‬
‫ َو َكفَى بِاهللِ َش ِهيدًا‬Dan cukuplah Allāh ‫ ﷻ‬sebagai saksi.

‫ِإ ْق َرارًا ِب ِه َوتَوْ ِحيدًا‬


Jadi Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang menjadi saksi bahwa Nabi-Nya ini, yaitu Muhammad ‫ ﷺ‬adalah
seorang Rasul dan bahwasanya Dia-lah yang akan menolong Nabi-Nya dan ucapan ini yaitu
‫ ِإ ْق َرارً ا بِ ِه‬ini menguatkan kalimat ‫ َأ ْشهَ ُد‬karena makna ‫ ِإ ْق َرار‬menetapkan, dan ini juga terkandung
ْ ‫ق لِي‬ didalam kalimat asyhadu, ‫ ِإ ْق َرارًا بِ ِه‬ini menguatkan kalimat asyhadu,‫ َوتَوْ ِحيدًا‬ini menguatkan kalimat
‫ِّين ُكلِّ ِه َو َكفَى بِاهللِ َش ِهيدًا‬
ِ ‫ُظ ِه َرهُ َعلَى الد‬ ِّ ‫ين ْال َح‬
ِ ‫الَّذي َأرْ َس َل َرسُولَهُ بِ ْالهُدَى َو ِد‬ ‫يك ل َ ُه‬َ ِ ‫شر‬ ْ ‫ال َّ إلَ َه ِإال َّ هللاُ َو‬
َ ‫ح َد ُه ال‬

Ini diambil dari sebuah ayat yaitu surat al-Fatah ayat yang ke-28. Disini bagaimana beliau
Kemudian beliau menyebutkan syahadat yang kedua dan mengatakan ‫َوَأ ْشهَ ُد َأنَّ ُمحَ َّمدًا عَ ْب ُد ُه‬
rahimahullāh dalam masalah lafadz beliau berusaha untuk taqayyud, mengikuti apa yang ada di
‫سول ُ ُه‬
ُ ‫َو َر‬
dalam Al-Qur’an, karena itu lebih selamat, ini di ambil dari Firman Allāh ‫ﷻ‬.

Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad ‫ ﷺ‬adalah hamba Allāh ‫ ﷻ‬dan juga Rasul-Nya
Halaqah 08 | Muqoddimah #08 Basmallah, Hamdallah, Syahadat, dan Sholawat Ustadz Dr.
Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Ini adalah syahadat yang kedua dan ini adalah satu kesatuan dengan syahadat yang pertama,
orang yang mengikrarkan syahadat yang pertama melazimkan dia untuk mengikrarkan syahadat
Kemudian setelahnya, setelah mengucapkan pujian kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka beliau mengucapkan
yang kedua demikian pula sebaliknya, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dan
dua kalimat syahadat dan ini yang biasa dilakukan oleh para penulis kitab, para ulama yang
barangsiapa yang mengingkari satu diantara dua syahadat ini dia telah keluar dari agama Islam,
menulis kitab biasanya disebutkan basmalah kemudian hamdalah kemudian dua kalimat
‫َأ‬ ‫َأ‬ dia adalah satu kesatuan dan keduanya adalah rukun Islam yang pertama, dua kalimat syahadat.
ْ ‫و ْشهَ ُد ن ال َّ إل َ َه ِإال َّ هللاُ َو‬
syahadat dan shalawat dan salam untuk Nabi ‫ﷺ‬. Beliau mengatakan ‫ح َد ُه‬
ُ‫يك لَه‬ َ ‫ال‬
َ ِ ‫شر‬
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأنَّ ُم َح َّمدًا‬Aku bersaksi bahwasanya Muhammad ‫ ﷺ‬adalah hamba Allāh ‫ ﷻ‬dan juga Rasul-
Nya
Dan aku bersaksi, dan kalimat syahadah (bersaksi) ini memiliki beberapa makna dan terkumpul
dalam kalimat asyhadu ini beberapa makna tersebut. Maknanya adalah diantaranya a’lamu
(saya tahu), kemudian di antara maknanya adalah ukhbir (saya mengabarkan) kepada orang, Maka beliau menyebutkan ‫سول ُ ُه‬ ُ ‫ عَ ْب ُد ُه َو َر‬ini juga mengambil dari hadits Nabi ‫ﷺ‬, dan dalam
sebuah hadits ‫سول ُ ُه‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
kemudian diantara maknanya adalah aḥlif (saya bersumpah), ini semuanya ada di dalam makna َ ِ‫سول ُ ُه َو نَّ ع‬
ُ ‫يسى عَ ْب ُد هَّللاِ َو َر‬ ُ ‫ش ِه َد ْن اَل ِإلَ َه ِإاَّل هَّللاُ َو نَّ ُمحَ َّمدًا عَ ْب ُد ُه َو َر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬
asyhadu
Dan juga dalam hadits yang lain ‫سول ُ ُه‬ ‫َأ‬
ُ ‫ِإن َّ َما نَا عَ ْبد َف ُقولُوا عَ ْب ُد هَّللاِ َو َر‬
ُ‫وَأ ْشهَ ُد َأن ال َّ إل َ َه ِإال َّ هللا‬
Dan yang dimaksud dengan persaksian bahwasanya Muhammad ‫ ﷺ‬adalah hamba Allāh ‫ﷻ‬
Dan aku bersaksi, yaitu saya tahu makna ُ‫ ال َّ إلَ َه ِإال َّ هللا‬dan juga konsekuensinya, dan saya artinya beliau adalah hamba yang menyembah kepada Allāh ‫ﷻ‬, menyembah bukan di sembah,
kabarkan ini kepada orang lain dan saya bersumpah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak sehingga disini ada isyarat larangan kita untuk ghuluw terhadap Rasulullāh ‫ ﷺ‬dan diantara
disembah kecuali Allāh ‫ﷻ‬. Berarti di sini ada sumpah, janji dari seseorang untuk tidak bentuk ghuluw adalah menyerahkan sebagian ibadah kepada Beliau ‫ ﷺ‬baik doa misalnya atau
menyembah kecuali hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬semata. Kemudian ‫يك ل َ ُه‬ َ ‫ح َد ُه ال‬
َ ِ ‫شر‬ ْ ‫َو‬ meminta syafaat kepada Beliau ‫ﷺ‬.
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأنَّ ُمحَ َّمدًا عَ ْب ُد ُه‬Kita bersaksi bahwasanya Muhammad ‫ ﷺ‬adalah hamba artinya bukan Aku ingatkah kalian kepada Allāh ‫( ﷻ‬takutlah kalian kepada Allāh ‫ )ﷻ‬tentang keluargaku,
Tuhan dan bukan sesembahan, dia adalah seorang hamba Allāh ‫ ﷻ‬sebagaimana kita artinya Beliau ‫ ﷺ‬berpesan, karena Beliau ‫ ﷺ‬akan segera meninggal dunia dan meninggalkan
keluarga maka Beliau ‫ ﷺ‬memberikan pesan kepada kita untuk hormat terhadap keluarga Beliau
‫ﷺ‬, termasuk di antara cara penghormatannya adalah dengan kita mendoakan untuk keluarga
‫سول ُ ُه‬
ُ ‫ َو َر‬dan Beliau ‫ ﷺ‬adalah seorang rasul yang diutus yang harus kita muliakan, yang harus kita Beliau ‫ﷺ‬.
imani. Berarti di sini ada bantahan terhadap orang yang ghuluw terhadap Rasul dan juga orang
yang menyepelekan Rasulullāh ‫ﷺ‬, orang yang ghuluw terhadap Rasul ‫ ﷺ‬sampai menyifati
Rasulullāh ‫ ﷺ‬dengan sifat-sifat uluhiyah maka ini terbantahkan dengan ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأنَّ ُمحَ َّمدًا عَ ْب ُد ُه‬. Dan yang dimaksud dengan ahlut bait adalah setiap muslim dan juga muslimah yang mereka
Adapun orang yang menyepelekan Rasulullāh ‫ ﷺ‬maka ini terbantahkan dengan ‫سول ُ ُه‬ ُ ‫( َو َر‬dan merupakan keturunan dari Abdul Muthalib termasuk diantaranya adalah anak-anaknya Abu
Beliau ‫ ﷺ‬adalah seorang rasul), karena kalau kita yakin Beliau ‫ ﷺ‬adalah seorang rasul Tholib yang mereka masuk ke dalam agama Islam seperti Ali, Ja’far kemudian Aqīl, mereka
kewajiban kita adalah menghormati Beliau ‫ﷺ‬. adalah anak-anak Abu Tholib dan mereka masuk ke dalam agama Islam. Mereka dan juga
keturunan mereka, muslim dan juga muslimah, adalah ahlul bait termasuk diantaranya adalah
anak-anaknya Abbas, keluarganya Abbas, kemudian Hasan dan Husein karena mereka adalah
Kemudian setelahnya disebutkan nama Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, setelah nya beliau mengucapkan
anak dari Ali bin Abi Thalib dan mereka ahlul bait diharamkan untuk memakan dari zakat yang
shalawat dan salam untuk Beliau ‫ﷺ‬
wajib adapun shadaqoh maka Wallāhu A’lam masih diperbolehkan, yang dilarang adalah zakat
yang wajib maka tidak boleh mereka memakan dari harta zakat yang wajib.
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬
َ Semoga shalawat Allāh ‫ ﷻ‬atas Beliau ‫ﷺ‬, yang dimaksud dengan shalawat adalah
Demikian ahlul sunnah wal jama’ah mereka memiliki kecintaan terhadap keluarga Nabi ‫ﷺ‬.
‫ثناء هللا عليه ِع ْن َد المأل االعلى‬ Syaikhul Islam ibnu Taimiyah adalah orang yang sangat mencintai para keluarga Nabi ‫ ﷺ‬dan ini
bantahan kepada orang-orang rafidhah yang mereka menuduh ahlussunnah wal jama’ah
bahwasanya mereka adalah nawāsib, orang yang menegakkan permusuhan kepada keluarga
Pujian Allāh ‫ ﷻ‬kepada Beliau ‫ ﷺ‬di depan para malaikat. Al-Mala’ artinya adalah kumpulan, Al- Nabi ‫ﷺ‬, tidak cinta kepada keluarga Nabi ‫ﷺ‬, tidak. Antum mendengarkan sendiri bagaimana
A’la adalah yang paling tinggi. Di sini ada juga perkumpulan, ada perkumpulan thulab, ada para masyaikh, para ulama ahlussunnah, para asatidzah senantiasa mereka mengulang-ulang
perkumpulan petani, dan seterusnya, perkumpulan yang paling tinggi adalah perkumpulan para َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه َو‬
kalimat ‫صحْ بِ ِه‬ َ mendoakan untuk keluarga Nabi ‫ﷺ‬.
malaikat, menunjukkan tentang banyaknya mereka dan mereka berada di atas. Allāh ‫ ﷻ‬memuji
Nabi ‫ ﷺ‬yaitu memuji Beliau ‫ ﷺ‬di hadapan para malaikat-Nya, inilah makna shalawat Allāh ‫ﷻ‬
untuk Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, sehingga ketika kita mengatakan ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬
َ maka maksudnya Adapun mereka misalnya dalam ketika disebutkan Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan shallallāhu ‘alaihi
adalah semoga Allāh ‫ ﷻ‬memuji Beliau ‫ ﷺ‬di depan para malaikat. wasallam tidak menyebutkan keluarga Nabi ‫ ﷺ‬bukan menunjukkan bahwasanya mereka benci
dengan keluarga Nabi ‫ﷺ‬, mereka juga mendoakan kebaikan untuk keluarga Nabi ‫ ﷺ‬tapi bukan
merupakan kewajiban ketika di sebutkan nama Nabi ‫ ﷺ‬kemudian harus disebutkan juga
Berarti kita mendoakan dan balasannya kalau kita mengucapkan shalawat untuk Nabi ‫ﷺ‬, Allāh keluarga Nabi ‫ﷺ‬. Sehingga orang yang tidak menyebutkan keluarga Nabi ‫ ﷺ‬dianggap adalah
‫ ﷻ‬akan bershalawat atas kita sepuluh kali artinya menyebut nama kita di hadapan para ciri-ciri orang yang nawasib orang-orang yang memusuhi keluarga Nabi ‫ﷺ‬, bukan demikian.
malaikatnya sepuluh kali atau memuji kita dihadapan para malaikatnya sepuluh kali. Siapa Boleh silahkan seandainya kita mengatakan shallallāhu ‘alaihi wa ‘ala ālihi wa sallam, tidak
diantara kita yang tidak ingin dipuji Allāh ‫ ﷻ‬di hadapan para malaikatnya, maka kalau kita ingin masalah, jangan sampai dikatakan itu adalah sebuah kewajiban atau bahkan dikatakan itu
dipuji oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan banyak dipuji Allāh ‫ ﷻ‬dihadapan para malaikat adalah kita banyak adalah syiar diantara syiar-syiar agama.
mengucapkan shalawat untuk Nabi ‫ﷺ‬, tentunya dengan sholawat-sholawat yang disyariatkan
dan sholawat yang paling baik adalah shalawat ibrahimiyah yang disebutkan disitu nama Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam dan boleh membaca sholawat-sholawat yang lain dengan syarat tidak ada ‫َو َسلَّ َم تسلي ًما َم ِزيدًا‬
didalamnya ghuluw terhadap Rasulullāh ‫ﷺ‬.
Dan semoga salam dengan keselamatan yang bertambah untuk Nabi kita Muhammad ‫ﷺ‬, dan
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه‬
َ Dan juga para keluarganya yaitu ahlul bait, mereka memiliki kedudukan yang dimaksud dengan salam adalah keselamatan yaitu selamat dari berbagai kejelekan baik di
didalam agama Islam sehingga Nabi ‫ ﷺ‬pernah mengatakan ‫ُأ َذ ِّك ُر ُك ُم هللاَ َأ ْه ِل بَ ْيتِ ْي ُأ َذ ِّك ُر ُك ُم هللاَ َأ ْه ِل بَ ْيتِ ْي‬ dunia maupun di akhirat, dan bukan berarti bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬tidak selamat tapi makna dari
meminta kepada Allāh ‫ ﷻ‬semoga Allāh ‫ ﷻ‬memberikan keselamatan kepada Beliau ‫ ﷺ‬adalah
tambahan, tambahan keselamatan atau ditetapkan di atas keselamatan artinya diselamatkan Halaqah 09 | Inti Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬
oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan terus dijaga oleh Allāh ‫ ﷻ‬di dunia maupun di akhirat. Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
َ ‫اجيَ ِة ْال َم ْنص‬
Beliau mengatakan Rahimahullāh ‫ُور ِة ِإلَى قِيَ ِام السَّا َع ِة‬ ِ َّ‫فَهَ َذا ا ْعتِقَا ُد ْالفِرْ قَ ِة الن‬
Jadi bukan berarti bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬tidak selamat sehingga harus didoakan oleh umatnya,
tidak, kita meminta kepada Allāh ‫ ﷻ‬semoga Allāh ‫ ﷻ‬terus menjaga Beliau ‫ ﷺ‬terus memberikan I’tiqād yaitu keyakinan (aqidah) dan i’tiqād diambil dari kata ‘aqada yang artinya adalah
keselamatan kepada Beliau ‫ ﷺ‬dan penyebutan shalawat dan salam, yaitu dua perkara ini, mengikat. Yang dimaksud dengan aqidah adalah sesuatu yang kita gunakan untuk mengikat hati
mengikuti apa yang disebutkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬di dalam Al-Qur’an, karena Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan kita sehingga dia tidak bergerak kemana-mana dan itulah keyakinan dia, dan i’tiqād atau aqidah
itu terbagi menjadi dua, ada Al-Aqidah yang shahihah dan ada di antaranya adalah aqidah yang
ْ ‫وا َعلَ ۡي ِه َو َسلِّ ُم‬
‫وا ت َۡسلِي ًما‬ ْ ُّ‫صل‬ ْ ُ‫( ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬QS. Al-Ahzab:56) Al-Bathilah.
َ ‫وا‬

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian bersholawat untuknya, yaitu untuk Nabi Aqidah yang shahihah adalah aqidah yang berdasarkan Al-Qur’an, berdasarkan Hadits Nabi ‫ﷺ‬
Muhammad ‫ﷺ‬, dan hendaklah kalian mengucapkan salam untuk Beliau ‫ ﷺ‬dengan sebenar- dengan pemahaman para salaf, ini adalah keyakinan yang benar, bersumber dari sumber yang
benar salam. benar yaitu Al-Qur’an dan Hadits karena itu adalah wahyu dari Allāh ‫ﷻ‬. Allāh ‫ ﷻ‬dialah yang
mengabarkan kepada kita tentang keyakinan-keyakinan yang benar tadi melalui Al-Qur’an dan
Hadits, dengan pemahaman para salaf (pendahulu kita) yang telah dipuji oleh Allāh ‫ﷻ‬, ini
Jadi Allāh ‫ ﷻ‬memerintahkan dengan 2 perkara dari sini beliau mendatangkan dua-duanya, adalah aqidah yang benar.
bersholawat dengan mengatakan ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه‬
َ dan beliau juga mengucapkan salam dengan
mengatakan ‫َو َسلَّ َم تسلي ًما َم ِزيدًا‬
Dan disana ada aqidah yang bathilah, ini adalah keyakinan-keyakinan yang digunakan oleh
sebagian orang untuk mengikat hatinya tapi dia tidak berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dengan
Disini beliau menggunakan sajak, awalnya beliau mengatakan ‫ َو َكفَى بِاهللِ َش ِهيدًا‬kemudian pemahaman para salaf. Dan yang ingin disampaikan oleh beliau disini adalah aqidahnya ‫ْالفِرْ قَ ِة‬
mengatakan ‫ ِإ ْق َرارًا بِ ِه َوتَوْ ِحيدًا‬kemudian ‫و َسلَّ َم تسلي ًما َم ِزيدًا‬.
َ Boleh seseorang menggunakan sajak dan ini ِ َّ‫ا ْعتِقَا ُد ْالفِرْ قَ ِة الن‬
ِ َّ‫الن‬. Beliau mengatakan ‫اجيَ ِة‬
‫اجيَ ِة‬
keindahan di dalam berbahasa, cuma tidak boleh seseorang takalluf, membebani diri diluar
kemampuannya. Kalau memang itu datang begitu saja dan dengan mudah dia mendatangkan
sajak tidak masalah, dan sampai sekarang para masyaikh ketika mereka berkhotbah dan ini Aqidah dan keyakinan firqoh (kelompok) yang nājiyah, kelompok yang selamat. Pertama adalah
adalah keindahan di dalam bahasa Arab mereka juga sering menggunakan sajak ini. selamat dari perpecahan, mereka tidak menyimpang dari jalannya Rasulullāh ‫ ﷺ‬dan juga para
sahabat dan kelompok ini adalah yang akan selamat dari nerakanya Allāh ‫ﷻ‬, sehingga
dinamakan dengan an-nājiyah, kelompok yang selamat.
Boleh-boleh saja yang penting jangan takalluf bahkan terkadang sampai takallufnya sehingga
maknanya menjadi rusak hanya karena ingin sajak tadi, kalau demikian maka tidak
diperbolehkan. Terkadang dalam doa pun dia takalluf, kalau memang doa tadi ada dari Nabi ‫ﷺ‬ Diambil dari hadits di mana Rasulullāh ‫ ﷺ‬mengabarkan tentang adanya perpecahan umat
menjadi tujuh puluh tiga golongan kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan kulluha fīnnār (semuanya
ٍ ‫ َو ِم ْن قَ ْل‬,‫اللَّهُ َّم ِإنِّ ْي َأ ُعوْ ُذبِكَ ِم ْن ِع ْل ٍم اَل يَ ْنفَ ُع‬
ٍ ‫ َو ِم ْن نَ ْف‬،ُ‫ب اَل يَ ْخ َشع‬
maka tidak masalah seperti misalnya ‫ َو ِم ْن‬،ُ‫س اَل تَ ْشبَع‬
‫َد ْع َو ٍة اَل يُ ْست ََجابُ لَهَا‬ masuk ke dalam neraka), perpecahan masuk ke dalam neraka illa wāhidah (kecuali satu), berarti
ada satu ini yang selamat dari perpecahan dan mereka selamat dari nerakanya Allāh ‫ﷻ‬.
Kemudian beliau mengabarkan bahwasanya golongan yang selamat ini mereka adalah orang-
“Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, orang yang menetapi jalan Beliau ‫ ﷺ‬dan juga jalan para sahabatnya sehingga dinamakan
jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim:2722, an-Nasa’i mereka ini sebagai golongan yang selamat.
VIII/260).
Ini ada sajak tidak masalah, tapi kalau kita pas membuat doa sendiri dan kemudian kita takalluf
sehingga keluar dari makna yang sebenarnya dan menjauhkan kita dari kekhusyukan maka Semuanya ada tujuh puluh tiga firaq, tapi tujuh puluh dua firqah terancam dengan neraka
dihindari yang demikian. adapun satu firqoh maka merekalah yang selamat sehingga kelompok ini dinamakan dengan Al
Firqotun nājiyah, ini adalah golongan yang selamat. Di sana ada al firq al hālikah (aliran-aliran
yang binasa) dan di sana ada al-firqoh an-najiyah. Kalau kita mengambil aqidah firoq tadi maka
tempat ancamannya adalah sebagaimana dalam hadits kulluha fīnnār, itu kalau kita mengambil ِ ‫َحتَّى يَْأتِ َي َأ ْم ُر هَّللا‬
aqidah mereka, aqidah khawarij, aqidah mu’tazilah, aqidah murji’ah. Tapi kalau kita mengambil
aqidahnya firqotun nājiyah maka InsyaAllāh kita akan selamat, sebagaimana firqotun najiyah
sampai datang perkara Allāh ‫ﷻ‬, yaitu dengan diutusnya angin yang apabila dihirup oleh seorang
mereka selamat.
yang beriman maka dia akan meninggal dunia.

Yang akan beliau sampaikan dalam kitab ini bukan aqidahnya firoq (aliran-aliran yang sesat) tapi
yang akan beliau sampaikan adalah aqidah dari firqatun nājiyah (kelompok yang selamat) yang َ ‫ ْال َم ْنص‬disini juga diambil dari hadits, golongan inilah yang akan disebutkan oleh
Berarti kalimat ‫ُور ِة‬
syaikhul Islam aqidah mereka, tentunya kita ingin mempelajari tentang aqidah golongan yang
َ ‫ْال َم ْنص‬
disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dalam hadits tadi ‫ُور ِة‬
selamat ini dan golongan yang ditolong oleh Allāh ‫ ﷻ‬supaya kita ditolong oleh Allāh ‫ﷻ‬, supaya
aqidah kita ini sama dengan aqidah mereka sehingga kita ditolong oleh Allāh ‫ ﷻ‬sebagaimana
Dan mereka adalah golongan yang manshūroh (yang ditolong oleh Allāh ‫ )ﷻ‬diambil dari hadits mereka ditolong oleh Allāh ‫ﷻ‬
juga, Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan yang maknanya ‫ال تزال طائفة من امتي على الحق منصورة اَل يَضُرُّ هُ ْم َم ْن خَ َذلَهُ ْم واَل‬
ِ ‫َم ْن خَ الَفَهُ ْم َحتَّى يَْأتِ َي َأ ْم ُر هَّللا‬
‫ِإلَى ِقيَ ِام السَّا َع ِة‬

Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang mereka berada di atas kebenaran, berpegang
Aqidah Al-firqotun nājiyahAl-mansyuroh sampai datangnya hari kiamat. Yang dimaksud dengan
teguh dengan kebenaran, Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman para salaf, kemudian beliau
datangnya hari kiamat disini bisa diartikan yang pertama ilā qurbi qiyāmissā’ah, sampai dekatnya
mengatakan ‫( منصورة‬mereka akan senantiasa di tolong), mereka ditolong karena mereka berada
datangnya hari kiamat, menjelang, bukan pas hari kiamat ketika ditiup sangkakala yang pertama,
di atas kebenaran, orang yang berada di atas kebenaran, istiqomah menyebarkan Al-Haqq
tidak, tapi menjelang terjadinya qiyāmussā’ah, karena yang akan menghadapi qiyāmussā’ah
berarti dia menolong Allāh ‫ ﷻ‬dan orang yang menolong Allāh ‫ ﷻ‬dialah yang akan ditolong oleh
hanyalah orang-orang kuffar, meskipun bukan semua orang kafir tapi yang saat itu menghadapi
Allāh ‫ﷻ‬
qiyāmussā’ah mereka adalah kuffar, merekalah syirārul halq ‘indallāh sebagaimana disebutkan
dalam hadits.
‫ِّت َأ ْقدَا َم ُك ْم‬
ْ ‫صرُوا هَّللا َ يَ ْنصُرْ ُك ْم؛ َويُثَب‬
ُ ‫[ ِإ ْن تَ ْن‬QS. Muhammad: 7]
Adapun seorang muslim maka dia tidak akan menemui qiyāmussā’ah, Allāh ‫ ﷻ‬dengan
Kalau kalian menolong Allāh ‫ ﷻ‬maka Allāh ‫ ﷻ‬akan menolong kalian dan menjadikan kalian rahmatnya akan mencabut nyawa mereka sebelum datangnya qiyāmussā’ah, yang dimaksud
istiqomah di atas agama-Nya. Akan senantiasa ada diantara umat ini segolongan mereka atau dengan ‫ ِإلَى ِقيَ ِام السَّا َع ِة‬adalah sampai menjelang datangnya hari kiamat dan ini menunjukkan
sekelompok mereka yang berada diatas kebenaran, merekalah yang ditolong oleh Allāh ‫ﷻ‬ bagaimana aqidah ahlussunnah wal jama’ah ini adalah aqidah yang tsabitah (aqidah yang
kokoh), dia tidak akan berubah dimanapun dia, kapanpun dia, sampai menjelang hari kiamat,
sampai firqoh najiyah yang mereka yang terakhir di ambil nyawanya oleh Allāh ‫ ﷻ‬aqidahnya
‫اَل يَضُرُّ هُ ْم َم ْن خَ َذلَهُ ْم واَل َم ْن خَ الَفَهُ ْم‬
sama dengan aqidah firqoh nājiyahyang sekarang masih hidup, karena dia berdasarkan al-quran
dan hadits dengan pemahaman para sahabah.
Tidak akan memudhoroti mereka orang yang meninggalkan mereka, ketika mereka butuh
pertolongan manusia meninggalkan tidak peduli dengan nasib mereka, maka ini tidak
Dan ada yang mengartikan ‫ ِإلَى قِيَ ِام السَّا َع ِة‬disini adalah ilā qiyāmissā’ati mautihim, yaitu sampai
memudhoroti mereka, yang akan menolong mereka Allāh ‫ﷻ‬, kemudian juga
kematian mereka. Allāhu a’lam yang pertama itu yang lebih jelas menurut saya yaitu sampai
mendekati hari kiamat dan ini sesuai dengan yang ada dalam hadits tadi ِ ‫ َحتَّى يَْأتِ َي َأ ْم ُر هَّللا‬sampai
‫واَل َم ْن خَ الَفَهُ ْم‬ datang diutus angin yang barangsiapa diantara orang beriman yang menghirup angin tadi dia
akan meninggal dunia. Disebutkan dalam hadits yang bahkan seandainya ada seorang yang
beriman masuk ke dalam gunung niscaya angin tadi akan mengikuti, artinya menunjukkan
Dan orang-orang yang menyelisihi mereka juga tidak akan memudhoroti mereka, senantiasa bahwasanya setiap orang yang beriman saat itu sekecil apapun iman dia, dia akan meninggal
ditolong oleh Allāh ‫ ﷻ‬dimanapun mereka berada, di berikan istiqomah di tengah-tengah fitnah dunia dengan sebab menghirup angin tadi.
: ‫َأ ْه ِل ال ُّسنَّ ِة َو ْال َج َما َع ِة‬ Sehingga merekalah orang-orang yang menjaga persatuan, berbeda dengan aliran-aliran yang
menyimpang ke kiri dan juga menyimpang ke kanan mereka berarti tidak sabar untuk berjalan di
atas jalannya Rasul ‫ﷺ‬, maunya terpecahbelah, maunya berpisah-pisah sehingga di sana ada
Ahli sunnah wal jama’ah, ini adalah nama lain dari Al-firqoh An-Nājiyah (golongan yang selamat),
ahlussunnah wal jama’ah dan di sana ada ahlul bid’ati walfurqoh, karena bid’ah ini berarti
nama lain dari Ath-Thā’ifah Al-Manshūrah (golongan yang ditolong), mereka adalah ahlussunnah
mengharuskan adanya perpecahan. Adapun sunnah, kalau semua kita mengamalkan maka ini
wal jama’ah dan ini adalah isyarat bahwa sifat dari golongan yang selamat dan tertolong tadi
akan membawa kita kepada persatuan, jadi orang yang sebenarnya menjaga persatuan Islam,
mereka adalah ahli didalam sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬adalah jalan Rasulullāh ‫ﷺ‬,
menjaga persatuan kaum muslimin adalah ahlussunnah wal jama’ah, berarti aqidah mereka
jalan hidup Rasulullāh ‫ ﷺ‬adalah Islam sehingga sunnah di sini adalah Islam itu sendiri, Islam
inilah yang akan kita pelajari, aqidah firqoh yang selamat dan merekalah yang ditolong oleh Allāh
adalah jalan hidup Rasul ‫ ﷺ‬dan itulah jalan hidup kita.
‫ ﷻ‬dan mereka adalah orang yang ahli didalam sunnah dan merekalah yang menjaga persatuan
umat, aqidah mereka yang akan kita pelajari di dalam kitab ini.
Ahlussunnah adalah orang yang ahli di dalam Islam, kenapa mereka bisa dinamakan dengan ahli,
ahli ini adalah orang yang paling dekat dengan sesuatu. Ada seorang Arab misalnya mengatakan
Apa aqidah mereka yang menjadikan mereka memiliki sifat-sifat yang mulia seperti itu aqidah
āli ahli, isyarat kepada anaknya, kepada istrinya, kenapa dinamakan ahli karena mereka adalah
mereka itu intinya adalah pada rukun iman yang enam, aqidah mereka dari sekian banyak
orang yang paling dekat dengan kita. Ahli waris artinya adalah orang yang paling dekat dan dia
masa’il (permasalahan) aqidah, maka ini intinya adalah pada rukun iman yang ke enam, sehingga
adalah pewaris, dialah yang berhak untuk mewarisi harta seseorang.
beliau mengatakan di sini

Dan ahlussunnah kenapa dinamakan dengan ahlul sunnah, karena mereka sangat dekat dengan
ِ ‫ َو ْالبَ ْع‬،‫ َو ُر ُس ِل ِه‬،‫ َو ُكتُ ِب ِه‬،‫هلل َو َمالَِئ َك ِت ِه‬
‫ث بَ ْع َد‬ ِ ‫ َأ ْه ِل ال ُّسنَّ ِة َو ْال َج َما َع ِة َوه َُو اِإل يمانُ ِبا‬:‫ُور ِة ِإلَى ِقيَ ِام السَّا َع ِة‬
َ ‫اجيَ ِة ْال َم ْنص‬
ِ َّ‫ا ْع ِتقَا ُد ْال ِفرْ قَ ِة الن‬
Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬, bukan hanya sekedar mengaku saya adalah muslim tapi mereka َ ْ ْ
‫َر ِخي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬
ِ ‫د‬ ‫ق‬‫ال‬ ‫ب‬ ‫ان‬ ‫م‬ ‫ي‬
ِ ِ َ ‫َ ِ ِإل‬‫وا‬ ، ‫ت‬ ْ‫و‬ ‫م‬ ‫ال‬
getol dalam mempelajari islam itu sendiri, ditelusuri oleh mereka, dipelajari aqidahnya, dipelajari
fiqihnya, sampai ada yang terus mengembangkan ilmunya, belajar tentang Ushul fiqih, belajar
tentang bahasa yang digunakan, ini adalah sifat Ahlul Sunnah. Dan mereka bukan hanya Rukun iman yang enam, beriman kepada Allāh ‫ﷻ‬, malaikat malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, rasul
mempelajari tapi mereka juga dekat dari sisi pengamalan, mereka bukan hanya masalah aqidah rasul-Nya, dan beriman dengan kebangkitan setelah kematian, dan beriman dengan takdir yang
yang mereka amalkan, tentang tata cara shalatnya, bagaimana cara berpakaian mereka baik maupun yang buruk. Ini adalah rukun iman yang enam yang disebutkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dalam
perhatikan, bagaimana mereka bermuamalah dengan orang lain juga mereka perhatikan, ingin Firman-Nya
benar-benar mempraktekkan Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬bukan hanya sekedar pengakuan
atau hiasan saja tapi benar-benar mereka praktekkan, merekalah ahlussunnah. Berarti kenapa ٓ
mereka selamat dan kenapa mereka ditolong, karena sifat ini, karena mereka ahli dalam sunnah ِ َ‫[ َو ٰلَ ِكنَّ ۡٱل ِب َّر َم ۡن َءا َمنَ ِبٱهَّلل ِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ِر َو ۡٱل َم ٰلَِئ َك ِة َو ۡٱل ِك ٰت‬Al Baqarah:177]
َ‫ب َوٱلنَّ ِبي‍ِّۧن‬
‘ilman wa ‘amal (baik ilmu maupun amalan).
yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan didalam Firman-Nya
Halaqah 10 | Inti Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬
ٓ
Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah ‫ونَ ُكلٌّ َءا َمنَ بِٱهَّلل ِ َو َم ٰلَِئ َكتِ ِهۦ َو ُكتُبِ ِهۦ َو ُر ُس ِل ِهۦ‬
ۚ ُ‫نز َل ِإلَ ۡي ِه ِمن َّربِّ ِهۦ َو ۡٱل ُم ۡؤ ِمن‬‫ُأ‬
ِ ‫َءا َمنَ ٱل َّرسُو ُل بِ َمٓا‬
Beliau mengatakan Rahimahullāh ‫َو ْال َج َما َع ِة‬
ِ ‫ك ٱلۡ َم‬
Kemudian setelahnya Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ُ‫صير‬ َ ‫[ َوِإلَ ۡي‬Al Baqarah:285]
Dan mereka adalah ahli Al jama’ah, asalnya ahli sunnah ahli al jama’ah. Yang dimaksud dengan
jama’ah, ini adalah mashdar, Al jama’ah artinya adalah Al-ijtima’, sehingga ahlussunnah wal
Berarti disebutkan lima rukun iman ditambah dengan rukun iman yang keenam yaitu yang
jama’ah artinya adalah ahlussunnah wal ijtima’, mereka adalah ahli dalam persatuan. Mereka
disebutkan oleh Allāh ‫ﷻ‬
dinamakan dengan ahli dalam persatuan karena mereka menjaga persatuan umat Islam, yaitu
persatuan mereka di atas jalan Nabi ‫ﷺ‬. Mereka firqoh, mereka adalah sebuah kelompok,
mereka adalah sebuah golongan tapi mereka adalah golongan Nabi ‫ ﷺ‬yang terus berkumpul ‫[ ِإن@َّا ُك َّل@ َش@ ۡي@ ٍء @َخلَ@ ۡق@ٰنَ@هُ@ ِب@ َق@د@َ ٖر‬Al Qamar:49]
bersama Nabi ‫ ﷺ‬menetapi jalan Beliau ‫ ﷺ‬sampai mereka meninggal dunia.
Dan disebutkan oleh Allāh ‫ﷻ‬ dan Allāh ‫ ﷻ‬mengutus para rasul, ada di antara yang diberitahukan kepada kita namanya dan
ada diantaranya yang tidak diberitahukan kepada kita. Maka yang diberitahukan kepada kita,
kita tetapkan namanya dan adapun beriman dengan Rasulullāh ‫ ﷺ‬maka ini beriman secara
ٗ ‫ق ُك َّل ش َۡي ٖء فَقَد ََّرهۥُ ت َۡق ِد‬
‫يرا‬ َ َ‫[ َوخَ ل‬Al Furqan:2] terperinci karena kita diperintahkan untuk mengikuti syariat Beliau ‫ﷺ‬.

Dan ayat-ayat yang lain yang menunjukkan tentang keharusan kita untuk beriman dengan takdir.
Kemudian juga beriman dengan hari akhir, yaitu beriman dengan seluruh apa yang terjadi
Dan keenam rukun Iman ini disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dalam sebuah hadits yaitu hadits Jibril yang
setelah kematian, baik adzab kubur maupun nikmat kubur, kemudian hari kebangkitan kepada
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬ditanya oleh
Mahsyar, hari dikumpulkannya manusia, dihisabnya manusia kemudian sampai masuknya
ِ ‫فََأ ْخبِرْ نِ ْي ع َِن اِإل ْي َم‬
malaikat Jibril yang menjelma sebagai seorang laki-laki beliau mengatakan ‫ان‬
manusia ke dalam surga dan juga neraka.

Dan kabarkan kepadaku tentang masalah Iman, kemudian Nabi ‫ ﷺ‬menjawab


Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk dan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬mengetahui
segala sesuatu sebelum terjadinya dan Allāh ‫ ﷻ‬menulis segala sesuatu dan tidak lah terjadi
‫ َو تُْؤ ِمنَ بِ ْالقَ ْد ِر خَ ي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬,‫اآلخ ِر‬
ِ ‫ َو ْاليَوْ ِم‬،‫َأ ْن تُْؤ ِمنَ بِاهَّلل ِ َو َمالَِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه‬ sesuatu kecuali dengan kehendak Allāh ‫ ﷻ‬dan sesuai dengan kehendak Allāh ‫ﷻ‬, kemudian juga
bahwasanya segala sesuatu adalah dengan diciptakan oleh Allāh ‫ﷻ‬, ini adalah penjelasan secara
singkat dari beriman dengan enam perkara ini.
Itu adalah dalil yang menunjukkan tentang rukun Iman yang enam ini, jadi rukun iman yang
enam ini adalah inti dari aqidah ahlussunnah wal jama’ah sehingga tidak heran ketika misalnya
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika beliau menulis kitab Aqidah Ahlussunnah Wal ِ ْ‫ث بَ ْع َد ْال َمو‬
Tadi disebutkan oleh beliau disini ‫ت‬ ِ ‫َو ْالبَ ْع‬
Jama’ah yang beliau tulis adalah penjelasan dari rukun iman yang enam. Demikian pula Syaikh
bin Baz kalau tidak salah beliau juga mengarang sebuah kitab yang judulnya Al Aqidah shahihah
Dan beriman dengan kebangkitan setelah kematian, dan dalam lafadz yang lain wal yaumil ākhir,
wa ma yudhoduha, aqidah yang benar dan apa yang bertentangan dengannya, beliau juga bahas
beriman dengan hari akhir, yang beliau datang kan di sini adalah satu lafadz di dalam sebuah
penjelasan tentang rukun iman yang enam.
riwayat, ada memang di sebagian riwayat disebutkan ‫ت‬ ِ ْ‫ث بَ ْع َد ْال َمو‬
ِ ‫ َو ْالبَ ْع‬yaitu beriman dengan
kebangkitan setelah kematian.
Jadi inti dari aqidah kita umat Islam adalah benar rukun iman yang enam ini sehingga kalau kita
ingin mengajari aqidah kepada orang lain maka ajarkanlan kepada mereka rukun iman yang
Dan didalam sebuah hadits ketika Nabi ‫ ﷺ‬kedatangan sebuah rombongan, utusan dari sebuah
enam. Beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬yang didalamnya ada iman kepada rububiyah Allāh ‫ﷻ‬, kepada
qabilah, maka beliau memerintahkan kepada mereka dengan lima perkara, yaitu beriman
uluhiyah Allāh ‫ﷻ‬, kepada nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬. Kemudian beriman dengan malaikat
kepada Allāh ‫ﷻ‬, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan beriman dengan kebangkitan
bahwasanya malaikat ini ada, dia adalah makhluk Allāh ‫ ﷻ‬yang memiliki sifat baik sifat yang
setelah kematian. Sebagaimana kita tahu bahwasanya orang-orang kafir saat itu mereka
ma’nawi maupun sifat yang khalqi, maka kita beriman dengan nama-namanya dengan sifat-
mengingkari kebangkitan setelah kematian, kalau kebangkitan setelah kematian saja diingkari
sifatnya sesuai dengan apa yang ada dalam dalil.
apalagi pengumpulan, hisab, surga dan neraka, bangkit saja tidak. Karena ini adalah inti dari
pengingkaran itu semua sehingga disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬beriman dengan kebangkitan, karena
Kemudian juga kita beriman dengan kitab-Nya, bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menurunkan kitab kepada ketika sudah beriman dengan kebangkitan berarti dia konsekuensinya ada di sana hisab, di sana
manusia lewat para rasul, yang didalamnya ada petunjuk, ada diantaranya yang diberitahukan ada hasyr dan seterusnya.
kepada kita tentang namanya, ada di antaranya tidak diberitahukan kepada kita tentang
namanya. Jadi kita yakini bahwasanya kitab tersebut yang paling akhir adalah Al-Qur’an dan
ِ ْ‫ث بَ ْع َد ْال َمو‬
Makanya disini beliau menggunakan lafadz ini ‫ت‬ ِ ‫َو ْالبَ ْع‬
kitab-kitab sebelumnya ini adalah di mansukh dengan Al-Qur’an, kewajiban kita adalah beramal
dengan apa yang ada di dalam Al-Qur’an.
Kemudian beliau menjelaskan disini ِ‫ان ِباهلل‬
ِ ‫َو ِمنَ اإلي َم‬
Beriman dengan para rasul, bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬mengutus para rasul kepada manusia dan
masing-masing umat diutus kepadanya Rasul dan kewajiban kita adalah beriman secara global Diantara beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah
‫ َو ِم ْن‬،‫يل‬ ٍ ‫ْط‬ ٍ ‫صفَهُ ِب ِه َرسُولُهُ ُم َح َّم ٌد صلى هللا عليه وسلم ؛ ِم ْن َغي ِْر تَحْ ِر‬
ِ ‫يف َوالَ تَع‬ ِ ‫صفَ ِب ِه نَ ْف َسهُ ِفي ِكتِا ِب ِه ْال َع ِز‬
َ ‫ َو ِب َما َو‬،‫يز‬ َ ‫اِإل ي َمانُ ِب َما َو‬ Maka beliau mengatakan ِ‫ان ِباهلل‬
ِ ‫ َو ِمنَ اإلي َم‬termasuk beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah
‫يل‬ٍ ‫تَ ْم ِث‬ َ‫َوال‬ @ٍ ‫تَ ْك ِي‬
‫يف‬ ‫َغي ِْر‬
ُ‫صير‬ ِ ‫السمِ يعُ ال َب‬َّ ‫ه َو‬ُ ‫ي ٌء َو‬ ‫ش‬َ ِ‫ِه‬‫ل‬ ْ
‫ث‬ ِ‫م‬ َ
‫ك‬ ‫س‬َ ‫ي‬َْ ‫ب َلْ يُْؤ مِ نُونَ بَِأنَّ هللاَ ِ ل‬
ْ ‫صفَهُ بِ ِه َرسُولُهُ ُم َح َّم ٌد صلى هللا عليه وسلم‬ ِ ‫صفَ بِ ِه نَ ْف َسهُ ِفي ِكتِابِ ِه ْال َع ِز‬
َ ‫ َوبِ َما َو‬،‫يز‬ َ ‫اِإل ي َمانُ بِ َما َو‬

Beliau mengatakan ِ‫ان بِاهلل‬


ِ ‫َو ِمنَ اإلي َم‬
Beriman dengan apa-apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifati diri-Nya di dalam kitab-Nya, َ‫صف‬
َ ‫ َو‬disini ini fa’ilnya
adalah dhamir mustatir taqdiru huwa kembali kepada Allāh ‫ﷻ‬.
Diantara iman kepada Allāh ‫ﷻ‬, setelah beliau menyebutkan secara global maka beliau ingin
menjelaskan sekarang tentang rukun iman yang pertama namun yang beliau jelaskan pada
Termasuk beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬kita beriman, kita meyakini, kita percaya, kita menetapkan
rukun iman yang pertama ini tidak secara keseluruhan, beliau tidak berbicara terlebih dahulu
dan juga mempercayai apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifati diri-Nya di dalam kitab-Nya, yaitu dengan percaya
tentang rububiyah kemudian uluhiyah tapi langsung berbicara tentang masalah nama dan juga
dengan sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang telah Allāh ‫ ﷻ‬kabarkan sifat-sifat-Nya tersebut didalam kitab ini
sifat Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ِ‫ان ِباهلل‬
ِ ‫َو ِمنَ اإلي َم‬
maka ini termasuk beriman kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan insya Allāh namanya orang yang beriman,
beriman kepada rukun Iman.
Diantara iman kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan setelahnya beliau akan berbicara tentang iman kepada
nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬secara panjang lebar. Dimulai dengan kaidah secara umum dan ini
Kalau masing-masing kita memang mengakui dan mempercayai, beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka
bagusnya kitab beliau dan seperti yang sudah kita sebutkan bahwasanya kitab ini adalah kitab
ketahuilah termasuk di antara iman kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah beriman dengan sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
yang sangat bernilai dan sangat berharga.
telah Allāh ‫ ﷻ‬kabarkan kepada kita di dalam kitab-Nya. Kita imani, kita yakini bahwasanya itu
adalah sifat Allāh ‫ﷻ‬. Misalnya di dalam kitab Allāh ‫ﷻ‬, di dalam Al-Qur’an, Allāh ‫ﷻ‬
Beliau memulai dengan kaidah secara umum, bagaimana ahlussunnah wal jama’ah, Al firqotun mengabarkan tentang bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki sifat tinggi ‫[ َءَأ ِمنتُم َّمن فِي ٱل َّس َمٓا ِء‬Al Mulk:16]
nājiyah, Ath-Thā’ifah Al-Manshūrah, mereka memahami nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬, akan Apakah kalian merasa aman terhadap Dzat yang berada di atas.
beliau sebutkan kaidah nya secara umum, kemudian setelah itu akan diperinci dengan
menyebutkan satu persatu dari sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam Al-Qur’an atau
Diantara sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam Al-Qur’an, Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ب َلۡ يَدَا ُه‬
yang disebutkan oleh Rasulullāh ‫ ﷺ‬didalam sunnah Beliau ‫ﷺ‬.
ِ ‫[ َم ۡبسُوطَت‬Al Ma’idah:64] Akan tetapi kedua tangan Allāh ‫ ﷻ‬terbentang.
‫َان‬

Halaqah 11 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam
Diantara sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan di dalam Al-Qur’an bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki
Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 01  Ustadz Dr. Abdullah
pendengaran, Allāh ‫ ﷻ‬memiliki penglihatan dan dalil-dalil yang lain dan sebentar lagi InsyaAllāh
Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬ Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
akan kita pelajari bersama sebagian dari ayat-ayat didalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang
Beliau mengatakan ِ‫ان بِاهلل‬
ِ ‫َو ِمنَ اإلي َم‬ sifat Allāh ‫ﷻ‬. Allāh ‫ ﷻ‬telah menyebutkan di dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang berisi tentang
sifat-sifat Allāh ‫ﷻ‬. Tidaklah kita membuka satu halaman di dalam mushaf kecuali akan kita
Dan termasuk iman kepada Allāh ‫ﷻ‬, merupakan rukun iman yang pertama dan disini beliau dapatkan di situ sifat Allāh ‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬mengabarkan kepada kita sebagian sifat-sifat-Nya di
akan berbicara tentang beriman dengan nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬, mengapa beliau tidak dalam Al-Qur’an. Termasuk di antara iman kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan keyakinan kita kepercayaan
berbicara tentang masalah rububiyah Allāh ‫ ﷻ‬dan juga uluhiyah Allāh ‫ﷻ‬. Wallāhu a’lam kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah kita menetapkan dan kita mengimani, membenarkan apa yang Allāh
mungkin beliau ingin mengkonsentrasikan tentang masalah nama dan juga sifat ini karena ‫ ﷻ‬tetapkan di dalam kitab-Nya berupa sifat-sifat-Nya.
sebagaimana yang sudah kita sampaikan bahwa asal dari Al aqidah Al wasithiyah ini adalah
permintaan dari seorang qadhi yang berasal dari Wāsith yang dia mengabarkan tentang keadaan Apakah hanya di dalam Al-Qur’an Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan sifat-Nya, tidak. Ada di antara sifat-sifat
daerahnya, dan mungkin di antara yang disebutkan oleh qadhi tersebut adalah penyimpangan Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan melalui lisan rasul-Nya kalau kita cari dalam Al-Qur’an tidak ada
manusia di dalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tapi disebutkan oleh Rasulullāh ‫ ﷺ‬dan dia juga adalah termasuk Wahyu
beliau ingin mengkonsentrasikan dan memperbanyak tentang masalah beriman kepada nama
dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬, Allāhu a’lam.
ٓ ٰ ‫ق ع َِن ۡٱلهَ َو‬
]3:‫ى [ الـنحـم‬ @ُ ‫نط‬
ِ َ‫ َو َما ي‬Dia yaitu Muhammad ‫ ﷺ‬tidak berbicara dari hawa nafsunya
َ ‫ي ي‬ٞ ‫ ِإ ۡن ه َُو ِإاَّل َو ۡح‬Tidaklah itu kecuali Wahyu yang diwahyukan kepada Beliau ‫ﷺ‬.
]4:‫ُوح ٰى [ الـنحـم‬ Kita disuruh untuk beriman, disuruh untuk percaya, meyakini Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-Nya, di
antaranya adalah termasuk masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬.
Itu adalah wahyu, sebagaimana Al-Qur’an adalah wahyu maka ucapan dan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬juga
merupakan wahyu yang harus kita yakini ‫صفَهُ بِ ِه َرسُولُهُ ُم َح َّم ٌد صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫َوبِ َما َو‬ Kemudian setelah itu beliau memberikan kaidah yang lain, pertama kita tetapkan kemudian
beliau menambah kaidah yang lain dan ini adalah kaidah yang penting yang harus kita pahami
sebelum kita masuk pada perincian penyebutan sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬di dalam Al-Qur’an maupun
Dan beriman dengan apa yang ‫سول ُ ُه‬
ُ ‫ َر‬, utusan-Nya nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah mensifati Allāh ‫ﷻ‬ di dalam hadits.
dengan sifat tersebut.

Yang akan beliau sebutkan di sini adalah kaidah-kaidah yang penting yang di atasnya Ahlul
Allāh ‫ ﷻ‬memilih nabi kita Muhammad ‫ ﷺ‬untuk menjadi rasul, menjadi utusan, utusan Allāh ‫ﷻ‬
sunnah wal jamaah yang insya Allāh dengan kita memegang kaidah ini apapun yang sampai
untuk kita, menjadi perantara antara Dia dengan kita. Diantara yang Beliau ‫ ﷺ‬bawa adalah
kepada kita tentang sifat Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan masalah bagi kita, bukan sesuatu yang musykilah,
tentang sifat-sifat Allāh ‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬mengabarkan kepada Beliau ‫ ﷺ‬diantara sifat Allāh ‫ﷻ‬
bukan sesuatu yang problem bagi kita selama kita memegang kaidah.
adalah demikian dan demikian dikabarkan kepada kita, maka termasuk beriman kepada Allāh ‫ﷻ‬
adalah kita mensifati Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat yang dikabarkan oleh Rasulullāh ‫ﷺ‬.
Dan kaidah yang beliau sebutkan di sini adalah kaidah para salaf kaidah yang berjalan di atasnya
para sahabah, para tabi’in, para tabi’-tabi’in, inilah aqidah ahlussunnah wal jamaah dari zaman
Ini termasuk iman kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬yang harus dilakukan oleh seorang yang beriman dan ini
dahulu dan sampai dekatnya hari kiamat, mereka menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allāh
menunjukkan kepada kita isyarat dari mu’allif bahwasanya yang namanya nama dan juga sifat
‫ ﷻ‬dan juga Rasul-Nya, bukan menolak, Allāh ‫ ﷻ‬menetapkan kemudian ada di antara manusia
Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah tauqifiyah yaitu kita menerima jadi dan bahwasanya tidak boleh kita
yang menafikan. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki sifat Rahmah, ada sebagian
menetapkan sifat Allāh ‫ ﷻ‬kecuali berdasarkan dalil. Dari mana dalil tersebut kita dapatkan, dari
orang menolak Allāh ‫ ﷻ‬tidak memiliki sifat Rahmah karena sifat kasih sayang ini seperti
kitabihi atau dari sunnah Rasulullāh ‫ﷺ‬, tidak boleh kita mengada-ngada membuat sifat diantara
makhluk. Allāh ‫ ﷻ‬menetapkan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki dua tangan, ada sebagian orang
sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬atau mengada-ngada nama diantara nama-nama Allāh ‫ﷻ‬. Kembali kepada
mengatakan tidak, Allāh ‫ ﷻ‬tidak memiliki dua tangan. Ini berarti bukan menetapkan apa yang
dalil, apa yang memang datang di dalam dalilnya kita tetapkan yang tidak ada dalilnya maka
Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan tapi dia menolak, menafikan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan, tentunya ini
tidak boleh kita tetapkan.
bertentangan dengan ikrar kita terhadap Allāh ‫ ﷻ‬dan iman kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-
Nya.
Kemudian di antara yang bisa kita ambil faedahnya dari ucapan beliau
Halaqah 12 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam
َ ‫اِإليمانُ ب ِ َما َو َص َف بِهِ نَ ْف‬
‫س ُه‬ َ : ِ‫ان بِالله‬
ِ ‫اإليم‬
َ َ‫َومِ ن‬ Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 02  Ustadz Dr. Abdullah
Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬ Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Kemudian beliau mengatakan ‫يل‬ @ٍ ‫ َو ِم ْن َغي ِْر تَ ْك ِي‬،‫يل‬
ٍ ِ‫يف َوالَ تَ ْمث‬ ِ ‫يف َوالَ تَع‬
ٍ ‫ْط‬ ٍ ‫ِم ْن َغي ِْر تَحْ ِر‬
dan seterusnya, di sana ada yang dinamakan dengan isbat yaitu menetapkan, jadi termasuk
beriman kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah kita menetapkan, yaitu menetapkan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan
untuk diri-Nya dan menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullāh ‫ ﷺ‬untuk Allāh ‫ﷻ‬. Ahlul sunnah wal jamaah mereka menetapkan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-Nya tetapkan
Maka nama dan juga sifat yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan dan juga Rasulullāh ‫ ﷺ‬tetapkan kita sebagai ٍ ‫ ِم ْن َغي ِْر تَحْ ِر‬, tanpa mereka melakukan taḥrīf.
sebagaimana datangnya namun ‫يف‬
orang yang beriman harus menetapkan, tidak ada pilihan yang lain, kata para salaf hendaklah
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا َءا ِمن‬
kalian jalankan sebagaimana datangnya. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫وا بِٱهَّلل ِ َو َرسُولِِۦه‬
]136:‫[ النساء‬ Dan taḥrīf secara bahasa artinya adalah taghyīr, merubah dan perubahan di sini bisa merubah
dengan cara menambah huruf atau mengurangi huruf atau bisa juga dengan merubah harokat,
berarti perubahan di sini bisa berupa perubahan yang berkaitan dengan lafadz dari sifat
Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kalian kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-Nya tersebut.
Maka ini termasuk taḥrīf, contohnya adalah apa yang dilakukan oleh sebagian mereka ketika pandai, orang yang lebih paham tentang Al-Qur’an, ini adalah takwilnya, maka ini dinamakan
membaca firman Allāh ‫ﷻ‬ dengan tahrifun maknawiyun.

‫[ َوكَلَّ َم ٱهَّلل ُ ُمو َس ٰى ت َۡكلِ ٗيما‬An-Nisa’:164] Ahlul sunnah tidak melakukan yang demikian, ahlul sunnah wal jamaah memaknai sifat-sifat
Allāh ‫ ﷻ‬dengan makna yang benar, yang sesuai dengan bahasa Arab, sesuai dengan apa yang
dipahami oleh para salaf, bukan memaknai istawa dengan istawla dan akan datang pembahasan
Kemudian merubahnya, merubah harokat lafdzul jalālah menjadi fatha, kemudian membacanya
khusus tentang sifat Allāh ‫ ﷻ‬istawa.
َ dirubah harokat. Harokat yang asalnya adalah ‫ َو َكل َّ َم ٱللَّ ُه‬berarti Allāh ‫( ﷻ‬lafdzul
‫وكَلَّ َم ٱهَّلل ُمو َس ٰى ت َۡكلِ ٗيما‬,
jalālah) di sini sebagai fa’il, Allāh ‫ ﷻ‬yang kallam (berbicara) kepada Musa sesuai dengan
keagungan-Nya, dengan pembicaraan yang sesuai dengan keagungan-Nya tidak sama dengan Kemudian ‫يل‬ ِ ‫َوالَ تَع‬
ٍ ‫ْط‬
bicaranya makhluk, demikian ahlus sunnah menetapkan. Namun al-muḥarrif (orang yang ingin
merubah, mentaḥrīf) dia rubah harokatnya dan mengatakan dan membacanya ‫َوكَلَّ َم ٱهَّلل ُمو َس ٰى ت َۡكلِ ٗيما‬
Dan mereka tidak menta’thīl, ta’thīl dalam bahasa Arab artinya adalah mengosongkan atau
mengingkari. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan wabi’ri muaththola, dan sumur yang kosong yang
Dan Musa berbicara kepada Allāh ‫ﷻ‬, dibalik, bukan Allāh ‫ ﷻ‬yang berbicara kepada Musa tapi ditinggalkan orang tidak dipakai, itu dinamakan dengan bi’r muaththola
Musa yang berbicara kepada Allāh ‫ﷻ‬, maka ini termasuk taḥrīf lafdzi, perubahan yang berkaitan
dengan lafadz, ahlul sunnah tidak melakukan yang demikian. Nabi Musa ‘alaihissalam adalah
kalimullāh, ini adalah keistimewaan yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan kepada beliau karena Allāh ‫ﷻ‬
‫يل‬ ِ ‫َوالَ تَع‬
ٍ ‫ْط‬
berbicara dengan beliau, tidak semua nabi Allāh ‫ ﷻ‬berbicara langsung kepada mereka, Allāh ‫ﷻ‬
mengatakan Mereka ahlussunnah wal jama’ah menetapkan tanpa mereka menta’thīl, yang dimaksud
menta’thīl dengan sifat Allāh ‫ ﷻ‬diantaranya adalah mengingkari, mengingkari sifat Allāh ‫ﷻ‬.
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan istawa dia mengatakan Allāh ‫ ﷻ‬tidak istawa tapi istawla, berarti di sini dia
ُ ۖ ‫ض ِّم ۡنهُم َّمن كَلَّ َم ٱهَّلل‬ َ ‫[ ِت ۡلكَ ٱلرُّ ُس ُل فَض َّۡلنَا بَ ۡع‬Al Baqarah:253]
ٖ ۘ ‫ضهُمۡ َعلَ ٰى بَ ۡع‬ mengingkari, mengingkari terlebih dahulu baru setelah itu dia mentaḥrīf, jadi dua-duanya
sekaligus.
Ada diantara mereka yang Allāh ‫ ﷻ‬berbicara kepadanya, termasuk diantaranya adalah Nabi
Musa.
Karena ketika dia mengatakan tidak istawa berarti dia mengosongkan, mengingkari sifat Allāh
‫ﷻ‬, ketika dia mengatakan tapi adalah istawla berarti di sini dia mentaḥrīf maknanya. Berarti
Kalau dibaca @‫ َوكَلَّ َم ٱهَّلل ُمو َس ٰى ت َۡكلِ ٗيما‬Musa berbicara kepada Allāh ‫ﷻ‬, maka hamba-hamba Allāh ‫ﷻ‬ setiap muḥarrif adalah muaththi, setiap orang yang mentaḥrīf berarti dia muaththi, tidaklah dia
mereka semuanya pernah berbicara kepada Allāh ‫ﷻ‬, ketika mereka mengatakan ya Allāh ‫ ﷻ‬ya mentaḥrīf kecuali dia menta’til terlebih dahulu. Dia mengatakan tidak istawa ini ta’til, setelah itu
Rabb berbicara kepada siapa, mereka tidak lain kecuali mereka berbicara kepada Allāh ‫ﷻ‬. Kalau dia mengatakan tapi istawla di sini mentaḥrīf.
hamba yang berbicara kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka hamba-hamba Allāh ‫ ﷻ‬mereka berbicara kepada
Allāh ‫ ﷻ‬di dalam dzikirnya didalam doanya.
Apakah setiap yang muaththil dia muḥarrif, belum tentu. Ada sebagian yang dia muaththil, dia
mengingkari dan dia tidak mendatangkan makna yang baru, hanya mengatakan Allāh ‫ ﷻ‬tidak
Maka ini dinamakan dengan taḥrīf lafdzi, dan di sana ada taḥrīf merubah dari sisi makna seperti beristiwa, di situ saja tanpa dia mendatangkan makna yang baru, maka ini berarti muaththil saja.
misalnya orang yang memaknai istawa yang asalnya adalah ‘ala wartafa’a, washa’ada wastaqarr, Berarti kullu muḥarrifin muaththil, wa laysa kullu muaththilin muḥarrif.
meninggi, kemudian merubah namanya menjadi istawla (‫ )اِ ْستَوْ لَى‬yang artinya adalah menguasai.
Maka ini merubah makna yang benar yang sesuai dengan bahasa Arab, kemudian dirubah
Jadi terkadang seseorang menta’til sifatnya dan terkadang seorang menta’til lafadznya dan juga
dengan istawla dan al-mutaakhirūn mereka menamakan tahrifun ma’nawi ini dengan takwil, dan
terkadang menta’til maknanya. Maka Ahlussunnah Wal jamaah tidak melakukan ta’til, mereka
hakikatnya adalah tahrifun ma’nawiun, ini adalah merubah dari sisi maknanya cuma mereka
beriman kepada nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang sudah Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-Nya tetapkan.
datangkan istilah-istilah yang baru sesuai dengan keinginan mereka untuk mengelabui manusia,
Bagaimana mereka berani untuk menafikan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan, mereka adalah orang-
seakan-akan dengan kalimat tersebut mereka adalah orang yang akalnya matang, orang yang
orang yang biasa, tunduk terhadap kabar-kabar Allāh ‫ﷻ‬, apa yang Allāh ‫ ﷻ‬kabarkan kepada
mereka, mereka benarkan. Yu’minūna bil ghaib, mereka adalah orang-orang yang beriman Mereka diberikan buah-buahan yang serupa, yaitu serupa dengan apa yang mereka lihat di
dengan perkara yang ghoib, dan nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah perkara yang ghoib ‫ِم ْن‬ dunia dari sisi wujudnya mungkin atau warnanya, tapi hakekatnya, rasanya berbeda. Kita
dikabarkan tentang hurun ‘in (wanita-wanita yang cantik dalam surga), kita dikabarkan tentang
qasr (istana) di dalam surga itu semua kita pahami dan kita tetapkan namun kita tidak bisa
‫يل‬ ِ ‫يف َوالَ تَع‬
ٍ ‫ْط‬ ٍ ‫ َغي ِْر تَحْ ِر‬. menentukan bagaimana hakikat karena kita tidak diberitahukan oleh Allāh ‫ ﷻ‬tentang
bagaimana hakikatnya, cuma dikabarkan kepada kita tentang adanya kenikmatan-kenikmatan
Dan muaththila disini mereka bertingkat-tingkat, ada diantara mereka yang mengingkari nama tersebut.
Allāh ‫ ﷻ‬dan juga sifat-Nya seperti jahmiyah, ada diantara mereka yang menetapkan nama dan
juga mengingkari sifat, dan ada diantara mereka yang menetapkan nama, menetapkan sebagian
Demikian pula Ahlussunnah mereka menetapkan sifat Allāh ‫ ﷻ‬tapi mereka tidak men takyīf
sifat dan mengingkari sebagian sifat, ini juga termasuk muaththila. Mereka bertingkat-tingkat
(tidak menentukan bagaimananya)
semuanya masuk di dalam muaththila yaitu orang-orang yang menta’til.

ٍ ِ‫َوالَ تَ ْمث‬
‫يل‬
@ٍ ِ‫َو ِم ْن َغي ِْر تَ ْكي‬
ٍ ِ‫يف َوالَ تَ ْمث‬
Kemudian beliau mengatakan ‫يل‬

Dan mereka tidak mentamtsīl, yang dimaksud dengan tamtsīl adalah menjadikan bagi Allāh ‫ﷻ‬
Dan mereka menetapkan sifat Allāh ‫ ﷻ‬tanpa takyīf, dari kata kayyafa – yukayyifu – takyīfan,
matsil (sesuatu yang sebanding atau serupa) atau mumatsil (sesuatu yang serupa dengan Allāh
artinya adalah ja’ala lillahi kaifiyyah, menentukan bagi Allāh ‫ ﷻ‬atau membuat bagi Allāh ‫ﷻ‬
‫)ﷻ‬. Contohnya misalnya mengatakan bahwa istiwa Allāh ‫ ﷻ‬seperti istiwanya raja fulan, tangan
kaifiyyah yaitu cara, menentukan bagaimananya, menentukan kaifiyahnya inilah makna kayyaf.
Allāh ‫ ﷻ‬seperti tangannya fulan berarti di sini mendatangkan mumatsil, mendatangkan sesuatu
Dan bukan yang dimaksud dengan takyīf disini adalah bertanya bagaimana, tidak. Bertanya
yang dibandingkan. Kalau takyīf tadi apakah harus mendatangkan sesuatu yang dibandingkan,
tentang bagaimana Allāh ‫ﷻ‬, betul ini adalah pertanyaan yang tidak benar, bertanya tentang
tidak harus, seandainya dia mengatakan tangan Allāh ‫ ﷻ‬itu demikian dan demikian, ini berarti
bagaimananya ini adalah tidak benar dan ini adalah bid’ah dalam agama tapi itu tidak dinamakan
menentukan kaifiyyahnya, tidak harus dia mendatangkan mumatsil (sesuatu yang dibandingkan)
dengan takyīf.
dengan tangan Allāh ‫ﷻ‬

Takyīf artinya adalah menentukan kaifiyyah, kayyafa – yukayyifu – takyīfan artinya adalah ja’ala
Maka disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya setiap mumatsil mukayyif, kullu
lahu kaifiyyah. Seandainya ada pertanyaan apa yang dimaksud dengan takyīf jangan dijawab
mumatsilin mukayyif, setiap orang yang mumatsil maka dia telah menentukan kaifiyyah, wa
bertanya tentang bagaimana, bukan bertanya, tapi takyīf adalah menentukan kaifiyyah.
laysa kullu mukayyifin mumatsilan, dan tidak semua orang yang mukayyif kemudian dia
Ahlussunnah Wal jama’ah tidak menentukan kaifiyyah, tidak menentukan Allāh ‫ ﷻ‬itu tangannya
dinamakan mumatsilan, karena orang yang mentakyīf (menentukan kaifiyyah) belum tentu dia
seperti ini, Allāh ‫ ﷻ‬istiwanya seperti ini, Ahlul sunnah tidak melakukan yang demikian.
mendatangkan sesuatu yang dibandingkan diantara makhluk.

Mereka mengatakan Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa tapi sama sekali mereka tidak menentukan bagaimana
Demikian ahlu sunnah wal jama’ah, ini adalah kaidah yang harus kita pahami, menetapkan tanpa
Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa, nanti akan disebutkan kenapa mereka tidak melakukan yang demikian. Jadi
kita merubah lafadznya, tanpa kita merubah maknanya, tanpa kita menta’wil. Menetapkan
tidak ada kelaziman menetapkan Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa atau Allāh ‫ ﷻ‬memiliki sifat, kemudian pasti
tanpa kita menta’til, tanpa kita mengingkari maknanya atau mengingkari sebagian sifat-Nya,
kita ini menentukan kaifiyyah, tidak, bukan merupakan kelaziman bahwa Isbat mengharuskan
menetapkan sebagian yang lain. Kita mengitsbat tanpa kita menentukan kaifiyyahnya, tanpa kita
kita untuk menentukan kaifiyyah.
menentukan sesuatu yang sebanding dengan Allāh ‫ﷻ‬. Ini kaidah yang kalau kita pahami,
membantah banyak syubhat yang didatangkan oleh orang-orang yang menyimpang di dalam
Kita meyakini adanya malaikat dan bahwasanya dia memiliki sayap dan kita memahami makna masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬.
sayap tapi menentukan bagaimana sayapnya malaikat kita tidak bisa, kita tidak pernah melihat
malaikat. Kita mengitsbat bahwasanya di dalam surga ada buah-buahan
Halaqah 13 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam
Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 02 Ustadz Dr. Abdullah
‫وا بِ ِهۦ ُمتَ ٰ َشبِهٗ ۖا‬
ْ ُ‫[ َوُأت‬Al Baqarah:25] Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
menuduh ahlu sunnah sebagai mujassimah karena ketika ahlu sunnah menetapkan tangan bagi
Beliau mengatakan َ‫بَلْ يُْؤ ِمنُونَ بَِأنَّ هللا‬ Allāh ‫ ﷻ‬menetapkan dua mata bagi Allāh ‫ ﷻ‬kemudian ketika mereka melihat jism (jasad)
manusia kemudian mereka akhirnya menuduh ahlul sunnah sebagai mujassimah, Allāh ‫ﷻ‬
memiliki jasad sebagaimana manusia atau jism sebagaimana manusia, ini salah paham. Tidak
Bahkan mereka beriman bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬ ada di sana talāzum bahwasanya orang yang menentukan sebuah sifat bagi Allāh ‫ ﷻ‬kemudian
berarti dia menyamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk, tidak.
ُ‫صير‬
ِ ‫السمِ يعُ ال َب‬
َّ ‫ه َو‬
ُ ‫ي ٌء َو‬ َ ِ‫س َكمِ ْثلِه‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ل َ ْي‬
Kita berjalan diatas firman Allāh ‫ﷻ‬
Mereka beriman dan percaya bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang ‫ْس َك ِم ْث ِل ِه‬
َ ‫ َلي‬. Beliau mendatangkan
firman Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam surat Asy-Syūrā ayat yang ke-11. Meskipun ini ْ ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه ش‬
‫َي ٌء‬ َ ‫ َلي‬Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi
adalah ayat yang ringkas namun ternyata di dalamnya mengandung kaidah yang besar yang di Maha Melihat. Kita semuanya meyakini Allāh ‫ ﷻ‬Maha Mendengar tapi pendengaran Allāh ‫ﷻ‬
atasnya ahlussunnah wal jamaah berjalan di dalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬. Kaidah tidak sama dengan pendengaran makhluk, pendengaran Allāh ‫ ﷻ‬adalah pendengaran yang
yang tadi disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah yang terkandung di dalam firman Allāh sempurna berbeda dengan pendengaran kita yang lemah dan banyak perkara yang tidak bisa
ْ ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه ش‬
‫ ﷻ‬ini ‫َي ٌء‬ َ ‫لَي‬ kita dengar padahal itu dekat dengan kita, apalagi suara-suara yang jauh. Dan Allāh ‫ ﷻ‬Maha
Melihat dan Maha Sempurna Penglihatan-Nya, adapun kita maka kita memiliki penglihatan tapi
Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬sesuatu apapun. ‫َي ٌء‬ penglihatan kita adalah penglihatan yang penuh dengan kekurangan. Jadi dari mana kita
ْ ‫ ش‬ini adalah nakirah, tidak ada al-nya
disini, ‫ْس‬‫ي‬َ ‫ل‬ disini adalah nafyun (pengingkaran, penafian), nakirah dan dia adalah nafyi maka dia dinamakan sebagai musyabbihah mujassimah padahal kita tidak pernah menyerupakan sifat
َ
adalah umum, tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬. tersebut dengan sifat makhluk.

Sebagian memberikan permisalan, contoh misalnya seseorang yang datang kepada kita
ْ ‫ْس َك ِم ْث ِل ِه ش‬
‫َي ٌء‬ َ ‫ َلي‬Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬. Seseorang berusaha membayangkan,
mencari apapun dan sampai kapanpun tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬. Berarti di kemudian membawa hewan yang aneh yang mungkin kita baru pertama kali atau belum pernah
melihatnya. Tapi dia karungi hewan tadi dan mengatakan saya membawa sebuah hewan, dia
sini tidak boleh seseorang mentakyif dan mentamtsil, ‫َي ٌء‬ ْ ‫ْس َك ِم ْث ِل ِه ش‬
َ ‫ لَي‬tidak ada yang serupa dengan
Allāh ‫ﷻ‬. Kemudian ُ‫صير‬ ‫ب‬‫ال‬ ِ‫م‬ ‫الس‬
ِ َ ُ‫َ َ َّ يع‬‫و‬‫ه‬ُ ‫و‬ Dan Dia-lah Allāh ‫ﷻ‬ yang Maha Mendengar lagi Maha punya tangan punya kaki punya mata tapi kamu belum pernah melihatnya dan ketika dia
Melihat. berbicara dia punya tangan punya kaki kemudian kita membenarkan. Teman ini dia bukan orang
yang suka guyon atau orang yang suka bohong, kita yakini kita benarkan apa yang dia ucapkan.

Disini ada isbat, menetapkan yaitu menetapkan nama Allāh ‫ ﷻ‬As-Samī’ Al-Bashīr yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Kenapa Allāh ‫ ﷻ‬di sini mendatangkan dua nama As-Samī’ Al- Ketika kita mengatakan oh ya dia punya tangan dia punya kaki dia punya mata, apakah ketika
Bashīr, Allāhu A’lam, ada sebagian yang mengatakan karena sebagian besar makhluk mereka kita membenarkan demikian berarti kita mengatakan bahwa hewan yang ada dalam karung ini
memiliki sifat ini, jadi makhluk hidup mereka mendengar dan juga mereka melihat. tangannya sama dengan tangan kita, kakinya sama dengan kaki kita, ini diucapkan orang yang
paham dan orang yang berakal. Ketika dia mengatakan iya saya benarkan karena dia memahami
makna tangan makna kaki, dia paham, tapi ketika dia membenarkan bukan berarti dia
Allāh ‫ ﷻ‬memiliki sifat As-Sama’ wa Al-Bashar, memiliki sifat pendengaran dan juga penglihatan menyamakan antara tangan hewan yang ada dalam karung ini dengan tangan manusia, tidak, itu
dan kalimat sebelumnya tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬. Berarti ketika seseorang menunjukkan tentang pemahaman dia.
menetapkan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Maha Mendengar (memiliki pendengaran) dan dia Maha
Melihat (memiliki penglihatan) bukan berarti kita menyamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk
Jadi Allāh ‫ ﷻ‬menggunakan kata-kata istawa, al-yad, ini dengan bahasa Arab yang jelas yang bisa
dipahami oleh orang yang mempelajari bahasa arab, yang maknanya jelas sehingga kita
ْ ‫ْس َك ِم ْث ِل ِه ش‬
‫َي ٌء‬ َ ‫ لَي‬Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬sedikitpun. Berarti menetapkan nama dan memahami istawa, al-yad, al-‘ain mata ini dengan bahasa yang turun dengannya Al-Qur’an,
juga sifat bagi Allāh ‫ ﷻ‬tidak mengharuskan seseorang menyamakan sifat Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat bahasa yang digunakan oleh Rasulullāh ‫ﷺ‬. Tapi ini permisalan untuk memudahkan, sekali lagi
makhluk. Sehingga seperti yang dikatakan oleh sebagian, menuduh Ahlu Sunnah Wal jamaah ketika Ahlus Sunnah menetapkan bukan berarti mereka mentasybih. Kalau demikian sangat
sebagai musyabbihah yaitu orang yang menyamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk atau ada yang
mudah sekali kita memahami nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬, tidak ada sesuatu yang masalah, kaifiyahnya, yang kita ingkari adalah ilmu kita, kita tidak mengetahui tentang kaifiyah dan
tidak ada sesuatu yang berat untuk kita tetapkan. bagaimana istiwa Allāh ‫ﷻ‬.

Bahkan di dalam dalil yang para ulama berselisih pendapat apakah ini berbicara tentang sifat ِ ‫َو ْاِإل ْي َمانُ بِ ِه َو‬
ٌ‫اجب‬
Allāh ‫ ﷻ‬atau bukan, ketika kita memahami faedah ini mudah, seandainya ini adalah sifat Allāh
‫ ﷻ‬ya kita tetapkan sebagai mana datangnya sesuai dengan keagungan Allāh ‫ﷻ‬, sehingga para
Beriman‫ بِ ِه‬, yaitu dengan istiwa Allāh ‫ ﷻ‬adalah sesuatu yang wajib. Kenapa wajib karena Allāh
sahabat, para salaf, para tabi’in, para tabi’-tabi’in inilah aqidah mereka. Tidak ada takalluf dan ۡ
tidak ada isykal bagi mereka, para sahabat radhiallāhu ta’ala ‘anhum menetapkan apa yang Allāh
‫ ﷻ‬mengabarkan di dalam Al-Qur’an ‫ٱست ََو ٰى‬ ِ ‫ٱلر َّۡح ٰ َمنُ َعلَى ٱل َع ۡر‬, kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ثُ َّم‬
ۡ ‫ش‬
ْ
ِ ْ‫ ا ْست ََوى َعلَى ال َعر‬dalam 6 ayat dalam Al-Qur’an dengan lafadz yang sama. Berarti beriman
‫ش‬
‫ ﷻ‬tetapkan dan juga rasul-Nya tetapkan di dalam Al-Qur’an dan juga hadits, tidak ada diantara
bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬berisitwa itu wajib, Allāh ‫ ﷻ‬mengabarkan bahkan bukan hanya satu ayat
mereka yang mengatakan bagaimana, kenapa bisa demikian, mereka dididik oleh Rasulullāh ‫ﷺ‬
tapi tujuh ayat dalam Al-Qur’an Allāh ‫ ﷻ‬mengabarkan bahwasanya Diri-Nya beristiwa
dengan didikan yang benar dalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬.
menunjukkan ta’qid, menunjukkan penguatan. Bagaimana seseorang yang beriman dia
mengingkari, beriman dengan istiwa Allāh ‫ ﷻ‬adalah wajib
ُ‫صير‬
ِ ‫السمِ يعُ ال َب‬
َّ ‫ه َو‬
ُ ‫ي ٌء َو‬ َ ِ‫س َكمِ ْثلِه‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ل َ ْي‬
ٌ‫َوالسَُّؤ ا ُل َع ْنهُ بِ ْد َعة‬
Al imam Malik Rahimahullah, guru dari imam Syafi’I, imam penduduk kota Madinah di zamannya
pernah didatangi oleh seseorang atau ada orang yang bertanya di majelis beliau dan dia
ۡ Dan bertanya tentang istiwa Allāh ‫ﷻ‬, yaitu bertanya tentang bagaimananya, sebagaimana
ۡ ‫ش‬
mengatakan ]5:‫ٱست ََو ٰى [ طه‬ ِ ‫ٱلر َّۡح ٰ َمنُ َعلَى ٱل َع ۡر‬ diucapkan oleh laki-laki tadi bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa, pertanyaan seperti ini adalah
pertanyaan yang bid’ah, kenapa dinamakan bid’ah, tidak pernah diajarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan
Membaca firman Allāh ‫ ﷻ‬bahwasanya Ar Rahman yaitu Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa di atas arsy. Dia tidak pernah ditanyakan para sahabat kepada Nabi ‫ ﷺ‬padahal para sahabat adalah orang yang
mengatakan kaifastawa? Bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa. Al imam Malik Rahimahullah ketika paling semangat untuk mengetahui perkara yang bermanfaat bagi mereka di dalam agama
mendengar pertanyaan ini dan ini pertanyaan yang tidak pernah diucapkan oleh para sahabat mereka, mereka bertanya kepada Nabi ‫ ﷺ‬tentang ahillah, bertanya tentang masalah hail,
kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, tidak pernah ditanyakan oleh tabi’in kepada para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, mereka bertanya tentang syahrul harām, dan juga pertanyaan-pertanyaan yang lain, tapi tidak
berubah wajah beliau, marah dengan pertanyaan seperti ini. ada satupun pertanyaan mereka berupa seperti pertanyaan laki-laki ini, yaitu mengatakan
bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa, bagaimana tangan Allāh ‫ ﷻ‬karena mereka mengetahui firman
Allāh ‫ﷻ‬
Kemudian beliau mengucapkan sebuah ucapan yang ini merupakan kaidah yang besar dalam
masalah nama dan sifat Allāh ‫ﷻ‬, beliau mengatakan “al-istiwa’u ma’lum”, Al-Istiwa adalah
sesuatu yang maklum, yaitu yang di ketahui maknanya, dia bukan bahasa asing yang kita yaitu ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه‬
َ ‫لَي‬
orang-orang Arab tidak mengetahui maknanya, tidak, itu adalah kalimat yang maklum di dalam
bahasa Arab, maknanya adalah ‘ala wartafa’a, washa’ada wastaqarr, meninggi, menetap, al-
Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬, itu saja yang mereka pegang kaidahnya. Sehingga Al-
istiwa’u ma’lum.
imam Malik mengatakan ٌ‫َوالسَُّؤ ا ُل َع ْنهُ بِ ْد َعة‬

‫َو ْال َكيْفُ َمجْ هُوْ ل‬


Ini adalah imam diantara imam imam Ahlus Sunnah, guru dari imam Syafi’i dan imam Syafi’i di
atas manhaj beliau yaitu manhaj ahlussunnah wal jama’ah dan inilah manhaj al-imamu Ahmad
Dan bagaimana tata caranya, yaitu bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬beristiwa majhul, tidak diketahui. Allāh bin hanbal dan seluruh imam imam ahlus Sunnah wal jamaah.
‫ ﷻ‬tidak pernah memberitahukan kepada kita tentang bagaimananya, tidak diketahui, tidak ada Dan apa yang diucapkan oleh Imam Malik ini bisa digunakan untuk memahami sifat-sifat Allāh
satu ayat pun didalam Al-Qur’an atau satu hadits yang berisi tentang bagaimana Allāh ‫ﷻ‬ ‫ ﷻ‬yang lain, misalnya tangan Allāh ‫ﷻ‬, kita katakan al-yad ma’lūmah, tangan itu dalam bahasa
beristiwa, majhul, tapi dia memiliki kaifiyah, yang mengetahui kaifiyahnya adalah Allāh ‫ﷻ‬. Kita Arab suatu yang maklum maknanya, wal kaifu majhul dan bagaimana tangan Allāh ‫ ﷻ‬majhul
tidak mengetahui kaifiyah tapi Allāh ‫ ﷻ‬mengetahui kaifiyah, karena segala sesuatu pasti ada (tidak diketahui), wal imanu biha wājib, beriman dengan tangan Allāh ‫ ﷻ‬adalah wajib, wassu’alu
kaifiyahnya, yang kita ingkari disini bukan kaifiyahnya atau bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬tidak ada
‘anhu bid’ah, dan bertanya tentang bagaimana tangan Allāh ‫ ﷻ‬adalah sesuatu yang bid’ah. Mereka tidak melakukan ilhad di dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬dan juga ayat-ayat-Nya, karena ilhad
Gunakan kaidah ini dalam seluruh nama dan seluruh sifat-sifat Allāh ‫ﷻ‬. terkadang didalam nama Allāh ‫ ﷻ‬sebagaimana firman Allāh ‫ﷻ‬

ٓ ‫[ ولِلَّهِ ٱَأۡلس َمٓا ُء ٱلۡحسنَى َفٱ ۡدعُو ُه بهَ ا ۖ و َذرواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِ دُونَ فِي َأ‬Al-A’raf: 180]
Halaqah 14 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam ‫س ٰ َم ۦ‬
ۚ ِ‫ِئه‬ ۡ ٓ ُ َ ِ ٰ ۡ ُ ۡ َ
Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 03Ustadz Dr. Abdullah Roy,
M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Dan tinggalkanlah orang-orang yang melakukan ilhad, di dalam nama nama-Nya.
Beliau mengatakan ‫س ُه‬ َ ‫َفال َ يَ ْن ُفونَ عَ ْن ُه َما َو َص َف بِهِ ن َ ْف‬

Ahlus sunnah tidak melakukan ilhad, tidak memiringkan didalam masalah nama-nama Allāh ‫ﷻ‬,
Maka mereka (ahlussunnah wal jama’ah, Al firqotun nājiyah, Ath-Thā’ifah Al-Manshūrah) َ‫الَ يَ ْنفُون‬ maksudnya tidak menyimpang, menyimpang itu artinya miring, mereka tidak menyimpang di
tidak menafikan ‫ عَ ْن ُه‬dari Allāh ‫ف بِ ِه@ نَ ْف َسه‬
@َ ‫ص‬
َ ‫ ﷻ َما@ َو‬apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifati dengannya untuk diri- dalam masalah nama -nama Allāh ‫ ﷻ‬tapi lurus di atas shirathal mustaqim, tidak menyimpang
Nya. Ahlussunnah tidak berani dan takut untuk menafikan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan, mereka baik dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬maupun dalam perkara yang lain.
adalah orang-orang yang benar-benar beriman, benar-benar pasrah kepada Allāh ‫ﷻ‬.

Termasuk diantara penyimpangan dalam masalah nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah yang telah berlalu,
َ ‫َفال َ يَ ْن ُفونَ عَ ْن ُه َما َو َص َف بِهِ نَ ْف‬
Ucapan ‫س ُه‬ mentahrif atau menta’til ini termasuk penyimpangan di dalam nama Allāh ‫ﷻ‬, atau mentasybih
ini juga termasuk penyimpangan di dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬atau memberi nama Allāh ‫ ﷻ‬dengan
ِ ‫ َوالَ تَع‬ini Allāhu A’lam adalah
berati disini menguatkan ucapan beliau sebelumnya yaitu ‫ْطيل‬ nama makhluk atau memberi nama kepada makhluk dengan nama Allāh ‫ ﷻ‬seperti yang
penjelasan lebih luas dari makna َ‫َوال‬ dilakukan oleh orang-orang musyrikin ketika mereka menamakan sesembahan mereka dengan
al-lata, al-uzza, al-manah. Al-manah diambil dari kata al-mannan, al-uzza diambil dari kata al-
aziz, al-lata diambil dari kata Allāh, ini berarti menamakan sesembahan mereka dengan nama
‫ْطيل‬ ِ ‫تَع‬ Allāh ‫ﷻ‬, ini termasuk penyimpangan didalam nama Allāh ‫ﷻ‬.
ِ ‫َوالَ ي َُحرِّ فُونَ ْال َك ِل َم عَن َّم َو‬
‫اض ِع ِه‬

Atau menamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan sesuatu yang bukan nama-Nya seperti yang dilakukan oleh
Dan mereka tidak merubah ucapan dari tempat-tempat, ini adalah penjelasan dari makna dari orang-orang Nasrani menamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan abb (bapak) maka ini berarti menamakan
ucapan beliau sebelumnya ‫ ِم ْن َغي ِْر تَحْ ِريف‬mereka tidak mentahrif, menguatkan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬dengan yang bukan nama-Nya, ini termasuk ilhad. Maka ahlussunnah wal jamaah
ِ ‫ي َُحرِّ فُونَ ۡٱل َك ِل َم عَن َّم َو‬
diucapkan oleh beliau sebelumnya dan ini diambil dari ayat ‫اض ِعِۦه‬ mereka

Dan sifat mentahrif ini adalah termasuk sifat orang-orang yahud, mereka merubah lafadz ِ ‫ الَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي َأ ْس َما ِء‬dengan berbagai bentuk ilhad didalam masalah nama Allāh ‫ ﷻ‬sebagaimana
‫هللا‬
merubah ucapan ketika mereka disuruh untuk mengatakan hittho’ mereka mengatakan hintho’, tadi kita sebutkan.
ِ ‫ي َُحرِّ فُونَ ۡٱل َك ِل َم عَن َّم َو‬
menambah nun. Mereka termasuk orang-orang yang ‫اض ِعِۦه‬

‫وآيَاتِه‬
‫َوالَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي َأ ْس َما ِء هللاِ وآيَاتِ ِه‬

Dan mereka juga tidak melakukan Ilhad di dalam ayat-ayat Allāh ‫ﷻ‬. Terkadang penyimpangan
Dan mereka tidak meng’ilhad, ilhad artinya adalah memiringkan, alhada – yulhidu artinya adalah bukan hanya dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬tapi juga dalam ayat-ayatnya, Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan َ‫ِإنَّ ٱلَّ ِذين‬
amala – yumilu yaitu memiringkan, dan liang lahad dinamakan liang lahad karena dia adalah ‫[ ۗ ي ُْل ِح ُدونَ ِف ٓى َءا ٰيَتِنَا اَل يَ ْخفَوْ نَ َعلَ ْينَٓا‬Fussilat Ayat 40]
miring yaitu miring kearah kiblat, sebelumnya digali ke bawah kemudian setelah sampai
dasarnya maka lobangnya dimiringkan kearah kiblat sehingga dinamakan dengan lahad.
Orang-orang yang melakukan ilhad (penyimpangan) di dalam ayat-ayat kami, mereka tidak sama
dengan kita. Allāh ‫ ﷻ‬Maha mengetahui tentang apa yang mereka lakukan.
Jadi ketika beliau mengatakan ‫ي ُْل ِح ُدونَ فِي َأ ْس َما ِء هللاِ وآيَاتِ ِه‬ yang memiliki segala sesuatu, yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang dibumi, tidak
ada yang sebanding dengan Allāh ‫ﷻ‬.
Karena beliau tahu bahwasanya didalam Al-Quran Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan ilhad ada dua jenis,
ada ilhad di dalam masalah nama Allāh ‫ﷻ‬, ada ilhad di dalam masalah ayat-ayat Allāh ‫ﷻ‬ ْ ‫ َوالَ ُك‬Dan tidak ada yang sebanding dengan Allāh ‫ﷻ‬, yang sama dengan Allāh ‫ﷻ‬, di ambil
‫ف َء لَه‬
dari firman Allāh ‫ﷻ‬
َ‫ َوالَ يُ َكيِّفُون‬Dan mereka tidak mentakyif, ini berarti menguatkan ucapan beliau @‫ َو ِم ْن َغي ِْر تَ ْكيِيف‬telah
beliau menyebutkan kaidah bagaimana yang dilakukan ahlussunnah. ٌ@‫ َولَ@ ْم@يَ@ ُك@ن لَّ@هۥُ@ ُك ُف@ ًوا َأ َح@ ۢد‬Tidak ada sesuatu yang musawwin yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬

َ‫ الَ يُ َكيِّفُون‬Mereka tidak menentukan kaifiyah ‫ َوال َ ن ِ َّد ل ُه‬Dan tidak ada yang sebanding dengan Allāh ‫ ﷻ‬diambil dari firman Allāh ‫ﷻ‬

ْ ‫ت‬
‫خَلقِه‬ ِ ‫صفَا‬ ِ َ‫ َوالَ يُ َمثِّلُون‬Dan mereka Ahlussunnah tidak menyamakan sifat Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat
ِ ِ‫صفَاتِ ِه ب‬ َ‫وا هَّلِل ِ َأند َٗادا َوَأنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬
ْ ُ‫فَاَل ت َۡج َعل‬
makhluk-Nya, berarti tidak melakukan tamtsil. Jadi ucapan beliau
Ini semua menunjukkan bahwasanya tidak ada yang serupa, tidak ada yang sebanding, tidak ada
‫صفَا ِت ِه‬ ِ ‫ َوالَ ي ُْل ِح ُدونَ ِفي َأ ْس َما ِء‬،‫اض ِع ِه‬
ِ َ‫ َوالَ يُ َكيِّفُونَ َوالَ يُ َمثِّلُون‬،‫هللا وآيَا ِت ِه‬ ِ ‫ َوالَ ي َُحرِّ فُونَ ْال َك ِل َم عَن َّم َو‬،ُ‫صفَ ِب ِه نَ ْف َسه‬
َ ‫فَالَ يَ ْنفُونَ َع ْنهُ َما َو‬ yang sama dengan Allāh ‫ﷻ‬, diambil kata-kata ini dari Al-Qur’an
ْ
‫ت لقِه‬ َ‫خ‬ َ
ِ ‫صفا‬ِ ِ‫ب‬
‫ والَ يُقَاسُ ِبخَ ْل ِق ِه ُسب َْحانَهَ َوتَ َعالَى‬dan tidak boleh mengkiaskan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluknya, diambil dari
ini seperti penjelasan atau penguat dari kaidah yang beliau sebutkan sebelumnya firman Allāh ‫ﷻ‬

۟ ‫فَاَل تَضْ رب‬


‫ َو ِم ْن‬،‫يل‬ ٍ ‫ْط‬ِ ‫يف َوالَ تَع‬ٍ ‫صفَهُ ِب ِه َرسُولُهُ ُم َح َّم ٌد صلى هللا عليه وسلم ؛ ِم ْن َغي ِْر تَحْ ِر‬ ِ ‫صفَ ِب ِه نَ ْف َسهُ ِفي ِكتِا ِب ِه ْال َع ِز‬
َ ‫ َو ِب َما َو‬،‫يز‬ َ ‫اِإل ي َمانُ ِب َما َو‬ َ َ‫ُوا هَّلِل ِ ٱَأْل ْمث‬
‫ال‬ ِ
‫يل‬
ٍ ِ ‫ث‬ ‫م‬ْ َ ‫ت‬ َ ‫ال‬ ‫و‬
َ ‫يف‬
ٍ ‫ي‬ ْ
‫ك‬
ِ ِ َ ‫ت‬ ‫ْر‬
‫ي‬ َ
‫غ‬
Jangan kalian membuat perumpamaan-perumpamaan, permisalan-permisalan bagi Allāh ‫ﷻ‬,
‫ والَ يُقَاسُ ِبخَ ْلقِ ِه ُسب َْحانَهَ َوتَ َعالَى‬.ُ‫ َوالَ نِ َّد له‬،ُ‫ف َء لَه‬
ْ ‫ َوالَ ُك‬،ُ‫ الَ َس ِم َّي لَه‬:ُ‫َألنَّهُ ُسب َْحانَه‬ karena kias yang seperti ini berarti disana ada menyamakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk.
Ahlussunnah wal jama’ah tidak yumatsilun, mereka tidak menyerupakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan
makhluk, tidak menyerupakan sifat Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat makhluk, karena tidak ada yang serupa
Setelah itu beliau menyebutkan mengapa ahlus sunnah wal jama’ah mereka tidak mentakyif dan
dengan Allāh ‫ ﷻ‬berdasarkan ayat-ayat yang banyak.
juga tidak menta’til, kenapa mereka tidak menyerupakan sifat Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat makhluk,
disini jawabannya dan ini yang harus menjadi perhatian bagi orang yang menuduh ahlussunnah
sebagai musyabbiha mujassima. Kita mengetahui tentang firman-firman Allāh ‫ﷻ‬, ayat-ayat Allāh Halaqah 15 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam
‫ ﷻ‬yang menunjukkan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬tidak sama dengan makhluk Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 03Ustadz Dr. Abdullah Roy,
M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
‫ي لَ ُه‬ Kemudian beliau mengatakan ‫ َوَأحْ َسنُ َح ِديثًا ِم ْن خَ ْلقِ ِه‬،ً‫ق ِقيال‬
ُ ‫ َوَأصْ َد‬،‫فَإنَّهُ َأ ْعلَ ُم بِنَ ْف ِس ِه َوبِ َغي ِْر ِه‬
َّ ِ‫سم‬ ُ ‫ َألن َّ ُه‬Karena Allāh ‫ ﷻ‬tidak ada yang serupa dengan-Nya, ‫ي ل َ ُه‬
َ َ ‫ ال‬:‫س ْبحَانَ ُه‬ َ َ ‫ ال‬tidak ada
َّ ِ‫سم‬
yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬karena Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫[ هَلْ تَ ْعلَ ُم لَهۥُ َس ِميًّا‬Maryam:65]
Kemudian beliau menyebutkan kenapa kita harus berdasarkan dalil dalam menetapkan nama
Apakah engkau mengetahui bagi Allāh ‫ ﷻ‬samiyya, sesuatu yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬, dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬, kenapa harus kembali kepada Al-Qur’an, kenapa harus kembali kepada
sesuatu yang sebanding dengan Allāh ‫ﷻ‬. Ini adalah pertanyaan yang isinya adalah hadits, beliau sebutkan disini sebabnya. Kenapa kita kembali kesana dan kalau Allāh ‫ ﷻ‬sudah
pengingkaran, apakah engkau tahu sesuatu yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬, yang meskipun dia mengabarkan harus kita benarkan dan kalau Rasulullāh ‫ ﷺ‬sudah mengabarkan maka harus kita
mungkin seorang makhluk memiliki nama seperti nama Allāh ‫ ﷻ‬tapi hakikatnya berbeda. Ada di benarkan ini jawabannya. Ini adalah sebab kenapa nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah
antara makhluk yang bernama Malik misalnya tapi apakah sama dia dengan Al-Malik, Allāh ‫ﷻ‬ tauqifiyyah.
ْ ‫ َوَأحْ َسنُ َح ِديثًا ِم ْن‬،ً‫ق قِيال‬
Pertama ‫خَلقِ ِه‬ ُ ‫@ َوَأصْ َد‬،‫فَإنَّهُ َأ ْعلَ ُم ِبنَ ْف ِس ِه َو ِب َغي ِْر ِه‬ Dan lebih baik ucapan-Nya, yaitu lebih fasih ucapan-Nya. Allāh ‫ ﷻ‬menggunakan kata-kata di
dalam Al-Qur’an dengan kata-kata yang paling fasih, yang paling jelas, sehingga tidak perlu di
‫َأ‬
takwil atau dicari mungkin tafsir bathilnya, itu adalah َ‫سنُ حَدِيث‬ ْ , Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ٱهَّلل ُ نَ َّز َل‬
َ ‫ح‬
Karena sesungguhnya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang lebih tahu tentang diri-Nya dan yang lain. Siapa yang ٰ ِ ‫َأحْ سَنَ ْٱل َح ِدي‬
‫ث ِكتَبًا‬
lebih tahu tentang diri Allāh ‫ﷻ‬, apakah ada yang lebih tahu tentang diri Allāh ‫ ﷻ‬daripada Allāh
‫ﷻ‬, jawabanya tidak.
Allāh ‫ ﷻ‬menurunkan kitab yang paling baik, yang paling fasih, yang paling jelas, tidak ada yg
ِ ‫فَإن أحسن ْال َح ِدي‬
lebih fasih daripda ucapan Allāh ‫ﷻ‬. Dan Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ث كتاب هللا‬
ُ ۗ ‫[ قُ ۡل َءَأنتُمۡ َأ ۡعلَ ُم َأ ِم ٱهَّلل‬Al Baqarah:140]

Sesungguhnya ucapan yang paling baik adalah kitabullah, dan didalam sebagian lafadz beliau
Katakanlah apakah kalian lebih tahu atau Allāh ‫ ﷻ‬yang lebih tahu. Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang lebih
ِ ‫فَإن أصدق ْال َح ِدي‬
mengatakan ‫ث كتاب هللا وخير الهدي‬
tahu tentang diri-Nya sendiri dan juga perkara-perkara yang lain, tidak ada yang lebih
mengetahui dari pada Allāh ‫ﷻ‬
Yang paling benar ucapannya adalah Al-Qur’an, berarti dalam kitabullah (Al-Qur’an) terkumpul
kabar yang berasal dari Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah yang A’lam (yang paling mengetahui), Dia-lah yang
ٞ ‫[ َوٱ@هَّلل ُ ِب@ ُك@ ِّل@ َش@ ۡي@ ٍء َع ِل@ي‬Al Baqarah:282] Dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mengetahui segala sesuatu.
@‫@م‬
paling asdaq (yang paling benar ucapannya) dan Dia-lah yang paling baik, yang paling fasih
ucapan-Nya. Dan kalau dalam sebuah kabar terkumpul tiga perkara ini tidak ada alasan
Ketika dia mengabarkan tentang diri-Nya, bahwasanya Dia memiliki sifat demikian, bagaimana sedikitpun bagi orang yang mendengarnya untuk mengingkari/mendustakan.
seseorang ragu dengan kabar yang Allāh ‫ ﷻ‬kabarkan, padahal Dia-lah yang mengetahui tentang
sifat-sifat diri-Nya daripada yang lain, itu yang pertama.
Contoh misalnya dalam kehidupan sehari-hari kalau kita mengenal seseorang, dia orangnya
adalah pintar secara keilmuan kita mengakui tapi dia tidak jujur. Ada orang pintar tapi dia tidak
ُ ‫َوَأصْ َد‬
Kemudian ً‫ق ِقيال‬ jujur, mengabarkan sesuatu kepada kita apakah kita berhak untuk tidak membenarkan apa yang
dia ucapkan, ya berhak, kenapa, karena dia dikenal sebagai orang yang pembohong meskipun
dia pintar. Kalau misalnya ada orang yang pintar, dia jujur, tapi dia dikenal kadang salah salah
Dan Allāh ‫ ﷻ‬adalah yang paling benar ucapan-Nya, yang paling jujur ucapan-Nya, yang sesuai dalam mengabarkan sesuatu, tidak jelas ketika dia berbicara, terbalik-balik ucapannya, apakah
dengan kenyataan. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ق ِمنَ ٱهَّلل ِ ِقياٗل‬ ۡ ‫[ َو َم ۡن َأ‬An-Nisa’:122]
ُ ‫ص َد‬ ketika dia mengabarkan kepada kita dengan sebuah kabar kita berhak untuk tidak percaya,
jawabannya berhak, kita tidak meragukan tentang kepandaian dia, kita tidak meragukan tentang
‫ق ِمنَ ٱهَّلل ِ َح ِد ٗيثا‬ ۡ ‫[ َو َم ۡن َأ‬An-Nisa’:87]
ُ ‫ص َد‬ kejujurannya tapi dikawatirkan ini dia salah dalam berbicara.

Dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allāh ‫ﷻ‬. Allāh ‫ ﷻ‬tidak berdusta dan untuk Tapi ketika terkumpul dalam sebuah kabar, berasal dari orang yang mengabarkan adalah orang
apa Allāh ‫ ﷻ‬berdusta. yang berilmu, dan orang yang mengabarkan adalah orang yang jujur, dan dia adalah orang yang
jelas dalam pembicaraan maka di sini tidak ada udzur bagi kita untuk tidak menerima kabar tadi.
Lalu bagaimana kalau ini yang mengabarkan adalah Allahu rabbul ‘alamin, bagaimana kita
Dusta ini muncul dari orang yang takut, anak misalnya dia takut kepada orang tuanya, dusta. mendustakan sifat yang Allāh ‫ ﷻ‬kabarkan didalam Al-Qur’an. Ini adalah alasan kenapa kita
Adapun Allāh ‫ ﷻ‬tidak ada yang Allāh ‫ ﷻ‬takuti. Ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengabarkan demikian maka itu harus kembali kepada kitabullah dalam menentukan sifat Allāh ‫ﷻ‬.
adalah kebenaran yang nyata yang harus kita imani, yang harus kita percayai, yang harus kita
yakini, apakah kita meyakini bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬bohong dalam ucapannya, na’udzubillah. Kita
harus benarkan, kita imani dan kita benarkan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬ucapkan, amiruha kama ja’ats, Halaqah 16 | Beriman Kepada Sifat-Sifat Yang Allāh ‫ ﷻ‬Sandangkan Pada Diri-Nya Di Dalam
lakukan ini dan jalankan itu sebagaimana datangnya, jangan kita dustakan, jangan kita ke mana- Kitab-Nya Dan Sifat-Sifat Yang Rasul-Nya Sandangkan Pada-Nya Bag 06 Ustadz Dr. Abdullah
manakan. Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Beliau mengatakan ‫ت‬ ِ ‫صفَ َو َس َّمى بِ ِه نَ ْف َسهُ بينَ النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَا‬
َ ‫َوه َُو ُسب َْحانَهُ قَ ْد َج َم َع فِيما َو‬
Kemudian yang ketiga ‫َوَأحْ َسنُ َح ِديثًا ِم ْن خَ ْلقِه‬
Dan Allāh ‫ ﷻ‬telah mengumpulkan didalam apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifatkan dan apa yang Allāh ‫ﷻ‬ kita harus tetap kan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki kehidupan yang sempurna, yaitu nanti akan
namakan dengannya diri-Nya antara menafikan dan juga menetapkan. sampai insya Allāh akan di sebutkan oleh Syaikhul Islam tentang sifat-sifat yang manfiyah.

Beliau menyebutkan disini kaidah, termasuk diantara kaidah dalam memahami nama dan juga Itu masalah sifat, sekarang masalah nama. Ada nama-nama yang nafiyah ada nama-nama yang
sifat Allāh ‫ﷻ‬. Bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬jama’, Allāh ‫ ﷻ‬itu mengumpulkan didalam masalah apa mutsbatah, sebagaimana sifat ada yang manfiyah dan yang mutsbatah, nama juga begitu. Ada
yang Allāh ‫ ﷻ‬namakan dan sifatkan dirinya itu antara dua ini, antara nafyi dan juga itsbat. Nafyi nama-nama yang nafiyah (nama-nama yang menafikan) yaitu nama-nama Allāh ‫ ﷻ‬yang
artinya adalah menafikan dan itsbat artinya adalah menetapkan, dalam dua perkara ini, yaitu maknanya adalah menafikan kekurangan dari Allāh ‫ﷻ‬, contoh misalnya adalah As-Salam. As-
dalam masalah washaf dan samma. Salam adalah diantara maknanya bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬itu selamat dari seluruh kekurangan,
berarti disini menafikan segala kekurangan dari Allāh ‫ﷻ‬. Contoh yang lain Al-Quddus, Quddus
artinya adalah bersih, bersih dari seluruh kekurangan, contoh yang lain adalah Ash-Shubbuh juga
Washaf artinya adalah mensifati dirinya, samma artinya menamakan dirinya, berarti di sana ada
sama artinya adalah bersih dan tersucikan dari seluruh kekurangan. Berati As-Salam, Al-Quddus,
nama dan di sana ada sifat. Kita punya nama misalnya Muhammad, Abdullah,Ismail, dan Ibrohim
Ash-Shubbuh ini semua adalah nama-nama yang nafiyah.
dan juga punya sifat misalnya pendiam, rajin dan seterusnya maka ini adalah sifat, berarti disana
ada nama ada sifat.
Adapun nama-nama yang mustbatah maka ini banyak, Ar-Rahman Allāh, Ar-Rahim, At-Tawbah,
Al-Ghofur, Al-Alim, Al-Hakim, maka ini adalah nama-nama yang mutsbatah yang ditetapkan bagi
Allāh ‫( ﷻ‬ini adalah kaidah) didalam Al-Qur’an didalam As-Sunnah ketika Allāh ‫ ﷻ‬menamakan
Allāh ‫ﷻ‬. Dikandung di dalam nama-nama tadi satu sifat atau lebih Ar-Rahman yang
diri-Nya, memberi sifat diri-Nya maka terkadang ada nama-nama yang menafikan, ada sifat-sifat
mengandung sifat Ar-Rahmah, Al-’Alim mengandung sifat Al-’Ilm dan seterusnya.
yang manfiya (dinafikan) dan ada nama-nama yang ditetapkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan ada sifat-sifat
yang ditetapkan oleh Allāh ‫ﷻ‬. Contoh sekarang masalah sifat misalnya, sifat ada dua, yang
manfiya (sifat yang dinafikan oleh Allāh ‫ )ﷻ‬dan yang mutsbata (sifat yang ditetapkan oleh Allāh Berarti ini maksud dari ucapan beliau
‫ )ﷻ‬ini harus kita pahami. Contoh misalnya Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan
‫صفَ َو َس َّمى ِب ِه نَ ْف َسهُ بينَ النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَات‬
َ ‫َج َم َع فِيما َو‬
ِ ‫اَل تَأۡخُ ُذهُۥ‬
‫ۚم‬ٞ ‫َة َواَل نَ ۡو‬ٞ ‫سن‬
Yang perlu kita pahami didalam masalah sifat Allāh ‫ﷻ‬, sifat yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan itu lebih
Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa sinah, yaitu ngantuk Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa rasa ngantuk, ‫ َواَل ن َۡوم‬dan Allāh banyak daripada sifat yang Allāh ‫ ﷻ‬nafikan. Jadi dalam Al-Qur’an dan juga Hadits itu yang paling
‫ ﷻ‬tidak ditimpa tidur. Ini dinamakan dengan sifat manfiyah (sifat yang dinafikan oleh Allāh ‫)ﷻ‬ banyak adalah itsbat, yaitu yang ditafsir adalah itsbat, banyak ditafsir (diperinci) oleh Allāh ‫ﷻ‬,
yaitu sifat ngantuk dan juga tidur, ini dinamakan dengan sifat manfiyah. Contoh misalnya yang tapi dalam masalah nafyi ini Allāh ‫ ﷻ‬banyaknya adalah mengglobalkan. Jadi kebanyakan kalau
ٰ
lain Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya kedzoliman ‫[ َو َما َربُّكَ ِبظَلَّ ٍم لِّ ْل َع ِبي ِد‬Fussilat:46] ْ ‫ْس َك ِم ْثلِ ِهۦ ش‬
menafikan ini global saja, contoh misalnya Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َى ٌء‬ َ ‫لَي‬

Dan tidaklah Robb mu mendzolimi hamba-hamba-Nya. Berarti yang Allāh ‫ ﷻ‬nafikan disini Tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬, ini global, pokoknya tidak ada yang serupa dengan Allāh
kedzoliman, dan masih banyak lagi insya Allāh nanti akan sampai dalil-dalil tentang sifat-sifat ‫ﷻ‬
manfiyah.
‫َولَ ْم يَ ُكن لَّهۥُ ُكفُ ًوا َأ َح ۢ ٌد‬
Sifat yang mutsbatah banyak, istiwa, tangan bagi Allāh ‫ﷻ‬, mata bagi Allāh ‫ﷻ‬, sifat nuzul bagi
Allāh ‫ﷻ‬, maka ini adalah sifat-sifat yang ditetapkan bukan sifat-sifat yang dinafikan. insya Allāh
Ini juga global, tapi ketika itsbat, ketika menentukan sifat, menyebutkan sifat Allāh ‫ ﷻ‬perinci.
nanti akan sampai faedahnya bahwasanya setiap sifat yang dinafikan oleh Allāh ‫ ﷻ‬maka kita
Allāh Maha Memberikan taubat, Allāh ‫ ﷻ‬Maha Mengampuni, Allāh ‫ ﷻ‬Maha Memaafkan, Allāh
harus menetapkan kesempurnaan lawan dari sifat tadi. Contoh misalnya Allāh ‫ ﷻ‬tidak di timpa
‫ ﷻ‬Maha Penyayang dan seterusnya. Kebanyakan di dalam dalil itsbatnya (penetapannya) itu
ngantuk dan tidak ditimpa tidur, kita nafikan sifat mengantuk dan tidur dari Allāh ‫ ﷻ‬kemudian
jauh lebih banyak.
kita harus tetap kan kebalikan dari sifat tadi dengan kesempurnaan, Al-Hayah (hidup). Berarti
Terkadang Allāh ‫ ﷻ‬memperinci penafian tadi karena satu sebab, seperti misalnya Allāh ‫ ﷻ‬tidak maka yakinilah apa yang diyakini oleh para rasul, berakidahlah sebagaimana akidahnya para
mendzholimi, Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa tidur dan tidak ditimpa ngantuk, Allāh ‫ ﷻ‬tidak punya anak, rasul, dalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬
ini adalah penafian-penafian dan ini sedikit jumlahnya didalam Al-Qur’an dan itu ada sebabnya
diantaranya adalah untuk membantah orang yang memiliki pemahaman yang salah. Seperti
orang yang mengatakan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki anak maka Allāh ‫ ﷻ‬bantah.
‫َقِيم‬
ُ ‫ست‬ ْ ‫اط الْ ُم‬ ِّ ‫َفِإن َّ ُه‬
ُ َ‫الصر‬

Inilah jalan yang lurus ketika kita mengatakan ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ َأ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم‬
ِ
Jadi asalnya adalah penafian-penafian yang ada dalam Al-Qur’an adalah penafian secara mujmal
(global), adapun perincian di dalam masalah penafian ini ada tapi sedikit.
Jalan orang-orang yang engkau berikan nikmat yaa Allāh ‫ﷻ‬, siapa orang-orang yang Allāh ‫ﷻ‬
berikan nikmat mereka adalah sebagaimana Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam surah An-Nisa’: 69
َ‫ص َراطُ الَّ ِذينَ َأ ْن َع َم هللاُ َعلَ ْي ِهم ِّمنَ النَّبِيِّينَ َوالصِّ دِّيقِين‬
ِ ،‫ُول َأل ْه ِل ال ُّسنَّةٌ َو ْال َج َما َع ِة َع َّما َجا َء بِ ِه ْال ُمرْ َسلُونَ ؛ فَِإنَّهُ الصِّ َراطُ ْال ُم ْستَقِي ُم‬
َ ‫فَالَ ُعد‬
‫والصالِ ِحين‬َ ‫َوال ُّشهَدَا ِء‬
ٓ
َّ ٰ ‫ٱلشهَ دَٓا ِء َو‬
َۚ ِ‫ٱلصلِح‬
‫ين‬ ُّ ‫ٱلصدِّيقِينَ َو‬ َ َ‫سولَ َفُأ ْو ٰل‬
ِّ ‫ِئك َمعَ ٱلَّذِينَ َأنۡعَ َم ٱللَّ ُه عَلَ ۡي ِهم ِّمنَ ٱل َّن ِب ِّي‍ۧنَ َو‬ ُ َّ‫َو َمن يُطِ ِع ٱلل َّ َه َوٱلر‬
Kalau demikian
Dan barangsiapa yang taat kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan Rasul-Nya maka mereka bersama orang-orang
ٌ‫ُول َأل ْه ِل ال ُّسنَّة‬ yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan nikmat kepada mereka dari kalangan para nabi, berarti para nabi jelas
َ ‫فَالَ ُعد‬
mereka mereka berada di atas jalan yang lurus, para Rasul jelas mereka berada di atas jalan yang
lurus.
Kalau demikian keadaan para Rasul maka tidak ada penyimpangan bagi Ahlussunnah, artinya
tidak ada alasan bagi mereka untuk meninggalkan dan untuk menyimpang dari apa yang dibawa
Ini menafsirkan apa yang ada didalam A-Fatihah, didalam Al-Fatihah kita mengatakan jalan orang
oleh para rasul.
yang engkau beri nikmat ya Allāh ‫ﷻ‬, siapa orang yang engkau beri nikmat disebutkan dalam
ayat ini, pertama para nabi, َ‫َوٱلصِّ دِّيقِين‬
Kalau kita sudah mengetahui tentang Allāh ‫ﷻ‬, pujian Allāh ‫ ﷻ‬terhadap para rasul, bahwasanya
apa yang mereka lakukan ini adalah benar dan apa yang mereka lakukan adalah selamat, maka
dan orang-orang yang sangat kejujurannya, orang-orang yang beriman yang memiliki kekuatan
bagaimana Ahlussunnah Wal jamaah mereka menyimpang dan meninggalkan apa yang dibawa
iman yang luar biasa, ‫َوٱل ُّشهَدَٓاء‬
oleh para Rasul. Mereka akan terus Istiqomah di atas jalannya Rasulullah ‫ ﷺ‬meskipun mencela
mereka orang yang mencela, meskipun menuduh mereka orang yang menuduh, karena yang
penting adalah mereka benar disisi Allāh ‫ﷻ‬ dan juga orang-orang yang beriman yang mereka syuhada, meninggal fisabilillah, ‫ين‬ َّ ٰ ‫َو‬
َۚ ِ‫ٱلصلِح‬

‫َقِيم‬
ُ ‫ست‬ ْ ‫اط الْ ُم‬ ِّ ‫َفِإن َّ ُه‬
ُ َ‫الصر‬ dan juga orang-orang yang sholeh.

Karena sesungguhnya apa yang dibawa oleh para Rasul itu adalah jalan yang lurus, itulah yang Inilah orang-orang yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan nikmat, nikmat hidayah, nikmat hidup diatas jalan yang
merupakan jalan yang lurus yang senantiasa kita berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬di dalam sholat kita lurus

‫ٱ ْه ِدنَا ٱلصِّ ٰ َرطَ ْٱل ُم ْستَ ِقي َم‬ َّ ٰ ‫ص ٰ َرط ٱلَّ ِذينَ َأ ۡن َع َم ٱهَّلل ُ َعلَ ۡي ِهم ِّمنَ ٱلنَّبِي‍ِّۧنَ َوٱلصِّ دِّيقِينَ َوٱل ُّشهَدَٓا ِء َوٱل‬
‫صلِ ِحين‬ ِ

Tunjukilah kami jalan yang lurus. Inilah jalan yang lurus yaitu jalannya para rasul, termasuk Yaitu jalan orang-orang yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan nikmat kepada mereka dari kalangan para nabi,
diantaranya adalah jalan mereka di dalam memahami nama dan juga sifat. Ingin jalan yang lurus para shiddikin, para syuhada, dan orang-orang yang shaleh.
Ini adalah kaidah secara umum yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah sebelum Kenapa di sini perlu kita sampaikan, karena disana ada kelompok yang menyelisihi ahlussunnah
beliau secara terperinci menyebutkan dalil-dalil dari sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬secara terperinci. dimana mereka di dalam masalah menafikan mereka memperinci adapun ketika menetapkan
Semoga Allāh ‫ ﷻ‬memberikan kepada kita semuanya kemudahan didalam memahami agama maka mereka menetapkan secara global. Menetapkan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬itu ada, tapi ketika
Allāh ‫ ﷻ‬dan memberikan hidayah kepada kita semuanya dan menjadikan kita istiqomah di atas menafikan maka mereka menafikan secara terperinci, Allāh ‫ ﷻ‬tidak demikian, Allāh ‫ ﷻ‬tidak
jalan ini. demikian, Allāh ‫ ﷻ‬tidak demikian dan seterusnya, ini menyelisihi jalan atau cara Al-Qur’an di
dalam masalah nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬.
Halaqah 17 | Nama-Nama Allāh ‫ ﷻ‬Yang Nāfiyyah Dan Mutsbittah & Sifat-Sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
Manfiyyah Dan Mutsbattah Yang Ada Dalam QS Al- Ikhlas Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل‬ Kembali ke ucapan beliau ‫وقَ ْد َدخَ َل فِي ِه ِذ ِه ْال ُج ْملَ ِة‬.
َ Masuk didalam jumlah ini yaitu kaidah bahwa Allāh
‫ تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah ‫ ﷻ‬mengumpulkan antara itsbat dan juga nafiyan. Beliau memulai dengan surat al-ikhlas dan
Disini beliau akan membawakan dalil-dalil yang menunjukkan tentang adanya nama-nama yang ayat kursi karena di dalam surat al-ikhlas dan juga di dalam ayat kursi yang telah datang
Nafiya dan mutsbitah serta sifat yang manfiyah dan sifat yang mutsbatah, semuanya adalah keutamaannya didalam hadith, ternyata di situ Allāh ‫ ﷻ‬mengumpulkan antara @‫النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَات‬, ini
ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tentang nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬. adalah kenapa beliau memilih surat Al-Ikhlas dan juga ayat kursi dan keduanya sebagian besar
kaum muslimin insyaAllāh menghafal. Beliau mendatangkan sesuatu yang mudah dan dihafal
oleh sebagian besar kaum muslimin untuk menguatkan apa yang beliau sampaikan sebelumnya,
Beliau mengatakan ‫َوقَ ْد َدخَ َل ِفي ِه ِذ ِه ْال ُج ْملَ ِة‬ bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬mengumpulkan antara @‫النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَات‬. Beliau mulai dengan Al-Ikhlas kemudian
Ayat kursi kemudian setelah itu akan menyebutkan ayat-ayat yang lain.
Dan masuk didalam jumlah ini, yaitu didalam kalimat yang berisi tentang kaidah Ahlussunnah
yang isinya bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menggabungkan antara @‫النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَات‬. Allāh ‫ ﷻ‬di dalam Al-Qur’an َ ‫َو َما َو َص َف بِهِ نَ ْف‬
‫س ُه فِي سورة اإلخالص‬
asalnya ketika mengitsbat kebanyakan didalam Al-Qur’an, Allāh ‫ ﷻ‬memperinci sifat-sifatnya,
nama-namanya. Adapun penafian maka kebanyakan Allāh ‫ ﷻ‬menafikan secara global bukan
secara terperinci. Secara terperinci ketika menetapkan makanya banyak di sebutkan nama-nama Apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifatkan dan dengannya, yaitu apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan didalam surah Al-
Allāh ‫ ﷻ‬sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬dan hampir setiap halaman dari mushaf yaitu disebutkan nama dan Ikhlas, berupa sifat-sifat yang dia sifati dirinya dengan sifat-sifat tadi
juga sifat, tapi ketika menafikan maka kebanyakan adalah secara global.
Terkadang Allāh ‫ ﷻ‬memperinci dalam menafikan, menafikan dari dirinya kedzoliman,
ِ ْ‫ث ْالقُر‬
‫آن‬ َ ُ‫الَّتِي تَ ْع ِد ُل ثُل‬
menafikan dari dirinya sinah dan juga naum (ngantuk dan juga tidur), menafikan dari dirinya rasa
ٍ ‫[ َو َما َم َّسنَا ِمن لُّ ُغو‬Qaf:38]
lelah misalnya ‫ب‬
Dimana surah Al-Ikhlas ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.
Kami tidak ditimpa oleh rasa lelah.
Dan ini berdasarkan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al Bukhari dimana Abu Sa’id
Al-Khudri menceritakan ada seorang laki-laki yang mendengar laki-laki yang lain membaca ‫قُلْ ه َُو‬
ِ َ‫اَّل ي‬
Dan menafikan dari diri-Nya ansiyan (lupa), menafikan dari diri-Nya dholal, ‫ضلُّ َربِّى َواَل يَن َسى‬ ‫ ٱهَّلل ُ َأ َح ٌد‬dan mengulang-ngulangnya. Ketika datang waktu pagi maka laki-laki ini datang kepada
Rasulullah ‫ ﷺ‬dan menceritakan ini kepada Rasulullah ‫ﷺ‬,
Allāh ‫ ﷻ‬tidak bodoh dan juga tidak lupa.
‫َو َكَأنَّ ال َّرج َُل يَتَقَالُّهَا‬
Ini berarti ada perincian dalam menafikan tapi itu sedikit, sehingga ahlussunnah mengatakan
bahwasanya qoidahnya adalah al-itsbatul mufashshal wa nafyul majmul, ini qoidah Ahlussunnah sepertinya laki-laki ini menganggap ini adalah sesuatu yang sedikit, kenapa membaca Al-Ikhlas
yaitu menetapkan secara terperinci dan menafikan secara global, maksudnya adalah tidak membaca ayat-ayat yang lain, surat-surat yang lain kan ada surat-suratnya yang lain yang
kebanyakan. lebih panjang, kenapa yang dia ulang-ulang adalah surat Al-Ikhlas

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم‬


َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫فَق‬
ِ ْ‫ث ْالقُر‬
Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬mengatakan ‫آن‬ َ ُ‫َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي ِبيَ ِد ِه ِإنَّهَا لَتَ ْع ِد ُل ثُل‬ Katakanlah Dia-lah Allāh ‫ ﷻ‬yang ahad. Katakan wahai Muhammad Dia adalah Allāh ‫ ﷻ‬yang
Maha Esa. Lafdzul jalalah, ini adalah nama Allāh ‫ﷻ‬, berarti nama yang ditetapkan di dalam surah
ini yang pertama adalah lafdzul jalalah yaitu Allāh ‫ﷻ‬, yang mengandung sifat Al-Uluhiyah.
Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh surat Al-Ikhlas ini sebanding dengan
Berarti disini Allāh ‫ ﷻ‬menetapkan namanya yaitu Allāh ‫ ﷻ‬Lafdzul Jalalah yang mengandung
sepertiga Al-Qur’an, sebanding pahalanya. Jadi orang yang membaca surat Al-Ikhlas dari awal
sifat uluhiyah, ini nama dan juga sifat yang pertama.
sampai akhir maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang membaca sepertiga dari Al-
Qur’an, dari sisi pahalanya dia mendapatkan pahala orang yang membaca sepertiga dari Al
Quran, 10 juz. Kalau kita menghitung berapa huruf yang ada dalam 10 juz maka ini adalah jumlah Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َأ َح ٌد‬, ahadun artinya adalah yang Maha Esa yaitu yang Maha
pahala yang besar, satu huruf di dalam Al-Qur’an apabila kita membacanya kita mendapatkan Tunggal dalam fi’il-fi’ilnya dan juga sifat-sifatnya dan juga zatnya. Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Maha Esa
satu kebaikan dan satu kebaikan dilipat gandakan oleh Allāh ‫ ﷻ‬menjadi 10 kebaikan didalam Dzat-Nya dan Dia-lah yang Maha Esa didalam sifat-Nya dan tidak ada yang serupa
dengan Allāh ‫ﷻ‬. Didalam fi’ilnya juga demikian tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬didalam
fi’ilnya. Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Maha Esa tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬.
‫ب هَّللا ِ فَلَهُ ِب ِه َح َسنَةٌ َو ْال َح َسنَةُ ِب َع ْش ِر َأ ْمثَالِهَا‬
ِ ‫َم ْن قَ َرَأ َحرْ فًا ِم ْن ِكتَا‬

Maka ini menunjukkan bahwasanya diantara nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah Al-Ahad, berarti kita
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dari setiap huruf yang dia baca, dia
menetapkan diantara nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah Al-Ahad dan sifat yang terkandung dalam Al-Ahad
mendapatkan satu kebaikan dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan. Orang
adalah Al-Ahadiyah (keesaan). Ini kaidah yang harus kita ketahui bahwasanya setiap nama itu
yang membaca sepertiga dari Al-Qur’an yaitu 10 juz maka dia mendapatkan pahala yang besar.
mengandung sifat minimal satu sifat, terkadang bisa mengandung dua sifat atau tiga sifat. Ketika
Ini menunjukkan tentang keagungan surat Al-Ikhlas, dan beliau menyebutkan tentang Hadits ini
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫قُلْ ه َُو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬
dan bahwasanya surat Al-Ikhlas ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an, berarti di sana ada
rahasia yaitu kenapa nabi dan mengapa orang yang membaca Al-Ikhlas ini mendapatkan pahala
yang demikian besar, Allāhu A’lam adalah karena kandungannya yang luar biasa kandungan yang berarti nama yang kedua yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam surat ini adalah nama Al-Ahad. Apa sifat
ada dalam surat Al-Ikhlas. yang terkandung didalamnya, sifat Al-Ahadiyah. Jadi nama Allāh ‫ ﷻ‬itu adalah nama-nama yang
mustaq bukan nama-nama yang jami’, nama yang jami’ ini tidak diambil dari sebuah kata, tapi
nama-nama Allāh ‫ ﷻ‬ini diambil dari kata yang lain, ada maknanya, bukan sebuah kata yang
Sebagian Ulama menjelaskan Al-Qur’an ini ada tiga bagian, ada ayat-ayat yang berisi tentang
tidak ada maknanya.
ahkam (hukum-hukum) yang di dalamnya ada perintah dan juga larangan, seperti misalnya
hukum shalat, zakat, kemudian puasa misalnya atau haji, tata cara pembagian waris misalnya,
dan didalamnya ada larangan-larangan berzina, larangan membunuh tanpa hak, larangan riba, Dan kata Ahad ini tidak digunakan dalam keadaan Itsbat kecuali untuk Allāh ‫ ﷻ‬saja, seperti
ini bagian yang pertama. dalam ayat ini ‫هَّللا ُ َأ َحد‬, inikan positif tidak ada kata tidak atau bukan, sehingga dalam keadaan
itsbat ini tidak digunakan kecuali hanya untuk Allāh ‫ﷻ‬. Tidak boleh kita mengatakan fulan ahad,
untuk makhluk tidak boleh, karena Ahad ini hanya untuk Allāh ‫ ﷻ‬dalam keadaan Itsbat, dalam
Bagian yang kedua adalah qashash (kisah-kisah), ada kisah-kisah para nabi, ada kisah umat
keadaan positif, tapi kalau kalimatnya adalah kalimat yang negatif maka bisa digunakan kalimat
terdahulu, orang-orang yang shaleh, maka ini bagian yang kedua. Kemudian yang ketiga adalah
ahad untuk selain Allāh ‫ﷻ‬. Seperti misalnya seseorang mengatakan lam ya’ti ahadun (belum
tentang Tauhid dan Al-Ikhlas ini mengandung Tauhid, berarti dia mengandung sepertiga dari isi
datang seorang pun), berarti di sini negatif karena ada kalimat lam (tidak/belum) datang seorang
Al-Qur’an karena isinya adalah Tauhid dari awal sampai akhir sehingga dinamakan dengan surat
pun, tapi dalam keadaan yang kalimatnya adalah kalimat yang positif maka tidak dipakai kecuali
Al-Ikhlas yaitu ikhlas hanya untuk Allāh ‫ﷻ‬.
dalam hak Allāh ‫ﷻ‬.

Kita lihat bagaimana isi dari Al-Ikhlas dan bagaimana dia menunjukkan ‫النَّ ْف ِي َواِإل ْثبَات‬.
Berarti ayat yang pertama didalamnya ada penetapan nama Allāh ‫ ﷻ‬Lafdzul Jalalah dan sifat
Allāh ‫ ﷻ‬Al-Uluhiyah, kemudian menetapkan nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-Ahad dan sifat Allāh ‫ ﷻ‬Al-
ُ‫يث يَ ُقول‬
ُ َ‫ح‬ Ahadiyah. Allāhu A’lam disini adalah termasuk nama yang nāfiyah seperti As-Salam, Al-Quddus,
kemudian Shubbuh, karena ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫قُلْ ه َُو هَّللا ُ َأ َحد‬

Ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫قُلْ ه َُو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬


berarti disini ada menafikan al-matsil, yaitu menafikan sesuatu yang sebanding dengan Allāh ‫ﷻ‬. Dan Dia adalah yang paling mulia yang sempurna kemuliaannya
Dia adalah Ahad, Dia adalah yang Esa dalam Dzat-Nya, dalam sifat-Nya, dalam af’al-Nya, dalam
perbuatan-perbuatan-Nya.
‫والعظيم الذي قد كمل في عظمته‬

Halaqah 18 | Nama-Nama Allāh ‫ ﷻ‬Yang Nāfiyyah Dan Mutsbittah & Sifat-Sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
Dan yang Maha Besar yang sempurna di dalam kebesarannya
Manfiyyah Dan Mutsbattah Yang Ada Dalam QS Al- Ikhlas Bag 02 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
‫والحليم الذي قد كمل في حلمه‬

َّ ‫هَّللا ُ ال‬
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ص َمد‬ Dan Dia adalah Dzat yang Halim (Pemurah) yang telah sempurna didalam ‫حلمه‬

Allāh ‫ﷻ‬, kembali di sini di sebutkan nama Allāh ‫ ﷻ‬Lafdzul Jalalah yang mengandung sifat Al- ‫والغني الذي قد کمل في غناه‬
Uluhiyah, Ash-Shomad ini adalah penetapan nama diantara nama-nama Allāh ‫ﷻ‬. Di sana ada
beberapa makna yang disebutkan oleh para ulama tentang makna Ash-Shomad, ada yang
Dan Dia adalah yang Maha Kaya yang telah sempurna kekayaannya dan seterusnya.
mengatakan bahwasanya Ash-Shomad di sini adalah Dzat yang menjadi tempat tumpuan yang
lain di dalam hajat-hajat mereka, dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah Ash-Shomad, yaitu makhluk-makhluk-Nya
mereka di dalam menunaikan hajat-hajat mereka kembalinya kepada Allāh ‫ﷻ‬. Kenapa Ash-Shomad di sini ketika kita menetapkan Ash-Shomad bagi Allāh ‫ ﷻ‬dan bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬
kembalinya kepada Allāh ‫ﷻ‬, karena Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan. Dia-lah Dzat yang kembali kepada-Nya makhluk didalam menunaikan hajat- hajat mereka, kita
telah menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allāh ‫ ﷻ‬didalam Ash-Shomad. Berarti disini
ada Itsbat, kita menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allāh ‫ﷻ‬, seluruh sifat-sifat yang
Dalam keadaan sakit mereka kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang memberikan
jelek, yang buruk, dinafikan dari Allāh ‫ ﷻ‬dan seluruh sifat yang sempurna kita tetapkan untuk
penyembuhan, dalam keadaan mereka fakir kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah
Allāh ‫ﷻ‬, mMaka Ash-Shomad ini adalah Al-Asma Al-Mutsbitah.
yang Maha Kaya, dalam keadaan mereka menuntut ilmu kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena Allāh
‫ ﷻ‬Dia-lah yang memiliki ilmu yang sangat luas, yang memberikan ilmu, ketika mereka butuh
ampunan kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena Dia-lah yang bisa mengampuni. Seluruh makhluk Sampai disini kita memahami bahwasanya surat Al-Ikhlas ini mengandung nafi dan juga Itsbat,
kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬untuk bisa menunaikan hajat-hajat mereka. Berarti disini kita ada nama yang mutsbitah ada nama yang nāfiyah.
memahami bahwasanya ketika kita menetapkan nama Allāh ‫ ﷻ‬Ash-Shomad berarti ada
kandungan menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allāh ‫ﷻ‬.
‫لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَد‬

Di sana ada tafsir dari Abdullah bin Abbas Radiallāhu Ta’ala Anhu, turjumanul Qur’an ketika
beliau menafsirkan nama Allāh ‫ ﷻ‬Ash-Shomad ini. Abdullah Bin Abbas mengatakan Allāh ‫ ﷻ‬tidak melahirkan, yaitu Allāh ‫ ﷻ‬tidak memiliki anak, bantahan kepada orang-orang
musyrikin dan juga ahlul kitab yang mereka menishbahkan anak kepada Allāh ‫ﷻ‬, orang yahud
mengatakan uzair ibnullah, orang nasaroh mengatakan al-masih ibnullah, orang-orang musyrikin
‫السيد الذي قد كمل في شؤدده‬ mengatakan mala’ikah banatullah, Allāh ‫ ﷻ‬adalah Dzat yang tidak melahirkan dan ini adalah
perincian dari yang sebelumnya.
Apa yang dimaksud dengan Ash-Shomad, kata beliau Dia adalah As-Sayyid, Dia-lah yang
terkemuka yang paling depan, Dia adalah Tuan yang telah sempurna di dalam ‫شؤدده‬ Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Ahad, tidak ada yang semisal dengan Allāh ‫ﷻ‬, karena ketika melahirkan
(pertuanannya) artinya adalah dia adalah Tuan yang paling sempurna berarti yang namanya anak itu semisal dengan asalnya. Maka ini adalah diantara penjelasan dari,
yang pertama adalah Allāh ‫ ﷻ‬itu adalah Ahad dan bisa juga dia adalah penjelasan dari Allāhush
Shomad juga karena Allāhush Shomad, Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang makhluk kembali kepadanya dalam
‫والشريف الذي قد كمل في شرفه‬
berbagai urusan dan juga hajat mereka. Allāh ‫ ﷻ‬tidak butuh dengan makhluk tapi makhluk yang Demikian pula ini
butuh kepada Allāh ‫ﷻ‬, makhluk yang memiliki hajat kepada Allāh ‫ﷻ‬.
‫لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَد‬
Kemudian ‫لَ ْم يَلِ ْد‬
Sifat kesempurnaan yang bisa kita tetapakan di sini adalah sifat ghina yaitu bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬
Allāh ‫ ﷻ‬tidak melahirkan karena ketika seandainya Allāh ‫ ﷻ‬melahirkan berarti Allāh ‫ ﷻ‬butuh tidak butuh dengan yang lain. Tadi kita sebutkan, yang melahirkan dan dilahirkan itu berarti
kepada anak tersebut, padahal Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah Ash-Shomad, makhluk yang butuh kepada Allāh butuh dia kepada yang lain, ketika dinafikan berarti kita tetapkan kesempurnaan kebalikan dari
‫ ﷻ‬bukan Allāh ‫ ﷻ‬yang butuh kepada makhluk. Ketika seorang ayah dan seorang ibu ingin sifat tadi, selain kesempurnaan sifat ke-Esaan, yaitu kesempurnaan ke-Esaan Allāh ‫ﷻ‬, juga
memiliki anak, dia merasa butuh dengan anak yang akan akan mewarisi dia yang akan menunjukkan kesempurnaan tidak butuhnya Allāh ‫ ﷻ‬dengan yang lain, kesempurnaan
membantu dia dan seterusnya. Allāh ‫ ﷻ‬Dia tidak melahirkan, Dia tidak butuh, Dia-lah yang kekayaan Allāh ‫ﷻ‬.
Maha Kaya, Dia tidak membutuhkan anak.
Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َولَ ْم يَ ُكن لَّهُ ُكفُ ًوا َأ َح ٌد‬
Demikian pula firman Allāh ‫ﷻ‬
Dan tidak ada seorangpun yang menjadi kufuwan lahu yaitu bagi Allāh ‫ﷻ‬. Kunfuan artinya
‫َولَ ْم يُولَد‬ adalah musāwiyah, yang sama serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬, tidak ada. Berarti Allāh ‫ ﷻ‬di sini
menafikan adanya sesuatu yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬. Kalau ayat sebelumnya dinafikan anak
dan anak adalah cabang, kemudian Allāh ‫ ﷻ‬menafikan orang tua dan orang tua adalah asalnya,
Dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia tidak dilahirkan, ini juga menjelaskan Allāhu Ahad Allāhush Shomad. Allāh ‫ﷻ‬
baik cabang maupun asalnya dinafikan oleh Allāh ‫ﷻ‬, demikian pula yang sebanding ini juga
tidak dilahirkan, Dia bukan seorang anak yang dilahirkan oleh ibunya karena kalau di sana ada
dinafikan oleh Allāh ‫ﷻ‬.
orang tua bagi Allāh ‫ ﷻ‬maka berarti ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬padahal Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah
yang Ahad, dan kalau Allāh ‫ ﷻ‬memiliki orang tua berarti dia butuh kepada yang lain padahal
Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah Ash-Shomad. Diperinci oleh Allāh ‫ ﷻ‬di sini dan asalnya yang namanya nafyi Maka di sini ada nafyul kufu, disini Allāh ‫ ﷻ‬menafikan al-kufu yaitu yang serupa dengan Allāh ‫ﷻ‬
dalam Al-Qur’an adalah penafian yang global bukan penafian yang terperinci, tapi di sini maka konsekuensinya kita tetapkan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Maha Sempurna dalam
diperinci oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk membantah sebagian munharifin, orang-orang yang menyimpang ke-Esaan-Nya dan Dia-lah yang Ahad, tidak ada yang serupa dengan Allāh ‫ ﷻ‬baik didalam sifat-
yang mereka meyakini bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki anak. Nya, dalam Dzat-Nya, dalam apa yang Dia lakukan.

Berarti ini nafyi, ini adalah sifat yang manfiyyah. Allāh ‫ ﷻ‬tidak memiliki anak, Allāh ‫ ﷻ‬tidak Berarti jelas di dalam surat Al-Ikhlas ini Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan an-nafyu dan juga itsbat, ada
beranak dan Allāh ‫ ﷻ‬tidak dilahirkan. Berarti di sini ada sifat yang manfiyyah, dan ini juga kaidah nama-nama yang ditetapkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan dia mengandung sifat, ada nama yang nafia
yang harus kita pahami bahwa ketika Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya sebuah sifat maka karena di dalamnya ada kandungan makna menafikan dari Allāh ‫ ﷻ‬sesuatu yang semisal dengan
konsekuensinya kita harus menetapkan kesempurnaan kebalikan dari sifat yang di nafikan tadi. Allāh ‫ﷻ‬, baik nama baik sifat maupun dzat-Nya.
Disini Allāh ‫ ﷻ‬menafikan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki anak atau Allāh ‫ ﷻ‬melahirkan dan
Allāh ‫ ﷻ‬juga menafikan dari diri-Nya bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki orang tua.
Jadi kalau kita ulang lagi di dalam surat Al-Ikhlas ini nama-nama yang ditetapkan oleh Allāh ‫ﷻ‬,
Lafdzul Jalalah, kemudian nama Al-Ahad, kemudian Ash-Shomad, tiga nama. Kemudian di sini
Berarti di sini yang perlu kita tetapkan kesempurnaan kebalikan dari keduanya, yaitu kita ada sifat yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan (mutsbatah), Lafdzul Jalalah mengandung sifat-sifat Uluhiyah,
tetapkan kesempurnaan ke Esaan Allāh ‫ﷻ‬, menetapkan Ahadiyah Allāh ‫ﷻ‬. Ini kaidah yang kemudian Al-Ahad, sifat Al-Ahadiyah ini terkandung dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬Ahad, ada lagi dalam
harus kita pahami kalau Allāh ‫ ﷻ‬menafikan sebuah sifat dari diri-Nya kita harus menetapkan Ash-Shomad sifat Ash-Shomadiyyah yaitu sifat bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang dibutuhkan
kesempurnaan sifat yang kebalikan dari sifat yang dinafikan tadi. Ketika Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari oleh makhluk dalam hajat-hajat mereka ini namanya sifat Ash-Shomadiyyah, sifat Al-Ahadiyah
diri-Nya anak dan juga orang tua berarti kita tetapkan kesempurnaan keesaan Allāh ‫ﷻ‬, berarti yaitu sifat ke-Esaan. ‫ لَ ْم يَلِ ْد‬itu sifat manfiyah tersendiri, ‫ لَ ْم يُولَد‬itu sifat manfiyah tersendiri.
di sini ada sifat manfiyah didalam surat Al-Ikhlas ini.
‫َولَ ْم يَ ُكن لَّهُ ُكفُ ًوا َأ َح ٌد‬ Maka ubay bin ka’ab membaca firman Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan dalam surat Al Baqarah
255
Berarti Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya anak, menafikan dari diri-Nya orang tua dan menafikan
dari diri-Nya sesuatu yang setara atau sesuatu yang sama dengan Allāh ‫ﷻ‬. Itulah nama dan juga ‫ى الْ َق ُّيو ُم‬ ْ ُ َّ ‫ هَّللاُ ال َ لَ َه ال‬Membaca ayat kursiy
ُّ َ‫ه َو الح‬ ‫ِإ ِإ‬
sifat yang disebutkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dalam surat Al-Ikhlas.
‫ص ْد ِرى‬
َ ‫ب فِى‬ َ َ‫ال ف‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ق‬
Halaqah 19 | Nama-Nama Allāh ‫ ﷻ‬Yang Nāfiyyah Dan Mutsbittah & Sifat-Sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
Manfiyyah Dan Mutsbattah Yang Ada Dalam Ayat Qursiy  Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل‬
Maka ubay bin ka’ab menceritakan bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬memukul dadanya (menepuk dadanya)
‫ تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
kemudian mengatakan ‫َوهَّللا ِ لِيَ ْهنِكَ ْال ِع ْل ُم َأبَا ْال ُم ْن ِذ ِر‬

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan demi Allāh ‫ ﷻ‬semoga ilmu ini menjadi mudah bagimu wahai ubay bin
ka’ab. Artinya di sini Beliau ‫ ﷺ‬memuji ubay bin ka’ab bahwasanya jawaban dia ini benar, ayat
Kita masuk pada ayat Al-Kursiy, kemudian beliau mengatakan
yang paling agung di dalam Al-Qur’an adalah ayat kursiy, ini menunjukkan ilmunya ubay bin
ka’ab, dari sekian ribu ayat yang ada dalam Al-Qur’an dan dalam waktu yang tidak lama ketika
‫صفَ بِ ِه نَ ْف َسهُ ِفي َأ ْعظَ ِم آيَ ٍة ِفي ِكتِابِ ِه‬
َ ‫َو َما َو‬ ditanya oleh Nabi ‫ ﷺ‬beliau langsung bisa menjawab. Dan ini menunjukkan bagaimana para
sahabat dahulu ketika mereka membaca Al-Qur’an, menghafal Al-Qur’an, bukan hanya sekedar
membaca dan menghafal tapi mereka juga menghayati, sehingga taufik dari Allāh ‫ ﷻ‬saat itu
Dan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sifatkan dengan-Nya ‫س ُه‬َ ‫( ن َ ْف‬diri-Nya sendiri) di dalam ayat yang paling ubay bin ka’ab langsung menyebutkan di hadapan Nabi ‫ ﷺ‬ayat kursiy, makanya Nabi ‫ﷺ‬
agung di dalam Al-Qur’an, yang dimaksud adalah ayat kursiy, ‫ َأ ْعظَ ِم آيَة‬berdasarkan sebuah hadits, mengatakan
yaitu haditsnya Ubay bin Ka’ab dimana Nabi ‫ ﷺ‬pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab

‫لِيَ ْهنِكَ ْال ِع ْل ُم َأبَا ْال ُم ْن ِذر‬


‫ك َأعْ َظ ُم‬
َ َ‫َاب هَّللاِ َمع‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬
ُّ ‫يَا ب َا ال ُم ْنذِرِ تَدْرِى‬
ْ ِ‫ى آيَةٍ م‬
ِ ‫ن ِكت‬

Ini adalah pujian, kemudian yang kedua ini adalah doa, semoga ilmu ini dimudahkan untukmu
Tahukah kamu ‫( يَا َأبَا ْال ُم ْن ِذر‬ini adalah kunyah dari Ubay bin Ka’ab), tahukah kamu ayat yang mana wahai Abal Mundzir, doa juga untuk ubay bin ka’ab semoga mudah menerima ilmu, bertambah
di dalam Al-Qur’an yang menurutmu itu adalah ayat yang paling besar, yang paling agung ilmunya. Ini menjadi dalil bahwasanya ayat yang paling agung di dalam Al-Qur’an adalah ayat
kursiy dan hadits ini diriwayatkan oleh imam muslim.
‫سول ُ ُه َأعْ لَ ُم‬ ُ ‫َقالَ ُق ْل‬
ُ ‫ت هَّللاُ َو َر‬
Ayat kursiy menjadi ayat yang paling agung karena kandungan isinya, kandungan isinya adalah
Beliau mengatakan Allāh ‫ ﷻ‬dan Rasul-Nya lebih tahu penyebutan beberapa nama dan juga sifat Allāh ‫ﷻ‬

‫ك َأعْ َظ ُم‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ُ‫ث يَ ُقول‬


ُ ‫حَ ْي‬
َ َ‫َاب هَّللاِ َمع‬ ُّ ‫يَا ب َا ال ُم ْنذِرِ تَدْرِى‬
ْ ِ‫ى آيَةٍ م‬
ِ ‫ن ِكت‬

Wahai Abal Mundzir tahukah kamu ayat yang mana di dalam Al-Qur’an yang menurutmu itu ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan
paling besar. Ditanya dua kali oleh Nabi ‫ﷺ‬, Beliau ‫ ﷺ‬ingin mengajak dia untuk berpikir menurut
Abal Mundzir (ubay bin ka’ab) apa ayat yang paling agung di dalam Al-Qur’an ‫ي الْ َق ُّيو ُم‬ ْ ُ َّ ‫هَّللاُ ال َ لَـ َه ال‬
ُّ َ‫ه َو الح‬ ‫ِإ ِإ‬

ُ ‫َقالَ ُق ْل‬
‫ت‬
‫ هَّللا‬ini adalah nama Allāh ‫ ﷻ‬yang mengandung sifat Al-Uluhiyah Dia-lah Allāh ‫ ﷻ‬yang memiliki Makanya dari sini saja kita mengetahui kehebatan dari ayat kursiy ini, mengandung ‫ْال َح ُّي ْالقَيُّوم‬
sifat Uluhiyah, sifat Uluhiyah adalah sifat untuk disembah, hanya Dia saja yang memiliki sifat ini. yang di dalamnya ada penetapan sifat-sifat yang dzatiyah bagi Allāh ‫ ﷻ‬yang muta’addiyah bagi
Tidak ada selain Allāh ‫ ﷻ‬yang memiliki sifat uluhiyah dan kalau di sana ada yang disembah Allāh ‫ﷻ‬
selain Allāh ‫ ﷻ‬disifati dengan sifat Uluhiyah maka ini adalah sesembahan dan pensifatan yang
bathil
Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫الَ تَْأ ُخ ُذهُ ِسنَةٌ َوالَ نَوْ ٌم‬

‫الَ ِإلَـهَ ِإالَّ ه َُو ْال َح ُّي ْالقَيُّوم‬


Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa rasa ngantuk dan tidak ditimpa tidur. Sudah kita sebutkan bahwasanya
ketika Allāh ‫ ﷻ‬menafikan berarti kita menetapkan kesempurnaan yang sebaliknya dari sifat
Allāh ‫ ﷻ‬di sini menafikan dari diri-Nya atau menafikan adanya sesembahan selain Dia ‫الَ ِإلَـهَ ِإالَّ ه َُو‬ yang dinafikan tadi. Disini Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya ngantuk yaitu pembukaan dari tidur
maka kita katakan Allāh ‫ﷻ‬
Tidak ada sesembahan selain Dia, ini tidak ada nama dan juga sifatnya, setelah itu Allāh ‫ﷻ‬
mengatakan ‫ْال َح ُّي ْالقَيُّوم‬ ‫ الَ تَْأ ُخ ُذهُ ِسنَة‬Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa rasa ngantuk ini, kita nafikan apa yang Allāh ‫ ﷻ‬nafikan

‫ ْال َحي‬adalah nama Allāh ‫ ﷻ‬yang artinya adalah yang Maha Hidup, ‫ ْالقَيُّوم‬nama Allāh ‫ ﷻ‬yang ‫ َوالَ نَوْ م‬dan Allāh ‫ ﷻ‬tidak ditimpa tidur, kita nafikan dari Allāh ‫ ﷻ‬sifat tidur, tidak cukup disitu
artinya adalah yang Maha Berdiri Sendiri, kandungan sifat yang ada di dalam ‫ ْال َحي‬sifat Al-Hayya karena ini adalah sifat yang dinafikan maka kita sertai dengan penetapan kesempurnaan
(sifat hidup) adapun ‫ ْالقَيُّوم‬maka sifat Al-Qayyumiyyah yaitu sifat berdiri sendiri. ‫ي‬ ْ
ُّ َ‫ الح‬sebagian kebalikan dari sifat ini, yaitu kita tetapkan kesempurnaan sifat hidup bagi Allāh ‫ﷻ‬, karena kalau
ْ ْ
ulama menjelaskan ‫ال َح ُّي القَيُّوم‬, ketika kita menetapkan nama Allāh ‫ي‬ ْ
ُّ َ‫ الح‬maka berarti kita hanya sekedar nafyi saja itu bukan pujian tapi ketika nafyi (dinafikan) dan ditetapkan
menetapkan sifat-sifat kehidupan yang lain, yaitu sifat As-Sama’ Al-Bashar (sifat mendengar, kesempurnaannya barulah ini pujian, dan didalam diri Allāh ‫ ﷻ‬demikian pula, atau di dalam
sifat melihat) kemudian sifat Al-’Ilm (sifat ilmu), sifat Qudroh, sifat Iradah. Ketika seseorang nama dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬demikian. Jadi ketika Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya sebuah sifat,
menetapkan kesempurnaan hidup bagi Allāh ‫ ﷻ‬dalam nama-Nya ‫ي‬ ْ
ُّ َ‫ الح‬dan yang namanya hidup kita harus menetapkan kesempurnaan kebalikan dari sifat tadi. Berarti disini ada dua sifat yang
yang sempurna ya ada As-Sama’, Al-Bashar, Al-’Ilm, Al- Qudroh, Al-Iradah sehingga para ulama dinafikan oleh Allāh ‫ﷻ‬
menjelaskan bahwasanya di dalam nama ‫ي‬ ْ
ُّ َ‫ الح‬ini mengandung seluruh sifat-sifat yang lazimah
bagi Allāh ‫ﷻ‬, yang senantiasa ada pada diri Allāh ‫ﷻ‬.
Halaqah 20 | Nama-Nama Allāh ‫ ﷻ‬Yang Nāfiyyah Dan Mutsbittah & Sifat-Sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
Manfiyyah Dan Mutsbattah Yang Ada Dalam Ayat Qursiy Bag 02  Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Adapun di dalam nama Allāh ‫ ْالقَيُّوم‬Yang Berdiri Sendiri, dan Dia menegakkan yang lain, yang lain ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
tidak akan tegak kecuali apabila ditegakkan oleh Allāh ‫ﷻ‬, maka para ulama menjelaskan ini
mengandung sifat-sifat yang muta’addiyah yaitu yang berkaitan dengan yang lain, Dia-lah yang Kita masuk pada ayat Al-Kursiy, Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ت َو َما ِفي اَألرْ ض‬ َ ‫لَّهُ َما ِفي ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
mencipta, Dia-lah yang memberikan rezeki, Dia-lah yang mengatur, ini semuanya masuk di
dalam ‫ ْالقَيُّوم‬Dia-lah Yang Berdiri Sendiri dan Dia-lah yang menegakkan yang lain dengan
menciptakan, memberikan rezeki dan seterusnya. Bagi Allāh ‫ ﷻ‬apa yang ada di langit maupun apa yang ada di bumi. Lam di sini menunjukkan
kepemilikan, bagi Allāh ‫ﷻ‬, milik Allāh ‫ ﷻ‬apa yang ada di langit dan apa yang ada dibumi
ْ seluruhnya. Berarti ini menunjukkan tentang kesempurnaan sifat milik bagi Allāh ‫ﷻ‬, sifat
ْ
Berarti ‫ي‬ُّ َ‫ الح‬mengandung seluruh sifat dzatiyah bagi Allāh ‫ ﷻ‬adapun ‫ القَيُّوم‬maka ini mengandung kepemilikan bagi Allāh ‫ﷻ‬, ini adalah sempurna, seluruhnya apa yang ada di langit dan apa yang
sifat-sifat yang muta’addiyah (yang berkaitan dengan yang lain) sehingga sebagian ulama ada ada di bumi, apa yang ada di atas maupun apa yang ada di bawah semuanya adalah milik Allāh
yang mengatakan bahwasanya nama Allāh ‫ ﷻ‬yang paling besar adalah ‫ال َح ُّي ْالقَيُّوم‬, ْ ini satu
‫ﷻ‬, baik makhluk yang hidup maupun makhluk yang mati. Ini menunjukkan tentang
pendapat, karena ‫ي‬ ‫ح‬ْ ‫ال‬ mengandung seluruh sifat dzatiya ‫ُّوم‬ ‫ي‬َ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ mengandung sifat yang
ُّ َ kesempurnaan kepemilikan Allāh ‫ﷻ‬
muta’addiyah, berarti semuanya terkandung dalam ‫ال َح ُّي ْالقَيُّوم‬.
ْ

Kemudian juga ‫َمن َذا الَّ ِذي يَ ْشفَ ُع ِع ْن َدهُ ِإالَّ بِِإ ْذ ِنه‬
Tidak ada yang memberikan syafa’at di sisi Allāh ‫ ﷻ‬kecuali dengan izin-Nya, ini menunjukkan yang kita dapatkan itu adalah dengan kehendak Allah, Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki kita tahu sehingga
tentang kesempurnaan kekuasaan Allāh ‫ ﷻ‬dan kepemilikan Allāh ‫ﷻ‬. Ketika Allāh ‫ﷻ‬ kita menjadi orang yang tahu. Dan ini faedah bagi seorang thalabul ‘ilm, dia tidak mungkin
menyebutkan bahwasanya seluruh apa yang ada di langit dan apa yang di bumi adalah milik menjadi orang yang ‘alim, menjadi orang yang tahu kecuali apabila Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki,
Allāh ‫ﷻ‬, termasuk diantaranya adalah syafa’at itu adalah milik Allāh ‫ﷻ‬ sehingga harusnya dia banyak berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan Allahumma ‘allimniy, Rabbi
zidniy ‘ilman, ya Allāh ‫ ﷻ‬tambahkan kepada-ku ilmu. Dia tidak akan menjadi seorang yang ‘alim
kecuali apabila Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki.
‫[ قُل هَّلِّل ِ ٱل َّش ٰفَ َعةُ َج ِميعًا‬Az-Zumar:43]

‫الدين‬
ِ ‫َمن ي ُِر ِد هللاُ به خيرً ا يُفَقِّهْه في‬
Katakanlah milik Allāh ‫ ﷻ‬semuanya syafa’at. Syafa’at semuanya adalah milik Allāh ‫ ﷻ‬sehingga
tidak ada yang memberikan syafa’at disisi Allāh ‫ ﷻ‬kecuali setelah diizinkan oleh Allāh ‫ﷻ‬. Ini
menguatkan tentang sempurnanya kekuasaan Allāh ‫ ﷻ‬sampai dalam masalah syafa’at baik Nabi Barangsiapa yang Allāh ‫ ﷻ‬kehendaki kebaikan pada dirinya, Allāh ‫ ﷻ‬akan menjadikan dia faqih
maupun malaikat ataupun orang yang Shaleh tidak ada yang memberikan syafa’at di sisi Allāh ‫ﷻ‬ (paham) tentang agamanya. Siapa yang menjadikan kita faqih? Allāh ‫ﷻ‬.
kecuali dengan izin Allāh ‫ﷻ‬, berarti ini menguatkan tentang kesempurnaan kekuasaan Allah.
Jadi jangan sampai seorang thalabul ‘ilm lalai tidak berdoa kepada Allāh ‫ﷻ‬, sibuk dengan dars,
Sifat yang lain sibuk dengan belajar dan seterusnya tapi dia tidak pernah berdoa kepada Allāh ‫ﷻ‬, tidak pernah
meminta kepada Allāh ‫ ﷻ‬ilmu, atau ditambah ilmunya, dimudahkan untuk memahami
pelajarannya.
‫يَ ْعلَ ُم َما بَيْنَ َأ ْي ِدي ِه ْم َو َما خَ ْلفَهُ ْم‬

Apa yang terkandung dalam firman Allāh ‫ﷻ‬


Allāh ‫ ﷻ‬mengetahui apa yang ada di depan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Ini
menunjukkan sifat ilmu bagi Allāh ‫ ﷻ‬dan ilmu Allāh ‫ ﷻ‬adalah ilmu yang sempurna. Allāh ‫ﷻ‬
mengetahui apa yang ada di depan mereka dan apa yang di belakang mereka. Ada yang ‫َي ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ِه ِإالَّ بِ َما شَاء‬
ْ ‫َوالَ ي ُِحيطُونَ بِش‬
mengartikan ‫ َأ ْي ِدي ِه ْم‬di sini adalah apa yang sudah berlalu/terjadi, ‫( َو َما خَ ْلفَهُم‬di belakang mereka)
yang akan terjadi, karena yang sudah terjadi berarti dia di depan, yang akan terjadi maka itu
Di sini ada penetapan sifat ‘Ilm yaitu ‫ ِّم ْن ِع ْل ِمه‬berarti Allāh ‫ ﷻ‬memiliki ilmu, kemudian di sini ada
yang di belakang. Ini sebagian ulama ada yang menafsirkan demikian, ‫ بَيْنَ َأ ْي ِدي ِه ْم‬adalah yang sudah
penetapan sifat Masyi’ah di ambil dari firman Allāh ‫ ِإالَّ بِ َما شَاء‬kecuali dengan apa yang Allāh ‫ﷻ‬
berlalu yang di belakang mereka adalah yang akan terjadi.
kehendaki. Berarti Allāh ‫ ﷻ‬memiliki Masyi’ah (kehendak)

Dan ada yang mengartikan sebaliknya ‫ بَيْنَ َأ ْي ِدي ِه ْم‬adalah didepan mereka berarti yang akan terjadi
yaitu yang di depan kita, ‫ َو َما خَ ْلفَهُم‬yang di belakang mereka berarti yang sudah terjadi. Ini tidak َ ْ‫ت َواَألر‬
‫ض‬ َ ‫َو ِس َع ُكرْ ِسيُّهُ ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
ada pertentangan, Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mengetahui seluruhnya, yang sudah terjadi maupun
apa yang akan terjadi, tafsir yang seperti ini tidak memudhoroti dan tidak ada pertentangan baik Kursiy Allāh ‫ ﷻ‬ini seluas langit dan juga bumi, atau meliputi langit dan juga bumi. Seluas ini
antara tafsir yang pertama dengan tafsir yang kedua ini menunjukkan tentang sempurnanya bukan berarti kursiy Allāh ‫ ﷻ‬sama dengan langit dan bumi, tidak, maksudnya ‫ َو ِس َع‬disini adalah
ilmu Allāh ‫ﷻ‬. meliputi semua, berarti kursiy lebih besar daripada langit dan juga bumi.

Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َي ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ِه ِإالَّ بِ َما شَاء‬


ْ ‫َوالَ ي ُِحيطُونَ بِش‬ Disebutkan didalam sebuah hadits bahwasanya kalau dibandingkan langit yang tujuh dengan
bumi ini dibandingkan dengan kursiy Allāh ‫ ﷻ‬perbandingannya adalah seperti tujuh gelang atau
tujuh cincin yang dilemparkan di tengah padang pasir, yang menunjukkan betapa kecilnya tujuh
Dan mereka, yaitu makhluk-makhluk, tidak bisa meliputi sedikitpun dari ilmu Allāh ‫ﷻ‬, yaitu
cincin tadi, hampir tidak terlihat ketika dilemparkan di padang pasir, itu adalah perbandingan
tidak bisa mengetahui apa yang Allāh ‫ ﷻ‬ketahui, ‫ ِإالَّ بِ َما شَاء‬kecuali dengan apa yang Allāh ‫ﷻ‬
antara tujuh langit dan bumi ini dibandingkan dengan kursiy Allāh ‫ﷻ‬. Kalau kursiy Allāh ‫ ﷻ‬saja
kehendaki. Berarti kita tidak bisa mengetahui apa yang Allāh ‫ ﷻ‬ketahui kecuali apabila Allāh ‫ﷻ‬
demikian besarnya lalu bagaimana dengan yang menciptakan.
menghendaki. Menunjukkan tentang lemahnya manusia, dan menunjukkan bahwasanya ilmu
Dan kursiy (dinamakan dengan ayat kursiy dari kata ini) ini adalah tempat kedua kaki Allāh ‫ﷻ‬, Jadi semua sifat dzatiyah ada dalam Al-Hayyu dan sifat yang muta’addiyah ini ada dalam nama
sebagaimana ini dikutip dari Abdullah ibn Abbas bahwasanya kursiy ini adalah tempat kedua kaki Allāh ‫ ﷻ‬Al-Qoyyum.
Allāh ‫ﷻ‬. Adapun yang menafsirkan bahwasanya kursiy ini sama dengan Arsy ini sebuah
kekeliruan, bahkan di sana ada hadits yang jelas menunjukkan perbandingan antara arsy dengan
Halaqah 21 | Nama-Nama Allāh ‫ ﷻ‬Yang Nāfiyyah Dan Mutsbittah & Sifat-Sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang
kursiy menunjukkan bahwasanya arsy dengan kursiy ini sesuatu yang berbeda, arsy lebih besar
Manfiyyah Dan Mutsbattah Yang Ada Dalam Ayat Qursiy Bag Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
daripada kursiy Allāh ‫ﷻ‬.
‫ حفظه هلل تعالى‬ Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Kemudian beliau mengatakan setelahnya, sehingga barang siapa yang membaca ayat ini dalam
Maka ini menunjukkan tentang kebesaran Allāh ‫ﷻ‬, betapa besarnya kursiy Allāh ‫ﷻ‬ satu malam maka senantiasa dia akan dijaga,
menunjukkan tentang kebesaran Allāh ‫ ﷻ‬karena yang menciptakan kebesaran Dia lebih berhak
bersifat dengan kebesaran tadi, yang menciptakan kebesaran yaitu bisa menciptakan kursiy
sebesar itu maka dia lebih berhak memiliki sifat kebesaran. Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Maha Besar ‫لن يزال عليه من هَّللا حافظ‬
dan juga menunjukkan tentang qudratullah (kekuasaan Allāh ‫ )ﷻ‬dan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-
lah yang Maha Berkuasa melakukan segala sesuatu. Ada malaikat yang menjaga dia, malaikat yang diutus Allāh ‫ﷻ‬, dijaga dari seluruh kejelekan dan
orang yang Allāh ‫ ﷻ‬jaga maka siapa yang bisa mengganggu orang tersebut
Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َوالَ يَُؤو ُدهُ ِح ْفظُهُ َما‬
‫وال يقربه شيطان‬
Dan tidak memberatkan Allāh ‫ ﷻ‬untuk menjaga keduanya. Beliau mengatakan setelahnya tidak
memberatkan Allāh ‫ ﷻ‬dalam menjaga keduanya, yaitu menjaga langit dan juga menjaga bumi, Dan syaiton tidak akan mendekatinya sampai dia memasuki waktu pagi. Haditsnya Abu Hurairah
meskipun itu adalah makhluk yang besar tapi bukan sesuatu yang berat bagi Allāh ‫ ﷻ‬untuk yang di situ beliau menceritakan bagaimana beliau didatangi oleh syaitan yang menjelma
menjaga keduanya sehingga bumi terjaga dan langit juga terjaga, tidak menimpa bumi, tidak sebagai seorang manusia dan saat itu Abu Huroiroh dalam keadaan ditugasi oleh Nabi ‫ ﷺ‬untuk
jatuh sampai dikehendaki oleh Allāh ‫ﷻ‬. Berarti yang dinafikan disini adalah sifat masyakka, yaitu menjaga harta zakat dan kisahnya ma’ruf disini, bahwasanya dia ingin mencuri di antara harta
sifat berat, ini dinafikan dari diri Allāh ‫ ﷻ‬dan sesuai dengan kaidah kalau Allāh ‫ ﷻ‬menafikan zakat tadi kemudian di tangkap oleh Abu Hurairah kemudian dia mengatakan bahwasanya saya
dari diri-Nya sifat berat dalam menjaga berarti kita menetapkan kesempurnaan qudratullah, adalah orang yang memiliki anggota keluarga yang banyak dan saya adalah orang yang
kesempurnaan kekuasaan Allāh ‫ ﷻ‬dan menetapkan kesempurnaan kekuatan Allāh ‫ﷻ‬. membutuhkan, kasihanilah saya dan seterusnya akhirnya di lepas oleh Abu Huroirah.

ُ ِ‫ِي الْعَ ظ‬
‫يم‬ ْ ُ ‫َو‬
ُّ ‫ه َو العَ ل‬ Kemudian di pagi harinya beliau menceritakan kepada Nabi ‫ ﷺ‬kemudian Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan
ketahuilah bahwasanya dia akan datang, dia akan datang kembali, benar apa yang diucapkan
Dan Dia-lah yang Maha Tinggi dan juga Maha Besar. Berarti di sini kita menetapkan nama Allāh oleh Nabi ‫ ﷺ‬dia datang kembali pada malam berikutnya mau mencuri dan ditangkap kembali
‫ ﷻ‬yang Maha Tinggi, tinggi dalam Dzat-Nya, tinggi dalam kedudukan-Nya, tinggi dalam oleh Abu Hurairah. Kemudian mengucapkan ucapan yang sama, kemudian dilepaskan lagi oleh
kekuasaan. Dan sifat yang terkandung dalam nama Al-’Aliy adalah sifat Al-’Ulu (ketinggian). Abu Hurairah, kemudian pagi harinya dikabarkan kembali oleh Abu Hurairah kepada Rasulullah
ُ ِ‫ الْعَ ظ‬Yang Maha besar, sifat yang terkandung di dalamnya adalah ‘Adzoma (kebesaran), maka
‫يم‬ ‫ ﷺ‬dan Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan dia akan kembali lagi. Dan benarlah ucapan Nabi ‫ﷺ‬, dia kembali
Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang Maha Tinggi dan Dia-lah yang Maha Besar, tidak ada yang lebih tinggi lagi dan setelah itu dia berkata kepada Abu Hurairah ketika ditangkap kemudian dia berjanji
daripada Allāh ‫ ﷻ‬dan tidak ada yang lebih besar daripada Allāh ‫ﷻ‬. Tidak memberatkan Allāh ‫ﷻ‬ untuk mengajarkan kepada Abu Hurairah sebuah kalimat yang bermanfaat untuk beliau dia
dalam menjaga langit maupun bumi mengatakan yaitu syaiton ini mengatakan, ‫ُك هَّللا ُ بِهَا‬ ٍ ‫َد ْعنِى ُأ َعلِّمْكَ َكلِ َما‬
@َ ‫ت يَ ْنفَع‬

Bisa kita simpulkan dari Ayat kursiy ini, disebutkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬beberapa nama dan juga Supaya dia dilepas oleh Abu Huroirah, lepaskan aku, aku akan mengajarkan kepada mu
beberapa sifat, yang kita urutkan dari depan nama yang terkandung dalam ayat ini; Lafdzul beberapa kalimat yang semoga Allāh ‫ ﷻ‬memberikan manfaat kepada mu dengan kalimat tadi.
Jalalah, Al-Hayyu, Al-Qayyum, Al-’Ali, Al-’Adzim. Sifat yang terkandung dalam ayat ini; Al-
Uluhiyah, Al-Haya, Al-Qayyum. Sifat manfiyyah yaitu sifat sina (sifat ngantuk) dengan sifat tidur. ُ ‫قُ ْل‬
‫ت َما ه َُو‬
Kesempurnaan kepemilikan Allāh ‫ﷻ‬, memiliki sifat idzn (mengizinkan), sifat masyi’ah, sifat ilmu.
Kemudian Abu Huroirah mengatakan apa kalimat-kalimat tersebut, kemudian syaiton tadi Kalau engkau akan tidur maka bacalah ayat kursiy dari awal sampai akhir ayat, kemudian dia
mengatakan ‫اشكَ فَا ْق َرْأ آيَةَ ْال ُكرْ ِس ِّى‬
ِ ‫ِإ َذا َأ َويْتَ ِإلَى فِ َر‬ mengatakan kepadaku akan senantiasa ada penjaga dari Allāh ‫ ﷻ‬dan setan tidak akan
mendatangimu atau mendekatimu sehingga datang waktu pagi, maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan
Kalau kamu akan tidur maka hendaklah engkau membaca ayat kursiy
َ ‫َأ َما ِإنَّهُ قَ ْد‬
ٌ‫ص َدقَكَ َوه َُو َك ُذوب‬
َ‫هَّللا ُ الَ ِإلَهَ ِإالَّ ه َُو ْال َح ُّى ْالقَيُّو ُم َحتَّى ت َْختِ َم اآليَة‬
Ketahuilah bahwasanya dia sungguh telah jujur dalam masalah ini, berarti disini takrir dari Nabi
‫ﷺ‬, apa yang diucapkan oleh syaiton tadi benar kalau kamu membaca ayat kursiy sebelum tidur
Sampai akhir ayat
di waktu malam maka Allāh ‫ ﷻ‬akan menjagamu sampai waktu pagi,

‫ال َعلَيْكَ ِمنَ هَّللا ِ َحافِظٌ َوالَ يَ ْق َربَنَّكَ َش ْيطَانٌ َحتَّى تُصْ بِ َح‬
َ َ‫فَِإنَّكَ لَ ْن يَز‬ ‫ َوه َُو َك ُذوب‬Dan dia asalnya adalah makhluk yang banyak bohongnya, cuma kali ini dia jujur. Maka
kita mengambil ucapan tadi karena sudah ditakrir oleh Nabi ‫ﷺ‬
Sesungguhnya engkau senantiasa akan dijaga oleh seorang hafidz (penjaga) dari Allāh ‫ﷻ‬, yaitu
malaikat, akan dijaga oleh Allāh ‫ ﷻ‬dari berbagai marabahaya, Allāh ‫ ﷻ‬mengirimkan hafidz
Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan َ‫ال يَا َأبَا ه َُري َْرة‬ ِ َ‫اطبُ ُم ْن ُذ ثَال‬
ٍ َ‫ث لَي‬ ِ َ‫تَ ْعلَ ُم َم ْن تُخ‬
malaikat yang menjaga orang tersebut, dan syaiton tidak akan mendekatimu sampai engkau
masuk waktu pagi.
Tahukah kamu siapa yang engkau ajak bicara semenjak tiga malam yang lalu wahai Abu Huroiroh
Ini adalah ucapan dari syaiton menasehatkan kepada Abu Hurairah untuk membaca ayat kursiy
ketika akan tidur, maka akupun (kata Abu Huroiroh) melepaskan dia dan di waktu pagi beliau َ َ‫ ق‬Abu Huroiroh mengatakan tidak
َ‫ال ال‬
ِ َ‫َما فَ َع َل َأ ِسيرُكَ ْالب‬
ceritakan kepada Nabi ‫ ﷺ‬kemudian Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan َ‫ار َحة‬
ٌ‫ال « َذاكَ َش ْيطَان‬
َ َ‫ ق‬Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan itu adalah syaiton.
Apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam
Ini adalah dalil yang menunjukkan tentang apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam tadi dan
ٍ ‫ُول هَّللا ِ زَ َع َم َأنَّهُ يُ َعلِّ ُمنِى@ َكلِ َما‬
‫ يَ ْنفَ ُعنِى@ هَّللا ُ ِبهَا‬، ‫ت‬ ُ ‫قُ ْل‬
َ ‫ت يَا َرس‬ hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari didalam shahihnya. Dengan demikian kita sudah
menyelesaikan penjelasan dari ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan
bahwasanya masuk di dalam kaidah ini apa yang Allāh ‫ ﷻ‬sebutkan didalam surat al-ikhlas dan
Wahai Rasulullah dia mengatakan bahwasanya dia akan mengajarkan kepadaku beberapa
juga ayat kursiy di mana keduanya memiliki keistimewaan, ayat kursiy adalah ayat yang paling
kalimat yang semoga Allāh ‫ ﷻ‬memberikan manfaat kepadaku dengan kalimat-kalimat tadi maka
agung di dalam Al-Qur’an dan surah Al-Ikhlas dia adalah surat yang sebanding dengan sepertiga
akupun melepaskannya.
dari Al-Qur’an.

َ َ‫ ق‬Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan apakah kalimat-kalimat tadi


‫ال « َما ِه َى‬
Halaqah 22 | Nama Dan Sifat Allāh ‫ ﷻ‬Yang Terkandung Di Dalam QS Al-Furqon 58 Ustadz Dr.
Abdullah Roy, M.A ‫تعالى‬ ‫هلل‬ ‫حفظه‬  Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
ُ ‫ قُ ْل‬Maka Abu Huroiroh mengatakan, dia mengatakan kepadaku
َ َ‫ت ق‬
‫ال ِلى‬

‫اشكَ فَا ْق َرْأ آيَةَ ْال ُكرْ ِس ِّى ِم ْن َأ َّولِهَا َحتَّى ت َْختِ َم‬
ِ ‫ِإ َذا َأ َويْتَ ِإلَى فِ َر‬ ُ ‫ي الَّذِي ال ي َُم‬
Beliau mengatakan ‫وت‬ ْ ‫ىَل‬ ُ ‫َو َق ْول ُ ُه‬
ِّ َ‫ َوتَ َو َّكلْ عَ الح‬:‫س ْبحَانَ ُه‬

Dan bertawakal-lah kepada Yang Maha Hidup yang tidak meninggal dunia.
Didalam ayat ini beliau rahimahullah membawakan ayat ini untuk menjelaskan kepada kita bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬memiliki sifat hidup bahkan ahlul bid’ah sekalipun mereka juga
bahwasanya diantara nama Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬tetapkan, yang Allāh ‫ ﷻ‬itsbat di dalam Al- menetapkan, mustahil mereka menetapkan sifat mati bagi Allāh ‫ﷻ‬, sifat itu adalah di antara
Qur’an adalah Al-Hayy sifat-sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang dzatiyah yang melazimi Allāh ‫ﷻ‬.

Dan bertawakal lah kepada Al-Hayy, Al-Hayy adalah yang Maha Hidup, nama diantara nama- Apakah ketika seseorang menetapkan sifat hidup bagi Allāh ‫ ﷻ‬sementara dia melihat dirinya
nama Allāh ‫ ﷻ‬dan kaidah menyebutkan bahwasanya setiap nama Allāh ‫ ﷻ‬itu mengandung juga hidup dan apa yang ada di sekitarnya juga banyak makhluk hidup kemudian dianggap kita
minimal satu sifat dan sifat yang terkandung di dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-Hayyu adalah Al-Hayah menyerupakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk? Semuanya sepakat jawabannya tidak. Kenapa kita
yang artinya adalah kehidupan. Jadi nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah Al-Hayyu dan sifat Allāh ‫ ﷻ‬yang menetapkan sifat hidup bagi Allāh ‫ﷻ‬, itu adalah sifat hidup yang sesuai dengan kesempurnaan
terkandung di dalam Al-Hayyu adalah Al-Hayah atau kehidupan. Allāh ‫ﷻ‬, sesuai dengan keagungan Allāh ‫ﷻ‬. Tidak diawali dengan tidak ada dan tidak diakhiri
dengan kebinasaa/ kematian, berbeda dengan sifat hidup yang dimiliki oleh makhluk. Jadi Allāh
‫ ﷻ‬memiliki sifat hidup sesuai dengan kesempurnaan-Nya dan kita juga memiliki sifat hidup
Dan nama-nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah nama-nama yang Husna, yang paling baik, dan sifat-sifat Allāh
sesuai dengan kekurangan kita sebagai seorang makhluk, Allāh ‫ ﷻ‬menetapkan di dalam ayat ini
‫ ﷻ‬adalah sifat-sifat yang paling tinggi yang paling sempurna, sehingga di sini kita mengetahui
bahwa nama-Nya adalah Al-Hayyu, Yang Maha Hidup.
bahwasanya sifat kehidupan yang terkandung di dalam nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-Hayyu adalah
kehidupan yang sempurna, yaitu kehidupan yang tidak diawali dengan tidak ada dan kehidupan
yang tidak diakhiri dengan kematian atau kebinasaan, maka Dia-lah Allāh ‫ ﷻ‬Al-Hayyu dan ini @‫ الَّ ِذي ال يَ ُموت‬Yang tidak akan meninggal. Karena disana ada yang disifati dengan hidup dan dia
yang membedakan antara sifat hidup bagi Allāh ‫ ﷻ‬dengan sifat hidup yang dimiliki oleh akan meninggal,
makhluk.

ِ ۗ ‫س َذٓاِئقَةُ ۡٱل َم ۡو‬


‫ت‬ ٖ ‫ ُكلُّ ن َۡف‬adapun Allāh ‫ ﷻ‬maka Dia-lah Yang Maha Hidup dan tidak akan meninggal. Disini
Makhluk memiliki sifat hidup namun sifat hidup yang dimiliki oleh makhluk adalah sifat hidup Allāh ‫ ﷻ‬menafikan dari diri-Nya Al Maut berarti ini termasuk sifat manfiyya bagi Allāh ‫ﷻ‬, sifat
yang penuh dengan kekurangan, sifat hidup yang diawali dengan ketidakadaan yang dinafikan dari Allāh ‫ﷻ‬. Dan kaidah dalam masalah sifat-sifat yang dinafikan oleh Allāh ‫ﷻ‬
seperti ini kita menafikan apa yang dinafikan oleh Allāh ‫ﷻ‬, kita tetapkan apa yang ditetapkan
oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk diri-Nya dan kita nafikan apa yang dinafikan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dari diri-Nya.
‫هَلْ َأت َٰى َعلَى ٱِإْل ن ٰ َس ِن ِحينٌ ِّمنَ ٱل َّد ْه ِر لَ ْم يَ ُكن َش ْيـًٔا َّم ْذ ُكورً ا‬
Ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan @‫ ال يَ ُموت‬berarti kita nafikan al-maut dari Allāh ‫ﷻ‬, kemudian yang
kedua kita tetapkan kesempurnaan kebalikan dari sifat al-maut yaitu Al-Hayah, kemudian kita
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum tetapkan kesempurnaannya artinya Dia-lah yang memiliki sifat hidup yang sempurna, berarti ini
merupakan sesuatu yang dapat disebut? [Al-Insan:1] menguatkan dari nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-Hayy, didalam ayat ini disebutkan isbat dan juga an-nafyi.
Diawali dengan ketidakadaan kemudian Allāh ‫ ﷻ‬menciptakan sehingga kita menjadi sesuatu
yang ada, yang memiliki nama memiliki sifat, apakah kita akan selamanya hidup seperti ini
Allahu A’lam, disini beliau rahimahullah mendatangkan ayat yang mulia ini karena sebelumnya
setelah sebelumnya kita tidak ada dan tidak disebut? semuanya akan meninggal dunia,
mendatangkan ayat kursiy yang di situ juga ada penyebutan Al-Hayyu
semuanya akan binasa

‫ي الْ َق ُّيو ُم‬ ْ ُ َّ ‫ هَّللاُ ال َ لَـ َه ال‬Kemudian juga yang kedua, Allahu A’lam, di sini beliau mendatangkan
ُّ َ‫ه َو الح‬ ‫ِإ ِإ‬
ٍ ‫[ ُكلُّ َم ْن َعلَ ْيهَا َف‬Ar-Rahman:26] Dan setiap apa yang ada di atasnya, yaitu di atas bumi, akan ‫فَان‬
‫ان‬
ayat ini karena dia juga menggabungkan antara an-nafyu dan juga Al-Itsbat, Al-Hayyu dengan ‫ال‬
yaitu akan binasa, maka kehidupan makhluk diakhiri dengan kebinasaan
‫يَ ُموت‬, Allahu A’lam.

ِ ۗ ‫س َذٓاِئقَةُ ۡٱل َم ۡو‬


‫ت‬ ٖ ‫[ ُكلُّ ن َۡف‬Aali Imran:185] Halaqah 23 | Nama Dan Sifat Allāh ‫ ﷻ‬Yang Terkandung Di Dalam QS Al-Furqon 58 Bag 02
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Al-‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah
Setiap yang memiliki jiwa akan merasakan kematian. Inilah sifat hidup yang kita miliki, dari sini Kemudian tentang masalah tawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan makna tawakal adalah al-i’timad yaitu
juga kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya ketika seseorang menetapkan sebuah sifat bagi menyandarkan diri. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan @‫َوت ََو َّكلْ َعلَى ْال َح ِّي الَّ ِذي ال يَ ُموت‬
Allāh ‫ ﷻ‬bukan berarti kita menyerupakan Allāh ‫ ﷻ‬dengan makhluk, kita semua sepakat
Kalau ingin bersandar, bergantung, yaitu bergantung dalam mendatangkan manfaat dan dalam selain Allāh ‫ ﷻ‬di dalam perkara yang dia memiliki kemampuan atau diberikan kemampuan oleh
menolak mudhorat. Kita dalam kehidupan kita sehari-hari, setiap hari ingin banyak mendapatkan Allāh ‫ﷻ‬, seperti misalnya orang yang bertawakal kepada majikannya misalnya karena dia punya
manfaat, sesuatu yang bermanfaat bagi kita, masalah rezeki, masalah ilmu, masalah kemudahan uang, punya harta untuk membayar akhirnya dia bekerja di situ, tapi dia memiliki
dalam urusan. Dan dalam kehidupan sehari-hari kita juga ingin terhindar dari berbagai ketergantungan kepada majikan tadi, maka sebagian mengatakan ini masuk dalam syirik yang
mudhorat, berbagai musibah, berbagai bencana baik yang kecil tertusuk duri misalnya atau kecil, karena di situ makhluk tadi diberikan Allāh ‫ ﷻ‬kemampuan harta.
terjatuh atau sampai musibah yang besar. Bertawakal artinya adalah bergantung dan bersandar
dalam mendatangkan manfaat, dalam menolak mudhorot tadi.
Tapi kalau dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ‫ﷻ‬, seperti orang yang
bertawakal kepada orang yang meninggal dunia jelas karena dia tidak mampu melakukan apa-
Bertawakal-lah kepada Al-Hayyu Yang Maha hidup, yang kehidupan-Nya adalah kehidupan yang apa atau bertawakal kepada makhluk dalam menurunkan hujan, berarti di sini bertawakal
sempurna sebagaimana sudah kita singgung ketika kita menjelaskan tentang ayat kursiy, kepada makhluk dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ‫ﷻ‬, hukumnya
kehidupan yang sempurna berarti disitu mengandung sifat-sifat dzatiyah yang lain. Kehidupan syirik besar.
yang sempurna berarti ilmunya sempurna, penglihatannya sempurna, pendengarannya Disana ada taukil yaitu mewakilkan kepada orang lain tentang sesuatu, misalnya mewakilkan
sempurna, iradahnya sempurna, semua sifat-sifat ladzimah yang sempurna terkandung di dalam orang lain untuk melamarkan atau mewakilkan orang lain untuk membeli sesuatu misalnya, ini
nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-Hayyu. namanya taukil, yang seperti ini tidak masalah seseorang mewakilkan ini bukan tawakal. Tawakal
artinya adalah bergantung, bersandar, dalam mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot
kepada yang lain.
Bertawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup, yang sewaktu-waktu dimanapun antum ingin
mendapatkan manfaat tertolak mudhorot, maka Allāh ‫ ﷻ‬mampu untuk menolong antum,
karena Dia-lah Yang Maha Hidup, Dia tidak tidur dan Dia-lah Yang Maha Hidup, Yang Maha Maka disini Allāh ‫ ﷻ‬menyuruh kita untuk bertawakal, bersandar dan bergantung hanya kepada
Mampu. Maka seorang muslim kalau ingin bertawakal, bertawakal kepada Allāh ‫ ﷻ‬Yang Maha Allāh ‫ ﷻ‬dalam urusan kita seluruhnya, dan orang yang bertawakal hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬
Hidup, tidak boleh dia bertawakal kepada selain Allāh ‫ﷻ‬, seperti yang dilakukan oleh sebagian, memiliki keuntungan yang besar, pahala yang besar, disamping dia adalah ibadah, karena Allāh
bertawakal kepada orang yang sudah meninggal dunia, bertawakal kepada Nabi, bertawakal ‫ ﷻ‬memerintahkan di sini dan Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan dalam ayat yang lain
kepada wali yang sudah meninggal dunia, maka bagaimana seseorang ridho bertawakal kepada
dzat yang sudah meninggal dunia, sementara Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan di sini ‫َوت ََو َّكلْ َعلَى ْال َحي‬
َ‫[ َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَت ََو َّكلُ ٓو ْا ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِم ِنين‬Al-Ma’idah:23] Dan hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬hendaklah kalian
bertawakal kalau kalian benar-benar beriman.
Bertawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup, bukan kepada amwats. Karena sebagian orang
ketika dia ingin lulus ujian, ketika dia ingin tertolak dari corona misalnya, tawakalnya kepada wali
Disamping kita mendapatkan pahala ibadah dari bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, maka kita akan
yang sudah meninggal dunia. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ َوت ََو َّكلْ َعلَى ْال َحي‬Tawakal-lah kepada Dzat Yang
Maha Hidup.
ditolong dan dicukupi oleh Allah. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫س ُب ُه‬ َ ‫[ َو َمن يَ َت َو َّكلْ عَ ىَل ٱللَّهِ َفهُ َو‬At-Talaq: 3]
ْ ‫ح‬

Barangsiapa yang bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, yaitu bersandar bergantung kepada Allāh ‫ﷻ‬, ini
Kemudian Dzat Yang Maha Hidup tadi tidak akan meninggal dunia, berarti bertawakal dengan
dalam seluruh perkara, antum bertawakal dalam masalah rezeki hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬, yakin
makhluk hidup tapi kalau dia akan meninggal dunia tidak boleh, wali yang sudah meninggal
bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mendatangkan rizq dan Dia-lah yang menahan rizq, bukan
dunia tidak boleh kita bertawakal kepadanya, wali yang masih hidup juga akan meninggal berarti
bergantung kepada kecerdasan kita, pengalaman kita dalam bisnis misalnya, tapi kita berusaha
tidak boleh.
dan berdagang atau berusaha apa saja untuk mendapatkan rezeki yang halal dan di dalam hati
kita tawakal kita ketergantungan kita kuat kepada Allāh ‫ﷻ‬. Maka ‫س ُب ُهۥ‬ َ ‫َفهُ َو‬
ْ ‫ح‬
‫َوت ََو َّكلْ َعلَى ْال َح ِّي الَّ ِذي ال يَ ُموت‬
Allāh ‫ ﷻ‬yang akan mencukupi, dan kalau Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mencukupi, siapa yang bisa
Tawakal-lah kepada Dzat Yang Maha Hidup yang tidak akan meninggal, kalau dia hidup dan akan menahan dan juga menolak kehendak Allāh ‫ﷻ‬. Kalau kita bertawakal dalam masalah rezeki
meninggal tidak boleh, tawakal hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬. Barangsiapa yang bertawakal kepada yaitu mengambil sebab, mungkin kita punya gerobak, kita mungkin punya barang dagangan,
selain Allāh ‫ ﷻ‬di dalam perkara yang tidak mampu melakukannya kecuali Allāh ‫ ﷻ‬maka dia yang dilihat oleh orang barang dagangan yang sepele, tidak mendatangkan keuntungan yang
terjerumus ke dalam syirik yang besar. Dan sebagian mengatakan kalau dia bertawakal kepada besar misalnya, tapi dalam hati kita ada tawakal kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka Allāh ‫ ﷻ‬akan
memberikan kecukupan kepada kita, sebagaimana dalam hadits ketika Nabi ‫ ﷺ‬menyebutkan semua berapa untungnya, tapi dia ada tawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, dengannya Allāh ‫ ﷻ‬mencukupi
tentang orang yang bertawakal hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬ dirinya dan juga keluarganya. Dan ada sebagian orang yang dia memiliki harta yang luar biasa
tapi tidak pernah kenyang dan tidak pernah puas dengan apa yang dia miliki, bahkan bertambah
kehidupannya ini dari kesengsaraan ke kesengsaraan yang lain. Jadi yang namanya tawakal harus
َّ ‫لَوْ َأنَّ ُك ْم ت ََو َّك ْلتُ ْم َعلَى هَّللا ِ َح‬
‫ق ت ََو ُّكلِ ِه‬
disertai dengan kita mengambil sebab.

Kalau kalian benar-benar bertawakal kepada Allāh ‫ ﷻ‬dengan sebenar-benar tawakal. Bukan
Sehingga di dalam hadits yang lain Nabi ‫ ﷺ‬ketika ditanya oleh sebagian sahabah tentang dia
hanya sekedar ucapan, dalam hatinya benar-benar dia bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, seperti
memiliki unta dan dia meninggalkan unta tersebut dalam keadaan tidak diikat, hadits ini
tawakalnya para petani, bagaimana mereka bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, mereka menanam,
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani. Anas Bin Malik mengatakan
menaruh benih, kemudian setelah itu mereka menunggu apa yang Allāh ‫ ﷻ‬lakukan, hujan,
ُ‫سولَ هَّللاِ َأعْ قِلُهَ ا َوَأتَ َو َّكلُ َأ ْو ُأ ْط ِل ُقهَ ا َوَأتَ َو َّكل‬
ُ ‫َقالَ َرجُلٌ يَا َر‬
menunggu Rahmat dari Allāh ‫ ﷻ‬dan juga karunia dari Allāh ‫ﷻ‬, dan menunggu karunia dari Allāh
‫ ﷻ‬bagaimana Allāh ‫ ﷻ‬menjaga tanaman-tanaman tersebut dari berbagai hal yang merusaknya.
Kalau kalian benar-benar tawakal kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka ‫ لَ َرزَ قَ ُك ْم‬Allāh ‫ ﷻ‬akan memberikan rezeki Laki-laki ini mengatakan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, Ya Rasulullah ‫ﷺ‬, aku mengikatnya kemudian aku
kepada kalian bertawakal, yaitu aku mengikatnya setelah itu aku bergantung dan bersandar kepada Allāh ‫ﷻ‬,
atau aku melepaskan dia begitu saja kemudian aku bergantung kepada Allāh ‫ﷻ‬.
‫ق الطَّي َْر‬
ُ ‫ َك َما يَرْ ُز‬Sebagaimana diberikan rezeki tersebut kepada burung. Bagaimana burung
mendapatkan rezeki dari Allāh ‫ﷻ? تَ ْغدُو ِخ َماصً ا َوتَرُو ُ@ح ِبطَانًا‬ ْ‫ال ا ْعقِ ْلهَا َوت ََو َّكل‬
َ َ‫ ق‬Maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ ا ْعقِ ْلهَا‬ikatlah kemudian bertawakal-lah kepada Allāh ‫ﷻ‬.
Jadi kita ikat sesuai dengan kemampuan kita, kita ikat sekencang mungkin setelah itu jangan kita
bertawakal kepada diri sendiri, kita serahkan kepada Allāh ‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬yang akan menjaganya.
Pagi-pagi mereka keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan sudah
Ini dalam masalah rezeki . ‫س ُب ُه‬ ْ َ‫َو َمن يَ َت َو َّكلْ عَ ىَل ٱللَّهِ َفهُ َو ح‬
penuh perutnya dengan makanan. Demikian Allāh ‫ ﷻ‬menjanjikan bagi orang-orang yang benar-
benar bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, jangan kita bertawakal kepada diri sendiri atau kepada
pekerjaan kita bertawakal-lah hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬. Demikian pula dalam masalah ilmu, dalam menuntut ilmu kita pun harus bertawakal hanya
kepada Allāh ‫ﷻ‬, ilmu adalah sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kita, maka dalam
mendatangkan manfaat ini kita harus bertawakal dan bersandar, bergantung hanya kepada Allāh
Dan apa yang dimaksud dengan tawakal di sini, apakah seseorang hanya bergantung dan
‫ﷻ‬. Jangan kita bergantung kepada diri kita sendiri, kita ingin menjadi seorang yang berilmu,
bersandar dalam hatinya memiliki keyakinan dalam hatinya kemudian dia duduk manis tidak
ingin mendapatkan ilmu, ingin masuk ilmu tersebut kepada diri kita maka bertawakal-lah hanya
bekerja tidak berusaha, bukan itu yang dimaksud dengan tawakal. Tawakal yang sebenarnya
kepada Allāh ‫ﷻ‬
adalah dengan seseorang dalam hatinya ada keyakinan yang kuat dan secara dhohir dia
mengambil sebab sebagaimana yang Allāh ‫ ﷻ‬dan rasul-Nya perintahkan. Dia bekerja, dia
berusaha, dia keluar dari rumahnya dan apa yang ada dalam hatinya adalah keyakinan yang kuat ْ َ‫ َو َمن يَ َت َو َّكلْ عَ ىَل ٱللَّهِ َفهُ َو ح‬Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allāh ‫ ﷻ‬maka Dia-lah
‫س ُب ُه‬
Allāh ‫ ﷻ‬yang akan memberikan rezeki. Allāh ‫ ﷻ‬yang akan memberikan kecukupan.

Inilah yang dilakukan oleh burung, bagaimana burung bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, apakah Allāh ‫ ﷻ‬yang akan menolong kita, memudahkan kita untuk mendapatkan ilmu-ilmu tersebut,
mereka diam di sarangnya dan menunggu ada beras yang terbang kemudian sampai ke memudahkan kita untuk memahami, memudahkan kita untuk membaca buku yang bermanfaat,
sarangnya, tidak. Mereka meninggalkan sarangnya terbang dari pohon ke pohon dari satu memiliki teman-teman yang sholihin, memiliki guru yang bisa membimbing dalam menuntut
tempat ke tempat yang lain untuk mencari rezeki dan di dalam diri mereka keyakinan ilmu tersebut.
bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang memberikan rezeki.

ْ َ‫ َو َمن يَ َت َو َّكلْ عَ ىَل ٱللَّهِ َفهُ َو ح‬Dalam seluruh perkara kita bertawakal kepada Allāh ‫ﷻ‬, dalam
‫س ُب ُه‬
Demikian yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim, sehingga tidak heran kalau ada ibadah kita, dalam menuntut ilmu, dalam dunia kita, dalam mendidik anak-anak juga demikian
sebagian orang yang beriman, orang yang sholeh, mungkin kita lihat dia jualan di pinggir jalan kita bertawakal hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan kita berusaha.
perkara-perkara yang remeh, kalau kita pikir dapat berapa dia dalam sehari, seandainya itu laku
Halaqah 24 | Penjelasan Beberapa Ayat Yang Mengandung Nama Allāh Al-‘Alim Dan Sifat Ilmu ‫ق ْال َحبِّ َوالنَّ َوى َو ُم ْن ِز َل التَّوْ َراةَ َو ْاِإل ْن ِجي َْل‬ ْ ‫ َربَّنَا َو َربَّ ُكلِّ ش‬،‫ش ْال َع ِظي ِْم‬
َ ِ‫ فَال‬،‫َي ٍء‬ ِ ْ‫ض َو َربَّ ْال َعر‬
ِ ْ‫ت َو َربَّ اَْألر‬ َ ‫اللَّهُ َّم َربَّ ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
Bagi Allāh ‫ ﷻ‬Bag 01 QS Al-Hadid Ayat 3 ‫َي ٌء‬ْ ‫ْس قَ ْبلَكَ ش‬ َ ‫ اللَّهُ َّم َأ ْنتَ اَْأل َّو ُل فَلَي‬،‫َاصيَتِ ِه‬ ِ َ‫َي ٍء َأ ْنت‬
ِ ‫آخ ٌذ ِبن‬ ْ ‫ َأعُو ُذ ِبكَ ِم ْن َشرِّ ُكلِّ ش‬، َ‫َو ْالفُرْ قَان‬
Setelah mendatangkan ayat yang berkaitan dengan nama Allāh Al-Hayyu yang mengandung sifat
Al-Haya maka beliau mendatangkan beberapa ayat yang isinya adalah penetapan sifat ilmu bagi Ya Allāh ‫ ﷻ‬Engkau adalah yang awwal maka tidak ada sebelum-Mu sesuatu. Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah
Allāh ‫ﷻ‬. Disini ada 7 ayat, surat Al-Hadid, At-Tahrim ‫وه َُو ْال َعلِي ُم ْال َح ِكيم‬,
َ kemudian At-Tahrim lagi, yang tidak didahului dengan ketidak adaan, Allāh ‫ ﷻ‬dari dulu ada.
kemudian Surah Saba’, kemudian surah Al-Anam, kemudian surat Fatir, kemudian surat At-Talaq.
Ini ada 7 ayat yang isinya adalah penetapan sifat ilmu bagi Allāh ‫ﷻ‬.
َ ‫اآلخ ُر فَلَي‬
ْ ‫ْس بَ ْعدَكَ ش‬
‫َى ٌء‬ ِ َ‫ َوَأ ْنت‬Dan Engkau adalah akhir, tidak ada sesuatu setelah-Mu. Artinya Allāh ‫ﷻ‬
Dia-lah Yang Maha Hidup, Dia-lah yang akan ada selamanya, dan ini adalah sifat Dzatiyah bagi
Beliau kumpulkan jadi satu supaya mudah bagi kita, dan itu yang akan beliau lakukan setelahnya, Allāh ‫ﷻ‬. Al-Awwal di dalamnya ada sifat Al-Awwaliyyah, Al-Akhir di dalamnya ada sifat Al-
mengumpulkan beberapa ayat yang menunjukkan tentang satu sifat, kemudian mengumpulkan Akhiriyah, berarti di sini kita menetapkan dua nama bagi Allāh ‫ﷻ‬, Al-Awwal Al-Akhir, Al-Awwal
beberapa ayat yang lain yang menunjukkan tentang satu sifat, ada yang mutajanis (sejenis) mengandung sifat Awwaliyah, Al-Akhir mengandung sifat Al-Akhiriyah
beliau kumpulkan, tentunya untuk memudahkan kita dalam menghafal. Dan di sini beliau
mendatangkan ayat dan juga mendatangkan hadits, isyarat bahwasanya yang namanya nama
dan juga sifat Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah tauqifiyah, kita menerima jadi dari Allāh ‫ ﷻ‬dan juga rasul-Nya. َّ ‫ت‬
ُ‫الظاهِ ر‬ َ ْ‫ َوَأن‬Dan Engkau adalah Adz-Dzohir. Adz-Dzohir artinya adalah Tinggi atau Yang Maha
Tinggi, kalimat dzuhur artinya adalah tinggi sebagaimana dalam surat Al-Kahfi Allāh ‫ ﷻ‬ketika
menceritakan tentang ya’juj dan juga ma’juj
ِ َ‫اآلخ ُر َوالظَّا ِه ُر َو ْالب‬
ْ ‫اطنُ َوه َُو بِ ُكلِّ ش‬
Beliau mengatakan ‫َي ٍء َعلِي ٌم‬ ِ ‫ ه َُو اَأل َّو ُل َو‬:ُ‫َوقَوْ لُهُ ُسب َْحانَه‬

‫ٱس ٰ َطعُ ٓوا۟ َأن ي َْظهَ رُو ُه‬


ْ ‫ َف َما‬Mereka, yaitu ya’juj dan juga ma’juj tidak mampu untuk ‫ي َْظهَ رُو ُه‬, yaitu naik
Dia-lah (Allāh ‫ )ﷻ‬Al-Awwal. Yang dimaksud dengan Al-Awwal adalah yang tidak ada sesuatu ke atas tembok raksasa atau dinding raksasa yang dibuat oleh Dzulqarnain, karena sangat
yang mendahului Allāh ‫ﷻ‬. tingginya tembok tadi mereka tidak bisa menaiki, naik ke sana adalah sesuatu yang sulit bagi
mereka licin dan dia adalah tinggi, mereka tidak mampu untuk menaiki tembok raksasa tadi.
ُ‫ َواآلخِ ر‬Yang dimaksud dengan Akhir, tidak ada suatu setelah Allāh ‫ ﷻ‬artinya Dia yang terakhir.
Dia-lah yang tidak akan meninggal, Dia-lah yang tidak akan musnah, Dia-lah yang akan ada ۟ ‫ َوما ٱ ْستَ ٰطَع‬Dan mereka tidak mampu untuk melubangi, karena dia adalah terbuat dari logam
‫ُوا لَهۥُ نَ ْقبًا‬ َ
selamanya. yang sangat kuat mereka tidak mampu melubangi, jadi naik ke atas tidak bisa melubangi yang di
bawah juga tidak bisa. Disini syahid bahwasanya makna dzuhur adalah tinggi. Adz-Dzohir artinya
َّ ‫ َو‬Yang dimaksud dengan Dzohir adalah Yang Maha Tinggi, yang tidak ada sesuatu yang
ُ‫الظاهِ ر‬ adalah Yang Maha tinggi.
lebih tinggi daripada Allāh ‫ﷻ‬
َ ‫ فَلَي‬Tidak ada sesuatu di atas Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah Yang Maha Tinggi. Berarti disini kita
ْ ‫ْس فَوْ قَكَ ش‬
‫َى ٌء‬
ُ‫ َوالْ َباطِ ن‬Adalah Dzat Yang Maha Mengetahui perkara sedalam-dalamnya, sebatin-batinnya. Dan menetapkan sifat tinggi bagi Allāh ‫ﷻ‬. Kemudian
ini ditafsirkan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬di dalam sebuah hadits dan tentunya ini adalah tafsir yang
paling baik, karena ketika seseorang menafsirkan Al-Qur’an yang paling baik adalah menafsirkan َ ْ‫ َوَأن‬Dan Engkau adalah Al-Bathin, Engkau adalah Yang Maha Bathin. Bathin adalah
ُ‫ت الْ َباطِ ن‬
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an kemudian menafsirkan Al-Qur’an dengan hadits Nabi ‫ﷺ‬. Kalau dalam, ُ‫ت الْ َباطِ ن‬ َ ْ‫ َوَأن‬maksudnya Engkau adalah yang paling dalam
sudah ditafsirkan oleh Nabi ‫ﷺ‬, kita pegang erat-erat apa yang Beliau ‫ ﷺ‬sampaikan.

َ ‫ فَلَي‬Maka tidak ada yang lebih dalam dari-Mu. Maksudnya adalah Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang
ْ ‫ْس دُونَكَ ش‬
‫َى ٌء‬
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dimana hadits ini menceritakan mengetahui segala sesuatu sampai yang paling dalam, yang dzhohirnya Allāh ‫ ﷻ‬Maha
tentang adab diantara adab-adab ketika seseorang akan tidur. Disebutkan Abu Sholih Mengetahui, batinnya (dalam-dalamnya) juga Allāh ‫ﷻ‬ Maha Mengetahui.
memerintahkan murid-muridnya kalau salah seorang di antara mereka ingin tidur maka Berarti di sini di antara nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah Adz-Dzhohir, sifatnya adalah Adz-Dzhuhur,
hendaklah mereka berbaring di atas badan bagian kanan kemudian dia mengatakan diantara nama Allāh ‫ ﷻ‬adalah Al-Bathin dan sifatnya adalah Allahu A’lam bathiniyah, yang
Dzhohir juga bisa juga sifat Dzhohiriyah atau sifat di sini sifat bathiniya. Kita terapkan bagi Allāh makhluk. Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan dalam Al-Qur’an menyifati sebagian nabi-Nya bi ghulamin ‘alim
‫ ﷻ‬karena setiap nama ini mengandung sifat. (seorang anak yang mengetahui), makhluk juga memiliki sifat Ilm.

Berarti Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah Yang Maha Tinggi, meskipun Allāh ‫ ﷻ‬Maha Tinggi tidak ada yang lebih Apakah ketika kita menetapkan sifat ilmu bagi Allāh ‫ ﷻ‬berarti kita menyamakan Allāh ‫ﷻ‬
tinggi daripada Allāh ‫ﷻ‬, tapi ternyata Allāh ‫ ﷻ‬yang paling mengetahui seluruh perkara dengan makhluk? Nyatanya tidak. Ilmu Allāh ‫ ﷻ‬adalah ilmu yang Maha Sempurna seperti tadi
sedalam-dalamnya. Allāh ‫ ﷻ‬Maha tinggi di atas dan kita berada di sini di bawah tapi yang lebih kesempurnaannya, segala sesuatu diketahui Allāh ‫ ﷻ‬yang telah berlalu maupun yang akan
mengetahui tentang perincian apa yang ada disekitar kita sedalam-dalamnya adalah Allāh ‫ﷻ‬. datang. Kalau ilmu kita ilmu yang sangat terbatas.
Jadi tidak ada di sana pertentangan antara ketinggian Allāh ‫ ﷻ‬dengan Maha Tahunya Allāh ‫ﷻ‬,
Dia-lah Adz-Dzhohir, Dia-lah Al-Bathin, Dia-lah Yang Maha Tinggi dan Dia-lah yang mengetahui
‫[ َو َمٓا ُأوتِيتُم ِّمنَ ْٱل ِع ْل ِم ِإاَّل قَلِياًل‬Al-Isra’:85] Tidaklah kalian diberikan dari ilmu ini kecuali sangat sedikit.
batin-batin seluruh perkara sampai sedalam-dalamnya. Dia-lah yang awal dan Dia-lah yang akhir,
Silakan Antum membaca buku sebanyak-banyaknya, belajar sebanyak-banyaknya, berapa sih
Dia-lah yang awal yang tidak didahului dengan sesuatu dan tidak akan binasa, Dia-lah Yang Maha
yang kita dapatkan dari ilmu. Ilmu Allāh ‫ ﷻ‬adalah ilmu yang sangat luas. Berarti ketika
Hidup.
seseorang menetapkan sifat bagi Allāh ‫ﷻ‬, bukan berarti dia menyamakan dengan makhluk, ilmu
Allāh ‫ ﷻ‬adalah ilmu yang Maha Sempurna, tidak didahului dengan kebodohan seperti kita dan
ِ ‫ ا ْق‬Ya Allāh ‫ ﷻ‬tunaikanlah, bayarkanlah utang kami
َ‫ض َعنَّا ال َّديْن‬ tidak diakhiri dengan lupa atau hilang ingatan, itu ilmu Allāh ‫ ﷻ‬tidak didahului oleh kebodohan,
beda dengan ilmu kita.
‫ َوَأ ْغنِنَا ِمنَ ْالفَ ْق ِر‬Dan cukupkanlah kami dari kefaqiran, artinya cukupkanlah kami dan jauhkan kami
dari kefaqiran. ‫ون ُأ َّم ٰهَتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيـًٔا‬
ِ ُ‫[ َوٱهَّلل ُ َأ ْخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُط‬An-Nahl:78] Allāh ‫ ﷻ‬mengeluarkan kalian dari perut-perut
ibu kalian dalam keadaan kalian tidak mengetahui sesuatu. Setelah itu kita besar kemudian kita
belajar dan banyak perkara yang kita ketahui, ketika kita sudah tua ada diantara kita yang sudah
Ini termasuk dzikir yang disyariatkan sebelum kita tidur, di situ ada pujian kepada Allāh ‫ﷻ‬, ada
mulai berubah, sebelumnya dia tahu dan hafal nama anak-anaknya, sekarang ditanya ini siapa
bertawasul kepada Allāh ‫ﷻ‬, bertawasul dengan rububiyah Allāh ‫ ﷻ‬kemudian juga bertawasul
dia tidak tahu. Kemarin dia mahir dalam matematika sekarang dia satu tambah satu saja tidak
dengan nama-nama Allāh ‫ﷻ‬, kemudian di situ ada permintaan kepada Allāh ‫ ﷻ‬supaya di
bisa, itulah ilmu manusia.
hilangkan atau ditunaikan hutangnya dan dicukupi dari kefaqiran. Hadits ini diriwayatkan dari
Abu Hurairah dari Nabi ‫ﷺ‬. Maka ini adalah tafsir yang paling baik karena ditafsirkan langsung
oleh nabi kita Muhammad ‫ﷺ‬. ْ ‫ ِب ُكلِّ ش‬Dia-lah yang Maha mengetahui segala sesuatu. Kalau demikian
Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang ‫َي ٍء َعلِيم‬
maka kita meminta ilmu kepada Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah yang mengetahui segala sesuatu dan Allāh ‫ﷻ‬
memuliakan orang-orang yang berilmu, maka kita meminta sebagian dari ilmu Allāh ‫ﷻ‬,
Halaqah 25 | Penjelasan Beberapa Ayat Yang Mengandung Nama Allāh Al-‘Alim Dan Sifat Ilmu
meminta ilmu kepada Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah yang mengajarkan kita.
Bagi Allāh ‫ ﷻ‬Bag 01 QS Al-Hadid Ayat 3 (2)
 
ْ ‫َوه َُو بِ ُكلِّ ش‬
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫َي ٍء َعلِيم‬ Dalam sebuah hadits Nabi ‫ ﷺ‬berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬untuk Abdullah ibn Abbas

ْ ‫ َوه َُو بِ ُكلِّ ش‬dan


Dan Dia-lah yang dengan segala sesuatu Maha Mengetahui, dan disini syahid ‫َي ٍء َعلِيم‬ َ ‫ َو َعلِّ ْمهُ التَّْأ ِو‬،‫ِّين‬
‫يل‬ ِ ‫ اللّهُ َّم فَقِّ ْههُ فِي الد‬Ya Allāh ‫ ﷻ‬jadikan dia paham tentang agamanya dan ajarkan kepada
Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Segala sesuatu mencakup apa saja, segala dia ilmu tafsir. Karena Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang yufaqqih dan Dia-lah yang yu’allim.
sesuatu yang terjadi di masa lalu, yang sekarang, di masa yang akan datang, semuanya masuk
dalam ‫َيء‬ ْ ‫ بِ ُكلِّ ش‬segala sesuatu. Segala sesuatu baik yang ada dibumi maupun apa yang ada ‫ َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه خَ يْرً ا يُفَقِّ ْههُ فِ ْي ال ِّدي ِْن‬Barangsiapa yang Allāh ‫ ﷻ‬kehendaki kebaikan maka Allāh ‫ ﷻ‬akan
dilangit, segala sesuatu baik yang berkaitan dengan dzat makhluk-Nya maupun perbuatan- menjadikan dia paham tentang agamanya. Dan Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ك َما ل َ ۡم تَكُن تَعۡ لَ ُۚم‬ َ ‫[ َوعَلَّ َم‬An-
perbuatan mereka. Nisa’:113]

ْ ‫ بِ ُكلِّ ش‬Allāh ‫ ﷻ‬Maha Mengetahui segala sesuatu. Dari sini kita mengetahui tentang
‫َي ٍء َع ِليم‬
kesempurnaan ilmu Allāh ‫ﷻ‬. Apakah makhluk memiliki ilmu? Na’am ilmu juga merupakan sifat
Dan Allāh ‫ ﷻ‬mengajarkan kepadamu apa yang engkau tidak tahu. Dan Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫عَلَّ َم‬
‫[ ٱِإْل ن ٰ َسنَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬Al-’Alaq:5] Dia-lah yang mengajarkan manusia sesuatu yang dia tidak tahu
sebelumnya.

Mintalah kepada Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, mintalah kepada Allāh
‫ ﷻ‬ilmu yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan kepada para ulama kita. Sehingga sebagian salaf dahulu atau
sebagian ulama seperti Ibnu Hajar, ketika dia mengetahui bagaimana luasnya ilmu yang Allāh ‫ﷻ‬
berikan kepada Al-Imam Adz-Dzahabi beliau berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬minta supaya diberikan
ilmunya Al-Imam Adz-Dzahabi karena dia tahu bahwasanya yang memberikan ilmu kepada Adz-
Dzahabi adalah Allāh ‫ﷻ‬.

Maka ini adalah pemahaman bagi kita, ketika kita melihat, takjub, masya Allāh syekh fulan syekh
fulan memiliki ilmu luar biasa, kembali kita kepada Allāh ‫ﷻ‬, ya Allāh ‫ ﷻ‬ajarkan kepadaku ilmu
agama sebagaimana engkau berikan kepada misalnya Syaikhul Islam kepada Adz-Dzahabi, Ibnu
Hajar. Sebagian kita mungkin tidak sampai ke situ dia memikirkan, dia mengatakan masyaAllāh
‫ ﷻ‬syekh fulan demikian dan demikian tidak sampai kepada merendahkan diri kepada Allāh ‫ﷻ‬
untuk mendapatkan ilmu agama ini.

Maka ini adalah ayat yang pertama, menunjukkan kepada kita tentang, pertama penetapan
nama Al-Awwal, Al-Akhir, Adz-Dzhohir, Al-Bathin dan juga nama Allāh ‫ ﷻ‬Al-’Alim. Kemudian
kandungan sifatnya di sini Al-Awaliyah, Al-Akhiriyah, Adz-Dzhohiriya, Al-Bathiniya dan sifat
Al-’Ilmu.

Sebagian mengatakan ‫ ه َُو اَألوَّل‬disini adalah mubtada’ dan juga khobar, khobarnya disini ma’rifah,
mubtada’nya juga ma’rifah, jelas, maka kalau sama-sama ma’rifah seperti ini menunjukkan
kekhususan, artinya nama Allāh Al-Awwal, Al-Akhir, Adz-Dzhohir, Al-Bathin ini khusus bagi Allāh
‫ﷻ‬.

Anda mungkin juga menyukai