Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH TEKNIK IMOBILISASI DINI TERHADAP

PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN

POST OPERASI APENDISITIS

TUGAS AKHIR

DISUSUN OLEH:

SALMA PUTRI HAZANNAH


NIM. 200207026

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
TAHUN 2023
PENGARUH TEKNIK IMOBILISASI DINI TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN

POST OPERASI APENDISITIS

Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan

DISUSUN OLEH:

SALMA PUTRI HAZANNAH


NIM. 200207026

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis (kontong buntu pada ujung sekum) merupakan keadaan
yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia anak-anak.
Meskipun jarang dijumpai pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun, kerap
kali apendisitis (usus buntu) disertai dengan komplikasi dan mortalitas
yang insidensinya meningkat. Apendisitis yang pada awalnya merupakan
radang akut, dapat berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan
peritonitis jika keadaan tersebut tidak terdiagnosis. Peradangan ini
merupakan persoalan pediartik yang signifikan karena diagnosis dirinya
kerap kali terlambat ditegakkan dan sering anak-anak tidak mampu
mengutarakan gejalanya dengan kata-kata, disamping itu tanda-tanda
klinisnya dapat dikelirukan dengan penyakit yang lain (Wong, 2009).
Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan
Word Health Organisation (2010), angka mortalitas akibat appendisitis
adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angka mortalitas appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada
lakilaki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di Asia indisden
appendiksitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk dari total populasi.
Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
indonesia, appendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut
abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan
abdomen. Insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya, pada tahun 2013 jumlah
penderita appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan
meningkat pada tahun 2014 sebesar 596.132 orang (Depkes, 2014)
Hasil survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah
indonesiahingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang
menderitapenyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah
penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey
Kesehatan RumahTangga (SKRT) di Indonesia, apendiksitis akut
merupakan salah satupenyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi
untuk dilakukan operasi kegawat daruratan abdomen. Insidensi
apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainya (Depkes, 2008).
Jawa Tengah tahun 2009 menurut dinas kesehatan jawa tengah,
jumlah kasus appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177
diantaranya menyababkan kematian. Jumlah penderita appendiksitis
tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970 orang. Hal ini mungkin terkait
dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (Taufik, 2011).
Angka kejadian pada kasus appendiksitis di RSUD
PandanarangBoyolali banyak yang mengalami dan harus di rawat rumah
sakit. Pada kurun waktu dari Januari sampai Maret 2015 sebanyak 8 kasus
apendiksitis yang dirawat di rumah sakit dan semuanya dilakukan
appendiktomi.Sedangkansepanjang tahun 2014 terdapat sebanyak 37 kasus
apendiktomi. Intervensi medis untuk appendiksitis akut dan kronik
perforasi adalahdengan appendiktomi. Pasien dengan post operasi
appendektomi perawat harus mampu memberikan pelayanan asuhan
keperawatan secara komprehensif. Masalah-masalah yang timbul akibat
luka insisi setelah dilakukan appendektomi dapat berupa pendarahan,
shock, gangguan pernafasan, infeksi, dan nyeri biasanya akan timbul
akibat luka insisi yang dapat mengefektifitasi mobilisasi, nafsu makan
yang menurun, gangguan istirahat dan merasa kurang nyaman.
Apendisitis akut sama-sama dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan, tetapi insidensi pada laki-laki umumnya lebih banyak dari
perempuan terutama pada usia 20-30 tahun (Sjamsuhidajat, 2010).
Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang
menganjurkan pasien post operasi apendektomi agar segera mengerakkan
tubuhnya atau mobilisasi (Hamidah,2011). Mobilisasi dini adalah
kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari
tempat tidur dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (saleha,
S.2009)

Berdasarkan uraian diatas,penulis tertarik untuk mengaplikasikan


penelitian tentang penerapan strategi pelaksanaan dalam pengelolaan kasus
yang dituangkan melalui karya tulis ilmiah dengan judul “Pengaruh
Imobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Apendisitis”.

B. RUMUSAN MASALAH
Salah satu penatalaksanaan apendisitis adalah dengan operasi. Operasi
tersebut memberikan dampak nyeri pada anak. Nyeri yang dihasilkan akan
menimbulkan masalah

Anda mungkin juga menyukai