Anda di halaman 1dari 17

ISLAM DI THAILAND

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Mata Kuliah


Sejarah Islam Asia Tenggara

OLEH :
KELOMPOK 8

LOKAL G
1. ANGGUN KHARISMA 11820521076
2. SINTIA ASTUTI 11820523062
3. SYAWALUDDIN KURNIAWAN 11820512990

DOSEN PEMBIMBING
MUTASIR. S.HI,. M.Sy
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan
makalah kami yang berjudul ISLAM DI THAILAND. Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan ilmu bagi kita semua.

Pekanbaru, 12 Maret 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan Masalah..................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................4

PEMBAHASAN............................................................................................................4

A. Tradisi dan Kebudayaan Thailand......................................................................6

B. Sejarah Masuk Islam di Thailand.......................................................................6

C. Perkembangan Islam di Thailand.......................................................................8

D. Kerajaan Besar Islam di Thailand....................................................................10

E. Sosial Politik dan Hukum di Thailand..............................................................15

F. Sejarah Sosial Politik Partai di Thailand..........................................................17

G. Problematika Islam di Thailand........................................................................18

H. Perkembangan Thailand Hingga Sampai Sekarang..........................................20

BAB III........................................................................................................................23

PENUTUP...................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Muslim di Thailand adalah kelompok minoritas. Di negara ini. Muslim hanya


berjumlah 3,930.0008 orang (5,7%) dari seluruh jumlah penduduk. Sementara
mayoritas penduduknya menganut agama Buddha, yaitu sekitar 80%. Mayoritas
Muslim (sekitar 1,5 juta jiwa atau 80 persen dari total penduduk) tinggal di Selatan
Thailand, khususnya di Patani, Yala dan Narathiwat, tiga provinsi yang sangat
mewarnai dinamika di Thailand Selatan. Tradisi Muslim di wilayah ini mengakar
sejak kerajaan Sri Vijaya yang menguasai wilayah Asia Tenggara, termasuk Thailand
Selatan.

Thailand Selatan terdiri dari lima provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat, Satun dan
Songkhla, dengan total penduduk 6.326.732 (Kantor Statistik Nasional, Thailand,
2002). Mayoritas penduduk Muslim terdapat di empat provinsi: Pattani, Yala,
Narathiwat dan Satun, yaitu sekitar 71% di perkotaan, dan 86 % di pedesaan (YCCI,
2006: 34), sedangkan di Songkhla, Muslim sekitar 19 %, minoritas, dan 76.6 %
Buddha. Sementara mayoritas penduduk yang berbahasa Melayu, rata- rata 70 persen
berada di tiga provinsi: Pattani, Yala dan Narathiwat, sementara penduduk berbahasa
China, ada di tiga provinsi: Narathiwat, 0.3 %, Pattani, 1.0 %, dan Yala, 3.0 %
(Sensus Penduduk, Thailand, 2000).

Songkhla adalah provinsi terbesar di Thailand Selatan, yang memiliki bandara


internasional, dan sebagai pusat perdagangan di Selatan. Masyarakat Buddha etnis
Thai kebanyakan tinggal di perkotaan. Meskipun mereka minoritas di Selatan, mereka
termasuk kelompok ekonomi menengah, sebagai pegawai pemerintah dan atau
pengusaha.

Selama masa integrasi Pattani, istilah untuk keempat provinsi yang mayoritas
Muslim, masyarakat Thai Buddhis mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Karena mereka selalu mendominasi sebagai pemimpin utama lembaga-lembaga
pemerintah Thailand Selatan. Sementara etnis minoritas lain, China kebanyakan juga
tinggal di perkotaan sebagai pedagang. Kawasan 'peCinan' terbesar di Selatan adalah
di Kabupaten Betong, Provinsi Yala. Sementara penduduk etnis Thai di pedesaan

4
kehidupan ekonomi dan kedudukannya sama dengan kebanyakan Muslim sebagai
petani, nelayan atau pedagang kecil.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tradisi dan Kebudayaan Thailand?
2. Bagaimana Sejarah Masuknya Islam di Thailand?
3. Bagaimaan Perkembangan Islam di Thailand?
4. Bagaimana Sejarah Kerajaan Besar di Thailand?
5. Bagaimana Sosial Politik dan Hukum di Thailand?
6. Bagaimana Bentuk Problematika Islam di Thailand?
7. Bagaimana Perkembangan Thailand Hingga Sampai Sekarang?
8. Bagaimana Bentuk Sistem Pemerintahan Thailand?
9. Bagaimana Konsep Toleransi di Thailand?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Memahami Tradisi dan Kebudayaan Thailand.
2. Untuk Memahami Sejarah Masuknya Islam di Thailand.
3. Untuk Memahami Perkembangan Islam di Thailand.
4. Untuk Memahami Sejarah Kerajaan Besar di Thailand.
5. Untuk Memahami Sosial Politik dan Hukum di Thailand.
6. Untuk Memahami Bentuk Problematika Islam di Thailand.
7. Untuk Memahami Perkembangan Thailand Hingga Sampai Sekarang.
8. Untuk Memahami Bentuk Sistem Pemerintahan Thailand.
9. Untuk Memahami Konsep Toleransi di Thailand.

BAB II

PEMBAHASAN

5
A. Tradisi dan Kebudayaan Thailand
Budaya Thailand menggabungkan kepercayaan budaya dan karakteristik asli daerah
yang dikenal sebagai hari modern Thailand ditambah dengan banyak pengaruh dari India
kuno, Cina, Kamboja, bersama dengan tetangga budaya pra-sejarah Asia Tenggara. Hal ini
dipengaruhi terutama oleh Animisme, Hindu, Budha, serta oleh migrasi kemudian dari
Cina, dan India selatan.
a. Seni
Thailand seni visual yang tradisional terutama Buddha. Thailand Buddha
gambar dari periode yang berbeda memiliki sejumlah gaya yang khas. Thai seni
dan arsitektur candi berevolusi dari sejumlah sumber, salah satunya adalah
arsitektur Khmer. Seni kontemporer Thailand sering mengkombinasikan unsur-
unsur tradisional Thailand dengan teknik modern. Sastra di Thailand sangat
dipengaruhi oleh budaya Hindu India.
b. Agama
Buddhisme di Thailand sangat dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional
tentang roh-roh leluhur dan alam, yang telah dimasukkan ke dalam kosmologi
Buddhis. Kebanyakan orang Thailand sendiri semangat rumah, rumah kayu
miniatur di mana mereka percaya roh rumah tangga hidup. Mereka menyajikan
persembahan makanan dan minuman untuk roh-roh untuk membuat mereka
senang. Jika roh-roh yang tidak senang, diyakini bahwa mereka akan menghuni
rumah yang lebih besar dari Thailand, dan menyebabkan kekacauan.
c. Pernikahan
Upacara pernikahan antara Buddhis Thailand umumnya dibagi menjadi
dua bagian: sebuah komponen Buddhis, yang meliputi pembacaan doa dan
persembahan makanan dan hadiah lain untuk para bhikkhu dan gambar Buddha,
dan komponen non-Buddhis berakar pada tradisi rakyat, yang berpusat pada
keluarga pasangan. Pada masa lampau, itu tidak diketahui oleh para biksu Budha
untuk hadir pada setiap tahap upacara pernikahan itu sendiri. Sebagai biarawan
diminta untuk mengurus pemakaman, kehadiran mereka di sebuah pernikahan
(yang dikaitkan dengan kesuburan, dan dimaksudkan untuk menghasilkan anak-
anak) dianggap sebagai pertanda buruk. Seorang pasangan akan mencari berkat

6
dari kuil lokal mereka sebelum atau setelah menikah, dan mungkin berkonsultasi
dengan seorang biarawan untuk saran astrologi dalam pengaturan tanggal
menguntungkan untuk pernikahan. Pernikahan Non-Buddhis sering akan
berlangsung pada hari yang terpisah.1

B. Sejarah Masuk Islam di Thailand


Kerajaan Thai yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris, atau dalam
bahasa aslinya Mueang Thai adalah sebuah Negara Asia Tenggara yang berbatasan dengan
Laos dan Kamboja di Timur, Malaysia dan Teluk Siam di Selatan, dan Myanmar dan Laut
Laut Andaman di Barat. Kerajaan Thai dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11
Mei 1949. Muslim di Thailand sekitar 15 persen, dibandingkan penganut Budha, sekitar 80
persen. Mayoritas Muslim tinggal di Selatan Thailand, sekitar 1,5 juta jiwa, atau 80 persen
dari total penduduk, khususnya di Pattani, Yala dan Narathiwat, tiga provinsi yang sangat
mewarnai dinamika di Thailand Selatan. Thailand Selatan terdiri dari lma provinsi: Pattani,
Yala, Narathiwat, Satun dan Songkhla, dengan total penduduk 6.326.732.
Ada beberapa teori tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang
mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari arab.
Ada pula yang mengatakan Islam masuk ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di
Aceh. Jika melihat peta Thailand, akan mendapatkan daerah-daerah yang berpenduduk
muslim berada persis di sebelah Negara-negara melayu, khususnya Malaysia. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan sejarah masuknya Islam di Thailand, “jika dikatakan masuk”.
Karena kenyataannya dalam sejarah, Islam bukan masuk Thailand, tapi lebih dulu ada
sebelum kerajan Thailand “Thai Kingdom” berdiri pada abad ke-9. Islam berada di daerah
yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari
jazirah Arab. Hal ini bisa dilihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang
menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand dan juga
keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti
bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum kerajaan Thai.2

1
Ellaine Tepalawatin, NILAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT TAHILAND, Sekolah Tinggi Pariwista
Amburrukmo Yogyakarta, 2018.
2
Mania, Perkembangan Sosial Islam di Thailand, Volume 1 No 1, 2019, Jurnal Pendidikan Sosial
dan Budaya, h. 85-87

7
Dalam sejarah lain diketahui bahwa Ayutthaya sebagai raja Sukhothai pada abad
XIII sangat mementingkan perdagangan. Jalur perdagangan ini yang menjadi faktor-faktor
dominan mendekatkan Islam kepada Ayutthaya. Saudagar-saudagar muslim yang dekat
dengan raja memiliki pengaruh di Istana, bahkan sebagian di antara mereka ada yang
menjadi menteri. Berdasarkan pada data sejarah ini, maka dapat dipastikan bahwa Islam
mulai masuk di Thailand sejak abad ke-13 melalui jalur perdagangan.3

C. Perkembangan Islam di Thailand


a. Pendidikan
Pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah Kerajaan Thailand tergolong
bersifat deskriminatif terhadap Islam. Pada tahun 1923 M, beberapa Madrasah Islam
yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan
pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran
Budha.
Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagulagu
bernafaskan Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha.
Kementrian pendidikan memutar balik sejarah, dikatakannya bahwa orang Islam itulah
yang jahat ingin menentang pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja. Dampak
yang menonjol dari perkembangan yang berorientasi ke dalam hal ini. Misalnya, pada
tahun 1966, sekitar 60% anak-anak di Pattani tidak dapat berbicara bahasa nasional.
Hal itu berkaitan dengan banyaknya orang tua Muslim yang lebih senang mengirimkan
anak-anaknya ke sekolah agama. Strategi yang perlu dibangun masyarakat muslim di
Thailand Selatan pada saat ini adalah memajukan pendidikan, mendukung
pembangunan nasional, dan menjaga stabilitas local. Namun, sampai saat inipun
masyarakat muslim Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang
berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas.
Akhirnya pemerintah Thailand juga belum mampu memberi pendidikan merata
terhadap kaum muslim. Tekanan berbasis keamanan selalu mengancam mereka.
Kesenjangan ini menurunkan nasionalisme mesyarakat di luar mayoritas ThaiBudha.
b. Kehidupan Muslim Thailand Sebagai Minoritas

3
Sanurdi, Islam Di Thailand, Volume 10, Nomor 2, 2018, Jurnal Studi Islam, h. 382

8
Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak
untuk didengar. Yaitu Kheik atau khaek yang berarti orang luar, yang secara harfiah
berarti pendatang atau orang yang datang menumpang. Dalam bahasa Thai, istilah ini
juga selama berabad-abad sudah dikenal untuk menyebut kaum pendatang berkulit
hitam dari daerah Melayu dan Asia Selatan, orang-orang Thai-Islam menolak sebutan
ini dan menyatakan bahwa kedatangan mereka (khususnya di kawasan Thailand
Selatan), jauh lebih awal daripada kedatangan orang-orang Budha Thailand. Hingga
istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini menimblkan kontradiksi
karena istilah Thai merupakan sinonim dari kata Budhasedangkan Islam identik dengan
kaum muslim melayu pada waktu itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi
budha dan muslim pada satu waktu? Maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka
dipanggil Malay-Islam.
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antar kerajaan Thai dengan masyarakat
melayu-muslim tampak membaik. Putra mahkota kerajaan sering berkunjung ke
propinsi-propinsi yang berbatasan dengan Malaysia itu. Pembangunan jalan dan
gedung-gedung sekolah menandai adanya perhatian yang serius dari pihak kerajaan.
Dan yang tak kalah pentingnya bagi melayu muslim adalah bahwa sejak tahu 1990-an
mereka mulai mendapat kebebasan dalam menjalankan syari’at islam. Namun
keinginan untuk memberlakukan hokum islam diwilayah mereka itu tetap terus mereka
perjuangkan.
Hubungan pemerintah dan melayu-muslim yang mulai membaik ini tak dapat
dipisahkan dari semakin segarnya angin demokrasi yang bertiup dinegaranegara
sedang berkembang termasuk Thailand.4 Namun demikian, di Thailand sendiri masih
terdapat sikap anti pemerintah pusat yang dilakukan oleh pusat yang dilakukan oleh
Muslim di Selatan Thailand diakibatkan banyak hal. Kesenjangan ekonomi menjadi
kunci atas terus berlangsungnya gerakan ‘separatisme’ atau dalam istilah David Brown
sebagai ‘separatime etnis’ atas dominasi kolonialisme internal Thailand. Kesenjangan
ini telah berlangsung puluhan tahun. Akibatnya, masyarakat muslim yang mendapat
tekanan politis dan keamanan dari pemerintah tidak bisa berbuat banyak.5

4
Mania, Op. Cit, h. 90-93
5
Mania, Ibid, h. 96-97

9
D. Sejarah Kerajaan Besar Islam di Thailand
Asal mula penamaan Thailand, dikaitkan dengan dengan sebuah kerajaan yang
berumur pendek, yakni Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238. Kata akhir dari kerajaan
tersebut, yakni “Thai” yang berarti “bebas”, kemudian menjadi “Thailand” pada 1939.
Sejak berdirinya sampai sekarang, negara ini berbentuk kerajaan. Kepala negaranya adalah
Perdana Menteri yang dilantik oleh sang raja. Dalam sejarah diketahui bahwa Ayutthaya
sebagai raja Sukhothai pada abad XIII sangat mementingkan perdagangan. Jalur
perdagangan ini yang menjadi faktor-faktor dominan mendekatkan Islam kepada
Ayutthaya. Saudagar-saudagar muslim yang dekat dengan raja memiliki pengaruh di
Istana, bahkan sebagian di antara mereka ada yang menjadi menteri. Berdasarkan pada data
sejarah ini, maka dapat dipastikan bahwa Islam mulai masuk di Thailand sejak abad ke-13
melalui jalur perdagangan. Mengenai siapa orang pertama yang membawa Islam ke sana,
penulis menemukan data yang akurat.
Dapat dipahami bahwa sejak datangnya Islam di Thailand, umat muslim tidak hanya
berperan sebagai pengontrol jalur perdagangan yang melintasi semenanjung, namun juga
mereka mampu memainkan peran siginifikan dalam bidang administratif di seluruh
kerajaan Sukhotai. Tentu saja, dengan peran seperti ini mereka juga gunakan sebagai
wahana dalam pengembangan dakwah Islam. Itulah sebabnya, sehingga pada masa-masa
berikutnya umat Islam mampu menguasai Thailand bagian selatan. Salah satu wilayah
bagian selatan Thailand yang dikuasai oleh Islam, adalah Provinsi Pattani. Bahkan, dalam
sejarah dikatakan bahwa Pattani merupakan salah satu kerajaan Melayu Islam yang berada
di bawah pengaruh Kerajaan Siam Sukhotai dan Ayutthaya sampai pada tahun 1767.6
Era-era keemasan di Patani sebagai serambi Mekah dengan banyaknya jumlah
pondok dan ulama-ulama yang bertebaran di wilayah Patani hanya beberapa periode
dimulai dari masuknya Islam Raja Ismail Syah sampai ke anaknya, Sultan Muzaffar Shah
dan periode-periode selanjutnya sampai dipimpin oleh raja perempuan dengan gelar ratu.
Empat ratu tersebut diantaranya adalah Ratu Hijau (1548-1616), Ratu Biru (16161624),
Ratu Ungu (1624-1635) dan Ratu Kuning (1635-1651). Masa pemerintahannya, mereka
mampu mempersatukan wilayah Melayu utara, seperti Kelantan, Trengganu, dan Perlis.
Jenjang periode dari kepemimpinan empat ratu tersebut, Patani akhirnya dikenal sebagai

6
Sanurdi, Op. Cit, h. 381-382

10
Patani Besar. Kesuksesan dari keempat ratu tersebut hanya berlansung selama 67 tahun
lamanya.
Kemunduran yang dialami di Patani, ketika Ratu Kuning wafat pada tahun 1651.
Wafatanya Ratu Kuning, maka menjadi kesempatan kerajaan Siam untuk mengambil alih
kembali Patani yang selama ini diambil oleh Sultan Muzaffar Shah pada tahun 1785. Dan
tahun 1909, Patani secara resmi adalah bagian dari Thailand. Dampak dari kemenangan
kerajaan Thai untuk merebut kembali Patani, yang selama ini sudah diincar-incar oleh
kerajaan Thai sehingga peperangan tersebut dimenangkan oleh Thai. Patani ingin merebut
kembali wilayahnya dengan meminta bantuan Inggris, tetapi tidak juga berhasil, karena
Inggris lebih memihak bekerjasama dengan Thai. Patani yang telah menjadi bagian dari
Thai, maka segala-galanya mengalami perubahan, baik sosial, budaya, ekonomi, politik
termasuk dalam hal pendidikan. Usaha-usaha masyarakat Patani untuk merebut kembali
wilayahnya dengan menghasilkan kelompok golongan separitis tidak juga berhasil.
Golongan ini pada awalnya, tidak terlalu dihiraukan oleh pemerintah Thai, tetapi lama-
kelamaan golongan ini melakukan perlawanan dengan pemerintah Thai, akhirnya
mendapat perlawanan oleh pemerintah.7

E. Problematika Umat Islam Di Thailand


Umat Islam di Thailand, tidak terlepas dari problematika yang dihadapi kaum
muslim Melayu di bagian Selatan. Mereka diharuskan memakai pakaian bukan Melayu dan
mengadopsi nama-nama Thai bila mereka ingin memasuki sekolah-sekolah pemerintah
atau mencari pekerjaan dalam dinas pemerintahan. Bahasa Melayu dilaran diajarkan di
sekolah-sekolah negeri atau digunakan dalam percakapan dengan para pejabat pemerintah.
Di Thailand, kaum minoritas muslim dipandang dengan sikap negatif sebagai orang Khaek.
Secara harfiah dalam bahasa Thai, kata ini berarti “tamu”. Istilah ini juga digunakan untuk
menyebut tamu-tamu asing atau imigran kulit berwarna, dan dalam konotasi ini dikenakan
kepada orang-orang muslim dari Thailand Selatan, sebagai orang Melayu. Secara resmi
mereka disebut “orang-orang Thai”. Penyebutan “Muslim Thai” bagi “Muslim Melayu”
merupakan upaya yang disengaja untuk mengaburkan jati diri mereka sebagai orang-orang
yang sama sekali berbeda dari orang-orang Thai lainnya.18 Dengan demikian, istilah Thai-
7
Aslan, Hifza dan Muhammad Suhardi, Dinamika Pendidikan Islam di Thailand Pada Abad 19-20, Volume
3, Nomor 1, 2020, Jurnal Pendidikan Islam, h. 46-47

11
Islam atau Thai-Muslim atau Khaek digunakan secara resmi untuk menyebut mereka. Pada
beberapa kalangan, kaum muslim disebut Khaek, adalah sebuah julukan yang berkonotasi
penghinaan bagi umat Islam.
Akibat dari itu semua, maka pada gilirannya masyarakat muslim Melayu selalu
mengadakan perlawanan dengan pihak pemerintah (kerajaan). Konsekuensinya adalah,
mereka melahirkan sejumlah organisasi seperti Pattani United Liberation Organization
(PULO) dan Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP).19 Organisasi ini, berusaha
keras memperjuangkan wilayah Thailand selatan untuk mendapat otonomi.
Strategi pemerintah dalam mengantisipasinya adalah dengan memberikan
keleluasaan kepada umat Islam untuk menjalankan ajaran agama, serta mengajak
masyarakat muslim Melayu berperan dalam pembangunan Thailand. Pemerintah juga
menyediakan dana untuk kegiatan keagamaan. Kaum muslim diperbolehkan melaksanakan
dakwah, membentuk organisasi, dan mengelolah penerbitan literatur keagamaan yang
sekarang sedang tumbuh, meskipun kaum muslim sendiri tidak bebas dari perpecahan. Ada
empat kelompok yang mengklaim dirinya sebagai pihak yang mewakili kepentingan
masyarakat muslim, yaitu Chularatmontri, sebuah kelompok yang didukung negara;
kelompok ortodoks yang menerbitkan al-Rabītah; dan kelompok muslim Melayu
Tradisional di daerah selatan yang menentang Chularatmontri, namun menolak disebut
sebagai rival al-Jihād al-Rabītah.Pada awal tahun 2004, beberapa insiden kerusuhan dan
huru hara telah terjadi di selatan Thailand, terutama di Narathiwat, Yala, dan pattani.
Kawasan-kawasan ini, didiami oleh mayoritas penduduk Melayu Islam dan aktivitas
gerakan separatis yang telah aktif sejak tahun 1980 an. Penduduk-penduduk di sini tidak
merasa senang dengan reaksi keras kerajaan pusat terhadap gerakan separatis tersebut.
Kebanyakan mereka juga tidak puas hati dengan beberapa kebijakan kerajaan yang
memperlakukan mereka dengan cara berbeda dengan dari kaum etnis Thai. Insiden ini,
telah mengorbakan ratusan kaum muslim Thailand.
Satu hal lagi yang bersifat menyepelekan umat Islam ialah adanya integrasi administrasi
yang dirancang untuk memasukkan daerah-daerah muslim ke dalaman sistem politik
nasional yang berpusat di Bangkok. Karena orang-orang muslim tidak berpengalaman
dengan sistem-sistem ini, dianggap perlu menempatkan mereka di bawah pejabat
pemerintah Kristen dan Budhis Thailand. Bisa dibayangkan, umat Islam yang darisegi

12
populasi lebih mayoritas ketimbang penganut Kristiani yang lebih minoritas, justru kaum
mayoritas (muslim) tersebut di bawah pemerintah kaum minoritas (kristiani).
Dewasa ini, Kristen sering diidentikkan dengan dunia Barat. Apabila ada gejolak
dalam suatu negara, dan umat Islam yang terlibat di dalamnya, maka dengan segera
negara-negara Barat selalu turut serta mencampuri gejolak internal negara tersebut. Hanya
saja, negara-negara Barat tersebut terutama Amerika kelihatannya tidak pernah berpihak
kepada umat Islam. Berdasar dari persepsi ini, maka dapat dipastikan bahwa Barat telah
turut campur terhadap beberapa gejolak dan insiden di kawasan Thailand selatan sebagai
yang telah disebutkan. Lebih lanjut, ketika umat Islam Thailand selatan mengadakan
gerakan anti “keganasan pemerintah”, maka Thaksin (Perdana Menteri Thailand) telah
menguatkan undang-undang ketentaraan di Selatan Thai, dan telah menyediakan beribu
tentara dan polisi untuk mencetuskan ketakutan di kalangan rakyat. Lalu, Thaksin merasa
semakin yakin dengan sokongan Amerika Serikat terhadap tindakannya melancarkan
kampanye “anti-pengganas” yang melibatkan pembunuhan di luar peruntukan undang-
undang dan mencabuli hak asasi manusia. Juga Amerika telah membantu Thailand dengan
cara memberi latihan dan bantaun teknikal kepada pihak keselamatan Thailand. Sebagai
hadiah kepada Thaksin untuk memerangi keganasan, Presiden Bush telah menyurat kepada
APEC bahwa Thailand adalah rekanan NATO yang utama yang membenarkan Amerika
Serikat menyalurkan pelbagai senjata canggih kepada Thailand dan memberikan Thailand
keutamaan untuk mendapatkan bekalan senjata pertahanan. Dengan berlindung dibawah
slogan memerangi kekerasan (kelompok separatis Islam), pihak pemerintah Thailand
menangkap dan menculik orang Islam dan membunuh mereka.
Pada bulan April 2004 sebanyak 107 orang Islam Thailand di wilayah selatan
terbunuh secara kejam. 32 orang di antaranya yang berlindung di Masjid Kerisik Thailand
juga terbunuh secara kejam dan sewenang-wenang. Keganasan di kawasan selatan
Thailand yang mempunyai penduduk mayoriti Islam adalah hasil dari tindakan kerajaan
Thaksin. Tindakan Thaksin (Perdana Menteri Thailand) ini sepenuhnya merasa didukung
oleh Amerika. Selanjutnya, pada Maret tahun 2004, Somchai Neelahphajit, seorang
aktivitas hak asasi manusia yang terkenal, mewakili 9 (sembilan) orang Islam yang dituduh
sebagai pengganas telah ditahan, disiksa, dan kemungkinan dibunuh oleh polisi Thailand.
Kejadian yanghampir sama, pada bulan Oktober 2004, terjadi peristiwa yang menjatuhkan

13
dua korban tewas dan 21 luka-luka. Insiden ini terjadi sehari setelah terbunuhnya 84 orang
muslim di provinsi Thailand selatan. Akibat dari insiden ini, berbagai kalangan termasuk
Indonesia melalui juru bicara Deplu Marty Natalegawa menyatakan keprihatinannya dan
mengharapkan peristiwa di Thailand selatan segera diselesaikan. Di sisi lain, juru bicara
Fraksi PKSdi DPR RI Suripto menyatakan kecamannya atas peristiwa tersebut.
berdasarkan data yang diperoleh pihaknya, korban muslim yang tewas di Thailand sejak
memasuki tahun 2004 mencapai 416 orang. “Walaupun data dan informasi yang kami
dapatkan tentang peledakan belum akurat, tetapi berdasarkan modusnya saya kira pelaku
ingin mendiskreditkan umat Islam.”Akhirnya, suatu tantangan besar yang menghadang
masyarakat Thailand secara umum, dan masyarakat muslim minoritas Thailand
secarakhusus, karena dewasa ini pihak Barat, terutama Amerika kelihatannya sudah turut
campur dalam menangani gejolak yang terjadi di Thailand. Ini berarti bahwa pengaruh
Barat di negara tersebut turut menentukan corak perpolitikan di Thailand.8

F. Sistem Pemerintahan Thailand

Thailand adalah satu-satu nya Negara ASEAN yang tidak pernah dijajah. Nama lain
dari Thailand sendiri merupakan muanghtai yang diambil dari salah satu suku yang masih
menetap disana yaitu suku Thai yang memiliki arti Negara.

Sebuah revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan perubahan bentuk
Negara menjadi monarki konstitusional. Negara yang semula dikenal dengan nama siam
ini, mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939 dan untuk seterusnya, setelah
sekali pernah mengganti namanya pasca perang dunia kedua.

Negara Thailand mengambil bentuk monarki konstitusional dengan sistem demokrasi


parlementer, dimana kekuasaan dan wewenang raja bersifat terbatas. Sedangkan urusan
pemerintahan Negara dijalankan oleh perdana menteri, yang dilantik sang raja dari
anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pimpinan partai mayoritas. Parlemen
Thailand yang bikameral dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha, yang terdiri dari
Dewan Perwakilan ( sapha Puthean Ratsadon ) yang beranggotakan 500 orang dan senat
( wuthissapha ) yang beranggotakan 200 orang. Anggota kedua nya dipilih melalui pemilu
8
Sunardi, Op. Cit, h. 385-388

14
rakyat. Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bekti selama empat tahun, sementara
para senator menjalani masa bekti selama 6 tahun. 9

G. Konsep Toleransi Di Thailand

Secara kultural, baik dari segi agama, bahasa, dan budaya, minoritas muslim
Muangthai yang tinggal di Thailand Selatan, merupakan bagian dari bangsa melayu,
apalagi secara geografis berbatasan dengan Negara-negara Melayu Malaysia. Namun dari
segi politik, mereka merupakan bagian dari bangsa muangThai, sejak mereka secara
definitive dimasukkan ke dalam kerajaan Thai, dibawah kekuasaan Chulalongkorn atau
Ram V pada tahun 1902. 10

Sebenarnya muslim Thailand lebih memilih untuk memisahkan diri dari kerajaan
Muangthai atau bergabung dengan Malaysia, meskipun berada dibawah pemerintahan
Inggris, karena dengan begitu mereka dapat hidup bersama dengan masyarakat yang
seagama, sebahasa, sebudaya, dan sebangsa. Di bawah pemerintahan Muangthai menganut
agama Budha sebagai agama resmi Negara, Pemerintah Thai mencabut beberapa kebijakan
ekstrem khususnya maklumat Ratthanayom dari rezim lama dan menunjukkan sikap politik
terhadap kaum muslimin, seperti memberi kebebasan kepada minoritas Muslim untuk
menjalankan agama nya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Teori tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang mengatakan Islam
masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari arab. Dan Dalam sejarah
9
Malaysia in brief, diterbitkan oleh Information Division Ministry of Foreign Affairs, Malaysia, 2001, hlm, 39.
Malaysia 2001: Buku resmi tahunan, diterbitkan oleh Jabatan Perkhidmatan Penerangan Malaysia, Kementrian
Penerangan, November 1994, hlm 33.
10
Surin Pitsuwan, Islam and Malay Nationalism : A case Study of the Malay Muslims of Southers Thailand,
terjemahan Hasan Basri, ( Jakarta : LP3ES, 1998 ) hlm. 21

15
lain diketahui bahwa Ayutthaya sebagai raja Sukhothai pada abad XIII sangat
mementingkan perdagangan. Jalur perdagangan ini yang menjadi faktor-faktor dominan
mendekatkan Islam kepada Ayutthaya. Saudagar-saudagar muslim yang dekat dengan raja
memiliki pengaruh di Istana, bahkan sebagian di antara mereka ada yang menjadi menteri.
Berdasarkan pada data sejarah ini, maka dapat dipastikan bahwa Islam mulai masuk di
Thailand sejak abad ke-13 melalui jalur perdagangan.

Sejak datangnya Islam di Thailand, umat muslim tidak hanya berperan sebagai
pengontrol jalur perdagangan yang melintasi semenanjung, namun juga mereka mampu
memainkan peran siginifikan dalam bidang administratif di seluruh kerajaan Thailand
pada masa awalnya. Berikutnya, Islam mampu menguasai Thailand bagian selatan,
terutama di provinsi Pattani, karena jumlah muslim di daerah ini mencapai angka 80%.
Tetapi, jumlah muslim di wilayah Thailand secara keseluruhan masih merupakan
penduduk yang minoritas. Dewasa ini, kaum minoritas muslim Thailand menghadapi
berbagai problematika. Sejak memasuki tahun 2004, umat muslim di Thailand telah
mencapai jumlah ratusan orang yang meninggal, akibat intimidasi dan penyerangan yang
dilakukan oleh tentara Thailand. Hal ini terjadi karena perdana Menteri Thailand, Thaksin,
mendapat sokongan Amerika Serikat dalam upaya menekan umat Islam Thailand.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah
yang ini di dalam penyususnannya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruksif dari pembaca demi lebih baiknya
penulisan makalah untuk selanjutnya. semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita
semua, Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Aslan dkk. Dinamika Pendidikan Islam di Thailand Pada Abad 19-20. Volume 3. Nomor 1.
2020. Jurnal Pendidikan Islam.

16
Mania. Perkembangan Sosial Islam di Thailand. Volume 1. No 1. 2019. Jurnal Pendidikan
Sosial dan Budaya.

Sanurdi. Islam Di Thailand. Volume 10. Nomor 2. 2018. Jurnal Studi Islam.

Surin Pitsuwan. 1998. Islam and Malay Nationalism : A case Study of the Malay Muslims of
Southers Thailand, terjemahan Hasan Basri. Jakarta : LP3ES.

Tepalawatin, Ellaine. NILAI KEBUDAYAAN MASYARAKAT TAHILAND. Sekolah Tinggi


Pariwista Amburrukmo Yogyakarta. 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai