Anda di halaman 1dari 32

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI THAILAND

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok pada

Matakuliah “Hukum Islam Asia Tenggara”

Dosen Pengampuh: Hj. Mardiana., MA.

Kelompok 11

Nur Alia Balqis


( 12020123727 )

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Islam Asia
Tenggara dengan judul Perkembangan Hukum Islam di Thailand.
Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Hj. Mardiana., MA selaku dosen mata

kuliah Hukum Islam Asia Tenggara yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi

lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.

Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas
mata kuliah Hukum Islam Asia Tenggara dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para
pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Pekanbaru, 27 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II .................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3

A. Sejarah Masuknya Islam di Thailand ................................................................ 3

B. Perkembangan Hukum Islam di Thailand Pada Masa Kesultanan ..................... 5

C. Perkembangan Hukum Islam di Thailand Pada Masa Kontemporer .................. 8

BAB III ............................................................................................................................... 27

PENUTUP .......................................................................................................................... 27

A. Simpulan........................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam di Thailand mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam kerajaan
thailand. Thailand adalah salah satu dari negara Asia Tenggara yang apabia ditinjau dari
sudut agama yang dianut oleh penduduknya, mayoritas beragama Budha. Umat Islam
adalah penduduk minoritas dari jumlah totalias penduduk Thailand, Mayoritas umat
Islam di Thailand tinggal di wilayah selatan Thailand, yaitu daerah yang disebut dengan
Pattani, daerah ini meliputi provinsi Pattani, Yala, Narathiwat, Setul dan sebagian
Senggora, dihuni oleh sekitar 5 juta lebih jiwa yakni 8% dari jumlah seluruh penduduk
Thailand yang berjumlah 69 juta lebih jiwa. Di wilayah ini dihuni oleh sekitar 85%
masyarikat muslim. 1
Pattani (Thailand Selatan) merupakan salah satu wilayah atau provinsi yang
letaknya di bagian Thailand Selatan, yang mayoritas penduduknya 95% beragama Islam
berbangsa Melayu Patani (Thailand Selatan). Secara historis, pergulatan politik, budaya,
dan hukum di wilayah ini sangat dinamis. Pada awalnya Pattani adalah Kesultanan Islam
yang independen, namun pada awal abad 19 dianeksasi oleh Kerajaan Siam. Ketika Siam
bermetamorfosa menjadi Thailand yang monarkhi konstituional (tahun 1932), maka
Pattani menjadi provinsi di bawah kekuasaan negara Thailand. Ketika menjadi provinsi
inilah terjadi dinamika sosio-kultural dalam kebudayaan masyarakat. Kebudayaan lokal
mereka, yang terbentuk melalui akulturasi antara Islam dengan budaya Melayu,
berakulturasi dengan kebudayaan baru, yaitu budaya Thai. Antara kedua budaya ini
terdapat perbedaan fundamental yang sulit diintegrasikan. Maka muncullah perlawanan
di kalangan masyarakat Pattani terhadap setiap upaya integrasi maupun asimilasi yang
dilakukan oleh pemerintah Thailand.
Aspek penting dalam kebudayaan Melayu Muslim Pattani adalah hukum Islam.
Kedatangan bangsa Thai mengubah peta jurisdiksi hukum Islam di wilayah ini.
Pemerintah Thailand melakukan intervensi dalam sistem hukum, dengan memberlakukan
hukum sipil Thailand pada masyarakat Pattani dan menggeser kedudukan hukum Islam.
Hukum Islam itu berdasarkan dari al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. tetapi sekarang banyak
masalah-masalah, apalagi yang berkaitan dengan masalah furu‘iyāh harus ditetapkan atau

1
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
hlm. 131.
1
diputuskan hukumnya, yang tidak terdapat nashnya dalam al-Qur’an dan Hadis, kecuali
harus menggunakan hasil ijtihad para Ulama mujtahid atau Ulama ahli mazhab.

B. Rumusan Masalah
Topik yang penulis bahas pada makalah ini perlu diberikan rumusan masalah agar
lebih memudahkan dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam menjawab permasalahannya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis berikan ada beberapa rumusanan
sebagai pertanyaan dalam makalah ini. Berikut rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1) Bagaimana sejarah masuknya Islam di Thailand?
2) Bagaimana perkembangan hukum Islam di Thailand pada masa kesultanan?
3) Bagaimana perkembangan hukum Islam di Thailand pada masa kontemporer?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari permasalahan ini sesuai dari rumusan masalah yang telah
disampaikan. Hal tersebut untuk memudahkan hal yang harus dilakukan berdasarkan
masalah yang akan dibahas. Berikut tujuan dari permasalahan dari makalah ini.
1) Mengetahui dan memaparkan sejarah masuknya Islam di Thailand.
2) Mengetahui dan memahami perkembangan hukum Islam di Thailand pada masa
kesultanan.
3) Mengetahui dan memahami perkembangan hukum Islam di Thailand setelah
kontemporer.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Thailand


Pada zaman prasejarah, Thailand dikenal dengan nama Langkasuka, yang diambil
dari seorang raja pertama yang memerintah negeri ini bernama dinasti Langkasuka. Pada
masa Langkasuka, sejarawan dan arkeolog berbeda persepsi tentang nigari ini. Ada yang
berpendapat bahwa negeri ini terletak di kedah (provinsi Malaysia) sekarang, dan ada
yang berpendapat bahwa negeri Langkasuka terletak dibagian timur negeri Pattani, yaitu
daerah yaring. 2
Sampai saat ini, masih banyak yang percaya bahwa ibu kota negeri Langkasuka
terletak di daerah Yaring. Dalam catatan Cina yang ditulis pada zaman Kerajaan Liam
(502-566 M) disebutkan bahwa Kerajaan Langkasuka mulai muncul pada abad Masehi,
kira-kira pada tahun 80-100 M. Menurut beberapa catatan ahli-ahli sejarah dan para
penyelidik, lokasi ini terletak di pantai timur tanah semenajung, yaitu antara Sungkhla
dengan Kelantan. 3
Asal mula Thailand secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang
berumur pendek, yaitu kerajaan Sukhotai yang didirikan pada tahun 1238. Kerajaan ini
kemudian diteruskan kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada pertengahan abad ke-14
dan mempunyai wilayah kekuasaan yang lebih besar dibandingkan Sukhotai.
Kebudayaan Thailand dipengaruhi kuat oleh Tiongkok dan India. Hubungan dengan
beberapa Negara besar Eropa dimulai pada abad ke-16. Meski mengalami tekanan yang
kuat, Thailand tetap bertahan sebagai satu-satunya Negara di Asia Tenggara yang tidak
pernah dijajah oleh Negara eropa. Namun demikian, pengaruh Barat termasuk ancaman
kekerasan mengakibatkan berbagai perubahan pada abad ke-19 dan diberikannya banyak
kelonggaran bagi pedagang-pedagang Britania. 4
Sebuah revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan perubahan bentuk
Negara menjadi monarki konstitusional. Negara yang semula dikenal dengan nama Siam
ini, mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939 dan untuk seterusnya, setelah
pernah sekali mengganti kembali ke nama lamanya pasca Perang Dunia II. Pada perang
tersebut, Thailand bersekutu dengan jepang, tetapi saat Perang Dunia II berakhir,

2
Asep Ahmad Hidayat, dkk, Studi Islam Asia Tenggara, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013),
hlm.83.
3
Ibid.
4
Mania, ''Perkembangan Sosial Islam di Thailand" , Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya, Vol. 1
No. 1 (2019), hlm. 45-46.
3
Thailand menjadi sekutu Amerika Serikat. Beberapa kudeta terjadi dalam tahun-tahun
setelah berakhirnya perang, namun Thailand mulai bergerak ke arah demokrasi sejak

tahun 1980-an. 5
Negara Thailand mengambil bentuk monarki konstitusional dengan sistem
demokrasi parlementer, dimana kekuasaan dan wewenang raja bersifat terbatas.
Sedangkan urusan pemerintahan Negara dijalankan oleh perdana mentri, yang dilantik
sang raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas.
Parlemen Thailand yang bikameral dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha, yang
terdiri dari Dewan Perwakilan (Sapha Phuthaen Radsadon) yang beranggotakan 500
orang dan senat (Wuthissapha) yang beranggotakan 200 orang. Anggota keduanya dipilih
melalui pemilu rakyat. Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa bakti selama 4 tahun,
sementara para senator menjalani masa bakti selama 6 tahun. 6
Ada beberapa teori tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang
mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari Arab.
Ada pula yang mengatakan Islam masuk ke Thailand melalui Kerajaan Samudra Pasai di
Aceh. Jika melihat peta Thailand, akan mendapatkan daerah-daerah yang berpenduduk
muslim berada persis di sebelah Negara-negara melayu, khususnya Malaysia. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan sejarah masuknya Islam di Thailand, “jika dikatakan
masuk”. Karena kenyataanya dalam sejarah, Islam bukan masuk Thailand, tapi lebih dulu
ada sebelum Kerajaan Thailand “ Thai Kingdom” berdiri pada abad ke-9. Islam berada di
daerah yang sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran
Islam dari jazirah Arab. 7
Hal ini bisa dilihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan
bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand dan juga keberhasilan bangsa Arab
dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa Islam sudah ada lebih
dulu sebelum Kerajaan Thai. Lebih dari itu, penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara
merupakan suatu kesatuan dakwah Islam dari Arab, masa khilafah Umar Bin Khatab”
(teori arab). Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari
Arab. Akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan Asia
Tenggara sejak lama, di Malakka, Aceh (Nusantara), serta Malayan Peninsula termasuk
daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand). 8

5
Suhaimi, Perkembangan dan Respons Pemerintah Terhadap Islam di Asia Tenggara, (Pekanbaru:
CV Riau Creative Multimedia, 2018), hlm. 53.
6
Ibid.
7
Mania, Op. Cit, hlm. 47.
8
Ibid.
4
B. Perkembangan Hukum Islam di Thailand Pada Masa Kesultanan
Teori masuknya Islam di Pattani tidak jauh berbeda dengan sejarah masuknya
Islam di kepulauan Nusantara. Pattani pada awalnya adalah sebuah Kesultanan dengan
wilayah kekuasaannya meliputi: Pattani, Yala, Narathiwat, Songkhla, Kelantan,
Trengganu, hingga Petaling. Keberadaan Pattani menjadi penting dalam proses
islamisasi, karena menjadi satu satunya kota pelabuhan dan pusat perdagangan Islam di
perairan laut Cina Selatan masa itu Kerajaan ini dianggap sebagai kelanjutan dari
Kerajaan Langkasuka yang beragama Hindu-Buddha yang berada di wilayah timur
Semenanjung Malaya antara Senggora (Songkhla) dan Kelantan. Ibukota Langkasuka
diyakini berada di Yarang, yaitu wilayah Pattani sekarang. Masuknya Islam ke wilayah
Pattani mengubah kultur masyarakat termasuk kultur politiknya. Hal ini terbukti dengan
penggunaan istilah untuk nama kerajaan yang didirikan, yaitu Kesultanan Pattani. 9
Islam masuk ke Pattani diduga bukan hanya berasal dari şatu daerah, sebab
beberapa pendapat menyebutkan Islam tersebar ke Patani dari Arab, Cina, India, dan
Persia, kira-kira pada abad ke- 10 M. Kerajaan Pasai juga memainkan peran penting
dalam menyebarkan agama Islam ke Patani. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa
mazhab yang dianut serta tradisi-tradisi pengamalan keislaman orang-orang Patani
hampir sama dengan Kerajaan Pasai. Sebagaimana dijelaskan oleh M. Zamberi Malek
dalam sejarah dan politik umat Islam Patani sebagai berikut: 10
"Kajian yang dilakukan di atas batu nisan Kerajaan Patani yang pertama beragama
Islam pula membuktikan jenis dan bentuknya sama dengan batu nisan Raja Pasai yang
pertama beragama Islam, yaitu Sultan Malik As-Saleh, 1297 M. Sebagai bukti terawal
kemasukan Islam ke Nusantara. Hal ini dapat dihubungkan dengan pendapat beberapa
orang sarjana Barat bahwa Patani pernah menjadi pusat tertua di Asia Tenggara" (1993:
22).
Implikasi di atas apabila dikaitkan dengan tradisi Islam di Patani, dapat diambil
kesimpulan bahwa Islam di Patani berasal dari Pasai. Hikayat Patani mengisahkan
tentang seorang ulama Pasai, yaitu Syekh Said yang telah mengislamkan raja dan para
pembesar Patani secara langsung untuk memenuhi janji-janji yang dibuat ketika Raja
Patani sakit, ia diobati oleh dukun istana, tetapi tidak juga sembuh. Akhirnya ada seorang
Pasai bernama Syekh Su'aib memberi kesanggupan untuk mengobatinya, tetapi dengan
syarat, apabila sembuh, raja mesti memeluk agama Islam. Selama menjalankan dakwah
islamiah, beliau bertempat tinggal di Kampung Pasai yang masih terdapat sampai

9
Ali Sodiqin, " Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya)", Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 14 No. 1 (2016), hlm. 34.
10
Asep Ahmad Hidayat, dkk, Op. Cit, hlm. 85-86.
5
sekarang di Patani. Demikian juga sebuah kuburan yang menurut cerita orang-orang
Patani adalah kuburan Tok Pasai, maksudnya Syekh Said. 11
Kisah pengislaman Raja Patani jelas menggambarkan hasil usaha seorang ulama
Pasai yang bernama Syekh Suaib. Kenyataan sejarah menceritakan bahwa raja dan
pembesar Patani memeluk agama Islam pada tahun 1457 M, sedangkan rakyat sudah ada
yang beragama Islam sejak 300 tahun sebelumnya. Setelah Raja Patani secara resmi
memeluk agama Islam, namanya berubah menjadi Sultan Ismail Syah. Keislamannya
diikuti oleh keluarga dan pembesar kerajaan secara damai. Agama Islam berkembang luas
di seluruh Patani dan berkembang menjadi agama resminya. Walaupun agama Islam
sudah masuk ke Patani sejak abad ke-10 M, agama Islam baru berdiri teguh menjelang
abad ke- 15 dan awal abad ke-16 M, yaitu setelah jatuhnya Kerajaan Malaka. 12
Implikasi di atas, jelas bahwa Islam masuk ke Patani bukan hanya berasal dari
satu tempat karena warna keislaman dan corak budaya kehidupan masyarakat Patani yang
sangat kompleks, yaitu mengandung unsur-unsur Arab, India, Persia, dan Cina. Di antara
beberapa negara tersebut ada hubungan perdagangan melalui perairan Patani sebelum
lahirnya Islam. 13
Kesultanan Pattani muncul sebagai kerajaan yang memiliki kekuatan politik
sekaligus ekonomi. Wilayah Johor, Pahang, dan Kelantan diintegrasikan ke dalam
kekuasaannya. Awal mula kerajaan pattani dipimpin oleh Sultan Sulaiman yang berasal
dari Aceh karna awalnya Pattani adalah kerajaan yang berdaulat yang mana kebanyakan
penghuninya ialah masyarakat yang berbasis melayu serta terletak di daerah Thailand
bagian selatan.14
Puncak kemajuan Kerajaan Patani dicapai pada masa pemerintahan empat orang
ratu, yaitu Ratu Hijau (1584-1616), Ratu Biru (1616-1624), Ratu Ungu (1624-1635) dan
Ratu Kuning (1635-1651). Pada masa pemerintahan mereka, Pattani mencapai kestabilan
politik dan ekonomi, sehingga menjadi kerajaan yang makmur dan dihormati oleh negeri
negeri seberang, termasuk Kerajaan Ayudhya (asal usul Thailand sekarang).15
Pada abad ini Patani menunjukkan sebagai sebuah saudagar teragung di alam
Melayu, bukan hanya menjadi tumpuan setempat, melainkan juga didatangi banyak
saudagar asing, serta pedagang dari Barat dan Timur, Kemakmuran ini menunjukkan
bahwa Kerajaan Melayu Patani telah mencapai taraf ekonomi yang teguh. Kerajaan ini

11
Ibid., hlm. 87.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Novia Isti Setiarini, dkk, "Budaya Muslim Melayu Pattani Thailand Selatan", Jurnal Tsaqofah &
Tarikh , Vol. 6 No. 1 (2021), hlm. 26.
15
Ali Sodiqin, Loc. Cit.
6
dicapai hasil kebijaksaan raja-raja Melayu Patani. Dari hasil kemakmuran ini,
berkembang pula ciri budaya yang unggul di Patani seperti kegiatan keilmuan, politik,
budaya, bahasa, dan sebagainya. Perkembangan itu menjadikan negara yang maju dan
berkembang serta menjadi tumpuan internasional. 16
Setelah abad ke-17, yaitu pada zaman pemerintahan Ratu Kuning (1635-1688),
Patani mulai menampakkan titik kemunduran setelah wafatnya, berakhir pula keturunan
dinasti Seri Wangsa yang menduduki takhta Kerajaan Patani. Selanjutnya, kepemimpinan
Kerajaan Patani dipegang oleh pembesar dan Raja Kelantan yang masih mempunyai
hubungan persaudaraan. Sejak itu, sering terjadi permusuhan dan perebutan kekuasaan di
kalangan pembesar kerajaan. Walaupun Patani tidak sekuat dahulu, tetap terjadi
perebutan kekuasaan di antara para pembesarnya. Akibatnya, Patani semakin bertambah
lemah. 17
Keberadaan Pattani sebagai pusat islamisasi di Melayu memberikan kontribusi
besar pada pembentukan tradisi di wilayah ini. Ritual, mistis, etika, hukum, pranata
sosial, politik, dan pendidikan diinterpretasikan berdasarkan pemahaman atas ajaran
Islam. Pemberlakuan hukum Islam di Pattani sudah diakui oleh Kerajaan Siam sejak
dinasti Krung Sri Ayuttaya (1350-1782). Pada masa dinasti ini, hukum Islam yang
berlaku bukan hanya hukum keluarga (perdata), tetapi juga hukum pidana (kriminal).
Keluarga Muslim Melayu secara umum tunduk pada ajaran Islam, sehingga hukum
hukum yang menjadi acuan dalam menyelesaikan persoalan keluarga bersumber dari
kitab fikih. Beberapa kitab fikih tersebut adalah Fath al-Mu’in, Mughni al -Muhtaj, Al-
Bajuri ‘ala alSyamsuri, Ghayat al-Maqsud, Hal al-Musykilat dan Syarh al-‘Arabiyyah.
Perselisihan dalam masalah ini diselesaikan oleh Hakim Datoh yang keputusannya
bersifat final dan mengikat.18
Dalam struktur pemerintahan Sultan menempati posisi yang tertinggi.
Administrasi kesultanan berada di bawah kendali kantor Korm-karnmuang yang dipimpin
oleh seorang deputi gubernur yang sekaligus berkedudukan sebagai wakil sultan. Para
pegawainya disebut dengan julukan Tawan Kromakarn. Jabatan di bawahnya adalah
Datok yang bertugas menjadi kepala distrik (mae kong atau tok kwaeng). Kedudukan
Datok juga sebagai hakim, baik perdata maupun pidana. Dalam menangani urusan yang
berhubungan dengan hukum Islam Datok dibantu oleh Tok Kali dan wakilnya yang
disebut Tok Kiri. Jabatan di bawah mae kong adalah penghulu yang berkedudukan
sebagai asisten mae kong. Penghulu pada masa sekarang adalah jabatan setingkat kepala

16
Asep Ahmad Hidayat, dkk, Op. Cit, hlm. 88.
17
Ibid.
18
Ali Sodiqin, Op. Cit, hlm. 36.
7
desa. Pegawai pemerintah lain yang ada dalam kesultanan Pattani adalah Kwaeng
(Pemungut Pajak), Jaa/Tok Jo (Pengawal Maekong), dan Naidan (Pegawai Bea Cukai). 19
Suasana politik di Patani yang semakin kacau akibat perebutan kekuasaan di
istana, juga mendapat serangan dari Kerajaan Siam yang berada di sebelah Utara.
Menjelang akhir abad ke-18, kekuasaan Siam yang baru mengancam eksistensi Kerajaan
Melayu di selatan. Kerajaan Patani merasa khawatir karena didakwa masih di bawah
naungan Siam sejak zaman Sukhuthai. Pihak penguasa Siam yang mendesak Kerajaan
Patani supaya menyerahkan kekuasaannya dan mengakui sepenuhnya kekuasaan
Bangkok, telah membangkitkan kemarahan bagi pembesar kerajaan. Perbedaan dari segi
keturunan, kepercayaan, bahasa, dan kebudayaan menyebabkan orang-orang Melayu
merasa terlalu asing berada di bawah kekuasaan Siam. Desakan seperti itu sama dengan
menghina martabat bangsa Melayu Patani sebagai negara merdeka.20
Hal ini menimbulkan konflik yang lebih kritis dan pada akhirnya mencapai
puncak ketegangan dengan tercetusnya peperangan antardua belah pihak. Pada tahun
1785 berlakulah detik hitam yang meninggalkan satu sejarah yang pahit untuk generasi-
generasi mendatang. Serangan kelima kali dari pihak Siam, selepas empat kali gagal
menaklukkan Patani sebelumnya (sejak tahun 1603, 1632, 1633, dan 1638), berhasil
meruntuhkan Kerajaan Patani.21
Keruntuhan ini telah mengubah jalan kegemilangan Patani menuju suram. Tantara
Siam merayakan kejayaan mereka dengan membumihanguskan istana raja, sehingga yang
tersisa dari jilatan api tersebut hanyalah pintu gerbang. Harta benda kerajaan dan rakyat
dirampas, termasuk dua pucuk meriam yang besar. Keruntuhan ini merupakan titik awal
dari kehancuran segala ering terja aspek kehidupan, fenomena pahit akan diabadikan
sepanjang masa oleh Patani yang dijajah hingga hari ini. 22

C. Perkembangan Hukum Islam di Thailand Pada Masa Kontemporer


Setelah kejatuhan kesultanan Patani ke tangan pemerintah Thailand pada tahun
1785 sampai pertengahan abad ke-20, penaklukkan wilayah Pattani oleh Kerajaan Siam

19
Ibid, hlm. 43.
20
Asep Ahmad Hidayat, dkk, Op. Cit,, hlm. 89.
21
Ibid.
22
Ibid.

8
ini dilanjutkan dengan aneksasi terhadap Kelantan dan Trengganu. Pada tahun 1808
muncul pemberontakan dari tokoh-tokoh melayu Pattani, seperti Sultan Muhammad,
Tengku Lamidin, Datuk Pengkalan. Namun pemberontakan ini gagal dan menyebabkan
dipecahnya wilayah Pattani ke dalam tujuh sub-distrik, yaitu: Pattani Tuan Sulung,
Teluban Nak Dir, Nongchik Tuan Nik, Jalor Tuan Yalor, Rangae Nik Dah, dan Reman
Tuan Mansur. Pendudukan ini semakin kukuh ketika kolonialisme Inggris membuat
kesepakatan politik dengan Siam dalam perjanjian Anglo-Siamese pada tahun 1902. Isi
perjanjian tersebut adalah pengakuan kedaulatan Siam atas Pattani dan Inggris
mendapatkan wilayah Kelantan dan Trengganu. Sejak 1902, kedudukan raja-raja Melayu
mulai diturunkan dari jabatannya sebagai raja dan digantikan oleh birokratbirokrat Thai.23
Setelah menjadi bagian dari kekuasaan Thailand (Siam), wilayah Pattani dibagi ke
dalam tujuh provinsi di bawah pengawasan Provinsi Songkhla, 24 yang merupakan
kepanjangan tangan Kerajaan Siam di Bangkok. Hukum yang berlaku di tujuh provinsi
ini adalah hukum Islam. Namun pada awal abad 19 M, kerajaan Siam mulai memasukkan
hukum Siam dan memberlakukannya di wilayah ini. Masuknya hukum Siam ke wilayah
muslim Melayu menjadikan adanya dualisme hukum, seperti di Provinsi Pattani, Raman,
Rangae, sedangkan di provinsi Nongchik berlaku hukum Siam saja. 25
Masuknya wilayah Pattani ke dalam kekuasaan Siam menyebabkan terjadinya
integrasi budaya dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Pattani. Kerajaan Siam
berusaha mengintegrasikan kebudayaan Pattani ke dalam kebudayaan Siam, sesuatu yang
menurut masyarakat Pattani dimaknai sebagai upaya disintegrasi kebudayaan Pattani.
Masyarakat Pattani memiliki identitas yang berbeda dengan mayoritas penduduk Siam.
Identitas Pattani adalah Melayu-Muslim, sedangkan Siam adalah Thai-Buddhis.
Perbedaan yang sangat fundamental ini mengakibatkan munculnya konflik yang berujung
pada perlawanan. 26
Integrasi Pattani ke dalam kerajaan Siam menimbulkan perubahan dalam sistem
dan struktur sosial masyarakat. Muslim Pattani yang sebelumnya menjadi mayoritas di
wilayahnya, kini menjadi minoritas dalam kekuasaan Siam. Muslim Pattani merasa
menjadi warga negara kelas dua dan mengalami intimidasi oleh militer. Orang Thai
menyebut mereka dengan “khaek” yang artinya pendatang dan juga disebut “jon bang

23
Ali Sodiqin, Op. Cit, hlm. 37-38.
24
Ketujuh provinsi tersebut adalah Patani Tuan Sulung, Teluban Nak Dir, Nongchik Tuan Nik, Jalor
Tuan Yalor, Rangae Nik Dah, dan Reman Tuan Mansur.
25
Ibid, hlm. 44.
26
Ibid.
9
yak dindan” yang bermakna derogatif sebagai separatis atau bandit, karena mereka tidak
diakui oleh etnis Thai dan dianggap sebagai orang luar. 27
Pada awal abad 20 M, Siam bertransformasi menjadi Thailand dengan mengambil
bentuk pemerintahan monarkhi konstitusional. Transformasi ini dikuatkan dengan
penetapan ideologi baru yaitu: nation, king/monarchy, religion. Tiga pilar pemerintahan
baru Thailand ini merupakan semangat baru untuk menjadikan Thai sebagai bangsa yang
besar. Pilar nation menunjukkan kesatuan bangsa, yaitu bangsa Thai. Pilar king/monarchy
merujuk pada dinasti Chakry yang menggerakkan modernisasi di Thailand sejak abad 19
M. Pilar religion menunjuk pada agama bangsa Thai yaitu Buddha Theravada.
Munculnya ideologi baru ini semakin menjauhkan Muslim Melayu Pattani dari
pemerintah pusat. Tiga pilar tersebut mengukuhkan kosmologi Buddha sekaligus etnisitas
bangsa Thai yang secara fundamental berbeda dengan kosmologi Islam dan etnisitas
Melayu.28
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pernah diselenggarakan semacam Pengadilan
Syariah di Satun pada era pemerintahan Raja Rama V. Lembaga ini dipimpin oleh
seorang Phraya Shaikh al-Islam. Phraya merupakan gelar yang diberikan oleh Raja
kepada seseorang yang memiliki hubungan dekat dengannya. Syaikh al-Islam memiliki
wewenang yang besar untuk memutuskan persoalan-persoalan berdasarkan hukum Islam.
Pada saat itu Satun berada dalam wilayah keuasaan Sai Buri, yang terdiri dari Perlis,
Kelantan, dan Trengganu. Satun kemudian memisahkan diri dari Sai Buri pada tahun
1909. Setelah berpisah, posisi Tok Kadi dihapuskan. Pada tahun 1917, Raja
mengeluarkan Keputusan yang mengatur penerapan hukum Islam di Satun dengan
membentuk Dato’ Yuthitham atau Kadi sebagai organisasi penegaknya. Kadi merupakan
kosakata Melayu yang diserap dari Bahasa Arab yang berarti hakim. Sedangkan
Yuthitham merupakan Bahasa Thai yang berarti keadilan. Meskipun demikian, Muslim di
Thailand Selatan biasa menyebut Dato’ Yuthitham dengan sebutan tok kadi. 29
Pada tahun 1932 dimana terjadi revolusi di Thailand menandai munculnya
gerakan nasionalis yang berimplikasi kepada kemunduran penerapan hukum Islam di
Thailand. Jenderan Phibun Songkhram, pemimpin militer yang mencoba menerapkan
sistem pemerintah monarki pada sekitar Juni 1932, bertanggungjawab terhadap gerakan
ini. Ia berkeinginan agar Muslim pindah agama ke Buddha. Pada tahun 1938, dia
menempati posisi sebagai Perdana Menteri dan kemudian mengeluarkan Undang-udang

27
Ibid.
28
Ali Sodiqin, Op. Cit, hlm. 39.
29
Muhammad Latif Fauzi, "Hukum Islam di Tanah Merdeka: Dato' Yuthitham dan Kodifikasi
Hukum Keluarga Islam di Thailand", Laporan Hasil Penelitian Lanjut Internasional, 2015, hlm.
41.
10
Budaya Nasional pada tahun 1943. Undang-udangan ini merupakan bentuk usaha yang
dilakukan pemerintah untuk menguatkan dan mengarusutamakan identitas dan budaya
Thai di seluruh pelosok wilayah Thailand. Bagi Jenderal Phibun, keseragaman di
Thailand hanya dapat diraih dengan cara yang sederhana melalui penerapan satu sistem
hukum dan tunduknya Muslim pada sistem hukum Thailand. Menerapkan hukum Islam
secara khusu bagi Muslim, menurut Phibun, sama saja dengan memberi mereka hak
eksklusi yang dapat memecah belah identitas Thailand. 30
Pada masa ini juga sudah dibentuk lembaga peradilan dengan hirarki yang jelas.
Peradilan tertinggi dinamakan Saan Boriwane yang berkedudukan di Pattani. Di tiap-tiap
provinsi didirikan Saan Muang (Peradilan provinsi), dan di bawahnya lagi ada Saan
Amphoe (Peradilan Distrik). Pada awalnya, hakim di Peradilan Provinsi berjumlah enam
orang, namun ketika hukum Siam masuk maka jumlahnya dikurangi menjadi tiga orang,
dan salah satunya adalah hakim dari Siam. Hukum Islam tetap diberlakukan, namun
keputusannya harus diratifikasi oleh Komisioner Wilayah agar dapat memiliki kekuatan
hukum. 31
Kehadiran sistem hukum Siam juga mengubah kewenangan para kali sekaligus
pembatasan berlakunya hukum Islam. Hukum Siam diberlakukan untuk semua persoalan,
baik pidana maupun perdata, namun hukum Islam dibatasi hanya berlaku untuk hukum
keluarga, yang meliputi masalah marital (nikah, talak, perzinaan) dan kewarisan yang
terjadi di kalangan umat Islam atau perkara yang melibatkan muslim di salah satu pihak.
Pembatasan ini juga berimplikasi pada kewenangan kali yang hanya berwenang
menyelesaikan masalah keperdataan Islam. 32
Pemerintah juga menggunakan jalur hukum untuk memuluskan proyek
integrasinya. Sejak awal, di wilayah Pattani dan sekitarnya yang menjadi aturan hukum
adalah hukum Islam. Semua urusan hukum di kalangan Muslim diselesaikan dengan
norma hukum Islam yang bersumber dari kitab fikih Syafi’iyah. Para Dato’ bertindak
sebagai qad'i yang bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapkan kepada
mereka. Sekitar tahun 1944 M. pemerintahan kuku besi Luang Pibul Sungkram ini,
penindasan dan tindakan kejam kerajaan Siam keatas orang-orang Melayu Patani
bertambah hebat. Luang Pibul Sungkram memansuhkan jawatan Kadhi Islam di provinsi
Pattani, Yala, Narathiwat dan Setul serta membatalkan undang-undang Islam yang
berkaitan dengan harta pusaka, nikah cerai dan lain-lain lagi. Sehingga berlakunya
peristiwa-peristiwa konflik antara umat Islam Selatan Thailand dengan kerejaan Thailand

30
Ibid, hlm. 42.
31
Ibid.
32
Ibid.
11
yang mana pihak Pengadilan Thai/Siam mengutuskan bahwa tidak dikecualikan mana-
mana penduduk Thailand, sekalipun orang Islam harus mengikuti perundang-
perundangan yang diterapkan oleh Mahkamah Sivil Thai. 33
Tindakan pemerintah Thailand selanjutnya adalah menghilangkan karakteristik
keislaman di wilayah Pattani dengan menghapus jabatan sultan dan digantikan oleh
seorang komisioner. Kedaulatan Thailand atas Pattani menjadi semakin kuat setelah
ditandatanganinya Perjanjian Anglo-Siamese. Meskipun Pattani tetap diberikan hak untuk
memberlakukan hukum keluarga Islam, namun intervensi Siam terus dilakukan. Pada
tahun 1929 pemerintah Thailand membuat proyek untuk menyatukan hukum perkawinan
dan kewarisan Islam dengan hukum Thailand. Penyatuan ini dilakukan juga terhadap
lembaga peradilan, dengan memasukkan peradilan Islam menjadi bagian dari peradilan
sipil. Upaya intervensi ini mencapai puncaknya pada tahun 1944, di mana hukum
Thailand menggantikan hukum Islam. Akibatnya, banyak Muslim Melayu yang
menyeberang ke wilayah Malaysia untuk menyelesaikan perkaranya di Pengadilan
Agama Malaysia. Pitsuwan mencatat bahwa antara tahun 1943 hingga 1947 tidak ada
kasus yang diajukan ke pengadilan Thailand. 34
Jika ditarik ke belakang, sebelum terbentuk Tok Kadi, hukum Islam telah
diinterpretasi dan diterapkan oleh masyarakat Muslim melalui ‘agensi’ ulama tanpa
adanya kelembagaan resmi secara khusus. Otoritas keagamaan dan moralitas yang
dimiliki oleh ulama’ sudah cukup untuk menjamin ditaatinya pendapat atau putusan
mereka. Sebelum 1947, pengadilan agama secara struktural lebih berfungsi sebagai
perpanjangan tangan dari pengadilan umum Thailand yang tidak memungkinkan untuk
tetap mempertahankan norma-normanya sendiri (Buddha) dan bekerja sesuai dengan
asas-asas Islam yang sesungguhnya. Karena itu, salah satu tuntutan yang dikemukakan
dalam pemberontakan para ulama tahun 1947 adalah agar pengadilan agama itu
dipisahkan sepenuhnya dari pengadilan biasa. 35
Kedudukan budaya Pattani yang minoritas menjadikan posisinya selalu
tersubordinasi oleh budaya Thai yang mayoritas. Dengan kekuatan politik dan militernya,
pemerintah Thailand gencar mengeluarkan kebijakan asimilasi, baik melalui jalur
pendidikan, politik, budaya, maupun hukum. Dengan mendasarkan diri pada ideologi
“nation, king, and religion”, dikembangkanlah nation building yang bertujuan
menundukkan semua komponen warga negara ke dalam satu nasionalisme, yaitu Thai.
Ideologi nasionalisme ini ideologi, antara nasionalisme Thailand (Thai-Buddha) dengan

33
Ibid.
34
Ali Sodiqin, Op. Cit, hlm. 44-45.
35
Muhammad Latif Fauzi, Loc. Cit.
12
nasionalisme Pattani (Melayu-Muslim). Masyarakat Pattani memaknai bahwa setiap
upaya integrasi/asimilasi pemerintah merupakan upaya dekulturisasi atas kebudayaan
Muslim-Melayu. Mempertahankan dan menjaga identitas bagi masyakarat Pattani adalah
sebuah jihad keagamaan. Struktur berpikir inilah yang menarik untuk dikaji guna
memetakan apa penyebab konflik, apakah etnisitasi atau religiusitas. 36
Kebijakan pemerintah ini menuai protes keras dari kelompok Muslim Melayu
untuk memperjuangkan hak Islam dan menentang kezaliman. Pada tahun 1948, Haji
Sulong membuat pertemuan dengan ahli-ahli jawatan kuasa Majlis Agama Islam Pattani,
Imam, Khatib, dan Bilal serta orang-orang yang termuka seluruh Patani yang jumlahnya
kira-kira 400 orang. Haji Sulong Abdul Qadir, tokoh terkemuka masyarakat Pattani,
mengajukan tujuh tuntutan kepada pemerintah terkait dengan otonomi bagi Muslim
Pattani. Petisi Haji Sulong ini dapat dipahami karena secara historis pemberlakuan
hukum Islam di Pattani sudah diakui oleh Kerajaan Siam sejak dinasti Krung Sri
Ayuttaya (1350-1782).37 Namun ketika pemerintah Siam menganeksasi Pattani, terjadilah
intervensi terhadap pemberlakuan hukum Islam. Dampak aneksasi ini adalah penyatuan
aturan dan kebijakan oleh pemerintahan Thailand, termasuk mengganti hukum Islam
dengan hukum sipil Thai. Pada saat yang sama, pemerintah juga membatasi wilayah
kewenangan hukum Islam, yakni hanya berlaku dalam bidang hukum keluarga, seperti
hukum perkawinan, perceraian, dan kewarisan. 38
Pemisahan pengadilan agama dari pengadilan umum merupakan salah satu dari
tujuh tuntutan yang disuarakan oleh kelompok Melayu Pattani di bawah kendali seorang
aktivis dan ulama’, Haji Sulong Bin Abdul Kadir. Kelompoknya meminta kepada
pemerintah Thailand agar hakim pengadilan agama dipilih oleh masyarakat Muslim, tidak
oleh pemerintah yang secara umum notabene non Muslim. Masyarakat Pattani Melayu ini
juga meminta diadakannya pengajaran bahasa Melayu dan Arab di sekolah Muslim.
Tuntutan pemisahan pengadilan agama ditolak oleh pemerintah. Inilah yang membuat
perlawan Haji Sulong terhadap pemerintah menjadi lebih keras dan agresif. Sayangnya,
pada 1952 dia hilang dalam situasi yang tidak jelas.39

36
Ali Sodiqin, Op. Cit, hlm. 33.
37
Ketujuh petisi tersebut adalah: (1) Penunjukan seorang pribumi yang memiliki kewenangan penuh
untuk memerintah wilayah Pattani (2) 80% dari pegawai sipil yang bekerja di empat provinsi
adalah Muslim (3) Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi negara di samping bahasa Thai
(4) Pengajaran di sekolah dasar harus menggunakan bahasa Melayu (5) Hukum Islam harus diakui
dan diimplementasikan di Peradilan Agama, terpisah dari Peradilan Sipil (6) Pajak dan pemasukan
di empat provinsi harus digunakan untuk pembangunan daerah sendiri (7) Mendirikan biro urusan
Muslim yang memiliki kewenangan penuh.
38
Ibid.
39
Muhammad Latif Fauzi, Op. Cit, hlm. 43.
13
Setelah jatuhnya rezim Phibul Songgram pada tahun 1944, Muslim di Thailand
Selatan mendapatkan angin segar kebebasan bereskpresi dan kemerdekaan menyatakan
pendapat. Pemerintah Thailand juga makin kooperatif dengan kepentingan umat Islam di
Selatan. Paling tidak terdapat tiga produk hukum dalam bentuk Undang-undang yang
dibuat oleh pemerintah untuk mengakomodasi kepentingan hukum masyarakat Islam
Thailand. Sebagian undang-undang berlaku untuk masyarakat muslim Thailand secara
umum yang tidak terbatasi oleh wilayah tertentu, ada undang-undang yang dibuat khusus
untuk masyarakat muslim Thailand yang berada di empat propinsi Thailand Selatan.40
Produk hukum yang pertama adalah Patronage of Islamic Act (Undang-undang
Mengayomi Islam) yang dibuat pada tahun 1945 dan berlaku hanya untuk orang Islam di
Thailand secara keseluruhan. Undang-undang ini mengamanatkan berdirinya Lembaga
Komite Islam Nasional yang secara resmi didirikan oleh Pemerintah Thailand pada tahun
1945. Pasal V Undang-undang Mengayomi Islam menyatakan bahwa : ”Komite Islam
Nasional berfungsi sebagai penasehat kepada pemerintahan dalam negeri dan kementrian
pendidikan dalam urusan agama Islam”. Komite Islam Nasional ini berkedudukan di
Bangkok dan diketuai oleh seorang Chularajmontri. Lembaga ini memiliki peran strategis
sebagai penghubung antara kaum Muslim dengan pemerintah dan sebagai penasehat
kepada kementrian dalam negeri dan kementrian pendidikan Thailand dalam urusan
agama. 41
Secara historis, Pemerintah Thailand sejak masa kerajaan Siam telah melakukan
sentralisasi terhadap posisi Chularajmontri sejak periode-periode pada abad ke-17. Raja
Songdham (1610-1638) menunjuk satu dari beberapa tokoh Muslim ternama sebagai
Chularajmontri (Shaikh al Islam) yang pertama. Secara literal “Chularajmontri” terdiri
dari tiga kata: “Chula” (posisi tertinggi), “raj” (raja), and “montri” (penasehat). Sumber
yang lain memaknai kosakata “Chula” berasal dari bahasa Persia, yaitu Mullah, or Jullah.
Karena itu, untuk mengkombinasikan dua rujukan tersebut “Chularajmontri” dapat
diartikan sebagai Mullah yang berfungsi sebagai penasehat tertinggi raja dalam urusan
keagamaan. Peran yang dimiliki Chularajmontri sangat penting dan stategis karena
berada di sekitar kekuasaan Raja. 42
Dalam perkembangannya, pada tahun 1945 berdasarkan Pasal VII Undang-
undang di atas dibentuk Lembaga Komite Islam Propinsi. 43 Lembaga ini bertugas sebagai

40
Ibid, hlm. 36.
41
Ibid, hlm. 37.
42
Ibid, hlm. 37-38.
43
Pasal tersebut menyebutkan ”Propinsi-propinsi dimana sebagian besar penduduknya beragama
Islam, hendaklah menteri dalam negeri membentuk Komite Islam setempat yang bertugas sebagai
pemberi nasehat komite propinsi (gubernur) mengenai soal-soal yang berkaitan dengan agama
14
pemberi nasehat kepada komite propinsi yakni gubernur dalam masalah-masalah yang
berkaitan dengan urusan agama Islam. Pada tahun ini juga dibentuk komite-komite
diseluruh propinsi negeri Thai yang penduduknya sebagian besar Islam. Pada awalnya
lembaga ini sebagai satu badan urusan agama Islam swasta yang kemunculannya pada
masa pemerintahan Perdana Mentri Phibul Songkram. 44
Pada masa monarki absolut, posisi Chularajmontri lebih dominan dikuasai oleh
keluarga Persia beraliran Syiah, sedangkan pada era demokrasi pemerintah menunjuk
tokoh Musim Sunni. Sebagai catatan, mayoritas Muslim yang tinggal di Thailand
mengikuti aliran Sunni. Transisi kepemimpinan Chularajmontris pada era demokrasi
Thailand tidak lagi didasarkan pada garis keturunan (lineage). Uniknya, pemerintah
Thailand tidak pernah menunjuk tokoh Muslim dari Selatan meskipun, sebagaimana
diketahui secara umum, populasi Muslim di wilayah itu yang terbesar di antara wilayah-
wilayah lain. Muslim yang tinggal di wilayah Selatan meyakini Komite Islam Propinsi
dibentuk oleh pemerintah dengan mandat untuk melakukan integrasi dan pengawasan
terhadap penduduk Muslim. Begitu juga peran yang dimiliki Chularajmontri. 45
Para Chularajmontri dalam beberapa era kepemimpinan sangat aktif terlibat dalam
penyelesaian konflik antara pemerintah dan masyarakat lokal di Selatan. Untuk menyebut
contoh, Chularajmontri pertama pada era demokrasi, Cham Bromyong (1945-1947),
secara khusus diberi mandat untuk membantu menyelesaikan konflik. Chularajmontri
berikutnya, Tuan Suwannasan (1947- 1981), dipilih oleh rezim nasionalis dan tidak
diharapkan untuk berkiprah aktif dalam politik. Bahkan, ia mengizinkan putrinya untuk
dinikahi Muslim dari Yala. Hal ini dilakukannya untuk menguatkan hubungan antara
Muslim Thai dan Muslim Melayu. 46
Timbulnya kesadaran dari para ulama atas masalah-masalah yang berlaku di
dalam masyarakat di empat propinsi Thailand Selatan dan kekosongan lembaga yang
memiliki otoritas untuk menjawab persoalan umat Islam yang mendasari lahirnya
Lembaga Komite Islam. Dengan demikian para ulama Pattani sepakat untuk mendirikan
sebuah lembaga atau komite Islam dalam mengurusi permasalahan umat Islam. Pada
tahun 1943 dibentuk Lembaga Komite Islam (sekarang ini di kenal dengan nama Majelis
Agama Islam) di Propinsi Pattani yang dikepalai oleh Muhamad Sulong bin Haji Abdul
Qadir, seorang ulama kenamaan waktu itu. Kemudian setelah didirikannya LKI Propinsi

Islam, Semua anggota komite Islam harus beragama Islam yang jumlahnya minimal lima orang,
terdiri dari ketua dan anggota-anggotanya. Yang berwenang melantik dan mencabut
anggotaanggota lembaga komite Islam Propinsi adalah menteri dalam negeri Thai.
44
Ibid.
45
Ibid, hlm 38-39.
46
Ibid.
15
di Pattani, terbentuk LKI Propinsi di seluruh negeri Thailand yang penduduknya sebagian
besar Muslim. Sekarang di seluruh negara Thailand sudah terbentuk dua puluh delapan
komite propinsi. 47
Setahun setelah keluarnya Undang-undang yang mengatur terbentuknya lembaga
komite Islam, pemerintah Thailand mengeluarkan Undang-undang pelaksanaan Hukum
Keluarga Islam dan Hukum waris. Undang-undang ini dikeluarkan pada tahun 1946 dan
hanya khusus diberlakukan di empat propinsi Thailand Selatan, yaitu Patani, Yala,
Naratiwat dan Setun. Ketiga, Undang-undang tentang urusan Masjid yang dibuat pada
tahun 1947 dan berlaku untuk orang Islam di Thailand secara keseluruhan.48
Haji Sulung mengakhiri jabatannya pada bulan Juli tahun 1947 dan digantikan
oleh Haji Abdul Aziz Abdul Wahab. Pada masa kepemimpinan Haji Abdul Aziz Abdul
Wahab, Majelis Agama 35 Islam belum memiliki dana yang cukup untuk mendirikan
kontor sendiri. Oleh itu, semua kegiatan organisasi di pusatkan di rumah beliau sekaligus
menjadi kantor Majelis Agama Islam. Beliau menjadi pemimpin selama 26 tahun dan
meninggal dunia pada tanggal 22 September 1974. 49
Setelah Abdul Aziz Abdul Wahab meninggal dunia, dilantikan Haji Muhammad
Amin Tok Mina pada tanggal 16 April 1975. Beliau adalah anak ketiga Tuan Guru Haji
Sulung Tok Mina. Pada masa pemimpin inilah Majelis Agama Islam berhasil mendirikan
bangunan kontor sendiri dalam wilayah Pattani. Ia merupakan pusat Majelis Agama
Islam Pattani pertama kali yang didirikan. 50
Selanjutnya Haji Muhammad Amin memimpin Majelis Agama Islam Pattani
selama 8 tahun (1975-1982), beliau mengundurkan diri dari jabatannya. Kepemimpinan
beliau dilanjutkan oleh Haji Yusuf Wan Musa yang dilantik pada tanggal 24 Agustus
1982 sebagai pemimpin yang keempat. Beliau memimpin tidak lama kemudian
mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 05 Januari 1984. Selanjutnya jabatan
beliau dipegang oleh Haji Abdul Wahab bin Abdul Aziz Wahab anak dari Haji Abdul
Aziz Abdul Wahab yang dilantik pada tanggal 09 Januari 1985 sebagai ketua Majelis
Agama Islam Pattani sehingga habis jabatannya pada tanggal 08 November 1999.
Pada tanggal 18 November 1999 dilantik Tuan Guru Haji Abdulrahman bin Wan
Daud sebagai pemimpin organisasi Majelis Agama Islam Pattani sampai sekarang. Pada
Masa pemimpin itu, Pemerintah Kerajaan Thai memberi bantuan yang dimanfaatkan

47
Ibid, hlm. 39-40.
48
Ibid.
49
Ruwaida Ming, Skripsi: Penetapan Batas Usia Pernikahan 15 Tahun Di Majelis Agama Islam
Pattani Dalam Tinjauan Maqasid Syariah, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2020), hlm.
35-36.
50
Ibid.
16
dalam membangun kantor Majelis Agama Islam Pattani sebagai pusat pentadbiran yang
baru terletak di Nongcik Provinsi Pattani.
Lembaga Majelis Agama Islam Wilayah Selatan Provinsi Pattani, Yala,
Narathiwat dan Satun merupakan lembaga yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Thailand pada Tahun 1997 dalam Pasal 26. Namun dinyatakan bahwa Majelis
Agama Islam Pattani bertanggung jawab atas rakyat Islam di seluruh provinsi.
Reformasi hukum lain yang diberlakukan oleh Kerajaan Siam adalah mengubah
pola penyelesaian perkara oleh Tok Kali. Sebelumnya, Tok Kali bertindak sebagai hakim
tunggal yang memutuskan perkara sendirian. Jika para pihak tidak puas mereka dapat
mengajukan banding ke Komisioner Siam atau kepada raja. Kebijakan Siam mengubah
pola ini dan menjadikan kedudukan Tok Kali seperti juri dalam persidangan. Setiap
perkara yang masuk akan ditangani oleh lebih dari satu Tok Kali, dan pihak yang
berperkara boleh menentukan Tok Kali mana yang mereka pilih. Jika keputusan Tok Kali
sama keputusannya, maka putusan itu bersifat final dan tidak ada banding. 51
Di Thailand sistem peradilan yang berlaku berbeda. Kedudukan peradilan agama
di empat propinsi Thailand Selatan tidak mandiri dan tergantung dan berada di bawah
otoritas peradilan sipil. Putusan yang dijatuhkan oleh peradilan agama baru memiliki
kekuatan hukum tetap setelah mendapat penetapan dari hakim peradilan sipil. Dato’
Yuttitham (hakim agama) hanya berada di samping hakim sipil saat sidang dan dikontrol
langsung olehnya. 52
Fungsi dan peran lembaga Dato’ Yuttitham atau pengadilan agama. Dua aspek
tersebut baik yang bersifat teknis prosedural maupun substansial. Pertama, sejauh para
ulama diberi peran dalam penyelenggaraan peradilan, terutama dalam bidang hukum
perkawinan dan hukum waris, mereka hanya berperan atas perkenan Gubernur Jenderal
Thai di wilayah tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk melakukan
perbaikan pada sisi ini adalah perubahan prosedur pemilihan anggota Dato’ Yuthitam.
Mereka tidak dipilih oleh Gubernur Jenderal, tetapi dihasilkan melalui pemilihan yang
dilakukan oleh dewan ulama secara khusus atau masyarakat Muslim secara umum.
Kedua, Tok Kadi sesungguhnya merupakan perpanjangan dari pengadilanpengadilan
Thailand yang dibentuk oleh otoritas politik Thailand. Untuk melegitimasi sumber dan
materi hukum Islam yang akan dipakai, para ulama diangkat sebagai hakim. Terlepas dari
itu, putusan yang dijatuhkan ulama’ hanya berbentuk pendapat atau nasehat yang tidak

51
Muhammad Latif Fauzi, Loc. Cit.
52
Ibid, hlm. 44-45.
17
mengikat. Hakim di lingkungan peradilan umum yang memiliki otoritas untuk
menentukan hasil akhirnya. 53
Profesionalitas dan urusan administrasi Dato’Yuthitham berada dalam pembinaan
Kementerian Kehakiman. Biasanya terdapat dua Dato’Yuthitham di setiap level
pengadilan tingkat provinsi. Mekanisme seleksi, pengangkatan, promosi dan
pemberhentian hakim agama ini diatur menurut Undang-undang Kekuasaan Kehakiman
tahun 2000. Adapun Muslim yang dapat menduduki posisi Dato’Yuthitham adalah jika ia
memenuhi sebagai berikut: 1) Muslim berkewarganegaraan Thailand dan loyal terhadap
pemerintah, 2) berusia tidak kurang dari 30 tahun, 3) memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam putusan atas perkara perkawinan dan kewarisan, 4) memiliki
kualifikasi akademik minimal setara dengan tingkat sekolah tinggi, 5) fasih dalam
membaca al-Quran, dan 6) lancar bebahasa Thai. 54
Sebelum dilakukan kodifikasi hukum keluarga Islam, rujukan yang dipakai oleh
Dato’ Yuttitham dalam menyelesaikan masalah-masalah perdata keluarga adalah kitab-
kitab fiqh yang ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu. Kondisi ini sama
persis dengan yang terjadi di Indonesia sebelum tahun 1991, di mana sumber hukum
yang dipakai oleh hakim di pengadilan agama diambil dari berbagai kitab fiqh dan
yurisprudensi. 55
Banyaknya rujukan kitab fiqh yang digunakan Dato’ Yuttitham dalam
menyelesaikan suatu perkara tidak jarang menimbulkan kebingungan di tengah
masyarakat. Misalnya, dalam menyelesaikan perkara keluarga seorang Dato’ Yuttitham
mengutip satu kitab fiqh sedangkan Dato’ Yuttitham yang lain dalam kasus yang sama
mengutip kitab fiqh yang berbeda. Hal ini kemudian mendorong Menteri Kehakiman
mengeluarkan keputusan dan perintah kepada hakim Thailand di Selatan untuk melantik
Panitia Pembuat Kodifikasi Hukum Islam dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Thai.
Panitia pengkodifikasian tersebut dipimpin seorang ketua hakim daerah selatan yang
beragama Budha, yang beranggotakan Dato’ Yuttitham di empat propinsi Thailand
selatan dan beberapa ketua Mahkamah di tingkat propinsi Thai dan para pakar hukum. 56
Usaha pengkodifikasian hukum Islam merupakan usaha penyusunan kompilasi
hukum Islam Thailand dalam rangka mencari pola fiqh yang khas di Peradilan Agama di
empat propinsi Thailand selatan. Proyek kodifikasi hukum Islam tentang hukum keluarga
di empat propinsi Thailand selatan sesungguhnya dimulai sekitar tahun 1929 oleh hakim-

53
Ibid.
54
Ibid.
55
Muhammad Latif Fauzi, Op, Cit, hlm. 47.
56
Ibid.
18
hakim daerah selatan di bawah pengarahan seorang hakim Thai yang beragama Budha,
Praya Sucharittampisarn. Proyek kodifikasi ini dilakukan selama 12 tahun, yakni selesai
pada tahun 1941. Empat tahun kemudian, Kitab Hukum Islam ini diresmikan pada tahun
19 November 1946, berdasarkan Surat Edaran Pemberlakuan Hukum Islam di Pattani,
Narathiwat, Yala dan Satul B.E 2489 (1946). Surat ketetapan ini merupakan pengakuan
eksistensi hukum Islam sekaligus pembatasan berlakunya hukum Islam, baik dari segi
materi hukum maupun wilayah hukum. Undang-undang Islam tentang Hukum Keluarga
resmi diumumkan dan diberlakukan hanya khusus di propinsi Patani, Naratiwat, Yala dan
Setun.57
Adapun langkah yang ditempuh dalam pengkodifikasian hukum ini meliputi
beberapa tahapan. Pertama, seleksi dan penyusunan materi serta penterjemahan. Pada
tahun 1930, ketua Mahkamah propinsi Patani menyerahkan tugas penyusunan materi
kodifikasi kepada Dato’ Yuttitham di propinsi Patani untuk melakukan drafting kitab
hukum keluarga Islam dalam bahasa Melayu. Naskah itu kemudian diterjemahkan oleh
Tuan Chit Deang- Udoom ke dalam bahasa Thai dan diserahkan kepada Menteri
Kehakiman. Penyusunan materi ini memakan waktu selama dua tahun, dari tahun 1929
sampai 1931. 58
Materi dalam kompilasi hukum Islam tentang hukum keluarga diambil dari
beberapa kitab fiqh klasik mazhab Syafi’i sebagai rujukan, baik yang berbahasa Arab
maupun yang berbahasa Melayu (Jawi atau Arab Pegon). Kitab fiqh yang menjadi
rujukan tersebut berjumlah 13 kitab fiqh, 6 kitab diataranya berbahasa Arab dan 7 kitab
yang lainnya berbahasa Melayu. Adapun kitab-kitab berhasa Arab yang digunakan
sebagai rujukan dalam penyusunan Kompilasi Hukum Keluarga Islam Thailand (untuk
selanjutnya disebut Kompilasi) dalah Gayat al-Maqshud, Fath al-Mu’in, As-Sarh al-
Raji’ah, Mugni al-Muhtaj, Al-Bajuri ‘ala as Syamsuri, dan Hall al-Musykilat. Sedangkan
kitab-kitab berbahasa Melayu yang dipakai antara lain Mir’at at-Tullab, Kasyf al-Lisan,
Furu’ al-Masa’il, Muta’allum, Izah al-Bab, Matla’in Badriah, dan Fatawa al-Quda fi
Ahkam an-Nikah.59
Tahap kedua adalah perbaikan naskah. Pada tahap ini, naskah yang telah disusun
oleh hakim di Patani dan yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Thailand, diserahkan
oleh Kementerian Kehakiman kepada Pra Sriburirat untuk membaca ulang, memberi
catatan jika ada bagian yang kurang tepat secara teknis maupun substansi, dan
memperbaikinya. Setelah diperbaiki, naskah dikirim ke Dato’ Yuttitham di Propinsi

57
Ibid.
58
Ibid, hlm. 48.
59
Ibid.
19
untuk dibaca dan dikoreksi untuk kesekian kalinya. Di tangan para hakim Setun ini, draft
kompilasi ini diperbaiki dalam waktu yang cukup lama, sekitar 6 tahun dari tahun 1931
sampai 1937. 60
Menurut beberapa sumber, faktor utama yang menyebabkan proses perbaikan ini
lama adalah karena mendalam dan tidaknya pembahasan pasal-pasal kompilasi hukum
keluarga tersebut tidak seimbang antar tema yang dengan yang lain. Ada beberapa bagian
yang diatur secara mendalam, ada yang sangat ringkas. Terkadang, perbedaan pendapat di
kalangan ulama’ juga diakomodasi dalam pasalpasal tersebut. Memuat berbagai pendapat
ini, meskipun mencerdaskan pemahaman umat dan memberi pilihan hukum, tetapi
metode ini kurang tepat. Dalam rangka kepastian hukum (legal certainty) dan
pemyeragaman hukum (legal unification), hukum yang dimuat dalam aturan hukum
biasanya menyediakan satu pilihan pendapat. Selain faktor tersebut, kutipan materi
hukum dalam Kompilasi yang diambil dari kitab-kitab fikih tidak dituliskan sumber yang
dikutipnya.61
Setelah perbaikan naskah selesai dilakukan oleh para hakim di Setun, naskah
Kompilasi disusun berdasar sistematika layaknya peraturan perundangundangan.
Tahapan berikutnya adalah uji publik kompilasi melalui forum seminar yang dilakukan
secara berseri dan tematik. Seminar pertama membahas hukum Islam mengenai keluarga
secara umum yang dilaksanakan pada tanggal 4 sampai 14 April 1938 di Mahkamah
Patani. Seminar kedua menguji materi Kompilasi yang termuat dalam Buku Pertama
tentang Keluarga. Forum ini dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 1939 sampai 27 Maret
1939 di Songkla. Adapun seminar terakhir, ketiga, difokuskan untuk menganalisa materi
hukum dalam Buku Kedua tentang hukum waris. Dalam seminar ketiga ini juga
dilakukan perbaikan atau finalisasi Buku Pertama. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal 26 Agustus 1940 sampai dengan 13 September 1940 di Songkla. 62
Sebagaimana dijelaskan di atas, Kompilasi ini terdiri dari dua buku. Buku Pertama
membahas tentang hukum keluarga sedangkan Buku Kedua membahas tentang hukum
waris. Kompilasi ini dibagi dalam beberapa bab yang terdiri dari 230 pasal secara
keseluruhan. Karena luasnya sub pokok masalah, Buku Pertama tentang keluarga
memiliki lebih banyak pasal. Sebaliknya, Buku Kedua tentang waris disajikan secara
garis besar dalam bentuk yang lebih sederhana. 63

60
Ibid, hlm. 48-49.
61
Ibid.
62
Ibid, hlm. 49-50.
63
Ibid.
20
Dominasi mazhab fikih Syafi’iyah di Asia Tenggara cukup mempengaruhi metode
dan sumber yang digunakan dalam perumusan Kompilasi. Kitab-kitab yang dirujuk
maupun pendapat-pendapat hukum yang dikutip sebagian besar merujuk pada aliran
hukum Syafiiyah. Di sini, perumus kompilasi hukum Islam di Thailand juga memiliki
cara pandang yang sama untuk mengkontekstualisasikan produk hukum yang telah
tersedia dalam sumber klasik dengan realitas kehidupan masyarakat Thailand, terutama di
Selatan. Sistem kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat Melayu menjadi elemen
penting yang dipertimbangkan para penyusun. Karena itu, dari materi-materi hukum
dalam Kompliasi sangat jelas bahwa penyusun Kompilasi juga menerapkan metode
eklektik (takhayur) dengan melibatkan pendekatan siyasah syar’iyyah (politik hukum).
Ini terutama diterapkan dalam hukum waris yang formulasi materinya banyak diambil
dari rujukan kitab non-Syafi’iyah.64
Diselesaikannya proyek penyusunan Kompilasi ini tentu memudahkan cara kerja
Dato’ Yuttitham. Implikasi lain yang lebih siginifikan adalah perubahan sumber otoritas
hukum Islam yang selama ini dipegang oleh para hakim. Sebelum kodifikasi, hakim-
hakim yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum Islam klasik yang dapat
mengadili sengketa-sengkrta keluarga. Kini dengan adanya sumber baru, hakim cukup
mendasarkan putusannya pada Kompilasi. Inilah yang disebut dengan transformasi fikih
menjadi hukum negara yang berakibat pada perpindahan otoritas fikih yang dipegang
oleh Tuhan dan pendapat ulama’ klasik dalam kitab-kitab klasik kepada hukum negara di
bawah otoritas pemerintah, sekuler sekalipun. 65
Konsekuensi lain adalah perbedaan pendapat dalam memutuskan perkara tidak
lagi ditemukan. Semua hakim memiliki otoritas yang sama dalam memeriksa dan
memutus perkara yang berkaitan dengan hukum keluarga dan waris yang diajukan ke
lembaga peradilan agama. Persoalan yang muncul kemudian adalah bahwa seiring
dengan perkembangan dan perubahan masyarakat yang sangat cepat, materi dalam
kompilasi hukum Islam yang dipakai sebagai hukum materiil di Peradilan Agama
Thailand Selatan belum dilakukan kajian ulang dan, apalagi, perbaikan sedikitpun sejak
tahun 1929 dimana kompilasi ini dirumuskan untuk pertama kali. Inilah yang
menyebabkan masyarakat kurang memberi perhatian pada lembaga peradilan agama.
Akibatnya, kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa perdata keluarganya
di pengadilan agama semakin menurun dan bahkan menghilang. Kini Muslim Thailand
Selatan lebih cenderung menyelesaikan perkaranya di luar pengadilan melalui mediasi
para ulama’ yang memiliki otoritas keagamaan pada level masjid. Beberapa model

64
Ibid.
65
Ibid, hlm. 50-51.
21
litigasi tradisonal masyarakat Pattani adalah: melalui sumpah, mediasi oleh tetua adat,
dan jurisdiksi formal oleh pemimpin lokal. Persoalan yang timbul di masyarakat lebih
banyak diselesaikan secara mediasi atau negosiasi. Jika persoalan tersebut belum dapat
diselesaikan, maka solusinya dilimpahkan kepada penghulu atau maekong. 66
Salah satu contoh materi hukum dalam Kompilasi adalah tentang prosedur
perceraian. Dalam Kompilasi pasal 82 sampai pasal 112 diatur tentang perceraian. Secara
sederhana, Kompilasi ini membedakan empat prosedur perceraian, yaitu talak, khulu’,
talak dengan ta’liq, dan faskh. Pertama, talak menjadi hak mutlak suami. Hanya suami
yang berhak untuk menjatuhkan talak dan tidak diperlukan untuk meminta persetujuan
dari istri kecuali talak tersebut karena dibayar oleh istri. Inilah yang disebut dengan
prosedur khulu’. Prosedur ketiga adalah fasakh. Fasakh adalah cara membatalkan ikatan
pernikahan yang harus dilakukan oleh suami atau istri supaya putus dari ikatan
pernikahan. Menurut kompilasi, fasakh dapat dilakukan apabila: 67
1. Suami atau istri hilang akal atau mengidap penyakit kulit, penyakit lepra
sebelum atau sesudah pernikahan
2. Alat kelamin suami terlalu besar sehingga istri tidak bisa menerima melakukan
hubungan badan.
3. Suami yang sudah baligh dan akal normal mempunyai kecacatan alat kelamin,
seperti lemah syahwat atau putus sehingga tidak bisa digunakan untuk
berhubungan.
4. Alat kelamin istri ada daging tumbuh atau penyakit tumor atau penyakit
kandungan sehingga tidak bisa melakukan hubungan badan.
Selain karena talak, khulu’ dan fasakh, pernikahan juga dapat diputus karena
terjadinya pelanggaran sighat ta’liq. Ta’liq merupakan janji yang diucapkan oleh suami,
biasanya di bagian akhir pada proses akad nikah, yang secara umum memuat klausul-
klasul untuk melindungi perempuan dari kesewenang-wenangan suami dalam memenuhi
hak-hak yang seharusnya diterima istri.68
a. Fungsi Dan Peran Majelis Agama Islam Patani Selatan Thailand
Menurut Pasal 26 tahun 1997, Majelis Agama Islam provinsi Pattani memiliki
tugas sebagai berikut:69
1. Menyelesaikan masalah pernikahan dan perceraian suami isteri.
2. menerbitkan sertifikat pernikahan dan perceraian sesuai dengan ketentuan Islam.

66
Ibid.
67
Ibid, hlm. 53-54.
68
Ibid.
69
Ruwaida Ming, Op.Cit, hlm. 37.
22
3. Memberi fatwa, menyelesaikan masalah keluarga harta warisan, hibah, waqaf, dan
wasiat menurut hukum Islam.
4. Mengurus kemajuan masjid, dakwah dan pendidikan Islam.
5. Mengurus urusan ḥāji dan umrah.
6. mengurus urusan zakāt, makanan ḥalāl dan ekonomi yang berlandasan syari'ah
islāmiyah.
7. Memeriksa dan memutuskan pencabutan komite masjid.
8. Mengawasi pilihan calon komite masjid.
9. Memutuskan permohonan yang di ajukan oleh anggota masjid.
10. Membantu dan menolong masyarakat umat Islam.
11. Menjaga budaya tempatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Majelis Agama Islam Thailand adalah satu badan yang merangkumi atau
mengambil peran menjadi:70
1. Badan Keuangan
Badan yang mengatur hal keuangan majlis dan bertanggungjawab didalam harta
benda majelis dan baitul mal. 71
2. Badan Ekonomi
Sebuah bada yang menjalankan hal ekonomi majlis mengatur dan menyusun hal
ekonomi, membuat perhubungan dengan setiap lapisan baik didalam maupun diluar
negeri untuk mendapat bantuan ekonomi, mengadakan kuprasi (bank Islam), menyiasat
harta-harta anak yatim dan harta-harta yang tidak berwaris. 72
3. Badan Pelajaran
Badan yang mengatur didalam hal mata pelajaran kepada sekolah-sekolah taman
Fadhu „ein dan sekolah-sekolah orang dewasa yang mrngajar di masjid-masjid dan
sekolah-sekolah agama yang ada didalam provinsi Pattani, termasuk juga pondok-pondok
dengan member layanan dan membuat perhubungan kepada pelajar-pelajar Islam yang
akan menyambung pelajaran diluar Negara, dan member pengakuan dan jaminan kepada
guru-guru yang akan mengajar pelajaran agama Islam dalam provinsi Pattani, dan
mengawal mata pelajaran agama Islam yang diajarkan dalam sekolah rendah kerajaan
dalam setiap buah kampong. 73
4. Badan Dakwah

70
Sulaiman Laseng, Skripsi: Analisis Hukum Islam Terhadap Faktor-Faktor Penyebab Perceraian
Di Majlis Agama Islam Pattani Thailand Selatan, (Lampung: Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, 2019), hlm.. 58-70.
71
Ibid.
72
Ibid.
73
Ibid.
23
Badan yang mengatur dalam hal dakwah seperti mengeluarkan khutbah-khutbah
jumaat dan majalah bulanan untuk disebarkan kepada setiap buah masjid, mengadakan
siaran syarahan agama melalui radio tempatan pada bulan puasa, menyusus pengjaran
agama melalui radio, mengadakan pendakwah-pendakwah yang mampu keluar
berdakwah Islamiyah di masjid-masjid pada setiap hari jumaat dan mengadakan kertas
sebaran (surat lipat atau majalah) mengikut keputusan Lijannatul Ulama didalam hal
memfatwa hukum syra‟i. 74
5. Badan Zakat
Badan yang mengatur urusan zakat, yaitu dengan cara member pengertian
berkenaan dengan hal zakat padi, zakat perniagaan dan zakat fitrah, serta mengutup dan
mengumpul zakat-zakat tersebut dan dibahagikan kepada mereka yang berhak
menerimaannya. 75
6. Badan Pemerintah
Badan pemerintah terbagi kepada kepada 2 macam yaitu :
a. Bagian Syar‟iyah
Badan ini mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah Syar'iyah diantaranya :76
1. Menyelesaikan masalah suami isteri, pernikah dan perceraian.
2. Menerima dan menyelesaikan perkara-perkara berkenaan dengan sengketa
antara suami isteri, talik talak, pasha nikah, dan membuat pertimbangan
berkenaan dengan perkawinan.
3. Menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan harta pesaka, waris,
wakaf, hibah, dan wasiat.
4. Membuat surat-surat perjanjian yang berkenaan dengan hukum Syar‟i.
5. Mendamaikan makmum dalam sesuatu qoriyah, diantara makmum di qoriyah
lain.
6. Menentukan dan mengumumkan awal puasa dan hari raya.
7. Menyelesaikan perkara-perkara lain yang berskenaan dengan hukum syariah.
b. Bagian Pentadbiran Masjid
Menyangkut undang-undang peraturan perlantikan imam khotib bilal dan
pendaftaran masjid tahun 1947 M. Memberi jawatan kuasa kepada jamaah jawatan
kuasa Islam bahagian wilayah untuk membuat pertimbangan dan menentukan, berarti
setiap buah masjid yang akan mengadakan pertukaran Imam, Khotib, Bilal dan jamaah

74
Ibid.
75
Ibid.
76
Ibid.
24
jawatan kuasa bahagian majid hendaklah dengan melalui jamaah jawatan kuasa Islam
bagian provinsi. 77
Imam, Khotib, Bilal berada didalam jawatan seumur hidup, adapun jawatan
jamaah jawatan kuasa bahagian masjid berada dalam jawatan selama 4 tahun, jumlah
bilangan masjid dalam wilayah Pattani kesemuaan 576 buah yang sudah terdaftar
mengekuti undang-undang. Selain daripada tugas-tugas yang tersebut di atas, dipihak
majelis juga ikut serta dalam hal kesetabilan Negara dan kesejahteraan masyarakat
seperti berkerjasama dalam hal membasmi dan memulihkan penagih dadah,
mengadakan kursus Imam, Khotib, Bilal dalam hal kesejahteraan umum dan keluarga
bagian.78
b. Visi dan Misi Majelis Agama Islam
1. Visi
Majelis Agama Islam Wilayah mempunyai visi adalah sebagai pusat pentadbiran
badan hal iḥwāl agama dan umat, mewujudkan kemasyarakatan ilmuan, berakhlak
mulia, berpendirian, bersatu, memiliki kekuatan mencapai kemakmuran serta
menegakkan keadilan. 79
2. Misi
Misi yang dimiliki oleh Majelis Agama Islam yaitu;80 1) Menjadi pusat
pentadbiran dalam mengurus hal iḥwāl agama dan umat, memberikan fatwa dan
nasihat terhadap kegiatan badan kerajaan yang berkaitan dengan hukum Islam. 2)
Menjadi badan resmi dalam mewujudkan masyarakat ilmuan, berakhlak mulia,
berpendirian, bersatu, memiliki kekuatan, menegakkan keadilan dan mencapai
kemakmuran. 3) Koordinasikan dan kerja sama antara organisasi pemerintah dan
swasta, tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Tujuannya hidup bersama dalam
damai dan harmonis. 4) Memelihara dan melestarikan hasil budaya tempatan supaya
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. 81
c. Buku Pedoman Majelis Agama Islam Thailand
Pembuatan buku “Hukum Keluarga dan Hukum Waris” tahun 2011 oleh lembaga
Pengadilan Agama, bertujuan untuk meningkatkan dan membuat panduan lebih lengkap
untuk hukum Islam tentang hukum keluarga dan hukum waris, dijadikan sebagai rujukan
dalam pengambilan keputusan persidangan serta melindungi kebebasan dalam beragama
yang memiliki standar yang sama. Begitu juga memperkuat dan mengembangkan sistem

77
Ibid.
78
Ibid.
79
Ruwaida Ming, Op. Cit. 38.
80
Ibid.
81
Ibid.
25
hukum dan sistem peradilan sesuai dengan gaya hidup. Buku pedoman ini merupakan
panduan yang penting bagi para hakim pengadilan dan Datoʹ Yutitham dalam
memutuskan perkaraperkara yang berlaku di wilayah selatan provinsi Pattani, Yala,
Narathiwat dan Satun.82
Dalam Buku Hukum Keluarga dan Hukum Waris menyebutkan dari dua bagian,
bagian pertama berkaitan dengan hukum keluarga yang terdiri dari 118 pasal yang
mengatur sebagai berikut:
1. Aturan umum yang berisi tentang walī, manfaat pernikahan, ījāb qabūl dan saksi
pernikahan.
2. Hak dan kewajiban suami isteri yang terdiri dari nafqah, untuk isteri, serta hak
dan kewajiban poligami.
3. Putusnya pernikahan yang terbagi dalam aturan umum, phiti (prosedur/tata cara),
ṭalāq, fasakh, li'an, zihar, ila’ dan khulu’
4. Akibat hukum dari pernikahan yang mengatur tentang eesi-kawin (maskawin),
mutˋah, ee-dah (iddah), nafqah isteri dalam masa iddah dan rujuk.
5. Keturunan yang dijabarkan tentang anak kandung, anak susuan, dan anak adopsi.
Bagian kedua berkaitan dengan hukum waris yang terdiri dari 28 pasal yang
mengatur tentang aturan umum, golongan ahli waris, farḍu (asḥābūl furūḍ), 'aṣabah, sawil
al-arhām dan wasiat.83

82
Ibid. 39.
83
Ibid. hlm. 39.
26
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Penulis membahas secara rinci dalam setiap poin pada makalah ini. hal tersebut
berdasarkan dari pendapat ahli, buku, maupun penelitian sebagai dasar pemikiran dalam
penjelasan maupun pembahasan. Penulis berharap penjelasan dari pendapat ahli bisa
meyakinkan pembaca mengenai apa yang penulis jelaskan serta bisa dipahami dengan
baik. Berikut simpulan dari makalah ini :
Hukum Islam yang telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari minoritas Muslim
di Thailand Selatan dalam kadar tertentu menjadi identitas yang merepresentasi
keberadaan kelompok tersebut. Seiring dengan dinamika sosial politik dan ketegangan
hubungan pemerintah pusat Thailand dan pemimpin lokal Muslim (ulama’) di empat
provinsi Thailand Selatan, hukum Islam ini mengalami reposisi sebagai ‘alat’ yang
dapat menjembatani komunikasi politik antara pemerintah pusat. Akomodasi hukum
Islam untuk diterapkan secara lokal di wilayah Thailand Selatan telah dilakukan oleh
Raja di tahun-tahun awal abad ke-20.
Dato’ Yuthitham memiliki kedudukan yang penting dalam penerapan hukum
Islam, meskipun otoritas yuridiksi yang dimilikinya cukup terbatas. Lembaga Dato’
Yuthitham atau Tok Kadi ini secara resmi didirikan pada tahun 1917 melalui keputusan
Raja sebagai lembaga yang mengawal penerapan hukum Islam di Satun. Secara historis,
sebelum berdirinya Dato’ Yuthitham, hukum Islam telah diinterpretasi dan diterapkan
oleh masyarakat Muslim melalui pembinaan ‘agensi’ ulama secara langsung.
Keterlibatan aktif Dato’ Yuthitham dalam merumuskan substansi atau materi
hukum yang termuat dalam Kompilasi Hukum Keluarga Islam 57 Thailand (Bidang
Keluarga dan Kewarisan) tahun 1941. Merujuk kitab-kitab fiqih dalam kerangka
madzhab hukum Syafi’iyah, meskipun dalam beberapa tema, terutama waris, digunakan
rujukan dari aliran hukum lain. Seperti yang terjadi di beberapa negara Muslim,
kodifikasi hukum selalu melibatkan penggunaan pola eklektik (takhayyur) dan
memasukkan aspek siyasah syar’iyyah (politik hukum).

27
Kodifikasi hukum keluarga Islam Thailand memberikan dampak siginifikan
terhadap reposisi Dato Yuthitham dalam konteks penerapan hukum Islam di
masyarakat. Yang paling tampak adalah pergeseran otoritas hukum Islam yang
sebelumnya berada dalam penguasan ulama’ dengan memakai kitab-kitab fiqh klasih
sebagai sumber otoritas menjadi hakim agama dengan sumber hukum materi yang
diatur dalam Kompilasi. Selain itu, seiring dengan perkembangan dan perubahan
masyarakat yang sangat cepat, hukum materiil Kompilasi yang dirumuskan sejak tahun
1940an dianggap kurang relevan untuk menjawab persoalan kontemporer dan karena itu
perlu dilakukan perbaikan. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang memberi perhatian
pada lembaga peradilan agama dan lebih memilih dewan masjid untuk menyelesaikan
sengketa keluarga yang mereka hadapi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Daulay, Haidar Putra. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta:
Rineka Cipta.
Fauzi, Muhammad Latif. 2015. "Hukum Islam di Tanah Merdeka: Dato' Yuthitham dan
Kodifikasi Hukum Keluarga Islam di Thailand", Laporan Hasil Penelitian Lanjut
Internasional. Surakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Insitut Agama Islam Negeri Surakarta.
Hidayat, Asep Ahmad, dkk. 2013. Studi Islam Asia Tenggara. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Laseng, Sulaiman. 2019. "Analisis Hukum Islam Terhadap Faktor-Faktor Penyebab
Perceraian Di Majlis Agama Islam Pattani Thailand Selatan". Skripsi tidak
diterbitkan. (Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Mania. 2019. ''Perkembangan Sosial Islam di Thailand", Jurnal Pendidikan Sosial dan
Budaya. 1 (1). 45-46.
Ming, Ruwaida. 2020. "Penetapan Batas Usia Pernikahan 15 Tahun Di Majelis Agama
Islam Pattani Dalam Tinjauan Maqasid Syariah". Skripsi tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Setiarini, Novia Isti, dkk. 2021. "Budaya Muslim Melayu Pattani Thailand Selatan",
Jurnal Tsaqofah & Tarikh. 6 (1). 26.
Sodiqin, Ali. 2016. "Budaya Muslim Pattani (Integrasi, Konflik dan Dinamikanya)",
Jurnal Kebudayaan Islam. 14 (1). 34.
Suhaimi. 2018. Perkembangan dan Respons Pemerintah Terhadap Islam di Asia
Tenggara. Pekanbaru: CV Riau Creative Multimedia.

29

Anda mungkin juga menyukai