Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat karunia, rahmat, dan hidayah-
Nya kami dapat menyusun makalah yang berjudul ”ISLAM DAN POLITIK DI ACEH PADA
MASA KERAJAAN” dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritikan yang bersifat
membangun semangat demi kesempurnaan dan penulisan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II ........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
PENUTUP ................................................................................................................................ 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang Aceh masa lalu saat kerajaan Aceh dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar
Muda memang pernah menjadi salah satu kerajaan dengan peradaban Islam terbesar didunia,
Kerajaan Aceh menjadi kerajaan kelima dengan peradaban islam terbesar pada masa
Utsmaniyah di Turki
Tidak mengherankan memang jika Kerajaan Aceh masa lalu menjadi peradabaan Islam
terbesar kelima didunia, seperti yang kita ketahui bahwasanya kerajaan Aceh sendiri adalah
kerajaan Islam pertama di Indonesia hal ini berdasarkan Berita dari Marcopolo menyebutkan
bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab
yang menyebarkan Islam di Aceh,begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim
dari Maghribi.yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh
telah tersebar mazhab Syafi'i.
Peradaban Islam di masa awal dihadapkan pada persaingan dengan peradaban Romawi dan
Persia. Meski Islam lahir di sebuah jazirah yang tandus dan tidak menarik, namun lambat laun
Islam justru menggeser hegemoni dua imperium besar tersebut. Secara perlahan Islam
berhasil melakukan pembebasan sampai ke batas barat Afrika Utara (Maroko),dan kemudian
bergerak ke Utara sampai ke Spanyol. Dari arah Laut Mediterania, pembebasan diraih sampai
ke kawasan Balkan. Ke arah asia kecil, futuhat diraih sampai ke Samarkand. Dan ke arah
timur, pembebasan diraih sampai ke bagian barat India. Ini adalah sebuah pencapaian
prestisius, yang menjadikan Islam ketika itu sebagai peradaban terbesar di dunia.
Peradaban Islam juga telah dicatat oleh sejarah sebagai pelopor kebangkitan ilmu
pengetahuan. Ketika Islam mencapai masa keemasan peradabannya, termasuk di sektor ilmu
1
pengetahuan, orang Eropa masih berada dalam kegelapan. Mereka masih hidup dalam
kebodohan dan keterbelakangan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Syari’at Islam di Aceh sudah menjadi catatan sejarah bahwa Aceh mulai menerapkan
syari’at Islam mulai masa kerajaan-kerajaan Islam sampai dengan pendudukan Jepang.
Bahkan dalam catatan sejarah Aceh telah dipaparkan bahwa pada masa kerajaan-kerajaan
Islam di Aceh sudah pernah diberlakukan hukum Islam terutama hukum h̖udu̅d. Seperti pada
masa Sultan Alidin Ri’ayat Syah II al-Qahhar telah memberlakukan hukum qis̖ a̅s̖ terhadap
seorang putranya abangnya yang tertangkap membunuh dan melawan hukum Islam.
Demikian pula halnya Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam pernah memberlakukan hukum
Islam atas putranya bernama Meurah Pupok yang telah melanggar Syari’at Islam. Melakukan
perbuatan yang dilarang agama, melakukan zina dengan seorang perempuan yang telah
bersuami. Suami dari perempuan yang telah dizinai oleh putra Sultan itu melapor kepada
Sultan.
Sultan dengan segera memerintahkan Sri Raja Wazir Mizan untuk meneliti dan menyelidiki
kebenaran berita tersebut. Hasil penyelidikan membuktikan bahwa Meurah Pupok adalah
benar telah melakukan penzinaan dengan isteri seorang perwira. Maka dengan tegas Sultan
memberi perintah kepada bidang yang berwenang untuk menghukum putranya tersebut sesuai
dengan hukum Islam yang berlaku saat itu.
3
Menurut kitab Tazkirat Al-Rakidin, karangan Ulama Aceh yang bernama Syeikh
Muhammad Ibnu Abbas atau lebih dikenal gelar Tgk. Chiek Kuta Karang yang secara
langsung menulis tentang sistem syari’at Islam yang berlaku saat itu, antara lain yang
membicarakan tentang Syari’at Islam:
1. Dalam alam ini terdapat tiga macam, raja, yaitu raja yang memegang jabatan lahir
saja, yakni yang memerintah rakyat menurut Hukum adat kebiasaan dunia, raja yang,
memerintah jalan agama yaitu ulama ahlu syar’iyah dan rasul serta anbiya.
2. Kita wajib mengikuti perintah raja yang memerintah menurut hukum adat jika
perintahnya sesuai dengan hukum Syara’.
3. Kita wajib mengikuti suruhan ahlu syar’iyah, jika tidak maka kita akan ditimpa
malapetaka.
4. Hukum adat dan hukum agama adalah sama kembar; tatkala mufakat hukum adat
dengan hukum syara’ negeri tenang tiada huru hara. Agama Allah dan raja-raja sama
kembar keduanya, ibarat tali berputar sama dua, yakni tiada berkata salah satu dari
pada keduanaya jauh daripada yang lain.
Dari kutipan kitab tersebut itu memberi gambaran bahwa pada masa Tgk Chiek Kuta
Karang yang berkisar tahun 1307 H atau 1889 M kondisi kerajaan Aceh masih dalam bingkai
dan nilai-nilai syari’at Islam. Sehingga tulisannya melukiskan keterpaduan antara syari’at
Islam dan hukum adat yang kuat,Terlihat pula dalam bait penjelasannya bahwa syari’at Islam
sebagai aturan hidup yang harus dijalankan oleh semua lapisan masyarakat termasuk Sultan
sendiri.
Dalam masa-masa kerajaan Islam di Aceh hukum Islam telah ditegakkan di Aceh di
samping juga hukum adatpun dijadikan rujukan. Seperti pada abad ke 17 menurut Thomas
Bowrey sebagaimana dikutip Amirul Hadi, bahwa hukum yang diterapkan di Aceh sangat
keras dalam banyak hal terutama bagi pencuri dan lebih keras kepada pembunuh yang
mendapat hukuman mati. Hukuman bagi pencuri dilakukan secara bertahap tetapi sangat
keras.
4
II.2 Kerajaan Induk Islam Aceh
1. Samudera Pasai
Kerajaan Pasai adalah Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di
pesisir timur laut Aceh. Kemunculan pertama kalinya diperkirakan abad ke-13 M, sebagai
proses dari hasil Islamisasi daerah-daerah pinggir pantai yang pernah disinggahi para
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan
ini adalah dengan adanya nisan kubur yang terbuat dari batu granit asal Samudera Pasai. Dan
nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan
tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Shaleh adalah raja pertama kerajaan tersebut dan merupakan pendiri
kerajaan itu. Hal ini diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, dan
juga hasil penelitian atas berbagai sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya
Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.P.Molquette, J.L.Moens, J.Hushoff Poll, G.P.Rouffaer,
H.K.J.Cowan, dan lain-lain.Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudera Pasai pada abad
ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya
memeganag peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya.
2. Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Aceh Besar.
Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini muncul atau
berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, diatas puing-
puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497). Dialah yang membangun kota Aceh
Darussalam. Menurutnya pada masa pemerintahannya, Aceh Darussalam mulai mengalami
kemajuan dalam bidang perdagangan karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumya
berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai
Portugis pada tahun 1511 M. sebagai akibat penaklukan Malaka Utara melalaui selat
Karimata dari Portugis itu, jalan dagang yang sebelumaya dari laut Jawa ke Sunda dan
menyusur pantai Barat Sumatera, kemudian ke Aceh.
5
II. 3 Kehidupan Ekonomi dan Sosial Politik
6
11) Lapisan masyarakat yang paling dibedakan menjadi Umara dan Ulama.
12) Diterapkan UU tentang tata pemerintahan yang memberi nama Adat Makuta Alam
yang berdasarkan hukum syara.
13) Komoditasnya lada dan rempah-rempah yang masih banyak lagi barang-barang yang
diekspor ke luar negeri dari Aceh.
b. Kehidupan Sosial-budaya
Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi,
dan Dewan Kehakiman. Mereka terutama bertugas memberi peringatan kepada sultan
terhadap pelanggaran adat dan syara’ yang dilakukan.Sultan Iskandar Muda berhasil
menanamkan jiwa keagamaan pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka,
semangat membangun, rasa persatuan dan kesatuan, serta semangat berjuang anti penjajahan
yang tinggi. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
Itulah sebabnya, bangsa-bangsa Barat tidak mampu menembus pertahanan Aceh.
7
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut.
a) Letak ibu kota Aceh sangat strategis, yaitu di pintu gerbang pelayaran dari India dan
Timur Tengah yang akan ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
b) Pelabuhan Aceh memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
Pelabuhan itu terlindung oleh Pulau Weh, Pulau Nasi, dan Pulau Breueh dari ombak
besar.
c) Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
Aceh sejak dahulu mengadakan hubungan dagang internasional.
d) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang
singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang pantai barat
Sumatra.
8
c. Sultan Alauddin Riyat Syah
Sultan Alauddin Riyat Syah adalah sultan Aceh ketiga,Beliau memerintah tahun 1538-1571.
Sultan Alauddin Riyat Syah meletakan dasar-dasar kebesaran Kesultanan Aceh,Untuk
menghadapi ancaman Portugis, beliau menjalin kerjasama dengan Kerajaan Turki Usmani dan
kerajaan-kerajaan Islam lainnya,Dengan bantuan Kerajaan Turki Usmani,Aceh dapat
membangun angkatan perang yang baik,Sultan Alauddin Riyat Syah mendatangkan ulama-
ulama dari India dan Persia,Ulama-ulama tersebut mengajarkan agama Islam di Kesultanan
Aceh ,Selain itu beliau juga mengirim pendakwah-pendakwah masuk ke pedalaman
Sumatera,mendirikan pusat Islam di Ulakan, dan membawa ajaran Islam ke Minang Kabau
dan Indrapura. Sultan Alauddin Riyat Syah wafat pada tanggal 28 September 1571.
9
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Aceh telah melaksanakan tugas sebagai benteng Islam, memperkokoh syariat
nabi,laksana benteng kepulauan Nusantara dari “angin barat” dan “glombang Barat” yang
telah mulai mengantarkan ombaknya yang dahsyat ke pantai Timur membersihkan sisa
pengaruh Hindu dan menangkis serbuan kebudayaan Kristen yang di pelopori Portugis,dan
mempersatukan negeri-negeri di Pulau sumatera , guna mempertahankan pusaka nenek
moyangnya . sehingga layaklah dengan hati yang rendah kita mengakui dengan penuh
kerelaan jika Aceh dinamakan dengan negeri “ Serambi Mekkah”.
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas
dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar
maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani,
dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan
Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.
III.2 Saran
Sebagai salah satu negara dengan agama muslim, kita harus tahu jati diri kita sebagai
muslim dengan cara mengetahui sejarah yang membentuk masyarakat kita di masa
kini. Tujuan dari pembelajaran ini tentu saja diharapakan untuk mengetahui kesultanan aceh,
kita juga bisa membudayakan budaya keislaman kita sebagai penerus kerajaan islam di masa
lalu.
10
DAFTAR PUSTAKA
Denys Lombard.1991. Kerajaan Aceh Jaman Iskandar Muda (1607-1636) Jakarta: Balai
Pustaka.
https://www.suduthukum.com/2016/06/syariat-islam-di-masa-kerajaan-di-aceh.html(Diakses
pada 10/10/2018)
https://www.academia.edu/36036657/Pusat_Pengkajian_Islam_Masa_Kesultanan_Islam_di_
Aceh (diakses pada 10/10/2018)
11