Anda di halaman 1dari 31

ASKEP JIWA KLIEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KORBAN

PEMERKOSAAN, KORBAN KDRT, KORBAN BULLYING, KORBAN


TRAFFIKING, NARAPIDANA DAN ANAK JALANAN

Disusun Oleh : Nadia Oktavia Pasaribu

042020012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHAP AKADEMIK JALUR


TRANSFER STIKES SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2020/2021
1. Askep Jiwa Klien Anak Berkebutuhan Khusus

A. Defenisi Autisme
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan
hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan oleh Leo Kanner sejak tahun
1943 (Handojo, 2008). Autisme bukan suatu gejala penyakit, tetapi berupa sindroma (kumpulan
gejala) yang terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian
terhadap sekitar (Yatim, 2003). Menurut kamus psikologi, pengertian dari autisme adalah anak
dengan kecenderungan diam dan suka menyendiri yang ekstrem. Anak autisme bisa duduk dan
bermain berjam-jam lamanya dengan jemarinya sendiri atau dengan serpihan kertas, serta
tampaknya mereka itu tenggelam dalam satu dunia sendiri.

B. Penyebab Autsime
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi genetik,
psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma kelahiran. Sementara faktor
eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia beracun, merkuri, timbal, kadmium, arsenik,
dan aluminium (Handojo, 2008).

C. Gejala autisme
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan sebagian anak memiliki gejala
itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya
sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang
sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatapan mata. Sebagian kecil dari
penyandang autisme sempat berkembang normal, tetapi sebelum mencapai umur tiga tahun
perkembangan terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala autisme.
Faktor pencetusnya misalnya ditinggal oleh orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit
berat, bahkan ada yang gejalanya timbul setelah mendapatkan imunisasi.
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun, yaitu meliputi
hal berikut (IDAI, 2004).

1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal


 Terlambat bicara
 Meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
 Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya
 Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
 la banyak meniru atau membeo (echolalia)
 Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, dan kata-kata
tanpa mengerti artinya. Sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara
sampai dewasa
 Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial


 Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
 Tak mau menengok bila dipanggil
 Sering kali menolak untuk dipeluk
 Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik
main sendiri
 Bila didekati untuk diajak main, ia malah menjauh.

3. Gangguan dalam bidang perilaku


 Perilaku yang berlebihan (excess) dan kekurangan (deficient)
 Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti kartu, kertas,
gambar, gelang karet, atau apa saja yang terus dipeganganya dan dibawa
ke mana saja
 Perilaku ritual (ritualistic).
4. Gangguan dalan bidang perasaan atau emosi
 Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain
 Kadang tertawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata
 Sering mengamuk takterkendali (bisa menjadi agresif dan destruktif)

5. Gangguan dalam persepsi sensori


 Mencium atau menggigit mainan atau benda apa saja
 Bila mendengar suara tertentu, maka ia langsung menutup telinga
 Tidak menyukai rabaan atau pelukan
 Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan yang
kasar

D. Masalah keperawatan yang sering muncul


1. Risiko mutilasi diri sendiri berhubungan dengan gangguan neurologis
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan neurologis
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan stimulasi sensori yang kurang,
menarik diri
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan stimulasi sensori yang kurang

A. Defenisi ADHD

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang


ditandai oleh rentang perhatian yang buruk dan tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri
hiperaktivitas dan impulsif atau keduanya yang tidak sesuai dengan usia (Kaplan dan
Sandock, 2007). ADHD adalah gangguan yang terjadi mulai sejak masa kanak-kanak,
biasanya baru terdeteksi saat usia 7 tahun, atau ketika mulai masuk taman bermain
(playgroup) dan taman kanak-kanak. ADHD memiliki tiga ciri utama yaitu:

1. Tidak mampu memusatkan perhatian


2. Kesulitan mengendalikan impuls
3. Hiperaktivitas
B. Etiologi
1. Faktor genetik
2. Faktor biokimia (dopamin, norefineprin, serotonin)
3. Kerusakan otak
4. Faktor prenatal (ibu merokok saat hamil, keracunan, alkohol)
5. Perinatal (fetal distres, asfiksia)
6. Postnatal (kejang, CNS abnormalitas)
7. Zat makanan (pengawet)
8. Faktor lingkungan dan psikososial (stres, gangguan jiwa pada ibu saat mengandung,
kemiskinan, besar di penjara).
C. Tanda dan gejala
1. Perhatian kurang (inattention)
 Sering gagal dalam memberikan perhatian secara mendetail
 Sering mengalami kesulitan dalam memberikan perhatian pada tugas atau
aktivitas bermain
 Sering tampak tidak memperhatikan jika berbicara secara langsung
 Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
 Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas
 Sering menolak dan tidak menyukai dalam tugas yang memerlukan usaha
mengendalian mental
 Sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk aktivitas
 Sering mudah dikacaukan dengan stimulus lain
 Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

2. Hiperaktif (hyperactive)
 Sering gelisah dan duduk tidak tenang
 Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas
 Sering lari-lari atau memanjat pada keadaan yang tidak semestinya
 Sering mengalami kesulitan dalam aktivitas bermain atau melakukan
aktivitas dengan tenang
 Sering bertindak seolah-olah sedang mengemudikan motor
 Sering berbicara secara berlebihan
3. Impulsif (impulsive)
 Sering berkata tanpa berpikir dalam menjawab sebelum pertanyaan
selesai
 Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
 Sering menyela atau mengganggu orang lain

D. Masalah keperawatan yang timbul


1. Risiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi
bahaya
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan perilaku immatur
3. Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi/umpan
balik negatif

2. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Korban Pemerkosaan

A. Defenisi
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence), sedangkan
kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental, emosional dan hal-hal yang sangat
menakutkan pada korban. Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina
perempuan yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan
pemaksaan  baik fisik maupun mental.
Perkosaan adalah tindakan kekerasaan atau kejahatan seksual berupa hubungan seksual
yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi atas kehendak dan
persetujuaan  perempuan, dengan persetujuan perempuan namun dibawah ancaman, dengan
persetujuan  perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP pasal 285 disebutkan
perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan
bersetubuh dengan dia (laki-laki) diluar pernikahan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal adalah suatu kejadian,
perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau perbuatan jahat. Perkosaan adalah
Menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol
(Mendikbud, 2010).
B. Tanda dan gejala
1. Terdapat stressor yang berat dan jelas (kekerasan, perkosaan), yang akan
menimbulkan gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap orang
2. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh
terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut:
 Ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu
 Mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu
 Timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah peristiwa
traumatik itu sedang timbul kembali, karena berkaitan dengan suatu
gagasan atau stimulus/rangsangan lingkungan
3. Penumpulan respons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan dunia luar
(“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang dimulai beberapa waktu
sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit satu dari hal berikut:
 Berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas yang
cukup berarti
 Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain
 Afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau afek
depresif (murung, sedih, putus asa)
4. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada sebelum trauma
terjadi, yaitu:
 Kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan
 Gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan)
 Perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang lain
tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang dilakukannya agar
tetap hidup
 Gangguan daya ingat atau kesukaran konsentrasi
 Penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang
peristiwa traumatik itu
 Peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang
menyimbolkan atau menyerupai peristiwa traumatik itu.
C. Batasan karakteristik
1. Fase akut
a. Respon somatik
 Peka rangsagastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
 Ketidak nyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
 Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri)
b. Respon psikologis
 Menyangkal
 Syok/emosional
 Marah
 Takut, mengalami kesepian
 Rasa bersalah
 Panik melihat pemerkosaan atau adegan penyerangan
c. Respon seksual
 Tidak percaya pada laki-laki
 Perubahan pada perilaku seksual
 Fase jangka panjang
2. Respon psikologis
 Fobia
 Mimpi buruk
 Ansietas
 Depresi
D. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan korban perkosaan
1. Panic attack (serangan panik)
Anak/remaja yang mempunyai pengalaman trauma dapat mengalami serangan panik
ketika dihadapkan/menghadapi sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma.
Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan atau perasaan tidak nyaman
yang menyertai gejala fisik maupun psikologis. Gejala fisik meliputi jantung berdebar-
debar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, pusing, merasa
kedinginan, badan panas, mati rasa.
2. Perilaku menghindar
Menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan penderita pada kejadian traumatis.
Kadang-kadang  penderita mengaitkan semua kejadian dalam seluruh kehidupannya
setiap hari dengan kejadian trauma, padahal kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi
trauma yang pernah dialaminya. Hal ini seringkali menjadi lebih parah sehingga
penderita menjadi takut untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika harus
keluar rumah.
3. Depresi
Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami pengalaman trauma dan menjadi
tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum peristiwa trauma. Mereka
mengembangkan perasaan-perasaan yang tidak benar, perasaan bersalah, menyalahkan
diri sendiri, dan merasa bahwa  peristiwa yang dialaminya adalah merupakan
kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar.
4. Membunuh pikiran dan perasaan
Kadang-kadang orang yang depresi berat merasa bahwa kehidupannya sudah tidak
berharga.
5. Merasa disisihkan dan sendiri
Perlunya dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka seringkali merasa sendiri
dan terpisah. Karena perasaan mereka tersebut, penderita kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain dan mendapatkan pertolongan. Penderita susah untuk percaya bahwa
orang lain dapat memahami apa yang telah dia alami.
6. Merasa tidak percaya dan dihianati
Setelah mengalami pengalaman yang menyedihkan, penderita mungkin kehilangan
kepercayaan dengan orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu oleh dunia, nasib atau
oleh Tuhan.
7. Mudah marah
Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara penderita trauma.
Tentu saja kita dapat salah kapan saja, khususnya ketika penderita merasa tersakiti, marah
adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenarkan. Bagaimanapun, kemarahan yang
berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk
berinteraksi dengan orang lain di rumah dan di tempat terapi.
8. Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari
Beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan gangguan di sekolah dalam
jangka waktu yang lama setelah trauma. Seorang korban kejahatan mungkin menjadi
sangat takut untuk tinggal sendirian. Penderita mungkin kehilangan kemampuannya
dalam berkonsentrasi dan melakukan tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan pada
penderita sangat penting agar permasalahan tidak  berkembang lebih lanjut.
9. Persepsi dan kepercayaan yang aneh
Adakalanya seseorang yang telah mengalami trauma yang menjengkelkan, seringkali
untuk sementara dapat mengembangkan ide atau persepsi yang aneh (misalnya: percaya
bahwa dia bisa berkomunikasi atau melihat orang-orang yang sudah meninggal).
Walaupun gejala ini menakutkan dan menyerupai halusinasi dan khayalan, gejala tersebut
seringkali bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya

E. Beban psikologis dan kesehatan korban pemerkosaan


1. Beban psikologis
a) Meyalahkan diri sendiri
b) Bunuh diri
c) Kriminalisasi korban pemerkosaan
2. Efek terhadap fisik korban
a. Penyakit menular seksual (PMS)
b. Kehamilan yang tidak diinginkan

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
 Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dengan gejala
binging, susah tidur, mondar-mandir, selalu takut, sedih.
 Klien gelisah, takut dan sering marah-marah karena trauma dengan
perilaku kekerasan seksual
 Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa.
b. Status mental
 Penampilan
o Klien tampak rapi, rambutnya panjang, kulit bersih.
o Klien berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
 Pembicaraan
Klien ketika berbicara nada suara agak tinggi, komunikasi kurang terarah dari
tema yang dibicarakan.
 Aktivitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak diam, gelisah, takut. Untuk saat ini
klien mulai mampu mengendalikan emosinya.
 Interaksi Selama Wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
 Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami persepsi apapun (halusinasi)
 Proses pikir
Pembicaraan klien tidak terarah tetapi sampai tujuan, sedikit bicara
 Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mamapu menyebutkan hari, tanggal, tahun dengan benar

2. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan

3. Intervensi dan implementasi keperawatan


SP1:
 Diskusikan perubahan struktur, bentuk, atau fungsi tubuh
 Observasi ekspresi klien saatdiskusi
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh, intelektual,
dan keluarga) oleh klien diluar perubahan yang terjadi
 Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih dimiliki klien
 Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan klien secara
bertahap
 Libatkan klien dalam kelompok dengan masalah gangguan citra tubuh
 Tingkatkan dukungan keluarga pada klien terutama pasanga
SP2:
- Diskusikan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan
struktur, bentuk, atau fungsi tubuh
- Dorong klien untuk memilih cara yang sesuai bagi klien
- Bantu klien melakukan cara yang dipilih
- Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh
- Rehabilitasi bertahap bagi klien

4. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh
3. Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk, atau fungsi
tubuh
4. Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh

3. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Korban Kdrt

A. Pengertian Kekerasan dalam rumah tangga

Menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap


seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

B. Penyebab KDRT
1. Faktor internal
Contoh: pecemburu, suka ngomel, pengabaian pengurusan rumah tangga, penuntut, suka
bertengkar, kurang menghargai suami, ketergantungan, dan berpegang pada tradisi atau
adat.
2. Faktor eksternal
a. Sifat pribadi pelaku
b. Tekanan hidup
c. Ketimpangan gender dan sosial
d. Masalah keuangan
e. Budaya paternalistic

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan

1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikologis/emosional
3. Kekerasan sosial
4. Kekerasan ekonomi

Faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga

1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri
2. Ketergantungan ekonomi
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
4. Persaingan
5. Frustasi
6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum
C. Penatalaksanaan
1. Pendekatan individu yaitu dengan cara menambah pemahaman agama
2. Pendekatan sosial melingkupi pedekatan partisipasi masyarakat dalam
melaporkan kejadian dan waspada setiap tindakan kekerasan pada perempuan
3. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara fisik
atau kejiwaan
4. Pendekatan hukum. Tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah
pemerintah untuk selalu mencari, menanggapi secara sigap terhadap setiap
laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan serta menghukumnya
dengan ketentuan hukum yang berlaku
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
b. Resume
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan sekarang
e. Riwayat psikososial dan spritual
2. Diagnosa keperawatan
Cedera berhubungan dengan trauma fisik
Kecemasan berhubungan dengan trauma psikologis
3. Intervensi dan implementasi keperawatan
SP1:
- Mengidentifikasi penyebab cidera akibat trauma fisik
- Menciptakan suasana yang tidak mengancam secara emosional
- Mendampingi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi rasa takut
- Berdiskusi dengan pasien tentang trauma fisiknya
- Menganjurkan pasien untuk meminta bantuan orang lain jika mengalami KDRT
- Menganjurkan pasien melakukan kegiatan harian
SP2:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan kejadian KDRT yang
dialami
- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mempraktekan kejadian KDRT
- Membantupasien memasukkan dalam kegiatan harian

SP3:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
- Menganjurkan pasien melakukan kegiatan harian

E. Evaluasi
1. Klien sudah tidak mengingat kejadian KDRT
2. Klien mampu mengambil keputusan dan mengemukakan pendapat tentang
kejadian KDRT
3. Klien sudah tidak mengalami trauma fisik maupun Psikologi

4.Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Korban Bullying

Defenisi Bullying

Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau


sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya. Bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang
dilakukan berulang kali oleh seseorang atau anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih
lemah secara psikis dan fisik.

Macam-macam Bullying

Menurut Coloroso 2007 dalam Zakiyah, dkk (2017), bullying dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bullying Fisik
Jenis penindasan secara fisik diantaranya adalah memukul, mencekik, menyikut,
meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas
hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta
barang-barang milik anak yang tertindas
b. Bullying Verbal
Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta
teman sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan,
fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual
atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan
atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng
yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang
keji, serta gossip
c. Bullying Relasional
Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis
melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu
tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan
mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya.
Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman
atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup
sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu
yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar
d. Cyber bullying
Cyber bullying adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya
teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus
mendapatkan pesan negatif dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan
media sosial lainnya. Bentuknya berupa:
1) Mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar
2) Meninggalkan pesan voicemail yang kejam
3) Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls)
4) Membuat website yang memalukan bagi si korban
5) Si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya
6) Happy slapping yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan atau dibully
lalu disebarluaskan
Faktor penyebab bullying

Faktor-faktor penyebab terjadinya bullying antara lain:


a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah: orang tua yang sering
menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan
permusuhan
b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk
melakukan intimidasi terhadap anak lain
c. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang
kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam
usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun
mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut
d. Kondisi lingkungan social
Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan bullying adalah
kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi
pemalakan antar siswanya
e. Tayangan televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan yang
mereka tampilkan

Dampak bullying

Masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan
terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan
ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat
belajar dan prestasi akademis (Zakiyah, dkk 2017). Yushendra 2015 dalam Ikhsani (2015)
mengemukakan bahwa bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat
mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku
menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman.
Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan
bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).

Konsep dasar keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, status, tanggal masuk RS
b. Keluhan utama
c. Faktor predisposisi: tanyakan pada pasien apakah pasien pernah melakukan dan atau
mengalami menyiksa atau penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal
d. Aspek fisik/biologis: tanyakan pada pasien atau keluarga apakah ada keluahan fisik
yang dirasakan oleh pasien
e. Status mental: harga diri: hubungan dengan orang lain, hubungan sosial:siapa orang
terdekat dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, serta minta bantuan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan jiwa yang mungkin dapat muncul pada pasien bullying adalah
sebgai berikut:
1) Harga diri rendah
2) Isolasi sosial
3) Resiko bunuh diri
3. Intervensi dan implementasi
1) Harga diri rendah
 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien
 Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
 Membantu pasien dapat memilih/menetapkan keinginan sesuai dengan
kemampuan
 Melatih kegiatan pasien yang sudah dipili sesuai kemampuan
 Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
2) Isolasi sosial
 Membina hubungan saling percaya
 Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
 Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
3) Resiko bunuh diri
 Menemani pasien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ketempat yang
aman
 Menjauhkan semua benda yang berbahaya
 Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obat nya
 Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri
4. Evaluasi
1) Harga diri rendah
 Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
 Pasien dapat membantu rencana kegiatan harian
 Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2) Isolasi sosial
 Pasien menunjukan rasa percayanya kepada perawat
 Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul, dan
keuntungan bergaul dengan orang lain
 Pasien menunjukan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap
3) Resiko bunuh diri
 Keadaan pasien tetap aman dan selamat
 Keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri
 Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
 Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik


5. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Korban Traffiking

A. Defenisi traffiking
Trafficking adalah bentuk modern dari perbudakan manusia, dan merupakan bentuk
pelanggaran hukum dan Ham yang tidak dapat ditolerir sehingga perlu di berantas
(Diyanayati, 2013).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang Bab I Ketetntuan Umum Pasal 1, menyatakan bahwa perdagangan orang
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun
antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

B. Bentuk traffiking

Ada beberapa bentuk trafficking menurut Gultom, Maidin (2012), yaitu:

 Perdagangan anak
 Prostitusi anak
 Pornografi anak
 Eksploitasi pekerja anak
 Mutilasi seksual pada anak perempuan
 Pelibatan anak dalam konflik bersenjata
 Penghambaan
 Perdagangan manusia
 Perdagangan organ tubuh manusia
 Buruh migran
C. Faktor penyebab

Penyebab terjadinya trafficking dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni kondisi


internal dan eksternal.

a. Kondisi internal: masyarakat kurang mendapatkan informasi, kemiskinan, budaya


materialistik, dan lemahnya kontrol sosial masyarakat
b. Kondisi eksternal: lemahnya pengawasan aparat, lemahnya tindakan hukum, dan
kuatnya sindikat trafficking
D. Dampak
a. Trauma berkepanjangan (kecemasan, ketakutan, perasaan bersalah, atau keinginan
untuk bunuh diri).
b. Rasa kecewa
c. Jatuhnya harga diri dan konsep diri korban
d. Melihat dirinya dalam sudut pandang yang negatif, menyalahkan diri sendiri
e. Menganggap dirinya sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas nasib
malang yang menimpanya
E. Pencegahan Traffiking
a. Mencegah sejak dini tindakan traffiking
b. Memberikan perlindungan terhadap orang dari eksploitas dan perbudakan
manusia
c. Menyelamatkan dan merehabilitassi korban traffiking
d. Memberdayakan pendidikan dan perekonomian korban traffiking beserta
keluarganya
F. Penanganan
Terapi Gestalt adalah sebuah pendekatan yang berfokus pada pertumbuhan, kesadaran
dan isi dari kesadaran itu berarti fokus pada kesadaran hubungan dengan diri sendiri, orang
lain dan dunia. Anggapan bahwa individu bisa mengatasi segala permasalahanya menjadi
fokus dari terapi ini. Terapi ini berfokus pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan
pengalaman di sini dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian
kepribadian yang terpecah dan tak diketahui. Tugas utama terapis adalah membantu anak
agar mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang dengan menyadarkannya
atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Menurut
Ivana (2006) langkah yang dapat konselor lakukan adala
a. Membangun kembali batas batas trauma. Mendorong konseli untuk menetapkan kontrol
diri dan rasa aman “disini dan sekarang”. Klien diharapkan mampu berperan aktif dan
mampu memilih apa yang terjadi selama proses konseling
b. Membangun kembali fungsi diri dan kesadaran konseli, dengan memberikan intervensi
seperti kalimat penyataan “ Saya merasa sudah aman, saya selamat dan baik baik saja,
atau saya hidup dan sudah bebas melakukan apa yang saya inginkan”. Selain intervensi
tersebut, konseli juga dilatih untuk melakukan relaksasi seperti mengambil nafas,
meditasi agar perasaan konseli menjadi lebih baik
c. Mendekati kembali situasi trauma dengan menceritakan kembali peristiwa tersebut dan
meninjau tempat serta waktu terjadinya dengan sensasi dan emosi seolah olah terjadi saat
sekarang. Tugas konselor adalah memberikan ending yang berbeda, meyakinkan konseli
bahwa sekarang dia sudah aman sudah terbebas, selamat dan hidup. Konselor membantu
klien untuk memberikan ending yang berbeda dan perlahan melepaskan diri dari trauma
tersebut
d. Mengatasi emosi negatif konseli dengan kursi kosong. Biarkan konseli meluapkan
emosinya dan konselor bertugas membantu konseli menerima keadaanya yang sekarang
dan menerima perubahan
e. Membangun kembali hubungan intrapersonal dengan keluarga, teman dan lingkup yang
lebih luas. Perasaan cinta dan memiliki seseorang dapat membantu proses penyembuhan
dengan luar biasa
f. Merekonstruksi kembali keyakinan dasar yang ada pada pribadi konseli dan memberikan
keyakinan, pikiran positif serta membantu klien menemukan harapannya
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas
 Pola persepsi kehesatan
 Pola nutrisi dan metabolik
 Pola eliminasi
 Pola aktivitas dan latihan
 Pola istirahat dan tidur
 Pola kognitif dan perseptual
 Konsep diri
 Pola peran dan hubungan
 Pola seksual/reproduksi
 Pola koping
 Pola nilai/kepercayaan
2. Diagnosa
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Intervensi dan implementasi
SP 1:
- Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
- Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
- Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Masukan dalam jadwal kegiatan
SP 2:
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
- Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
- Latih kemampuan yang dipilih
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3:
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)
- Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
4. Evaluasi
- Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Pasien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Pasien mampu memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
- Pasien mampu melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
- Pasien mampu merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
6. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Narapidana

A. Defenisi narapidana
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya,
menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana) atau terhukum. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
B. Penyebab
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-
lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi nasional,
upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya.
Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus
diperhatikan
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya
kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis
b. Faktor mental
1. Agama
2. Bacaan dan film
c. Faktor pribadi
1. Umur
2. Alkohol
3. Perang
C. Masalah kesehatan narapidana
a. Kesehatan mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah
skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
mengalami ganguan kesehatan jiwa makapemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
1. HIV
2. Hepatitis
3. TB paru

D. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas
 Alasan masuk
 Faktor predisposisi
 Psikososial
 Pola fungsional kesehatan
 Mekanisme koping
 Masalah psikososial dan lingkungan
2. Diagnosa
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
3. Intervensi dan implementasi
SP 1:
- Bina hubungan saling percaya
 Menyapa klien dengan ramah
 Memperkenalkan diri dengan sopan
 Menanyakan nama lengkap serta alamat klien
 Menunjukan sikap empati, jujur dan menempati janji
 Menanyakan masalah yang dihadapi
SP 2:
- Bina hubungan terapeutik dengan perawat:
 Pendekatan dengan baik, menerima klien apa adanya
 Mengidentifikasi perasaan dan reaksi perawatan diri sendiri
 Menyediakan waktu untuk bina hubungan yang sopan
 Menberikan kesempatan untuk merespon
SP 3:
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dengan:
 Membantu mengidentifikasi dengan aspek yang positif
 Mendorong agar berpenilaian positif
 Membantu mengungkapkan perasaannya
4. Evaluasi
- Klien dapat melakukan keputusan yang efektif untuk mengendalikan situasi
kehidupan yang menurunkan perasaan rendah diri
- Klien dapat membina hubungan terapeutik dengan perawat
- Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
- Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
- Klien dapat berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang berkenan dengan
perawatan dirinya

7. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Anak Jalanan

A. Defenisi anak jalanan


Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan
dengan keluarganya. Menurut Departmen Sosial RI (1999), pengertian tentang anak jalanan
adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi,
konflik keluarga hingga faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalanan. UNICEF
memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street Child are those who have abandoned
their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and
have drifted into a nomadic streat life. Berdasarkan hal tersebut, maka anak jalanan adalah
anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah,
dan lingkungan masyarakat terdekantnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah di jalan
raya.
B. Tanda dan gejala anak jalanan
1. Orang dengan tubuh yang kotor sekali
2. Rambut seperti sapu ijuk
3. Pakaian compang-camping dengan membawa bungkusan besar yang berisi macam-
macam barang
4. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
5. Sukar diajak berkomunikasi
6. Pribadi tidak stabil
7. Tidak memiliki kelompok
C. Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan
1. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan
2. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris, keperawatan dan
psikologis
3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
4. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerja dan
penempatan dalam masyarakat
5. Kebutuhan rohani
D. Asuhan keperawatan pada anak jalanan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
 Genetik
 Neurobiologis: penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter
 Teori virus dan infeksi
b. Faktor presipitasi
 Biologis
 Sosial kultural
 psikologis
c. Penilaian terhadap stressor
d. Sumber koping
 Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif)
 Pencapaian wawasan
 Kognitif yang konstan
 Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping
 Regresi (berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas)
 Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
 Menarik diri
 pengingkaran
2. Diagnosa
1) Harga diri Rendah
2) Isolasi sosial
3) Defisit perawatan diri
3. Intervensi dan implementasi
1) Harga diri rendah
SP 1:
- Bina hubungan saling percaya
- Jelaskan tujuan interaksi
- Buat kontrak yang jelas
- Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
- Sediakan waktu untuk mendengar klien
- Katakan pada klien bahwa dirinya adalah orang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
SP2:
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien
- Utamakan memberikan pujian yang realistis
- Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
SP 3:
- Diskusiakan kemampuan aspek positif yang dimiliki
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
- Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah di rencanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
2) Isolasi sosial
SP 1:
- Bina hubungan saling percaya
 Sapa klien
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
SP 2:
- Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
- Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri
- Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
- Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
SP 3:
- Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukan diri)
- Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
- Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
- Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
- Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain
3) Defisit perawatan diri
SP 1:
- Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
- Melatih pasien berdandan/berhias
- Melatih pasien makan secara mandiri
- Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
4. Evaluasi
1) Harga diri rendah
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
- Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
2) Isolasi sosial
- Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
- Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
- Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
- Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
3) Defisit perawatan diri
- Klien tidak mengalami defisit perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan,
BAB/BAK

Anda mungkin juga menyukai