042020012
A. Defenisi Autisme
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan
hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan oleh Leo Kanner sejak tahun
1943 (Handojo, 2008). Autisme bukan suatu gejala penyakit, tetapi berupa sindroma (kumpulan
gejala) yang terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian
terhadap sekitar (Yatim, 2003). Menurut kamus psikologi, pengertian dari autisme adalah anak
dengan kecenderungan diam dan suka menyendiri yang ekstrem. Anak autisme bisa duduk dan
bermain berjam-jam lamanya dengan jemarinya sendiri atau dengan serpihan kertas, serta
tampaknya mereka itu tenggelam dalam satu dunia sendiri.
B. Penyebab Autsime
Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi genetik,
psikologis, neorobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma kelahiran. Sementara faktor
eksternalnya antara lain lingkungan bahan kimia beracun, merkuri, timbal, kadmium, arsenik,
dan aluminium (Handojo, 2008).
C. Gejala autisme
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan sebagian anak memiliki gejala
itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya
sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang
sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatapan mata. Sebagian kecil dari
penyandang autisme sempat berkembang normal, tetapi sebelum mencapai umur tiga tahun
perkembangan terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala autisme.
Faktor pencetusnya misalnya ditinggal oleh orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit
berat, bahkan ada yang gejalanya timbul setelah mendapatkan imunisasi.
Gejala-gajala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun, yaitu meliputi
hal berikut (IDAI, 2004).
A. Defenisi ADHD
2. Hiperaktif (hyperactive)
Sering gelisah dan duduk tidak tenang
Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas
Sering lari-lari atau memanjat pada keadaan yang tidak semestinya
Sering mengalami kesulitan dalam aktivitas bermain atau melakukan
aktivitas dengan tenang
Sering bertindak seolah-olah sedang mengemudikan motor
Sering berbicara secara berlebihan
3. Impulsif (impulsive)
Sering berkata tanpa berpikir dalam menjawab sebelum pertanyaan
selesai
Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
Sering menyela atau mengganggu orang lain
A. Defenisi
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence), sedangkan
kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental, emosional dan hal-hal yang sangat
menakutkan pada korban. Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina
perempuan yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan
pemaksaan baik fisik maupun mental.
Perkosaan adalah tindakan kekerasaan atau kejahatan seksual berupa hubungan seksual
yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi atas kehendak dan
persetujuaan perempuan, dengan persetujuan perempuan namun dibawah ancaman, dengan
persetujuan perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP pasal 285 disebutkan
perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan
bersetubuh dengan dia (laki-laki) diluar pernikahan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal adalah suatu kejadian,
perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau perbuatan jahat. Perkosaan adalah
Menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol
(Mendikbud, 2010).
B. Tanda dan gejala
1. Terdapat stressor yang berat dan jelas (kekerasan, perkosaan), yang akan
menimbulkan gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap orang
2. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh
terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut:
Ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu
Mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu
Timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah peristiwa
traumatik itu sedang timbul kembali, karena berkaitan dengan suatu
gagasan atau stimulus/rangsangan lingkungan
3. Penumpulan respons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan dunia luar
(“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang dimulai beberapa waktu
sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit satu dari hal berikut:
Berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas yang
cukup berarti
Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain
Afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau afek
depresif (murung, sedih, putus asa)
4. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada sebelum trauma
terjadi, yaitu:
Kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan
Gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan)
Perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang lain
tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang dilakukannya agar
tetap hidup
Gangguan daya ingat atau kesukaran konsentrasi
Penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang
peristiwa traumatik itu
Peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang
menyimbolkan atau menyerupai peristiwa traumatik itu.
C. Batasan karakteristik
1. Fase akut
a. Respon somatik
Peka rangsagastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
Ketidak nyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri)
b. Respon psikologis
Menyangkal
Syok/emosional
Marah
Takut, mengalami kesepian
Rasa bersalah
Panik melihat pemerkosaan atau adegan penyerangan
c. Respon seksual
Tidak percaya pada laki-laki
Perubahan pada perilaku seksual
Fase jangka panjang
2. Respon psikologis
Fobia
Mimpi buruk
Ansietas
Depresi
D. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan korban perkosaan
1. Panic attack (serangan panik)
Anak/remaja yang mempunyai pengalaman trauma dapat mengalami serangan panik
ketika dihadapkan/menghadapi sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma.
Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan atau perasaan tidak nyaman
yang menyertai gejala fisik maupun psikologis. Gejala fisik meliputi jantung berdebar-
debar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, pusing, merasa
kedinginan, badan panas, mati rasa.
2. Perilaku menghindar
Menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan penderita pada kejadian traumatis.
Kadang-kadang penderita mengaitkan semua kejadian dalam seluruh kehidupannya
setiap hari dengan kejadian trauma, padahal kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi
trauma yang pernah dialaminya. Hal ini seringkali menjadi lebih parah sehingga
penderita menjadi takut untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika harus
keluar rumah.
3. Depresi
Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami pengalaman trauma dan menjadi
tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum peristiwa trauma. Mereka
mengembangkan perasaan-perasaan yang tidak benar, perasaan bersalah, menyalahkan
diri sendiri, dan merasa bahwa peristiwa yang dialaminya adalah merupakan
kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar.
4. Membunuh pikiran dan perasaan
Kadang-kadang orang yang depresi berat merasa bahwa kehidupannya sudah tidak
berharga.
5. Merasa disisihkan dan sendiri
Perlunya dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka seringkali merasa sendiri
dan terpisah. Karena perasaan mereka tersebut, penderita kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain dan mendapatkan pertolongan. Penderita susah untuk percaya bahwa
orang lain dapat memahami apa yang telah dia alami.
6. Merasa tidak percaya dan dihianati
Setelah mengalami pengalaman yang menyedihkan, penderita mungkin kehilangan
kepercayaan dengan orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu oleh dunia, nasib atau
oleh Tuhan.
7. Mudah marah
Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara penderita trauma.
Tentu saja kita dapat salah kapan saja, khususnya ketika penderita merasa tersakiti, marah
adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenarkan. Bagaimanapun, kemarahan yang
berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk
berinteraksi dengan orang lain di rumah dan di tempat terapi.
8. Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari
Beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan gangguan di sekolah dalam
jangka waktu yang lama setelah trauma. Seorang korban kejahatan mungkin menjadi
sangat takut untuk tinggal sendirian. Penderita mungkin kehilangan kemampuannya
dalam berkonsentrasi dan melakukan tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan pada
penderita sangat penting agar permasalahan tidak berkembang lebih lanjut.
9. Persepsi dan kepercayaan yang aneh
Adakalanya seseorang yang telah mengalami trauma yang menjengkelkan, seringkali
untuk sementara dapat mengembangkan ide atau persepsi yang aneh (misalnya: percaya
bahwa dia bisa berkomunikasi atau melihat orang-orang yang sudah meninggal).
Walaupun gejala ini menakutkan dan menyerupai halusinasi dan khayalan, gejala tersebut
seringkali bersifat sementara dan hilang dengan sendirinya
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dengan gejala
binging, susah tidur, mondar-mandir, selalu takut, sedih.
Klien gelisah, takut dan sering marah-marah karena trauma dengan
perilaku kekerasan seksual
Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa.
b. Status mental
Penampilan
o Klien tampak rapi, rambutnya panjang, kulit bersih.
o Klien berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
Pembicaraan
Klien ketika berbicara nada suara agak tinggi, komunikasi kurang terarah dari
tema yang dibicarakan.
Aktivitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak diam, gelisah, takut. Untuk saat ini
klien mulai mampu mengendalikan emosinya.
Interaksi Selama Wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami persepsi apapun (halusinasi)
Proses pikir
Pembicaraan klien tidak terarah tetapi sampai tujuan, sedikit bicara
Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mamapu menyebutkan hari, tanggal, tahun dengan benar
2. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
4. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh
3. Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk, atau fungsi
tubuh
4. Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh
B. Penyebab KDRT
1. Faktor internal
Contoh: pecemburu, suka ngomel, pengabaian pengurusan rumah tangga, penuntut, suka
bertengkar, kurang menghargai suami, ketergantungan, dan berpegang pada tradisi atau
adat.
2. Faktor eksternal
a. Sifat pribadi pelaku
b. Tekanan hidup
c. Ketimpangan gender dan sosial
d. Masalah keuangan
e. Budaya paternalistic
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikologis/emosional
3. Kekerasan sosial
4. Kekerasan ekonomi
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri
2. Ketergantungan ekonomi
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
4. Persaingan
5. Frustasi
6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum
C. Penatalaksanaan
1. Pendekatan individu yaitu dengan cara menambah pemahaman agama
2. Pendekatan sosial melingkupi pedekatan partisipasi masyarakat dalam
melaporkan kejadian dan waspada setiap tindakan kekerasan pada perempuan
3. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara fisik
atau kejiwaan
4. Pendekatan hukum. Tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah
pemerintah untuk selalu mencari, menanggapi secara sigap terhadap setiap
laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan serta menghukumnya
dengan ketentuan hukum yang berlaku
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
b. Resume
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan sekarang
e. Riwayat psikososial dan spritual
2. Diagnosa keperawatan
Cedera berhubungan dengan trauma fisik
Kecemasan berhubungan dengan trauma psikologis
3. Intervensi dan implementasi keperawatan
SP1:
- Mengidentifikasi penyebab cidera akibat trauma fisik
- Menciptakan suasana yang tidak mengancam secara emosional
- Mendampingi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi rasa takut
- Berdiskusi dengan pasien tentang trauma fisiknya
- Menganjurkan pasien untuk meminta bantuan orang lain jika mengalami KDRT
- Menganjurkan pasien melakukan kegiatan harian
SP2:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan kejadian KDRT yang
dialami
- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mempraktekan kejadian KDRT
- Membantupasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP3:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
- Menganjurkan pasien melakukan kegiatan harian
E. Evaluasi
1. Klien sudah tidak mengingat kejadian KDRT
2. Klien mampu mengambil keputusan dan mengemukakan pendapat tentang
kejadian KDRT
3. Klien sudah tidak mengalami trauma fisik maupun Psikologi
Defenisi Bullying
Macam-macam Bullying
Menurut Coloroso 2007 dalam Zakiyah, dkk (2017), bullying dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bullying Fisik
Jenis penindasan secara fisik diantaranya adalah memukul, mencekik, menyikut,
meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas
hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta
barang-barang milik anak yang tertindas
b. Bullying Verbal
Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta
teman sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan,
fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual
atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan
atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng
yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang
keji, serta gossip
c. Bullying Relasional
Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis
melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu
tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan
mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya.
Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman
atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup
sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu
yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar
d. Cyber bullying
Cyber bullying adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya
teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus
mendapatkan pesan negatif dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan
media sosial lainnya. Bentuknya berupa:
1) Mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar
2) Meninggalkan pesan voicemail yang kejam
3) Menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls)
4) Membuat website yang memalukan bagi si korban
5) Si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya
6) Happy slapping yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan atau dibully
lalu disebarluaskan
Faktor penyebab bullying
Dampak bullying
Masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan
terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan
ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat
belajar dan prestasi akademis (Zakiyah, dkk 2017). Yushendra 2015 dalam Ikhsani (2015)
mengemukakan bahwa bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat
mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku
menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman.
Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan
bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, status, tanggal masuk RS
b. Keluhan utama
c. Faktor predisposisi: tanyakan pada pasien apakah pasien pernah melakukan dan atau
mengalami menyiksa atau penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal
d. Aspek fisik/biologis: tanyakan pada pasien atau keluarga apakah ada keluahan fisik
yang dirasakan oleh pasien
e. Status mental: harga diri: hubungan dengan orang lain, hubungan sosial:siapa orang
terdekat dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, serta minta bantuan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan jiwa yang mungkin dapat muncul pada pasien bullying adalah
sebgai berikut:
1) Harga diri rendah
2) Isolasi sosial
3) Resiko bunuh diri
3. Intervensi dan implementasi
1) Harga diri rendah
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien
Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Membantu pasien dapat memilih/menetapkan keinginan sesuai dengan
kemampuan
Melatih kegiatan pasien yang sudah dipili sesuai kemampuan
Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
2) Isolasi sosial
Membina hubungan saling percaya
Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
3) Resiko bunuh diri
Menemani pasien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ketempat yang
aman
Menjauhkan semua benda yang berbahaya
Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obat nya
Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri
4. Evaluasi
1) Harga diri rendah
Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
Pasien dapat membantu rencana kegiatan harian
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2) Isolasi sosial
Pasien menunjukan rasa percayanya kepada perawat
Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul, dan
keuntungan bergaul dengan orang lain
Pasien menunjukan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap
3) Resiko bunuh diri
Keadaan pasien tetap aman dan selamat
Keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri
Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
A. Defenisi traffiking
Trafficking adalah bentuk modern dari perbudakan manusia, dan merupakan bentuk
pelanggaran hukum dan Ham yang tidak dapat ditolerir sehingga perlu di berantas
(Diyanayati, 2013).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang Bab I Ketetntuan Umum Pasal 1, menyatakan bahwa perdagangan orang
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun
antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
B. Bentuk traffiking
Perdagangan anak
Prostitusi anak
Pornografi anak
Eksploitasi pekerja anak
Mutilasi seksual pada anak perempuan
Pelibatan anak dalam konflik bersenjata
Penghambaan
Perdagangan manusia
Perdagangan organ tubuh manusia
Buruh migran
C. Faktor penyebab
A. Defenisi narapidana
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya,
menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana) atau terhukum. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
B. Penyebab
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-
lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi nasional,
upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya.
Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus
diperhatikan
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya
kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis
b. Faktor mental
1. Agama
2. Bacaan dan film
c. Faktor pribadi
1. Umur
2. Alkohol
3. Perang
C. Masalah kesehatan narapidana
a. Kesehatan mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah
skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
mengalami ganguan kesehatan jiwa makapemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
1. HIV
2. Hepatitis
3. TB paru
D. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Identitas
Alasan masuk
Faktor predisposisi
Psikososial
Pola fungsional kesehatan
Mekanisme koping
Masalah psikososial dan lingkungan
2. Diagnosa
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
3. Intervensi dan implementasi
SP 1:
- Bina hubungan saling percaya
Menyapa klien dengan ramah
Memperkenalkan diri dengan sopan
Menanyakan nama lengkap serta alamat klien
Menunjukan sikap empati, jujur dan menempati janji
Menanyakan masalah yang dihadapi
SP 2:
- Bina hubungan terapeutik dengan perawat:
Pendekatan dengan baik, menerima klien apa adanya
Mengidentifikasi perasaan dan reaksi perawatan diri sendiri
Menyediakan waktu untuk bina hubungan yang sopan
Menberikan kesempatan untuk merespon
SP 3:
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dengan:
Membantu mengidentifikasi dengan aspek yang positif
Mendorong agar berpenilaian positif
Membantu mengungkapkan perasaannya
4. Evaluasi
- Klien dapat melakukan keputusan yang efektif untuk mengendalikan situasi
kehidupan yang menurunkan perasaan rendah diri
- Klien dapat membina hubungan terapeutik dengan perawat
- Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
- Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
- Klien dapat berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang berkenan dengan
perawatan dirinya