Anda di halaman 1dari 27

Metabolisme karbohidrat

Produk akhir pencernaan karbohidrat dalam saluran pencernaan hampir


seluruhnya dalam bentuk glukosa, fruktosa, dan galaktosa dengan glukosa, yang
mewakili rata-rata sekitar 80 persen dari produk-produk akhir tersebut. Setelah
absorpsi dari saluran pencernaan, banyak fruktosa dan hampir semua galaktosa
diubah secara cepat menjadi glukosa di dalam hati. Oleh karena itu, hanya sejumlah
kecil fruktosa dan galaktosa yang terdapat dalam sirkulasi darah. Glukosa kemudian
menjadi jalur umum akhir untuk mentranspor hampir semua karbohidrat ke sel
jaringan. Di dalam sel hati, tersedia enzim yang sesuai untuk meningkatkan
interkonversi antar monosakarida glukosa, fruktosa dan galaktosa. Dinamika reaksi
berlangsung sedemikian rupa sehingga bila hati melepaskan monosakarida kembali
ke dalam darah, produk akhirnya hampir seluruhnya berupa glukosa. Sel hati
mengandung sejumlah besar glukosa fosfatase. Oleh karena itu, glukosa-6-fosfat
dapat dipecah menjadi glukosa dan fosfat, glukosa selanjutnya dapat ditranspor
kembali melalui membran sel hati ke dalam darah. 1

Sebelum glukosa dapat dipakai oleh sel-sel jaringan tubuh, glukosa harus
ditranspor melalui membran sel jaringan masuk ke dalam sitoplasma sel. Akan tetapi,
glukosa tidak dapat berdifusi melalui pori-pori sel membran dengan mudah sebab
berat molekul maksimum partikel yang dapat berdifusi dengan mudah adalah sekitar
100, dan glukosa mempunyai berat molekul 180. Namun, glukosa dapat masuk ke
dalam sel melalui membran dengan mekanisme difusi terfasilitasi.

Transpor glukosa melalui membran di sebagian besar sel jaringan agak


berbeda dari transpor yang terjadi melalui membran saluran pencernaan atau melalui
epitel tubulus ginjal. Di dua tempat tersebut tadi, glukosa diangkut oleh mekanisme
ko-transpor aktif natriumglukosa, yaitu transpor aktif natrium yang menyediakan
energi untuk mengabsorbsi glukosa melawan perbedaan konsentrasi. Mekanisme
kotranspor natrium-glukosa hanya berfungsi di sel epitel tertentu yang secara khusus
disesuaikan untuk absorpsi aktif glukosa. Pada membran sel yang lain, glukosa
diangkut hanya dari konsentrasi yang lebih tinggi khusus dari protein pembawa
glukosa di membran. 1

Kecepatan pengangkutan glukosa dan kecepatan pengangkutan beberapa


monosakarida lainnya sangat ditingkatkan oleh insulin. Bila sejumlah besar insulin
disekresi oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sebagian besar sel
meningkat sampai 10 kali atau lebih dibandingkan dengan kecepatan pengangkutan
tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya, jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke
dalam sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk
menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energi pada
keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak. Secara praktis,
kecepatan pemakaian karbohidrat oleh sebagian besar sel diatur oleh kecepatan
sekresi insulin dan pankreas.

Oleh karena oksidasi lengkap dari 1 gram mol glukosa melepaskan energi
sebesar 686.000 kalori dan hanya 12.000 kalori yang dibutuhkan untuk membentuk 1
gram mol ATP, banyak energi yang akan terbuang percuma apabila glukosa hendak
didekomposisi sekaligus menjadi air dan karbon dioksida sewaktu membentuk hanya
satu molekul ATP. Untungnya, sel tubuh mempunyai enzim protein khusus, yang
menyebabkan molekul glukosa dipecahkan sedikit demi sedikit dalam banyak
langkah yang berurutan, yaitu energinya dilepaskan dalam paket-paket kecil untuk
membentuk satu molekul ATP pada suatu waktu, yang membentuk total 38 mol ATP
untuk setiap molekul glukosa yang dimetabolisme oleh sel. 1

Cara terpenting untuk melepaskan energi dari molekul glukosa dimulai


dengan proses glikolisis. Produk akhir glikolisis selanjutnya dioksidasi untuk
menghasilkan energi. Glikolisis berarti memecahkan molekul glukosa untuk
membentuk dua molekul asam piruvat. Glikolisis terjadi melalui 10 reaksi kimia yang
berurutan. Masing-masing langkah dikatalisis paling sedikit oleh satu enzim protein
yang spesifik. Glukosa mula-mula diubah menjadi fruktosa-1,6-difosfat dan
kemudian dipecahkan menjadi dua molekul dengan tiga atom karbon, gliseraldehid 3-
fosfat yang masing-masing kemudian diubah menjadi asam piruvat melalui lima
langkah tambahan. Walaupun terdapat banyak reaksi kimia dalam rangkaian proses
glikolisis, hanya sebagian kecil energi bebas dalam molekul glukosa yang dibebaskan
di sebagian besar langkah. Akan tetapi, di antara tahap 1,3-asam difosfogliserat dan
3-asam fosfogliserat dan sekali lagi di antara tahap asam fosfoenolpiruvat dan
asam piruvat, jumlah energi yang dibebaskan lebih dari 12.000 kalori per mol, yaitu
jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk ATP, dan reaksi digandakan sedemikian
rupa hingga terbentuk ATP. Jadi, terdapat total 4 molekul ATP yang sudah dibentuk
dari setiap molekul fruktosa 1,6- difosfat yang diuraikan menjadi asam piruvat.
Namun, 2 molekul ATP dibutuhkan untuk fosforilasi glukosa asal untuk membentuk
fruktosa-1,6-difosfat sebelum glikolisis dapat dimulai. Oleh karena itu, perolehan
akhir molekul ATP dari keseluruhan proses glikolisis hanya 2 molekul untuk setiap
molekul glukosa yang dipakai. Jumlah energi yang mencapai 24.000 kalori ini
dihantarkan ke ATP, tetapi selama glikolisis, total energi sebanyak 56.000 kalori
dilepaskan dari glukosa asal, yang memberikan keseluruhan efisiensi untuk
pembentukan ATP hanya sebesar 43 persen. Sisa energi sebesar 57 persen hilang
dalam bentuk panas. 1
Gambar: Reaksi kimia Glikolisis.1

Reaksi Akhir per Molekul Glukosa: Glukosa + 2ADP + 2PO4 2 Asam piruvat +
2ATP + 4H

Fosforilasi oksidatif

Segera setelah masuk ke dalam sel, glukosa bergabung dengan satu radikal
fosfat yang sesuai dengan reaksi berikut.

Fosforilasi ini ditingkatkan terutama oleh enzim glukokinase di dalam hati


dan oleh heksokinase di dalam sebagian besar sel yang lain. Fosforilasi glukosa
hampir seluruhnya ireversibel kecuali di sel hati, sel epitel tubulus ginjal, dan sel
epitel usus; di dalam sel-sel tersebut, suatu enzim yang lain, glukosa fosfatase, juga
tersedia, dan bila enzim ini diaktifkan, reaksi dapat berjalan dalam arah sebaliknya.
Di sebagian besar jaringan tubuh, fosforilasi bekerja untuk menangkap glukosa di
dalam sel. Artinya, karena glukosa berikatan secara cepat dengan fosfat, glukosa
tidak akan berdifusi keluar, kecuali pada sel-sel khusus, terutama sel-sel hati, yang
memiliki enzim fosfatase.

Gambar: Reaksi kimia Glukogenesis dan glukogenolisis.1

Glikogenesis

Dapat dilihat bahwa glukosa-6-fosfat dapat diubah menjadi glukosa-1-fosfat;


yang kemudian diubah menjadi uridin difosfat glukosa, yang akhirnya diubah
menjadi glikogen. Beberapa enzim khusus dibutuhkan untuk menyebabkan
perubahan-perubahan ini, dan setiap monosakarida yang dapat diubah menjadi
glukosa dapat masuk ke dalam reaksi tersebut. Senyawa tententu yang lebih kecil
meliputi asam laktat, gliserol, asam piruvat, dan beberapa asam amino deaminasi,
dapat juga diubah menjadi glukosa atu senyawa yang hampir serupa dan kemudian
diubah menjadi glikogen. 1

Glikogenolisis

Glikogenolisis berarti pemecahan glikogen yang disimpan sel untuk


membentuk kembali glukosa di dalam sel. Glukosa kemudian dapat digunakan untuk
menyediakan energi. Glikogenolisis tidak dapat terjadi melalui pembalikan reaksi
kimia yang sama yang dipakai untuk membentuk glikogen; sebagai gantinya, setiap
molekul glukosa yang berurutan pada masing-masing cabang polimer glikogen
dilepaskan melalui proses fosforilasi, yang dikatalisis oleh enzim fosforilase. Pada
keadaan istirahat, fosforilase terdapat dalam bentuk tidak aktif, sehingga glikogen
tetap dapat disimpan. Bila pembentukan glukosa dari glikogen diperlukan kembali,
fosforilase harus diaktifkan terlebih dahulu. 1

Penyimpanan Glikogen di Hati dan Otot

Setelah diabsorpsi ke dalam sel, glukosa dapat dipakai segera untuk


melepaskan energi ke dalam sel atau dapat disimpan dalam bentuk glikogen, yang
merupakan polimer besar glukosa. Semua sel tubuh mempunyai kemampuan untuk
menyimpan paling sedikit beberapa glikogen, tetapi sel-sel tertentu dapat menyimpan
dalam jumlah yang besar, terutama sel hati yang dapat menyimpan glikogen sebanyak
5 sampai 8 persen dari beratnya, dan sel-sel otot, yang dapat menyimpan glikogen
sebanyak 1 sampai 3 persen. Molekul glikogen dapat dipolimerisasi dan polimernya
bisa mencapai hampir semua berat molekul, dengan berat molekul rata-rata 5 juta
atau lebih besar. kebanyakan glikogen mengendap dalam bentuk granula padat.
Konversi dari monosakarida menjadi senyawa presipitat dengan berat molekul tinggi
(glikogen) memungkinkan tersimpannya karbohidrat dalam jumlah yang besar tanpa
mengubah tekanan osmotik cairan intraselular secara bermakna. Konsentrasi yang
tinggi dari monosakarida yang mudah larut dengan berat molekul rendah akan sangat
mengganggu hubungan osmotik antara cairan intraselular dan ekstraselular.1
Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)

Tahap berikutnya dalam degradasi molekul glukosa disebut siklus asam sitrat
(juga disebut siklus asam trikarboksilat atau siklus Krebs). Siklus ini merupakan
suatu lanjutan reaksi kimia saat gugus asetil dan asetil-KoA dipecah menjadi karbon
dioksida dan atom hidrogen. Semua reaksi ini terjadi di dalam matriks mitokondria.
Atom hidrogen yang dilepaskan kemudian akan menambah jumlah atom hidrogen
yang dioksidasi kemudian, yang akan melepaskan sejumlah besar energi untuk
membentuk ATP.

Pada tahap awal siklus asam sitrat, asetil-KoA bergabung dengan asam
oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat. Gugus koenzim A dari asetil-KoA
dilepaskan dan dapat digunakan berulang kali untuk pembentukan lebih banyak lagi
asetil-KoA dari asam piruvat. Akan tetapi, gugus asetil menjadi suatu bagian dari
molekul asam sitrat. Selama tahapan siklus asam sitrat yang berurutan berlangsung,
beberapa molekul air ditambahka. Hasil akhir keseluruhan siklus asam sitrat
menunjukkan bahwa untuk setiap molekul glukosa asal yang dimetabolisme, dua
molekul asetil-KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat bersama dengan enam molekul
air. Molekul-molekul tersebut kemudian diuraikan menjadi 4 molekul karbon
dioksida, 16 atom hidrogen, dan 2 molekul koenzim A. Dua molekul ATP dibentuk
melalui cara berikut ini.

Siklus asam sitrat tidak melepaskan energi dalam jumlah yang besar; hanya
satu dari reaksi kimia selama pengubahan asam α-ketoglutarat menjadi asam suksinat
yang membentuk satu molekul ATP. Jadi, untuk setiap molekul glukosa yang
dimetabolisme, dua molekul asetil-KoA akan melalui siklus asam sitrat, yang masing-
masing membentuk satu molekul ATP, atau total 2 molekul ATP yang terbentuk.1
Gambar: Reaksi kimia siklus asam sitrat.1
Metabolisme Lipid

Beberapa senyawa kimia di dalam makanan dan tubuh diklasifikasikan


sebagai lipid. Lipid ini meliputi: (1) lemak netral yang dikenal juga sebagai
trigliserida: (2) fosfolipid; (3) kolestrol: dan (4) beberapa lipid lain yang kurang
penting. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi
berbagai proses metabolik, suatu fungsi yang hampir sama dengan fungsi karbohidrat.
Akan tetapi, beberapa lipid, terutama kolesterol, fosfolipid, dan sejumlah kecil
trigliserida, dipakai untuk membentuk membran semua sel tubuh dan untuk
melakukan fungsi-fungsi sel yang lain.

Fungsi utama hati dalam metabolisme lipid adalah untuk (1) memecahkan asam
lemak menjadi senyawa kecil yang dapat dipakai untuk energi, (2) menyintesis
trigliserida, terutama dari karbohidrat tetapi juga dari protein dalam jumlah yang
lebih sedikit, dan (3) menyintesis lipid lain dari asam lemak, terutama kolesterol dan
fosfolipid.

Tahap pertama dalam penggunaan trigliserida untuk energi adalah hidrolisis


trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Kemudian, asam lemak dan gliserol
diangkut dalam darah ke jaringan yang aktif tempat oksidasi kedua zat untuk
menghasilkan energi. Gliserol, sewaktu memasuki jaringan yang aktif, Segera diubah
oleh enzim intrasel menjadi gliserol 3-fosfat, yang memasuki jalur glikolisis untuk
pemecahan glukosa dan kemudian dipakai untuk menghasilkan energi. Sebelum asam
lemak dapat dipakai untuk energi, asam lemak harus diproses lebih lanjut dengan cara
berikut. 1

Masuknya Asam Lemak ke dalam Mitokondria.

Degradasi dan oksidasi asam lemak hanya terjadi di mitokondria. Oleh karena itu,
langkah pertama pemakaian asam lemak adalah pengangkutan asam lemak ke dalam
mitokondria. Transpor ini adalah proses yang diperantarai oleh pembawa yang
memakai karnitin sebagai zat pembawa. Begitu berada di dalam mitokondria, asam
lemak berpisah dari karnitin dan kemudian didegradasi dan dioksidasi.

Degradasi Asam Lemak menjadi Asetil Koenzim A melalui Oksidasi Beta.

Gambar: Oksidasi beta asam lemak untuk menghasilkan asetil koenzim A

Molekul asam lemak didegradasi dalam mitokondria dengan melepaskan segmen


berkarbon dua secara progresif dalam bentuk asetil koenzim A (asetil-KoA). Proses
ini, disebut proses oksidasi beta untuk degradasi asam lemak. Untuk memahami
langkah-langkah utama dalam proses oksidasi beta,

Persamaan 1 bahwa langkah perta-ma adalah penggabungan molekul asam lemak


dengan koenzim A (KoA) untuk membentuk asil-KoA lemak.

Pada Persamaan 2, 3, dan 4, karbon beta (karbon kedua dani kanan) dari asil-KoA
lemak bergabung dengan satu molekul oksigen artinya, karbon beta menjadi
teroksidasi. Kemudian, pada

Persamaan 5, gugus dua-karbon di sebelah kanan dari molekul dipecahkan untuk


melepaskan asetil-KoA ke dalam cairan sel. Pada waktu yang sama, molekul koenzim
A (KoA) yang lain bergabung pada ujung dan sisa gugus molekul asam lemak, dan
membentuk suatu molekul asil-KoA lemak yang baru; tetapi, kali in menjadi dua
atom karbon lebih pendek karena hilangnya asetil-KoA pertama dari bagian ujung
terminalnya. Selanjutnya, asil-KoA lemak yang pendek ini masuk ke dalam
persamaan 2 dan berlanjut melalui persamaan 3, 4, dan 5 untuk tetap melepaskan
molekul asetil-KoA yang lain, sehingga memendekkan molekul asam lemak
sebanyak dua karbon lagi. Selain melepaskan molekul asetil-KoA, empat atom
hidrogen juga dilepaskan dari molekul asam lemak pada saat yang sama, dan berpisah
seluruhnya dari asetil-KoA. Oksidasi Asetil-KoA. Molekul asetil-KoA yang dibentuk
melalui oksidasi beta asam lemak di mitokondria segera masuk ke dalam siklus asam
sitrat. 1

Metabolisme Protein

 Sifat Dasar Asam Amino

Asam Amino Unsur dasar penyusun protein adalah asam amino, dan 20 di
antaranya terdapat dalam protein tubuh dengan jumlah yang cukup banyak. rumus
kimia dari 20 asam amino ini, bahwa asam-asam amino tersebut mempunyai dua ciri
yang sama: masing-masing asam amino mempunyai satu gugus asam (—COOH) dan
satu atom nitrogen yang melekat pada molekul, biasanya berupa gugus amino (—
NH2).1

Ikatan Peptida dan Rantai Peptida.

Asam amino-asam amino protein bergabung menjadi rantai panjang melalui


ikatan peptida. Struktur kimia ikatan ini ditunjukkan oleh reaksi berikut ini.
Perhatikan dalam reaksi ini bahwa nitrogen pada radikal amino dari satu asam
amino berikatan dengan karbon dan radikal karboksil asam amino lainnya. Satu atom
hidrogen dilepaskan dari radikal amino, dan satu ion hidroksil dilepaskan dari radikal
karboksil; keduanya bergabung membentuk molekul air. Setelah ikatan peptida
dibentuk, satu radikal amino dan satu radikal karboksil masih terletak pada ujung
yang berlawanan di molekul baru yang lebih panjang. Setiap radikal tersebut mampu
menggabungkan asam amino tambahan untuk membentuk satu rantai peptida.
Beberapa molekul protein yang rumit mempunyai beribu-ribu asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida, dan bahkan pada molekul protein terkecil sekali
pun biasanya mempunyai lebih dari 20 asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida. Rata-rata molekul protein mengandung sekitar 400 asam amino. Ikatan
Lainnya dalam Molekul Protein. Beberapa molekul protein terdiri atas beberapa
rantai peptida dan bukan rantai tunggal, dan molekul protein ini berikatan satu sama
lain oleh ikatan yang lain, sering kali oleh ikatan hidrogen antara radikal CO dan NH
dari peptida, seperti berikut ini.1

Banyak rantai peptida yang terlilit atau terlipat, dan lilitan atau lipatan
selanjutnya dipertahankan dalam bentuk spiral secara kuat atau dalam bentuk lain
oleh ikatan hidrogen yang serupa dan daya ikat lainnya.1

Banyak rantai peptida yang terlilit atau terlipat, dan lilitan atau lipatan
selanjutnya dipertahankan dalam bentuk spiral secara kuat atau dalam bentuk lain
oleh ikatan hidrogen yang serupa dan daya ikat lainnya.1

 Transpor Dan Penyimpanan Asam Amino


Asam Amino Darah Konsentrasi
Normal asam amino di dalam darah bernilai antara 35 dan 65 mg/d1.
Konsentrasi ini adalah nilai rata-rata dari sekitar 2 mg/dl untuk setiap 20 asam amino,
walaupun beberapa asam amino ditemukan dalam jumlah yang lebih besar daripada
asam amino lainnya. Oleh karena asam amino adalah asam yang relatif kuat, asam
amino terdapat dalam darah terutama dalam bentuk terionisasi, akibat pemindahan
satu atom hidrogen dari radikal N142. Asam amino tersebut sebenarnya berkontribusi
sebanyak 2 sampai 3 mEq ion negatif dalam darah. Distribusi yang pasti dari berbagai
asam amino dalam darah sampai batas tertentu bergantung pada tipe protein yang
dikonsumsi, tetapi paling tidak konsentrasi beberapa asam amino diatur oleh sintesis
yang selektif di berbagai sel.1

Gambar 2.1 Asam-Asam Amino. Sepuluh asam amino esensial tidak dapat disintesis
dalam jumlah yang cukup di dalam tubuh; asam amino esensial tersebut harus
diperoleh, yang sudah terbentuk, dari makanan.1
Nasib Asam Amino yang Diabsorbsi dari Saluran Pencernaan.

Hasil pencernaan protein dan absorpsi protein dalam saluran pencernaan


hampir seluruhnya berupa asam amino; jarang sekali berupa polipeptida atau molekul
protein utuh yang diabsorbsi dari saluran pencernaan ke dalam darah. Segera setelah
makan, konsentrasi asam amino dalam darah meningkat, tetapi peningkatan yang
terjadi biasanya hanya beberapa miligram per desiliter karena dua alasan: Pertama,
pencernaan dan absorpsi protein biasanya berlangsung lebih dari 2 sampai 3 jam,
sehingga hanya sejumlah kecil asam amino yang diabsorbsi secara terpisah. Kedua,
setelah memasuki darah, kelebihan asam amino diabsorbsi dalam waktu 5 sampai 10
menit oleh sel di seluruh tubuh, terutama oleh hati. Oleh karena itu, hampir tidak
pernah ada sejumlah besar konsentrasi asam amino yang menumpuk di dalam darah
dan cairan jaringan. Namun, kecepatan penggantian asam amino begitu cepat
sehingga banyak gram protein dapat dibawa dari satu bagian tubuh ke tempat lain
dalam bentuk asam amino tiap jam.1

Transpor Aktif Asam Amino ke dalam Sel. Semua molekul asam amino
terlalu besar untuk berdifusi dengan mudah melalui pori-pori membran sel. Oleh
karena itu, asam amino dalam jumlah yang bermakna dapat bergerak ke dalam atau
ke luar melalui membran hanya dengan cara transpor terfasilitasi atau transpor aktif
yang menggunakan mekanisme pembawa (carrier). Sifat asli beberapa mekanisme
pembawa masih sangat sedikit diketahui.1

Ambang Batas Ginjal untuk Asam Amino.

Di ginjal, berbagai asam amino dapat direabsorbsi secara aktif melalui epitel
tubulus proksimal, yang akan mengeluarkan asam amino dari filtrat glomerulus dan
mengembalikannya ke dalam darah jika asam amino tersebut harus berfiltrasi ke
dalam tubulus ginjal melalui membran glomerulus. Akan tetapi, seperti juga
mekanisme transpor aktif lain di tubulus ginjal, terdapat batas atas kecepatan untuk
setiap jenis asam amino agar dapat ditranspor. Oleh sebab itu, bila konsentrasi jenis
asam amino tertentu meningkat dan menjadi terlalu tinggi dalam plasma dan filtrat
glomerulus, kelebihan asam amino yang tidak dapat direabsorbsi secara aktif akan
dikeluarkan ke dalam urine.1

Penyimpanan Asam Amino sebagai Protein di dalam Sel.

Segera setelah masuk ke dalam sel jaringan, asam amino bergabung satu sama
lain dengan ikatan peptida, sesuai petunjuk sistem RNA caraka (messenger) dan
ribosom sel, untuk membentuk protein sel. Oleh karena itu, konsentrasi asam amino
bebas dalam sel biasanya tetap rendah. Dengan demikian, penyimpanan sejumlah
besar asam amino bebas tidak terjadi dalam sel; sebaliknya, asam amino terutama
disimpan dalam bentuk protein yang sesungguhnya. Namun banyak protein intrasel
ini dapat dengan cepat dipecah kembali menjadi asam amino di bawah pengaruh
enzim pencernaan lisosom intrasel; asam amino ini selanjutnya dapat ditranspor
kembali keluar dari sel dan masuk ke dalam darah. Beberapa pengecualian untuk
keadaan yang terbalik ini adalah protein yang terdapat dalam kromosom nukleus dan
protein struktural seperti protein kolagen dan protein kontraktil otot; proteinprotein
seperti ini tidak ikut serta secara bermakna dalam proses pencernaan dan
transportasinya keluar sel yang berkebalikan. Beberapa jaringan tubuh ikut serta
dalam penyimpanan asam amino yang lebih besar dari yang lainnya. Misalnya, hati,
yang merupakan organ besar dan juga mempunyai sistem khusus untuk mengolah
asam amino, dapat menyimpan sejumlah besar protein yang dapat berubah dengan
cepat; ginjal dan mukosa usus juga dapat menyimpan protein dalam jumlah yang
lebih kecil.1

Pelepasan Asam Amino dari Sel sebagai Alat Pengaturan Konsentrasi Asam
Amino Plasma.

Setiap kali konsentrasi asam amino plasma turun di bawah nilai normal, asam
amino yang dibutuhkan tersebut akan ditranspor keluar dari sel untuk memenuhi
kebutuhannya dalam plasma. Dengan cara ini, konsentrasi plasma masing-masing
asam amino dipertahankan pada nilai yang konstan secara beralasan. Lebih lanjut
lagi, ditunjukkan bahwa berbagai hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin dapat
mengubah keseimbangan antara protein jaringan dan asam amino yang beredar.
Contohnya, hormon pertumbuhan dan insulin meningkatkan pembentukan protein
jaringan, sedangkan hormon glukokortikoid dari korteks adrenal meningkatkan
konsentrasi asam amino plasma.1

Keseimbangan yang Reversibel Antar-protein di Berbagai Bagian Tubuh yang


Berbeda.
Oleh karena protein sel di hati (dan di jaringan lain yang jauh lebih sedikit)
dapat disintesis dengan cepat dari asam amino plasma, dan karena banyaknya protein
tersebut yang dapat dipecahkan hampir secepat pengembaliannya ke dalam plasma,
terdapat pertukaran dan keseimbangan yang konstan antara asam amino plasma dan
protein yang labil di hampir semua sel tubuh. Misalnya, jika jaringan tertentu
membutuhkan protein, jaringan tersebut dapat menyintesis protein baru dari asam
amino darah; selanjutnya, asam amino darah tersebut ditambah oleh pemecahan
protein dari sel-sel tubuh yang lain, terutama dari sel hati. Pengaruh ini terutama
terlihat dalam hubungannya dengan sintesis protein dalam sel kanker. Sel kanker
sering kali banyak menggunakan asam amino; oleh karena itu, protein dari sel lain
dapat berkurang secara bermakna.1

Batas Atas Penyimpanan Protein.


Masing-masing tipe sel tertentu mempunyai batas atas jumlah protein yang
dapat disimpan. Setelah semua sel mencapai batasnya, kelebihan asam amino yang
masih ada dalam sirkulasi dipecahkan menjadi produk lain dan dipergunakan untuk
energi, seperti yang akan dibicarakan lebih lanjut, atau diubah menjadi lemak atau
glikogen dan disimpan dalam bentuk ini.1
 Peran Fungsional Protein Plasma

Tipe utama protein yang terdapat dalam plasma adalah albumin, globulin, dan
fibrinogen. Fungsi utama albumin adalah membentuk tekanan osmotik koloid di
dalam plasma, yang akan mencegah hilangnya plasma dari kapiler. Globulin
melakukan sejumlah fungsi enzimatik dalam plasma, tetapi yang sama pentingnya,
globulin terutama berperan pada imunitas alamiah tubuh dan imunitas tubuh yang
didapat untuk melawan invasi organisme. Fibrinogen berpolimerisasi menjadi pilinan
fibrin yang panjang selama proses koagulasi darah. Dengan demikian, terbentuk
bekuan darah yang akan membantu memperbaiki kebocoran sistem sirkulasi.1

Pembentukan Protein Plasma.

Pada dasarnya, semua albumin dan fibrinogen plasma dan 50 sampai 80


persen globulin, dibentuk di hati. Sisa globulin dibentuk hampir seluruhnya di
jaringan limfoid. Globulin tersebut terutama berupa gamma globulin yang
membentuk antibodi yang dipakai oleh sistem imun. Kecepatan pembentukan protein
plasma oleh hati dapat sangat tinggi, sebanyak 30 gram/hari. Keadaan penyakit
tertentu menyebabkan hilangnya protein plasma dengan cepat; luka bakar berat yang
menghilangkan area permukaan kulit yang luas dapat menyebabkan kehilangan
plasma sebanyak beberapa liter tiap hari melalui area yang terbakar. Pembentukan
protein plasma yang cepat oleh hati berguna untuk mencegah kematian pada keadaan
tersebut. Kadang-kadang, seseorang dengan penyakit ginjal yang berat kehilangan
sebanyak 20 gram protein plasma di dalam urine setiap hari selama beberapa bulan,
dan kehilangan protein yang dibutuhkan ini akan digantikan secara kontinu terutama
oleh hati. Pada sirosis hati, sejumlah besar jaringan fibrosa terbentuk di antara sel-sel
parenkim hati, sehingga kemampuannya untuk menyintesis protein plasma menjadi
berkurang. Hal tersebut akan menurunkan tekanan osmotik koloid plasma sehingga
akan terjadi edema seluruh tubuh.1

Protein Plasma sebagai Sumber Asam Amino untuk Jaringan.

Sewaktu jaringan kekurangan protein, protein plasma dapat bertindak sebagai


sumber untuk menggantikan kembali protein jaringan dengan cepat. Sesungguhnya,
seluruh protein plasma dapat diimbibisi in toto oleh makrofag jaringan melalui proses
pinositosis; begitu berada dalam sel ini, protein plasma dipecah menjadi asam amino
yang ditranspor kembali ke dalam darah dan dipakai di seluruh tubuh untuk
membangun protein sel di manapun protein tersebut dibutuhkan. Dengan cara ini,
protein plasma berfungsi sebagai media penyimpanan protein yang labil dan
merupakan sumber asam amino yang tersedia dengan mudah bila jaringan tertentu
membutuhkannya.1

Keseimbangan yang Reversibel antara Protein Plasma dan Protein Jaringan.


Terdapat suatu keadaan keseimbangan yang konstan, antara protein plasma,
asam amino darah, dan protein jaringan. Berdasarkan studi pelacak radioaktif,
diperkirakan bahwa pada kleadaan normal, sekitar 400 gram protein tubuh disintesis
dan dipecahkan setiap hari sebagai bagian dari aliran asam amino yang kontinu. Hal
ini melukiskan prinsip umum pertukaran asam amino yang reversibel di antara
protein-protein tubuh yang berbeda. Bahkan selama kelaparan atau selama penyakit
berat yang melemahkan, rasio protein jaringan total terhadap protein plasma total
dalam tubuh tetap relatif konstan, yaitu sekitar 33:1.1

Gambar 2.2 Keseimbangan yang reversibel antara protein jaringan, protein plasma,
dan asam amino plasma1

Oleh karena keseimbangan yang reversibel antara protein plasma dan protein
tubuh lainnya, salah satu pengobatan yang paling efektif untuk defisiensi protein yang
akut dan berat adalah transfusi protein plasma intravena. Dalam beberapa hari, atau
kadang-kadang dalam beberapa jam, asam amino dan protein yang diberikan akan
didistribusi ke semua sel tubuh untuk membentuk protein baru sesuai yang
diperlukan.1
Asam Amino Esensial dan Nonesensial Sepuluh dari asam amino yang dalam
keadaan normal terdapat dalam protein hewani dapat disintesis dalam sel, sedangkan
sepuluh yang lainnya tidak dapat disintesis seluruhnya atau disintesis dalam jumlah
sangat sedikit untuk menyuplai kebutuhan tubuh. Kelompok kedua asam amino yang
tidak dapat disintesis ini disebut asam amino esensial. Penggunaan istilah "esensial"
tidak berarti bahwa 10 asam amino "nonesensiar lain tidak dibutuhkan untuk
pembentukan protein, tetapi hanya menyatakan bahwa asam amino lainnya ini tidak
esensial dalam diet karena asam amino tersebut dapat disintesis dalam tubuh. Sintesis
asam amino nonesensial bergantung terutama kepada pembentukan asam a-keto yang
sesuai, yang merupakan prekursor dari masing-masing asam amino. Misalnya, asam
piruvat, yang dibentuk dalam jumlah besar selama pemecahan glikolisis dari glukosa,
adalah prekursor asam keto dan asam amino alanin. Kemudian, melalui proses
transaminasi, satu radikal amino ditransfer ke asam aketo, dan oksigen keto ditransfer
ke donor radikal amino. Perhatikan bahwa pada gambar ini,1

Gambar 2.3 Sintesis alanin dari asam piruvat melalui transaminasi.1

Radikal amino ditransfer ke asam piruvat dari zat kimia lain yang bersatu
dengan erat dengan asam amino—glutamin. Glutamin terdapat dalam jumlah besar di
jaringan, dan salah satu fungsinya yang utama adalah sebagai tempat penyimpanan
radikal amino. Selain itu, radikal amino dapat ditransfer dari asparagin, asam
glutamat, dan asam aspartat. Proses transaminasi dibantu oleh beberapa enzim, yang
di antaranya berupa aminotransferase, yang merupakan derivat piridoksin, salah satu
vitamin B (B6). Tanpa vitamin ini hanya sedikit asam amino yang disintesis, dan
pembentukan protein tidak dapat berlangsung secara normal.1
Pemakaian Protein untuk Energi Begitu sel diisi sampai batasnya dengan
protein yang tersimpan, penambahan asam amino tambahan di dalam cairan tubuh
akan dipecah dan digunakan untuk energi atau disimpan terutama sebagai lemak atau
sebagai glikogen. Pemecahan ini terjadi hampir seluruhnya di dalam hati, dan dimulai
dengan proses deaminasi, yang akan dijelaskan di bagian berikut ini.1

Deaminasi.

Deaminasi berarti pengeluaran gugus amino dari asam amino. Hal ini terjadi
terutama melalui transaminasi, yang berarti pemindahan gugus amino ke beberapa zat
akseptor, yang merupakan kebalikan dari proses transaminasi yang dijelaskan
sebelumnya dalam hubungannya dengan sintesis asam amino.1

Bagian terbesar deaminasi terjadi melalui skema transaminasi berikut

Perhatikanlah dari skema ini bahwa gugus amino dan asam amino ditransfer
ke asam a-ketoglutarat, yang kemudian menjadi asam glutamat. Asam glutamat
kemudian dapat mentransfer gugus asam amino ke zat lainnya atau dapat
melepaskannya dalam bentuk amonia (NH3). Dalam proses kehilangan gugus amino,
asam glutamat sekali lagi menjadi asam a-ketoglutarat, sehingga siklus tersebut dapat
berlangsung berulang-ulang. Untuk memulai proses tersebut, kelebihan asam amino
di dalam sel, terutama di hati, akan menginduksi aktivasi sejumlah besar
aminotransferase, yaitu enzim yang bertanggung jawab memulai sebagian besar
proses deaminasi.1
Pembentukan Ureum oleh Hati.

Amonia yang dilepaskan selama deaminasi asam amino dikeluarkan dari


darah hampir seluruhnya melalui konversi menjadi ureum, dua molekul amonia, dan
satu molekul karbon dioksida bergabung, sesuai dengan reaksi berikut.1

Pada dasarnya, semua ureum dalam tubuh manusia disintesis di hati. Bila
tidak ada hati atau pada penyakit hati yang berat, amonia akan menumpuk dalam
darah. Keadaan ini sangat toksik, terutama terhadap otak, yang sering kali
menimbulkan keadaan yang disebut koma hepatikum. Stadium pembentukan ureum
pada dasarnya adalah sebagai berikut.1

Setelah ureum terbentuk, ureum berdifusi dari sel hati masuk ke dalam cairan
tubuh dan diekskresikan oleh ginjal.1

Oksidasi Asam Amino yang Sudah Mengalami Deaminasi. Begitu asam


amino sudah dideaminasi, asam keto yang dihasilkan, pada banyak keadaan,
dioksidasi untuk melepaskan energi guna keperluan metabolisme. Oksidasi ini
biasanya melibatkan dua proses yang berurutan:
(1) Asam keto diubah menjadi zat kimia yang sesuai, yang dapat masuk ke dalam
siklus asam sitrat, dan

(2) zat tersebut dipecah oleh siklus asam sitrat dan digunakan sebagai energi dengan
cara yang sama seperti penggunaan asetil koenzim A (asetil-KoA) yang dihasilkan
dari metabolisme karbohidrat dan lemak. Secara umum, jumlah adenosin trifosfat
(ATP) yang dibentuk untuk setiap gram protein yang dioksidasi, lebih sedikit
daripada jumlah yang dibentuk untuk setiap gram glukosa yang dioksidasi.1

Glukoneogenesis dan Ketogenesis.

Asamamino tertentu yang didea-minasi serupa dengan zat yang digunakan


oleh sel pada keadaan normal, terutama sel hati, untuk menyintesis glukosa atau asam
lemak. Misalnya, deaminasi alanin adalah asam piruvat. Asam piruvat ini dapat
dikonversi menjadi glukosa atau glikogen. Asam piruvat juga dapat dikonversi
menjadi asetil-KoA, yang kemudian dapat dipolimerisasikan menjadi asam lemak.
Dua molekul asetil-KoA juga dapat menyatu membentuk asam asetoasetat, yang
merupakan salah satu benda keton, seperti yang diterangkan di Bab 68. Konversi
asam amino menjadi glukosa atau glikogen disebut glukoneogenesis, dan konversi
asam amino menjadi asam keto atau asam lemak disebut ketogenesis. Dari 20 asam
amino yang dideaminasi, 18 di antaranya mempunyai struktur kimia yang
memungkinkan asam amino tersebut dikonversi menjadi glukosa, dan 19 di antaranya
dapat dikonversi menjadi asam lemak.1

Pemecahan Protein secara Obligat.

Bila seseorang tidak makan protein, bagian protein tertentu dari protein tubuh
akan dipecah menjadi asam amino dan kemudian dideaminasi dan dioksidasi.
Keadaan ini melibatkan 20 sampai 30 gram protein setiap harinya, yang disebut
kehilangan obligat protein. Oleh karena itu, untuk mencegah kehilangan bersih (net
loss) protein dan tubuh, seseorang harus makan sedikitnya 20 sampai 30 gram protein
setiap hari; untuk amannya, biasanya dianjurkan sedikitnya 60 sampai 75 gram.
Perbandingan berbagai asam amino dalam protein diet harus kira-kira sama dengan
perbandingannya dalam jaringan tubuh jika seluruh protein akan dipergunakan untuk
membentuk protein baru di jaringan. Jika konsentrasi salah satu jenis asam amino
esensial rendah, yang lainnya menjadi tidak berguna sebab sel menyintesis protein
sesuai prinsip gagal atau tuntas (all or none). Asam amino yang tidak berguna akan
dideaminasi dan dioksidasi. Protein yang mempunyai rasio asam amino yang berbeda
dari ratarata protein tubuh disebut protein parsial atau protein tidak lengkap, dan
protein semacam itu kurang bernilai untuk nutrisi daripada protein lengkap.1

Pengaruh Kelaparan terhadap Pemecahan Protein.

Selain 20 sampai 30 g protein yang dipecahkan secara obligat setiap hari,


tubuh memakai hampir semua karbohidrat atau lemak sebagai sumber energi, selama
keduanya masih tersedia. Akan tetapi, setelah beberapa minggu mengalami
kelaparan, sewaktu jumlah simpanan lemak dan karbohidrat mulai berkurang, asam
amino darah akan dideaminasi dan dioksidasi dengan cepat sebagai sumber energi.
Dari proses ini, protein jaringan dipecahkan dengan cepatsebanyak 125 g tiap hari
dan akibatnya, fungsi sel menurun dengan cepat. Oleh karena penggunaan
karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi normalnya lebih disukai daripada
penggunaan protein, karbohidrat dan lemak disebut sebagai penghemat protein.1

 Katabolisme Protein
(Penguraian asam amino untuk energi) berlangsung di hati. Jika sel telah
mendapatkan protein yang mencukupi kebutuhannya, setiap asam amino tambahan
akan dipakai sebagai energi atau disimpan sebagai lemak.2
a) Deaminasi, asam amino yang merupakan langkah pertama, melibatkan
pelepasan satu hidrogen dan satu gugus amino sehingga membentuk amonia
(NH3).2
b) Pembentukan urea oleh hati, amonia diubah menjadi urea melalui siklus urea
(siklus ortinin) oleh hati. Urea dieksresi oleh ginjal ke dalam urine.2
c) Oksidasi asam amino terdeaminasi, bagian asam amino nonnitrogen yang
tersisa disebut produk asam keto yang teroksidasi menjadi energi melalui
siklus asam sitrat. Beberapa jenis asam keto dapat diubah menjadi glukosa
(glukoneogenesis) atau lemak (lipogenesis).2
d) Karbohidrat dan lemak adalah cadangan protein dan dipakai tubuh sebagai
pengganti protein untuk energi. Saat kelaparan, Tubuh menggunakan
karbohidrat dan lemak baru kemudian memulai mengkatabolisme protein.2
 Anabolisme Protein
a) Sintesis protein, dari asam amino berlangsung di sebagian besar sel tubuh.
Asam amino bergabung dengan ikatan peptida pada rangkaian tertentu yang
ditentukan berdasarkan pengaturan gen.2
b) Transaminasi, yang berlangsung di hati, merupakan sintesis asam amino
nonesensial melalui pengubahan jenis asam amino menjadi jenis lainnya.
Proses ini melibatkan pemindahan satu gugus amino (NH2) dari sebuah asam
amino menjadi satu asam keto sehingga terbentuk satu asam amino dan satu
asam keto baru.2
c) Asam amino esensial dan nonesensial.
Ada 9 asam amino (Fenilalanin, valin, triptofan, lisin, leusin, isoleusin,
metionin, dan histadin) yang merupakan asam amino esensial. Asam amino
tersebut tidak dapat disintesis oleh sel dan harus didapat dari makanan. 11
asam amino lainnya dapat disintesis dan disebut asam amino nonesensial.2
- Protein hewani mengandung semua semua asam amino esensial dan
disebut protein lengkap.
- Protein nabati tidak memiliki beberapa asam amino esensial dan disebut
protein tidak lengkap. Protein nabati dapat dikombinasikan dalam diet
untuk memperoleh semua asam amino esensial.2

Faktor yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat:

a. Hormon tiroid
Apabila kelenjar tiroid menyekresi tiroksin dalam jumlah maksimal, laju
metabolisme kadang meningkat 50 sampai 100 persen di atas normal.
Sebaliknya, kehilangan total sekresi tiroid menurunkan kecepetan metabolik
40 sampai 60 persen dari normal.
b. Hormon seks laki-laki meningkatkan laju metabolisme
Hormon seks laki-laki (testosteron), dapat meningkatkan laju metabolisme
basal kira-kira 10 sampai 15 persen.
c. Hormon pertumbuhan meningkatkan laju metabolisme
Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan laju metabolisme dengan
merangsang metabolisme selular dan dengan meningkatkan massa otot rangka
pada orang dewasa. Hormon pertumbuhan aka meningkatkan laju
metabolisme basal sekitar 20 persen.
d. Demam meningkatkan laju metabolisme
Demam tanpa melihat penyebabnya, meningkatkan kecepatan reaksi kimia
rata-rata 120 persen untuk setiap peningkatan temperatur 10oC.
e. Tidur menurunkan laju metabolisme
Laju metabolisme menurunkan 10 sampai 15 persen di bawah normal selama
tidur. Penurunan ini disebabkan oleh dua faktor : 1. Penurunan tonus otot
rangka selama tidur, 2. Penurunan aktivitas sistem saraf simpatis
f. Malnutrisi menurunkan laju metabolisme
Malnutrisi lama dapat menurunkan laju metabolisme 20 sampai 30 persen,
penurunan disebabkan oleh tidak adanya zat makanan yang dibutukan di
dalam sel.

Faktor –faktor yang mempengaruhi metabolisme lemak

a. Hormon insulin
- Insulin meningkatkan aliran glukosa ke dalam sel sehingga glukosa
dapat dipakai sebagai energi.
- Insulin mencegah penguraian mencegah penguraian lemak dalam sel-
sel adiposa melalui penghambatan enzim lipase sensitif hormon yang
mengkatalis proses hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan
gliserol.
b. Epinefrin, glukagon, hormon pertumbuhan, ACTH, dan tiroksin
- Merangsang penguraian dan pelepasan asam lemak dari simpanan
trigliserida dalam jaringan adiposa
c. Kendali Saraf
- Stimulasi Parasimpatis meningkatkan simpanan lemak
- Stimulasi simpatis mempercepat penguraian asam lemak

Faktor – faktor yang mempengaruhi metabolisme protein

a. Hormon pertumbuhan
- Merangsang transpor aktif asam amino ke dalam sel, terutama sel otot,
dan merangsang sintesis protein
b. Testosteron (hormon kelamin laki-laki)
- Menstimulasi sintesis protein dan meningkatkan simpanan protein
dalam jaringan. Estrogen, hormon kelamin perempuan juga
menstimulasi sintesis protein pada derajat yang lebih kecil.
c. Hormon Tiroid
- Meningkatkan laju metabolisme semua sel dan penting untuk sintesis
protein dan pertumbuhan
d. Glukokortikoid
- Menstimulasi katabolisme protein dalam sel selain sel hati dan
meningkatkan penggunaan asam amino oleh hati dalam proses
glukoneogenesis
e. Insulin
- Meningkatkan pemasukan asam amino ke dalam sel dan menstimulasi
sintesis protein.

Daftar Putaka
1. Guyton AC. Hall JE. 2014. Buku Ajar Fisiologi dari sel ke sistem. Edisi 6.
Jakarta : EGC
2. Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai