Anda di halaman 1dari 35

1

SKENARIO 1

Transfusi

Seorang perempuan usia 35 tahun diantar keluarganya ke UGD RS dengan


keluhan demam, menggigil dan sesak nafas setelah mendapatkan transfuse pasca
persalinan dengan whole Blood di puskesmas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan akral dingin dan tekanan darah menurun. Dokter langsung menghentikan
dan segera memperbaiki keadaan darurat.
STEP I (Klarifikasi Istilah)
1. Demam : Manifestasi Sistemik akibat inflamasi yang ditandai suhu >38
C.
2. Whole Blood : Jenis transfuse darah dengan komponen lengkap
3. Transfusi Darah: Proses penyaluran darah ke system peredaran darah orang
lain
4. Akral dingin : Ujung dari Ekstremitas (tangan dan kaki) dingin karena
vasokontriksi jaringan perifer
5. Menggigil : Kondisi otot berkontraksi berulang untuk menaikan suhu
tubuh
STEP II (Rumusan Daftar Masalah)
1. Mengapa setelah transfusi pasien mengalami keluhan demam, menggigil dan
lain-lain serta mekanismenya?
2. Mengapa setelah transfusi pasien mengalami penurunan tekanan darah dan
akral dingin?
3. Bagaimana respon tubuh ketika diberikan transfusi darah?
4. Apa saja resiko apabila transfusi dilanjutkan dan mengapa dokter
mengehentikan transfusinya?
5. Mengapa dokter mengajukan transfusi dengan whole blooded apa saja jenis-
jenisnya?
6. Apa saja syarat-syarat transfusi darah?
7. Apa saja komponen darah yang lengkap?
2

STEP III (Analisis Masalah)


1. Mengapa pasien mengalami gejala demam, menggigil dan lainnya setelah
transfusi
a. Golongan darah tidak sesuai
b. Interaksi antigen dan antibodi menyebabkan penggumpalan hemolisis
c. Mengapa terjadi demam :
Pirogen terbagi menjadi 2 yaitu endogen (dari dalam tubuh) dan eksogen
(dari luar tubuh)
d. Reaksi tidak cocok
e. Leukosit tidak cocok
f. Peningkatan mediator di pembuluh darah
g. Akibat tidak sesuai dengan golongan darah :
A : Antigen A di eritrosit, Antibodi B di plasma
B : Antigen B di eritrosit, Antibodi A di plasma
AB : Antigen A dan B di Eritrosit
O : Antibodi A dan B di plasma
2 Mengapa setelah transfusi pasien mengalami penurunan tekanan darah dan
akral dingin
a. Reaksi Cepat : < 48 jam
1) Ringan
2) Sedang – berat
3) Membahayakan nyawa : Hipotensi, karena kontaminasi bakteri,
syok septk, hemolisis intravascular
b. Reaksi lambat : > 48 jam
c. Pasokan darah menurun sehingga akral ekstremitas dingin
d. Aktivasi komplemen menyebabkan peningkatan presenting agen factor
e. Vasodilatasi pembuluh darah
3

f. Sistem imunitas sistemik

3. Respon tubuh
a. Infeksi
b. Demam
c. Sistem Imun terbagi menjadi 2
1) Non spesifik (Bawaan lahir)
2) Spesisifik (Didapatkan)
a) Imunitas Humoral
b) Imunitas Seluller
Proses terjadinya system hipersensitivitas di awali ketika bakteri masuk ke
dalam tubuh lalu tubuh tidak dapat membunuh bakteri, virus atau lainnya
yang masuk ke tubuh lalu akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
d. Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 tipe :
1) Tipe 1 : Reaksi cepat
2) Tipe 2 : Reaksi sitotoksik
3) Tipe 3 : Reaksi imun kompleks
4) Tipe 4 : Reaksi lambat
e. Sistem Imun muncul akibat alergi sehingga mengaktifkan
immunoglobulin
Jenis-jenis immunoglobulin yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, IgE
f. Fase respon imun dimulai dari pengenalan lalu aktivasi dan terahir
eliminasi antigen yang masuk
g. Respon Imun Spesifik terbagi menjadi 2 : Imunitas humoral dan imunitas
seluler
h. Respon imun Non spesifik terbagi menjadi 2 : Imunitas Humoral ( dari
dalam tubuh = LImfosit B) dan Imunitas seluer ( limfosit T dan sel mast)
4

4. Apa saja resiko Transfusi darah apabila di lanjutkan dan kenapa dihentikan
oleh dokter.
1) Karena ada keluhan tersebut terjadi karena golongan darah yang
tidak sesuai
2) Karen ada efek samping yang dapat membahayakan nyawa
5. Karena untuk mengganti darah yang keluar saat persalinan dengan komponen
darah yang lengkap dengan whole blood.
Jenis-jenis Transfusinya :
a. Darah utuh
b. Darah endap
c. Wash red cell
d. Fresh frozen plasma
e. Albumin
f. Crypreapitate
6. Syarat-syarat transfusi darah
Pendonor :
a. Berat Badan minimal 45 Kg
b. Suhu tubuh 36,6 C -37,5 C
c. Tekanan Darah 110-160 (sistolik) dan 70-100 (Diastolik)
d. Bebas dari penyakit menular
Resipien :
a. Cek golongan darah
7. Komponen darah
a. Darah terbagi menjadi plasma dan sel-sel darah
Plasma (90% air dan 10% bahan terlarut)
Sel-sel darah (Eritrosit, leukosit, Trombosit).
5

STEP IV (Sistematika Masalah)


1. Pirogen endogen : reaksi kekebalan melawan penyakit
a. Golongan darah tidak sesuai menyebabkan darah menggumpal lalu akan
di respon oleh tubuh dengan memanggil makrofag sehingga terjadi reaksi
inflamasi lalu demam.
b. Allergen masuk melalui kulit ketika sudah masuk tubuh akan
mengaktifkan sel T aktif dan Sel B untuk membuat Ig E lalu menuju sel
mast dan memproduksi mediator inflamasi apabila terlalu banyak
menyebablan sesak napas.
2. Reaksi Cepat :
a. Hemolitik intravascular
b. Kontaminasi darah donor
3. Jenis-jenis :
a. Immunology
b. Non imunologi : penularan Penyakit
c. Infeksius
d. Non infeksius
Waktu :
a. Cepat : 24 jam setelah transfusi
b. Lambat : 2 minggu setelah transfusi
Sistem Imun :
a. Non spesifik : bawaan lahir
b. Spesifik : didapatkan, terbagi menjadi 2 humoral ( Sel B) dan
seluler (sel T)
4. Apa saja resiko Transfusi darah apabila di lanjutkan dan kenapa dihentikan
oleh dokte
- Karena ada keluhan tersebut terjadi karena golongan darah yang tidak sesuai
6

- Karen ada efek samping yang dapat membahayakan nyawa.

5. Karena untuk mengganti darah yang keluar saat persalinan dengan komponen
darah yang lengkap dengan whole blood.
Jenis-jenis transfusinya :
g. Darah utuh
h. Darah endap
i. Wash red cell
j. Fresh frozen plasma
k. Albumin
l. Crypreapitate
6. Syarat-syarat transfuse darah
Pendonor :
e. Berat badan minimal 45 Kg
f. Suhu tubuh 36,6 C -37,5 C
g. Tekanan darah 110-160 (sistolik) dan 70-100 (diastolik)
h. Bebas dari penyakit menular
Resipien :
b. Cek golongan darah
7. Zat terlarut : albumin, globulin, protein, penggumpalan darah, nutrien,
hormon, karbondioksida, sampah nitrogen dan eritrosit.
Sel darah yang berperan dalam sitem imun
a. Leukosit : pertahanan tubuh
b. Granular ,terbagi menjadi 3 : neutrofil, eusinofil dan basophil
c. Garanular, terbagi menjadi 2 : limfosit (menghasilkan sel B, sel T, NK sel,
dan respon imun spesifik) dan monosit diferensiasi jadi makrofag
nantinya memfagosit
7

MIND MAP
Selular

Mekanisme Demam Humoral


Mekanisme Makrofag

Spesifik/Adaptif/
Bawaan

Jenis Imunitas SISTEM IMUN Respon Imun

Aktif Pasif Organ Non


Spesifik/Innate/Alami
Primer Sekunder
Selular

- Sumsum Tulang - Nodus limpe Humoral


- Thymus - Kulit
- Lien
- Hepar

STEP V (Sasaran Belajar)


1. Bagaimana mekanisme sistem imun dihubungkan dengan organ yang
berperan dalam system imun dan fungsi dan cara kerjanya dihubungkan
dengan mekanisme respon imun spesifik, dan non spesifik, aktif dan pasif,
serta respon primer dan sekunder?
2. Apa saja kompenen darah dan yang berperan dalam sistem imun dan
fungsinya?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya demam dihubungkan dengan sitem imun?
4. Bagaimana terjadinya mekanisme kompleks imun?
5. Bagaimana mekanisme reaksi hipersensitivitas?
8

STEP VI (Belajar Mandiri)


BELAJAR MANDIRI

STEP VII (Pembahasan)

1. Mekanisme sistem imun dihubungkan dengan organ yang berperan


Fungsi dasar sistem imun yaitu mendeteksi dan melenyapkan substansi yang
masuk dalam tubuh yang dikenal sebagai benda asing. Dalam melangsungkan
fungsi tersebut, tubuh melibatkan berbagai jenis sel dan produk sel, yang satu
sama lain berinteraksi dalam upaya melenyapkan substansi asing tersebut.1

Gambar.1.1. Bagan Sistem Imun.1

Adapun 3 respon imun :


Terdapat 3 tahap respon tubuh terhadap semua substansi yang kemajuan prosesnya
bergantung pada 2 faktor yaitu : sifat substansi yang dihadapi sistem dan susunan
genetik tubuh
9

Berdasarkan asalnya respon imun terbagi 2 yaitu respon imun alami/innate/non


Gambar.1.3. Pertahanan Tubuh.1
spesifik dan juga imun didapat/adaptif/spesifik.
1. Respon imun non spesifik/innate/alami
Pertahanan lini pertama pada imunitas alami (inate) dilakukan oleh barrier
epithelial kulit dan mukosa serta oleh sel dan antibiotic alami yang berada di
epitel yang semuanya berfungsi untuk menghambat masuknya mikroba, bila
mikroba menghancurkan epitel dan memasuki jaringan atau sirkulasi mereka
diserang fagosit, limfosit spesifik yang disebut sel limfoid alami misalnya sel
natural killer (sel NK), dan beberapa protein plasma, termasuk protein dalam
sistem kompleme. Selain memberikan pertahanan awal terhadap infeksi, respon
imun alami meningkatkan respon imun adaptif terhadap agen-agen infeksius.

Gambar 1.2 imunitas alami dan adaptif 2


10

Pertahanan bawaan mencakup di bawah ini:


a. Imunitas Seluler
Neutrofil dan makrofag jaringan yang terutama menyerang dan
menghancurkan bakteri, virus, dan agen-agen merugikan lain yang menyerbu
masuk ke dalam tubuh. Neutrofil adalah sel matang yang dapat menyerang dan
menghancurkan bakteri, bahkan di dalam darah sirkulasi. Sebaliknya, makrofag
jaringan memulai hidup sebagai monosit darah, yang merupakan sel belum
matang walaupun tetap berada di dalam darah dan memiliki sedikit kemampuan
untuk melawan agen-agen infeksius pada saat itu.1
Namun, begitu makrofag masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini mulai
membengkak kadang diameternya membesar hingga lima kali lipat sampai
sebesar 60 hingga 80 mm, suatu ukuran yang hampir dapat dilihat dengan mata
telanjang. Sel-sel ini sekarang disebut makrofag, dan mempunyai kemampuan
hebat untuk memberantas agen-agen penyakit di dalam jaringan.1
Fungsi neutrofil dan makrofag yang terpenting adalah fagositosis, yang
berarti pencernaan selular terhadap agen yang mengganggu. Sel fagosit harus
memilih bahan-bahan yang akan difagositosis; kalau tidak demikian, sel normal
dan struktur tubuh akan dicerna pula. Terjadinya fagositosis terutama
bergantung pada tiga prosedur selektif berikut.1
Pertama, sebagian besar struktur alami dalam jaringan memiliki permukaan
halus, yang dapat menahan fagositosis. Tetapi jika permukaannya kasar, maka
kecenderungan fagositosis akan meningkat. Kedua, sebagian besar bahan alami
tubuh mempunyai selubung protein pelindung yang menolak fagositosis.
Sebaliknya, sebagian besar jaringan mati dan partikel asing tidak mempunyai
selubung pelindung, sehingga jaringan atau partikel tersebut menjadi subjek
untuk difagositosis.1
Ketiga, sistem imun tubuh membentuk antibodi untuk melawan agen
infeksius seperti bakteri. Antibodi kemudian melekat pada membran bakteri dan
dengan demikian membuat bakteri menjadi rentan khususnya terhadap
fagositosis. Untuk melakukan hal ini molekul antibodi juga bergabung dengan
11

produk C3 dari kaskade komplemen, yang merupakan bagian tambahan sistem


imun. Molekul C3 kemudian melekatkan diri pada reseptor di atas membran sel
fagosit, dengan demikian memicu fagositosis. Proses seleksi dan fagositosis ini
disebut opsonisasi.1

b. Imunitas Humoral
- Interferon
Interferon, suatu kelompok tiga sitokin yang saling terkait, dilepaskan dari sel
yang terinfeksi virus dan segera menyediakan pertahanan nonspesifik terhadap
infeksi virus dengan memengaruhi sementara replikasi virus yang sama atau
tidak berhubungan di dalam sel pejamu lain. Pada kenyataannya, interferon
dinamai sesuai kemampuannya untuk "memengaruhi" replikasi virus.
Ketika suatu virus menginvasi sebuah sel, sel tersebut menyintesis dan
menyekresikan interferon sebagai respons terhadap pajanan asam nukleat virus.
Setelah dilepaskan ke dalam CES dari sel yang terinfeksi virus, interferon
berikatan dengan reseptor di membran plasma sel-sel sehat sekitar atau bahkan
ke sel yang terletak jauh yang dicapai melalui darah, memberi sinyal ke sel-sel
tersebut untuk bersiap menghadapi kemungkinan serangan virus. Karena itu,
interferon berfungsi sebagai "pemberi peringatan", untuk memberi tahu sel-sel
sehat terhadap kemungkinan serangan virus dan membantu sel-sel tersebut
mempersiapkan diri untuk bertahan. Interferon tidak memiliki efek antivirus
langsung; zat ini memicu pembentukan enzim penghambat virus oleh sel
pejamu.1
- Sistem Komplemen
Sistem komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang bekerja secara
nonspesifik sebagai respons terhadap invasi organisme. Sistem ini dapat
diaktifkan melalui dua cara
Oleh pajanan ke rantai karbohidrat tertentu yang terdapat di permukaan
mikroorganisme tetapi tidak terdapat di sel manusia, suatu respons imun
bawaan nonspesifik yang dikenal sebagai jalur komplemen alternatif.
12

Oleh pajanan ke antibodi yang dihasilkan terhadap mikroorganisme


penginvasi spesifik, suatu respons imun didapat yang dikenal sebagai jalur
komplemen clasik.3

Gambar.1.3. Sistem Komplemen.3


Sistem ini memperoleh namanya dari kemampuannya untuk "melengkapi" kerja
antibodi; ini adalah mekanisme primer yang diaktifkan oleh antibodi untuk
mematikan sel asing. Sistem komplemen menghancurkan sel dengan membentuk
kompleks penyerang membran (membrane attack complex) yang melubangi sel
korban. Selain menyebabkan lisis penginvasi secara langsung kaskade komplemen
juga memperkuat respons peradangan umum.1
13

2. Respon spesifik/adaptif/sekunder
Sistem imun adaptif terdiri atas limfosit dan produk-produknya misalnya
antibodi. Respon imun adaptif terutama penting untuk pertahanan mikroba
infeksius yang bersifat patogenik bagi manusia (yaitu dapat menyebabkan
penyakit) dan mampu melawan imunitas alami. 1

Antigen

Makrofag (sebagai APC)

MHC

MHC1 MHC2
↓ ↓
CD8 (Sitotokin) CD4 (T Helper)/naif
↓ ↓
Langsung menghancurkan THCD4 proliferasi
Imunogen di makrofag ↓
TH0 → tidak terjadi apa-apa
(Resting T-cell)

T supresor TH1(infeksi) TH2


- Mengenali epitope
- Mendorong limfosit B untuk
14

- Menghasilkan semua kelas antibodi


- Menghasilkan sitokin
(limfokin)

Sekresi ke darah ← Produksi antibodi ← Sel plasma ← Sel B aktif


dan limfe

Sel plasma yang Antibodi


Teraktivasi ↓

Ig ← gamma globulin ← Sirkulasi darah

IgG IgA IgM IgE


IgD

Gambar.1.3. Bagan Imunitas Adaptif.1


1. Imunitas Seluler
Pertahanan mikroba intraseluler, prosesnya diperantarakan oleh sel limfosit T
mengaktivasi fagosit untuk mengahncurkan mikroba. Imunitas pada seseorang
dapat diinduksi oleh infeksi atau vaksinasi (imunitas aktif) atau diberikan pada
seseorang melalui transfer antibody atau limfosit dari seseorang yang terinfeksi
yang terimunisasi aktif (imunitas pasif).3
Respons imun didapat biasanya membutuhkan bantuan Sel T untuk
memulainya dan sel T berperan penting untuk membantu melenyapkan patogen
yang masuk. Limfosit T hanya berespons bila antigen berikatan dengan molekul
spesifik yang dikenal MHC (mayor histocompability complex) pada permukaan
APC (antigen-precenting cell). Terdapat 2 jenis protein MHC (Mayor
15

histocompability complex): (1) Protein MHCI, yang memperkenalkan antigen


kepada sel T sitotoksik (CD8) yang berfungsi menghancurkan langsung makrofag,
dan (2) Protein MHC II, yang memperkenalkan antigen kepada sel T pembantu
(CD4).3
Keterlibatan berbagai macam sel T
1. Sel T Helper
Terdapat 2 jenis limfosit TH yaitu TH1 dan TH2 . Fenotip TH sangat
dipengaruhi oleh patogen yang masuk tubuh, pathogen virus mengaktifkam virus
atau bakteri yang menginduksi sekresi IL-12 lalu IL-12 mengaktifkan NKC (sel
pembunuh alami) dan memproduksi IFNγ (interferon γ). Dengan adanya IL-12 dan
IFN, sel TH naif akan berdifensiasi menjadi TH CD proliferasi lalu menjadi TH CD4
muda (TH0) yang tidak terjadi apa-apa lalu terbagi menjadi TH1, TH2, dan ada juga
sel T supresor.
Kemampuan Sel TH1 adalah:
1. Mengenali epitope yang disajikan dengan molekul MHC kelas II yang dimiliki
oleh sel makrofag (sel APC) dan sel B.
2. Menghasilkan sitokin: IL-2, IFNγ, TNFβ (Tumor necrosis factor β)
3. Mendorong limfosit B untuk menghasilkan semua kelas antibodi
4. Mengakttifkan Sel makrofag untuk menghancurkan bakteri intraselular
5. Bertanggung jawab mengawali respons imun limfosit B untuk berproliferasi
dalam menghasilkan antibody IgM.3
Kemampuan limfosit TH2 yaitu mengaktifkan limfosit B untuk membuat antibodi
netralisasi dan berdampak kepada sel makrofag.
Sel T supressor
Perihal sel T supresor masih sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai
kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi
supresor ini diduga bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik agar tidak menyebabkan
reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri. Dengan
alasan inilah, maka sel-sel supresor, bersama dengan sel T pembantu, digolongkan
sebagai sel T regulator. Sel T supresor mungkin berperan penting dalam membatasi
16

kemampuan sistem imun untuk menyerang jaringan tubuh sendiri, yang disebut
sebagai toleransi imun
Sel T Sitotoksik
Sel T sitotoksik juga dapat secara tak-langsung mematikan sel pejamu yang
terinfeksi dengan mengeluarkan granzim, yaitu enzim-enzim yang serupa dengan
enzim pencernaan. Granzim masuk ke sel sasaran melalui saluran perforin. Setelah
berada di dalam, bahan-bahan kimia ini memicu apoptosis (penghancuran diri sendiri)
sel yang terinfeksi oleh virus tersebut.
Ketika virus menyerang sel tubuh, suatu keharusan agar bertahan hidup sel
menguraikan selubung protein yang mengelilingi virus dan menumpukkan sebagian
dari antigen virus ini ke antigen-diri MHC yang baru dibentuk. Kompleks antigen-diri
dan antigen virus ini disisipkan ke membran permukaan sel pejamu, tempat kompleks
tersebut bekerja.1
17

Gambar.1.4. Mekanisme pemusnahan oleh sel T.3


Virus yang dibebaskan setelah sel pejamu mati oleh salah satu dari kedua metode ini
dihancurkan secara langsung di CES oleh sel fagositik, antibodi penetral, dan sistem
komplemen. Sementara itu, sel T sitotoksik, yang tidak mengalami cedera selama
proses berlangsung, dapat berpindah ke sel pejamu lain yang terinfeksi untuk
mematikannya. Sel-sel sehat di sekitar menggantikan sel yang hilang me-lalui
pembelahan sel. Untuk menghentikan infeksi virus biasanya hanya diperlukan
penghancuran sebagian sel pejamu. Namun, jika virus memiliki kesempatan untuk
berkembang biak, dengan virus yang bereplikasi meninggalkan sel semula dan
menyebar ke sel pejamu lainnya, mekanisme pertahanan sel T sitotoksik dapat
mengorbankan banyak sel pejamu sehingga dapat terjadi malfungsi serius.1
2. Imunitas Humoral
18

Pembentukan Antibodi oleh Sel Plasma. Sebelum terpajan dengan antigen


yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan tidak aktif (dorman) di dalam
jaringan limfoid. Bila ada antigen asing yang masuk, makrofag dalam jaringan
limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B di
dekatnya. Selain itu, antigen tersebut juga dapat dibawa ke sel T pada saat yang
bersamaan, dan terbentuk sel T pembantu yang teraktivasi. Sel pembantu ini juga
berperan dalam aktivasi hebat limfosit B.
Sel plasma menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu
antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. Selama diferensiasi
menjadi sel plasma, sel B membengkak karena retikulum endoplasma kasar (tempat
pembentukan protein yang akan diekspor) sangat berekspansi. Karena antibodi adalah
protein, sel plasma pada hakikatnya adalah pabrik protein yang produktif,
menghasilkan hingga 2000 molekul antibodi per detik. Sedemikian besarnya
komitmen perangkat pembentukan protein sel plasma untuk meng-hasilkan antibodi
sehingga sel tersebut tidak dapat memper-tahankan sintesis protein untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhannya sendiri.3
19

Gambar.1.5. Pembentukan Antibodi oleh Sel B.4

Kebanyakan antigen mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang


bersamaan. Beberapa sel T yang terbentuk, disebut sel pembantu (helper cell),
kemudian menyekresikan bahan khusus (yang secara keseluruhan disebut limfokin)
yang mengaktifkan limfosit B spesifik. Sesungguhnya, tanpa bantuan sel T pembantu
ini, jumlah antibodi yang dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit. Kita
membicarakan hubungan kerjasama antara sel T pembantu dan sel B ini sesudah kita
membahas mengenai mekanisme sistem imunitas sel T.2
20

Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segera membesar dan


tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut
untuk membentuk plasmablas, yang merupakan prekursor sel plasma. Dalam
plasmablas ini, sitoplasma meluas dan retikulum endoplasma kasar akan
berproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian mulai membelah dengan kecepatan
satu kali setiap 10 jam, sampai sekitar sembilan pembelahan, sehingga dari satu
plasmablas dapat terbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang
matang kemudian menghasilkan antibodi gamma globulin dengan kecepatan tinggi
kira-kira 2.000 molekul per detik untuk setiap sel plasma. Kemudian, antibodi
disekresikan ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah. Proses ini
berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma
akhirnya kelelahan dan mati.
Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan klon limfosit B, tidak
berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit B baru dalam
jumlah yang cukup dan serupa dengan klon asal. Dengan kata lain, populasi sel-B
dari klon yang teraktivasi secara spesifik menjadi sangat meningkat. Limfosit B baru
tersebut ditambahkan ke limfosit asal pada klon yang sama. Limfosit B yang baru ini
juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami seluruh jaringan limfoid: tetapi
secara imunologis, limfosit B tetap dalam keadaan dorman sampai diaktifkan lagi
oleh sejumlah antigen baru yang sama. Limfosit ini disebut sel memori. Pajanan
berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan respons antibodi untuk kedua
kalinya yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat, karena terdapat lebih banyak sel
memori daripada yang dibentuk hanya oleh sel limfosit B asal yang spesifik.
Sel B aktif akan menghasilkan antibodi dan ke dalam darah lalu membentuk IgA dan
IgB yang dimana merupakan imunitas aktif. Apabila terjadi paparan antigen yang
sama, maka yang bekerja langsung ke Sel B yang merupakan sel memori dimana
memiliki kemampuan mengingat terhadap antigen tersebut. (2)
21

Berdasarkan jenisnya imunitas terdapat 2 jenis imunitas yaitu imunitas aktif dan
imunitas pasif
a.Imunitas aktif
Imunisasi aktif adalah seseorang yang terpapar antigen dari suatu mikroba
memberikan respon aktif untuk menghilangkan infeksi dan membentuk kekebalan
terhadap infeksi berikutnya oleh mikroba tersebut. Dapat dengan pemberian kuman
atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk
merangsang tubuh membentuk antibodi. Antibodi adalah zat anti yang terbentuk
ketika antigen (kuman) masuk ke dalam tubuh. Pertama kali antigen masuk ke dalam
tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk antibodi. Pada umumnya,
reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh
belum mempunyai pengalaman, prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Tetapi
pada reaksi kedua, ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk
mengenali antigen sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih
cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak.3
Contoh imunisasi aktif adalah vaksin polio atau campak. Vaksin mengandung
bibit penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana pada bibit penyakit tersebut
masih mempunyai antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem imun dengan
cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam
menghasilkan antibody.3
b. Imunitas pasif
Imunitas pasif yaitu individu naif menerima sel-sel atau antibodi dari individu
lain yang telah imun terhadap suatu infeksi; resipien mempunyai kemampuan
melawan infeksi tersebut hanya sampai sel antibodi yang diberikan tadi telah habis
dan bersifat cepat. Terjadi bila sesorang menerima antibodi atau produk sel dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi. Imunisasi aktif menginduksi respon imun.
Imusisasi pasif dapat diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin homolog
yang dikumpulkan.3
22

1. Imunisasi pasif alamiah


a. Imunitas maternal melalui plasenta
Antibodi dalam darah ibu merupakan produksi pasif kepada janin. IgG dapat
berfungsi antitoksik, antivirus dan antibakteri. Ibu yang mendapat vaksinasi akan
memberikan proteksi pasif pada janin dan bayi. 3
b. Imunitas maternal melalui kolostrum.
ASI mengandung berbagai komponen sistem imun. Beberapa diantaranya merupakan
Inhancement Growth Factor untuk bakteri yang di perlukan dalam usus atau factor
yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, interferon,
makrofag, sel T, sel B, granulosit). Antibody ditemukan dalam ASI kadarnya lebih
tinggi dalam kolostrum ASI pertama setelah partus. Daya proteksi antibodi kelenjar
susu tergantung dari antigen yang masuk ke dalam usus ibu. 3
2. Imunisasi pasif buatan
a. Immune serum Globulin nonspesifik
Imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin, hanya diberikan dalam keadaan
tertentu kepada penderita yang terpajan dengan bahan yang berbahaya terhadapnya
dan sebagai regimen jangka pada penderita dengan difisiensi antibody. Jenis imunitas
diperoleh setelah suntikan, tetapi hanya berlangsung selama masa hidup antibodi in-
vivo yang sekitar 3 minggu untuk kebanyakan bentuk proteksi ig. Imunisasi pasif
dapat barupa tindakan profilaktik atau terapieutik. 3
b. Immune serum Globulin Spesifik
Plasma atau serum dapat diperoleh donor yang dipilih sesudah imunisasi
booster atau konvalen dari suatu penyakit yang sesuai dengan jenisnya (misalnya
HBIG, VZIG dan RIG). 3
23

c. Imunitas Primer dan sekunder


A. Imunitas Primer
Imunitas primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama
kalinya dengan antigen. Diawali oleh limfosit naif, yang bertemu dengan antigen
pertama kalinya dan sel-sel ini “tidak berpengalaman secara imunologis”. Waktu
antara antigen masuk sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
dibanding dengan respons imun sekunder. 3
B. Imunitas Sekunder
Imunitas sekunder adalah suatu respon terhadap antigen yang sama, yang
dimana antibodi yang dibentuk kebanyakan adalah IgG serta lebih cepat timbulnya,
besar, dan mampu mengeliminasi antigen lebih baik daripada respons primer. Hal ini
disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat
mengalami transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Respons sekunder ini hasil dari aktivasi limfosit memori yang
merupakan sel berumur panjang yang dikembangkan sewaktu respons imun primer.
Istilah memori ini muncul karena sel-sel ini harus ingat dengan paparan antigen
sebelumnya, sehingga mereka memberi respons lebih baik pada paparan antigen yang
sama.
Imunitas sekunder adalah suatu respon terhadap antigen yang sama, yang
dimana antibodi yang dibentuk kebanyakan adalah IgG serta lebih cepat timbulnya,
besar, dan mampu mengeliminasi antigen lebih baik daripada respons primer. Hal ini
disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat
mengalami transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Respons sekunder ini hasil dari aktivasi limfosit memori yang
merupakan sel berumur panjang yang dikembangkan sewaktu respons imun primer.
Istilah memori ini muncul karena sel-sel ini harus ingat dengan paparan antigen
sebelumnya, sehingga mereka memberi respons lebih baik pada paparan antigen yang
sama. Makin banyak sel memori, maka akan makin cepat dan banyak produksi
antibody, oleh karena itu sel memori itulah yang menerima rangsangan imunogen.3
24

Respons imun sekunder yang dipercepat dengan ciri-ciri: lebih cepat


munculnya sel-sel imunokompeten dan produksi antibodinya bagi respons imun
humoral, gejala ini bergantung pada saat pengenalan imunogen yang kedua kalinya.
Apabila pemaparan imunogen itu terlalu cepat, yaitu pada saat dalam serum masih
terdapat antibodi cukup banyak, maka imunogen yang disuntikkan tersebut akan
segera bereaksi dengan antibodi yang spesifik sehingga imunogen yang baru
disuntikkan tidak dapat membangkitkan respons imun sekunder. Apalagi pada
pemberian imunogen yang disuntikkan tersebut dosisnya terlalu sedikit. Apabila pada
pemberian imunogen tersebut dapat membangkitkan respons imun, maka proses
tersebut dinamakan respons imun sekunder atau respons anamnestik. Selain
timbulnya respons imun yang lebih cepat, respons imun anamnestik menunjukkan
periode laten dengan periode pembentukan antibodi yang lebih pendek.2
Organ yang berperan dalam sistem imun
Organ limfatik dapat dibagi menjadi organ primer dan sekunder. Organ primer yaitu
Timus dan sumsum tulang yang merupakan tempat pematangan limfosit

Gambar.1.5. Organ dalam sistem imun.3


25

1. Organ limfoid Primer


Organ limfoid primer diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T
dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen. 4
a. Sumsum Tulang
Sumsum tulang merupakan jaringan kompleks tempat hematopoiesis dan
depot lemak. Lemak merupakan 50% atau lebih dari kompartemen rongga sumsum
tulang. Semua sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia terbentuk pada sumsum
tulang, ditemukan dalam tulang, dengan proses yang disebut hematopoiesis. Proses
hematopoiesis melibatkan diferensiasi sel induk sumsum tulang yang diturunkan,
baik menjadi sel dewasa dari sistem kekebalan tubuh atau prekursor sel yang
bergerak dari sumsum tulang dan melanjutkan pematangan mereka di tempat lain.
Sumsum tulang bertanggung jawab untuk produksi sel sistem kekebalan yang penting
seperti sel B, granulosit, sel-sel pembunuh alami dan timosit dewasa. Hal ini juga
menghasilkan sel-sel darah merah dan platelet. 4
b. Thymus
Organ lain untuk produksi sel sistem kekebalan atau limfosit  kelenjar timus
yang terletak di daerah dada bagian atas, di atas jantung dan paling aktif
memproduksi sejumlah limfosit selama masa kanak-kanak. Fungsi utama dari
kelenjar timus adalah untuk menghasilkan sel T matang. Sel-sel yang belum matang
diproduksi di sumsum tulang, bermigrasi dan datang ke timus, di mana proses
pematangan berlangsung. Proses pematangan ini adalah salah satu yang luar biasa,
karena memungkinkan hanya sel-sel T menguntungkan akan dirilis ke dalam aliran
darah. Sel T yang membangkitkan respon autoimun yang merugikan mendapatkan
dieliminasi. 4
2. Organ limfoid Sekunder
a. Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening adalah agrerat nodular jaringan limfoid yang terletak
sepanjang jalur limfe di seluruh tubuh. Sel dendritic membawa antigen mikroba dari
epitel dan mengantarkannya ke kelenjar getah bening yang akhirnya dikonsentrasikan
26

di kelenjar getah bening. Dalam kelenjar getah bening ditemukan peningkatan


limfosit sebagai respons terhadap antigen. 4
b. Limpa/Lien
Limpa terdiri atas zona sel T dan zona Sel B. Limpa merupakan tempat
respons imun utama yang merupakan saringan terhadap antigen asal darah dan tempat
utama fagosit memakan mikroba yang diikat dengan antibody (opsonisasi). Antigen
dibawa APC masuk ke dalam limpa melalui sinusoid vascular. 4
Skin-Associated Lymphoid Tissue
SALT merupakan alat tubuh terluas yang berperan dalam sawar fisik terhadap
lingkungan. Kulit juga berpartisipasi dalam pertahanan pejamu, dalam reaksi imun
dan inflamasi local. Banyak antigen asing masuk tubuh melalu kulit dan banyak
respon imun sudah diawali di kulit.
Bronchial associated lymphoid tissue
Struktur berupa cincin banyak ditemukan di berbagai tempat, berisikan nodul
yang terletak sekitar bronkus dan behubungan dengan epitel seperti plak sel limfoid.
Sel plasma ditemukan dibawah epitel. Sel-sel BALT memiliki kemampuan
pergantian yang tinggi dan nampaknya tidak memproduksi IgG. Sel-sel BALT diduga
bermigrasi menjadi organ limfoid yang lain. BALT berperan dalam respons terhadap
antigen kuman yang terhirup.
Gut Associates Lymphoid Tissue (GALT)
GALT tersebar di mukosa saluran cerna.
Mucosal associated lymphoid tissue
Imunitas yang berada di tempat khusus seperti saluran cerna dan saluran napas
adalah MALT yang merupakan imunitas lokal. MALT merupakan agregat jaringan
limfoid atau limfosit dekat permukaan mukosa.3

2. Kmponen darah yang berperan dalam sistem imun


Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik untuk
jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh
27

terhadap infeksi. Leukosit paling sedikit dalam tubuh jumlahnya sekitar 4.000-
11.000/mm3. Berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena itu, jumlah
leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah benda
asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa
menimbulkan gangguan fungsi. Meskipun leukosit merupakan sel darah, tapi fungsi
leukosit lebih banyak dilakukan di dalam jaringan. Leukosit hanya bersifat sementara
mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi peradangan pada jaringan
tubuh leukosit akan pindah menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara
menembus dinding kapiler.3
Jenis-Jenis Leukosit Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan
agranulosit. a. Granulosit, yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat
granulagranula. Granula-granula ini mempunyai perbedaan kemampuan mengikat
warna misalnya pada eosinofil mempunyai granula berwarna merah terang, basofil
berwarna biru dan neutrofil berwarna ungu pucat. b. Agranulosit, merupakan bagian
dari sel darah putih dimana mempunyai inti sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak
bergranula.3
Leukosit yang termasuk agranulosit adalah limfosit, dan monosit. Limfosit
terdiri dari limfosit B yang membentuk imunitas humoral dan limfosit T yang
membentuk imunitas selular. Limfosit B memproduksi antibodi jika terdapat antigen,
sedangkan limfosit T langsung berhubungan dengan benda asing untuk difagosit .
Ada tidaknya granula dalam leukosit serta sifat dan reaksinya terhadap zat warna,
merupakan ciri khas dari jenis leukosit. Selain bentuk dan ukuran, granula menjadi
bagian penting dalam menentukan jenis leukosit. Dalam keadaan normal leukosit
yang dapat dijumpai menurut ukuran yang telah dibakukan adalah basofil, eosinofil,
neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit dan monosit. Keenam jenis sel tersebut
berbeda dalam ukuran, bentuk, inti, warna sitoplasma serta granula didalamnya.3
Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran halus tipis
dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna basa
(metilen biru), sedang pada granula menghasilkan warna ungu atau merah muda yang
samar. Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat asing terutama
28

terhadap bakteri. Bersifat fagosit dan dapat masuk ke dalam jaringan yang terinfeksi.
Sirkulasi neutrofil dalam darah yaitu sekitar 10 jam dan dapat hidup selama 1-4 hari
pada saat berada dalam jaringan ekstravaskuler. Neutrofil adalah jenis sel leukosit
yang paling banyak yaitu sekitar 50-70% diantara sel leukosit yang lain. Ada dua
macam netrofil yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen (polimorfonuklear).
Perbedaan dari keduanya yaitu neutrofil batang merupakan bentuk muda dari
neutrofil segmen sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti
berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses pematangan, bentuk intinya akan
bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil mempunyai sitoplasma
luas berwarna pink pucat dan granula halus berwarna ungu.3
Peningkatan jumlah neutrofil disebut netrofilia. Neutrofilia dapat terjadi karena
respon fisiologik terhadap stres, misalnya karena olah raga, cuaca yang ekstrim,
perdarahan atau hemolisis akut, melahirkan, dan stres emosi akut. Keadaan patologis
yang menyebabkan netrofilia diantaranya infeksi akut, radang atau inflamasi,
kerusakan jaringan, gangguan metabolik, apendisitis dan leukemia mielositik.
Sedangkan penurunan jumlah neutrofil disebut dengan neutropenia, neutropenia
ditemukan pada penyakit virus, hipersplenisme, leukemia, granolositosis, anemia,
pengaruh obat-obatan.3
Eosinofil dalam tubuh yaitu sekitar 1-6%, berukuran 16 μm. Berfungsi sebagai
fagositosis dan menghasilkan antibodi terhadap antigen yang dikeluarkan oleh
parasit. Masa hidup eosinofil lebih lama dari neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam.
Eosinofil hampir sama dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih
kasar dan berwarna merah orange. Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa
protein kation (yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan anilin asam seperti
eosin, yang terdapat pada pewarnaan Giemsa. Granulanya sama besar dan teratur
seperti gelembung dan jarang ditemukan lebih dari 3 lobus inti. Eosinofil lebih lama
dalam darah dibandingkan neutrofil.3
Eosinofil akan meningkat jumlahnya ketika ditemukan penyakit alergi, penyakit
parasitik, penyakit kulit, kanker, flebitis, tromboflebitis, leukemia mielositik kronik
(CML), emfisema dan penyakit ginjal. Sedangkan pada orang stres, pemberian steroid
29

per oral atau injeksi, luka bakar, syok dan hiperfungsiadrenokortikal akan ditemukan
jumlah eosinofil yang menurun.3
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kira-kira kurang dari
2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki ukuran sekitar 14 μm, granula
memiliki ukuran bervariasi dengan susunan tidak teratur hingga menutupi nukleus
dan bersifat azrofilik sehingga berwarna gelap jika dilakukan pewarnaan Giemsa.
Basofil memiliki granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan seringkali menutupi
inti sel, dan bersegmen. Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya granula yang
berisi histamin, yaitu suatu senyawa amina biogenik yang merupakan metabolit dari
asam amino histidin.3
Basofil jarang ditemukan dalam darah normal. Selama proses peradangan
akan menghasilkan senyawa kimia berupa heparin, histamin, beradikinin dan
serotonin. Basofil berperan dalam reaksi hipersensitifitas yang berhubungan dengan
imunoglobulin E (IgE).3
Monosit Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit
memiliki dua fungsi yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khusunya jamur dan
bakteri) serta berperan dalam reaksi imun. Monosit merupakan sel leukosit yang
memiliki ukuran paling besar yaitu sekitar 18 μm, berinti padat dan melekuk seperti
ginjal atau biji kacang, sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-
40 jam dalam sirkulasi. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk
tapal kuda. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih
kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit,
banyak mitokondria. Aparatus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan
mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam
darah, jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear
(system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan
membrannya.3
Limfosit adalah jenis leukosit kedua paling banyak setelah neutrofil (20- 40%
dari total leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak relatif lebih banyak dibandingkan
jumlah orang dewasa, dan jumlah limfosit ini akan meningkat bila terjadi infeksi
30

virus. Berdasarkan fungsinya limfosit dibagi atas limfosit B dan limfosit T. Limfosit
B matang pada sumsum tulang sedangkan limfosit T matang dalam timus. Keduanya
tidak dapat dibedakan dalam pewarnaan Giemsa karena memiliki morfologi yang
sama dengan bentuk bulat dengan ukuran 12 μm. Sitoplasma sedikit karena semua
bagian sel hampir ditutupi nukleus padat dan tidak bergranula. Limfosit B berasal dari
sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan
antibodi. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar
thymus yang akan mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar
thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan mana bukan benda
asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam
pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan
kekebalan. Berdasarkan ukuranya limfosit dibedakan menjadi beberapa jenis : a.
Resting lymphocyte : biasanya berukuran kecil (7-10 μm), inti selnya berbentuk bulat
atau oval. b. Reactive (“activical”) lymphocyte : berukuran paling besar bila terjadi
infeksi misalnya mono nukleosis.3
Large granula lymphocyte : berukuran sedang mengandung granula kasar
azurofilik, berperan sebagai sel natural killer (NK) imunologi . Ukuran sel limfosit
beragam, ada yang seperti eritrosit dan ada yang sebesar netrofil. Limfosit dengan
garis tengah 6-8 mikrometer dikenal sebagai limfosit kecil. Sitoplasma limfosit
bersifat basa lemah dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas. Sitoplasma
ini mengandung granul azurofilik. Inti selnya kebanyakan bulat atau terkadang mirip
ginjal. Kromatin inti amat padat dan berwarna biru gelap. Sel ini juga relatif sedikit
dan berwarna biru langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat
granula azurofil yang jika pulasannya baik bewarna ungu kemerahan.3
3. Mekanisme Demam
Kata inflamasi merujuk ke serangkaian proses bawaan non-spesifik yang
saling berkaitan erat yang diaktifkan sebagai respons terhadap invasi asing, kerusakan
jaringan, atau keduanya. Tujuan peradangan adalah membawa fagosit dan protein
plasma ke tempat invasi atau kerusakan untuk dapat (1) mengisolasi, menghancurkan,
atau menginaktifkan penyerang; (2) membersihkan debris; dan (3) mempersiapkan
31

proses penyembuhan dan perbaikan. Respons peradangan keseluruhan sangat mirip


satu sama lain tanpa memandang apapun pemicunya (invasi bakteri, cedera kimiawi,
atau trauma mekanis) meskipun mungkin terlihat beberapa perbedaan ringan,
bergantung pada bahan yang mencederai atau tempat kerusakan. Rangkaian proses
berikut biasanya terjadi selama responsperadangan.4

Gambar.3.1. Mekanisme terjadinya demam.3


Ketika bakteri masuk melalui kerusakan di sawar eksternal kulit (atau melewati jalan
lain), makrofag yang sudah ada di daerah tersebut segera memfagosit mikroba asing
tersebut, melakukan pertahanan melawan infeksi selama jam-jam pertama, sebelum
mekanisme lain diaktifkan (lihat foto pembuka bab). Makrofag residen juga
32

menyekresi bahan-bahan kimia seperti kemotaksin dan sitokin yang menimbulkan


berbagai respons imun.4
Hampir segera setelah invasi mikroba, arteriol di daerah tersebut melebar,
meningkatkan aliran darah ke tempat cedera. Vasodilatasi lokal ini terutama dipicu
oleh histamin yang dibebaskan dari sel mast di daerah jaringan yang rusak.
Peningkatan penyaluran darah lokal membawa lebih banyak leukosit fagositik dan
protein plasma, keduanya penting bagi respons pertahanan.4
Pelepasan histamin juga meningkatkan permeabilitas kapiler dengan mem-
perbesar pori kapiler (celah antara sel-sel endotel) sehingga protein plasma yang
biasanya dicegah keluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan yang meradang
Karena itu, pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan oleh
perubahan-perubahan vaskularyang dipicu oleh histamin. Demikian juga, manifestasi
makro lain pada peradangan, misalnya kemerahan dan panas, sebagian besar
disebabkan oleh meningkatnya aliran darah arteri hangat ke jaringan yang rusak.3
4. Mekanisme terjadinya kompleks imun (antigen – antibodi)
Kompleks imun disebut juga kompleks antigen-antibodi atau raeksi hipersensitifitas
tipe 3.
Kompleks antigen-antibodi merupakan proses alami dalam rangka
mempertahankan tubuh terhadap antigen yang larut misalnya toksin bakteri. Dalam
keadaan normal, toksin dan antitoksin yang membentuk kompleks imun akan musnah
dengan cara fagositosis, lalu hilang dari sirkulasi. Tetapi pada keadaan tertentu,
kompleks imun dalam sirkulasi dapat menyebabkan berbagai kelainan dalam organ
tubuh, oleh karena itu disebut sebagai penyakit kompleks imun.4
Penyakit kompleks imun adalah penyakit yang didasari oleh adanya endapan
kompleks imun pada organ spesifik, jaringan tertentu, atau beredar dalam pembuluh
darah. Biasanya, antibodi yang berupa Ig G atau IG M, meskipun ada penyakit
tertentu yang disebabkan oleh IG E dan IG A. Pada beberapa penyakit, antigen
munculnya dari jaringan tubuh sendiri (autoantigen), sehingga dikenal dengan
penyakit autoimun.4
33

Setelah terbentuk kompleks imun di sirkulasi atau jaringan, kompleks akan


mengaktifkan mediator inflamasi seperti komplemen pengerahan sel-sel radang PMN
dan monosit ke tempat lesi. Selanjutnya komplemen yang telah di aktifkan akan
melepas mediator inflamasi antara lain C3a dan C5a (sifat kemotaksis dan
anafilotaksis) dan menyebabkan jaringan di sekitarnya akan lisis bahkan
menyebabkan kerusakan jaringan sekitar tempat endapan lebih parah.4
Penyakit kompleks imun dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu penyakit kompleks imun
alergi dan penyakit kompleks imun non alergi. Penyakit kompleks imun alergi antara
lain yaitu Reaksi Artus, serum sickness, alergi bronkoalveolar. Sedangkan penyakit
non alergi antara lain Lupus Eritematosus Sistemik (SLE), vaskulisitis,
glomerulonefritis, Artritis Rematoid (RA), dan demam reumatik.4

Gambar.4.1. Kompleks antigen-atibodi.3


Dalam keadaan normal, kompleks imun dimusnahkan oleh fagosit
mononuklear terutama di hati, limpa, paru, tanpa bantuan komplemen. Dalam proses
tersebut ukuran kompleks merupakan faktor yang penting. Pada umumnya,
komlpleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh makrofag
dalam hati, sedangkan kompleks yang kecil sulit dimusnahkan. Oleh karena itu,
34

mengendaap di dalam sirkulasi. Penyebab dari pengendapan kompleks imun dalam


jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskular yang
tinggi yang disebabkan karena pelepasan histamin dari mastosit atas pengaruh
anafilatoksin (C3a dan C5a) yang dilepas saat aktivasi komplemen. Kompleks imun
lebih mudah untuk diendapkan, misalnya dalam kapiler glomerulus, bifurkasi
pembuluh darah, dan pleksus koroid.4
5. Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas menurut kebiasaan dibagi lebih lanjut ke dalam empat tipe.
Tiga tipe merupakan variasi pada cedera yang diperantarai oleh antibodi, sedangkan
tipe keempat diperantarai oleh sel.
 Gangguan tipe I diakibatkan oleh antibodi IgE yang diabsorbsi pada sel mast
atau basofil; ketika molekul IgE ini berikatan pada antigen spesifiknya
(alergen), molekul akan dipicu untuk melepaskan amina vasoaktif dan
mediator lain yang kemudian memengaruhi permeabilitas vaskular dan
kontraksi otot polos di berbagai organ. Contoh : Anafilaksis sistemik, Rhinitis
alergi dan asma, Dermatitis atopic, Urtikaria.
 Gangguan tipe II disebabkan oleh antibodi humoral yang berikatan pada
jaringan tertentu atau antigen permukaan sel dan menyebabkan proses
patologis dengan memudahkan sel mengalami fagositosis atau lisis yang
diperantarai oleh komplemen. Contoh : Reaksi transfusi, Anemia hemolitik
autoimun, Miastenia Gravis, Eritroblastosis fetalis.
 Gangguan tipe III paling baik dianggap sebagai "penyakit kompleks imun";
antibodi mengikat antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi yang
besar yang mengendap di berbagai pembuluh darah dan mengaktivasi
komplemcn. Kompleks imun serta fragmen aktivasi komplemen juga menarik
perhatian neutrofil. Pada akhirnya, komplemen yang diaktivasi serta
pelepasan enzim neutrofilik dan molekul toksik lain (misalnya, metabolit
oksigen) inilah yang menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit
kompleks imun. Contoh : Serum sickness, Nefritis, Glomerulonefritis, Reaksi
Arthus.
35

 Gangguan tipe IV (disebut pula "hipersensitivitas tipe lambat") merupakan


respons imun selular yang limfosit T spesifik antigennya merupakan penyebab
utama jejas sel dan jaringan. Contoh : TBC, lepra, Dermatitis kontak, GVHD.5

Daptar Pustaka

1. Abbas AK, Litchman AH, Allai S. Imunologi Dasar Abbas Fungsi dan
Kelainan Imun. Edisi 5. Singapore : Elsevier ; 2016
2. Subowo. Imunologi klinik. Edisi 2. Jakarta. 2010
3. Sherwood, L. Introduction to Human Physiology. Edisi kedelapan. Jakarta.
2015
4. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi berwarna
keduabelas. Elsevier. Jakarta. 2016
5. Kumar, Robbins, Cotran. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol 1. Jakarta: EGC;
2007.

Anda mungkin juga menyukai