Anda di halaman 1dari 30

KONSEP PENYAKIT DAN

ASKEP PASIEN DENGAN


HIPERSENSITIVITAS
OLEH KELOMPOK 3B:
- Harmilla Rezky Rahmayani (19031050)
- Fahrul Izza Mei Hendra
.
(19031053)
- Poppy Rafita (19031058)
- Raja Elisa Zalni (19031064)
- Anissa Purnama Asri (19031066)
- April Lia Listiyani (19031067)
- Yulna Azeri (19031068)
- Armila Dwitalara (19031069)
- Radja Siti Nur Aisyah (19031077)
HIPERSENSITIVITAS

Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenic yang


berlebihan yang terjadi pada individu yang sebelumnya telah
mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau alergen
tertentu. Hipersensitivitas merupakan reaksi imun yang
patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Suharti
2012)
ETIOLOGI
Etiologi alergi multifaktorial. Diantaranya dapat berasal dari :
1. Agen : alergen
2. Host : daya tahan tubuh dan usia, dimana usia dini semakin rentan terhadap alergi
3. Lingkungan : dapat berupa suhu dan musim.

Reaksi alergi yang timbul akibat paparan alergen pada umumnya tidak berbahaya dan
banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat beragam. Diantaranya adalah
• Antibiotik, dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin, sterptomisin,
sulfonamid.
• Ekstrak alergen, dapat berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ats, ads, dan anti bisa ular.
• Produk darah, seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat menyebabkan alergi.
• Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu sapi, kerang, kacang-kacangan,
ikan, telur, dan udang.
• Serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon,
dan lain-lain.
KLASIFIKASI

Pada tahun 1963 Gell dan Coomb membagi reaksi hipersensitivitas


menjadi 4 golongan yaitu:
• Reaksi hipersensitivitas tipe I (reaksi anafilaksis)
• reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi sitotoksik)
• reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
• reaksi hipersensitivitas tipe IV (reaksi tipe lambat)
Berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, reaksi
hipersensitivitas dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

a. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi Alergi)


• Hipersensitivitas tipe ini juga disebut sebagai immediate atau
anaphylactic hypersensitivity,
• Hipersensitivitas tipe ini dimediasi oleh IgE,
• Komponen seluler primer pada hipersensitivitas ini adalah sel mast atau
basofil.
• Reaksinya diperkuat dan atau dimodifikasi oleh trombosit, eosinofil, dan
neutrofil.
• Mekanisme dari reaksi ini melibatkan produksi igE, dalam respon antigen
tertentu sering disebut alergen.
• Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe I yaitu,
Konjungtivitis, asma, rinitis, anafilaktic shock.
b. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik)
• Hipersensitivitas tipe II juga disebut sebagai hipersensitivitas sitotoksik
• dan mungkin mempengaruhi berbagai jaringan dan organ IgG atau IgM dalam
darah berikatan dengan epitop di permukaan imunogen atau antigen MHC
yang disajikan di permukaan sel.
• Jenis lain reaksi tipe Il adalah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang
dependen-antigen (ADCC).
• Pada reaksi tipe ini, imunoglobulin yang ditujukan terhadap antigen-antigen
permukaan suatu sel berikatan dengan sel tersebut.
• Leukosit, seperti neutroli dan makrofag. yang memiliki reseptor untuk bagian
tertentu (bagian Fo) molekul imunoglobulin tersebut kemudian berikatan
dengan sel dan menghancurkannya.
Cont’
• Adapun terapinya melibatkan anti inflammatory dan immunosuppressive agents.

• Contoh penyakit-penyakit :
• Goodpasture (perdarahan paru, anemia)

• Myasthenia gravis (MG)

• Immune hemolytic (anemia Hemolitik)

• Immune thrombocytopenia purpura

• Thyrotoxicosis (Graves' disease)


c. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III (Imun Kompleks)
• Reaksi ini mungkin umum (seperti serum sickness), atau mungkin melibatkan
organ individual termasuk kulit seperti systemic lupus erythematosus, Arthus
reaction) ginjal (seperti lupus nephritis), paru-paru (seperti aspergillosis),
pembuluh darah (seperti polyarteritis), persendian (seperti rheumatoid arthritis),
atau organ-organ lain.
• Reaksi tipe memiliki beberapa bentuk tetapi akhirnya akan diperantarai oleh
kompleks imun (kompleks imunogen dengan imunoglobulin, biasanya IgG) yang
mengendap di jaringan, arteri, dan vena.
• Mekanisme dasarnya adalah pembentukan kompleks imunogen-imunoglobulin di
dinding pembuluh.
• Unsur kunci dalam reaksi ini adalah pengaktivan jenjang C oleh kompleks imun
yang mengendap di dinding pembuluh darah.
Cont’
Penyakit :
• the protozoans that cause malaria

• the worms that cause schistosomiasis and filariasis

• the virus that causes hepatitis B, demam berdarah.

• Systemic lupus erythematosus (SLE)

• "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)


d. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity)
• Reaksi tipe IV diperantarai oleh kontak sel-sel yang telah tersensitisasi dengan
imunogen yang sesuai.
• Sel-sel CD4 (sel T Helper) melepaskan sitokin yang menarik dan merangsang
makrofag untuk membebaskan mediator mediator peradangan, Apabila imunogen
menetap, maka kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses ini dapat
berkembang menjadi reaksi granulomatosa kronik, misalnya berkumpulnya sel-
sel mononuklous di daerah kerusakan jaringan.
• Berbagai imunogen, seperti virus, bakteri, fungus, hapten, dan obat, dapat
memicu reaksi tipe IV. Reaksi tipe IV juga merupakan penyebab utama
penolakan yang terjadi pada beberapa transplantasi organ.
Perbandingan Jenis dari Hipersensitivitas

Tipe III
Karakteristik Tipe I (Anapylastic) Tipe II (Cytotoxic) Tipe IV (Delayed Type)
(Imun Kompleks)

Antibodi IgE IgG, IgM IgG, IgM None

Antigen Exogenous/eksogen Permukaan sel Soluble Jaringan & Organ

Waktu Merespons 15-30 menit Menit-jam 3-8 jam 48-72 jam

Erythema dan edema,


Penampilan Wheal & flare Lysis & Necrosis Erythema dan induration
necrosis

Antibodi dan Complement dan Monocytes dan


Histology Basophils dan Eosinophil
complement neutrophils Lymphocytes

Ditransfer dengan Antibodi Antibodi Antibodi T-Cells

Asma Alergi Eritroblastosis Fetalis, SLE, Penyakit Paru-Paru Tes Tuberculin, Poison Ivy,
Contoh Demam Alergi Serbuk Bunga Nefritis Goodpasture Petani Granuloma
(newly fored mediator). Menurut asalnya mediator ini dibagi dalam dua kelompok,
yaitu mediator dari sel mast atau basofil (mediator primer), dan mediator dari sel
lain akibat stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu
berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai dengan
cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil dengan
alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan system nukleotida
siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke
dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain.
Next...
Mediator yang telah ada di dalam granula sel mast diantaranya histamin,
eosinophil chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemotactic
factor (NCF). Histamin memiliki peranan penting pada fase awal setelah kontak
dengan alergen (terutama pada mata, hidung, dan kulit). Histamin dapat
menyebabkan hidung tersumbat, berair, sesak napas, dan kulit gatal. Histamin
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan menyebabkan bronkokonstriksi.
Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan pada
pembuluh darah yang lebih besar konstriksi karena kontraksi otot polos. Histamin
meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular
menyebabkan respons wheal-flare (triple respons dari Lewis) dan jika terjadi
secara sistemik dapat menyebabkan hipotensi, urtikaria, dan angioderma. Pada
traktus gastrointestinal, histamin menaikkan sekresi mukosa lambung dan apabila
pelepasan histamin terjadi secara sistemik, aktivitas otot polos usus dapat
meningkat dan menyebabkan diare dan hipermotilitas.
segera menimbulkan gejala.
Namun, dalam salah satu referensi menyebutkan, manifestasi alergi tampak
berbeda-beda sesuai dengan letak dan rute paparan terhadap alergen.
1) Asma Bronkial
2) Rhinitis alergi
3) Dermatitis Atopik (Eksim)
4) Urtikaria (kaligata, biduran) & Alergi saluran pencernaan
 Penatalaksanaan
•Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan gejala alergi,
meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan, dan
membatasi penggunaan obat karena pada prinsipnya alergi tidak dapat
disembuhkan.
•Penatalaksanaan dermatitis atopik pada sebagian penderita mengalami perbaikan
dengan sendirinya sesuai dengan bertambahnya usia. Menghindari atau
mengurangi faktor penyebab menjadi langkah pertama penatalaksanaannya.
Sedangkan untuk penatalaksanaan rinitis alergi pada anak dilakukan dengan
penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa
diberikan bila perlu dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.
Cont’

•Asma dibagi dalam tiga derajat, yaitu


1. Asma episodik jarang, untuk “asma episodik jarang” tidak perlu menggunakan anti inflamasi
2. Asma Episodik Sering. Terapi “asma episodik sering” pada anak menggunakan anti inflamasi
dan obat non steroid.
3. Asma Persisten. Terapi “asma persisten” menggunakan anti inflamasi dan obat steroid.
•Pada urtikaria kronik lebih sukar diatasi. Idealnya tetap identifikasi dan menghilangkan faktor
penyebab. Selain itu, penggunaan antihistamin penghambat reseptor histamin H1 dan H2 dan dapat
dikombinasikan. Pada kasus berat dapat ditambah dengan kortikosteroid jangka pendek.
menentukan adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen. Pemeriksaan ini
berguna pada kasus-kasus dengan risiko tinggi seperti pada pasien yang
mungkin timbul bila dilakukan uji kulit atau bila tidak dapat dilakukan uji kulit.
• Pemeriksaan untuk diagnosis reaksi sitolitik (tipe II)
1. Anemia hemolitik : pemeriksaan coombs indirek,
2. Trombositopenia dengan pemeriksaan fiksasi komplemen atau reaksi
aglutinasi.
3. Pemeriksaan hemaglutinasi dan komplemen dapat menunjang reaksi obat
tipe iii. Dibuktikan dengan adanya antibodi igg atau igm terhadap obat.
Cara yang efektif untuk mencegah atau mengurangi terjadinya reaksi
hipersensitivitas terhadap obat yaitu memberikan obat sesuai indikasinya.
Masalah reaksi silang diantara obat juga harus diperhatikan. Peran obat-obat anti
alergi seperti antihistamin, kortikosteroid, dan simpatomimetik dalam upaya
mencegah reaksi alergi masih terbatas. Pada umumnya pemberian antihistamin
dan steroid untuk pencegahan reaksi alergi tidak bermanfaat kecuali untuk
mencegah reaksi alergi yang disebabkan oleh radioaktivitas. Pasien juga harus
mengetahui obat-obat yang menyebabkan alergi padanya.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Identitas klien: nama, usia, jenis kelamin
Keluhan utama
Biasanya terdapat kemerahan dan bengkak pada kulit dan terasa gatal.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri perut, sesak nafas, demam, bibirnya bengkak, timbul
kemerahan pada kulit, mual muntah dan terasa gatal.
Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien menjalani perawatan di RS atau
pengobatan tertentu.
Next...
 Pemeriksaan fisik
• Kulit, seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik, bekas
garukan teruma pipi,dan lipatan kulit daerah fleksor.
• Mata, diperiksa terhadap hyperemia, edema, sekret mata yang berlebihan dan
katarak yang sering dihubungkan dengan penyakit atropi.
• Telinga, telinga tengah dapat merupakan penyulit rintis alergi
• Hidung, beberapa tanda yang sudah baku missal, salute, allergic crease, allergic
shiners, allergic facies.
• Mulut dan orofaring, pada rintis alergik, sering terlihat mukosa orofaring
kemerahan, edema, palatum yang cekung kedalam, dagu yang kecil serta tulang
maksila yang menonjol kadang – kadang disebabkan alergi kronik.
• Dada, periksa secara infeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
• Periksa tanda – tanda vital terutama tekanan darah.
Next...

Pemeriksaan diagnostic

• Pemeriksaan pada jumlah leukosit dan hitung jenis sel.


• Pemeriksaan sel eosinofil pada sekret konjungtiva, hidung, sputum
• Pemeriksaan serum Ig E total dan Ig G spesifik

 
Diagnosa Keperawatan yang mungkin akan muncul

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,
intradermal sekunder
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen,ex : Makanan)
Intervensi Keperawatan
1. Dx keperawatan: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
NOC: Setelah melakukan tindakan 3 x 24 jam, diharapkan pasien menunjukkan pola nafas efektif
dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.
Kriteria Hasil:
1. Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
2. pasien tidak merasa sesak lagi
3. Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
4. Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
NIC:
5. kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan, termasuk
penggunaan otot bantu/pelebaran masal.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi,gesekan
pleura.
3. Berikan oksigen tambahan
Next...

2. Dx keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi


NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suhu
tubuh pasien menurun.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5oC – 37,5oC)
Bibir pasien tidak bengkak lagi
NIC:
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola)
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol.
Next...

3. Dx keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intradermal


sekunder
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24jam, diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah.
Kriteria hasil :
1. Tidak terdapat kemerahan, bentol-bentol dan odema
2. Tidak terdapat tanda-tanda urtikara pruritus dan angioderma
3. Kerusakan integritas kulit berkurang

NIC:
1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi.
2. Hindari obat intramaskular.
3. Beritahu pasien untuk tidak menggaruk area yang gatal
Next...

4. Dx Keperawatan: kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh


NOC:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam, diharapkan kekurangan volume
cairan pada pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien tidak mengalami diare lagi
2. Pasien tidak mengalami mual dan muntah
3.Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
4. Turgor kulit kembali normal
NIC:
1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah)
2. Ukur dan pantau TTV, contoh peningkatan suhu/ demam memanjang takikardia, hipotensi
ortostatik
3. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik antiemetic
 
5. Dx Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen,ex : Makanan)
NOC: Setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien teratasi
Kriteria hasil
Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang
Wajah tidaj meringis
Skala Nyeri 0
1. Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :
2. Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg
3. Nadi 60-100 kali/menit
4. Pernapasan : 16-20 kali/menit
5. Suhu 36-37oC
NIC:
1. Kaji tingkat nyeri (PQRS )
2. Observasi TTV
3. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi
4. Berikan poisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
tubuh, maka tubuh akan memberikan respon. Jika alergen tersebut hancur, maka
ini merupakan hal yang menguntungkan dalam keadaan imun. Tetapi, jika
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas
atau alergi.
Mekanisme reaksi alergi adalah berdasarkan pada reaksi hipersensitivitas,
yaitu timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap
sebagai alergen, sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi
alergi. Walaupun pada orang normal reaksi ini tetap terjadi, apabila reaksi alergi ini
berlangsung sangat berlebihan. Maka dapat menimbulkan syok anafilaktik.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai