Anda di halaman 1dari 51

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN POSISI PRONASI TERHADAP


SATURASI OKSIGEN BAYI YANG MENGGUNAKAN
CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE (CPAP) DI RSUD
NGUDI WALUYO WLINGI

BETA MEY RINA WULANDARI


NIM. 2112027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
2022
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Beta Mey Rina Wulandari

NIM : 2112027

Program Studi : Pendidikan Ners

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Usulan penelitian ini merupakan hasil karya sendiri dan bukan

menjiplak atau plagiat dari karya ilmiah orang lain.

2. Hasil penelitian yang terdapat di dalamnya merupakan hasil

pengumpulan data dari subjek penelitian yang sebenarnya tanpa

manipulasi.

Apabila pernyataan di atas tidak benar saya sanggup mempertanggung

jawabkan sesuai peraturan yang berlaku dan dicabut gelar atau sebutan

yang saya peroleh selama menjalankan pendidikan di STIKes Patria

Husada Blitar.

Blitar,
Yang Menyatakan

Beta Mey Rina Wulandari


NIM. 2112027

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : HUBUNGAN PEMBERIAN POSISI PRONASI


TERHADAP SATURASI OKSIGEN BAYI YANG
MENGGUNAKAN CONTINUOUS POSITIVE
AIRWAY PRESSURE (CPAP) DI RSUD NGUDI
WALUYO WLINGI
Ditulis oleh : Beta Mey Rina Wulandari

NIM : 2112027

Program Studi : Pendidikan Ners

Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar

Dapat dilakukan Ujian Usulan Penelitian pada tanggal 23 Nopember 2022

Blitar, 23 Nopember 2022

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Yeni Kartika Sari, M.Kep Sandi Alfa Wiga Arsa, M.Kep


NIK.180906024 NIK.180906054

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Ners


STIKes Patria Husada Blitar

Yeni Kartika Sari, M.Kep


NIK.180906024

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : HUBUNGAN PEMBERIAN POSISI PRONASI


TERHADAP SATURASI OKSIGEN BAYI YANG
MENGGUNAKAN CONTINUOUS POSITIVE
AIRWAY PRESSURE (CPAP) DI RSUD NGUDI
WALUYO WLINGI
Ditulis oleh : Beta Mey Rina Wulandari

NIM : 2112027

Program Studi : Pendidikan Ners

Perguruan tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada Blitar

Telah diuji dalam Ujian Usulan Penelitian yang dilaksanakan

Pada tanggal, 23 Nopember 2021

Ketua Penguji : 1. Yeni Kartika Sari, M.Kep

2. Sandi Alfa Wiga Arsa, M.Kep

Anggota Penguji : 1. Ulfa Husnul Fata, M.Kep

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul Hubungan

Pemberian Posisi Pronasi Terhadap Saturasi Oksigen Bayi Yang Menggunakan

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dalam penulisan usulan penelitian ini adalah untuk

mengetahui Hubungan Posisi Pronasi Terhadap Saturasi Oksigen Bayi Yang

Menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Di RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga usulan

penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini, penulis tujukan kepada :

1. Basar Purwoto, S.Sos., M.Si sebagai Ketua STIKes Patria Husada Blitar

2. dr. Endah Woro Utami, MMRS sebagai Direktur RSUD Ngudi Waluyo

Wlingi

3. Yeni Kartika Sari, M.Kep Ketua Program Studi Pendidikan Ners STIKes

Patria Husada Blitar sekaligus sebagai Pembimbing I serta Dosen STIKes

Patria Husada Blitar

4. Siti Masruroh, S.Kep, Ns sebagai Kepala Ruang Edelweis RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi

5. Ulfa Husnul Fata, M.Kep sebagai Penguji Usulan Penelitian serta Dosen
STIKes Patria Husada Blitar

v
6. Sandi Alfa Wiga Arsa, M.Kep. sebagai Pembimbing II serta Dosen

STIKes Patria Husada Blitar

7. Orang tua, Suami, dan Anak-Anak penulis yang telah banyak

memberikan dukungan dan doa.

8. Semua teman – teman Program Alih Jenjang RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

yang selalu support dan berjuang bersama

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan menyelesaikan usulan penelitian

ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan

dalam penyusunan usulan penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga usulan penelitian ini berguna bagi para

pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Blitar, 23 Nopember 2022

Penulis,

Beta Mey Rina Wulandari


NIM. 2112027

vi

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pronasi adalah posisi menelungkupkan bayi sehingga lutut fIeksi

dibawah abdomen, sedangkan posisi supine berlawanan dengan posisi

pronasi, posisi supine merupakan posisi terlentang posisi ini hanya

sering digunakan pada bayi normal sehingga posisi pronasi lebih di

rekomendasikan untuk bayi BBLR (Mc.Auley, 2012) Berdasarkan

laporan Tahun 2021 menunjukkan bahwa jumlah penyebab kematian

balita pada tahun 2021 karena kondisi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sebesar 34,5% dan asfiksia sebesar 27,8%. Asfiksia pada bayi

disebabkan karena adanya produksi surfaktan yang banyak sehingga

menyebabkan bayi mudah mengalami gangguan pada sistem

pernafasan, penyakit gangguan sistem pernafasan ini sering disebut

dengan Respirasi Distres Syndrom (RDS) yang menyebabkan kadar

oksigen dalam darah menjadi turun dan diperlukan alat untuk

membantu mengoptimalkan saturasi oksigen pada bayi.

Upaya untuk membantu pernafasan bayi dengan RDS tanpa

menginvasi langsung bisa dilakukan dengan menggunanakan Continuos

Positive Airway Pressure (CPAP) yang merupakan suatu alat yang

sederhana dan efektif untuk tatalaksana respiratory distress pada

neenatus yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan positif pada

saluran napas neonatus selama pernafasan spontan.

1
2

Penggunaan Continuos Positive Airway Pressure CPAP yang

benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi

ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan

mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran

nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu,

bradikardia, dan episode sianotik, serta mengurangi kebutuhan untuk

dirawat di ruang intensif. Intervensi tindakan keperawatan untuk

merubah posisi bayi yang menggunakan CPAP selama ini belum

maksimal dilihat terkait dengan respon perubahan saturasi oksigen.

Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat peningkatan

hasil saturasi oksigen dengan posisi pronasi pada bayi yang

menggunakan ventilasi mekanik, sedangkan untuk penggunaan CPAP

belum pernah dilihat padahal angka penggunaan CPAP pada bayi saat

ini banyak. Jumlah bayi yang menggunakan CPAP di RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi selama periode Januari 2022 sampai dengan Oktober

2022 berjumlah 164 bayi dengan berbagai kondisi diagnose medis,

dimana 80% bayi yang menggunakan CPAP adalah BBLR. Hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukakan (Anggraeni, 2016) dengan

melakukan penelitian dengan sampel bayi BBLR dengan asfiksia yang

menggunakan ventilasi mekanik, menggunakan metode penelitian

kualitatif quasi eksperimental, menyebutkan hasil yang sangat

signifikan pada perubahan status saturasi oksigen pada bayi prematur,

hasilnya menyebutkan posisi pronasi berdampak pada saturasi oksigen

yang awalnya rata-rata 92,87 secara bertahap meningkat menjadi 96,46


3

pada 1 jam pertama dan 97,25 pada 2 jam pertama dengan deviasi yang

semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan oleh Meltem et al, (2020),

menyebutkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan secara

statistik hasil saturasi oksigen pada bayi yang dilakukan intervensi 4

posisi yaitu terlentang, tengkurap, lateral kiri, lateral kanan yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh empat posisi tubuh terhadap

stabilisasi dan kenyamanan oksigenansi pada bayi prematur yang

menerima Nasal Continuous Positive Airway Pressure (NCPAP).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui

hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen bayi yang

menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD

Ngudi Waluyo Wlingi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen

bayi yang menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)

di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen

bayi yang menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)

di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.


4

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi saturasi oksigen bayi yang menggunakan

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi sebelum dilakukan Posisi Pronasi.

2. Mengidentifikasi saturasi oksigen bayi yang menggunakan

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi sesudah dilakukan Posisi Pronasi.

3. Menganalisis hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen

bayi yang menggunakan Continuous Positive Airway Pressure

(CPAP) di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

1.4 Manfaat Penelitian

2.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi kepada

perawat terkait dengan pengaruh tindakan noninvasive terhadap

perubahan saturasi oksigen pada bayi yang menggunakan CPAP

guna meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan, serta

diharapkan dapat menjadi dasar dan pendorong dilakukannya

penelitian yang sejenis tentang masalah tersebut dimasa mendatang.

2.2 Manfaat Praktis

Menjadi acuan secara praktis bagi perawat di ruang rawat

neounatus untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan secara

komptehensif terutama melakukan upaya tindakan noninvasive yang

bertujuan mengoptimalkan saturasi oksigen pada bayi yang

mengalami ARDS dengan menggunakan CPAP.


5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posisi Pronasi

2.1.1 Pengertian

Posisi pronasi adalah menelungkupkan bayi sehingga lutut fIeksi

dibawah abdomen, sedangkan posisi supine berlawanan dengan posisi pronasi,

posisi supine merupakan posisi terlentang posisi ini hanya sering digunakan pada

bayi normaI sehingga posisi pronasi Iebih di rekomendasikan untuk bayi BBLR

(Mc.Auley, 2012). Posisi Pronasi berdasarkan hasil penelitian Miller-Barmak et

al., (2020) menyebutkan bahwa percenotafgtieme yang dihabiskan di Sp yang

lebih rendah kadar O, di bawah 80% dan 90%, lebih tinggi di sup poinseition, dan

waktu yang dihabiskan di SpO2 di atas 94% lebih tinggi pada posisi tengkurap.

Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dalam waktu yang dihabiskan di

Sp2O 90-94% sebelum dan sesudah perubahan posisi. Timetipnetnhe SpO yang

berbeda 2 rentang sebelum dan setelah perubahan posisi adalah shonw Fnigiure.

Menganalisis ketiga posisi per bayi ditemukan tren peningkatan ketidakstabilan

selama posisi terlentang berlangsung (Miller-Barmak, 2022)

2.1.2 Fisiologi Pengembangan Paru pada Posisi Pronasi

Dampak fisiologis posisi pronasi dalam peningkatan status

oksigenasi pasien yang mengalami masalah pernafasan berat adalah pada status

oksigenasi dan mekanika pernafasan. PP menurunkan faktor mekanik pernafasan

yang berhubungan dengan pemakaian ventilator yaitu pada masalah pernafasan

berat meliputi adanya tekanan pleura yang tidak homogen, inflasi alveolar dan
6

ventilasi, peningkatan volume paru sehingga akan terjadi penurunan area

atelektasis dan meningkatkan bersihan jalan nafas. Dampak oksigenasi PP pada

inflasi alveolar akan mengakibatkan distribusi inflasi alveolar lebih homogen pada

tekanan transpulmonal. Terdapat pergerakan densitas paru dari ventral ke arah

dorsal pada pengembalian posisi dari PS ke PP. Ukuran berat paru akan

mempengaruhi distribusi ulang udara intrapulmonal. Distribusi ulang udara

intrapulmonal ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik. PP akan

mengakibatkan kemungkinan area paru dependent yang merupakan area ventral

lebih minimal untuk menjadi kolap karena tekanan hidrostatik. Massa jantung

mempengaruhi oksigenasi pasien ARDS. Hal ini dikarenakan lokasi kedua paru

berada dibawah jantung sehingga akan memberikan tekanan pada fraksi paru.

Pada PP hanya terdapat sebagian kecil fraksi paru yang terpengaruh adanya

tekanan jantung (P Pelosi, 2002)

Sebagian besar fraksi paru berada pada bagian kiri dimana

merupakan lokasi jantung. PP akan memperlihatkan paru-paru dorsal terhindar

dari tekanan langsung dari jantung dan hanya sebagian kecil area ventral paru

yang mendapatkan tekanan. PP akan mengakibatkan tekanan jantung langsung

mengenai sternum sehingga tidak akan menekan paru-paru (Albert & Hubmayr,

2000). PP memberikan kesempatan bagian posterior dinding dada lebih bebas dan

tidak terjadi penekanan sehingga akan meningkatkan komplians dan ventilasi

terdistribusi lebih banyak ke area nondependent paru. Saat yang sama dengan

adanya gradien tekanan hidrostatik maka darah akan lebih banyak mengalir ke

area anterior pada area dependen sehingga terjadi peningkatan oksigenasi (Baron,

2007)
7

Pasien yang menggunakan ventilasi mekanik dan berada pada

posisi supinasi akan mengakibatkan area dependent paru-paru terpengaruh dengan

gravitasi sehingga berdampak pada terjadinya distensi mekanik kapiler di area

dependent (atau basal) parenkim paru. Oleh karena itu ketika pada posisi pronasi

ventilasi yang dilakukan akan mengakibatkan peningkatan oksigenasi dan

ventilasi perfusi yang bermakna. Mekanisme peningkatan oksigenasi pada PP

tersebut adalah peningkatan kapasitas residual fungsional, perubahan gerakan

diafragma, dan distribusi ulang aliran darah ke sebagian kecil area paru-paru

(menghasilkan peningkatan resiko atelektasis tetapi tidak cedera pada unit paru).

Pemantauan ventilasi pasien pada posisi pronasi merupakan tindakan keperawatan

yang unik dan akan memberikan tantangan pada saat resusitasi karena pada

kondisi ini pasien mempunyai status hemodinamik yang terbatas dan tidak dapat

ditoleransi (Zwischenberger, 2000)

Beberapa waktu terakhir banyak penelitian yang telah memusatkan

pada pengaruh posisi badan tertentu terhadap fungsi paru pada kondisi normal

atau yang menggunakan ventilasi mekanik (Zhao, et al. 2004). Berbagai kondisi

dan parameter digunakan untuk menilai pengaruh posisi terhadap status

oksigenasi. Berbagai penelitian ini menunjukkan bahwa oksigenasi meningkat

pada PP. Penelitian dilakukan pada bayi prematur (Bhat, et al. 2006 & Rao, et al.

2009), kegagalan pernafasan akut (Kornecki, et al. 2001), ARDS (Baron, et al.

2007; Langer, et al 1988; Relvas, et al. 2003 & Well, Gillies & Fitzgerald, 2008),

pneumonia (Zhao, et al. 2004), gagal nafas (Haefner, et al. 2003) dan kajian yang

dilakukan terhadap PP pada tindakan ventilasi mekanik (Balaguer, Escribano &

Figuls, 2008), tindakan ECMO (Haefner, et al. 2003). Sebuah kajian tentang
8

Infant position in neonates receiving mechanical ventilation (review) (Balaguer,

Escribano & Figuls, 2008) merupakan kajian dari 11 penelitian (206 bayi) tentang

posisi neonatus yang menggunakan ventilasi mekanik. Tujuan penelitian ini

adalah untuk melihat dampak berbagai posisi pada neonatus dan bayi yang

menerima ventilasi mekanik dalam jangka pendek dan komplikasi prematuritas.

Penelitian-penelitian yang dilakukan tentang posisi neonatus yang menggunakan

ventilasi mekanik dengan membandingkan berbagai posisi neonatus antara

pronasi dengan supinasi, lateral kanan dengan supinasi, lateral kiri dengan

supinasi, lateral kanan dengan lateral kiri, dan good lung dependent dengan good

lung uppermost terhadap kadar PO2 arteri, saturasi oksigen hemoglobin dan

episode desaturasi. Hasil yang didapatkan berdasarkan kajian tersebut diketahui

bahwa tidak ada bukti tentang posisi badan tertentu selama pemberian ventilasi

mekanik pada neonatus yang relevan dalam meningkatkan oksigenasi secara

klinis, tetapi pada PP terjadi peningkatan status oksigenasi. Penelitian yang

dilakukan oleh Kornecki, et al. (2001) tentang Randomized Trial of Prolonged

Prone Positioning in Children With Acute Respiratory Failure membandingkan

dampak PP dengan PS pada status oksigenasi anak yang mengalami kegagalan

pernafasan akut di ruang PICU. Penelitian ini menggunakan desain prospektif dan

kontrol acak dengan menggunakan intervensi. Sepuluh anak yang mengalami

masalah kegagalan pernafasan dan indeks oksigen 22 ± 8,5 dibagi menjadi 2

kelompok dengan posisi pronasi dan supinasi kemudian dipertahankan selama 12

jam. Indikator oksigenasi yang digunakan yaitu indeks oksigen (Oxygen

Index=OI), urine output, sistem respirasi statik seperti complain dan resisten,

pemberian inhalasi Nitric Oxide dan keseimbangan cairan. Hasil penelitian


9

didapatkan bahwa indeks oksigen lebih baik pada PP dibandingkan dengan PS

dan tidak ada hubungan yang bermakna antara komplians dan resisten paru

terhadap PP atau PS. Berdasarkan penelitian ini pula diketahui bahwa urin output

meningkat pada PP, sehingga meningkatkan keseimbangan cairan.

Sebuah kajian tentang Positioning for acute respiratory distress in

hospitalised infants and children (Review) (Wells, Gillies & Fitzgerald, 2005)

dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan dampak dari berbagai posisi

tubuh bayi dan anak yang dirawat di rumah sakit. Kajian dilakukan dari 49

penelitian dan terdapat 21 penelitian yang terseleksi (22 penelitian

dipublikasikan). Berdasarkan perbandingan posisi antara PP, SP, lateral, elevasi,

dan posisi flat didapatkan hasil bahwa posisi pronasi lebih menguntungkan

dibandingkan dengan posisi supinasi. Hal ini dilihat berdasarkan indeks oksigen,

saturasi oksigen, PaO2, partial pressure of arterial oxygen, thoraco-abdominal

synchrony, dan episode desaturasi. Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian

ini bahwa PP lebih meningkatkan oksigenasi dibandingkan supinasi terutama pada

bayi prematur. Menempatkan bayi pada PP dapat meningkatkan fungsi respirasi,

namun perlu pengawasan karena posisi ini berhubungan dengan suddent infant

death.

2.1.3 Prosedur Pronasi

Prosedur PP untuk oksigenasi dilakukan dengan tahapan persiapan

pasien dan penempatan pada posisi PP dengan memperhatikan kontraindikasi.

a. Perawat cuci tangan

b. Menempatkan bayi pada posisi yang aman dan nyaman tanpa menganggu

peralatan CPAP yang terpasang


10

c. Pastikan alas pada bayi kering dan tidak ada kerutan

d. Siapkan bantal dengan posisi bantal U di atas tempat tidur, tutup dengan linen

kering, jika tidak ada bantal khusus bisa menggunakan kain yang digulung

membentuk bantal U

e. Posisikan bayi di atas bantal U yang sudah ditutup dengan linen kering

f. Posisikan bayi tengkurap (meringkuk), pastikan tidak ada kabel yang

menekan kulit bayi. Posisikan kedua kaki bayi menekuk ke arah perut, kedua

tangan bayi berada di samping kepala bayi, kepala bayi menghadap ke kiri

atau ke kanan, pastikan jalan napas tidak tertutup

g. Observasi tanda-tanda vital selama bayi berada dalam posisi tengkurap

teutama saturasi oksigen.

h. Kembalikan bayi ke posisi telentang atau miring kanan atau miring kiri

setelah lebih dari dua jam, atau ketika bayi merasa tidak nyaman.

i. Dokumentasikan kegiatan

Penerapan Algoritma praktek penerapan PP pada pasien anak

dengan ARDS ini sudah memperhatikan hal-hal sebagai indikasi dan

kontraindikasi sehingga bisa diaplikasikan oleh para pemberi pelayanan kesehatan

pada bayi yang mengalami ARDS atau indikasi lain. Waktu pelaksanaan PP

berdasarkan evidence menunjukkan bahwa setiap waktu dilakukan PP akan

meningkatkan oksigenasi, tetapi PP yang dilakukan lebih dari 12 jam

menampakkan oksigenasi yang secara dramatis lebih baik. Namun demikian

keputusan untuk tetap pada PP atau kembali ke SP harus melihat kondisi pasien

sesuai dengan protokol pada algoritma diatas bahwa PP diberikan jika terjadi

peningkatan pertukaran gas dan kembali pada posisi supinasi jika terdapat tanda-
11

tanda yang penurunan oksigenasi dan komplikasi (Relvas, Silver & Sagy, 2003).

Hal ini sesuai dengan penelitian tentang Prone Positioning of Pediatric Patients

With ARDS Results in Improvement in Oxygenation if Maintained more than 12 h

Daily (Relvas, Silver & Sagy, 2003). Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi

indeks oksigen (OI) pada pasien anak ARDS selama 24 jam pertama dilakukan PP

dan untuk menentukan apakah PP yang dilakukan dalam jangka waktu lama (lebih

dari 12 jam) akan meningkatkan oksigenasi. Desain penelitian dilakukan secara

retrospektif pada pasien yang sudah dilakukan PP di PICU dan berumur lebih dari

3 tahun. Ukuran yang digunakan dalam status oksigenasi adalah PaO2, rasio

fraction of inspired oxygen (P/F) dan mean airway pressure (MAP). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 37 pasien dilakukan PP selama 20 jam

atau lebih dan OI menurun dari pre-PP 24,8 ± 13 menjadi 16,7 ± 13,7.

Peningkatan OI diikuti dengan peningkatan rasio P/F, namun MAP tidak

mengalami perubahan. Selama pemberian PP terdapat OI terbaik yaitu 11 ± 9

pada PP selama 16 ± 6 jam. Hasil penelitian tadi mengindikasikan bahwa PP

yang dilakukan dalam jangka waktu lama (18 sampai 24 jam) pada anak ARDS

akan menghasilkan penurunan OI yang lebih stabil dibandingkan dengan PP pada

jangka pendek (6 sampai 10 jam). Peningkatan OI ini tidak berhubungan dengan

peningkatan MAP selama 24 jam PP pada anak yang menggunakan ventilasi

mekanik

2.1.4 Kontraindikasi

PP merupakan posisi yang memberikan peluang untuk terjadinya

penutupan jalan nafas jika tidak dilakukan sesuai prosedur dan protokol yang

benar dan tanpa monitor. Bayi dapat dengan mudah berubah posisi sehingga
12

menutup aliran oksigen pada saluran pernafasan yang mengakibatkan fatal. PP

sering dihubungkan dengan Sudent Death Infant Syndrom, sehingga keamanan

posisi ini sering dipertanyakan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kerusakan

fungsi paru pada bayi prematur tidak dapat menjelaskan mengapa resiko SIDS

lebih tinggi pada penerapan PP daripada PS (Rao, et al. 2009). Sebuah panduan

yang berdasarkan bukti ilmiah masih sangat diperlukan tentang posisi tidur bayi

prematur. Ventilasi yang dilakukan secara pronasi tidak berhubungan dengan

peningkatan resiko komplikasi yang serius atau akan mengakibatkan masalah.

Penelitian tentang keamanan dan resiko PP pada anak selama pemberian

extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) pada kegagalan pernafasan

dilakukan oleh Haefner, et al. (2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

tidak ada peningkatan resiko komplikasi pada pemberian PP anak yang

mendapatkan ECMO. Kontraindikasi PP adalah pada kondisi yang terjadi

peningkatan tekanan intrakaranial, hemodinamik tidak stabil dan membutuhkan

administrasi agen vasoaktif, injuri spinal cord yang tidak stabil, pembedahan

abdominal dan torakal, pembedahan torak dan ketidakmampuan toleransi terhadap

PP (seperti pada fraktur pelvis, fraktur tulang panjang yang tidak stabil).

Beberapa permasalahan yang terjadi selama dan sesudah penerapan PP

diantaranya adalah edema wajah. Masalah ini dapat diminimalkan dengan

memposisikan dengan posisi trendelenberg. Perawat dan dokter juga melakukan

observasi pada area tubuh yang tertekan pada saat PP, misalnya pada mata, pipi,

dada, spina iliaka anterior dan kulit untuk mengantisipasi adanya masalah atau

trauma yang dapat muncul meskipun tidak yang menunjukkan adanya


13

permasalahan ini. Perhatian yang lain adalah adanya selang makanan, adanya

refluk atau aspirasi dan tranduser arteri pulmunal. (Meserole, 2002)

2. 2 Oksigenasi pada bayi

Kemampuan adaptasi fisiologis pada bayi berawal dari kehidupan

neonatus. Adaptasi neonatus dari kehidupan intrauterin menjadi kehidupan

ekstrauterin disebut juga homeostasis. Bila terdapat gangguan adaptasi maka bayi

akan mengalami masalah kesehatan. Homeostasis neonatus ditentukan oleh

keseimbangan antara maturitas dan status gizi. Neonatus cukup bulan dikatakan

memadai untuk homeostasis dan neonatus kurang bulan dikatakan belum mampu

untuk beradaptasi, sehingga tergantung pada masa gestasi. Neonatus kurang

bulan mempunyai kondisi dimana matriks otak belum sempurna sehingga mudah

terjadi perdarahan intrakranial. Angka kejadian sindrom gawat napas neonatus

dan hiperbilirubinemia tinggi pada neonatus kurang bulan ini. Neonatus yang

lewat waktu atau lebih bulan seringkali mempunyai hambatan pertumbuhan janin

intrauterin akibat penurunan fungsi plasenta dan memungkinkan terjadinya

hipoksia janin (Safuddin, 2009)

Masalah yang dihadapi neonatus setelah persalinan lebih banyak

berkaitan dengan jalan nafas dan paru-paru seperti kesulitan untuk menyingkirkan

cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan

menghambat udara masuk ke dalam paru dan mengakibatkan hipoksia. Adanya

kehilangan banyak darah mengakibatkan terjadinya bradikardia/kontraktilitas

jantung melemah akibat hipoksia dan iskemia. Hal ini akan menghambat

peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen


14

atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru paru akan mengakibatkan

arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke

paru-paru dan penurunan pasokan oksigen ke jaringan. Arteriol di paru-paru

adakalanya juga gagal untuk berelaksasi meskipun paru-paru sudah terisi dengan

udara atau oksigen (Persisten Pulmonary Hypertension Newborn, disingkat

menjadi PPHN) dikemukakan oleh Kattwinkel 2004, dalam Chair, 2004.

Vasokontriksi pulmonal yang menetap akan mengakibatkan

konstriksi pada organ lain seperti usus, ginjal, otot dan kulit akan menyempit,

namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap terjamin. Penyesuaian

distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.

Walaupun demikian jika kekurangan oksigen akan berlangsung terus akan terjadi

kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan kardiak output, yang

mengakibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari

kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan akan menimbulkan kerusakan

jaringan otak, kerusakan organ tubuh lain atau kematian. Keadaan bayi yang

membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis yaitu

sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah, bradikardi karena kekurangan

oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak, tekanan darah rendah karena

kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah, atau kekurangan aliran

darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, depresi

pernafasan karena kekurangan oksigen pada otak, dan tonus otot buruk karena

kekurangan oksigen pada otak dan otot. Gejala-gejala ini juga dapat terjadi pada

keadaan lain seperti infeksi, hipoglikemia atau bila terdapat gangguan pernafasan
15

bayi karena pemakaian obat-obatan pada ibu selama persalinan menurut

Kattwinkel (2004, dalam Chair, 2004).

Berbagai kondisi penyakit yang berbeda pada masalah pernafasan

akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap intervensi terapeutik yang akan

diberikan dan akan memerlukan strategi khusus untuk mencapai resolusi yang

diharapkan. Lima masalah pernafasan yang umum terjadi pada neonatus dan

membutuhkan penatalaksanaan penyakit yang khusus adalah RDS, sindrom

aspirasi mekonium, pneumonia, PPHN, dan bronchopneumonia displasia(Donn,

2003). Penelitiannya terhadap 72 penderita asfiksia menunjukkan bahwa jenis

kelainan pernapasan yang ditemukanpadapenderitaasfiksia tersebut adalah

sindrom aspirasi mekonium (6 penderita) hipertensi pulmonal (3 penderita),

perdarahan paru (4 penderita), dan sisanya menderita transient respiratory distress

of the newborn (Williams, Mallard & Gluckman, 1993). Kegagagalan pernafasan

yang terjadi pada neonatal bukan merupakan satu jenis penyakit tetapi dapat

terdiri dari berbagai kondisi masalah pernafasan, sehingga penatalaksanaan

kegagalan nafas harus dilakukan sangat spesifik tergantung pada pasien dan

spesifik pada penyakitnya. Hal ini mendorong adanya pengembangan-

pengembangan teknologi dan penelitian tentang penatalaksanaan kegagalan

pernafasan pada neonatus. Berbagai jenis terapi oksigen dan ventilasi mekanik

telah dikembangkan terutama yang berkaitan dengan keamanan dan keefektifan

penggunaannya (Donn, 2003)Terapi oksigen merupakan dukungan pernafasan

yang dilakukan untuk memulai bantuan ventilasi pada neonatus dengan alasan

mempertahankan PaO2 normal sehingga meminimalkan hipoksia

mempertahankan PaCO2 normal sehingga meminimalkan ventilasi alveolar,


16

menurunkan usaha bernafas dan mengurangi keletihan otot pernafasan, serta

menghilangkan atelektasis segmen paru menurut Harris dan Wood (1996, dalam

Haws, 2008).

Masalah pernafasan yang mengganggu oksigenasi bayi menurut

Hockenberry dan Wilson (2007) adalah Apnea of Infancy (AOI). Kondisi ini

umumnya terjadi pada umur gestasi lebih dari 37 minggu. Gejala klinik yang

muncul pada bayi digambarkan sebagai kombinasi dari adanya (1) apnea (tidak

adanya pernafasan selama 20 detik atau lebih); (2) warna kulit yang sianosis atau

pucat; (3) perubahan tonus otot; dan (4) tercekik atau adanya sumbatan pada

saluran nafas. AOI dapat ditimbulkan dari masalah kesehatan lain seperti sepsis,

kejang, abnormalitas saluran nafas bagian atas, refluks gastrosofageal,

hipoglikemia atau masalah metabolik, dan kerusakan pengaturan nafas. Kondisi

yang mengancam jiwa pada bayi sering terjadi pada bayi yang mempunyai

masalah pada paru-paru seperti kurangnya cairan surfaktan dan respon

penanganan ventilator yang lambat terhadap adanya hiperkapnia dan hipoksia

(Hockenberry, 2007). Diagnosis AOI diberikan jika tidak dapat diidentifikasi

penyebab kondisi yang mengancam jiwa bayi. Filosofi manajemen pernafasan

sangat berbeda-beda meskipun di negara yang sudah sangat maju. Terdapat

beberapa intitusi yang lebih menyukai penatalaksanaan konservatif dan ada juga

intitusi yang lebih agresif dalam strategi pengelolaan pernafasan ini. Jenis-jenis

penatalaksanaan bervariasi dalam rentangnya dari penatalaksanaan non invasif

yaitu CPAP sampai dengan penatalaksanaan yang paling invasif yaitu

extracorporal membrane oxygenatin (ECMO) (Donn, 2003).

2.3 Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)


17

2.3.1 Pengertian

Respiratory distress pada neonatus, adalah salah satu problem

terbesar yang kita temui sehari-hari. Respiratory distress tampak sebagai takipneu

atau nafas cepat pada bayi baru lahir. Gajala ini dapat berlangsung dari beberapa

jam sampai beberapa hari. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat sangat penting

untuk diterapkan. Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan

suatu alat untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus

selama pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan

efektif untuk tatalaksana respiratory distress pada neenatus. Penggunaan CPAP

yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi

ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan

kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan

mecegah kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik, serta

mengurangi kebutuhan untuk dirawat di Ruangan intensif. Beberapa efek

fisiologis dari CPAP antara lain : 1. Mencegah kolapsnya alveoli paru dan

atelektasis 2. Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan

kapasitas residu fungsional 3. Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang

lebih baik dengan menurunkan pirau intra pulmonar 4. Mempertahankan surfaktan

5. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya 6.

Mempertahankan diafragma.

2.3.2 Indikasi dan kontraindikasi

Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus

yang merupakan indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi:


18

1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit

2. Merintih (Grunting) dalam derajat sedang sampai parah

3. Retraksi nafas

4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)

5. Kebutuhan oksigen > 60%

6. Sering mengalami apneu

Semua bayi cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria

tersebut diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP.

Pada penggunaan CPAP, pernapasan spontan dengan tekanan

positif dipertahankan selama siklus respirasi, hal ini yang disebut disebut dengan

continuous positive airway pressure. Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu

menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang diinhalasi. Hal ini

dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan udara di

atas tekanan atmosfer. Keistimewaan CPAP adalah dapat digunakan pada pasien-

pasien yang tidak terintubasi. Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress

yang dapat diatasi dengan mempergunakan CPAP antara lain: 1. Bayi kurang

bulan dengan Respiratory Distress Syndrom 2. Bayi dengan Transient Takipneu

of the Newborn (TTN) 3. Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum 4. Bayi yang

sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran kurang bulan 5. Bayi

yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis 6. Bayi dengan

penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis 7. Bayi pasca operasi

abdomen Adapun beberapa kondisi respiratory distress pada neonatus, tetapi

merupakan kontraindikasi pemasangan CPAP antara lain: 1. Bayi dengan gagal

nafas, dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan support ventilator 2. Respirasi


19

yang irreguler 3. Adanya anomali kongenital 4. Hernia diafragmatika 5. Atresia

choana 6. Fistula tracheo-oeshophageal 7. Gastroschisis 8. Pneumothorax tanpa

chest drain 9. Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan

pemasangan nasal prong 10. Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik

apabila memdapatkan support ventilator 11.Bayi yang lahir besar, yang biasanya

tidak dapat mentoleransi penggunaan CPAP, sehingga menimbulkan kelelahan

bernafas, dan meningkatkan kebutuhan oksigen

2.3.3 Komplikasi pemasangan CPAP

Pemasangan nasal CPAP pada beberapa kasus dapat

mengakibatkan komplikasi. Komplikasi pemasangan CPAP antara lain :

1. Cedera pada hidung, misalnya erosi pada septal nasi, dan nasal

snubbing. Penggunaan nasal prong atau masker CPAP dapat

mengakibatkan erosi pasa septal nasi, sedangkan penggunaan CPAP

dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan snubbing hidung

Gambar 2.1 Erosi septumnasi

2. Pneumothorak. Kejadian Pneumothorak dapat terjadi karena proses

penyakit dari Respiratory Distress Syndrom ( karena alveolar yang over

distensi) , dan angka kejadian tersebut meningkat dengan penggunaan

CPAP.

3. Impedasi aliran darah paru. Terjadi karena peningkatan resistensi

vaskularisasi paru, dan penurunan cardiac output, yang disebabkan oleh


20

peningkatan tekanan inthorakal karena penggunaan CPAP yang tidak

sesuai.

4. Distensi abdomen. Pada kebanyakan neonatus tekanan spingkter

oeshiphagus bagian bawah cukup baik untuk dapat menahan distensi

abdomen karena tekanan CPAP. Tetapi distensi abdomen dapat terjadi

sebagai komplikasi dari pemaangan CPAP. Resiko terjadinya distensi

abdomen dapat berkurang dengan pemasangan orogastric tube (OGT)

5. Nasal prong atau masker pada CPAP dapat menyebabkan

ketidaknyamanan bayi, yang dapat menyebabkan agitasi dan kesulitan

tidur pada bayi.

2.3.4 Perlengkapan CPAP

Sistem CPAP sendiri terdiri dari 3 komponen yaitu:

1. Sebuah sirkuit yang mengalirkan gas terus menerus, untuk diisap.

Sumber oksigen dan udara bertekanan yang menghasilkan gas untuk

dihirup. Pencampur oksigen yang memungkinkan gas dapat diberikan

sesuai FiO2 yang sesuai. Sebuah flow meter yang mengkontrol

kecepatan aliran terus menerus dari gas yang dihirup (biasanya

dipertahankan pada kecepatan 5-7 liter). Sebuah humidifier yang

melembabkan dan menghangatkan gas yang dihirup.

2. Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran nafas neonatus.

Dalam prosedur ini, nasal prong merupakan metode yang paling banyak

digunakan.

3. Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada alat sirkuit.

Tekanan positif dalam sirkuit dapat dicapai dengan memasukkan pipa


21

ekspirasi bagian distal dalam larutan asam asetat 0,25% sampai

kedalaman yang diharapkan (5 cm) atau katup CPAP

Gambar 2.2 Bagian-

bagian CPAP

Berikut adalah kondisi-kondisi yang mengindikasikan kegagalan

penggunaan CPAP dan memerlukan ventilasi mekanis:

1. FiO2 > 60 %

2. PaCO2 > 60mmHG

3. Asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8

4. Terlihat retraksi yang semakin lama semakin meningkat dan

menunjukkan kelelahan pada bayi

5. Sering mengalami apneu dan bradikardia

6. Pernafasan yang irreguler Apabila terjadi kondisi tersebut, maka kita

harus mempertimbangkan untuk melakukan intubasi dan support

ventilasi mekanik.
2.4 Kerangka teori konseptual

Faktor yang mempengaruhi penilaian


Bayi lahir
gangguan respirasi: Berat badan lahir,
penyakit kardiovaskuler, obat-obatan

Hemostatis
Penatalaksaan :
Adaptasi intrauteri
ke ektrauteri System respirasi 1. Terapi oksigen Peningkatan saturasi
Masalah ARDS oksigen > 95%
dengan CPAP
pernafasan
2. Pengaturan
posisi pronasi

Gejala ARDS :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih (Grunting) dalam derajat
sedang sampai parah 3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93%
(preduktal) 5. Kebutuhan oksigen >
60% 6. Sering mengalami apneu
Keterangan :

: Diteliti
: Tidak diteliti Gambar 2.3 Kerangka Konseptual hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen bayi yang
menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

2
2
2.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan suatu pernyataan jawaban sementara dari

pertanyaan penelitian dan perlu dilakukan pengujian oleh peneliti. Penelitian ini akan

menggunakan bentuk hipotesis asosiatif yaitu jawaban sementara untuk mencari

hubungan antara dua variable atau lebih (Sugiyono, 2016). Hipotesis penelitian ini yaitu

ada hubungan posisi pronasi terhadap saturasi oksigen bayi yang menggunakan

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre

Eksperimental. Desain Pre eksperimental merupakan salah satu dari macam-

macam desain eksperimen, namun dikatakan belum merupakan desain eksperimen

sesungguhnya karena tidak terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap

terbentuknya variabel dependen. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada variabel

kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2016)

Rancangan yang dilakukan adalah jenis one group pretest-postest.

Desain ini merupakan desain yang menggambarkan adanya satu kelompok yang

diberikan suatu perlakuan dengan pengambilan penilaian sebelum dan sesudah

perlakuan. Desain ini akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan

dengan jenis pre eksperimental lainnya yaitu one shot case study (Sugiyono,

2016) dan nonequevalent control group posttest only design (Polit & Hungler,

1999) karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah

perlakuan.

Tujuan rancangan pre eksperimental dengan one group pretest posttest

adalah untuk melihat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan

posisi pronasi. Pertimbangan menggunakan satu kelompok dengan perlakukan

tanpa menggunakan kelompok kontrol dikarenakan bahwa perbedaan status

oksigenasi bayi akan tampak dengan jelas jika dilakukan pada subyek yang sama

yaitu bayi yang menggunakan CPAP yang diobservasi sebelum dan sesudah PP.
25
01 Posisi pronasi

02

Keterangan :

01 = Pretest pada kelompok perlakukan.

02 = Posttest pada kelompok perlakukan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari s.d Febuari 2023 di

Ruang Edelweis RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh bayi yang menggunakan

CPAP di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi yang berjumlah 23 bayi.

3.3.2 Besar Sampel

Sampel diperoleh dari populasi berdasarkan bayi yang menggunakan

CPAP di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi sejumlah 23 bayi.

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling . Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini

pada table 3.1

Tabel 3. 1. Kriteria inklusi & eksklusi sampel penelitian


No. Kriteria Sampel Penelitian

1 Kriteria Inklusi a. Bayi yang tidak ada kontraindikasi PP (berdasarkan


hasil pemeriksaan oleh DPJP)
2 Kriteria Eksklusi a. Bayi dengan kelainan jantung bawaan dari lahir
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah batasan yang dibuat oleh peneliti pada ruang lingkup

variabel-variabel yang diteliti atau diamati agar variabel penelitian dapat diukur dengan

instrumen penelitian dan pengumpulan variabel dapat konsisten dengan sumber data dari

satu responden ke responden lainnya (Notoadmodjo, 2012). Definisi operasional pada

variabel dalam penelitian ini pada tabel 3.2

N Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Penilaian


o Operasional
1. Posisi Menelungkupkan
pronasi bayi pada posisi
lutut fIeksi
dibawah
abdomen selama
4 jam

2 Saturasi Kadar saturasi Persen (%) Alat pengukur Skala Rasio


oksigen oksigen pada bayi saturasi
yang menggunakan oksigen
CPAP sebelum dan (oximetri)
setelah dilakukan
PP dengan pulse
oximetry.
3.4.1 Variabel Penelitian

3.4.2.1 Variabel Independend

Variabel independent (bebas) dalam penelitian ini adalah posisi pronasi.

3.4.2.2 Variabel Dependent

Variabel Dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah saturasi oksigen.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur administrative

Penelitian ini akan dilakukan setelah ada persetujuan pembimbing, lulus

uji etik penelitian dan mendapat izin dari Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Setelah mendapat izin dari Direktur RS, maka peneliti juga akan memohon izin

dan menyampaikan tentang penelitian yang akan diteliti kepada Kepala Bidang

Keperawatan.

3.5.2 Prosedur teknis

1) Peneliti mengajukan permohonan izin ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

dengan membawa surat rekomendasi atau pengantar dari STIKES PATRIA

HUSADA BLITAR.

2) Peneliti meminta ijin kepada kepala Ruang Edelweis. Peneliti menjelaskan

terlebih dahulu mengenai etika atau ketentuan dalam penelitian, waktu, tujuan

dan manfaat, dan prosedur penelitian kepada kepala Ruang Edelweis.

3) Peneliti meminta ijin kepada orangtua/ wali bayi untuk meminta ijin

melakukan penelitian serta menjelaskan waktu, tujuan dan manfaat, dan

prosedur penelitian.

4) Peneliti meminta keluarga bayi mengisi informed consent.


5) Peneliti melakukan pemilihan sampel berdasarkan dari kriteria inklusi yang

telah ditentukan.

6) Peneliti mengukur saturasi oksigen bayi sebelum dilakukan posisi pronasi

7) Peneliti memposisikan bpronasi bayi yang sesuai dengan kriteria.

8) Peneliti mengukur saturasi oksigen bayi setelah dilakukan posisi pronasi.

9) Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dan melakukak analisis data.

10) Dari hasil analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan laporan

penelitian.
3.6 Kerangka Kerja Penelitian

Populasi:
Seluruh bayi yang menggunakan CPAP di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi yang
berjumlah 23 bayi .

Purposive sampling

Sampel: Bayi yang menggunakan CPAP di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi sejumlah
23 bayi

Pengumpulan data dengan mencatat variable sebelum dan sesudah


dilakukan intervensi

Tabulasi data

Analisis menggunakan SPSS 16 Wilcoxon)

Penyajian Hasil Penelitian

Kesimpulan
3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai dalam penelitian dalam

mengumpulkan data (Notoadmodjo, 2012)

a. SOP posisi pronasi

b. Oksimetri

c. Lembar Observasi

3.8 Metode Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data

terkumpul di mana data yang masih mentah (raw data) akan diolah sedemikian

rupa menjadi informasi yang dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian

(Riyanto, 2011)

Adapun tahapan mengolah data (Riyanto, 2011), yaitu :

a. Editing

Merupakan kegiatan di mana peneliti melakukan pengecekan kembali pada

kuesioner yang telah diisi, apakah lengkap, jelas, jawaban relevan dengan

pertanyaan dan konsisten. Pengecekan akan dilakukan langsung di tempat

penelitian.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi bentuk angka

untuk mempermudah saat analisis data dan saat entry data. Dalam penelitian ini,

coding diberikan berdasarkan masing-masing variabel. Pada variabel usia tidak

dicoding karena hasil pengukuran dalam bentuk numerik. Sedangkan untuk

variabel-variabel lain yang merupakan variabel kategorik diberikan kode sesuai

dengan nomor penentuan hasil ukurnya.


c. Processing/Entry Data

Merupakan kegiatan di mana peneliti memasukkan data dari kuesioner yang

telah dicoding ke dalam program komputer, dengan menggunakan program

statistik komputer.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan di mana peneliti mengecek kembali data yang sudah dientry

apakah ada kesalahan atau tidak.

3.8.1 Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan diolah, langkah selanjutnya adalah

menganalisa data. Tujuan analisa data antara lain: mendapat gambaran dari hasil

penelitian sesuai tujuan penelitian, membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian

yang telah dibuat, dan memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian yang

berkontribusi terhadap pengembangan ilmu terkait (Notoadmodjo, 2012). Data

yang telah diolah dalam penelitian ini, selanjutnya akan dianalisis secara bertahap

yang meliputi: analisis univariat dan bivariat

3.8.1.1 Analisis Univariat

Analisis univariat (deskriptif) adalah analisis yang menggambarkan dan

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari setiap

variabel penelitian, dan tergantung dari jenis datanya (Notoadmodjo, 2012).

Pada penelitian ini analisis univariat dengan penerapan posisi pronasi dan saturasi

oksigen. Adapun pengolahan dan analisa data akan dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak komputer untuk statistik.


3.8.1.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi, dan merupakan lanjutan dari analisis

univariat (Notoadmodjo, 2012). Pada penelitian variabel numerik analisis bivariat

dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk menganalisis hubungan posisi pronasi

terhadap saturasi oksigen bayi yang menggunakan Continuous Positive Airway

Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Pada analisis bivariat dilakukan 3 tahap yaitu: membandingkan distribusi

silangan antara dua variabel yang dihubungkan, menyimpulkan dasil uji statistik

apakah antara dua variabel yang diuji terdapat hubungan bermakna atau tidak, dan

menentukan kekuatan atau keeratan hubungan antara dua variabel yang

berhubungan tersebut yang diketahui dari nilai Odd Ratio (OR)(Notoadmodjo,

2012). Adapun analisis data yang akan dilakukan menggunakan interval

kepercayaan 95% (α=5%) nilai α = 0,05. Jika p value ≤α(0,05), maka H0 ditolak,

artinya ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Dan bila p value

> α (0,05), maka H0 gagal ditolak atau H0 diterima, artinya tidak ada hubungan

antara variabel independen dan dependen (Riyanto, 2011)

3.9 Etika Penelitian

Penelitian kesehatan termasuk keperawatan merupakan penelitian yang

umumnya menggunakan subjek penelitian berupa manusia. Untuk itu, penerapan

prinsip-prinsip etik dibutuhkan selama kegiatan penelitian mulai dari proposal

hingga hasil penelitian dipublikasikan. Hal ini juga mengingat adanya hak dan

kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pihak terutama subjek penelitian.


Terdapat empat prinsip dasar yang harus diperhatikan dan diterapkan dalam

proses penelitian ini meliputi (Sugiyono, 2016):

1. Menghargai Harkat dan Martabat Manusia

Pada menghargai harkat dan martabat (respect for human dignity) manusia

ini, peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian. Subjek penelitian

juga diberikan kebebasan untuk mengikuti penelitian atau mengundurkan diri

untuk berpatisipasi dalam penelitian. Peneliti akan membuat lembar penjelasan

dan persetujuan subjek penelitian (Informed consent) yang berisi penjelasan

tentang: manfaat penelitian, kemungkinan risiko dan manfaat yang dapat timbul,

jaminan kerahasiaan dari setiap informasi yang diberikan oleh subjek penelitian

selama penelitian, persetujuan mengikuti penelitian atau mengundurkan diri kapan

saja dari penelitian, dan persetujuan untuk menjawab setiap pertanyaan dalam

penelitian. Dalam hal ini subjek penelitian diwakili oleh orang tua atau wali sah

dari pasien.

2. Menghormati Kerahasiaan pribadi Subjek Penelitian

Setiap orang berhak atas kerahasiaan (privacy) dari setiap informasi yang

diberikan sehingga perlu dijaga kerahasiaan identitas subjek terkait informasi

yang diberikan. Peneliti akan menggunakan coding sebagai pengganti identitas

subjek penelitian.

3. Keterbukaan dan Keadilan bagi Setiap Subjek Penelitian

Pada prinsip ini, keterbukaan terhadap subjek penelitian yaitu dengan

memberikan penjelasan terkait prosedur penelitian. Sedangkan prinsip keadilan

(Justice) yaitu dengan menjamin bahwa setiap subjek penelitian akan memperoleh

perlakuan atau keuntungan yang sama dari proses penelitian.


4. Mempertimbangkan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan

Pada prinsip ini, peneliti harus berusaha meminimalkan dampak negatif

dari penelitian serta memaksimalkan adanya manfaat dari penelitian terhadap

masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, L. D. (2016). Pengaruh Posisi Pronasi Pada Bayi Prematur Terhadap


Perubahan Hemodinamik. Journal of Holistic Nursing Science.
Baron, A. V. , C. C. , C. V. , B. G. , P. B. , & J. F. (2007). Prone positioning unloads
the right ventricle in severe ARDS. Chest Journals.
Donn, S. M. , & S. S. K. (2003). Invasive and noninvasive neonatal mechanical
ventilation. Respiratory Care.
Hockenberry, M. J. , & W. D. (2007). Wong’s  nursing care of infant and children (8th
ed.). Mosby Year Book.
Mc.Auley. (2012). The obesity paradox cardiorespiratory fitness, and coronary heart
disease.
Meserole, E. , P. P. , W. S. , M. J. J. , & A. R. K. (2002). The pragmatics of prone
positionin. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
Miller-Barmak, A. , R. A. , H. O. , H. J. , D. G. , V. R. , K. A. , & B.-L. L. (2022).
Oxygenation Instability Assessed by Oxygen Saturation Histograms during
Supine vs Prone Position in Very Low Birthweight Infants Receiving Noninvasive
Respiratory Support. Journal of Pediatrics.
Notoadmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
P Pelosi, L. B. L. G. (2002). Prone position in acute respiratory distress syndrome .
Europan Respiratory Journal .
Riyanto, A. (2011). Pengolahan data dan analisis data. Nuha Medika.
Safuddin, A. B. , W. G. H. M. H. E. , & K. N. (2009). Pengantar perinatologi. .
Sugiyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta.
Zwischenberger, J. B. , A. S. K. , B. A. , & P. P. (2000). ARDS and mechanical
ventilation.
 
Lampiran 1 Rencana jadwal penelitian

JADWAL PENELITIAN

BULAN

KEGIATAN Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

2022 2022 2022 2022 2022 2022 2022

Penyusunan

proposal skripsi

Ujian proposal

skripsi

Pengajuan etika

penelitian

Pengambilan data

Pengolahan data

Penyusunan hasil

Ujian sidang

skripsi
Lampiran 2. Formulir Penjelasan Sebelum Penelitian

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

1. Saya Beta Mey Rina Wulandari Jurusan Ilmu Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada, dengan ini meminta Bapak/Ibu

untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul

“Hubungan Posisi Pronasi Terhadap Saturasi Oksigen Bayi Yang

Menggunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) di RSUD

Ngudi Waluyo Wlingi”

2. Tujuan penelitian ini adalah untuk hubungan posisi pronasi terhadap

saturasi oksigen bayi yang menggunakan Continuous Positive Airway

Pressure (CPAP) di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Penelitian ini diharapkan sebagai informasi kepada perawat terkait dengan

pengaruh tindakan noninvasive terhadap perubahan saturasi oksigen pada

bayi yang menggunakan CPAP guna meningkatkan mutu pelayanan

asuhan keperawatan, serta diharapkan dapat menjadi dasar dan pendorong

dilakukannya penelitian yang sejenis tentang masalah tersebut dimasa

mendatang.

Penelitian ini akan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan dengan bahan

penelitian berupa lembar observasi, yang akan diambil dengan cara

melakukan pengamatan langsung.

3. Keuntungan yang Bapak/Ibu peroleh dengan keikutsertaan ibu/sdr adalah

ikut terlibat dalam kegiatan implementasi asuhan keperawatan secara

tidak langsung.
Manfaat langsung yang Bapak/Ibu peroleh yaitu dapat berdampak pada

status oksigenasi bayi Bapak/Ibu sehingga proses pemulihan diharapkan

lebih cepat.

Manfaat tidak langsung yang dapat diperoleh membangun terjalin

komunikasi anatara petugas dengan orang tua bayi dan dapat mengikuti

perencanaan asuhan keperawatan.

4. Ketidaknyamanan/ resiko yang mungkin muncul tidak ada karena peneliti

melakukan implementasi penelitian dengan berpedoman pada SOP .

5. Pada penelitian ini, prosedur pemilihan subjek yaitu yang memenuhi

kriteria inkulusi yaitu bayi yang tidak ada kontraindikasi PP (berdasarkan

hasil pemeriksaan oleh DPJP)

Mengingat Bapak/Ibu memenuhi kriteria tersebut, maka peneliti meminta

kesediaan Bapak/Ibu untuk mengikuti penelitian ini setelah penjelasan

penelitian ini diberikan.

6. Prosedur pengambilan sampel adalah purposive sampling cara ini mungkin

menyebabkan ketidaknyamanan tetapi ibu/sdr tidak perlu kuatir karena

tidak ada resiko dalam prosedur ini

7. Setelah Bapak/Ibu menyatakan kesediaan berpartisipasi dalam penelitian

ini, maka peneliti memastikan Bapak/Ibu dalam keadaan sehat untuk

memngambil keputusan bersedia dan menandatangi lembar persetujuan.


8. Peneliti akan memberikan waktu pada Bapak/Ibu untuk menyatakan dapat

berpartisipasi / tidak dalam penelitian ini secara sukarela setelah dilakukan

penjelasan penelitian.

9. Bapak/Ibu dapat memberikan umpan balik dan saran pada peneliti terkait

dengan hal yang belum dipahami dan proses pengambilan data secara

langsung pada peneliti.

10. Jika Bapak/Ibu menyatakan bersedia menjadi responden namun setelah

jawaban dan data diperoleh Bapak/Ibu ingin data tersebut tidak digunakan

dalam penelitian, maka Bapak/Ibu dapat menyatakan mengundurkan diri

atau menyatakan tidak setuju terlibat dalam penelitian ini. Tidak akan ada

sanksi yang diberikan kepada ibu/sdr terkait hal ini.

11. Nama dan jati diri Bapak/Ibu akan tetap dirahasiakan, sehingga diharapkan

Bapak/Ibu tidak merasa khawatir terhadap data hasil obeservasi pada bayi

Bapak/Ibu.

12. Jika Bapak/Ibu merasakan ketidaknyamanan atau dampak karena

mengikuti penelitian ini, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi peneliti

secara langsung (Beta Mey Rina Wulandari)

13. Perlu Bapak/Ibu ketahui bahwa penelitian ini telah mendapatkan

persetujuan kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Patria Husada, sehingga Bapak/Ibu tidak perlu

khawatir karena penelitian ini akan dijalankan dengan menerapkan prinsip

etik penelitian yang berlaku.


14. Hasil penelitian ini kelak akan dipublikasikan namun tidak terdapat

identitas Bapak/Ibu dalam publikasi tersebut sesuai dengan prinsip etik

yang diterapkan.

15. Peneliti akan bertanggung jawab secara penuh terhadap kerahasiaan data

yang Bapak/Ibu berikan dengan menyimpan data hasil penelitian yang

hanya dapat diakses oleh peneliti.

16. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka

Bapak/Ibu, maka peneliti akan memberikan tanda terima kasih berupa

souvenir dengan seharga Rp 50.000

Peneliti

Beta Mey Rina Wulandari


Lampiran 3 : Persetujuan menjadi resonden

Pernyataan Persetujuan untuk

Berpartisipasi dalam Penelitian

Saya yang bertandatangan dibawah ini meyatakan bahwa :

1. Saya telah mengerti tentang apa yang tercantum dalam lembar penjelasan dan

telah dijelaskan oleh peneliti

2. Dengan ini saya menyatakan bahwa secara sukarela bersedia untuk ikut serta

menjadi salah satu subyek penelitian yang berjudul “ Hubungan Pemberian

Posisi Pronasi Terhadap Saturasi Oksigen Bayi Yang Menggunakan

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Di RSUD Ngudi Waluyo

Wlingi”

Blitar, ..........................

Peneliti Yang membuat pernyataan

Beta Mey Rina Wulandari (..........................................)

Saksi I Saksi II

(.....................................) (................................................)
Lampiran 4 Pernyataan persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian

PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK

BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan

manfaat penelitian yang berjudul “Hubungan Pemberian Posisi Pronasi Terhadap

Saturasi Oksigen Bayi Yang Menggunakan Continuous Positive Airway Pressure

(CPAP) Di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi”.

Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan

dirahasiakan dan kerahasiaan akan terjamin. Informasi mengenai indentitas saya

tidak akan ditulis pada instrument penelitian dan akan disimpan secara terpisah

ditempat yang aman.

Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam

penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya

sanksi atau kehilangan hak-hak saya.

Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau

mengenai peran serta saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab serta dijelaskan

secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan serta dalam

penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Respon dan

/Subyek Penelitian.

Responden
N No RM Usia BBL & Jenis Tgl TGL Tanda Tanda Vital Tanda Tanda Vital
o BB saat Kelamin MRS KRS
(hari) ini 2 jam pertama 2 jam berikutnya
Nadi SP02 RR Nadi SP02 RR

Lampiran 5. Lembar Obervasi


Lembar SOP Posisi Pronasi

Tindakan
Dilakukan Tidak dilakukan Keterangan
a.Perawat cuci tangan

b. Menempatkan bayi pada


posisi yang aman dan
nyaman tanpa menganggu
peralatan CPAP yang
terpasang

c.Pastikan alas pada bayi


kering dan tidak ada
kerutan

d. Siapkan bantal dengan


posisi bantal U di atas
tempat tidur, tutup dengan
linen kering, jika tidak ada
bantal khusus bisa
menggunakan kain yang
digulung membentuk
bantal U

e. Posisikan bayi di atas


bantal U yang sudah
ditutup dengan linen
kering

f. Posisikan bayi
tengkurap (meringkuk),
pastikan tidak ada kabel
yang menekan kulit
bayi. Posisikan kedua
kaki bayi menekuk ke
arah perut, kedua tangan
bayi berada di samping
kepala bayi, kepala bayi
menghadap ke kiri atau
ke kanan, pastikan jalan
napas tidak tertutup

g. Observasi tanda-tanda
vital selama bayi berada
dalam posisi tengkurap
teutama saturasi
oksigen.

h. Kembalikan bayi ke
posisi telentang atau
miring kanan atau
miring kiri setelah lebih
dari dua jam, atau ketika
bayi merasa tidak
nyaman.

i. Dokumentasikan kegiatan

Anda mungkin juga menyukai