1. Genosida
Kejahatan genosida, adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memusnahkan atau menghancurkan sebagian atau seluruh
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara
sebagai berikut:
Pembunuhan;
Pemusnahan;
Perbudakan;
Pengusiran atau pemindahan penduduk asli secara paksa;
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan secara fisik
atau tidak secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan
pokok hukum internasional;
Penyiksaan;
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk
lain dari kekerasan seksual;
Penganiayaan terhadap suatu kelompok atau perkumpulan tertentu
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
Penghilangan orang secara paksa; atau
Kejahatan apartheid.
2. Kontroversi G30S/PKI
Perkara tentang peristiwa G30S bagi KKR bakal menjadi kasus
kontroversial. Dilema dapat muncul dengan terlibatnya KKR untuk
memangani kasus-kasus pembersihan para aktivis PKI. Peneliti LIPI Asvi
Marwan Adam menyaksikan, bahwa pembantaian sebelum 1 Oktober 1965
yang memakan banyak korban adalah dari pihak Islam, karena pelakunya
sama-sama warga sipil, lebih mudah rekonsiliasi begitu Soeharto pada 1
Oktober 1965 berhasil menguasai keadaan, sore harinya keluarlah
pengumuman yang bernama Peperalda Jaya yang isinya bahwa melarang
semua surat kabar diterbitkan kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita
Yudha.
Dengan begitu, seluruh informasi yang ada dikuasai oleh tentara. Berita yang
diterbitkan oleh kedua koran itu kemudian direkayasa untuk menyalahkan
PKI sebagai dalang G30S yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan
moral. Informasi tersebut kemudian diserap oleh surat kabar lain yang baru
boleh terbit lima hari berikutnya yaitu 6 Oktober 1965. Percobaan kudeta
pada 1 Oktober, kemudian diikuti peristiwa pembantaian massal di
Indonesia.
Media inilah yang semula menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang
menyiksa sampai menyilet kemaluan para Jenderal. Padahal, menurut Cribb,
berdasarkan hasil visum, seperti diungkap oleh Ben Anderson (1987) para
jenazah jendral itu hanya mengalami luka tembak dan memar terkena popor
senjata atau terbentur dinding sumur.
Berita tentang kekejaman itu memicu kemarahan khalayak. Oleh karena itu,
Asvi mengingatkan bahwa peristiwa pembantaian massal pada 1965/1966
perlu dipisahkan antara konflik antar masyarakat dengan kejahatan yang
dilakukan negara. Pertikaian dalam masyarakat, meski memakan banyak
korban namun bisa diselesaikan.
Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir saat itu tidak ada pihak
yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi
sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri
pada saat itu.