Anda di halaman 1dari 65

ORDERING SKILL

Ordering skill adalah ketrampilan untuk melakukan order dengan baik, yaitu: tidak ada
kesalahan order, mendapatkan harga yang baik, tepat waktu, tepat kualitas, tepat
kuantitas, aman dan tidak menyalahi etika pembelian yang berlaku secara umum. Dalam
modul 1 ini akan membahas beberapa hal berikut:

1. Proses Purchase Reqisition (PR) dan Recommended Order (RO) Buy.


2. Proses Order.
3. Pengiriman Order.
4. Pengetahuan Membuat Spesifikasi Order dan Purchase Order.

PROSES PR DAN RO BUY

Terbitnya PR (Purchase Requisition) dan RO (Recommended Order) Buy didasarkan oleh


karena adanya kebutuhan dari Departemen terkait. Prosesnya adalah sebagai berikut:

Departemen Departemen
Terkait Terkait

WR WR

RO Store

Cek Stock

RO Buy PO Transfer

Ordering Process

Gambar 1. Proses PR dan RO Buy

Keterangan:

1. Untuk non stock item, Departemen terkait akan menerbitkan secara langsung PR
(Purchase Requisition), dan mengirimkannya ke Department Procurement.
2. Untuk stock item, Departemen Terkait menerbitkan Recommended Order (RO), yang
kemudian oleh Department Logistik akan dilakukan pengecekan stock di gudang-
gudang yang ada. Department Logistik akan menerbitkan:
- RO Store (Recommended Order Store) jika barang yang diminta bisa dipenuhi
dari yang ada di gudang.
- RO Buy (Recommended Order Buy) jika barang yang diminta tidak dapat
dipenuhi dari gudang dan harus membeli dari luar. Untuk hal ini, kemudian
Department Logistik mengirimkan RO Buy ini ke Department Procurement.
3. Kedua prosess diatas tidak terjadi di Department Procurement, tetapi pengetahuan ini
diperlukan untuk membedakan RO Buy dan PR.
ALUR PROSES ORDER

Alur proses order dapat digambarkan sebagai berikut:

PR RO Buy

List of Analisis
Supplier

Request For
Quotation Supplier

Evaluasi & Pem- Quotation


buatan PO

PO Supplier

Gambar 2. Alur Proses Order

Keterangan:

1. berdasarkan PR dan/atau RO Buy, dilakukan analisis untuk menentukan supplier


mana yang dipandang cocok bidang usahanya dan mampu mensupply kebutuhan
Pama, yang dinyatakan dalam PR dan RO Buy.
2. Setelah ditetapkan suppliernya, kemudian dibuat requsition for quotation:
a. Untuk supplier yang sudah mempunyai agreement dengan Pama (harga-harga
mengikat), requisition ini bersifat mencek kesanggupan supplier dalam hal
availability dan delivery time.
b. Untuk supplier yang belum/tidak mempunyai agreement dengan Pama (harga-
harga tidak mengikat), requisition ini bersifat mencek kesanggupan supplier dalam
hal availability, delivery time dan price (harga).
3. Berdasarkan kesanggupan supplier yang dinyatakan di dalam quotation, dan
kemudian dilanjutkan negosiasi (jika diperlukan), maka diterbitkanlah PO (Purchase
Order), yang dipakai sebagai dasar pembelian dari Pama ke Supplier.

PENGETAHUAN MENENTUKAN SPESIFIKASI ORDER

Sebelum kita melakukan order pembelian kepada supplier maka kita perlu menetapkan
terlebih dahulu spesifikasi untuk barang yang dibeli. Hal ini dilakukan agar barang yang
dipesan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembeli.

Secara garis besar spesifikasi dibedakan menjadi 2 jenis:

1. Functional specification
Hal ini akan menentukan jenis produk apa yang sesuai dengan kebutuhan user.
Informasi ini dapat diperoleh dari bagian / individu yang mengajukan permintaan
pengadaan.
Keuntungan yang diperoleh dengan adanya functional specification yang jelas antara
lain :

- Suplier dapat memberikan kontribusi terbaik dari keahlian yang dimiliki.


- Kemungkinan dapat diterapkan jenis teknologi baru untuk menghasilkan suatu
produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
- Menghasilkan suatu standar sehingga akan memudahkan proses evaluasi.

2. Detailed technical specification


Spesifikasi jenis ini menggambarkan technical properties dan karakteristik produk yang
harus dipenuhi oleh suplier. Biasanya spesifikasi ini akan dijabarkan dalam technical
drawing dan schedule activity. Keduanya dapat berguna untuk memonitor aktivitas
suplier sehingga apa yang dikerjakan oleh suplier tidak over specification sehingga
nantinya tidak dihasilkan produk dengan biaya tinggi tapi tidak mempunyai fungsi yang
lebih baik.

PENGETAHUAN MEMBUAT PURCHASE ORDER (PO)

Setelah suplier sanggup mensuplai produk sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan maka akan dilakukan negosiasi untuk mengisi item-item yang terdapat dalam
Puchase Order (PO), seperti harga satuan, cara penyerahan dan jangka waktu
penyerahan.

Puchase Order merupakan salah satu dokumen yang digunakan dalam traksaksi jual beli,
yang digunakan sebagai bukti permintaan barang atau perintah kerja kepada suplier/pihak
ketiga. Item-item yang terdapat dalam Puchase Order (PO) di Pama Persada adalah:

- Tanggal, bulan dan waktu diadakannya perjanjian jual beli


- Nama dan alamat jelas penjual dan pembeli
- Jenis, tipe dan merk barang/service yang ditransaksikan
- Jumlah barang/pekerjaan
- Harga satuan/borongan
- Jumlah yang harus dibayarkan
- Cara pembayaran
- Cara Penyerahan dan jangka waktu penyerahan
- Tanda tangan pembeli

Pada dasarnya item-item yang ada dalam Puchase Order (PO) akan menentukan
beberapa spesifikasi, seperti :

1. Quality specifications
Menentukan bagaimana qualitas dari produk yang dikirimkan oleh suplier, apakah
telah memenuhi aturan dan standar produk
2. Logistic specifications
Menentukan berapa quantitas yang diinginkan dan kapan akan diperlukan
3. Maintenance specification
Menentukan bagaimana maintenance atau service yang diberikan oleh suplier setelah
dilakukan transaksi jual-beli (after sales)
4. Legal and environment requirement
Menetukan produk berikut prosesnya agar sesuai dengan peraturan tentang
kesehatan, keamanan dan lingkungan
5. Target budget
Menentukan batasan finansial dari suatu solusi yang harus dilakukan oleh suplier
untuk mengatasi permasalahan yang timbul
MONITORING SKILL
Monitoring skill adalah ketrampilan untuk mendeteksi penyimpangan-penyimpangan dari
target, guna menjamin bahwa order dapat terselenggara dengan baik., yaitu: tidak ada
kesalahan order, mendapatkan harga yang baik, tepat waktu, tepat kualitas, tepat
kuantitas, aman. Dalam modul 2 ini akan membahas beberapa hal berikut:

1. Memonitor order, yaitu memonitor ketepatan dan kemajuan pekerjaan.


2. Pengetahuan tambahan yang diperlukan dalam memonitor.

MONITORING ORDER

Jika kita melihat ulang proses order, maka kita dapat gambarkan ulang sebagai berikut.
Lihat bagian gambar 1 dibawah ini yang dinyatakan dengan garis putus-putus.
Berdasarkan proses order ini, maka lingkup monitoring order adalah sebagai berikut:

RO Buy RO Store

1. Monitoring Analisis Supplier

List of Analisis
Supplier 2. Monitoring Request For Quotation

Request For
Requisition Supplier
3. Monitoring Purchase Order

Evaluasi & Pem- Quotation


buatan PO

PO Supplier 4. Monitoring Penerimaan PO oleh


Supplier

Delivery oleh 5. Monitoring Delivery


Supplier

Gambar 1. Monitoring Order.

Keterangan:

1. Monitoring Analisis Supplier.


Monitoring pada saat awal adalah, untuk mengetahui dan memastikan apakah supplier
yang dilibatkan dalam pemenuhan (supply) PR dan RO Buy ini memenuhi kapabilitas,
baik dalam segi: harga, jenis dan jumlah, kualitas, delivery time dan keamanannya.
2. Monitoring Request For Quotation.
Monitoring berikutnya adalah untuk mengetahui dan memastikan bahwa:
- spesifikasi yang ada di request for quotation sama dengan spesifikasi yang ada di
purchase requisition atau di RO buy.
- supplier yang dituju adalah cocok sebagaimana dimaksudkan di dalam butir 1
diatas.
3. Monitoring Purchase Order.
Monitoring purchase order adalah untuk mengetahui dan memastikan bahwa:
- spesifikasi di PO adalah sama dengan spesifikasi yang ada di request for quatation
dan sama dengan spesifikasi yang ada di purchase requisition dan RO buy.
- Telah diisi lengkap dan ditandatangani.
- Telah dikirim kepada supplier.
4. Monitoring Penerimaan PO Oleh Supplier.
Monitoring penerimaan PO oleh supplier adalah untuk mengetahui dan memastikan
bahwa PO sudah diterima lengkap oleh supplier dan tanpa kekurangan atau ketidak
jelasan dalam isi PO tersebut. Ini dapat dilakukan melalui telepon atau kiriman fax
kembali.
5. Monitoring Delivery.
Monitoring delivery adalah untuk mengetahui dan memastikan:
- Tahap proses deliverynya seperti apa?
- Progress (kemajuan) proses deliverynya sampai dimana.
Kelima jenis monitoring diatas tersebut adalah untuk memastikan apakah barang/jasa
yang dibutuhkan dapat diterima pada waktu dibutuhkannya.

6. PENGETAHUAN TAMBAHAN

Berikut adalah pengetahuan tambahan yang diperlukan dalam membangun ketrampilan


monitoring.

1. Mengkonfirmasi Request

Bagian pembelian sebelum melakukan order kepada suplier perlu melakukan konfirmasi
terlebih dahulu kepada bagian/departemen yang mengajukan permintaan barang
(konfirmasi secara internal dengan suatu bagian dalam satu perusahaan).
Beberapa hal yang perlu dikonfirmasikan kepada departemen yang bersangkutan antara
lain:
− Jenis barang/service yang diminta (what)
− Tujuan penggunaan dari barang/service yang diminta (why)
− Jumlah yang diminta (how many)
− Kapan akan digunakan (when)
− Lokasi penggunaan (where)

Informasi tersebut akan digunakan sebagai input pada proses pemeriksaan (validation
requirement). Informasi tersebut akan diperiksa kewajarannya untuk menentukan
apakah request tersebut akan dipenuhi atau tidak, bisa karena lead time, jumlah dan
sebagainya. Sedangkan penjelasan tentang proses pemeriksaan order akan dijelaskan
pada bab selanjutnya.

Proses memeriksa request merupakan:


− Proses yang dilakukan setelah proses konfirmasi request
− Proses memeriksa request ini dilakukan untuk memastikan apakah request
tersebut merupakan sesuatu yang wajar (Dilihat dari segi what, why, how many,
when, where).
− Dilakukan untuk menghindari Purchase Requisition langsung menjadi Purchase
Order

Setelah request tersebut dinilai wajar maka request tersebut akan disetujui (approve)
oleh seseorang yang mempunyai wewenang.

Untuk memenuhi request tesebut (proses pengadaan), maka harus dilakukan


pengecekan terlebih dahulu pada stock yang dimiliki. Jika memang barang yang
diminta masih memiliki stock maka stock tersebut akan digunakan untuk memenuhi
request. Tapi jika ternyata tidak memiliki stock, maka akan dilakukan proses ordering
kepada suplier.

2. Konfirmasi Request For Quotation

Proses pengeluaran request for quotation untuk suatu suplier tertentu merupakan
proses konfirmasi dari pembeli kepada suplier. Beberapa hal yang ingin
dikonfirmasikan oleh pembeli kepada suplier melalui request for quotation adalah:

− Jenis produk
− Harga
− Jumlah
− Waktu penyerahan
− Lokasi penyerahan
− Cara pembayaran

Proses konfirmasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui:
− Telepon
− Email
− Meminta suplier menandatangani request for quotation yang telah diterima dan
mengirimkan kembali copy-nya melalui fax atau pos (biasanya lembaran P/O terdiri
beberapa copy untuk keperluan distribusi)

3. Memeriksa Purchase Order (PO)

PO yang telah dikirimkan kepada suplier harus dipastikan bahwa suplier telah
menerima PO karena PO akan berfungsi sebagai instruksi kerja buyer kepada suplier.
Setelah PO tersebut diterima maka sebaiknya dipastikan bahwa suplier sanggup
mengirim barang yang diminta tepat waktu dan tepat jumlah. Walaupun pada awal
negosiasi, suplier telah berjanji untuk memenuhi ketentuan PO.

Dengan informasi tentang waktu yang diperlukan untuk memproses dan mengirimkan
barang tersebut maka kita dapat mengetahui apakah barang yang direquest akan tiba
tepat waktu sesuai permintaan.

Waktu Proses + Waktu Pengiriman ≅ Waktu Pemakaian

, terdapat dua cara pengiriman order yaitu cara tradisional dan modern. Keduanya
mempunyai kelemahan yang dapat menyebabkan informasi order tersebut tidak
diterima oleh suplier.
Apapun cara yang digunakan untuk mengirimkan purchase order (cara tradisional atau
modern), pihak pembeli harus tetap mengkonfirmasikan order untuk memastikan
bahwa suplier telah menerima order tersebut. Sebab purchase order yang terlambat
diterima oleh suplier akan berdampak pada mundurnya jadwal produksi produk
tersebut sehingga kemungkinan akan menyebabkan keterlambatan pengiriman.
Proses konfirmasi order tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
melalui:
− Telepon
− Email
− Meminta suplier menandatangani request for quotation yang telah diterima dan
mengirimkan kembali copy-nya melalui fax atau pos (biasanya lembaran PO terdiri
beberapa copy untuk keperluan distribusi)
Setelah diperoleh konfirmasi bahwa PO telah diterima oleh suplier maka dapat
dipastikan bahwa:
− Order tersebut telah dimasukkan dalam rencana produksi internal suplier
− Suplier telah setuju memasok barang sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam P/O

Proses monitoring ini berguna untuk memastikan bahwa suplier akan mengirimkan
order tepat waktu, tepat kualitas, tepat barang sesuai dengan permintaan pembeli. Jika
terjadi beberapa masalah yang berkaitan dengan order tersebut, maka pembeli cepat
mengetahuinya. Sehingga pembeli dapat segera mengambil tindakan yang dirasa
perlu untuk mengatasi dampak yang diakibatkan dari keterlambatan pengiriman.

Cara yang dapat dilakukan untuk memonitor order:


− Memonitor dengan menggunakan telepon untuk mendapatkan informasi dengan
segera
− Melakukan kunjungan ke lokasi suplier untuk melihat langsung fasilitas dan
kapasitas suplier
− Menggunakan form tertentu untuk mendapatkan jadwal produksi dan jadwal
pengiriman
− Menggunakan sistem jaringan yang memungkinkan pembeli memonitor jumlah
stok yang dialokasikan oleh suplier

Beberapa hal yang harus dipastikan oleh buyer antara lain :


− Kapasitas dari suplier untuk memenuhi order
− Ketersediaan bahan baku yang akan digunakan untuk memproduksi order
− Kemungkinan permasalahan yang timbul pada proses produksi
− Waktu yang diperlukan untuk melakukan proses produksi
− Waktu yang diperlukan untuk mengirimkan produk tesebut

Beberapa hal tersebut perlu dipastikan karena berpotensi menyebabkan


keterlambatan pengiriman pesanan.

4. Memonitor Proses Pengiriman

Pada saat barang yang diorder telah tersedia dan siap untuk dikirim oleh suplier maka
suplier akan menginformasikan perihal pengiriman tersebut kepada pembeli. Hal
tersebut perlu dilakukan apalagi jika barang yang dikirim memiliki ukuran yang cukup
besar. Sehingga pada saat barang tersebut tiba di lokasi pembeli, pembeli mempunyai
cukup ruang untuk memuat barang tersebut.

Pada saat barang tersebut diserahkan kepada pembeli perlu dipastikan bahwa barang
tersebut sesuai dengan jenis dan jumlah yang dipesan. Untuk itu perlu dilakukan
proses pemeriksaan oleh Quality Control. Jika ternyata terdapat perbedaan antara
barang yang diorder dengan barang yang diterima (baik dari segi jenis, kualitas
maupun jumlahnya) maka pembeli segera mengkonfirmasikan dengan suplier.

Pembeli akan mengembalikan barang tersebut dengan disertai beberapa laporan


discrepancy yang dibuat oleh bagian Receiving atau Quality Control. Dan selanjutnya
untuk mencegah timbulnya masalah lain yang diakibatkan kesalahan tersebut maka
pembeli sebaiknya segera minta dikirimkan replacement untuk mengganti quantity
yang rusak atau hilang.

-o0o-
SUPPLIER RELATIONSHIP
PENGANTAR

Secara sederhana, rangkaian bisnis setidaknya terdiri dari tiga pokok, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

Supplier Pama Customer

Dari gambar ini tampak bahwa end goal (tujuan akhir) dari bisnis adalah customer.
Contohnya adalah kalau customer puas, dia akan melanjutkan membeli barang kita, dan
untuk memproduksi barang tersebut kita membutuhkan supplier, sehingga kita dan
supplier dapat hidup, berlaku sebaliknya.

Supplier Relationship akan membicarakan tentang bagaimana menjaga rangkaian bisnis


agar berjalan seterusnya, khususnya dalam hubungan antara perusahaan dengan
supplier.

SUPPLIER

Siapa Supplier?

Secara umum supplier adalah pihak-pihak yang memberikan masukan (input) untuk
kemudian dipakai sebagai bahan (bahan baku, bahan pembantu atau bahan penunjang)
yang diproses/diolah menjadi keluaran (output). Masukan atau keluaran ini dapat
berbentuk barang atau jasa. supplier tidak harus pihak luar perusahaan tapi dapat dari
internal perusahaan, misalnya; Departement Logistic adalah suppliernya Department
Produksi, karena Department Logistic mengadakan barang dan menyampaikannya untuk
diolah oleh Department Produksi. Dalam pembahasan ini kita akan menyoroti supplier
sebagai pihak eksternal perusahaan terlebih dahulu.

Gambar 1. Kedudukan Supplier Ke Perusahaan

Supplier ini umumnya adalah badan-badan usaha, yang dapat memberikan satu service
(single service) saja, misalnya supplier spare parts saja, supplier ban saja dan
sebagainya. Bisa juga supplier tersebut memberikan lebih dari satu service (multiple
service) misalnya; supplier mesin dan spare parts, supplier oli, grease, ban dan lain-lain.
Disamping itu terdapat supplier yang menyediakan integrated services misalnya
subcontractor blasting. Supplier ini menyediakan service berupa; pengeboran, penyediaan
bahan peledak termasuk pemasangan dan peledakannya.
Input Proses Output

Manpower
- pegawai kontrak
- pegawai

Machine & Spare parts


- production eqp
- supporting eqp
- administration eqp
- general eqp
- dsb

Material & Energy


- explosion material
- oil, fuel, grease
- tyre
- alat tulis kantor
- listrik, air, telepon Mining
- general materials PAMA Construction
- dsb Services

Money
- modal
- pinjaman

Method & Information


- design engineering
- system management
- training
- dsb

Others
- kombinasi faktor-faktor
di atas (subcon)

Suppliers Perusahaan Customers

Mengapa Supplier Penting?

Ambil contoh kedudukan supplier seperti pada gambar 1 diatas. Bayangkan tidak ada
supplier mesin dan spare parts. Dapatkah Pama memberikan ‘Mining Construction
Service?’

Jadi supplier ini sangat penting bagi perusahaan karena supplier adalah bagian dari organ
perusahaan yang menentukan apakah perusahaan tersebut dapat-tidaknya dalam
memberikan pelayanan (products atau service) kepada customernya, dan ini akan
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.

Bagaimana Menyikapi Supplier?

Persoalan bagi perusahaan tidaklah cukup mengatakan bahwa supplier itu penting!, tetapi
termasuk bagaimana supplier tersebut bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Utamanya, penyikapan ini adalah:
1. Mengajak supplier bersikap bahwa yang dia hadapi bukan hanya perusahaan saja
(misalnya PAMA) tetapi juga customer perusahaan dari perusahaan ini (misalnya
customer PAMA) sehingga proses berpikir supplier haruslah sama dengan proses
berpikir perusahaan.
2. Memberikan manfaat kepada supplier yang sifatnya win-win. Kalau perusahaan
untung, supplier diberikan keuntungan juga. Jangan sampai salah satu pihak saja yang
untung. Kalau ini terjadi maka hubungan akan putus, dan tidak satupun dapat
mengambil manfaat darinya.
3. Mengajak supplier untuk bersama-sama perusahaan untuk selalu memperbaiki
pelayanan.

SUPPLIER RELATIONSHIP

Artinya customers mendapatkan pelayanan (product dan/atau service) lebih baik dengan
harga lebih murah, dan oleh karenanya perusahaan akan mendapatkan order terus (dan
mendapatkan keuntungan yang wajar) dari customer, dan pada gilirannya supplier akan
mendapatkan order yang memberikan keuntungan (yang wajar) dari perusahaan. Dalam
bahasa umum pengelolaan ini disebut dengan Supplier Relationship Management.

Supplier Relationship Management (SRM)

Untuk memahami SRM, kita tidak dapat terlepas dari fungsi-fungsi manajemen secara
umum, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Uraian
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan. Pada tahap perencanaan, supplier dan perusahaan melaksanakan
perencanaan secara bersama. Untuk membahas bagaimana memberikan palayanan
terbaik kepada customers. Pelayanan terbaik ini (bagi PAMA) tentu mengacu kepada 5
kriteria berikut; mutu (Q=Quality), harga (C=Cost), kecepatan (D=Delivery Time), aman
(S=Safety) dan etis (M=Morale).
Dari perencanaan bersama ini maka akan dapat dirumuskan lingkup dari pekerjaan
masing-masing (supplier dan perusahaan), dan secara terpadu dalam melayani
customers perusahaan.
Termasuk dalam lingkup ini adalah:
- Disain produk, kualitas dan jumlahnya
- Kerangka waktu penyediaannya (delivery)
- Tingkat harga kompetitifnya
- Tingkat keamanan penyiapan dan pemakaiannya
2. Pengorganisasian. Pada tahap ini secara bersama-sama antara supplier dan
perusahaan (bahkan jika perlu customers) memobillisasikan sumber daya-sumber
daya yang dimilikinya untuk menyajikan layanan masukan dari supplier kepada
perusahaan. Sebagai contoh misalnya;
Supplier membutuhkan pinjaman dari bank untuk pengadaan bahan-bahan/alat-
alat yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan dari perusahaan. Bank
biasanya akan meminta bukti bahwa supplier tersebut memang mendapat
pekerjaan dari perusahaan. Untuk itu perusahaan dapat menerbitkan kontrak
dengan supplier untuk pekerjaan tersebut, bahkan dalam kasus-kasus tertentu
perusahaan akan menerbitkan Letter of Credit (L/C) untuk menjamin adanya
pekerjaan tersebut.
3. Pelaksanaan. Pada tahap ini supplier daan perusahaan sesuai dengan perannya
masing-masing berkontribusi terhadap pelaksanaan supply. Sebagai contoh misalnya:
Dalam kegiatan supply equipment (mesin besar) misalnya bulldozer, supplier
hanya bertanggung jawab mengadakan bulldozer (kondisi CKD) sampai
pelabuhan Tanjung Priok, serta mekanik yang memasang dan menguji cobakan.
Pekerjaan selebihnya; pengiriman ke job site, penyediaan crane dan free adalah
perusahaan.
Pada kasus ini pelaksanaan supply harus dikoordinasi secara bersama-sama
4. Pengendalian. Pada tahap ini supplier dan perusahaan secara bersama-sama
mengendalikan setiap tahap pelaksanaan supply agar tidak terjadi penyimpangan.

Supply Chain Management (SCM)

a. Chain 1: Suppliers
Jaringan bermula dari sini, dimana merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan bermulai. Sumber pertama ini
dinamakan ‘suppliers’. Dalam artinya yang murni, disini termasuk juga suppliers-
suppliers atau sub-suppliers. Suppliers ini dapat berjumlah banyak atau sedikit, tetapi
suppliers biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai yang pertama.

b. Chain 1 – 2: Supplier  Manufacturer


Rantai pertama dihubungkan dengan rantai ke dua yaitu ‘manufacturer’ atau plants
atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat,
memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversikan ataupun menyelesaikan
barang (finishing). Antara 40% sampai 60% bahkan lebih penghematan dapat
diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep
supplier partnering misalnya, penghematan ini dapat diperoleh.

c. Chain 1 – 2 – 3: Supplier  Manufacturer  Distribution


Barang yang sudah jadi yang sudah dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus
disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran
barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh
oleh sebagian besar supply chain.

d. Chain 1 – 2 – 3 – 4: Supplier  Manufacturer  Distribution  Retail Outlets


Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga
menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum
disalurkan lagi ke pihak pengecer.

e. Chain 1 – 2 – 3 – 4 – 5: Supplier  Manufacturer  Distribution  Retail


Outlets  Customers
Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung
kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Dalam
pengertian outlets ini termasuk toko, warung, departement store, super market, toko
koperasi, mal, club store dan sebagainya.

LOGISTIC MANAGEMENT

Logistic Management dan Supply Chain Management

Di atas secara sepintas lalu telah dijelaskan perbedaan antara logistics management dan
supply chain management. Di bawah ini mungkin ada baiknya untuk dijelaskan secara
lebih rinci lagi baik mengenai persamaannya maupun perbedaannya.

Persamaannya dapat disebutkan antara lain adalah:


- Keduanya menyangkut mengenai pengelolaan arus barang atau jasa
- Keduanya menyangkut pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan, penyimpanan,
pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang.
- Keduanya menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan barang.
Disamping persamaan tersebut, ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya
yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

Logistic Management Supply Chain Management


a. Mengutamakan pengelolaan termasuk arus c. Mengutamakan arus barang antar
barang dalam perusahaan. perusahaan, sejak paling hulu sampai paling
hilir.

b. Berorientasi pada perencanaan dan d. Atas dasar kerangka kerja ini mengusahakan
kerangka kerja yang menghasilkan rencana hubungan dan koordinasi antar proses dari
tunggal arus barang dan informasi di seluruh perusahaan-perusahaan lain dalam ‘business
perusahaan. pipelines’ mulai dari supplier sampai kepada
pelanggan.

Oleh karena itu, logistic management secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Logistics is process of strategically managing the procurement, movement and


storage of materials, parts and finished inventory (and the related information
flows) through the organization and its marketing channels in such a way that
current and future profitability are maximized through the cost-effective fulfillment
of order”
(Martin
Chistopher)

Sedangkan definisi dari supply chain management adalah kurang lebih sebagai berikut:

“Supply Chain Management is the management of upstream and downstream


relationship with supplier and customers to deliver superior customer value at
less cost to the supply chain as a whole”
(Martin
Christopher)

Karena seperti dijelaskan dan digambarkan di atas bahwa pada hakekatnya suatu supply
chain adalah juga suatu jaringan maka dalam mengembangkan ide ini, supply chain juga
didefinisikan sebagai berikut:

“Supply Chain is a network of connected and interdependent organizations mutually and


co-operatively working together to control, manage and improve the flow of materials
and information from supplier to end users”
(source: J.
Aitken)

Logistic Sebagai Sumber Competitive Advantage

Definisi logistik oleh Council of Logistics Management (CLM) adalah suatu proses yang
merencanakan, mengimplementasikan, dan mengkontrol aliran barang dan jasa yang
efisien dan efektif berikut proses penyimpanannya dari mulai titik awal sampai titik dimana
barang dan jasa tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Oleh
pengarang lain, logistik didefinisikan sebagai suatu proses yang mendesign,
mengoperasikan secara fisik, manajemen, menyediakan informasi yang sistematis agar
barang tersebut dapat diterima tepat waktu dan tersedia tempat. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa logistik adalah suatu bagian yang merencanakan dan mengontrol
semua faktor yang mempunyai pengaruh dalam mendapatkan produk yang tepat sesuai
dengan kebutuhan, waktu yang ditentukan pada biaya yang optimal.
Manajemen logistik penting, tidak hanya untuk perusahaan manufacturing dan assembly
yang berorientasi pada produk, tapi juga untuk perusahaan yang bergerak di bidang retail,
transportasi, distribusi ataupun industri yang berorientasi pada jasa. Dengan semakin
meningkatnya kompetisi di pasar global maka manajemen logistik merupakan salah satu
sumber competitive advantage. Karena sebagian terbesar komponen biaya-biaya yang
dikeluarkan bersumber dari bahan atau material yang diperoleh supplier. Masukan-
masukan (input) dalam merencanakan dan mengontrol faktor-faktor untuk mendapatkan
masukan ini memberikan kerugian yang sangat besar seperti, misalnya; over-under stock,
barang defect/salah, barang lambat produksi dan sebagainya. Sebaliknya akan
memberikan penghematan yang sangat besar. Itulah yang dilaksankan dalam logistic
management.

Competitive Advantage sebagaimana dimaksud diatas, secara umum dapat disebut


sebagai mendukung value advantage dan productivity.

1. Mendukung value advantage


- Mencari jenis dan tingkat layanan yang dikehendaki oleh para konsumen.
- Menciptakan dan mengembangkan tailored services yang lebih unggul berdasarkan
kehendak konsumen tersebut.
- Khusus di bidang logistik, layanan dapat berupa penyediaan barang setiap kali
diperlukan, delivery time yang cepat sesuai pesanan, penyediaan transpor yang
handal dan sebagainya (reliability dan responsiveness).

2. Mendukung productivity advantage


- Mengurangi inventory sampai tingkat yang direncanakan (asset turnover).
- Menggunakan kapasitas yang ada semaksimal mungkin (capacity utilization).
- Melakukan perencanaan bersama dengan semua mata rantai yang ada mengenai
inventory.
- Perencanaan ini meliputi juga antara fungsi procurement, inventory control,
manufacturing dan distribution.
- Mengoptimalkan harga pembelian barang

Strategi Aliansi Dalam Logistic

Dalam usaha memenuhi kebutuhan customer, perusahaan harus bekerjasama dengan


pihak supplier. Perusahaan akan berusaha untuk meluangkan waktu dan usahanya untuk
menjalin kerjasama yang kuat dengan supplier inti. Dalam beberapa kasus banyak
perusahaan menyadari bahwa untuk mengembangkan supply chain relationship akan
menyebabkan berbagi rahasia perusahaan, investasi aset untuk mengembangkan suatu
project dan usaha perbaikan bersama. Cara kerjasama seperti ini sering disebut dengan
‘strategi aliansi’. Strategi aliansi merupakan suatu proses dimana pihak yang terkait akan
berpartisipasi untuk melakukan perubahan dalam dasar praktek bisnis untuk mengurangi
risiko duplikasi dan pemborosan dalam memfasilitasi peningkatan kinerja termasuk kinerja
supply chain. Bagian ini akan memberikan petunjuk bagaimana mengembangkan,
menerapkan dan menjaga aliansi dalam supply chain.
8.4 Konsep Model Pengembangan Aliansi
Gambar 5 adalah suatu model yang menggambarkan bagaimana perusahaan biasanya
membentuk dan mengembangkan aliansi dalam supply chain management. Pada model
tersebut terdapat dua komponen vertical dan horizontal.

Komponen vertical terdiri dari:


1. Strategic component, yaitu berkaitan dengan strategi untuk mencapai keefektifan
aliansi.
2. Process component, yaitu berkaitan dengan langkah-langkah yang diperlukan untuk
membangun aliansi.
3. Operational component, yaitu berkaitan dengan standar-standar operasional yang
diperlukan.

Komponen horizontal adalah tahapan-tahapan membangun aliansi, terdiri dari:


1. Tahap (1) pemahaman (penyamaan persepsi) tentang aliansi
2. Tahap (2) menuju suatu aliansi
3. Tahap (3) mengkonfirmasi bentuk aliansi
4. Tahap (4) Implementasi-implementasi

STRATEGIC
PROCESS

Establish Initial Expectations Need Establish Search Criteria


Awareness

Establish Secondary Expectations Search Establish Selection Criteria

Determine Expected Effectiveness Selection/


Decision Determine Joint Operating Standards

Implementation/
Evaluate Perceived Effectiveness Evaluate Operating Standards
Administration

Assessmen
t
• Sustain

Gambar 5. General Aliance Development Model

8.5 Tahap-tahap Membangun Aliansi

1. Tahap Pemahaman (Penyamaan Persepsi) tentang Aliansi


Aliansi berarti adalah kerja bersama secara terbuka dengan pihak lain. Artinya ada bagian-
bagian dari sistem perusahaan yang terpaksa harus dibuka terhadap mitra aliansi, agar
proses kerja aliansi dapat berjalan dengan baik dan sehat.

Contoh: Jika kita beraliansi dengan supplier agar mereka secara otomatis mengirimkan
bahan sesuai dengan kebutuhan kita, maka kita harus membuka sistem perencanaan
kebutuhan bahan.
Kondisi ini disatu sisi menyebabkan pihak luar, mitra aliansi, menjadi mengetahui sebagian
dari sistem kita. Padahal sistem tersebut adalah bagian dari kompetensi yang kita bangun.
Bagaimana kalau misalnya dicuri?

Disisi lain, aliansi ini memang dimaksudkan untuk mendapatkan sinergi dari masing-
masing pihak yang beraliansi, dengan cara mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi
jika sebagai pihak-pihak yang terpisah satu dengan lainnya.
Melihat kondisi-kondisi tersebut maka satu persyaratan mutlak agar aliansi berjalan
dengan baik adalah ‘TRUST’, saling mempercayai.

Pada tabel 1 berikut disampaikan perbedaan-perbedaan tujuan:

Tabel 1. Tujuan Aliansi Dari Sudut Pandang Customer Dan Supplier

Pandangan Customer Pandangan Supplier


• Meningkatkan inbound operations • Meningkatkan jumlah penjualan
• Mengurangi biaya • Meningkatkan kesetiaan kepada customer.
• Mengurangi inventori • Menyediakan nilai tambah dalam pelayanan
• Meningkatkan kualitas • Meningkatkan biaya untuk berpindah ke produk lain
• Mengurangi lead time (switching cost)
• Menstabilkan persediaan dan harga • Mengurangi biaya
• Meningkatkan penggunaan teknologi dan keahlian • Menambah keuntungan
supplier • Mengurangi inventori
• Konsep singkat untuk memasarkan produk yang • Meningkatkan perputaran
sedang dikembangkan • Produk yang lebih baru
• Meningkatkan volume penjualan • Mengurangi biaya pengiriman
• Meningkatkan persediaan • Menyediakan produk yang sesuai
• Meningkatkan pembaharuan • Konfigurasi
• Mengurangi kerusakan • Meningkatkan nilai customer
• Inovasi produk baru • Meningkatkan jumlah pertumbuhan pangsa pasar
• Rendahnya biaya inventori • Mengatur variasi dalam operasional
• Keakuratan invoice • Menyediakan nilai tambah dalam pelayanan
• Meningkatkan promosi dan harga • Menambah keuntungan
• Meningkatkan pelayanan konsumen • Membina hubungan yang lebih dekat dengan
• Meningkatkan komitmen terhadap pesanan industri yang lebih maju
• Meningkatkan koordinasi antara operasi transportasi • Memuaskan customer
dan penyedian barang. • Memastikan posisi persaingan di masa akan
• Mengurangi hambatan dasar antar anggota. datang
• Pemecahan pengurangan biaya
• Pemecahan pengembangan pelayanan
• Meningkatkan warehousing dan distribusi
produktivitas tenaga kerja dan penggunaan ruang
• Mempertahankan fleksibilitas pada barang yang
disediakan
• Mencapai keuntungan konsolidasi
• Membentuk dukungan bagi industri dan memperluas
inisiatif dalam supply chain

2. Tahap Menuju Suatu Aliansi

Setelah masing-masing pihak paham akan maksud dan tujuan aliansi, mereka
meningkatkan upaya untuk membangun ‘TRUST’, rasa saling percaya, diantaranya.
Mereka akan lebih mendalam menganalisis kompetensi-kompetensi mitra/partnernya.
Mereka mencari hal-hal mana yang bisa saling melengkapi dan hal-hal yang bisa
disinergikan. Termasuk juga menganalisis hal-hal yang sebaiknya/seharusnya dihilangkan.
Beberapa informasi yang diperlukan diantaranya menyangkut (dan bersumber dari):
• Informasi profil perusahaan
• Kemampuan manajemen
• Kemampuan pribadi-pribadi
• Filosophy perusahaan
• Visi, misi, tujuan, strategi perusahaan
• Kondisi keuangan perusahaan dan sebagainya

Dalam tahap ini banyak dilakukan pembicaraan-pembicaraan, negosiasi-negosiasi untuk


menentukan bentuk aliansi yang terbaik, serta kontribusi masing-masing pihak, walaupun
tidak mungkin untuk mendapatkan informasi kemampuan potensial partner untuk semua
hal tersebut. Informasi yang didapatkan selama tahap analisis dan evaluasi akan
membantu menentukan potensi kesuksesan dan dapat menyoroti masalah-masalah yang
berpotensi didalam supply chain relationship.

3. Tahap Mengkonfirmasi Bentuk Aliansi

Setelah mengevaluasi partner supply chain dengan menggunakan kriteria seperti yang
digambarkan sebelumnya, maka perusahaan dapat mempersempit kelompok kecil
supplier menjadi sebuah finalis yang dianggap paling menjanjikan sebagai potensial
aliansi yang sukses. Selanjutnya dilakukan pendekatan pada partner yang dipilih, dimana
kedua pihak berkomitmen untuk membentuk aliansi. Komitmen dapat dikomunikasikan
melalui persetujuan verbal atau kontrak formal yang tertulis.

Sebagai tambahan dalam penulisan kontrak, kedua belah pihak harus menentukan
standar efektif yang diharapkan dari aliansi. Harus ditentukan sejumlah kriteria yang
spesifik dalam mengelola hubungan yang ada untuk digunakan dalam menyelesaikan
beberapa masalah yang diperkirakan akan berkembang. Beberapa faktor yang harus
dikelola antara lain:
- Bagaimana mengelola hubungan yang ada dan pada kondisi yang bagaimana aliansi
harus diakhiri?
- Bagaimana mengelola kekuatan yang tidak seimbang jika salah satu pihak mempunyai
kekuatan lebih daripada pihak yang lainnya dalam suatu hubungan?
- Bagaimana mengelola ketidakseimbangan ketika partner aliansi gagal menyediakan
dukungan manajerial yang seimbang?
- Bagaimana mengelola konflik ketika perilaku seorang anggota supply chain
menimbulkan kerugian, menghalangi sehingga menimbulkan biaya bagi partner lain?
- Bagaimana membagi keuntungan bersih secara bersama, dimana dibutuhkan biaya
untuk mengembangkan dan mengelola aliansi sehingga menghasilkan keuntungan
yang diperoleh untuk masing-masing pihak?
- Bagaimana mengembangkan keserasian antara kedua belah pihak, dimana dilakukan
pengembangan rencana yang sesuai dengan tipe manajemen dan kebudayaan
perusahaan. Membangun kepercayaan merupakan hal yang penting dalam tahap ini.

Kadang partner aliansi tidak mempunyai gambaran yang detail dan spesifik pada semua
area, sehingga penting bagi kedua belah pihak untuk mengembangkan saling pengertian
dan mengelola secara strategis aliansi yang dibentuk agar tujuan dapat dicapai. Saling
pengertian termasuk pengertian terhadap beberapa masalah yang menyebabkan
keterbatasan efektivitas suatu aliansi. Contohnya suatu partner harus menilai potensi
ketidakseimbangan kekuatan dan ketidakseimbangan manajerial agar dapat diatasi dan
mengetahui kemungkinan partner lain memberikan waktu dan usaha yang lebih besar
untuk aliansi.

Untuk memperoleh kesepakatan dalam hal keefektifan, maka pihak-pihak dalam aliansi
harus mencari kesepakatan mengenai sejumlah standar operasi bersama yang spesifik.
Standar operasi tersebut mengacu pada detail aktual mekanisme yang sering terjadi
dalam bisnis sehari-hari. Beberapa detail spesifik yang harus diperhatikan dalam proses
pengembangan hubungan adalah:
- Prosedur apa yang akan ditetapkan, sehingga semua partner dalam aliansi
mengetahui secara pasti peranan dan tanggungjawab dalam rangka mengurangi
duplikasi usaha dan sebagai bahan pertanggung jawaban. Hal ini termasuk peristiwa
yang tidak diharapkan, prosedur emergensi, ketentuan prosedur yang pasti sehingga
dapat mengurangi pertanyaan dan kesalahpahaman terhadap peranan dan tanggung
jawab masing-masing partner.
- Bagaimana mengukur, menentukan dan menghitung kinerja operasional partner?
Pengukuran tersebut dilakukan atas dasar ketentuan untuk meningkatkan aktivitas
operasional termasuk keterlibatan dalam mengatasi masalah yang mungkin timbul.
- Tipe informasi yang akan dibagi dan berapa sering transfer informasi tersebut terjadi?
Hal ini mengacu pada hal yang dibutuhkan setiap harinya oleh masing-masing pihak
untuk melakukan operasi yang standar. Banyaknya jumlah informasi yang akan dibagi
tergantung pada tingkat kepercayaan yang ada pada kedua belah pihak.
- Bagaimana respon masing-masing partner terhadap special request dari pihak lain dan
bagaimana peningkatan komunikasi melalui penggunaan teknologi. Respon mengacu
pada kecepatan interaksi antara pihak-pihak yang terlibat dan kemampuan untuk
mengatasi masalah secara cepat dan akurat. Penggunaan teknologi memungkinkan
semua pihak yang terlibat memberikan respon dengan cepat. Teknologi yang
digunakan meliputi EDI (Electronic Data Interchange), sambungan intranet atau fax.

Meskipun investasi sumber daya manusia tidak selalu diperlukan dalam aliansi, tapi
penting bagi partner untuk mendiskusikan investasi seperti itu pada masing-masing proses
dalam tahap ini. Jika investasi tersebut ternyata signifikan maka perlu didiskusikan dengan
partner sehingga diperoleh persetujuan sebelum terjadi komitmen secara finansial.

4. Tahap Implementasi Aliansi

Sekali terjadi persetujuan antara kedua belah pihak, akan tercipta suatu komitmen pada
semua pihak dan dimulainya proses komunikasi yang terbuka. Setelah beberapa waktu
kemudian, akan ditemui kegagalan atau keberhasilan dalam mencapai kinerja yang
diharapkan. Bila terjadi kegagalan, diharapkan lebih disebabkan karena adanya sesuatu
yang sifatnya tidak dapat diprediksi dan tidak disengaja. Untuk menguji apakah hubungan
supply chain telah benar-benar berhasil atau tidak, bukan dengan “Apakah selalu terjadi
hubungan yang sukses” tapi dengan “Bagaimana partner kita mengelola hubungan yang
ada ketika masalah yang tidak didapat dihindari terjadi?”.

Rahasia kunci sukses dalam integrasi supply chain adalah dengan bersama-sama
mencari pemecahan masalah, hal ini dapat terjadi jika masing-masing pihak percaya
bahwa pihak yang lain akan berkomitmen untuk menjaga agar hubungan tetap berjalan.
Melalui proses uji terhadap hubungan akan dihasilkan beberapa prioritas, kelanjutan
pengukuran kinerja, dan selain pertumbuhan integrasi supply chain juga akan dihasilkan
keuntungan diluar dari yang diharapkan semula.

Agar hal tersebut dapat dicapai maka masing-masing pihak harus mengetahui fasilitas-
fasilitas yang dimiliki oleh partner dengan melakukan kunjungan, sehingga dikembangkan
pemahaman yang lebih baik terhadap operasi partner. Dari kunjungan tersebut
memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mengelola perubahan yang mungkin
terjadi dalam hubungan aliansi dan memfasilitasi pengembangan hubungan yang lebih
personal dengan contact person dari masing-masing partner.

Telah disebutkan diawal, penelitian menunjukkan bahwa aliansi menemukan hambatan


utama dalam implementasi aliansi adalah ketidakmampuan untuk meninggalkan
tradisional strategi dan praktek operasional. Hal ini termasuk kekuatiran jika perubahan
organisasi dan personal yang terjadi tidak sesuai dengan sistem bisnis yang telah ada dan
ketidakmampuan untuk meyakinkan sumber daya yang ada agar tetap berkomitmen pada
awal pembentukkan aliansi disampaikan.

Untuk mencegah kemungkinan berakhirnya aliansi maka diperlukan mekanisme feedback


terus-menerus sepanjang waktu untuk memastikan bahwa hubungan yang ada selalu
berjalan dengan baik. Di awal implementasi aliansi, partner mengevaluasi aspek strategis
dari aliansi kemudian dibandingkan dengan efektifitas yang diharapkan, dan juga
dilakukan evaluasi terhadap aspek operasional untuk menentukan kekuatan masing-
masing pihak sehingga dapat ditentukan standar operasional. Perbandingan ini
merupakan penilaian formal yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

Diharapkan perbandingan yang dilakukan menghasilkan hasil yang positif terhadap


strategi dan dimensi operasional seperti hasil dibawah ini:
- Hasil dari penilaian menunjukkan adanya keefektifan aliansi dan ketaatan dalam
standar operasi.
- Melakukan perbaikan tujuan strategi dan standar operasional berdasarkan kondisi
persaingan dan kebutuhan akan perubahan.
- Menunjukkan sistem aliansi yang permanen yang merupakan kelanjutan setelah
dilakukan penilaian.
- Menyetujui aliansi yang ada sampai (1) aliansi butuh untuk dimodifikasi atau (2) aliansi
tesebut harus diakhiri karena strategi aliansi tidak efektif lagi dan gagal memenuhi
standar operasional.

Ketika penilaian yang dilakukan menghasilkan hasil yang negatif terhadap strategi dan
dimensi operasional maka sepertinya harus dilakukan modifikasi pada aliansi. Jika hasil
dari modifikasi tersebut sukses, menunjukkan hubungan aliansi yang ada akan
dipertahankan. Tetapi jika modifikasi yang dilakukan tidak berhasil maka akan dilakukan
modifikasi lebih lanjut atau mengakhiri hubungan aliansi. Perlu diingat berakhirnya
hubungan aliansi tidak selalu menandakan adanya kegagalan dalam performance tapi
kemungkinan disebabkan adanya perubahan dalam tujuan strategi pada salah satu atau
kedua belah pihak. Dalam kasus lain tujuan yang ada terlalu simple untuk dicapai
sehingga tidak perlu untuk melanjutkan aliansi. Biasanya hal ini terjadi dalam industri yang
sifatnya dinamis dengan tehnologi dan daur hidup produk yang pendek. Pada modul
selanjutnya akan dibahas komponen penting dalam hubungan supply chain yaitu
kepercayaan (trust) yang menyebabkan hubungan yang terjadi tetap ada dan menjadi
lebih matang.

MEMBANGUN SUPPLIER RELATIONSHIP

9.1 Persyaratan Dasar

Dengan adanya jalinan kerjasama dengan supplier, supplier dari supplier kita, customer
maka dapat dipenuhi kebutuhan utama end customer dan dihasilkan keuntungan untuk
masing-masing pihak yang terlibat. Untuk mewujudkan pelayanan yang terintegrasi dari
hulu ke hilir maka diadopsi dan diimplementasikan strategi supply chain dalam menjalin
hubungan baik dengan supplier maupun customer.

Banyak perusahaan membiarkan supplier mereka berada di luar lingkaran dan


memperlakukan mereka sebagai orang luar. Mereka menganggap suppliernya sebagai
pelayan yang harus memenuhi syarat-syarat mereka seperti yang telah ditetapkan, dan
mereka menyia-nyiakan bakat kreatif suppliernya dengan mengasingkan mereka.
Supplier adalah salah satu mata rantai yang paling kritis bagi keuntungan, bagian pasar,
dan kelangsungan hidup sebagian besar perusahaan. Perusahaan kelas dunia tahu
bahwa mutu produk dan layanan mereka berhubungan langsung dengan mutu supplier
dan produk serta layanan yang mereka berikan.

Suatu perusahaan yang berfokus customer pertama-tama akan bekerja dengan


customernya untuk mendefinisikan kebutuhan mereka dengan lebih baik. Informasi ini,
bersama informasi tentang ekonomi, pesaing, pasar, pembanding (benchmark), teknologi,
dan peraturan pemerintah, disamping gagasan visi dari kepemimpinan organisasi,
digunakan untuk mengembangkan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi. Semua ini
diintegrasikan di seluruh organisasi pada berbagai tingkat melalui pengembangan dan
pengerahan strategi dan tujuan mutu.

Strategi dan tujuan ini dikerahkan pada semua tingkat organisasi dengan mengarahkan
bahwa produk dan layanan yang diberikan ditujukan ke satu arah, yaitu Customer
Satisfaction.

Masalahnya adalah banyak perusahaan percaya. Percaya bahwa dengan melakukan


fungsi di atas, secara otomatis bagian pasar akan meningkat, laba naik, dan perusahaan
dapat bertahan hidup. Mata rantai yang hilang dalam rangkaian ini, seperti diuraikan di
atas, adalah supplier. Bila supplier tidak diintegrasikan secara total dalam rantai ini,
kesempatan untuk sukses secara drastis berkurang. Proses internal tidak dapat diperbaiki
tanpa mengingat efek dari bahan atau layanan yang masuk.

Untuk mendukung hubungan dengan supplier dalam supply chain perlu dirumuskan suatu
visi yang berhubungan dengan pentingnya fungsi logistik dan SCM (Supply Chain
Management) dalam menciptakan nilai bagi customer. Nilai-nilai yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam menyusun suatu visi antara lain:
• Lebih baik (better)
• Lebih cepat (faster)
• Lebih murah (cheaper)
• Lebih aman (safety)
• Lebih bermoral (morale)

Pernyataan visi yang paling jitu adalah apabila visi yang disusun merupakan peta jalan
bagaimana cara untuk menuju pada tiga hal tersebut.
9.2 Lingkup Supplier Relationship

1. Internal Supplier

Kesuksesan dalam supply chain dipengaruhi oleh kesuksesan internal supplier. Bagian
internal supplier terdiri dari berbagai macam divisi dimana posisi suatu divisi dalam
memandang divisi lain, akan sama seperti saat suatu anggota supply chain memandang
anggota supply chain lain.

Pemahaman terhadap proses kerja supplier merupakan hal yang utama dalam
memahami internal supplier. Pemahaman terhadap proses kerja supplier merupakan
pemahaman terhadap fungsi-fungsi dari berbagai divisi yang terlibat dalam kegiatan
supply chain. Masing-masing divisi harus menyadari peranan masing-masing divisi
terhadap supply chain dan pengaruh aktivitas mereka terhadap anggota supply chain yang
lain. Untuk mendukung pemahaman terhadap aktivitas masing-masing divisi supplier,
maka masing-masing divisi perlu mempunyai instruksi yang menjelaskan tentang jenis
kegiatan yang harus dilakukan dan informasi yang diibutuhkan.
2. Eksternal Supplier

Setelah kita memahami internal supplier maka kita perlu memperluas analisa kearah
eksternal supplier. Hal ini diperlukan agar dihasilkan perbaikan dalam hubungan dengan
supplier. Point utama dalam analisa ini adalah organisasi supplier harus memfokuskan usaha
dan waktu mereka dalam mencapai kesuksesan supply chain.

Untuk itu perlu dilakukan seleksi terhadap anggota eksternal supplier. Dalam memilih
anggota eksternal, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
1. Identifikasi terhadap situasi persaingan. Kolaborasi yang terjadi akan terbatas jika
terdapat persaingan dalam hubungan buyer-supplier (Misalnya A adalah supplier B,
tapi A dan B merupakan direct competitor di pasar jenis lain).
2. Seluruh organisasi harus mencapai tujuan yang hampir sama, hal ini tidak berarti
setiap organisasi memiliki kesamaan tujuan tetapi tujuan yang ada di masing-masing
organisasi harus compatible dengan tujuan supply chain.
3. Supplier harus memiliki kemampuan unik, sehingga keterlibatannya dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan dan mencapai kesuksesan
4. Memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan, seperti kriteria:
- Produk dan pelayanan yang diberikan
- Penjualan
- Pangsa pasar
- Biaya
- Kualitas
- Delivery
- Cycle times
- Assets utilized
- Respon
- Pelayanan konsumen

9.3 Membangun Hubungan Saling Mempercayai

Percaya/saling mempercayai bukanlah suatu kejadian yang terjadi begitu saja, terutama
pada tingkat awal dari hubungan supply chain. Partner harus mempercayai tidak hanya
satu orang saja tetapi banyak orang dalam supply chain, dan ini perlu pembuktian-
pembuktian terlebih dahulu.

Rasa percaya bukan pula sesuatu yang mudah diukur atau diidentifikasikan, karena kita
sulit menentukan kriterianya. Kriteria kepercayaan ini sangat bervariasi tergantung pada
situasinya. Anda dapat mempercayai seseorang yang setia dikarenakan dia ‘selalu ada’
untuk anda, atau secara sederhana anda mendapat ‘suatu perasaan integritas’ dengan
dirinya, walaupun anda belum lama mengenal orang itu. Kenyataannya, siapapun
menyadari pentingnya nilai kepercayaan.

Sejumlah penelitian mengatakan bahwa ada beberapa tipe perilaku dapat menimbulkan
rasa saling mempercayai dalam hubungan antar individu, jika kita ingin memahami
bagaimana perusahaan belajar saling mempercayai satu sama lain dalam supply chain,
pertama-tama mereka harus mengerti bagaimana orang dapat mempercayai orang lain,
baik dalam jangka waktu panjang maupun pendek. Sekali kita dapat memahami
‘bagaimana mengembangkan kepercayaan’, selanjutnya kita dapat mulai memahami tipe
tindakan yang dapat menciptakan suatu hubungan yang saling mempercayai dan
menghasilkan keuntungan yang penting melalui integrasi supply chain.
NEGOTIATION SKILL
PENGERTIAN NEGOSIASI

A. Arti Negosiasi

Ada beberapa definisi Negosiasi yang dapat dirumuskan, antara lain sebagai berikut:

“Negosiasi adalah proses untuk menyelesaikan konflik antara beberapa pihak, dimana
semua pihak merubah tuntutannya untuk mencapai pemecahan atau kompromi yang
diterima oleh semua pihak.”

“Negosiasi adalah kegiatan saling menukarkan konsesi untuk mencapai hasil


transaksi yang terbaik dan saling menguntungkan (win-win) bagi pihak-pihak yang
melakukannya.”

“Negotiation is a Process, not an event.”


(Peter L. Grieco Jr)

“Negosiasi bukanlah menyingkirkan perbedaan dan bertemu di tengah, tetapi usaha


yang terbaik melalui pertukaran konsesi untuk menghasilkan hal yang saling
menguntungkan.”

Beberapa kata kunci yang merupakan unsur pokok dari definisi tersebut adalah:
• Ada conflict (perbedaan).
• Ada dua pihak atau lebih.
• Ada process to resolve (pemecahan, kompromi).
• Ada exchange concessions (modify demands).
• Ada achieving compromise (saling menguntungkan, agreement, win-win).

Negosiasi memberikan jalan keluar yang beradab untuk menyelesaikan perbedaan


pendapat atau perselisihan. Jalan keluar yang lain adalah perang. Negosiasi memerlukan
kehendak baik (goodwill) dari dua belah pihak. Kalau tuntutan dari salah satu pihak sangat
tidak masuk akal dan berlebihan, pihak yang lain sangat mungkin menghentikan langkah
negosiasi, dua pihak harus mendapatkan saling keuntungan.

B. Prinsip Negosiasi

Negosiasi yang sukses seharusnya tidak berakhir dengan satu pihak sebagai pihak yang
menang dan satu pihak sebagai pihak yang kalah. Negosiasi adalah proses yang berakhir
dengan saling memuaskan (win/win), atau kedua pihak gagal (lose/lose).

Beberapa prinsip dasar yang perlu diingat dalam melakukan negosiasi adalah antara lain
sebagai berikut:

1. Buatlah persiapan seperlunya sebelum melakukan negosiasi.


a) Persiapan yang dimaksud tidak hanya mental tetapi juga bahan-bahan.
b) Ketahui latar-belakang dari lawan negosiasi.
c) Persiapkan juga taktik.
d) Tetapkan siapa pembicara utama.
e) Persiapkan menghadapi jalan buntu (dead lock).

2. Dapatkan shopping list sebelum melakukan negosiasi.


a) Artinya hal-hal apa saja yang akan dinegosiasi.
b) Termasuk apa tuntutan yang akan diperjuangkan.
3. Dalam permulaan negosiasi, mintalah konsesi lebih banyak (aim high).
a) Kalau konsesi/tuntutan rendah, sulit untuk sedikit mundur.
b) Kalau konsesi/tuntutan tinggi, ada peluang untuk mundur sedikit.

4. Siapkan variabel-variabel yaitu pertukaran konsesi.


a) Kalau harus mundur atau mengalah (give), apa saja yang dapat dilepaskan.
b) Tentukan konsesi apa yang harus dipertahankan.

5. Ketahui keuntungan (plus) dan kerugian (minus) dari semua konsesi dan variabel.
a) Dalam kegiatan negosiasi biasanya terjadi take and give.
b) Dalam hal give, harus mengetahui apa konsekuensi dari itu. Inipun harus
dipersiapkan sejak semula.

6. Usahakan tetap mengendalikan negosisasi (asking more questions than you answer).
a) Artinya jangan sampai berada pada pihak yang dikendalikan.
b) Lebih banyak bertanya daripada ditanya.

7. Hampir semua hal dapat dirundingkan.


a) Oleh karena itu jangan ragu-ragu mengadakan negosiasi.
b) Hampir tidak ada hal yang tidak dapat dinegosiasikan.

8. Semua orang pada dasarnya bersedia untuk berunding.


a) Juga kalau semua orang tersebut mengatakan tidak mau berunding.
b) Semua tergantung dari cara, taktik, dan strategi negosiasi.

9. Jangan memberikan sesuatu tanpa menerima sesuatu. Ini salah satu prinsip yang
utama dalam negosiasi.

10. Usahakan memperoleh lebih dari apa yang diperoleh lawan Anda. Ini hampir sama
dengan prinsip yang sudah disebutkan. Yaitu aim high, hanya bahwa disini aim higher
than your opponent.

C. Mengapa Melakukan Negosiasi

Tujuan melakukan negosiasi adalah untuk meyelesaikan konflik atau mencari cara atau
jalan atau persyaratan yang disetujui bersama.

Ada beberapa catatan yang patut diperhatikan yang dikumpulkan dari pengalaman, antara
lain sebagai berikut:

1. Penawaran pertama yang kita terima biasanya bukan merupakan persyaratan yang
terbaik.
• Sangat jarang persyaratan yang bersifat fixed price.
• Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah setelah mengadakan negosiasi.
• Negosiasi bukan berarti tidak mempercayai seseorang akan kejujurannya.

2. Negosiator yang mahir akan selalu memperoleh persyaratan yang lebih baik daripada
mereka yang belum mahir.
• Kemahiran bernegosiasi dapat dipelajari.
• Jangan takut untuk melakukan negosiasi.
• Jangan hanya mengeluh, tetapi ajukan usulan secara jelas. Dari pada
mengatakan, “ Wah, harganya kemahalan, kami tidak ada budget.” , lebih baik
mengatakan, “ Kami akan membeli produk ini selama setahun ke depan dengan
quantity sekitar 10000 pieces, asalkan kami mendapat discount 10%”.
3. Kesempatan untuk mengadakan negosiasi persyaratan yang lebih baik, selalu berada
di sekeliling kita setiap waktu.

D. Kapan Bernegosiasi

Beberapa hal sebagai berikut, antara lain dapat digunakan untuk alasan mengapa perlu
dilakukan negosiasi atau apakah suatu negosiasi dapat dilakukan. Negosiasi tidak boleh
dilakukan demi negosiasi saja atau untuk sekedar basa-basi, karena negosiasi itu
memerlukan biaya. Oleh karena itu, negosiasi sebaiknya hanya dilakukan apabila terjadi
salah satu atau beberapa hal sebagai berikut:

1. Apabila sesuatu yang diluar kebiasaan terjadi, misalnya:


• Pembelian dalam jumlah yang besar.
• Perjanjian yang baru pertama kali dibuat.
• Kontrak dalam jangka panjang.
• Harga atau kenaikan harga yang sangat besar.
• Belum mengenal betul lawan perjanjian.
• Ada ancaman peperangan, pemogokan, dan sejenisnya.
• Dan sebagainya.

2. Apabila tidak cukup ada kompetisi untuk menentukan secara benar kewajaran harga
dan syarat pembelian yang akan dibeli melalui pelelangan.
• Sudah dicoba untuk dibeli secara lelang, tetapi yang menawarkan hanya sedikit,
atau bahkan hanya satu.
• Meskipun sudah ada beberapa harga penawaran hasil lelang, tetapi dicurigai
harganya semua kurang wajar, karena ‘lelang arisan’.

3. Apabila tidak ada jaminan atau keragu-raguan bahwa akan mendapatkan tanggapan
yang memuaskan dari pihak rekanan tentang penyediaan material, perubahan
teknologi atau harga.
• Jika ada kondisi mengenai hal-hal tersebut diatas dan perlu dibicarakan dan
dipastikan dengan rekanan bahwa rekanan betul-betul dapat melaksanakannya.
• Negosiasi disini mungkin bersifat klarifikasi tetapi dapat juga sekaligus negosiasi
mengenai hal-hal tertentu.

4. Apabila terdapat perbedaan dalam persyaratan-persyaratan yang akan disetujui:


• Sebelum persetujuan akhir (final) dicapai, biasanya permintaan persyaratan antara
pihak-pihak yang terkait tidak sama, bahkan seringkali saling berlawanan.
• Collective Labour Agreement (CLA) pun yang sudah disiapkan secara lama dan
ditulis dengan lengkap, masih sering menimbulkan dispute.
• Untuk menyamakannya, perlu dilakukan negosiasi.

5. Apabila memang ada beberapa kemungkinan untuk melakukan kerjasama atau


perjanjian.
• Apabila hanya ada satu kemungkinan saja, maka negosiasi tidak perlu dan tidak
mungkin dilakukan.
• Hanya apabila ada beberapa kemungkinan, maka negosiasi dapat dilakukan.

6. Apabila salah satu pihak merasa masih perlu atau dapat mendapatkan persyaratan
yang lebih menguntungkan.
7. Apabila semua pihak sudah puas atas persyaratan-persyaratan yang diajukan, maka
tidak perlu lagi diadakan negosiasi
8. Apabila semua pihak yang terkait mau melakukan perjanjian.
• Negosiasi selalu mengasumsikan bahwa semua pihak yang terkait mau melakukan
perundingan untuk melakukan perjanjian atau kerjasama.
• Apabila pihak-pihak tersebut memang tidak mau melakukan kerjasama, tidak ada
gunanya melakukan negosiasi tersebut.
• Namun seringkali juga, kemauan baru timbul sesudah diadakan negosiasi.

9. Apabila semua pihak yang terkait memiliki otoritas untuk merubah persyaratan-
persyaratan yang diajukan.
• Ini sangat logis, karena apabila yang bersangkutan tidak mempunyai otoritas atau
wewenang, negosiasi tidak sepenuhnya dapat dilakukan.
• Setidak-tidaknya negosiasi harus dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
wewenang untuk melakukan hal itu.

Kalau ada hal-hal dimana sebaiknya melakukan negosiasi, ada hal-hal lain juga yang
menyebabkan tidak perlu mengadakan negosiasi, seperti misalnya:

1. Jelas-jelas tidak ada kemungkinan lain lagi.


• Harga penjualan yang dinyatakan fixed price.
• Tarif taxi dengan argometer.
2. Jelas-jelas harga sudah sangat kompetitif.
• Negosiasi bukan dilakukan just for the sake of negotiation, tetapi untuk mencapai
tujuan tertentu, yaitu persyaratan tertentu yang lebih baik dalam transaksi.
• Oleh karena itu, kalau memang persyaratan yang diperoleh sudah sangat wajar,
tidak ada gunanya melakukan negosiasi.
3. Ingin memberikan kesan tertentu.
• Contoh gaji untuk pegawai rekrutmen baru yang sangat diperlukan.
• Terhadap langganan lama yang sudah saling percaya.
• Perjanjian kekalahan Perang Teluk oleh Irak atau Perjanjian kekalahan Jepang
dalam Perang Dunia II.
4. Perintah dalam kemiliteran.
• Order is order !, no negotiation.
5. Dalam hal-hal lain, seperti
• Perampokan (dalam arti fisik atau arti kiasan).
• Bentuk pemaksaan lain.

Tabel 1.1 Tipe Negosiasi Dalam Organisasi

Tipe Negosiasi Dalam Organisasi


Tipe Contoh Pihak Yang Terlibat

DAY-TO-DAY/ • Pengaturan gaji, • Pimpinan


MANAGERIAL persyaratan, dan kondisi • Bawahan
Negosiasi ini menyangkut kerja • Rekan
masalah internal dan • Menetapkan job roles • Serikat pekerja
hubungan kerja antara dan tanggung jawab • Penasehat hukum
kelompok karyawan. • Meningkatkan hasil,
misalnya dengan lebih
banyak lembur

COMMERCIAL • Memenangkan kontrak • Pimpinan


Faktor pengendali dalam dengan customer • Supplier
negosiasi ini, dimana terjadi • Menjadwalkan • Customer
antara organisasi dengan pengiriman barang dan • Pemerintah
pihak luar, biasanya adalah jasa • Penasehat hukum
keuntungan finansial. • Menyetujui kualitas dan
harga produk

LEGAL • Pemerintah lokal


Negosiasi ini biasanya • Pemenuhan wewenang • Pemerintah nasional
formal dan mengikat secara lokal dan undang- • Regulator
hukum. Perdebatan undang perencanaan • Pimpinan
sebelumnya dapat menjadi nasional • Serikat buruh
sama pentingnya dan • Berkomunikasi dengan
masalah utamanya. regulator (seperti
antitrust authorities)

BAB 2
PARADIGMA NEGOSIASI

A. Proses Negosiasi
Proses negosiasi dapat digambarkan sebagai suatu proses gerakan, yang bergerak dari
suatu titik ke titik lain. Pihak yang satu bergerak dari titik persyaratan ideal (yang
dikehendaki) menuju pada titik kompromi, demikian pula pihak yang lain melakukan hal
yang sama, hanya saja arahnya berlawanan. Untuk menjelaskan hal ini, dapat
digambarkan sebagai berikut (gambar 2.1).

Titik Ideal Titik Limit

Titik Limit
B Titik Ideal

daerah
konsesi
Gambar 2.1 Proses Negosiasi

Pihak A bergerak ke kanan sampai titik limit, demikian pula pihak B bergerak ke kiri
sampai titik limitnya. Titik limit adalah batas kesediaan untuk memberikan konsesi, baik
berupa batas harga maupun persyaratan-persyaratan lain. Dengan demikian, maka
persetujuan akhir akan berada di “daerah konsesi” seperti digambarkan di atas.

Gambar 2.2 menunjukkan hal yang agak berbeda. Disini, daerah konsesi tidak terbentuk
karena garis ke arah limit dari pihak A tidak sampai berhimpitan dengan garis kearah limit
dari pihak B. Dalam hal ini, negosiasi tidak akan berhasil, kecuali salah satu pihak atau
dua pihak melakukan revisi atas limitnya, sampai terbentuk daerah konsesi.
Titik Ideal Titik Limit
A

Titik Limit B
Titik Ideal
Gambar 2.2 Proses negosiasi yang tidak terdapat daerah konsesi
Gambar 2.3 menunjukkan hal yang lain lagi. Di sini, daerah konsesi ada dan sangat besar,
bahkan titik ideal dari pihak B berada dalam batas limit pihak A. Dalam hal ini, negosiasi
akan sangat lancar. Apabila selama proses negosiasi, B menyadari bahwa titik idealnya
sudah berada di dalam batas limit pihak A, pihaknya akan melakukan salah satu dari 3
tindakan sebagai berikut :

a. Tetap meneruskan negosiasi seperti biasa.


b. Bersiteguh mencapai titik ideal.
c. Merevisi titik idealnya dan selanjutnya meneruskan negosiasi seperti biasanya.

Titik Ideal A Titik Limit

Titik Limit B Titik Ideal Titik Ideal Revisi


Gambar 2. 3 Proses negosiasi dengan daerah konsesi yang besar

B. Principle Of Exchange

Dengan pengertian yang benar mengenai semua proses yang terlibat dalam negosiasi
dapat menciptakan keluaran yang sukses. Yang terpenting dari tahapan negosiasi ini
adalah principle of exchange: anda harus memberi untuk dapat menerima.

1. Kemenangan pada dua belah pihak

Kunci negosiasi adalah untuk menyadari bahwa semua pihak perlu untuk mendapatkan
sesuatu yang bernilai dari pertukaran sebagai akibat konsesi yang mereka buat.
Contoh, ketika serikat buruh bernegosiasi dengan pimpinan perusahaan, serikat buruh
mungkin mendapat keuntungan dengan mendapat gaji yang lebih banyak untuk anggota
mereka, sementara pimpinan mungkin mendapat jaminan mengenai peningkatan
produktivitas.

2. Menjadi fleksibel

Fleksibilitas adalah karakteristik dalam negosiasi. Keseimbangan kekuatan antara kedua


pihak berubah-ubah selama proses negosiasi. Sebagai contoh, apabila anda menawar
barang suvenir di pasar, anda mungkin menjadi kurang tertarik ketika orang yang
menjualnya tidak dapat mengantarkan barang tersebut ke rumah karena semua barang
yang dibeli di tempat itu harus dibawa pulang sendiri. Orang yang menjualnya seharusnya
waspada terhadap hal ini, dan, dalam kasus ini, anda dapat mengharapkan penjual untuk
menurunkan harganya untuk mengganti kerugian tidak bisa diantar ke rumah dan agar
anda tetap tertarik pada barang tersebut.

C. Win-win, Lose-lose Negotiation

Ada enam kemungkinan hasil yang dicapai dalam proses negosiasi seperti berikut:
1. Win – Win.
• Artinya kedua belah pihak mendapatkan keuntungan dari negosiasi yang
dilakukan.
• Ini adalah keadaan yang ideal, yang merupakan idaman setiap negosiasi.
2. Win – Lose.
• Artinya ‘ kami’ diuntungkan tetapi ‘kamu’ dirugikan dalam hasil negosiasi.
• Meskipun keadaannya demikian, namun persetujuan tetap dapat dilakukan tetapi
bersifat berat sebelah.
• Kelihatannya dalam jangka pendek baik untuk ‘kami’, tetapi dalam jangka panjang
dapat merugikan juga.
3. Lose – Win.
• Artinya ‘kami’ dirugikan tetapi ‘kamu’ diuntungkan.
• Seperti halnya di atas, meskipun akhirnya dapat dicapai persetujuan, dan dalam
jangka pendek menguntungkan ‘kamu’ tetapi dalam jangka panjang akan
merugikan.
4. Lose – Lose.
• Kedua belah pihak saling dirugikan.
• Meskipun demikian, persetujuan tetap dapat tercapai.
• Biasanya dalam keadaan darurat, krisis dan sebagainya.
• Dapat saja tidak mencapai kesepakatan, tetapi akibatnya adalah keadaan lose-
lose yang lebih parah.
5. Win.
• Artinya salah satu pihak diuntungkan, dan pihak lain tidak diuntungkan tetapi juga
tidak dirugikan.
• Disini masih mungkin tetap menguntungkan dalam jangka panjang.
6. Tidak ada persetujuan.
• Biasanya ini adalah perkembangan dari situasi lose-lose, tetapi kedua belah pihak
masih mempunyai opsi untuk tidak mencapai persetujuan
• Artinya lebih baik tidak mencapai persetujuan daripada kalau diteruskan akan
mengalami lose-lose yang lebih besar.

D. Bagaimana Melakukan Win-Win Negosiasi

KARAKTER HUBUNGAN KESEPAKATAN


WIN-WIN WIN-WIN WIN-WIN

Untuk melakukan win-win negosiasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah
membangun karakter win-win. Setelah karakter win-win terbentuk akan terjalin hubungan
win-win. Setelah terjalin hubungan win-win, barulah dapat tercapai kesepakatan win-win.

1. Karakter
Karakter win-win terdiri dari:
- integritas (integrity)
- kematangan (maturity)
- mentalitas kelimpahruahan (abundance mentality)
Ketiga karakter ini didasarkan pada sikap proaktif.
KARAKTER

(A
Ke dan
rity n

Me ahr ent
bu
a

lim ce
(M tang
)

nt
p
ali
atu
ma

ta an )
ua alit
s
Ke

h
KARAKTER

y
WIN-WIN
Siap Menjalin
Hubungan Win-Win
Integritas
(Integrity)

Sikap: Proaktif

Apabila ketiga karakter ini telah dipenuhi, barulah seseorang atau organisasi siap
untuk menjalin hubungan win-win.

2. Hubungan
Untuk dapat terjalinnya hubungan win-win, diperlukan tiga hal:
a. saling percaya (trust) yang kemudian akan menimbulkan
b. saling mengerti (understanding) dan selanjutnya akan terjalin hubungan yang
c. saling memberi (give)

Apabila kedua belah pihak yang melakukan negosiasi telah sampai pada hubungan
yang saling memberi, maka hal ini menandakan bahwa kedua belah pihak telah siap
melakukan kesepakatan win-win.
Hubungan win-win ini didasarkan pada sikap kesalingtergantungan.
HUBUNGAN
tan erti

Sa
g)

lin (Gi
ers eng
din

g ve )
Me
(U ng M

m
be
li
nd
Sa

ri

HUBUNGAN
WIN-WIN
Siap Membuat
Kesepakatan Win-Win
Saling Percaya
(Trust)

Sikap: Kesalingtergantungan

3. Kesepakatan
Setelah terjalin hubungan win-win, maka kedua belah pihak harus:
a. membangun tujuan bersama kemudian
b. mengenali masalah yang ada, dan
c. memecahkan masalah.
Adapun pemecahan masalah yang diambil adalah bukan pemecahan masalah yang
diambil dari salah satu pihak, melainkan dengan mencari alternatif ke-3.
KESEPAKATAN
h

Pe ro b
n)
ala
tio

me lem
(P
as
ica

ca
nM

ntif

ha Solv
a la

n M ing
Id e
en

as )
lem
ng

ala
ob
Pe

KESEPAKATAN
h
(Pr

WIN-WIN
Siap Mencapai
Sinergi
Tujuan Bersama
(Shared Values / Vision)

Sikap: Alternatif Ke-3


E. Negosiasi Yang Win-win

1. Apa yang akan kita capai dengan negosiasi?


Apakah pengertian kita tentang negosiasi?
Untuk memahami pertanyaan di atas, mulailah dari pernyataan di bawah ini:
• Negosiasi adalah proses interaksi.
• Melibatkan 2 pihak atau lebih.
• Yang pada awalnya saling berbeda.
• Untuk mencapai hasil akhir yang disepakati bersama.
Mengubah Perbedaan Menjadi Kesepakatan

2. Bagaimana menghindari dampak negatif dari negosiasi, bahkan mencapai


kesepakatan yang Win-Win?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, mulailah dari paradigma:
• Mitra, bukan lawan.
• Selalu ada solusi, bukan pemaksaan atau buntu.
• Kemenangan bukan berarti harus ada yang kalah.
Hubungan Jangka Panjang Yang Saling Menguntungkan

F. Jenis Negosiasi Yang Win-win

Terdapat tiga jenis negosiasi yang dapat dilakukan untuk tercapainya kesepakatan win-
win:

1. KOMPROMI
Kedua belah pihak menghindari / memperkecil area perbedaan dan fokus pada area
persamaan.
Poses Negosiasi untuk Jenis Kompromi adalah sbb :
1. PENDAHULUAN
Persiapan : Pahami apa kelebihan & kekurangan kita.
2. KEDUDUKAN AWAL
Tawarkan benefit ide/penawaran kita.
Pelajari benefit ide/penawaran lawan.
3. PERTUKARAN KONSESI
Hindari atau minimalkan area/tingkat perbedaan.
4. KESEPAKATAN
Fokus pada persamaan, temukan kesepakatan terbaik yang mungkin.

5. KESIMPULAN
Kesepakatan, benefit, implikasi dan pembagian peran.
6. TINDAK LANJUT
Mekanisme kerja, mekanisme komunikasi, situasi darurat / khusus.

2. GIVE & GIVE


Kedua belah pihak saling memberi dengan maksud saling menutup kekurangan
dengan kelebihan.
Proses Negosiasi untuk Jenis Give & Give adalah sbb :
1. PENDAHULUAN
Persiapan : Pahami apa kelebihan & kekurangan kita.
2. KEDUDUKAN AWAL
Tawarkan benefit ide/penawaran kita.
Pelajari benefit ide/penawaran lawan.
3. PERTUKARAN KONSESI
Jajaki dan tawarkan pertukaran benefit untuk menutup kekurangan masing-
masing.
4. KESEPAKATAN
Fokus pada keadilan dan keseimbangan, temukan kesepakatan terbaik yang
mungkin.
5. KESIMPULAN
Kesepakatan, benefit, implikasi dan pembagian peran.
6. TINDAK LANJUT
Mekanisme kerja, mekanisme komunikasi, situasi darurat / khusus.

3. SINERGI
Kedua belah pihak sepakat untuk mencari alternatif ke-3 sehingga tercapai
keuntungan/kepuasan bersama. Proses Negosiasi untuk Jenis Sinergi adalah sbb :

1. PENDAHULUAN
Persiapan: Pahami apa kelebihan & kekurangan kita.
2. KEDUDUKAN AWAL
Tawarkan benefit ide/penawaran kita.
Pelajari benefit ide/penawaran lawan.
3. PERTUKARAN KONSESI
Jika masing-masing penawaran saling tidak memuaskan secara maksimal,
bersama-sama mulai mencari alternatif ke-3 berdasarkan esensi kebutuhan
masing-masing.
4. KESEPAKATAN
Fokus pada keadilan dan keseimbangan, temukan kesepakatan terbaik yang
mungkin.
5. KESIMPULAN
Kesepakatan, benefit, implikasi dan pembagian peran.

6. TINDAK LANJUT
Mekanisme kerja, mekanisme komunikasi, situasi darurat/khusus.

Ketiga jenis negosiasi di atas melalui proses yang sama, yaitu pendahuluan, kedudukan
awal, pertukaran konsesi, kesepakatan, kesimpulan, dan tindak lanjut. Tahapan dari ketiga
jenis proses negosiasi di atas adalah sama, perbedaannya adalah terletak pada tahap
pertukaran konsesi.
G. Fokus pada manfaat

Jangan terpaku hanya pada satu aspek atau pada keberatan-keberatan yang diajukan.

Buka pilihan-pilihan baru sehingga didapatkan kesepakatan menyeluruh yang WIN-WIN.

BAB 3
TAKTIK DAN STRATEGI NEGOSIASI

A. Taktik Pemeras

Pembeli dapat menggunakan Taktik Pemeras untuk menurunkan harga dengan cara
menyudutkan (memeras) penjual dengan cara-cara menggunakan kedudukan pembeli
yang kuat atau kedudukan penjual yang lemah, misalnya dengan mengajukan
argumentasi sebagai berikut:

1. Harga pesaing atau harga pasar jauh lebih rendah.


2. Ada penjual lain yang menunggu hasil negosiasi yang bersedia memenuhi tuntutan
pembeli.
3. Penjual harus menurunkan harganya bagaimanapun juga.
4. Hasil negosiasi kali ini dapat mempengaruhi transaksi dagang (pembelian) di masa
mendatang.

Untuk mengatasi pembeli yang menggunakan Taktik Pemeras ini, yang pertama harus
dilakukan penjual ialah membuat persiapan yang baik. Beberapa taktik negosiasi yang
dapat melawannya ialah misalnya :

1. Ukur besarnya permasalahan dan cobalah untuk menemukan apa yang ditawarkan
oleh pesaing.
2. Mintalah untuk melihat penawaran pesaing.
3. Pertahankan harga dulu. Tekankan manfaat dari total paket yang ditawarkan.
4. Tunjukkan prestasi kerja sebelumnya (berikan bukti dan dokumen referensinya bila
memungkinkan).
5. Jangan menurunkan harga tawaran terlalu cepat atau terlalu jauh, karena ini dapat
menghilangkan kepercayaan (kredibilitas).
B. Taktik Lelang Segitiga

Taktik ini hampir sama dengan Taktik Pemeras hanya peran pesaing lebih ditekankan lagi,
sehingga seolah-olah ada tiga pihak yang bernegosiasi, yaitu pihak pembeli, pihak penjual
dan pihak pesaing penjual.

Dari pihak pembeli, kecuali hal-hal yang telah dikemukan pada Taktik Pemeras, ada
tambahan hal-hal lagi yang dikemukakan, misalnya :

1. Menekankan besarnya perbedaan antara penawaran penjual dan penawaran


pesaingnya.
2. Penawaran pesaing telah dipelajari dengan seksama, tidak hanya mengenai harga
dan spesifikasi, tetapi mengenai persyaratan dan kemudahan lain juga.
3. Pesaing tidak saja mau menerima tuntutan pembeli, bahkan masih mau memberikan
konsesi-konsesi lain berupa harga dan kemudahan-kemudahan lain.

Taktik ini biasanya akan menguji saraf penjual, yang dapat mencoba mengatasinya
dengan langkah-langkah sebagai berikut, disamping apa yang sudah dikemukakan dalam
taktik terdahulu:
1. Cobalah mengabaikan keunggulan pesaing dan seolah-olah perbedaan dengan
pesaing tidak ada.
2. Ingatlah bahwa pesaing juga mengalami tekanan yang sama.
3. Cobalah menjadi yang terakhir, bukan yang pertama.
4. Jangan terburu-buru membuat konsesi. Ukurlah suhu negosiasi secara hati-hati.
5. Jangan menyerang pesaing, pusatkan perhatian pada penjual manfaat dan kekuatan
produk Anda.
6. Dapat juga ditekankan layanan Anda selama ini yang sudah terbukti, yang belum tentu
dapat diberikan oleh pesaing.
7. Ulur waktu dengan misalnya bawalah ahli atau penasehat teknis.
8. Tetaplah berkepala dingin, jangan panik.

C. Sentuhan Lembut

Taktik ini, sesuai dengan namanya, mencakup taktik dengan cara lembut, artinya
menekankan hal-hal yang enak-enak saja, yang menguntungkan, yang memudahkan,
secara simpatik, yang menggembirakan dan tidak menyinggung hal-hal yang pahit, jelek,
yang merugikan dan sejenisnya apabila memang tidak perlu sekali. Tujuannya jelas, yaitu
menarik simpati penjual hingga akan lebih mudah ‘menaklukkan’. Taktik yang dilakukan
oleh sementara pembeli ini, dapat membelai perasaan penjual sehingga lengah.

Beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan antara lain:

1. Kemukakan semua keuntungan, lebih-lebih keuntungan bagi penjual.


2. Jangan sampaikan hal-hal yang negatif seperti penalti, kewajiban-kewajiban yang
berat dan sebagainya.
3. Sampaikan dengan ramah dan penuh simpati.
4. Jangan bersikap seakan-akan berstatus “lebih tinggi” atau “lebih berkuasa”.
5. Bersikaplah bahwa semuanya demi keuntungan dan kepentingan bersama.
6. Perlakukan penjual seolah-olah sebagai mitra yang dekat dan lama tanpa membuka
atau memberikan hal-hal yang tidak perlu.

Seperti tadi telah disebutkan, pendekatan pembeli seperti ini dapat membuaikan dan
menggoyahkan perasaan penjual sehingga dapat memberikan rasa aman yang semu
karena penjual merasa berada di dalam. Untuk mengatasinya, penjual dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Cobalah lebih mendengarkan daripada berbicara.
2. Cermati hal-hal yang perlu diketahui dan belum dibicarakan, dan ajukan pertanyaan
secara terbuka.
3. Jangan pernah memberikan atau menunjukkan sesuatu yang lebih dari yang
direncanakan semula.
4. Jangan membiarkan pembeli mengajak Anda dalam kegiatan yang dapat
mempengaruhi pertimbangan Anda misalnya makan siang atau makan malam.
5. Berpikir secara tenang dan rasional, sehingga tindakan Anda tetap dapat dikendalikan.

D. Taktik Penjaring

Taktik ini adalah taktik melakukan negosiasi tidak hanya untuk suatu transaksi saja, tetapi
sekaligus juga untuk transaksi-transaksi yang sangat mungkin akan terjadi selanjutnya.
Keuntungannya adalah bahwa akan mendapatkan keuntungan-keuntungan yang lebih
baik dibandingkan apabila melakukan negosiasi secara sendiri-sendiri.

Contoh yang dapat diberikan adalah pada waktu akan membeli seperangkat peralatan
(equipment), maka dalam negosiasi pembelian perlengkapan tersebut, dilakukan juga
sekaligus negosiasi untuk:

1. Jumlah dan harga pembelian suku cadang untuk 1 atau 2 tahun pemakaian.
2. Harga dan cara pembelian untuk spare parts keperluan selanjutnya.
3. Layanan overhaul bagi peralatan tersebut.
4. Trade off (tukar menukar) untuk spareparts yang surplus dan tidak terpakai.
5. Kemungkinan melakukan trade off peralatan yang lama dengan peralatan yang baru.
6. Dan sebagainya.

E. Taktik Perahu Lambat

Taktik Perahu Lambat atau dapat juga disebut Taktik Ulur Waktu ini digunakan oleh
pembeli apabila pembeli mempunyai waktu banyak atau pembeli menggunakan unsur
waktu sebagai senjata atau keunggulannya. Cara-cara yang digunakan antara lain:

1. Tidak segera memberi keputusan atas usulan-usulan dalam negosiasi.


2. Namun memberikan kesan kuat kepada penjual bahwa pesanan pasti akan diberikan.
3. Amati sikap penjual apabila waktu sudah kepepet bagi mereka (deadline untuk
komitmen penjualan).
4. Pada waktu yang tepat desak penjual dengan persyaratan-persyaratan yang semula
belum disetujui penjual.
5. Perhitungan pembeli adalah karena desakan unsur waktu, penjual akan lebih mudah
memberikan konsesinya.

Banyak penjual yang tidak sadar akan taktik ini dan menganggap bahwa:

1. Merasa bahwa pesanan sudah ditangan dan aman. Mengapa harus mendesak dan
tergesa-gesa.
2. Kecenderungan alamiah manusia adalah menunda keputusan dan akan panik bila
didesak waktu sehingga mengambil keputusan yang tidak direncanakan semula.

Oleh karena itu, bagi penjual, perlu dikembangkan cara-cara untuk mengatasinya, antara
lain adalah:

1. Tentukan batas waktu keputusan negosiasi, jangan dibiarkan tergantung terus


menerus.
2. Gunakan teknik penutup penjualan atau penutup negosiasi secara hati-hati, seperti
misalnya persetujuan hanya berlaku untuk waktu tertentu, dan setelah itu berlaku
harga dan waktu penyerahan yang baru.
3. Jangan memberikan kesan terpepet waktu kepada pembeli, bertindaklah seolah-olah
waktu berada di pihak Anda.

F. Beli Sekarang Tawar Belakangan

Letak senjata pembeli dalam taktik ini adalah “keterlanjuran” dari pihak penjual, sehingga
pembeli berada di atas angin. Ini berbeda dengan Taktik Ulur Waktu seperti diatas, tetapi
betul-betul waktu mendesak bagi pembeli. Beberapa hal yang biasanya dilakukan pembeli
yang menggunakan taktik ini adalah antara lain:

1. Dengan alasan mendesak, pembelian dilakukan sekarang agar barang dapat di


kirimkan dalam suatu waktu tertentu.
2. Harga dan persyaratan terinci lainnya dibicarakan kemudian.
3. Pembeli sadar bahwa begitu penjual mau menerima persyaratan ini, pembeli akan
berada pada pihak yang lebih kuat.
4. Makin kemudian negosiasi dilakukan, kedudukan pembeli semakin kuat.
5. Utarakan kebutuhan yang sangat mendesak, tetapi hindarkan kesan panik.

Untuk mengcounter taktik ini penjual dapat menggunakan taktik sebagai berikut :

1. Taktik pembeli ini dapat digunakan sebagai bumerang bagi pembeli, yaitu mintalah
‘Setuju-sekarang-baru-barang-dikirimkan’.
2. Usahakan jangan mengirimkan barang terlebih dahulu kalau persyaratan pokok belum
disetujui seperti harga.
3. Jangan tergesa-gesa, ulurlah waktu pengiriman sampai persetujuan persyaratan dapat
dinegosiasikan sampai selesai.
4. Ingatlah bahwa kebutuhan pembeli mungkin jauh lebih mendesak daripada kebutuhan
penjual untuk memperoleh barang tersebut.
5. Manfaatkan keadaan mendesak untuk mendapatkan keuntungan ekstra atas kerja
ekstra. Tetapi jangan memanfaatkan kesempitan pihak lain untuk menggaruk
keuntungan secara tidak adil, karena ini akan mengurangi kredibilitas.

G. Taktik Good Guy dan Bad Guy

Taktik Good Guy and Bad Guy dapat juga disebut taktik Good Cop and Bad Cop, suatu
taktik yang memang terkenal di dunia kepolisian. Dalam suatu interogasi, seorang
terdakwa mula-mula diinterogasi oleh seorang polisi yang kasar. Kalau tidak berhasil,
maka seolah-olah secara tidak sengaja datang seorang polisi yang baik, yang menegur
polisi yang kasar tadi dan menggantikannya melakukan interogasi secara halus. Disini
polisi tersebut mengambil simpati terdakwa sehingga dapat dengan lebih mudah
mendapatkan keterangan yang diperlukan. Taktik semacam ini dapat juga diterapkan
dalam negosiasi, jadi:

1. Mula-mula negosiasi dilakukan oleh orang yang lebih “kasar” yang mungkin kurang
simpatik.
2. Kemudian digantikan oleh yang lebih simpatik dan halus.
3. Kunci taktik terletak pada mempermainkan emosi pihak lain untuk mendapatkan
simpati.
4. Yang ingin dikesankan adalah bahwa penjual akhirnya dapat melakukan negosiasi
dengan orang yang baik, simpatik, lebih dipercaya sehingga akan merasa dapat
memberikan konsesi secara lebih aman dan gampang.
5. Asumsi yang diharapkan dari pihak penjual adalah bahwa apa yang keluar dari orang
yang baik adalah betul-betul tulus dan memberikan sesuatu kepada orang baik itu
sangat beralasan.

Bagaimana pihak penjual dapat mengatasi taktik semacam ini? Beberapa tindakan
sebagai berikut mungkin dapat menolong
1. Sadarlah bahwa penjual menghadapi taktik Good Guy and Bad Guy, sehingga sadar
pula bahwa kejahatan dan kebaikan yang dipertunjukkan adalah buatan dan semu
belaka.
2. Sehingga pada waktu menghadapi Bad Guy tidak terpancing oleh emosi untuk
menolak dan pada waktu menghadapi Good Guy tidak terpancing pula untuk langsung
menerima.
3. Taktik yang sama dapat juga digunakan untuk menghadapinya. Hadapi Bad Guy
dengan keras dan Good Guy dengan baik dan lembut.
4. Biarkan dan bahkan dorong mereka berbicara lebih banyak dan hadapi dengan tenang
bersama teman lain. Lama-lama mereka akan bosan juga.
5. Dalam semua situasi, tetap usahakan fokuskan pada persoalan yang dihadapi.

H. Strategi Partnership

Strategi ini berasumsi bahwa lawan bernegosiasi dianggap sebagai mitra dalam usaha,
sehingga negosiasi dijalankan atas dasar prinsip dan jiwa partnership atau kemitraan. Ini
hanya dapat dilakukan antara pembeli dan penjual yang sungguh-sungguh sudah menjadi
mitra atau yang memulai membangun suatu kemitraan jangka panjang.

Prinsip atau jiwa kemitraan (the principles of partnership) yang mendasari hubungan bisnis
mereka adalah:

1. Mempunyai tujuan yang sama (common goal)


• Tujuannya adalah bahwa masing-masing perusahaan dapat terus hidup dan
tumbuh berkembang.
• Tujuan lainnya ialah menjadi leader dibidang produk tertentu.

2. Saling menguntungkan (mutual benefit)


• Hubungan yang dilakukan harus betul-betul saling menguntungkan dalam jangka
pendek, sedang dan jangka panjang.
• Kerugian yang satu bukan merupakan keuntungan bagi yang lain, tetapi
merupakan kerugian juga bagi yang lain.

3. Saling percaya (mutual trust)


• Semua pihak saling percaya akan sikap, ucapan, tindakan, perhitungan dan
argumentasi dari pihak yang lain.

4. Terbuka (transparent)
• Karena saling percaya secara penuh, tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi
sehingga semua saling terbuka bagi yang lain.
• Keterbukaan termasuk perhitungan biaya, perhitungan untung rugi dan
sebagainya.

5. Hubungan jangka panjang (long term relationship)


• Hal-hal tersebut hanya dapat tercapai sesudah dikembangkan melalui kerjasama
dalam jangka panjang.
6. Tidak hanya itu, tetapi karena saling menguntungkan, biasanya kerjasama
semacam itu akan berlangsung juga dalam jangka panjang
7. Mengusahakan perbaikan secara terus menerus dalam hal mutu dan harga/biaya
(continuous improvements in cost/price and quality)
• Usaha ini adalah untuk kepentingan dan kemajuan kedua belah pihak.
• Pihak penjual selalu berusaha untuk selalu mengadakan usaha-usaha
meningkatkan mutu dan menurunkan biaya/harga barang.
• Pihak penjual secara praktis merupakan R&D dari pihak pembeli.

Dalam semangat diatas, negosiasi dapat dilakukan secara lebih mudah, terbuka, efektif.
Negosiasi berkembang bukan sebagai tawar menawar biasa antar dua pihak yang
mempunyai kepentingan berbeda, tetapi sebagai usaha bersama seolah-olah
pembicaraan antara dua bagian dalam suatu perusahaan. Ini adalah bentuk ideal dari
suatu negosiasi, seperti halnya bentuk partnership adalah bentuk ideal dari suatu
hubungan antara penjual dan pembeli.

Dalam negara-negara yang sudah maju, bentuk partnership atau aliansi ini sudah banyak
berkembang sejak dua dekade terakhir ini.

I. Strategi Zero Base Pricing

Strategi ini bertumpu pada prinsip bahwa setiap komponen harga dari suatu barang atau
jasa itu selalu dapat dinegosiasi. Oleh karena itu, negosiasi harga tidak dilakukan untuk
harga akhir, tetapi dilakukan untuk tiap-tiap komponen harga tersebut.

a. Prinsip Zero Base Pricing

Teknik Zero Base Pricing (ZBP) mengandalkan prinsip-prinsip berikut ini:

1. Menitik beratkan perhitungan atas dasar biaya keseluruhan yang termurah


(lowest all costs).
Menitikberatkan perhitungan atas dasar biaya keseluruhan (all in costs) berarti bahwa
keputusan pembelian tidak hanya berdasarkan harga pembelian barang tertentu saja.
Pendekatan all–in–costs ini memerlukan pemahaman menyeluruh mengenai proses
produksi dan fabrikasi.

All–in–costs dari suatu barang adalah harga pembelian barang itu dan semua biaya
yang dikeluarkan sejak membeli barang dimaksud sampai merubahnya menjadi hasil
akhir yang merupakan produk perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal pembelian peralatan (equipment), sering kali all–in–costs ini disebut juga
life–cycle–costs, yang menyangkut biaya yang digunakan untuk menggunakan
peralatan tersebut selama umur pemakaiannya misalnya biaya pemeliharaan, biaya
operasi, biaya penggunaan bahan bakar dan sebagainya.

Dalam all–in–costs termasuk in–house–costs lain seperti biaya transport, inspeksi,


penyimpanan dan lain-lain yang tidak termasuk dalam harga barang, maupun dalam
biaya produksi langsung. Hal-hal semacam itu perlu selalu diperhatikan oleh para
pembeli profesional.

2. Meneliti semua komponen harga/biaya seolah-olah berangkat dari titik


perhitungan nol.
Meneliti semua komponen harga/biaya berarti tidak memandang bahwa harga barang
itu merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipecah-pecah sehingga harus
diperlakukan secara demikian.

Biasanya rekanan supplier kalau menawarkan harga atau menjelaskan kenaikan harga
penawarannya, dan menyampaikan alasan. Argumentasinya kira-kira hampir selalu
begini: ‘Telah terjadi kenaikan harga bahan baku, ongkos transport, upah buruh, inflasi
dan sebagainya. Sebagai supplier yang ingin menjaga hubungan yang baik dan ingin
memberikan layanan yang sebaik-baiknya, kami telah lama mengurangi keuntungan
kami dan menanggung kenaikan biaya produksi kami. Tetapi sekarang kami tidak
dapat bertahan terlalu lama. Keuntungan kami telah habis. Kami terpaksa menaikkan
harga barang kami.’ Demikian biasanya argumentasi mereka yang sering kita dengar.

Seorang pembeli profesional, yang sudah mengenal ZBP, tidak akan begitu saja
menerima dan mempercayai argumentasi tersebut. Hal-hal berikut biasanya harus
ditanyakan kepada pihak supplier terlebih dahulu:

• Bagaimana susunan atau komponen harga barang yang dimaksud?


• Berapa masing-masing kenaikannya?
• Apakah kenaikan tersebut mempunyai dasar yang cukup?
• Apakah biaya depresiasi sudah lunas?
• Apakah learning curve sudah dilewati? Biasanya kalau learning curve sudah
dilewati, biaya akan turun.
• Berapa break event pointnya?
• Apakah sudak ada tindakan peningkatan efisiensi?
• Bagaimana usaha untuk mengurangi biaya?
• Kalau biaya buruh sudah naik, apakah sudah diatasi dengan meningkatkan
produktifitas?
• Kenaikan dari satu dua komponen harga seharusnya tidak menyebabkan kenaikan
dari harga barang yang ditawarkan?
• Apakah sudah dilakukan value analysis?
• Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang serupa?

Dalam hubungan ini, para pembeli profesional perlu mengetahui komponen-komponen


harga yang biasanya membentuk harga barang atau jasa. Pada umumnya ada lima
komponen biaya yang membentuk harga suatu barang, yaitu:
− Biaya material.
− Biaya buruh.
− Overhead pabrik.
− Biaya administrasi dan umum.
− Keuntungan.

3. Menghilangkan atau mengurangi avoidable costs


Dari segi lain, biaya dapat dibagi menjadi 2 komponen, yaitu ‘biaya yang tak
terelakkan’ (unavoidable costs) dan ‘biaya yang terelakkan’ (avoidable costs).
Komponen biaya yang tak terelakkan adalah komponen biaya yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan sekarang ini, karena adanya batasan personil,
proses/peralatan atau sistem produksi yang digunakan sekarang. Komponen biaya
yang terelakkan adalah biaya yang dapat dikurangi atau dihilangkan apabila sistem
pembelian atau sistem-sistem lain yang digunakan oleh perusahaan dapat dilakukan
atau dirubah secara efisien. ZBP menekankan tugas pembeli profesional untuk
mengurangi atau menghilangkan komponen biaya yang terelakkan ini.

Komponen biaya yang terelakkan tersebut misalnya:


• Biaya transport, karena:
 Kesalahan memilih rute.
 Kesalahan memilih jenis alat transpor.
 Kesalahan memilih tarif.
 Kesalahan mengadakan negosiasi tarif.
dan sebagainya.
• Biaya inspeksi dan testing, karena:
 Terlalu berlebihan dalam testing atau inspeksi.
 Kesalahan dalam memilih supplier.
 Kesalahan memilih perusahaan inspeksi.
dan sebagainya.
• Biaya penyimpanan, karena:
 Terlalu banyak menimbun barang.
 Kurang efisien mengatur kedatangan barang.
 Kurang efisien menggunakan ruang.
dan sebagainya.
• Biaya produksi, karena:
 Kelambatan kedatangan barang.
 Kesalahan memesan barang.
 Kurang cermat dalam menentukan mutu.
dan sebagainya.
• Biaya lain, seperti:
 Kerja ulang (rework).
 Kesalahan membuat barang.
 Klaim customer.

Perlu diingat juga, bahwa biaya yang terelakkan ini tidak hanya dapat terjadi pada teknik
pembelian, pengangkutan atau penyimpanan, tetapi dapat terjadi pula pada harga barang
itu sendiri. Biaya tersebut timbul antara lain karena hal-hal sebagai berikut:
• Pengawasan harga kurang.
• Keuntungan supplier terlalu besar.
• Komisi supplier terlalu besar.
• Spesifikasi barang berlebihan.
• Cara pembelian kurang tepat.
• Cara pembayaran kurang tepat.
• Negosiasi kurang gigih.
• Kesalahan memilih sumber pembelian.
• Kesalahan memilih cara pembelian.
dan sebagainya.

b. Kapan dan pada siapa ZBP dapat digunakan

ZBP dapat digunakan antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:


• Sejak permulaan tingkat mendesain.
• Sebelum mengadakan pembicaran dengan pemakai barang.
• Sebelum mengadakan pembicaraan dengan atasan.
• Sebelum waktu revisi harga.
• Pada waktu dimintakan kenaikan harga.
• Selama kontrak berjalan.
• Secara terus menerus selama siklus pengadaan barang.

Kunci dari jawaban di atas adalah kata sebelum yang menandakan suatu antisipasi atau
persiapan. Jadi penggunaan ZBP haruslah proaktif dan bukan reaktif. Persiapan ini juga
penting sebelum mengadakan pembicaraan baik dengan pihak luar maupun rekanan
dalam (internal customer).

ZBP dapat digunakan dalam 2 jenis atau golongan pembelian:


• Pembelian barang, dan
• Pembelian jasa.
Sedangkan pada siapa ZBP dapat digunakan, dapat dijawab sebagai berikut, yaitu pada:
• Distributor.
• Wakil pabrik/pembut barang.
• Penjual barang/rekanan supplier.
• Manajemen tertinggi pabrik.
• Dengan fungsi-fungsi internal.

Jawaban di atas memberikan indikasi bahwa penggunaan ZBP cukup fleksibel, artinya
dapat digunakan, dalam berbagai kesempatan dan dengan berbagai tingkat jabatan.

c. Tujuan penggunaan ZBP

Adapun tujuan penggunaan ZBP antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut ini:
• Mengembangkan model in-house-costs.
• Menetapkan batas-batas harga.
• Mendidik penjual barang.
• Melibatkan pemimpin senior penjual barang dalam proses.
• Melemahkan harapan penjual yang terlalu tinggi.
• Memperkirakan biaya yang akan datang.
• Mengetahui lebih terinci mengenai susunan harga penjual.
• Memberi motivasi pembeli untuk mempersiapkan diri dan mengembangkan dasar-
dasar perhitungan harga yang lebih baik.

d. Bagaimana mengimplementasi ZBP

Untuk mengimplementasikan ZBP ini agar berhasil, perlu pengertian dan kerjasama
terutama dari semua pihak terkait di dalam perusahaan sendiri, khususnya para
pimpinannya. Ini memerlukan kesungguhan dan komitmen dari fungsi pembelian dan
pimpinan puncak perusahaan sehingga mendapatkan pengertian dan dukungan dari
fungsi-fungsi penting yang terkait yaitu produksi, fabrikasi, teknik dan pemasaran. Tetapi
yang pertama kali harus memulai adalah bagian pembelian. Untuk memberikan gambaran
yang agak jelas mengenai hal ini, di bawah ini diberikan suatu studi kasus bagaimana hal
tersebut dilakukan oleh Polaroid, pencipta ZBP ini.

Langkah-langkah untuk mengimplementasi ZBP:


• Penjelasan sederhana mengenai ZBP.
Pertama-tama bagian pembelian menyusun gambar dan penjelasan sederhana
mengenai ZBP bagi para pembelinya (buyer) agar mengenalnya dan memperkenalkan
juga pada para rekanan suppliernya.
• Pertemuan perdana.
Kemudian diadakan pertemuan seluruh pembeli dan seluruh grup perusahaan
sebagai pertemuan untuk meresmikan dimulainya program ZBP tersebut.

• Latihan secara intensif.


Melalui program yang intensif, para pembeli dibekali lagi dengan pengetahuan dan
keterampilan lebih lanjut dan mendalam mengenai penggunaan berbagai toolkits untuk
para pembeli profesional seperti telah dijelaskan di atas. Latihan ini diselenggarakan
oleh suatu Purchasing Research Departement yang mengkhususkan diri dalam
pengembangan profesional buyer’s toolkits tersebut.
• Memaksimalkan efisiensi di dalam perusahaan sendiri.
Sementara dengan para rekanan supplier telah dicapai beberapa kemajuan,
peningkatan penghematan dilakukan di dalam perusahaan sendiri.
• Memaksimalkan efisiensi dengan rekanan supplier.
ZBP memang menekankan keikutsertaan rekanan supplier sejak tahap awal. Karena
akan lebih memberikan keuntungan bagi ke dua belah pihak.
• Memperoleh dukungan manajemen.

e. Negosiasi dengan metode ZBP

Setelah mengetahui mengenai metode ZBP seperti telah dijelaskan di atas, maka jelaslah
sudah bahwa metode ZBP tersebut dapat dijadikan metode juga suatu alat pembantu
untuk negosiasi harga, manakala pembeli akan melaksanakan pembelian barang atau
jasa ataupun manakala penjual, berhubungan dengan satu dan lain hal, mengajukan
kenaikan harga.

Berdasarkan prinsip-prinsip dan metode ZBP tadi, maka negosiasi harus dilakukan
dengan sikap dasar dan arah pembicaraan antara lain sebagai berikut:

• Jangan melihat harga suatu barang atau jasa sebagai satu jumlah utuh, tetapi lihatlah
sebagai suatu penjumlahan dari komponen-komponen harga.
• Negosiasi untuk tiap-tiap komponen harga tersebut.
• Jangan begitu saja menerima penjelasan rekanan mengenai sebab-sebab kenaikan
harga dari tiap-tiap komponen tersebut. Timbanglah dengan seksama dan teliti
berdasarkan pengalaman, referensi data lain dan akal sehat.
• Avoidable costs merupakan biaya yang secara potensial dapat dinegosiasikan dan
secara potensial dapat diturunkan. Secara prinsip, avoidable cost harus dihilangkan
atau setidak-tidaknya harus dibatasi semaksimal mungkin.
• Jangan menganggap bahwa keuntungan rekanan merupakan suatu jumlah yang tetap.
Keuntungan sebagai salah satu komponen yang membentuk harga, dapat juga
dinegosiasikan.
• Kenaikan harga tak terduga yang diakibatkan oleh keadaan kahar (force majeur) tidak
selamanya harus ditanggung oleh satu pihak saja, tetapi oleh kedua belah pihak.
Demikian juga kenaikan harga tak terduga yang diakibatkan oleh keadaan di luar
kendali dua belah pihak.
• Gunakanlah salah satu dari toolkits pembeli profesional untuk persiapan sebelum
negosiasi ataupun selama negosiasi.
• Biarkanlah pihak rekanan membuktikan sendiri alasan-alasan pengajuan harga dengan
lengkap dan meyakinkan.
• Dalam memilih barang atau jasa, titik beratkan perhitungan harga atas dasar ‘biaya
keseluruhan yang termurah’, jangan hanya atas harga barang/jasa yang ditawarkan
saja. Berikanlah kesan yang kuat mengenai prinsip ini pada rekanan.

f. Negosiasi Pembelian Jasa


Sebagai contoh sederhana dan dikemukakan, misalnya diadakan negosiasi mengenai
biaya konsultasi untuk ‘memperbaiki procedure manual mengenai kepegawaian’
perusahaan yang mempunyai kantor di daerah, maka dimintakan price built up, misalnya
seperti contoh berikut ini:
Biaya pegawai
Koordinator proyek
Konsultan senior
Konsultan yunior
Pegawai Administratif
Biaya lembur
Biaya transpor dan penginapan
Transpor Jakarta ke tempat (bolak balik)
Biaya airport tax
Biaya transport setempat
Biaya penginapan setempat
Biaya makan dan minum
Biaya mobilisasi dan demobilisasi
Biaya overbaggage
Biaya perlengkapan
Pembelian notebook
Pembelian PC
Pembelian Printer
Supplies untuk peralatan tersebut
Biaya administrasi
Manual 10 buah
Biaya administrasi umum lainnya
Biaya overhead
Depresiasi kantor dan peralatan
Biaya telepon
Biaya listrik
Biaya air
Biaya pemeliharaan kantor
Management fee
Biaya lain-lain
Tunjangan hari raya
Asuransi kecelakaan
Jaminan SDM lain
Keuntungan
Jumlah biaya

Maka apabila diadakan negosiasi, dilakukan untuk setiap pos yang diperinci di atas. Tentu
saja persiapan, persyaratan dan cara-cara serta kaidah-kaidah negosiasi lain yang umum
tetap harus digunakan dan diperhatikan.

g. Negosiasi Pembelian Barang


Biasanya, negosiasi harga barang dilakukan sekitar harga jual saja (harga akhir) dan
sangat jarang negosiasi dilakukan secara terinci dengan cara membicarakan dan
menegosiasikan setiap komponen harga. Beberapa kesulitan dalam melakukan negosiasi
yang didasarkan atas harga barang (tanpa perincian) adalah antara lain:

1. Sulit memperoleh acuan atau perbandingan.


• Khususnya kalau menyangkut barang yang unik atau yang jarang tersedia di
pasaran.
• Dengan teknik ZBP, acuan lebih mudah dideteksi.
• Misalnya kenaikan harga steel di luar negeri dapat secara mudah di lihat dalam
buletin tertentu, tetapi kenaikan harga steel pipe lebih sukar dicari referensinya.
• Misalnya pencantuman komponen keuntungan sebesar 30 % dengan mudah dapat
disimpulkan sebagai terlalu besar.

2. Sulit mempertanyakan argumentasi penjual.


• Tanpa mempunyai referensi harga yang akurat dan mutakhir, sulit untuk mengadu
argumentasi dengan penjual.
• Sering kali ini dapat dibantu dengan teknik ZBP.
• Lebih mudah mengenal dan mencek komponen-komponen harga barang daripada
harga barang keseluruhan.
• Biaya transport, interest, bea masuk, pajak, asuransi, keuntungan dan sejenis itu
dapat secara lebih mudah dicek dan dinegosiasikan.

3. Dalam hal ada kenaikan harga/tarif karena ada kenaikan harga salah satu
komponen biaya yang penting.
• Misalnya permintaan kenaikan tarif transpor karena kenaikan harga BBM.
• Dengan teknik ZBP, cukup mudah mengkalkulasi tarif angkutan kembali dengan
mengkoreksi komponen biaya BBM saja.
• Pada umumnya penjual cenderung untuk mengambil kesempatan menaikkan tarif
angkutan secara tidak proporsional dengan menggunakan dalih kenaikan harga
BBM.

Dengan menggunakan taktik ZBP, proses tawar menawar dalam negosiasi dapat
ditambah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memintakan perincian harga barang/jasa serinci mungkin.


• Makin rinci makin baik, karena peluang untuk negosiasi dan kemungkinan
mendapatkan penurunan harga makin besar.
• Biasanya penjual cenderung untuk sekedarnya saja.

2. Meneliti setiap perincian harga.


• Setiap komponen harga perlu diperiksa satu persatu.
• Kalau mengenai kenaikan harga, setiap kenaikan harga untuk setiap komponen
harga perlu dibandingkan dengan kenaikan harga pasaran.
• Catat harga atau kenaikan harga komponen yang dianggap tidak wajar.

3. Menanyakan setiap komponen harga yang tidak jelas.


• Setiap komponen harga yang tidak jelas perlu ditanyakan.
• Perlu ditanyakan juga komponen harga yang seharusnya ada tetapi tidak
dicantumkan.
• Sebaliknya dinyatakan juga biaya yang seharusnya tidak dimasukkan dalam
komponen harga, tetapi ikut diperhitungkan.

4. Melakukan negosiasi setiap komponen harga yang dianggap berlebihan.


• Komponen harga yang dianggap sudah wajar tidak perlu dinegosiasikan dengan
gigih.
• Komponen harga yang dianggap berlebihan harus dinegosiasikan dengan gigih.
• Komponen keuntungan juga dapat dinegosiasikan.
• Kalau ada permintaan kenaikan harga karena sesuatu hal khusus diluar kekuasaan
penjual, pada prinsipnya harus ditanggung oleh dua belah pihak, dan tidak boleh
hanya dibebankan pada pembelian saja. Kontribusi penjual adalah misalnya dengan
mengurangi prosentase keuntungan dari perhitungan semula.

5. Buat kesimpulan hasil akhir negosiasi.


• Hasil negosiasi setiap komponen harga dijumlahkan dan merupakan hasil akhir
negosiasi.
• Sering kali cukup mengejutkan, bahwa yang semula diperkirakan harga tidak dapat
diturunkan, setelah diteliti satu per satu akhirnya dapat diturunkan juga.
• Inilah keuntungan menggunakan teknik ZBP.

Perincian harga barang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya:


1) Dari sudut pembuatan/fabrikasi.
• Harga bahan baku.
o Steel
o Copper.
o Rubber.
• Harga bahan penolong.
• Biaya fabrikasi.
o BBM.
o Upah.
• Biaya marketing.
• Biaya administrasi dan umum.
• Biaya bunga.
• Biaya penyusutan.
• Biaya lain-lain.
• Pajak.
• Keuntungan.

2) Dari sudut agen/importir.


• Harga impor (CIF).
• Bea masuk.
• Biaya bongkar muat.
• Sewa gudang.
• Biaya transpor.
• Biaya penyimpanan.
• Biaya asuransi.
• Biaya bunga.
• Pajak.
• Komisi.

Namun diakui juga bahwa tidak selalu mudah untuk mendapatkan perincian harga barang
ini, karena penjual mengaku sulit menghitung perincian tersebut, atau memang sengaja
tidak mau memberikan perincian, karena akan berada pada posisi lemah dalam
bernegosiasi. Kalau menghadapi hal ini, pihak pembeli dapat melakukan salah satu dari
hal-hal sebagai berikut:

1. Menanyakan mengapa tidak dapat membuat perincian.


• Ini dilakukan untuk penjual yang memang enggan membuat perincian tersebut.
• Apa saja yang dapat dibuat?
• Apa saja yang tidak dapat dibuat?
• Mengapa tidak dapat dibuat?
• Apa alasannya?
• Dan sebagainya, yang pokok mendesak penjual agar mau membuat perincian
tersebut, walaupun pada mulanya belum selengkap yang dimaksudkan.

2. Menolong penjual untuk membuat perincian komponen harga apa saja yang
dimaksud.
• Ini dilakukan untuk penjual yang memang tidak dapat atau tidak berpengalaman
dalam membuat perincian tersebut.
• Membuatkan contoh perincian komponen harga.
• Menolong memperbaiki atau melengkapi perincian yang sudah dibuat.
• Memberikan contoh perincian yang disusun oleh perusahaan lain (tentu saja angka-
angkanya dihapus atau diganti).
• Pokoknya mengusahakan sedapat mungkin agar penjual mau membuat perincian
tersebut

J. Strategi Penentuan Tempat Negosiasi

Disamping taktik dan strategi dalam menentukan cara-cara bernegosiasi, soal tempat
kadang-kadang sangat mempengaruhi jalannya negosiasi. Oleh karena itu, dalam
menentukan strategi, hendaknya dipertimbangkan juga masak-masak penentuan tempat
untuk negosiasi dan dipertimbangkan masing-masing untung ruginya.

Ada tiga pilihan dalam menentukan tempat ini, yaitu di tempat sendiri, di tempat lawan
negosiasi, atau di tempat lain yang netral.

Dibawah ini diberikan beberapa catatan tentang untung ruginya melakukan negosiasi di
tiga tempat yang berbeda tersebut :

1. Negosiasi di tempat sendiri:


a. Keuntungan:
o Kalau memerlukan konsultasi dengan orang lain, gampang dan cepat
dilakukan.
o Kalau memerlukan tambahan data, dengan gampang dan cepat dapat
diperoleh.
o Umumnya lebih murah, dalam hal biaya transpor dan mungkin penginapan.
o Akan merasa lebih krasan yang akan menambah percaya diri.
o Kalau diperlukan tambahan tim negosiasi dapat lebih mudah dilakukan.
b. Kerugian:
o Mungkin diganggu dengan panggilan dari bos yang kurang memahami
pentingnya negosiasi yang dilakukan
o Mungkin sering diganggu oleh telepon mendesak atau interupsi lain dari rekan
sekerja atau bawahan.
o Mungkin ada peserta dari perusahaan sendiri yang tidak diundang ikut hadir,
yang mungkin tidak melancarkan negosiasi, tetapi bahkan mengacaukan
negosiasi.
o Akibat itu semua, konsentrasi akan terganggu.

2. Negosiasi di tempat lawan negosiasi.


a. Keuntungan:
o Sekaligus dapat melihat fasilitas dan kantor lawan negosiasi sehingga dapat
diperoleh tambahan gambaran akan bonafiditas dan kredibilitas lawan
negosiasi.
o Dapat menyaksikan cara pembuatan barang yang dinegosiasikan.
o Dapat memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang lain,
sehingga memperoleh tambahan keterangan yang diperlukan.
o Konsentrasi dalam negosiasi akan lebih terjamin.
b. Kerugian:
o Dengan mudah jumlah tim mereka akan jauh lebih banyak dari tim sendiri,
sehingga tim mereka mungkin lebih kuat.
o Kalau tempat lawan negosiasi jauh di luar kota, biaya akan lebih besar.
o Karena berada di tempat asing, mungkin mengurangi kenyaman dan
kepercayaan diri.
o Kalau memerlukan tambahan data atau konsultasi, akan lebih lama diperoleh.

3. Negosiasi di tempat lain yang netral.


a. Keuntungan:
o Mungkin ini jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak.
o Dari segi jarak, waktu mungkin lebih baik.
o Cocok untuk pertemuan pendahuluan atau perkenalan atau penutupan
negosiasi saja.
b. Kerugian:
o Masing-masing pihak hanya bertemu dengan orang-orang, atau paling-paling
gambar dari fasilitas salah satu pihak atau ke dua-duanya, tetapi tidak
menyaksikan sendiri.
o Dari segi biaya, biasanya lebih besar.
o Kurang cocok untuk negosiasi yang menyangkut hal yang besar.

K. Menghadapi Deadlock

Deadlock adalah keadaan dimana negosiasi tidak dapat diteruskan lagi, karena masing-
masing pihak bersikukuh mempertahankan pendiriannya, sehingga tidak ada titik temu
persetujuan. Keadaan ini kadang-kadang memang dihadapi oleh para negosiator,
sehingga perlu sebelumnya diantisipasi kemungkinan tersebut, dan bagaimana
mengatasinya apabila sungguh-sungguh mengalaminya.
Beberapa hal yang dapat dilakukan apabila menghadapi keadaan deadlock adalah antara
lain tindakan sebagai berikut:

1. Usulkan reses beberapa waktu lamanya, sebelum bertemu kembali untuk meneruskan
negosiasi. Waktu yang diusulkan ini agar mencukupi untuk membahas kembali tujuan,
taktik dan strategi negosiasi tidak hanya diantara tim sendiri, tetapi juga dengan rekan-
rekan lain, khususnya dengan atasan.

2. Dalam pembahasan kembali, beberapa hal sebagai berikut dapat dipertimbangkan


lagi.
o Untuk kepentingan perusahaan, apakah negosiasi tersebut berharga untuk
diteruskan atau tidak?
o Apakah “titik limit” atau obyektif dapat digeser (agar mengalah)?
o Apakah taktik atau strategi yang digunakan salah?
o Apakah gaya negosiasi perlu dirubah?
o Apakah emosi negosiator mempengaruhi terciptanya deadlock?
o Apakah perlu juru bicara diganti?
o Apakah masih ada kemungkinan penyelesaian?
o Apakah dapat disetujui sebagian saja dari negosiasi (partial agreement)?

3. Sementara itu, jangan panik, tetap tenang. Jangan mudah menyerah, tetapi
konsentrasikan untuk mencari jalan keluar. Jangan membuat provokasi pada pihak
lawan, atau jangan membuat keadaan lebih buruk lagi.

4. Dalam pembahasan kembali tersebut, jangan terlampau terpukau untuk menjawab


pertanyaan “mengapa deadlock”, tetapi lebih konsentrasikan pada menjawab
pertanyaan “bagaimana mengatasi deadlock”.

5. Setelah dilakukan pembahasan kembali, dan mungkin ada konsesi-konsesi lain yang
dapat ditawarkan, atau “titik limit” sudah digeser, atau gaya dirubah, atau juru bicara
baru, maka diusulkan negosiasi dibuka kembali dengan usul-usul dan atau pendekatan
segar.

6. Negosiasi untuk menyelesaikan perselisihan, apabila deadlock, dan setelah usaha-


usaha ekstra untuk menyelesaikan deadlock tersebut gagal, masih ada cara-cara lain,
seperti dibawa ke badan arbitrase, pengadilan, boikot, mogok dan sebagainya. Tetapi
tentu saja ini adalah upaya terakhir yang dapat ditempuh.
7. Negosiasi yang bertujuan menjalin bisnis misalnya jual-beli, kalau betul-betul deadlock,
ya dibatalkan saja atau ditunda untuk waktu yang tidak ditentukan, apabila memang
setelah dilakukan usaha-usaha ekstra, masih belum dapat diselesaikan. Kalau
dibatalkan sebaiknya dilakukan dengan baik-baik, tidak dalam suasana bermusuhan,
karena mungkin lain kali masih saling memerlukan dan mengadakan negosiasi baru.

8. Beberapa hal yang dapat dihindari, yang dapat menyebabkan deadlock adalah antara
lain:
a. Obyektif negosiasi sangat tidak realistik.
b. Bertindak sangat provokatif.
c. Mengutarakan hal-hal yang sangat sensitif.
d. Tidak mempertimbangkan semua hal yang dapat dinegosiasikan.
e. Terlalu tergesa-gesa untuk menghasilkan persetujuan.
f. Tidak memberikan argumentasi yang masuk akal.

-o0o-

BAB 4
PERSYARATAN NEGOSIATOR YANG TERAMPIL

A. Ketrampilan Dasar Negosiasi

Menjadi negosiator yang terampil memerlukan pengetahuan, keterampilan, latihan, dan


pengalaman dalam negosiasi. Jarang seseorang itu dari lahir sudah berbakat menjadi
negosiator. Keterampilan untuk berkomunikasi saja tidak cukup, karena negosiasi bukan
sekedar komunikasi, tetapi menyangkut tawar menawar (bargaining) juga. Di bawah ini
dicoba disampaikan beberapa dasar, syarat, cara membantu agar seseorang dapat
menjadi negosiator yang baik.

1. Mengetahui prinsip-prinsip negosiasi.


• Tentu saja hal ini perlu diketahui. Prinsip-prinsip negosiasi adalah apa yang sudah
dijelaskan dalam BAB 1.

2. Mengetahui tahap-tahap negosiasi.


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ada tahapan-tahapan dalam negosisasi. Contoh
yang sudah diberikan adalah ada 8 tahap negosiasi. Angka 8 ini bukan angka mati,
karena ada yang membaginya menjadi 4 atau 6 atau angka lain mengenai tahapan ini.
Yang penting diketahui adalah urutannya dan artinya masing-masing.

3. Mengetahui perihal yang dinegosiasikan.


• Kalau mengadakan negosiasi mengenai pembelian barang tertentu, diperlukan
pengetahuan secukupnya mengenai barang yang dinegosiasikan tersebut.
• Demikian juga kalau menegosiasikan suatu jasa atau proyek tertentu, sebaiknya
mengetahui secukupnya mengenai jasa atau proyek tersebut.
• Tanpa pengetahuan yang cukup, dapat menyebabkan salah faham atau
miskomunikasi atau kebingungan dalam negosiasi.

4. Menyaring hal-hal utama yang perlu dinegosiasikan.


• Kemampuan untuk mengetahui, menseleksi dan menyaring hal-hal utama dari
sejumlah hal-hal utama seringkali tidak dimiliki oleh semua orang.
• Ini memerlukan latihan, karena hal-hal utama inilah yang seharusnya menjadi
prioritas dalam negosiasi, apalagi kalau menghadapi waktu yang terbatas.
5. Menggali hal-hal utama dan informasi lain di dalam waktu yang terbatas.
• Ini menyangkut kemampuan untuk memilih data pokok apa yang diperlukan untuk
menunjang proses negosiasi.
• Sesudah diketahui, maka hal-hal atau informasi pokok inilah yang perlu terlebih
dahulu ditanyakan dengan cara yang tepat.

6. Menguasai teknik bertanya.


• Ini menyangkut kemampuan untuk mengajukan pertanyaan, termasuk merumuskan
pertanyaan sedemikian rupa agar mendapatkan jawaban yang diinginkan secara
cepat dan tepat.

7. Mampu mendengarkan orang lain dan dapat menangkap kepekaan terhadap apa yang
dirasakan penting oleh orang lain.
• Mendengarkan dengan baik penjelasan orang lain seringkali bukan merupakan
pekerjaan yang mudah, karena orang cenderung lebih suka berbicara daripada
mendengarkan.
• Yang diperlukan tidak hanya mendengarkan dengan baik, tetapi menangkap hal-hal
yang penting, hal-hal yang dianggap peka, dan nuansa-nuansa lain.

8. Mengembangkan ego orang lain.


• Setiap orang mempunyai ego, dan ego ini harus dihormati termasuk ego para
‘lawan’ negosiasi.
• Mengembangkan ego adalah upaya memperlihatkan pengakuan kita atas prestasi,
kepintaran, kepiawaian, kelebihan orang lain dengan berbagai cara misalnya dengan
pujian, pengakuan, sanjungan dan sejenisnya. Ini adalah hal yang tidak
mengeluarkan biaya sama sekali.
• Seseorang yang disanjung-sanjung biasanya menjadi senang, sehingga lebih
mudah memberikan sesuatu yang diminta (konsesi).

9. Mengendalikan waktu negosiasi.


• Pengelolaan waktu (time management) adalah sesuatu keterampilan yang perlu
dilatih dan dikembangkan.
• Disini termasuk memprioritaskan hal-hal yang perlu dibicarakan terlebih dahulu dan
membelakangkan hal-hal yang kurang penting.
• Anggota tim lain, yang tidak ikut berbicara dapat membantu mengingatkan
penggunaan waktu pada anggota yang berbicara.

10. Mengendalikan diri.


• Negosiator harus tetap dapat mengendalikan emosi diri, terutama kalau menghadapi
orang yang sulit.
• Marah-marah dalam negosiasi sama sekali tidak membantu lancarnya negosiasi,
bahkan dapat menggagalkan negosiasi.

11. Membuat catatan penting dan ringkasan.


• Hal-hal penting yang diutarakan, apalagi yang sudah menjadi kesepakatan perlu
dicatat secara lengkap tetapi ringkas, sehingga memudahkan membuat ringkasan
dalam acara penutupan negosiasi nanti.
• Hal ini dapat dibantu oleh anggota tim yang khusus ditugaskan untuk itu, tetapi
pembicara setidak-tidaknya perlu mencatatnya secara mental, untuk mencocokkan
dengan catatan tim pencatat nantinya.

Ketrampilan-ketrampilan ini sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari sama halnya


dalam negosiasi. Dengan mempelajarinya, anda akan mampu untuk mendapatkan lebih
dari hanya sekadar kemampuan “menawar
B. Jenis Pertanyaan Dalam Negosiasi

Mengajukan atau merumuskan pertanyaan perlu juga diatur agar tidak bertele-tele dan
membuang waktu. Pertanyaan basa-basi boleh saja diajukan, asal tidak terlalu banyak
dan banyak membuang waktu. Sebaiknya pertanyaan dilakukan dengan sopan, jelas, to
the point, dan berguna untuk proses negosiasi selanjutnya. Ada beberapa jenis
pertanyaan yang perlu diketahui untuk membantu dalam hal ini, yaitu antara lain:

1 Pertanyaan untuk menarik perhatian.


• Pertanyaan jenis ini adalah pertanyaan yang membangkitkan minat, sehingga
menimbulkan perhatian dari yang ditanya.
Misalnya: “Kami dengar bahwa Anda baru pertama kali ini menjual produk “X” ke
negeri kami?”
• Pertanyaan pembuka seperti ini sekaligus membuka pembicaraan untuk negosiasi
selanjutnya.

2. Pertanyaan untuk memperoleh informasi.


• Pertanyaan ini dapat diajukan secara lisan atau tertulis. Kalau tertulis, dapat
diajukan dalam bentuk questioner, sehingga lebih banyak data yang dapat
ditanyakan dan diperoleh.
• Sedangkan kalau dilakukan secara lisan, lebih sedikit yang diperoleh, namun dapat
juga dilakukan kedua-duanya.
Contoh: “Berapakah kapasitas produksi pabrik Anda dan berapa persen yang
diekspor?”

3. Pertanyaan yang bernada memberikan informasi.


• Pertanyaan ini sebetulnya ingin memperoleh informasi tertentu dengan sekaligus
memberikan informasi kepada pihak lain mengenai hal yang sama, misalnya
“Berapakah keuntungan yang Anda harapkan, karena di negara kami, keuntungan
biasanya berkisar antara 5% sampai 10% dari harga pokok.”

4. Pertanyaan yang membuka pikiran atau horizon pandangan orang lain.


• Pertanyaan ini mengandung undangan kepada pihak lain untuk berpikir secara lain
dari pada usulan yang semula dibicarakan, agar terbuka kemungkinan lain yang
lebih baik dalam menjalin hubungan bisnis, misalnya
“Bagaimana, kalau misalnya kami tidak membeli mesin photocopy Anda, tetapi
menyewa dari Anda dalam jangka panjang?.” Pertanyaan ini diikuti dengan
penjelasan keuntungannya untuk kedua belah pihak.

5. Pertanyaan yang bernada menyimpulkan.


• Pertanyaan ini mencoba meminta persetujuan orang lain atas kesimpulan yang
sudah dicapai, misalnya:
“Berdasarkan pembicaraan kita selama ini, dapatkah disimpulkan bahwa, kita
menyepakati bahwa kami mendapatkan discount harga sebesar 10%, dan
tambahan 2,5% lagi apabila kami dapat menyelesaikan pembayaran paling lambat
14 hari kerja setelah penyerahan barang?”
• Menyimpulkan sesuatu dalam bentuk pertanyaan mempunyai 2 keuntungan, yaitu:
Anda dapat merumuskan dengan jelas sesuai dengan kehendak Anda, meskipun
hasil dari kesepakatan tadinya belum betul-betul tuntas menjadi hal yang
menguntungkan Anda, misalnya tadi waktu negosiasi masih belum tuntas betul,
berapa discount yang diberikan, karena pembicaraan masih berkisar antara 7,5%
dan 10%.
• Kalau terdapat kesalahan, tidak perlu malu, karena baru berupa pertanyaan.
C. Sikap Dalam Negosiasi

Tadi sudah disinggung salah satu sikap yang diperlukan dalam negosiasi, yaitu dapat
mengendalikan diri. Kalau seseorang dapat mengendalikan diri, maka kemungkinan besar
dia mampu juga mengendalikan jalannya negosiasi. Di bawah ini diberikan beberapa sikap
yang diperlukan dari seorang negosiator agar membantu berhasilnya suatu negosiasi,
yaitu antara lain:

1. Tidak tegang, tetapi rileks dan waspada.


• Tidak tegas alias rileks agar pihak lawan bersikap demikian juga.
• Sikap tegang menghambat kelancaran pembicaraan dan kurang membantu usaha
menjalin persahabatan.
• Rileks tidak berarti sembarangan, tetapi wajar saja seperti kalau mengadakan
pembicaraan dengan tamu kita dirumah atau di kantor.
• Kewaspadaan tetap harus dipelihara dalam setiap waktu.

2. Dapat mengendalikan diri.


• Dapat mengendalikan diri berarti tidak emosional, tidak marah-marah, tidak
membentak-bentak, tidak memperlihatkan kejengkelan dan sebagainya.
• Pengendalian diri diperlukan terlebih-lebih menghadapi orang yang sulit dalam
bernegosiasi.
• Untuk itu harus mengetahui dan mengantisipasi sebagai sifat atau kepribadian
orang lain.
• Kemarahan orang lain, jangan sekali-kali dibalas dengan kemarahan juga, kecuali
apabila Anda menginginkan menghentikan negosiasi dalam suasana bermusuhan.
• Kalau perlu, minta reses, tenangkan hati masing-masing, ganti pembicara kalau
perlu.

3. Harus sabar dan kembangkan sense of humor.


• Sekali-kali dalam pembicaraan yang serius pelu diselingi dengan humor, untuk
mengurangi ketegangan dan membuat suasana gembira dan akrab.
• Negosiasi yang besar biasanya didahului atau diselingi dengan ice breaker, yaitu
suasana rileks (makan, minum, bernyanyi, dan ngobrol) untuk lebih saling
mengenal secara pribadi. Disini seringkali dilontarkan lelucon-lelucon untuk
mencairkan kebekuan.

4. Sentimen pribadi jangan dibawa-bawa, karena Anda membawa kepentingan


perusahaan.
• Dalam negosiasi sama sekali jangan dibawa–bawa persoalan atau sentimen
pribadi.
• Apabila antara dua negosiator kebetulan ada persoalan pribadi, lebih baik salah
satu diganti agar negosiasi jangan dibahayakan sehingga dapat merugikan
perusahaan.

5. Kalau menghadapi bangsa Barat, khususnya bagi orang Indonesia, jangan


mempunyai perasaan rendah diri (inferiority complex), dan sebaiknya dalam
menghadapi bangsa lain, jangan bersikap menyepelekan (under estimate).
• Banyak orang Indonesia kalau menghadapi orang Barat, secara sadar atau tidak,
menghadapi penyakit minder (inferiority complex). Penyakit ini timbul dalam bentuk
“secara a priori terlalu percaya apa yang dikatakan orang Barat” atau sebaliknya “a
priori tidak percaya” atau bentuk-bentuk perwujudan lainnya.
• Sebaiknya sikap ini ditinggalkan. Bersikaplah biasa, wajar, anggap orang Barat
orang biasa saja, ada yang pintar, ada yang bodoh.
• Sikap menyepelekan orang asing yang kelihatan tindak-tanduknya bodoh juga
jangan dilakukan. Sekali lagi, jangan terpukau oleh kebaratannya atau jangan
tertipu oleh kebodohannya, tetapi bersikaplah biasa saja dan tetap waspada.

D. Kekuatan Tawar Menawar

Dalam proses negosiasi, baik pembeli maupun penjual mempunyai tidak saja
kepentingan-kepentingan, tetapi juga kekuatan-kekuatan dalam tawar-menawar. Hanya
negosiator yang ahli mampu mengenal dan menggunakan kekuatan tawar-menawar ini
pada waktu dan kesempatan yang tepat. Ada dua pihak yang perlu diperhitungkan dalam
hal ini, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Untuk itu, dibawah ini disinggung beberapa
hal mengenai kekuatan tawar menawar tersebut.

1. Kekuatan penjual umumnya tergantung dari jawaban atas tiga pertanyaan pokok
sebagai berikut:

a) Seberapa jauh kebutuhan penjual akan kontrak yang dinegoisiasikan.


• Dalam keadaan sellers market, penjual berada di atas angin dan mempunyai
posisi tawar-menawar yang kuat, demikian juga sebaliknya.
• Kebutuhan penjual dapat ditandai antara lain dengan seberapa sering mereka
menanyakan atau mendesak menjual barang dimaksud.
• Kompetisi yang ketat juga dapat menjadikan indikator mengenai kebutuhan
penjual ini.

b) Seberapa jauh penjual yakin akan memperoleh kontrak tersebut?


• Kalau penjual mengetahui bahwa harganya sudah paling murah diantara para
pesaing, maka negosiasi untuk menurunkan harga akan sangat sulit atau tidak
mungkin dilakukan.
• Apabila penjual merupakan penjual tunggal (monopoli) untuk barang dimaksud,
maka hal yang sama juga terjadi.
• Seringkali penjual, dari sumber tertentu, mengetahui bahwa ia sebetulnya
sudah menang. Kebocoran informasi ini akan melemahkan posisi pembeli
dalam negosiasi.

c) Berapa waktu yang tersedia untuk mencapai persetujuan yang dapat diterima
ke dua belah pihak?
• Keperluan yang mendesak dari pihak pembeli akan memperkuat posisi penjual
dalam bernegosiasi, sehingga mereka dapat mengulur-ulur waktu.
• Demikian pula sebaliknya. Oleh karena ini perencanaan waktu dalam
pembelian sangat penting, untuk mendapatkan kesempatan menegosiasikan
harga yang layak.

2. Kekuatan lain yang perlu diperhitungkan ialah kekuatan pihak pembeli. Pihak pembeli,
seperti halnya pihak penjual, juga tergantung dari 3 faktor sebagai berikut:

a) Tingkat kompetisi diantara para penjual.


• Makin tinggi tingkat kompetisi diantara para penjual, makin kuat kedudukan
para pembeli.
• Kalau perlu pembeli dapat menciptakan kompetisi ini dengan membina
perusahaan-perusahaan lain untuk memproduksi barang-barang yang
diperlukan.
• Tingkat kompetisi ini ditandai pula dengan keadaan pasar yang dihadapi,
apakah monopoli, persaingan murni, oligopoli, monopsoni, atau oligopsoni.
b) Ada tidaknya analisis harga/biaya yang mencukupi.
• Makin banyak dan akurat informasi yang dimiliki oleh pembeli dalam
perhitungan harga/ biaya, makin kuat kedudukannya dalam negosiasi.
• Dalam hal ini, termasuk harga pasar, harga kompetitor ataupun harga
pembelian yang dilakukan oleh perusahaan lain.

c) Matangnya persiapan negosiator dari pihak pembeli.


• Pengetahuan adalah suatu kekuatan bagi negosiator. Pengetahuan yang
dimaksudkan disini bukan hanya pengetahuan tentang bernegosiasi, tetapi
pengetahuan tentang barang atau jasa yang dinegosiasikan, pengetahuan
tentang tata niaga, pengetahuan tentang budaya lawan negosiasi, mengenai
strategi negosiasi, keadaan pasar, ekonomi dan sebagainya.
• Tanpa pengetahuan dan persiapan yang matang, negosiator akan sulit
memenangkan suatu negosiasi.

E. The Do’s and The Don’t Dalam Negosiasi

Dalam negosiasi ada beberapa hal yang sangat singkat dikatakan the do’s and the don’t
(yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan), yaitu misalnya:
1. Jangan melakukan negosiasi melalui telepon apabila tidak betul-betul penting atau
mendesak kecuali mengenai hal-hal yang kecil.
2. Jangan menganggap diri sebagai jaksa penuntut, karena negosiasi bukanlah
pengadilan!
3. Jangan siapkan pertanyaan-pertanyaan pokok selama negosiasi, tetapi buatlah
sebelum dilaksanakan negosiasi. Selama negosiasi, perhatian harus betul-betul pada
pembicaraan lawan dan strategi sendiri.
4. Pilih waktu yang tepat untuk bertanya.
5. Perhatikan penjelasan lawan negosiasi dan jangan lupa “read between the line”
6. Jangan memonopoli pembicaraan!
7. Jangan sekali-kali mengajukan ancaman kosong (bluffing) apabila tidak dapat
melaksanakannya!
8. Jangan memotong pertanyaan dengan pertanyaan! Pertanyaan lawan harus dijawab
lebih dahulu sebelum mengajukan pertanyaan sendiri.
9. Jangan kehilangan kesabaran dan kendali emosi!
10. Jangan mengajukan pertanyaan yang bernada permusuhan, kecuali kalau Anda
memang mau berantem.
11. Jangan mengajukan pertanyaan yang bernada meragukan kejujuran lawan
12. Terus kejar, dengan sopan tetapi persisten, kalau lawan mengelak menjawab
pertanyaan yang penting!
13. Tanyakan sesuatu mengenai lawan Anda yang sudah Anda ketahui untuk mengukur
kredibilitas mereka.
14. Jangan takut atau malu mengajukan pertanyaan yang sederhana, sebagai pertanyaan
yang tolol, kalau memang pertanyaan itu penting atau relevan.
15. Jangan memperlihatkan kesulitan Anda yang serius!
16. Jangan memperlihatkan kesan bahwa negosiasi dimaksud adalah satu-satunya cara
untuk menyelamatkan perusahaan Anda.
F. Konsesi yang Perlu Diminta Oleh Pembeli

Dalam negosiasi pembelian barang atau jasa, hal-hal sebagai berikut dapat diminta oleh
pembeli dari penjual sebagai konsesi:

1. Harga yang lebih murah.


• Harga memang biasanya yang paling banyak dapat dimintakan konsesi.
• Di sini termasuk juga negosiasi mengenai kurs pembayaran, apakah valuta asing
apakah valuta lokal. Kalau valuta asing, valuta asing apa.

2. Proteksi harga.
• Proteksi harga adalah pembekuan harga tertentu untuk waktu yang disetujui
bersama, misalnya untuk waktu satu tahun.
• Proteksi harga juga dapat berupa kurs tetap terhadap valuta asing tertentu untuk
waktu tertentu pula (semacam hedging).

3. Potongan harga.
• Quantity discount.
• Cash discount.
• Sales discount.
• Seasonal discount.

4. Pengunduran/pengajuan pembayaran.
• Misalnya dibayar 6 bulan sesudah pengapalan dengan atau tanpa bunga (usance
L/C).
• Dapat juga, misalnya kalau pembayaran kurang dari 2 minggu setelah penyerahan
barang, dapat discount tambahan.

5. Penyederhanaan penagihan.
• Misalnya tidak perlu dengan tagihan invoice hard copy biasa, tetapi dengan EDI
(electronic data interchange).
• Misalnya juga tagihannya tidak dilakukan pada setiap penyerahan barang, tetapi
per bulan atau per tiga bulan.

6. Perjanjian stockist.
• Misalnya penjual bersedia menyimpan sejumlah barang di gudang mereka sendiri.
• Pembeli tidak perlu menimbun barang dimaksud dalam gudangnya.

7. Tukar tambah.
• Misalnya barang yang tidak dipakai atau kelebihan (surplus) dapat ditukar dengan
barang lain yang lebih banyak digunakan pembeli.
• Pertukaran dapat barang dengan barang atau barang plus jumlah uang tertentu.

8. Sewa atau beli.


• Misalnya pembeli/ penyewa bebas untuk memilih, membeli, atau menyewa barang
yang diperlukan.
• Tentu saja hal ini berdasarkan pertimbangan pembeli dari segi biaya, keamanan
dan sebagainya.
9. Peningkatan mutu.
• Negosiasi peningkatan mutu dapat dilakukan kalau menyangkut kontrak jangka
panjang.
• Mutu dalam hal ini tidak hanya berarti sempit yaitu ‘sesuai dengan spesifikasi,’
tetapi mutu dalam arti yang luas.
10. Guarantee dan warranty.
• Guarantee biasanya mengenai barang dan warranty mengenai peralatan
(equipment).
• Dua-duanya adalah jaminan bahwa barang yang diserahkan adalah hasil yang
memenuhi spesifikasi seperti apa yang dijelaskan dalam surat pesanan.

11. Pengepakan atau pembungkusan, yang dapat berupa.


• Bungkusan yang lebih menarik (khusus barang resale).
• Kemudahan handling waktu penerimaan.
o Paletisasi.
o Unit packaging.
o Proteksi selama pengangkutan dan/atau penyimpanan.
• Penurunan biaya.
o Non-returnable packaging.
o Reusable packaging.
o Pembayaran deposit.

12. Jumlah penerimaan minimum.


• Jumlah ini perlu dinegosiasikan supaya penjual juga tidak terlampau dirugikan
karena biaya pengangkutan yang tinggi.
• Barang-barang besar biasanya tidak memerlukan persetujuan mengenai hal ini.

13. Penyediaan handling equipment.


• Penyediaan handling equipment di tempat pembongkaran barang perlu
diperjanjikan sebelumnya supaya tidak terjadi kekacauan atau salah faham.
• Seringkali disini dimasukkan juga persetujuan mengenai siapa yang membongkar,
penjual atau pembeli.

14. Biaya angkutan.


• Perlu dinegosiasikan, siapa yang mengangkut barang, penjual atau pembeli dan
dari mana ke mana.
• Seringkali salah satu pihak dapat mengangkut dengan biaya yang jauh lebih kecil,
karena pengalaman atau karena mempunyai perjanjian khusus dengan
perusahaan pengangkut.

15. Kemungkinan menggunakan angkutan sendiri.


• Ini sebetulnya dapat dimasukkan dalam butir sebelumnya mengenai angkutan,
tetapi dapat juga secara khusus tersendiri.
• Seringkali perusahaan sendiri mempunyai armada angkutan yang menganggur
yang dapat digunakan secara lebih murah.

16. Consolidated cargo.


• Ini adalah cara mengangkut dengan mengumpulkan sejumlah pengiriman sampai
mencapai tonage tertentu baru diangkut.
• Tujuannya adalah untuk mendapatkan tarif angkutan yang lebih ekonomis.

17. Inspeksi/pengetesan gratis.


• Pengetesan yang bersifat standar biasanya gratis atau sudah termasuk harga
barang yang dibeli.
• Biaya test baru merupakan beban ekstra pembeli apabila merupakan persyaratan
tambahan.
18. Contoh model gratis.
• Untuk barang yang kecil, hal ini mudah dinegosiasikan, tetapi untuk barang yang
besar, perlu dibuat perjanjian khusus.
• Alternatif lain ialah seperti model berikut, yaitu no cure no pay.
• Trial gratis

19. Kesepakatan ‘no cure no pay’.


• Artinya barang yang dibeli baru dibayar, kalau barang tersebut sudah dipakai dan
mutu atau hasilnya sesuai dengan yang dijanjikan.
• Biasanya untuk barang baru yang belum pernah dipakai oleh pembeli.

20. Tambahan manual, drawing, spare parts dan catalog lain.


• Biasanya manual dan sebagainya ini diberikan dalam jumlah terbatas saja.
• Kalau pembeli menginginkan dalam jumlah yang lebih, perlu diperjanjikan terlebih
dahulu.

21. Mendapatkan spare parts list asli pabrik.


• Dalam membangun proyek, dimana dananya dipinjamkan dari pihak tertentu
dimana pemberi dana ikut dalam penentuan kontraktor, atau pada pembangunan
dengan sistem turn key, perlu diperjanjikan dan dinegosiasikan terlebih dahulu
bahwa untuk setiap spare part list dari equipmentnya, haruslah diberikan yang dari
pabrik aslinya.
• Seringkali apabila tidak waspada, khususnya yang bersangkutan dengan
kontraktor Jepang, nama equipment dan spare part list termasuk spare part
number diganti dari aslinya dan diberikan nama baru atas nama kontraktor
pembangunan proyek tersebut.
• Hal ini akan menyulitkan pada waktu pemesanan spare parts di kemudian hari
nanti, karena akan tergantung pada kontraktor tersebut, yang biasanya akan
menambahkan mark up tertentu, karena pabrik aslinya tidak diketahui.

22. Proteksi terhadap tinggal guna (obsolescence).


• Ketertinggalan atau obsolesence dapat diproteksi dengan cara ditukar tambah
dengan model baru.
• Negosiasi ini hampir sama dengan ‘tukar tambah’ hanya disini menyangkut
peralatan (equipment).

G. Konsesi yang Dapat Ditawarkan Kepada Penjual

Sebaliknya, banyak juga konsesi yang dapat ditawarkan kepada pihak penjual dalam
rangka negosiasi jual-beli, antara lain sebagai berikut:
1. Pemberian Uang Muka (advanced payment).
• Dalam pembelian barang-barang tertentu (misalnya barang fabrikasi, atau barang
khusus), wajar kalau kepada penjual diberikan uang muka pembayaran sejumlah
tertentu.
• Tentu saja harus ada semacam proteksi dan pengaturan lebih lanjut mengenai
uang muka ini. Proteksi yang dimaksud misalnya garansi bank.

2. Kenaikan harga yang wajar.


• Kenaikan harga yang wajar, karena suatu keadaan yang dapat dipertanggung
jawabkan, dapat merupakan konsesi yang diberikan kepada penjual.
• Pemberian ini berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan tidak atas dasar yang
lain.
3. Pembelian dalam jumlah standar pabrik.
• Misalnya pabrik menentukan jumlah pembelian barang tertentu harus merupakan
kelipatan puluhan atau lusinan.
• Hal ini dapat dinegosiasikan antara penjual-pembeli.

4. Menerima standar baru.


• Kemungkinan ada standar barang baru yang ditawarkan penjual sebagai pengganti
barang yang lama.
• Hal ini dapat diterima oleh pembeli asalkan memang sama atau lebih unggul dari
standar lama.

5. Penyusunan laporan testing.


• Testing material secara khusus atau ekstra dapat saja ditawarkan dilakukan oleh
pembeli, dan bukan oleh penjual.
• Tetapi testing material yang baku atau menjadi kebiasaan, seharusnya menjadi
tanggungjawab penjual.
• Yang perlu dinegosiasikan tidak hanya kepada siapa yang melaksanakan atau
siapa yang menguruskan, tetapi yang penting juga adalah atas biaya siapa.

6. Sarana uji kualitas.


• Demikian juga, sarana uji kualitas, apabila tidak dimiliki oleh penjual, pembeli dapat
menawarkan fasilitasnya dengan pengaturan tertentu.
• Uji kualitas hendaknya dilihat sebagai kepentingan dua belah pihak dan bukan
hanya kepentingan satu pihak saja.

7. Izin menggunakan paten pembeli.


• Seringkali juga pembeli dapat memberikan izin kepada penjual untuk
menggunakan patennya atas persyaratan tertentu.
• Penggunaan paten ini, dapat merupakan konsesi yang diberikan kepada penjual,
apabila paten tersebut merupakan nilai jual yang tinggi.

8. Penyusunan spesifikasi barang.


• Seringkali spesifikasi barang dapat diserahkan kepada penjual dan pembeli hanya
menyampaikan spesifikasi kinerjanya (performance).
• Hal ini memungkinan agar penjual dapat mendesain barang atau peralatan dengan
harga yang lebih ekonomis.

9. Penggunaan fasilitas pembeli.


• Beberapa fasilitas pembeli dapat ditawarkan kepada penjual sebagai konsesi
dalam negosiasi misalnya laboratorium, gudang, pelabuhan bongkar, peralatan
pengangkut dan sebagainya.
• Tentu saja pengguna ini atas dasar persyaratan tertentu.

H. Batas Waktu (Deadlines)

Pemberitahuan batas waktu dapat merupakan taktik ancaman, gertak ataupun dapat
merupakan penjelasan yang sebenarnya. Untuk itu perlu kepekaan untuk mengendusnya,
yang mana sebenarnya terjadi. Pernyataan batas waktu ini dapat dilakukan dari pihak
penjual, tetapi dapat juga dilakukan oleh pihak pembeli seperti misalnya:

1. Batas waktu yang dapat menyudutkan penjual.


a. “Lewat tanggal 31 Maret 1999, anggaran kami hangus dan dana tidak tersedia
lagi.”
b. “Penawaran yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 1998 tidak akan kami
pertimbangkan.”
c. “Kalau Anda tidak mau, besok kami akan berunding dengan saingan Anda.”
d. “Ini jadwal produksi kami, kalau Anda tidak dapat memenuhinya, kami akan beli
dari orang lain.”
e. “Bos kami yang berwenang menyetujui pembelian, besok akan ke luar negeri
selama dua bulan.”
f. “Panitia pembelian akan rapat besok. Apakah Anda bersedia untuk menurunkan
harga?”

2. Batas waktu yang dapat menyudutkan pembeli.


a. “Harga akan naik mulai bulan depan”.
b. “Penawaran ini hanya berlaku selama 15 hari (atau sampai tanggal 30 November
1998) .”
c. “Stock hanya dijamin bila belum terjual sebelumnya.”
d. “Apabila sampai besok kami belum menerima uang muka, kami tidak menjamin
apakah barang masih tersedia.”
e. “Bila pesanan kami terima setelah tanggal 31 Desember 1998 nanti, kami tidak
menjamin dapat menyerahkan barang pada tanggal 15 Januari 1999.”
METODE PENETAPAN HARGA JUAL
( PRICING METHOD )
A. Pendahuluan.
Menetapkan harga jual atas produksi yang dihasilkan merupakan pekerjaan
yang tidak boleh diabaikan, karena kesalahan didalam menetapkan harga jual akan
berdampak langsung terhadap keberhasilan usaha.
Dalam perusahaan kecil penetapan harga jual seringkali dilakukan oleh manajemen
atau semetara pada perusahaan besar harga jual biasanya dilakukan oleh manajer
divisi dengan memperhatikan berbagai factor, diantaranya factor persaingan, perilaku
konsumen, sifat barang yang dijual dll.
Secara umum penetapan harga mempunyai tujuan seperti dalam gambar berikut:
PERTUMBUHAN
PENJUALAN
ORIENTASI
PENJUALAN
PERTUMBUHAN
PANGSA PASAR

TARGET ROI

TARGET ORIENTASI
HARGA LABA
LABA MAKSIMUM

POSISI HARGA
ORIENTASI
STATUS
POSISI PASAR
B. Cost Plus Pricing
Pengertian Cost Plus, adalah nilai biaya tertentu ditambah dengan kenaikan
(mark-up) yang ditentukan. didalam konsep perhitungan harga pokok dikenal dua
pendekatan yaitu ;
• Absorption costing (full costing)
Dalam pendekatan ini harga pokok produksi terdiri dari biaya-biaya yang berkaitan
dengan pembuatan produk baik yang bersifat variable maupunyang bersifat tetap
- Bahan baku langsung
- Upah langsung
- Biaya overhead pabrik – variable
- Biaya overhead pabrik – Tetap
• Variable costing ( direct costing )
Dalam pendekatan ini yang dimasukkan sebagai komponen harga pokok produk
adalah seluruh biaya-biaya yang bersifat variable
Biaya variable tersebut dapat dikelompokkan lebih lanjut seperti dalam gambar
berikut :
-Biaya bahan baku
Total Biaya Biaya produksi -Upah langsung
Variabel Variabel -BOP variabel
-Biaya Penjualan Variabel
-Biaya umum&Adm variabel

Contoh:
Untuk menetapkan harga jual telah tersedia data biaya sbb:
Per unit Total Rp. .
Bahan baku 8.000
Upah langsung 12.000
B.Overhead variable 3.000
B.Overhead tetap 7.000 350.000.000
Biaya penjualan variable 1.500
Biaya penjualan tetap 1.800 90.000.000
Biaya umum variable 500
Biaya umum tetap 2.200 110.000.000

Biaya tersebut berdasarkan kapasitas normal sebesar 50.000 unit per bulan
Manajemen menetapkan harga jual dengan 50% markup dari harga pokok produk atau
mark up 80% dari Biaya Variabel

Penetapan berdasarkan HPP


Bahan Baku 8.000
Upah langsung 12.000
BOP Variabel 3.000
BOP tetap 7.000
Total Biaya Produksi 30.000
Mark up 50 % 15.000
Harga Jual 45.000

Penetapan berdasarkan Biaya variabel


Bahan baku 8.000
Upah langsung 12.000
B.Overhead variable 3.000
Biaya penjualan variable 1.500
Biaya umum variable 500
Total biaya variabel 25.000
Mark up 80 % 20.000
Harga jual 45.000

Kedua metode telah menghasilkan harga jual yang sama. Jika seluruh produk yang
dihasilkan dapat terjual semua maka perhitungan kedunya akan menghasilkan laba yang
sama.
Pengaruh yang terjadi dapat dikumpulkan sbb:
1.Jika seluruh produk terjual maka laba yang dihasilkan sama
2.Jika persediaan akhir lebih kecil daripada persediaan awal maka Laba bersih Fuul cost
akan lebih besar dari Variable costing
3.Jika persediaan akhir lebih besar dari pada persediaan awal maka Laba Bersih Variabel
Costing lebih besar dari full costing
C. Perbedaan Laba Full Costing dengan Laba Variabel Costing
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa laba Full costing akanberbeda dengan laba
Variable costing ; apabila terdapat perbedaan pada persediaan awal dan persediaan
akhir. Perbedaan laba tersebut disebabkan karena adanya sebagian biaya Oerhead
tetap yang melekat pada persediaan awal dan persediaan akhir.
BOT
LF – LV = ----------- X (Qp – Qs)
Qn
atau
= BOT u X ( Qe - Qb)

LF = Laba Full Csoting


LV = Laba Variable costing
BOT = Biaya Overhead Tetap
Qn = Kapasitas Normal
Qp = Kapasitas produksi
Qs = Kapasitas terjual
BOTu = Biaya Overhead tetap per unit
Qe = Kapasitas akhir
Qb = Kapaistas awal

Dari rumus tersebut diperoleh hubungan sbb:

Jika terjadi atau jika terjadi Maka


Qp > Qs Qe > Qb LF > LV
Qp< Qs Qe < Qb LF < LV
Qp = Qs Qe = Qb LF = LV

Rumusan dan hubungan ini dapat dipergunakan untuk melakukan rekonsiliasi laporan
laba rugi Variabel Costing menjadi Laporan Laba-rugi Full costing atau sebaliknya.

D. Menetapkan persentase mark-up


Ada kalanya manajemen membutuhkan informasi berapa besarnya markup yang harus di
tetapkan terhadap harga pokok barang tertentu dimana harga jual barang tersebut telah
diketahui sebelumnya.
Rumus : Harga jual - Total biaya
Persentase laba = ------------------------------ X 100 %
Total biaya
Contoh:
Data Biaya untuk membuat sebuah produk adalah sbb:
B.Variabel B. tetap
Bahan Rp.2.000
Upah Rp.1.000
BOP Rp. 400 Rp.600
B.Pemasaran&adm Rp. 200 Rp.800
Perusahaan menginginkan laba sebesar Rp. 1000. maka target harga jual adalah
Total Biaya + Laba = Rp. 5.000 + Rp. 1000 = Rp. 6.000,-
(1).Markup didasarkan pada Prime Cost.
Prime Cost = 2.000 + 1.000
6.000 - 3.000
Persentase mark-up = ------------------- X 100 % = 100 %
3.000
(2).Mark-up didasarkan pada Total Harga pokok penuh (Full costing)
Full Costing = 2.000+1.000+1.000= 4.000
6.000 - 4.000
Persentase mark-up = -------------------- X 100 % = 50 %
4.000
(3).Mark-up didasarkan pada Harga pokok Variabel (Variabel Costing)
Harga pokok variable = 2.000+1.000+400+200= 3.600
6.000 - 3.600
Persentase mark-up = ------------------- X 100 % = 66,67 %
3.600
E. Menetapkan Harga Jual berdasarkan ROI

Return on Investment sering kali dijadikan target untuk mengukur keberhasilan sebuah
bisnis. Untuk menetapkan harga jual dengan tingkat ROI tertentu dapat dilakukan
dengan cara sbb:
(1) Tetapkan Persentase mark-up
ROI + Biaya Operasional
Presentase = --------------------------------- X 100%
Total Harga Pokok Prod
(2) Menambah Harga Pokok Produksi dengan mark-up yang diperoleh pada
hitungan pertama
Menetapkan presentase mark-up berdasarkan metode Harga pokok:
1.Presentase mark-up didasarkan pada Harga pokok penuh (Full costing)
ROI + Biaya penjualan dan Adm
Presentase mark-up= ------------------------------------------- X 100 %
Q X Biaya Prod per unit
2.Presentase mark-up didasarkan pada Harga pokok variable (Variable costing)
ROI + Biaya Tetap
Presentase mark-up= ------------------------------------------- X 100 %
Q X Biaya Prod variabel per unit
Contoh:
Menyambut tahun buku yang baru, perusahaan telah menetapkan target produksi ”produk
baru” sebanyak 20.000 unit dengan biaya sbb:
Per unit Per tahun
Bahan baku Rp. 18.000
Upah langsung 3.600
Biaya Overhead Pabrik Variabel 2.400
Biaya Overhead Pabrik Tetap 6.000 120.000.000
B.Penjualan & Adm Var 1.000
B.Penjualan & Adm Tetap 7.250 145.000.000
Untuk produk baru tersebut diperlukan biaya Investasi sebesar Rp. 400.000.000
dengan ROI sebesar 15 % (= Rp.60.000.000 per tahun)
Harga pokok produksi menurut Pendekatan Biaya Variabel dan Biaya penuh sbb:
H.P Variabel H.P.Penuh (Full)
Bahan baku Rp.18.000 Rp.18.000
Upah langsung 3.600 3.600
Biaya Overhead Pabrik Variabel 2.400 2.400
Biaya Overhead Pabrik Tetap 6.000
B.Penjualan & Adm Var 1.000 . .
Harga Pokok Rp.25.000 Rp.30.000
Menetapkan Harga dengan Pendekatan Biaya Variabel
ROI + Biaya Tetap
Presentase mark-up = ------------------------------------------- X 100 %
Q X Biaya Prod variabel per unit
60.000.000 + 120.000.000+145.000.000
= -------------------------------------------------- X 100 % = 65 %
20.000 X 25.000
Target harga = Rp. 25.000 + 65% X Rp. 25.000 = Rp. 41.250,-

LAPORAN LABA/ RUGI


PENDEKATAN HARGA POKOK VARIABEL

Penjualan 20.000 X 41.250 = 825,000,000


Harga Pokok Variabel 20.000 X 25.00 = 500,000,000
Laba Kontribusi 325,000,000
Biaya Tetap
Biaya Overhead 120,000,000
B.Penjualan & Adm 145,000,000
265,000,000

Laba Usaha 60,000,000

LABA PENJUALAN 60.000.000 825.000.000


ROI = ------------------ X ------------------- = -------------- X --------------- = 15 %
PENJUALAN INVESTASI 825.000.000 400.000.000
Menetapkan Harga dengan Pendekatan Biaya Penuh (Full Costing)
ROI + Biaya Penjualan & Adm
Presentase mark-up = ----------------------------------------- X 100 %
Q X Biaya Prod per unit
60.000.000 +145.000.000
=---------------------------------- X 100 % = 37,5 %
20.000 X 30.000
Target harga = Rp. 30.000 + 37,5% X Rp. 25.000 = Rp 41.250,-

PERHITUNGAN LABA/ RUGI


PENDEKATAN HARGA POKOK PENUH

Penjualan 20.000 X 41.250 = 825,000,000


Harga Pokok Variabel 20.000 X 30.000 = 600,000,000
Laba Kotor (Gross Profit) 225,000,000
Biaya Penjualan & Adm
Variabel 20,000,000
Tetap 145,000,000
165,000,000
Laba Usaha 60,000,000

LABA PENJUALAN 60.000.000 825.000.000


ROI = ------------------ X------------------- = -------------- X --------------- = 15 %
PENJUALAN INVESTASI 825.000.000 400.000.000

F.Penetapan Harga per satuan Waktu dan Harga bahan


Metode “Time and Material Pricing” banyak digunakan oleh perusahaan jasa seperti
bengkel mobil, percetakan, kantor akuntan. Yang dijadikan dasar waktu dapat berupa
jam kerja, jam mesin, jam kerja expert dll.
Komponen Waktu per jam terdiri dari :
1.Upang langsung termasuk tunjangan serta bonus
2.Biaya yang terkait dengan biaya tidak langsung seperti pengawas, peyusutan, asuransi,
bahan tidak langsung yang dapat diukur dengan jam
3.Laba yang diinginkan per satuan waktu ( per jam)
Komponen Bahan per jam terdiri dari
1.Persentase laba dari harga bahan
2.Persentase dari Biaya yang terkait dengan pengelolaan bahan
Jumlah penjualan yang akan ditagihkan kepada pelanggan akan terdiri dari dua kompoen
yaitu komponen Jasa ditambah dengan komponen pemakaian bahan-bahan yang
dinaikkan dengan persentasi mark-up tertentu. seperti dalam tabel berikut ini;

PERHITUNGAN PENJUALAN
TIME AND MATERIAL PRICING
Upah langsung Rp.TTTTT
Biaya tidak langsung TTTTT
Laba per Jam TTTTT
Tarif layanan per Jam Rp.TTTTT
Ditambah:
Laba Bahan TTT. %
Bahan tdk langsung TTT. %
Persentase mark-up bahan TTT. %
Biaya bahan= Rp.TTTTT X TTT. % = TTTTT
Total Penagihan Rp. TTTTT
Contoh:
Sebuah bengkel pemeliharaan mobil telah menetapkan target laba Rp. 25.000 per jam dan
10% dari harga bahan yang digunakan oleh penaggan.
Biaya selama satu bulan adalah sbb:

Operasional Pengelolaan
Bengkel Bahan
Gaji manajer 25,000,000 20,000,000
Gaji Montir 48,000,000
Gaji Administrasi 9,000,000 3,000,000
Penysutan peralatan 15,000,000
Penyusutan bangunan 6,000,000 17,000,000
Tunjangan 15% dari gaji 12,300,000 3,450,000
Utilitas 3,000,000 12,000,000
Asuransi 1,500,000 1,450,000
Bahan Bantu 500,000 1,200,000
Harga Faktur Bahan2 210,000,000
Total Biaya 120,300,000 268,100,000

Perusahaan mempekerjakan 10 orang montir yang bekerja masing2 40 jam seminggu atau
150 jam sebulan.
Pertanyaan :
Berapa Tagihan penjualan untuk pekerjaan yang menghabikan 5 jam kerja + Bahan2
sebanyak Rp.1.700.000,-
Jawab :
Rp.48.000.000 + 15% X 4p. 48.000.000
(1)Biaya langsung per jam = ------------------------------------------------ = Rp.36.800,-
10 X 150

Rp.120.300.000 – Rp.55.200.000
(2)Biaya reparasi = ---------------------------------------- = Rp.43.400,-
10 X 150

(3)Laba per jam = Rp. 25.000,-


(4)Presentase Bahan:
Laba bahan = 10%
Presentase Biaya lainya:
(268.100.000 - 210.000.000 ) / 210.000.000 X 100 % = 27,67 %
Dari perhitungan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tarif bengkel adalah sbb:
Tarif per jam Reparasi :
Upah langsung Rp. 36.800
Biaya penunjang tenaga kerja Rp. 43.400
Laba per jam Rp. 25.000
Rp. 105.200
Mark-up Bahan = 37,67 %

Untuk pekerjaan 5 jam kerja + bahan Rp. 1.700.000 akan ditagihkan :


Jasa Reparasi 5 X Rp. 105.200 = Rp. 526.000,-
Bahan Rp. 1.700.000 X 1,3767 = Rp. 2.340.390,-
total tagihan =Rp. 2.866.390,-
Kebutuhan Modifikasi Kontainer
Item Deskripsi Nilai Satuan
Panjang Benda 1,15 m
Lebar benda 0,13 m
Tebal Benda 0,025 m
Perhitungan Main
Volume Benda 0,0037375 m3
Body Rock Ejector
Massa Jenis Benda 7850 kg/m3
Berat benda 29,339375 kg
Diameter Benda 0,06 m

harga material per


kg 31.200 IDR
Biaya Raw Material
1 915.389 IDR

Jari-jari benda 0,03 m


Tinggi Benda 0,13 m
Perhitungan Round
Volume Benda 0,0003674 m3
Bar Rock Ejector
Massa Jenis Benda 7850 kg/m3
Berat benda 2,883933 kg

harga material
perKG 13.147 IDR
Biaya Raw Material 37.915 IDR

Pemotongan Material 30.000 IDR


Pengelasan 75.000 IDR
Pengeboran Lubang 40.000 IDR
Pengecatan 25.000 IDR
Pengiriman 30.000 IDR
Labour cost 50.000 IDR

Total Non Material


Cost 250.000 IDR
Total Biaya Raw
Material 953.304 IDR
Total Biaya Produksi 1.203.304 IDR
Margin 20 % 240.661 IDR

Harga Estimasi PAMA 1.443.964 IDR

Quotation Exellent 1.500.000 IDR


PPN 10 % 150.000 IDR

Anda mungkin juga menyukai