Oleh :
2) Kesadaran : composmentis
3) Nadi : 135x/menit
4) Suhu : 36,9°C
5) RR : 43x/menit
8) BB : 3200 gram
9) PB : 49 cm
10) LK : 34 cm
11) LD : 33 cm
F. Penatalaksanaan
Tanggal : 6 Februari 2021 Jam: 15.50 WIB
O=
S : 37,1°C
N : 135x/menit.
RR: 40x/menit
A= By. Ny.D usia 2 jam fisiologis.
P=
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan
bahwa keadaan By. Ny.D baik.
Hasil: Ny.D terlihat bahagia setelah
mengetahui hasil pemeriksaan bahwa
anaknya terlihat baik dan sehat.
2. Menyampaikan pada ibu bahwa bayi
akan diberikan imunisasi Hb0 yang
berfungsi untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis, serta menyampaikan
tentang kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) yang mungkin terjadi seperti
demam, bengkak di daerah
penyuntikkan.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu
menyebutkan manfaat dan 1 KIPI yang
mungkin terjadi dari imunisasi Hb0.
3. Memberikan lembar inform consent
sebagai bentuk persetujuan tindakan
imunisasi Hb0.
Hasil: Ibu telah menandatangani lembar
inform consent
4. Memberikan imunisasi Hb0.
Hasil: Bayi telah diberikan imunisasi Hb
0 pada tanggal 6 Februari 2021 pukul
17.05 WIB
5. Menghangatkan bayi kembali dengan
mengenakan topi, sarung tangan dan
kaki, bedong, selimut.
Hasil: Bayi telah dihangatkan
menggunakan topi, sarung tangan dan
kaki, bedong, selimut.
6. Menganjurkan ibu untuk memberikan
ASI secara on demand yaitu
memberikan ASI setiap bayi ingin
menyusu atau seminimalnya tiap 2 jam
sekali dengan setiap kali menyusu
lamanya 15 menit, bergantian antara
payudara kanan dan kiri.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia
mengikuti anjuran.
7. Mendokumentasikan tindakan di buku
register dan buku KIA.
Hasil: Tindakan dan hasil telah
didokumentasikan
6 Februari 2021 S= Ibu mengatakan bahwa bayinya tidak ada
20.55 WIB keluhan. Bayi telah diberikan suntikan vitamin
K pada pukul 16.00 WIB dan imunisasi Hb 0
pukul 17.05 WIB
O=
S : 36,8°C
N : 135x/menit.
RR: 39x/menit
A= By. Ny.D usia 6 jam fisiologis.
P=
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan
bahwa keadaan by Ny. D baik.
Hasil: Ny.D terlihat bahagia setelah
mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Mengganti pakaian bayi Ny.D yang
basah dengan pakaian yang kering dan
kembali menghangatkan bayi
menggunakan bedong, topi, sarung
tangan dan kaki.
Hasil: bayi telah menggunakan pakaian
yang kering dan telah dihangatkan.
3. Memberikan konseling tanda bahaya
bayi baru lahir.
Hasil: pasien memahami penjelasan
yang diberikan dan mampu
menyebutkan ulang 2 tanda bahaya bayi
baru lahir.
4. Memberikan konseling perawatan bayi
baru lahir.
Hasil: Ibu mengerti informasi yang
disampaikan dan bersedia mengikuti
anjuran.
5. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui
bayi secara on demand.
Hasil: pasien bersedia mengikuti
anjuran.
6. Menganjurkan ibu untuk datang 3 hari
lagi atau jika ada keluhan.
Hasil: Ibu bersedia mengikuti anjuran.
7. Mendokumentasikan tindakan.
Hasil: tindakan telah tercatat.
PEMBAHASAN
Bayi baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar dari orang dewasa,
sehingga mengakibatkan penurunan suhu. Pada 30 menit pertama, bayi akan
mengalami penurunan suhu 3-4 derajat C. Pada ruangan dengan suhu 20-25 o
C
bayi akan mengalami penurunan suhu 0,3 o
C setiap menitnya. Penurunan suhu
diakibatkan oleh kehilangan panas secara konduksi, konveksi, evaporasi dan
radiasi. Kemampuan bayi yang belum sempurna dalam memproduksi
panasmenyebabkan bayi sangat rentan untuk mengalami hipotermia. Hipotermi
merupakan suatu kondisi tubuh dengan permasalahan mekanisme tubuh yang sulit
mengatasi tekanan suhu dingin. Ketika proses IMD, bayi akan mendapatkan panas
dari ibu melalui kontak kulit antara ibu dan bayi.
Menurut Klaus, Kennell (1982) dalam (Marmi & Rahardjo, 2018) ada
beberapa keuntungan fisiologis kadar oksitosin dan prolaktin meningkat, reflek
menghisap dilakukan dini, pembentukan kekebalan aktif dimulai, mempercepat
proses ikatan antara orangtua dan anak, body warmth (kehangatan tubuh), waktu
pemberian kasih sayang, stimulasi hormonal
Bayi sudah BAK 1x, warna kuning jernih dan BAB 1x, meconium
berwarna hijau kehitaman. Hal ini normal sesuai teori yang menyatakan bahwa
bayi harus BAB dan BAK dalam waktu 24 jam. Air seni dibuang dengan cara
mengosongkan kandung kemih secara refleks. Bayi miksi sebanyak 6 kali sehari.
Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin sering bayi miksi. Defekasi
pertama berwarna hijau kehitaman. Kotoran bayi yang hanya minum susu
biasanya cair. Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair berbji
(Wahyuni, 2012).
Dalam kasus ini dapat ditegakkan diagnosa Bayi Ny. D usia 1 jam
fisiologis, tidak ditemukan masalah, diagnose potensial dan kebutuhan segera
pada praktik tidak ada.
4. PENATALAKSANAAN
Secara keseluruhan dari hasil pengkajian baik data subyektif ataupun data
objektif tidak ditemukan permasalahan yang muncul pada bayi sehingga pada
penatalaksanaannya untuk memastikan bayi tumbuh dan berkembang sesuai
dengan usianya tanpa munculnya tanda bahaya yang dapat mengancam bayi.
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan
ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik, menurut
Saifuddin (2002) dalam (Marmi & Rahardjo, 2018).
Bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K untuk
mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K. Perdarahan tidak
tergantung apakah bayi mendapat ASI atau susu formula, atau usia kehamilan
dan berat badan pada saat lahir. Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat
berat berupa perdarahan pada kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun
perdarahan intrakranial. Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD
dan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B (Kementerian Kesehatan, 2010).
Penatalaksanaan pada asuhan bayi baru lahir pada By. Ny. D adalah:
4. PENATALAKSANAAN
Saat ini dilakukan penatalaksanaan berupa memberitahukan informasi
mengenai penundaan memandikan bayi hingga bayi usia 6 jam untuk mencegah
terjadinya kehilangan panas bayi, KIE mengenai tanda bahaya bayi baru lahir,
KIE perawatan bayi sehari-hari, Menganjurkan ibu untuk rutin menjemur
bayinya dengan matahari pagi dan tetap menyusui bayi secara on demand untuk
mencegah kuning pada bayi (ikterik), menganjurkan keluarga mendukung ibu
untuk memberikan ASI eksklusif, dan anjuran untuk kunjungan ulang 3 hari.
Pada 2017, American Academy of Pedi-atrics (AAP) dan American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa
bayi yang baru lahir tetap bersama ibu mereka 24 jam sehari dan bahwa mandi
harus ditunda sampai setelah menyusui pertama. Mandi pertama harus ditunda
sampai bayi baru lahir menurut penelitian (Kelly et al., 2018).
Metha (2015) dalam hasil penelitiannya menyatakan seluruh suhu bayi
baru lahir 6 jam pasca kelahiran sebelum dimandikan adalah normal, yang
sebanyak 30 bayi (100%), sedangkan suhu bayi baru lahir 6 jam pasca kelahiran
sesudah dimandikan selama 5 menit didapatkan data hasil seluruh (100%) BBL
mengalami penurunan suhu. Penurunan suhu dalam penelitian ini adalah berkisar
antara 0,2 sampai 0,50C. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
memandikan bayi seharusnya dilakukan ketika suhu bayi sudah berada pada suhu
36,50C atau lebih. Memandikan BBL merupakan sebuah cara yang ideal untuk
membersihkan BBL dari darah dan verniks yang masih menempel, dan juga
untuk mengurangi paparan darah ibu yang mungkin mengidap virus, seperti virus
hepatitis B. Memandikan bayi yang lahir dengan berat badan normal dan usia
kehamilan yang cukup dapat diberikan ketika suhu tubuh BBL sudah stabil dan
secara hemodinamik bayi juga sudah stabil.
Pemberian informasi mengenai perawatan bayi baru lahir sangat penting
diberikan kepada ibu untuk menghindari kebingungan dan ketidaktahuan,
terutama pada ibu primipara. Nur (2017) dalam penelitiannya mengenai
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan Bayi Baru Lahir Terhadap
Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Ibu Dalam Merawat Bayi Baru Lahir Yang
Dirawat Gabung Di Rsud Labuang Baji Kota Makassar, mendapatkan hasil
bahwa dari analisis uji T-Test diperoleh nilai signifikan P= 0,000 dimana p< α
(0,05). Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir, Dengan
analisis uji T-Test diperoleh nilai signifikan P= 0,000 dimana p< α (0,05).
Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku
ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir.
Pemberian ASI bagi bayi baru lahir sangat penting. Herawati&Indriati
(2017) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Pemberian Asi Awal
Terhadap Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari mendapatkan hasil
bahwa bayi yang tidak diberi ASI awal dan mengalami ikterus adalah sebanyak
10.80%, sedangkan yang tidak mengalami ikterus sebanyak 13.12%, kemudian
bayi yang diberi ASI awal dan mengalami ikterus yaitu sebanyak 8.76%,
sedangkan yang tidak ikterus sebanyak 67.32%
Konseling pada ibu untuk memberikan ASI secara on demand dan
menjemur bayi pada matahari pagi setelah pulang ke rumah juga diberikan. Hal
ini sejalan dengan teori Harisson (2005) dalam (Nursanti, 2012) yang
menyatakan bahwa salah satu tindakan yang direkomendasi kan dan umum
dilakukan mayarakat adalah dengan pemanfaatan sinar matahari. Hasil penelitian
Cremer menunjukkan sinar matahari dengan intensitas cahaya 400 – 520 nm
dapat memberikan laju degradasi bilirubin 3,5 mg/dl/jam (Nursanti, 2012).
American Academy of Pediatrics Technical Report- Ultraviolet Radiation (2011)
dalam penelitian Salih memperkuat dengan menyatakan bahwa sinar matahari
mempunyai keefektifan 6,5 kali dibandingkan unit fototerapi dalam
mendegradasi bilirubin dan keefektifannya masih lebih baik meskipun musim
dingin dimana intensitasnya menurun sehingga dapat mencegah terjadinya
ikterus pada bayi baru lahir (Nursanti, 2012).
Salah satu faktor yang mempengaruhi terlaksananya ASI eksklusif adalah
dukungan keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kusumayanti&Nindiya (2017) dengan judul Hubungan Dukungan Suami
Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Daerah Perdesaan. Dari penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa prevalensi pemberian ASI eksklusif sebesar 21,2%.
Sebagian besar suami mendukung pemberian ASI eksklusif (72,7%).
Berdasarkan uji tabulasi silang diketahui bahwa dukungan suami lebih besar
peluangnya (27,1%) terhadap pemberian ASI eksklusif dibandingkan suami yang
tidak mendukung (5,6%). Ibu yang mendapat dukungan dari suami memiliki
proporsi yang lebih besar memberi ASI eksklusif dibandingkan dengan yang
tidak mendapatkan dukungan suami.
Anjuran kunjungan ulang berkaitan dengan SOP pelayanan neonatal
esensial dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali kunjungan, yang meliputi: 1 (satu)
kali pada umur 6 - 48 jam; 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari; dan 1 (satu) kali
pada umur 8 - 28 hari (Kemenkes RI, 2010). Hal ini juga diatur dalam Permenkes
RI No 25 Tahun 2014 Pasal 7 ayat (1), Pelayanan neonatal esensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali kunjungan, yang
meliputi: 1 (satu) kali pada umur 6-48 jam; 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari; dan
1 (satu) kali pada umur 8-28 hari (Kemenkes RI, 2010).
Pada evaluasi, hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan pelaksanaan yang
sudah dilakukan. Dengan demikian rencana dan pelaksanaan yang dilakukan sudah
efektif.