Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. D USIA 1 JAM LAHIR
PMB SANIS MELIANAWATI, Amd.Keb KABUPATEN PURBALINGGA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik


Stase Asuhan Kebidanan Holistik Persalianan dan BBL

Oleh :

Nismasari Ulfi Mulyanti


P1337424820041
KELAS PROFESI C

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2021
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS
PADA BAYI NY. D USIA 1 JAM LAHIR
DI PMB SANIS MELIANAWATI
A. Pengkajian
Tanggal : 6 Februari 2021
Jam : 15.45 WIB
Tempat : PMB Sanis Melianawati.
B. Identitas Pasien:
1. Identitas Bayi:
Nama : By. Ny. D
Tanggal/Jam lahir : 6 Februari 2021/14.45
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Identitas Orangtua
Nama : Ny. D Nama : Tn. W
Umur : 24 tahun Umur : 27 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa, Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Bojong 1/5 Alamat : Bojong 1/5
C. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin mengetahui kondisi anaknya.
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan tidak ada keluhan pada anaknya.
Uraian Keluhan Utama.
Tidak ada.
3. Riwayat Kehamilan Ibu.
a. Umur kehamilan: 38 minggu
b. Riwayat Penyakit dalam hamil:
Ibu mengatakan tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit
menurun seperti jantung, hipertensi, anemia, DM, asma serta penyakit
menular seperti TBC, HIV, dan hepatitis selama hamil.
c. Kebiasaan Selama Hamil:
Ibu mengatakan selama hamil tidak memiliki kebiasaan merokok,
konsumsi minuman alcohol, konsumsi jamu, narkoba, dan obat-obatan.
d. Riwayat Natal:
Tanggal lahir : 6 Februari 2021
PB/BB : 49 cm/3200 gram
Jenis kelamin : Perempuan
Lama persalinan: Kala I: 8 jam 30 menit Kala III: 5 menit
Kala II: 15 menit Kala IV: 2 jam
Komplikasi persalinan: tidak ada.
e. Riwayat Perinatal:
1. APGAR Score
Appearance Pulse Grimance Activity Respiratory Score
1 menit 2 2 2 2 2 9
5 menit I 2 2 2 2 2 10
5 menit 2 2 2 2 2 10
II
2. Riwayat Pemberian Vitamin K.
Bayi belum diberikan vitamin K.
3. Riwayat Pemberian Imunisasi.
Bayi belum diberikan imunisasi.
4. Pola Kebiasaan Sehari-hari.
a. Pola Nutrisi
Bayi telah dilakukan IMD dan berhasil dalam waktu 10 menit pertama.
b. Pola Eliminasi
Bayi sudah BAK 1x, warna kuning jernih dan BAB 1x, meconium
berwarna hijau kehitaman.
c. Pola Personal Hygiene
Bayi belum dimandikan tetapi sudah dibersihkan dan dikeringkan, serta
sudah mengenakan kain bersih
d. Pola Istirahat.
Bayi tertidur setelah dilakukan IMD selama 1 jam.
e. Pola Aktivitas
Bayi bergerak aktif dan menangis segera setelah lahir, saat ini lebih
banyak tertidur.
D. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : baik

2) Kesadaran : composmentis

3) Nadi : 135x/menit

4) Suhu : 36,9°C

5) RR : 43x/menit

8) BB : 3200 gram

9) PB : 49 cm

10) LK : 34 cm

11) LD : 33 cm

12) LLA :13,2 cm.


b. Status Present
Kepala : simetris, bentuk kepala mesocephal tidak ada luka, rambut
hitam, tidak ada cephal hematom, tidak ada caput
succadaneum.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih.
Hidung : simetris, normal, tidak ada polip, bersih.
Telinga : simetris, tidak ada serumen.
Mulut : bibir tidak sianosis, palatum tidak terbelah.
Leher : tidak ada bendungan vena di leher, tidak ada pembesaran
kelenjar gondok, ataupun pembesaran kelenjar limfe.
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada, bunyi napas
vaskuler.
Punggung: tidak ada spina bifida.
Abdomen : perut tidak kembung, tidak ada tanda infeksi tali pusat.
Genitalia : labia mayora sudah menutupi labia minora.
Anus : anus berlubang.
Ekstremitas
Atas : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik.
Bawah : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik.
Kulit : tidak ada bintik kemerahan dan ruam kulit.
c. Reflek
1) Rooting : bayi dapat menolehkan kepalanya saat
diberi rangsangan pada pipinya
2) Sucking : bayi dapat menghisap dengan baik,
dibuktikan dengan saat bayi menyusu,
bayi dapat menghisap kuat.
3) Grasping : bayi dapat menggenggam dengan baik
ketika diberi rangsangan pada telapak
tangannya.
4) Moro :bayi dapat memfleksikan
ekstremitasnya.
5) Tonic neck : bayi dapat menolehkan kepalanya pada
satu sisi saat kepala bayi ditolehkan,
ekstremitasnya ekstensi, dan disisi
lainnya ekstremitasnya fleksi.
6) Babinski : bayi dapat mencengkram kakinya saat
telapak kakinya disentuh
E. Analisa
1. Diagnosa Kebidanan.
Bayi Ny.D usia 1 jam fisiologis.
2. Masalah.
Tidak Ada.
3. Diagnosa Potensial.
Tidak Ada.
4. Tindakan Segera.
Tidak ada.

F. Penatalaksanaan
Tanggal : 6 Februari 2021 Jam: 15.50 WIB

1. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta


memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
Hasil: Ibu terlihat senang setelah mengetahui keadaan anaknya sehat.
2. Menyampaikan pada ibu bahwa bayi akan diberikan suntikan vitamin K
untuk mencegah terjadinya perdarahan pada bayi.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu menyebutkan manfaat dari pemberian
suntikan vitamin K.
PMB Sanis Melianawati, NO.RM
Amd.Keb
Nama Pasien: By. Ny.D
Nama Bidan : Bidan Sanis/Nismasari
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal dan Jam CATATAN Nama
PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Paraf
6 Februari 2021 S= Ibu mengatakan tidak ada keluhan yang
17.00 WIB dialami oleh bayinya. Bayi telah diberikan
suntikan vitamin K tanggal 6 Februari 2021,
pukul 16.00 WIB

O=
S : 37,1°C
N : 135x/menit.
RR: 40x/menit
A= By. Ny.D usia 2 jam fisiologis.
P=
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan
bahwa keadaan By. Ny.D baik.
Hasil: Ny.D terlihat bahagia setelah
mengetahui hasil pemeriksaan bahwa
anaknya terlihat baik dan sehat.
2. Menyampaikan pada ibu bahwa bayi
akan diberikan imunisasi Hb0 yang
berfungsi untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis, serta menyampaikan
tentang kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) yang mungkin terjadi seperti
demam, bengkak di daerah
penyuntikkan.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu
menyebutkan manfaat dan 1 KIPI yang
mungkin terjadi dari imunisasi Hb0.
3. Memberikan lembar inform consent
sebagai bentuk persetujuan tindakan
imunisasi Hb0.
Hasil: Ibu telah menandatangani lembar
inform consent
4. Memberikan imunisasi Hb0.
Hasil: Bayi telah diberikan imunisasi Hb
0 pada tanggal 6 Februari 2021 pukul
17.05 WIB
5. Menghangatkan bayi kembali dengan
mengenakan topi, sarung tangan dan
kaki, bedong, selimut.
Hasil: Bayi telah dihangatkan
menggunakan topi, sarung tangan dan
kaki, bedong, selimut.
6. Menganjurkan ibu untuk memberikan
ASI secara on demand yaitu
memberikan ASI setiap bayi ingin
menyusu atau seminimalnya tiap 2 jam
sekali dengan setiap kali menyusu
lamanya 15 menit, bergantian antara
payudara kanan dan kiri.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia
mengikuti anjuran.
7. Mendokumentasikan tindakan di buku
register dan buku KIA.
Hasil: Tindakan dan hasil telah
didokumentasikan
6 Februari 2021 S= Ibu mengatakan bahwa bayinya tidak ada
20.55 WIB keluhan. Bayi telah diberikan suntikan vitamin
K pada pukul 16.00 WIB dan imunisasi Hb 0
pukul 17.05 WIB

O=
S : 36,8°C
N : 135x/menit.
RR: 39x/menit
A= By. Ny.D usia 6 jam fisiologis.
P=
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan
bahwa keadaan by Ny. D baik.
Hasil: Ny.D terlihat bahagia setelah
mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Mengganti pakaian bayi Ny.D yang
basah dengan pakaian yang kering dan
kembali menghangatkan bayi
menggunakan bedong, topi, sarung
tangan dan kaki.
Hasil: bayi telah menggunakan pakaian
yang kering dan telah dihangatkan.
3. Memberikan konseling tanda bahaya
bayi baru lahir.
Hasil: pasien memahami penjelasan
yang diberikan dan mampu
menyebutkan ulang 2 tanda bahaya bayi
baru lahir.
4. Memberikan konseling perawatan bayi
baru lahir.
Hasil: Ibu mengerti informasi yang
disampaikan dan bersedia mengikuti
anjuran.
5. Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui
bayi secara on demand.
Hasil: pasien bersedia mengikuti
anjuran.
6. Menganjurkan ibu untuk datang 3 hari
lagi atau jika ada keluhan.
Hasil: Ibu bersedia mengikuti anjuran.
7. Mendokumentasikan tindakan.
Hasil: tindakan telah tercatat.
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada neonatus cukup bulan


sesuai masa kehamilan, pada By. Ny. D usia 1 jam lahir, di wilayah PMB Sanis
Melianawati, Amd.Keb tahun 2021, penulis ingin membandingkan antara teori
dengan fakta yang ada selama melakukan asuhan kebidanan bayi sehat pada By. Ny.
D, hal tersebut akan tercantum dalam pembahasan sebagai berikut.
1. SUBYEKTIF
Pengkajian data subjektif dilakukan dengan anamnesa pada ibu bayi dan
pemeriksaan pada bayi tanggal 6 Februari 2021. Pada pengkajian melalui
anamnesa pada Ny. D didapat hasil Bayi Ny. D lahir pada tanggal 6 Februari 2021
pada pukul 14.45 WIB di ruang bersalin PMB Sanis Melianawati, Amd.Keb
ditolong bidan pada kehamilan usia 38 minggu, tidak ada riwayat penyulit selama
hamil maupun persalinan. Sehingga umur By. Ny. D pada saat pengkajian adalah
adalah 1 jam.
Menurut Prihatini&Azizah (2018), fase tidur merupakan tahap transisi
kedua yang berlangsung dari sekitar 30 menit setelah kelahiran bayi sampai 2 jam.
Karakteristik yang terjadi pada fase ini yaitu frekuensi pernapasan dan nadi apical
kembali ke nilai dasar, kestabilan warna kulit;terdapat beberapa akrosianosis.
Bising usus bisa terdengar. Sesuai teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Bayi Ny. D saat ini berusia satu jam setelah lahir. Saat ini bayi Ny. D sedang
berada dalam periode tidur.
Dari hasil pengkajian data subyektif kepada Ny.D mengenai pola
kebutuhan nutrisi sehari-hari, bahwa bayi telah dilakukan IMD selama 1 jam dan
berhasil dalam waktu 10 menit pertama.
Segera setelah bayi lahir, bayi dilakukan IMD untuk mencegah kehilangan
panas dan menaikkan suhu, hal ini didukung penelitian dengan judul Pengaruh
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Bayi Baru
Lahir Di BPM Mastuti Amd.Keb Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu
yang dilakukan oleh Wardani&Comalasari (2018) mendapatkan hasil dalam
penelitiannya bahwa adanya pengaruh inisiasi menyusu dini (IMD)
terhadap perubahan suhu tubuh pada bayi baru lahir, dimana pada pretest
memperoleh nilai rata-rata 0.42 pada posttest didapat nilai rata-rata 0.15 dan
didapat P-Value = 0,001 (P-Value < 0,05). Pada saat dilakukannya IMD ini
selain meningkatkan perubahan suhu tubuh pada bayi, IMD dapat juga
membangun sistem kekebalan tubuh pada bayi pada saat bayi mengecap kulit
ibunya karena disitu terdapat bakteri-bakteri baik untuk bayi.

Bayi hendaknya di lap kering untuk memperkecil kehilangan panas yang di


sebabkan oleh penguapan, tidak semua verniks caseosa dihilangkan, tetapi hanya
berlebihan, verniks caseosa akan di absorbs oleh kulit bayi akan hilang dalam 24
jam, tidak di anjurkan untuk memandikan BBL sampai suhunya stabil
( Kementerian Kesehatan, 2010) & (Kelly, et al, 2018).

Bayi baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar dari orang dewasa,
sehingga mengakibatkan penurunan suhu. Pada 30 menit pertama, bayi akan
mengalami penurunan suhu 3-4 derajat C. Pada ruangan dengan suhu 20-25 o
C
bayi akan mengalami penurunan suhu 0,3 o
C setiap menitnya. Penurunan suhu
diakibatkan oleh kehilangan panas secara konduksi, konveksi, evaporasi dan
radiasi. Kemampuan bayi yang belum sempurna dalam memproduksi
panasmenyebabkan bayi sangat rentan untuk mengalami hipotermia. Hipotermi
merupakan suatu kondisi tubuh dengan permasalahan mekanisme tubuh yang sulit
mengatasi tekanan suhu dingin. Ketika proses IMD, bayi akan mendapatkan panas
dari ibu melalui kontak kulit antara ibu dan bayi.

Wulandari, dkk(2020) dalam penelitiannya dengan judul Perubahan Status


Hemodinamik Dan Termperatur Pada BBLR Dengan Metode Skin To Skin
Contact didapatkan hasil terdapat perbedaan signifikan rata-rata temperatur
(0,000), detak jantung (0,035) dan saturasi (0,000) pada kelompok kontrol dan
intervensi yang berarti bahwa skin to skin contact mempengaruhi temperatur,
detak jantung, saturasi, dan tidak terdapat perbedaan rata-rata pernafasan, warna
kulit dan CRT pada BBLR di rumah sakit Provinsi Lampung. Seorang ibu
memiliki "sinkronisasi termal" dengan bayinya. Ketika bayi ditempatkan dalam
posisi telungkup dan bersentuhan antara kulit ke kulit dengan ibunya, maka akan
terjadi perpindahan panas dengan sistem konduksi. Skin to skin contact juga
meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur. Baik bayi prematur maupun aterm akan
lebih jarang menangis ketika ditempatkan di kontak kulit ke kulit dengan ibu
mereka. Menurunnya frekuensi menangis menandakan adanya rasa nyaman dan
menurunnya tingkat stres.

Selain memperkecil kehilangan panas, Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


merupakan salah satu langkah Bounding Attachment yang merupakan langkah
besar dalam menyukseskan kesehatan bayi secara fisik dan psikis. Ketika proses
IMD, bayi akan mengalami kontak kulit secara langsung antara bayi dan ibu (skin
to skin contact), pada saat itu ibu dapat melihat secara langsung bayinya
merangkak menuju payudara ibu dan ibu akan merasa nyaman dan akan memberi
efek positif pada perkembangan emosi bayi selanjutnya. Orangtua yang mampu
menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan anak akan lebih mudah
membentuk karakter anak dan mengisinya dengan nilai-nilai baik. IMD memberi
rasa nyaman pada anak yang bisa dipupuk melalui kontak fisik atau juga tatapan
penuh kasih sayang, Rohani (2011) dalam (Nasution, 2017).

Menurut Klaus, Kennell (1982) dalam (Marmi & Rahardjo, 2018) ada
beberapa keuntungan fisiologis kadar oksitosin dan prolaktin meningkat, reflek
menghisap dilakukan dini, pembentukan kekebalan aktif dimulai, mempercepat
proses ikatan antara orangtua dan anak, body warmth (kehangatan tubuh), waktu
pemberian kasih sayang, stimulasi hormonal

Bayi sudah BAK 1x, warna kuning jernih dan BAB 1x, meconium
berwarna hijau kehitaman. Hal ini normal sesuai teori yang menyatakan bahwa
bayi harus BAB dan BAK dalam waktu 24 jam. Air seni dibuang dengan cara
mengosongkan kandung kemih secara refleks. Bayi miksi sebanyak 6 kali sehari.
Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin sering bayi miksi. Defekasi
pertama berwarna hijau kehitaman. Kotoran bayi yang hanya minum susu
biasanya cair. Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair berbji
(Wahyuni, 2012).

Bayi Ny. D belum dimandikan tetapi sudah dibersihkan dan dikeringkan,


serta sudah mengenakan pakaian bersih. Penundaan memandikan berkaitan untuk
mencegah terjadinya hipotermia pada bayi. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Metha (2015) didapatkan hasil bahwa suhu seluruh bayi sebelum dimandikan
adalah normal dan, setelah dimandikan pada enam jam setelah kelahiran,
keseluruhan 30 bayi tersebut mengalami penurun suhu 0,20C-0,50C. Penelitian ini
mencoba memaparkan minimalnya penurunan suhu bayi baru lahir ketika bayi-
bayi yang menjadi sampel penelitian dimandikan pada enam jam setelah kelahiran
selama lima menit. Pada suhu badan yang sudah relatif stabil, bayi-bayi yang
dimandikan akan mengalami penurunan suhu badan yang tidak terlalu besar. Dari
30 bayi, sembilan bayi mengalami penurunan suhu badan di bawah normal, yaitu
pada suhu 36,60C. Oleh karena itu, penundaan memandikan bayi sampai enam jam
setelah kelahiran akan mengurangi risiko hipotermia pada bayi baru lahir.

Pada pengkajian, ibu mengatakan bayi belum mendapatkan injeksi


vitamin K karena setelah lahir langsung dilakukan IMD selama 1 jam, dan tidak
langsung dimandikan.
2. OBYEKTIF

Hasil pemeriksaan didapatkan berat badan saat lahir 3200 gram, PB 49


cm, LK 34 cm, LD 33 cm, LiLA 13,2 cm. Sehingga umur By. Ny. D pada saat
pengkajian adalah adalah 1 jam. Pada pengkajian catatan buku KIA, bayi lahir
langsung menangis, dengan APGAR score 9-10-10, denyut jantung 135 x/menit,
pernapasan 43x/menit, tonus otot baik, menangis kuat, kulit kemerahan licin,
refleks baik dan tidak ada kelainan konginetal.
Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa bayi Ny. D merupakan
BBL normal. Seperti menurut M. Saleh Kosim (2007) dalam (Marmi &
Rahardjo, 2018) ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah berat badan 2500 – 4000
gram, Panjang badan bayi 48 – 50 cm, Lingkar dada 32 – 34 cm, Lingkar kepala
33–35 cm, Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali / menit kemudian
turun sampai 140 – 120 kali / menit pada saat bayi berumur 30 menit, Pernafasan
cepat pada menit – menit pertama kira – kira 80 kali / menit disertai pernafasan
cuping hidung, reaksi suprasternal dan intercostal serta rintihan hanya
berlangsung 10 – 15 menit. Setelah berumur 30 menit berkisar ± 40-60
kali/menit. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub cutan cukup
terbentuk dan dilapisi verniks caseosa, rambut lanugo tidak terlihat, rambut
kepala biasanya tipis. Kuku agak panjang dan lemas, genetalia perempuan: labia
mayora sudah menutupi labia minora, pada bayi laki – laki testis sudah turun ke
skrotum, reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik, reflek moro atau
gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik, reflek graps atau menggenggam
sudah baik. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan (Sondakh, 2013).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil bahwa tali pusat masih basah dan
belum lepas serta tidak ada tanda infeksi. Perawatan saat ini menggunakan
perawatan terbuka.
Reni, dkk (2018) dalam penelitiannya dengan judul Perbedaan
Perawatan Tali Pusat Terbuka Dan Kasa Kering Dengan Lama Pelepasan Tali
Pusat Pada Bayi Baru Lahir mendapatkan hasil bahwa dari 40 responden
terdapat 38 responden (95%) dengan lama pelepasan tali pusatnya berkisar antara
1-7 hari dan 2 responden (5%) dengan lama pelepasan tali pusat >7 hari. Rerata
waktu lepas tali pusat bayi yang dirawat dengan perawatan terbuka lebih cepat
yaitu 5.43 hari. Perawatan terbuka akan membantu pengeringan tali pusat lebih
cepat karena pada tali pusat terdapat Jeli Wharton yang banyak mengandung air
yang jika terkena udara akan berubah strukturnya dan secara fisiologis berubah
fungsi menjadi padat dan mengeklem tali pusat secara otomatis sehingga
menyebabkan aliran darah pada pembuluh darah didalam sisa tali pusat
terhambat atau bahkan tidak mengalir lagi yang membuat tali pusat kering dan
layu yang kemudian sisa tali pusat akan terlepas. Paparan udara menyebabkan
penguapan pada kandungan air dalam Jeli Wharton dan pembuluh darah,
sehingga kandungan air berkurang bahkan menghilang. Tali pusat mengalami
mumifikasi kemudian mengering dan mengalami perubahan morfologi yang
membuatnya cepat terlepas dari umbilikus bayi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi cepatnya proses penyembuhan luka ialah oksigenasi jaringan.
Semakin baik oksigenasi yang terjadi maka proses penyembuhan luka akan
semakin cepat dan luka dengan cepat akan mengering. Kadar oksigen dijaringan
sangat penting untuk pembentukan sel-sel baru penyembuh luka.
3. ANALISA

Analisa ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian subjektif dan objektif


(Varney, 2008) & (Maryunani, 2016).

Dalam kasus ini dapat ditegakkan diagnosa Bayi Ny. D usia 1 jam
fisiologis, tidak ditemukan masalah, diagnose potensial dan kebutuhan segera
pada praktik tidak ada.

4. PENATALAKSANAAN

Secara keseluruhan dari hasil pengkajian baik data subyektif ataupun data
objektif tidak ditemukan permasalahan yang muncul pada bayi sehingga pada
penatalaksanaannya untuk memastikan bayi tumbuh dan berkembang sesuai
dengan usianya tanpa munculnya tanda bahaya yang dapat mengancam bayi.

Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan
ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik, menurut
Saifuddin (2002) dalam (Marmi & Rahardjo, 2018).

Pada pengkajian didapatkan data bahwa bayi belum mendapatkan


suntikan vitamin K setelah lahir, sehingga dalam penatalaksanaan akan
dilakukan pemberian suntikan vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan
pada bayi.

Bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K untuk
mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K. Perdarahan tidak
tergantung apakah bayi mendapat ASI atau susu formula, atau usia kehamilan
dan berat badan pada saat lahir. Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat
berat berupa perdarahan pada kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun
perdarahan intrakranial. Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD
dan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B (Kementerian Kesehatan, 2010).

Penatalaksanaan pada asuhan bayi baru lahir pada By. Ny. D adalah:

1. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta


memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
Hasil: Ibu dan nenek terlihat senang setelah mengetahui keadaan anaknya sehat.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat
kelainan pada bayi. Resiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk
tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama (Kemenkes RI, 2010).
2. Menyampaikan pada ibu bahwa bayi akan diberikan suntikan vitamin K untuk
mencegah terjadinya perdarahan pada bayi.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu menyebutkan manfaat dari pemberian suntikan
vitamin K.
3. Memberikan lembar inform consent sebagai bentuk persetujuan tindakan suntik
vitamin K.
Hasil: Ibu telah menandatangani lembar inform consent.
4. Memberikan suntikan vitamin K.
Hasil: Bayi telah diberikan suntikan vitamin K pada tanggal 6 Februari 2021
pukul 16.00 WIB.
5. Menghangatkan bayi kembali dengan mengenakan topi, sarung tangan dan kaki,
bedong, selimut.
Hasil: Bayi telah dihangatkan.
6. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI secara on demand yaitu memberikan
ASI setiap bayi ingin menyusu atau seminimalnya tiap 2 jam sekali dengan setiap
kali menyusu lamanya 15 menit, bergantian antara payudara kanan dan kiri.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran.
Berikan ASI pada bayi sesuai dorongan alamiahnya baik siang maupun malam
(8-10 kali atau lebih, dalam 24 jam) selama bayi menginginkannya (Kementerian
Kesehatan, 2010). Dengan dilakukannya pemberian ASI secara Eksklusif segera
setelah lahir, secara langsung bayi akan mengalami kontak kulit dengan ibunya
yang menjadikan ibu merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh
semua manusia (Marmi & Rahardjo, 2018).
7. Mendokumentasikan tindakan di buku register dan buku KIA
Hasil: Tindakan dan hasil telah didokumentasikan

CATATAN PERKEMBANGAN 2 JAM


1. SUBYEKTIF
Pada pemeriksaan lanjutan dilakukan pada pukul 17.00 WIB, saat ini usia
bayi Ny. D yaitu 2 jam lahir. Saat ini bayi sedang berada pada periode reaktivitas
kedua. Menurut Prihatini&Azizah (2018), periode reaktivitas kedua berlangsung
dari usia bayi 2-6 jam.
2. OBYEKTIF
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil suhu 37,1°C, nadi
135x/menit, nafas 40x/menit. Hal ini normal, sesuai teori Prihatini&Azizah
(2018) yang menyatakan bahwa karakteristik dari periode ini yaitu bayi
mempunyai sensitivitas tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Kisaran
frekuensi nadi apical 120-160x/menit dan frekuensi pernapasannya berkisar dari
30-60x/menit dengan periode pernapasan yang lebih cepat tetapi pernapasan
tetap stabil (tidak ada pernapasan cuping hidung atau retraksi); fluktuasi warna
kulit dari merah jambu, bayi kerap kali berkemih dan mengeluarkan mekoneum
selama periode ini, peningkatan sekresi mucus dan bayi bisa tersedak saat
sekresi. Refleks penghisapan sangat kuat dan bayi sangat aktif.
3. ANALISA
Analisa ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian subjektif dan objektif
(Varney, 2008) & (Maryunani, 2016).
Dalam kasus ini dapat ditegakkan diagnosa Bayi Ny. D usia 2 jam
fisiologis, tidak ditemukan masalah, diagnose potensial dan kebutuhan segera
pada praktik tidak ada.
4.PENATALAKSANAAN
Pada pemeriksaan ini didapatkan data bahwa By. Ny. D belum
mendapatkan imunisasi Hb0, tetapi sudah mendapatkan suntikan vitamin K pada
usia 1 jam, Sehingga pada penatalaksanaan lanjutan dilakukan pemberian
imunisasi Hb0 dengan sebelumnya diberikan KIE mengenai imunisasi Hb0
(meliputi manfaat dan KIPI) serta penandatanganan inform consent tindakan.
Imunisasi adalah pemberian kekebalan agar bayi tidak tertular penyakit
hepatitis B, yang disuntikkan pada otot paha bagian anterolateral pada umur 0 – 7
hari. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu - bayi. Penularan Hepatitis pada bayi
baru lahir dapat terjadi secara vertikal (penularan ibu ke bayinya pada waktu
persalinan) dan horisontal (penularan dari orang lain ). Dengan demikian untuk
mencegah terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B sedini
mungkin. Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75%
bayi dari penularan Hepatitis B (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

CATATAN PERKEMBANGAN 6 JAM.


1. SUBYEKTIF
Pemeriksaan lanjutan berikutnya dilakukan saat bayi berusia 6 jam.
Menurut Prihatini&Azizah (2018), periode reaktivitas kedua berlangsung dari
usia bayi 2-6 jam. Sesuai teori tersebut, maka saat ini bayi Ny. D berada dalam
periode reaktivitas kedua.
Bayi sudah mendapatkan suntikan vitamin K saat berusia 1 jam, dan
suntikan imunisasi Hb0 saat berusia 2 jam.
2. OBYEKTIF
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil suhu 36,8°C, nadi
135x/menit, nafas 39x/menit. Hal ini normal, sesuai teori Prihatini&Azizah
(2018) yang menyatakan bahwa . Karakteristik dari periode ini yaitu bayi
mempunyai sensitivitas tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Kisaran
frekuensi nadi apical 120-160x/menit dan frekuensi pernapasannya berkisar dari
30-60x/menit dengan periode pernapasan yang lebih cepat tetapi pernapasan
tetap stabil (tidak ada pernapasan cuping hidung atau retraksi); fluktuasi warna
kulit dari merah jambu, bayi kerap kali berkemih dan mengeluarkan mekoneum
selama periode ini, peningkatan sekresi mucus dan bayi bisa tersedak saat
sekresi. Refleks penghisapan sangat kuat dan bayi sangat aktif.
3. ANALISA
Analisa ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian subjektif dan objektif
(Varney, 2008) & (Maryunani, 2016). Dalam kasus ini dapat ditegakkan
diagnosa Bayi Ny. D usia 6 jam fisiologis, tidak ditemukan masalah, diagnose
potensial dan kebutuhan segera pada praktik tidak ada

4. PENATALAKSANAAN
Saat ini dilakukan penatalaksanaan berupa memberitahukan informasi
mengenai penundaan memandikan bayi hingga bayi usia 6 jam untuk mencegah
terjadinya kehilangan panas bayi, KIE mengenai tanda bahaya bayi baru lahir,
KIE perawatan bayi sehari-hari, Menganjurkan ibu untuk rutin menjemur
bayinya dengan matahari pagi dan tetap menyusui bayi secara on demand untuk
mencegah kuning pada bayi (ikterik), menganjurkan keluarga mendukung ibu
untuk memberikan ASI eksklusif, dan anjuran untuk kunjungan ulang 3 hari.
Pada 2017, American Academy of Pedi-atrics (AAP) dan American
College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa
bayi yang baru lahir tetap bersama ibu mereka 24 jam sehari dan bahwa mandi
harus ditunda sampai setelah menyusui pertama. Mandi pertama harus ditunda
sampai bayi baru lahir menurut penelitian (Kelly et al., 2018).
Metha (2015) dalam hasil penelitiannya menyatakan seluruh suhu bayi
baru lahir 6 jam pasca kelahiran sebelum dimandikan adalah normal, yang
sebanyak 30 bayi (100%), sedangkan suhu bayi baru lahir 6 jam pasca kelahiran
sesudah dimandikan selama 5 menit didapatkan data hasil seluruh (100%) BBL
mengalami penurunan suhu. Penurunan suhu dalam penelitian ini adalah berkisar
antara 0,2 sampai 0,50C. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
memandikan bayi seharusnya dilakukan ketika suhu bayi sudah berada pada suhu
36,50C atau lebih. Memandikan BBL merupakan sebuah cara yang ideal untuk
membersihkan BBL dari darah dan verniks yang masih menempel, dan juga
untuk mengurangi paparan darah ibu yang mungkin mengidap virus, seperti virus
hepatitis B. Memandikan bayi yang lahir dengan berat badan normal dan usia
kehamilan yang cukup dapat diberikan ketika suhu tubuh BBL sudah stabil dan
secara hemodinamik bayi juga sudah stabil.
Pemberian informasi mengenai perawatan bayi baru lahir sangat penting
diberikan kepada ibu untuk menghindari kebingungan dan ketidaktahuan,
terutama pada ibu primipara. Nur (2017) dalam penelitiannya mengenai
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan Bayi Baru Lahir Terhadap
Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Ibu Dalam Merawat Bayi Baru Lahir Yang
Dirawat Gabung Di Rsud Labuang Baji Kota Makassar, mendapatkan hasil
bahwa dari analisis uji T-Test diperoleh nilai signifikan P= 0,000 dimana p< α
(0,05). Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir, Dengan
analisis uji T-Test diperoleh nilai signifikan P= 0,000 dimana p< α (0,05).
Ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku
ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir.
Pemberian ASI bagi bayi baru lahir sangat penting. Herawati&Indriati
(2017) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Pemberian Asi Awal
Terhadap Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari mendapatkan hasil
bahwa bayi yang tidak diberi ASI awal dan mengalami ikterus adalah sebanyak
10.80%, sedangkan yang tidak mengalami ikterus sebanyak 13.12%, kemudian
bayi yang diberi ASI awal dan mengalami ikterus yaitu sebanyak 8.76%,
sedangkan yang tidak ikterus sebanyak 67.32%
Konseling pada ibu untuk memberikan ASI secara on demand dan
menjemur bayi pada matahari pagi setelah pulang ke rumah juga diberikan. Hal
ini sejalan dengan teori Harisson (2005) dalam (Nursanti, 2012) yang
menyatakan bahwa salah satu tindakan yang direkomendasi kan dan umum
dilakukan mayarakat adalah dengan pemanfaatan sinar matahari. Hasil penelitian
Cremer menunjukkan sinar matahari dengan intensitas cahaya 400 – 520 nm
dapat memberikan laju degradasi bilirubin 3,5 mg/dl/jam (Nursanti, 2012).
American Academy of Pediatrics Technical Report- Ultraviolet Radiation (2011)
dalam penelitian Salih memperkuat dengan menyatakan bahwa sinar matahari
mempunyai keefektifan 6,5 kali dibandingkan unit fototerapi dalam
mendegradasi bilirubin dan keefektifannya masih lebih baik meskipun musim
dingin dimana intensitasnya menurun sehingga dapat mencegah terjadinya
ikterus pada bayi baru lahir (Nursanti, 2012).
Salah satu faktor yang mempengaruhi terlaksananya ASI eksklusif adalah
dukungan keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kusumayanti&Nindiya (2017) dengan judul Hubungan Dukungan Suami
Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di Daerah Perdesaan. Dari penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa prevalensi pemberian ASI eksklusif sebesar 21,2%.
Sebagian besar suami mendukung pemberian ASI eksklusif (72,7%).
Berdasarkan uji tabulasi silang diketahui bahwa dukungan suami lebih besar
peluangnya (27,1%) terhadap pemberian ASI eksklusif dibandingkan suami yang
tidak mendukung (5,6%). Ibu yang mendapat dukungan dari suami memiliki
proporsi yang lebih besar memberi ASI eksklusif dibandingkan dengan yang
tidak mendapatkan dukungan suami.
Anjuran kunjungan ulang berkaitan dengan SOP pelayanan neonatal
esensial dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali kunjungan, yang meliputi: 1 (satu)
kali pada umur 6 - 48 jam; 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari; dan 1 (satu) kali
pada umur 8 - 28 hari (Kemenkes RI, 2010). Hal ini juga diatur dalam Permenkes
RI No 25 Tahun 2014 Pasal 7 ayat (1), Pelayanan neonatal esensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali kunjungan, yang
meliputi: 1 (satu) kali pada umur 6-48 jam; 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari; dan
1 (satu) kali pada umur 8-28 hari (Kemenkes RI, 2010).

Pada evaluasi, hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan pelaksanaan yang
sudah dilakukan. Dengan demikian rencana dan pelaksanaan yang dilakukan sudah
efektif.

Anda mungkin juga menyukai