Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI PADA PADA IBU NIFAS


PADA BAYI NY.R USIA 6 HARI DENGAN IKTERIK

DI PMB SANIS MELIANAWATI Amd.Keb KABUPATEN


PURBALINGGA

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Semester II


Stage Kolaborasi Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh :

NISMASARI ULFI MULYANTI


P1337424820041

PRODI PROFESI BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI PADA BAYI BARU LAHIR
PADA BAYI NY.R USIA 6 HARI DENGAN IKTERIK
DI PMB SANIS MELIANAWATI
A. Pengkajian
Tanggal : 3 April 2021
Jam : 12.45 WIB
Tempat : PMB Sanis Melianawati.
B. Identitas Pasien:
1. Identitas Bayi:
Nama : By. Ny. R
Tanggal/Jam lahir : 28 Maret 2021/23.30 WIB
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Identitas Orangtua
Nama : Ny. R Nama : Tn. Y
Umur : 26 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : Jawa, Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Penaruban 4/3 Alamat : Penaruban 4/3

C. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin menmeriksakan kondisi anaknya.
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan anaknya terlihat kuning.
Uraian Keluhan Utama.
Ibu mengatakan anaknya terlihat kuning dari area kepala hingga perut serta
lengan atas dan paha, anaknya juga menjadi malas menyusu dan lebih
banyak tertidur sejak 2 hari lalu.
3. Riwayat Kehamilan Ibu.
a. Umur kehamilan: 38 minggu
b. Riwayat Penyakit dalam hamil:
Ibu mengatakan tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit
menurun seperti jantung, hipertensi, anemia, DM, asma serta penyakit
menular seperti TBC, HIV, dan hepatitis selama hamil.
c. Kebiasaan Selama Hamil:
Ibu mengatakan selama hamil tidak memiliki kebiasaan merokok,
konsumsi minuman alcohol, konsumsi jamu, narkoba, dan obat-obatan.
d. Riwayat Natal:
Tanggal lahir : 28 Maret 2021
PB/BB : 49 cm/2900 gram
Jenis kelamin : Laki-laki
Lama persalinan: Kala I : 10 jam Kala III : 5 menit
Kala II : 1 jam Kala IV: 2 jam
Komplikasi persalinan: tidak ada.
e. Riwayat Perinatal:
1. APGAR Score
Appearance Pulse Grimance Activity Respiratory Score
1 menit 2 2 2 1 2 9
5 menit I 2 2 2 1 2 9
5 menit 2 2 2 2 2 10
II
2. Riwayat Pemberian Vitamin K.
Bayi telah diberikan vitamin K saat usia 1 jam lahir.
3. Riwayat Pemberian Imunisasi.
Bayi telah diberikan imunisasi Hb 0 saat berusia 2 jam lahir.
4. Pola Kebiasaan Sehari-hari.
a. Pola Nutrisi
Bayi telah dilakukan IMD dan berhasil dalam waktu 30 menit pertama.
Bayi menyusui hanya ketika bayi mau, biasanya >2 jam sekali,
intensitas sekitar menit.
b. Pola Eliminasi
Bayi BAK 5x, warna kuning jernih dan BAB 2-3x, konsistensi lunak,
warna kuning.
c. Pola Istirahat.
Bayi tidur sekitar 13 jam, terlihat nyenyak.
d. Pola Aktivitas
Bayi lebih banyak tertidur.

D. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan umum : baik

2) Kesadaran : composmentis

3) Nadi : 145x/menit

4) Suhu : 37,6°C

5) RR : 45x/menit

8) BB : 2800 gram

9) PB : 49 cm

10) LK : 33 cm

11) LD :33 cm
b. Status Present
Kepala : simetris, bentuk kepala mesocephal tidak ada luka, rambut
hitam, tidak ada cephal hematom, tidak ada caput
succadaneum.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih sedikit kuning.
Hidung : simetris, normal, tidak ada polip, bersih.
Telinga : simetris, tidak ada serumen.
Mulut : bibir tidak sianosis, palatum tidak terbelah.
Leher : tidak ada bendungan vena di leher, tidak ada pembesaran
kelenjar gondok, ataupun pembesaran kelenjar limfe.
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada, bunyi napas
vaskuler.
Punggung: tidak ada spina bifida.
Abdomen : perut tidak kembung, tali pusat sudah puput, tidak ada tanda
infeksi, kulit terlihat kuning.
Genitalia : testis berjumlah dua, testit telah turun ke dalam skrotum.
Anus : anus berlubang.
Ekstremitas
Atas : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik, kulit terlihat
kuning di area lengan atas.
Bawah : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik, kulit terlihat
kuning di area paha atas.
Kulit : warna sedikit kuning.

c. Reflek
1) Rooting : bayi dapat menolehkan kepalanya saat
diberi rangsangan pada pipinya
2) Sucking : bayi dapat menghisap dengan baik,
dibuktikan dengan saat bayi menyusu.
3) Grasping : bayi dapat menggenggam dengan baik
ketika diberi rangsangan pada telapak
tangannya.
4) Moro :bayi dapat memfleksikan
ekstremitasnya.
5) Tonic neck : bayi dapat menolehkan kepalanya pada
satu sisi saat kepala bayi ditolehkan,
ekstremitasnya ekstensi, dan disisi
lainnya ekstremitasnya fleksi.
6) Babinski : bayi dapat mencengkram kakinya saat
telapak kakinya disentuh
E. Analisa
1. Diagnosa Kebidanan.
Bayi Ny. R usia 6 hari dengan ikterik
2. Masalah.
Ikterik
3. Diagnosa Potensial.
Kern ikterik.
4. Tindakan Segera.
Rujuk konsultasi dokter SpA.
F. Penatalaksanaan
Tanggal : 3 April 2021 Jam: 12.50 WIB
1. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta
memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
Hasil: Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan anaknya.
2. Menyampaikan pada ibu bahwa beberapa bagian tubuh bayi mengalami
ikterik atau kuning yang jika dihitung menggunakan derajat Kramer berada
di derajat empat.
Hasil: Ibu mengerti dan terlihat sedikit cemas dengan keadaan anaknya.
3. Menjelaskan penyebab terjadinya ikterik pada bayi yaitu karena timbunan
menumpuk sel darah merah yang sudah tidak terpakai dan harus segera
dikeluarkan tetapi kemampuan bayi belum optimal.
Hasil: Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
4. Menjelaskan pengaruh yang mungkin terjadi bila keadaan ikterik terus
berlanjut yaitu apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak.
Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kern ikterus atau
ensefalopati biliaris. Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah sindrom
neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel
otak.
Hasil: Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
5. Menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ikterik pada
bayi diantaranya seperti fototerapi di RS.
Hasil: Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
6. Mengedukasi ibu bahwa perlu dilakukan rujukan pada bayinya untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut.
Hasil: Ibu mengerti dan memilih untuk dilakukan rujukan ke RS Ummu
Hani.
7. Memberikan lembar inform consent sebagai lembar persetujuan tindakan
rujukan.
Hasil: Ibu dan suami telah menandatangani lembar inform consent.
8. Memastikan kembali keperluan rujukan meliputi Bidan, Alat, Keluarga,
Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Pendonor darah.
Hasil: Keperluan yang dibutuhkan telah disiapkan.
9. Melakukan rujukan ke RS Ummu Hani
Hasil: Rujukan dilakukan ke RS Ummu Hani.
PMB Sanis Melianawati, NO.RM
Amd.Keb Nama Pasien: By. Ny. R
Nama Bidan : Bidan Sanis/Nismasari
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal dan Jam CATATAN Nama
PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Paraf
3 April 2021 S= Ibu mengatakan sedikit tenang setelah
13.30 WIB sampai di RS Ummu Hani.

O= S : 37,3°C
N : 145x/menit.
RR: 43x/menit

A= By. Ny.R usia 6 hari dengan ikterik.

P=
1. Melakukan serah terima pasien dan
informasi hasil pemeriksaan terakhir
pasien kepada bidan RS.
Hasil: Pasien berada di IGD RS Ummu
Hani.
2. Pasien dilakukan pemeriksaan oleh
bidan RS.
Hasil: Pasien dipindahkan ke ruang
perinatal.
3. Pasien dilakukan pemantauan sambil
menunggu advice dokter.
Hasil: Advice dokter telah diterima dan
dilaksanakan oleh bidan RS.
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada neonatus cukup bulan


sesuai masa kehamilan, pada By. Ny. R usia 6 hari, di wilayah PMB Sanis
Melianawati, Amd.Keb tahun 2021, penulis ingin membandingkan antara teori
dengan fakta yang ada selama melakukan asuhan kebidanan bayi sehat pada By. Ny.
R, hal tersebut akan tercantum dalam pembahasan sebagai berikut.
I. SUBYEKTIF
Pengkajian data subjektif dilakukan dengan anamnesa pada ibu bayi dan
pemeriksaan pada bayi tanggal 3 April 2021. Pada pengkajian melalui anamnesa
pada Ny. R didapat hasil Bayi Ny. R lahir pada tanggal 28 Maret 2021 pada
pukul 23.30 WIB di ruang bersalin PMB Sanis Melianawati, Amd.Keb ditolong
bidan pada kehamilan usia 38 minggu, tidak ada riwayat penyulit selama hamil
maupun persalinan. Sehingga umur By. Ny. R pada saat pengkajian adalah
adalah 6 hari.
Ibu mengatakan bahwa anaknya terlihat kuning dari area kepala hingga perut
serta lengan atas dan paha, anaknya juga menjadi malas menyusu dan lebih
banyak tertidur sejak 2 hari lalu.
Ikterus atau ikterik yang disebut juga hiperbilirubinemia adalah meningginya
kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan area tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus neonatorum dibagi
menjadi fisiologis dan patologis. Ikterus neonatorum adalah perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan skelra akibat peningkatan bilirubin dalam serum
(≥2mg/dl). Secara klinis akan tampak pada bayi baru lahir juka kadar bilirubin
dalam darah 5-7 mg/dl (Rochmah,et.al 2012).
Beberapa manifestasi klinis bayi yang mengalami hiperbiliruminemia
diantaranya ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya,
bila ditekan akan timbul kuning, bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning
kehijauan dan keruh pada ikterus berat, bilirubin indirek dtandai dengan kulit
kuning terang pada ikterus berat, bayi menjadi lesu, bayi menjadi malas minum,
tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul, letargi, tonus otot meningkat, leher
kaku, opistotonus (Mitayani., 2012)
By. Ny. R merupakan anak pertama, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ny.
R merupakan primigravida. Annisa, dkk (2020) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pengetahuan ibu primigravida mayoritas berpengetahuan kurang yaitu
sebanyak 37 orang (44,0%). Berdasarkan sikap, sebagian besar ibu primigravida
bersikap positif terhadap tandatanda bahaya bayi baru lahir yaitu sebanyak 81
orang (96,4%). Dalam proses merawat bayi, seorang ibu dapat menghadapi hal
yang tidak terduga pada bayinya yang menuntut dia untuk dapat bersikap
terhadap segala sesuatu yang muncul saat memiliki bayi baru lahir. Kemampuan
seorang ibu untuk bersikap baik terhadap orang disekelilingnya akan
berpengaruh terhadap hasil dari respon yang diberikannya
Dari hasil pengkajian data subyektif kepada Ny. R mengenai pola kebutuhan
nutrisi sehari-hari, bahwa bayi telah dilakukan IMD selama 1 jam dan berhasil
dalam waktu 30 menit pertama. Bayi menyusui hanya ketika bayi mau, biasanya
>2 jam sekali, intensitas sekitar menit.
Segera setelah bayi lahir, bayi dilakukan IMD untuk mencegah kehilangan
panas dan menaikkan suhu, hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh
Olii&Hiola (2020) mendapatkan hasil dalam penelitiannya bahwa Rerata suhu
aksila kelompok IMD sebesar 37,1 ± 0,20C dan rerata suhu aksila pada
kelompok non IMD sebesar 36,8 ± 0,40C. Hal ini menunjukkan bahwa IMD
yang dilakukan pada bayi baru lahir mempunyai pengaruh yang sangat baik
untuk dapat mempertahankan suhu pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir belum
dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan cenderung mengalami stres fisik
akibat adanya perubahan suhu di luar uterus. Inisiasi menyusu dini merupakan
proses pembiaran bayi menyusu sendiri setelah kelahiran. Keuntungan inisiasi
menyusu dini yaitu dapat mempertahankan suhu badan bayi agar tetap hangat
dan dapat merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi resiko sesudah
melahirkan.

Bayi hendaknya di lap kering untuk memperkecil kehilangan panas yang di


sebabkan oleh penguapan, tidak semua verniks caseosa dihilangkan, tetapi hanya
berlebihan, verniks caseosa akan di absorbs oleh kulit bayi akan hilang dalam 24
jam, tidak di anjurkan untuk memandikan BBL sampai suhunya stabil
( Kementerian Kesehatan, 2010) & (Kelly, et al, 2018).
Bayi baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar dari orang dewasa,
sehingga mengakibatkan penurunan suhu. Pada 30 menit pertama, bayi akan
mengalami penurunan suhu 3-4 derajat C. Pada ruangan dengan suhu 20-25 o C
bayi akan mengalami penurunan suhu 0,3 o
C setiap menitnya. Penurunan suhu
diakibatkan oleh kehilangan panas secara konduksi, konveksi, evaporasi dan
radiasi. Kemampuan bayi yang belum sempurna dalam memproduksi
panasmenyebabkan bayi sangat rentan untuk mengalami hipotermia. Hipotermi
merupakan suatu kondisi tubuh dengan permasalahan mekanisme tubuh yang
sulit mengatasi tekanan suhu dingin. Ketika proses IMD, bayi akan mendapatkan
panas dari ibu melalui kontak kulit antara ibu dan bayi.

Selain memperkecil kehilangan panas, Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


merupakan salah satu langkah Bounding Attachment yang merupakan langkah
besar dalam menyukseskan kesehatan bayi secara fisik dan psikis. Ketika proses
IMD, bayi akan mengalami kontak kulit secara langsung antara bayi dan ibu
(skin to skin contact), pada saat itu ibu dapat melihat secara langsung bayinya
merangkak menuju payudara ibu dan ibu akan merasa nyaman dan akan memberi
efek positif pada perkembangan emosi bayi selanjutnya. Orangtua yang mampu
menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan anak akan lebih mudah
membentuk karakter anak dan mengisinya dengan nilai-nilai baik. IMD memberi
rasa nyaman pada anak yang bisa dipupuk melalui kontak fisik atau juga tatapan
penuh kasih sayang, Rohani (2011) dalam (Nasution, 2017).

Menurut Klaus, Kennell (1982) dalam (Marmi & Rahardjo, 2018) ada
beberapa keuntungan fisiologis kadar oksitosin dan prolaktin meningkat, reflek
menghisap dilakukan dini, pembentukan kekebalan aktif dimulai, mempercepat
proses ikatan antara orangtua dan anak, body warmth (kehangatan tubuh), waktu
pemberian kasih sayang, stimulasi hormonal.

Pemberian ASI eksklusif dengan cara yang kurang baik menjadi salah satu
faktor risiko mayor dari hiperbilirubinemia, sementara itu bayi dengan jenis
kelamin laki-laki cenderung lebih beresiko untuk mengalami hiperbilirubinemia
(Kosim, 2012). Pada kasus ini Bayi Ny. R berjenis kelamin laki-laki dan
intensitas pemberian ASI juga cukup kurang. Hal ini bisa menjadi faktor resiko
penyebab ikterik pada bayi.

Bayi sudah BAK ±6x/hari, warna kuning jernih dan BAB 2-3x/hari,
konsistensi lunak. Hal ini kurang normal sesuai teori yang menyatakan bahwa
bayi harus BAB dan BAK dalam waktu 24 jam. Air seni dibuang dengan cara
mengosongkan kandung kemih secara refleks. Bayi miksi sebanyak 6 kali sehari.
Hal ini bisa diakibatkan karena menurunnya frekuensi dan intensitas bayi
menyusu. Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin sering bayi miksi.
Defekasi pertama berwarna hijau kehitaman. Kotoran bayi yang hanya minum
susu biasanya cair. Bayi yang mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair
berbji (Wahyuni, 2012). Rukiyah (2012) dalam teorinya menambahkan frekuensi
BAK normalnya berkemih 6 – 10x dalam sehari berwarna urin pucat, berkemih >
8x pertanda ASI cukup (Rukiyah, 2012).

Bayi Ny. R mandi 2x/hari, menggunakan air hangat. Bayi selalu mengenakan
pakaian kering dan bersih. Bila pakaian bayi basah/kotor, segera selalu diganti.
Sebelum mengganti popok, bagian genetalia selalu dibersihkan dan dikeringkan.
Bila kulit basah terlalu lama, lapisan kulit mulai rusak. Bila kulit basah di gosok,
juga lebih muda rusak, menyebabkan luka pada kulit bayi. Untuk pencegahannya
gantilah popok segera setelah anak kencing atau BAB, hindari popok yang ketat,
bersihkan dengan lembut, hindari memakai bedak pada area tersebut (Rukiyah,
2013:139). Penggantian popok secara rutin bertujuan untuk menjaga kulit bayi
tetap bersih dan lembab sehingga mencegah terjadinya diaper rush.
Peytavi&Kanti (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa untuk mencegah
kejadian ruam popok dapat dilakukan dengan cara ganti popok sesering mungkin,
gunakan popok sekali pakai, superabsorben, dan bernapas sebagai pengganti kain
popok, membersihkan dengan lembut, dan gunakan pelembab berbahan emolien.
II. OBYEKTIF
Hasil pemeriksaan didapatkan berat badan By. Ny. R 2800 gram, PB 49 cm,
LK 33 cm, LD 33 cm. Denyut jantung 145 x/menit, pernapasan 45x/menit.
Berat badan By. Ny. R mengalami penurunan 100 gram dibandingkan berat
badan saat lahir. Dalam minggu pertama kehidupan, sering ditemukan penurunan
berat badan sebesar 5% pada bayi yang mendapat susu formula, dan 7% pada
bayi yang mendapat ASI. Apabila terjadi masalah dalam pemberian ASI
penurunan berat badan sebesar 7% dapat terjadi pada 72 jam pertama kehidupan.
Selain pengukuran antropometri berat badan, perubahan panjang badan juga
dapat diukur selama 28 hari pada bayi neonatus (Khamzah, 2012)
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan denyut jantung normal adalah
120-160 kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur, respirasi : status
pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit,
tidak ada wheezing dan ronki dan suhu normal adalah 36,50c-37,50c (Kemenkes
RI, 2013).
Pada pemeriksaan status present ditemukan semuanya dalam batas normal,
tali pusat sudah lepas dan tidak terdapat tanda – tanda infeksi. Menurut Dewi
(2013; h. 42) sisa tali pusat akan segera lepas pada minggu pertama. Lepasnya
tali pusat dengan baik tanpa adanya tanda infeksi yang muncul selalu berhungan
dengan perawatan tali pusat yang baik dan benar. Dalam merawat tali pusat
cukup membersihkannya dengan air bersih lalu dikeringkan dengan kassa steril
tanpa dibungkus ataupun diolesi menggunakan alkohol atau betadin agar tali
pusat cepat kering dan lepas.
Battya, dkk (2019) memperkuat penelitian sebelumnya. Dalam penelitiannya
dengan judul Perbedaan Lama Lepas Tali Pusat antara Perawatan Tali Pusat
Menggunakan Kasa Steril dengan Perawatan Terbuka pada Neonatus
didapatkan hasil lama lepas tali pusat dengan metode perawatan terbuka
pada neonatus di Puskesmas Poned KabupatenCirebon tahun 2018
adalah 6,7% cepat (<5 hari),73,3% normal (5-6 hari) dan 0,0% lambat (>6 hari)
dengan rata-rata lama lepas tali pusat 5,3 hari.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Trijayanti, dkk (2020) dalam
penelitiannya dengan judul Perbedaan Perawatan Tali Pusat Tertutup Dan
Terbuka Terhadap Lama Pelepasan Tali Pusat Di Puskesmas Srondol Dan
Puskesmas Ngesrep Kota Semarang mendapatkan hasil bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara lama waktu pelepasan tali pusat kelompok
perawatan tali pusat terbuka dan tertutup. Lama waktu pelepasan tali pusat
dengan metode terbuka lebih cepat yaitu 98,7 jam dan lama waktu pelepasan tali
pusat untuk metde tertutup 170,6 jam. Selisih waktu lama pelepasan tali pusat
antara metode terbuka dan tertutup 71,9 jam.
Ditemukan kuning di area kepala hingga perut serta area lengan atas dan
paha bayi. Berdasarkan rumus Kramer, maka bayi berada pada derajat 3 karena
kuning di daerah kepala, leher, badan bagian atas, badan bagian bawah dan
tungkai dan dapat diperkirakan kadar bilirubin di dalam tubuh bayi 12,4 mg/dL.
III. ANALISA
Analisa ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian subjektif dan objektif
(Varney, 2008) & (Maryunani, 2016). Dalam kasus ini dapat ditegakkan
diagnosa Bayi Ny. R usia 6 hari dengan ikterik.
Jika hasil analisa data menunjukkan bahwa ibu mengalami masalah yang
memerlukan penanganan namun tidak dapat dimasukkan dalam kategori
diagnosa, maka tuliskan sebagai masalah (Widatiningsih&Dewi, 2017:186).

Pada kasus ini ditemukan masalah yaitu kecemasan ibu terhadap kondisi
anaknya.

Diagnosa potensial ditentukan atas dasar diagnosa dan masalah yang telah
dilakukan tersebut (Widatiningsih&Dewi, 2017:185). Pada keadaan ikterik bayi
didapatkan beberapa resiko potensial yang mungkin terjadi diantaranya kern
ikterik.

Pasien membutuhkan kebutuhan baik fisik maupun psikologis. Kebutuhan


ini sebagai pemecahan masalah yang dirasakan (Marmi, 2014:117-153). Pada
kasus diperlukan tindakan segera berupa rujukan ke RS untuk dilakukan
perencanaan dan penindaklanjutan segera.

IV. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan
datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data.P
dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan (Sudarti, 2010).

Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif


berdasar langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus
disetujui bersama dengan klien agar pelaksanaannya efektif.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:186-189).

Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan


kebidanan yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua
pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga
kesehatan profesional lainnya. Bidan merupakan anggota tim (Asrinah, 2013).

Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan


dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya
yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari
dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke
tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain secara
horizontal maupun vertical (Kemenkes RI, 2013). Tujuan umum sistem rujukan
adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan
secara terpadu (Kebidanan Komunitas).

Berdasarkan diagnose yang telah ditegakkan, pada kunjungan kali ini


diberikan penatalaksanaan yaitu:

10. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta


memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
11. Menyampaikan pada ibu bahwa beberapa bagian tubuh bayi mengalami
ikterik atau kuning yang jika dihitung menggunakan derajat Kramer berada
di derajat empat.
Tanda klinis bayi ikterik untuk menegakkan diagnose dapat ditentukan
menggunakan beberapa cara diantaranya menggunakan derajat Kramer. Cara
untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan risiko terjadinya kern
ikterus, salah satunya dengan cara klinis (rumus Kramer) yang dilakukan di
bawah sinar biasa (day light) (Saifuddin, 2009). Sementara tanda lainnya
Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan sebagian
tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah (Marmi, 2012) dan
pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut
sampai kaki dengan hasil bayi berwarna kuning serta pemeriksaan reflek
bayi (Hasan dan Alatas, 2007).
12. Menjelaskan penyebab terjadinya ikterik pada bayi yaitu karena timbunan
menumpuk sel darah merah yang sudah tidak terpakai dan harus segera
dikeluarkan tetapi kemampuan bayi belum optimal.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses
fisiologik tertentu pada neonatus. Pada proses tersebut antara lain karena
tingginya kadar eritrosit pada neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih
pendek dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin dala tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian tersering adalah apabila terdapat beban pertambahan bilirubin pada
sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit pada bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik (Rukiyah,Ai Yeyeh., 2012).
13. Menjelaskan pengaruh yang mungkin terjadi bila keadaan ikterik terus
berlanjut yaitu apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada
keadaan ini penderita mungkin menderita kern ikterus atau ensefalopati
biliaris. Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah sindrom neurologis akibat
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin
menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Kern ikterus (ensefalopati
biliaris) adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak (Ullah et al, 2016). Risiko pada bayi
dengan eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar
bilirubin serum. Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati
sawar darah otak dan masuk ke otak dengan cara difusi apabila kapasitas
albumin untuk mengikat bilirubin dan protein plasma lainnya terlampaui,
serta kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah (Nelson, 2012).
14. Menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ikterik pada
bayi diantaranya seperti fototerapi di RS.
Terapi sinar atau fototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai
kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut
dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan
melalui urin dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Dewi, 2010;
Marmi dan Rahardjo, 2012).
Nur, dkk (2021) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Pemberian Air
Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum di Ruang
Perinatologi RSUD Pasaman Barat didapatkan hasil terdapat pengaruh yang
bermakna antara fototerapi dengan kejadian ikterus neonatorum. Nilai OR
13,714, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang difototerapi
mengalami peluang 13,7 kali tidak ikterus neonatorum dibandingkan yang
tidak mengalami fototerapi. Bila kadar bilirubin serum meningkat sangat
cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan untuk menggunakan fototerapi
dosis ganda atau intensif, teknik ini melibatkan dengan menggunakan lampu
overhead konvensional sementara itu bayi berbaring dalam selimut
fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi efisiensi pemberian
fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi
(Wong, 2017). Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan
sinar bluegreen spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan
kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radio meter, atau
diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan
kulit bayi yang terpajan lebih luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun
atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi intensif,
kemungkinan besar terjadi proses hemolisis (Kosim, dkk, 2012). Menurut
Wong (2009) untuk mengefektifkan fototerapi, kulit bayi harus terpajan
penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar
bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis,
dianjurkan untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik
ini dengan menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi
berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi
efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam
pertama fototerapi
15. Mengedukasi ibu bahwa perlu dilakukan rujukan pada bayinya untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut.
16. Memberikan lembar inform consent sebagai lembar persetujuan tindakan
rujukan.
17. Memastikan kembali keperluan rujukan meliputi Bidan, Alat, Keluarga,
Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Pendonor darah.
18. Melakukan rujukan ke RS Ummu Hani
19. Mendokumentasikan tindakan di buku register dan buku KIA.
CATATAN PERKEMBANGAN
Catatan Perkembangan dilakukan pada tanggal 4 April 2021. Hasil pengkajian,
ibu mengatakan sudah sedikit tenang ketika sampai di RS Ummu Hani.
Pemeriksaan yang dilakukan setelah tiba di RS rujukan adalah serah terima
pasien dan informasi hasil pemeriksaan terakhir pasien kepada bidan RS. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil suhu 37,3°C, nadi 145x/menit, nafas
43x/menit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan denyut jantung normal
adalah 120-160 kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur, respirasi : status
pernapasan yang baik adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit, tidak
ada wheezing dan ronki dan suhu normal adalah 36,50C-37,50C (Kemenkes RI, 2013).
Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan oleh bidan RS dan dilakukan
pemantauan sambil menunggu advice dokter.

Anda mungkin juga menyukai