Oleh :
Kelompok 7
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TEMPER
TANTRUM dan PEMALU” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
NORA YUNIAR SETYAPUTRI, M.Pd. pada mata kuliah BK TK/SD. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang BK TK/SD bagi pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu NORA YUNIAR SETYAPUTRI, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah BK TK/SD yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
C. Jenis-Jenis Tantrum...................................................................................................................6
F. Pencegahan Tantrum.................................................................................................................9
H. Anak Pemalu...........................................................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis
yang dihadapi oleh anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang
perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan, minat dan kemampuan
yang harus berkembang.
Masalah psikologis biasa disebut gangguan kesehatan jiwa dalam taraf ringan.
Kita biasa mengalaminya dalam keseharian. Mungkin juga kita tidak mengetahui
kalau hal tersebut merupakan terjadinya indikasi terjadinya gangguan psikologis.
Memang, masalah psikologis ringan (rasa rendah diri, kuatir yang berlebihan, kurang
percaya diri, mudah marah) harus segera ditangani. Jika pemasalahan itu dianggap
sebagai hal yang biasa maka dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan jiwa.
Masalah psikologis pada anak ini bisa timbul karena tidak adanya pemenuhan
kebutuhan pokok kejiwaan yang tidak terpenuhi (kebutuhan akan kasih sayang) dan
pengaruh proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses temper tantrum dan pemalu pada siswa TK/SD?
C. Tujuan
Untuk mengetahui proses temper tantrum dan pemalu pada siswa TK/SD
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
B. Faktor Yang Mempengaruhi Temper Tantrum
Adapun faktor-faktor tertentu yang dapat memacu dan mempengaruhi
terjadinya temper tantrum pada anak, yaitu :
1. Keinginan anak yang tidak dituruti
2. Ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan perasaan
3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Pola asuh orang tua
5. Perasaan lelah, lapar, sakit
6. Keadaan stress dan rasa tidak nyaman pada diri anak
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis)
dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan,
gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik
dengan suara jam tangan, atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar
lampu sorot di ruang praktek dokter gigi, mungkin membuatnya tegang, walau pada
beberapa anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitive terhadap
sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol atau baju
dengan label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi
lengan panjang, semua itu dapat membuat mereka temper tantrum.
C. Jenis-Jenis Tantrum
Temper tantrum pada anak memiliki dua jenis, yaitu :
1. Tantrum amarah
Tantrum amarah dengan ciri menghentakkan kaki, menendang, memukul, dan
berteriak
2. Tantrum kesedihan
Tantrum kesedihan dengan ciri menangis terisak-isak, membantingkan diri,
dan berlari menjauh.
6
Saat anak mengalami stress, perasaan tidak aman (unsecure) atau ketidaknyamanan
(uncomfortable) juga dapat memicu terjadinya tantrum.
Penyebab tantrum erat kaitannya dengan kondisi keluarga, seperti anak terlalu
banyak mendapat kritikan dari anggota keluarga, masalah perkawinan pada orang tua,
gangguan atau campur tangan ketika anak sedang bermain oleh saudara yang lain,
masalah emosional dengan salah satu orang tua, persaingan dengan saudara, dan
masalah komunikasi, serta kurangnya pemahaman orang tua mengenai tantrum yang
meresponnya sebagai sesuatu yang mengganggu dan distress.
7
oleh orangtua atau saudara dengan sesuatu yang menyakitkan atau menjengkelkan.
Kemudian, anak merespon kritikan tersebut secara agresif dan destruktif. Jika perilaku
agresi yang dimunculkan oleh anak tersebut mendapatkan reward dari penyerang
(attacker) dengan menjadi diam atau berhenti mengkritik, maka taktik ini dianggap
berhasil. Disinilah anak akan mulai belajar membentuk perilaku tantrum sebagai
senjata untuk melawan segala bentuk serangan dari lingkungannya. Sementara itu,
bentuk perilaku tantrum berdasarkan kecenderungan bentuk perilaku yang
dimunculkan anak berdasarkan usia, yakni usia kurang dari tiga tahun, usia tiga
sampai empat tahun dan usia di atas lima tahun. Adapun bentuk perilaku tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
USIA
< 3 TAHUN (A) 3-4 TAHUN (B) >5 TAHUN (C)
Menangis Selain perilaku A : Selain perilaku A dan B, juga :
Menggigit Mengentak-hentakkan Memaki
Memukul kaki Menyumpah
Menendang Berteriak-teriak Memukul kakak/adik/temannya
Menjerit Meninju Mengkritik diri sendiri
Memekik-mekik Membanting pintu Memecahkan barang dengan
Melengkungkan punggung Mengkritik sengaja
Melempar badan ke lantai Merengek Mengancam
Memukul-mukulkan
tangan
Menahan nafas
Membentur-benturkan
kepala
Melemparkan barang
8
menendang serta tindakan lainnya yang bermaksud menyakiti orang lain. Perilaku
agresif yang diarahkan kedalam diri, misalnya menggaruk kulit sampai berdarah,
membenturkan kepala ke tembok atau ke lantai, membantingkan badan ke lantai,
mencakar muka atau memaksa diri untuk muntah atau batuk dan sebagainya.
F. Pencegahan Tantrum
Mencegah terjadinya tantrum dapat dilakukan dengan mengenali kebiasaan-
kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa tantrum
terjadi pada anak. Misalnya, pada anak yang aktif bergerak dan gampang stres maka
orangtua perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat bosan agar selama perjalanan
diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak
berlari-lari di luar mobil. Mendampingi anak mengerjakan tugas-tugas sekolah dan
mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres.
Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada
permainan-permainan, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat
membantu dengan memberikan petunjuk. Hal lain yang bisa dilakukan adalah
orangtua perlu memperlakukan anak secara tepat dengan tidak terlalu memanjakan
dan tidak pula terlalu menelantarkan anak, hubungan anak adalah hubungan kasih
sayang dan perhatian yang proposional.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah tantrum, yakni
perlunya mengidentifikasi konsekuensi dari tantrum, maksudnya bahwa orang tua
perlu mengetahui adakah perilaku dari orangtua atau orang lain disekitar anak yang
justru mendorong dan memberi penguatan terhadap terjadinya tantrum. Jika ada maka
perlu dihilangkan. Selain itu, perlu juga diwujudkan atau dibangun sebuah sistem
reward (penghargaan) untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol. Memberikan
penghargaan atau hadiah pada saat tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab akan
mengkondisikan anak untuk selalu mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih
tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping skill dalam menghadapi situasi yang
dapat membuat dia tantrum.
9
mestinya dihindari. Ada tiga hal yang perlu dilakukan sesegera mungkin saat tantrum
terjadi, yakni memastikan segalanya aman, perlunya orangtua mengontrol emosinya,
serta tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negative serta segala
bentuk reaksi dari lingkungan.
Jika tantrum terjadi maka biarkanlah anak untuk melampiaskan emosinya tapi
pastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan aman, baik bagi anak, pengasuh,
termasuk benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak. Segera evakuasi anak pada
tempat-tempat yang empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan anak pada benda-benda
yang rawan untuk dirusak seperti televisi, hand-phone, remote control dan lain-lain.
Ada baiknya jika anak didekap atau dipeluk dengan penuh kasih sayang akan tetapi
jika dia meronta-ronta, memukul atau bahkan mencakar orangtua atau pengasuhnya
sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan sebab hanya akan memicu dan
memprovokasi orangtua untuk bertindak kasar pada anak. Orangtua harus tetap
tenang serta berusaha mengontrol emosi untuk tetap stabil. Jaga emosi jangan sampai
memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Jika terjadi pada tempat umum (ruang
publik) seperti swalayan, pesawat, kendaraan umum, kemungkinan besar lingkungan
akan memberikan reaksi negatif yang dapat memicu emosi orangtua, maka yang perlu
dilakukan adalah jangan terpengaruh dengan reaksi tersebut tetap sabar dan
kendalikan emosi.
10
ada sesuatu yang “aneh”, “hati-hati”, “curiga” dan lain sebagainya yang membuat
anak tersebut menjadi malu dan cenderung mengurung diri. Secara umum, manusia
memang dilahirkan dengan rasa malu, namun bila perasaan itu mulai berubah menjadi
rasa takut yang berlebihan, ini akan menjadikan suatu fobia, yaitu takut mengalami
tekanan dari orang lain atau takut menghadapi masyarakat atau orang banyak.
Sikap pemalu pada anak bisa dikatakan wajar apabila ditunjukan dengan
proporsisi yang cukup. Apabila tanda-tanda pemalu ditunjukan anak dengan sikap
yang berlebihan, hal itu perlu diwaspadai, baik oleh orang tua maupun pendidik atau
guru. Biasanya anak menunjukkan rasa malu pada seseorang yang belum dikenal.
Pada umur 5 tahun rasa malu juga ditunjukkan pada saat seseorang akan memberikan
penilaian terhadap tingkah lakunya.
Ciri-ciri lain yang lebih spesifik dari sifat pemalu tampak dari perilaku anak
sebagai berikut:
11
3. Tidak memiliki keberanian untuk tampil di muka umum
Apabila anak tampil di muka umum, ia akan mengalami demam
panggung, yang ditandai dengan timbulnya gejala gemetar, berkeringat,
dan lainnya.
J. Faktor Penyebab Anak Menjadi Pemalu
Menurut Gunarsah (2001:12) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sifat
pemalu yakni keadaan fisik, kesulitan dalam berbicara, kurang terampil dalam
berteman, harapan orang tua terlalu tinggi, pola asuh yang mencela, unsur keturunan,
masa kanak-kanak kurang gembira, kurang bermasyarakat, perasaan rendah diri, dan
pandangan orang lain.
Keadaan fisik menyebabkan sifat pemalu, sebab anak yang sering sakit
kurang mempunyai peluang melakukan berbagai aktivitas. Baik aktivitas dalam gerak
motorik, sosial maupun aktivitas lainnya. Anak sering sakit tentu saja membuat ruang
gerak akan menjadi terbatas dan anak tidak bebas bermain seperti anak yang sehat
lainnya. Kelainan fisik juga dapat menumbuhkan rasa malu pada anak.
Kesulitan berbicara menyebabkan anak menjadi pemalu. Anak yang tidak
jelas mengungkapkan bahasanya sering mengalami kesulitan dalam bergaul dengan
teman atau orang dewasa lain. Kurang terampil dalam berteman juga dapat
menyebabkan sifat pemalu pada anak.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat pemalu adalah masa kanak-kanak
kurang gembira. Ada sebagian anak yang mengalami hal-hal yang kurang
menyenangkan pada masa kanak-kanaknya. Misalnya, orang tua sering berpindah-
pindah, orang tua bercerai, orang tua meninggal, dipaksa pindah sekolah atau dihina
oleh teman dan sebagainya. Semua pengalaman itu mengakibatkan terganggunya
hubungan sosial mereka dengan lingkungan, suka menghindar atau mundur dan tidak
berani bergaul dengan orang yang tidak dikenal.
12
Karena menganggap dirinya tidak sebanding dengan orang lain, anak akan bersikap
hati-hati terhadap semua hal dan konservatif.
13
(encourage) tidak sama dengan memaksa (push), usaha yang tiba-tiba
bukanlah mendorong, tetapi memaksa. Perasaan terpaksa akan membuat
keadaan bertambah buruk karena anak ditempatkan pada keadaaan yang
melebihi batas toleransinya, sehingga anak bisa jadi semakin menarik diri.
4) Mendukung kepercayaan diri dan sikap yang wajar. Anak sebaiknya didukung
dan dipuji untuk kepercayaan dirinya dan tindakannya yang wajar. Ajari anak
untuk jadi dirinya sendiri dan mengekspresikan pendapatnya secara terbuka.
5) Menyediakan agen sosialisasi untuk anak. Memasangkan satu atau dua orang
teman yang memungkinkan menjadi teman bermain bagi anak. Selanjutnya,
perkenalkan anak untuk bermain dalam kelompok yang lebih besar.
6) Membuat kegiatatan yang merangsang anak untuk berinteraksi. Anak yang
kurang komunikatif dapat didorong untuk berkomunikasi melalui gambar,
karena pada umumnya anak lebih senang mendiskusikan hal-hal yang ada
kaitannya dengan gambar. Selain itu, rancanglah kegiatan-kegiatan lain.
Misalnya, menggambar bersama dalam satu kertas atau bermain pesan
berantai.
M. Treatment Mengatasi Anak Pemalu
Rasa malu dapat dikatakan juga sebagai suatu kombinasi dari kegugupan
sosial dan pengkoordinasian sosial. Untuk mengatasi rasa malu pada anak, orang tua
harus meningkatkan kepercayaan diri pada anak. Sehingga sifat pemalu yang ada pada
diri anak lambat laun menjadi hilang.
Anak akan menjadi semakin pemalu atau justru dapat mengatasi sifat pemalu ini,
tergantung dari lingkungannya (baca: orang tua) terus menerus melindungi anak atau
mendorongnya untuk mau menghadapi dunia luar, sehingga anak menjadi lebih
percaya diri. Berikut ini beberapa penanganan yang dapat diterapkan untuk kasus
Nadia, di antaranya:
14
4) Memberikan pujian terhadap keberhasilan yang diperoleh anak, baik itu
dalam bentuk prestasi akademik maupun keterampilan yang dimilkinya.
5) Memperkenalkan anak pada kelompok seni, supaya anak memiliki
kepercayaan diri dalam menguasi hal-hal dan keadaan-keadaan baru.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan
kebijakan yang tepat bagi anak, karena anak merupakan kelompok penduduk usia
muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat berpartisipasi aktif
dalam pembangunan.
Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku
dissosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap. Perilaku tantrum adalah
perilaku yang bersifat universal dan normal terjadi pada anak. Hanya saja banyak
orangtua yang meresponnya secara tidak tepat dengan menganggapnya sebagai
sesuatu yang mengganggu dan distress. Salah merespon anak yang tantrum akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan berikutnya. Oleh karena itu, penting
sekali bagi orangtua untuk memahami mengenai tantrum, bagaimana mencegahnya,
bagaimana menghadapinya, serta pelajaran apa yang dapat diberikan oleh orangtua
pada anak paska tantrum terkait dengan manajemen marah.
Anak pemalu cenderung akan menghindari keramaian dan takut untuk bergaul
dengan temannya. Anak yang memiliki sifat pemalu biasanya mudah merasa takut dan
penuh keragu-raguan dalam melakukan sesuatu. Rasa percaya diri pada anak pemalu
akan meningkat tergantung dari lingkungannya. Dalam hal ini, orang tua mempunyai
andil cukup besar, apakah anak akan semakin pemalu atau justru dapat mengatasi
sikap pemalu dalam dirinya. Anak dengan karakter pemalu memilki kelebihan¾sama
seperti anak lainnya. Hanya saja anak pemalu dalam mengekspresikan diri cenderung
diam-diam atau sembunyi-sembunyi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Yunianto, Joko. Pengaruh Senam Otak Terhadap Perilaku Temper Tantrum Pada
Anak Usia Prasekolah Di TK. Al Ikhlas Nglempongsari Ngaglik Sleman. STIK
Aisyiyah : Yogyakarta. 2014.
Marsela Wahyu Suzanti, Enggar Riyani, A. Istiqomah, Citra Ihtiar. Efektivitas Finger
Painting Untuk Menurunkan Perilaku Temper Tantrum Pada Anak KB PK
Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. 2014
Syam, Subham. Hubungan Pola Asuh Orang Terhadap Kejadian Temper Tantrum
Anak Usia Toddler Di PAUD Dewi Kunti Surabaya. Universitas Airlangga :
Surabaya. 2013.
Kristiyanto, Almunawar. Strategi Penanganan Anak Temper Tantrum Melalui Terapi
Permainan Puzzle Di TK Desa Jatingarang, Jatingarang, Weru, Sukoharjo.
Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta. 2013.
Silvia D. Elvira. Buku Ajar Psikiatri Ed.2 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2013.
Syamsuddin. Mengenal Perilaku Tantrum Dan Bagaimana Mengatasinya. Sulawesi
Selatan. 2013.
Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta. 2003.
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Ibu, Bayi, dan Anak. Cet. 1. Yogyakarta:
Nuha Medika.
17