Anda di halaman 1dari 17

Temper Tantrum dan Pemalu

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : BK TK/SD

Dosen Pengampu : NORA YUNIAR SETYAPUTRI, M.Pd.

Oleh :

Kelompok 7

1. MEITA PUSPITA MARTA 19.1.01.01.0001


2. MOCHAMAD IRFAN 19.1.01.01.0008
3. ZEIN KHOLISOHOTUL 19.1.01.01.0027
4. WARDHANI KUSUMA 19.1.01.01.0028
5. PEWI PIKE MAPALA 19.1.01.01.0052
6. RUDI DWI SUSANTO 17.1.01.01.0013

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2022/2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TEMPER
TANTRUM dan PEMALU” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
NORA YUNIAR SETYAPUTRI, M.Pd. pada mata kuliah BK TK/SD. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang BK TK/SD bagi pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu NORA YUNIAR SETYAPUTRI, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah BK TK/SD yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 10 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3

BAB I....................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN................................................................................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4

C. Tujuan........................................................................................................................................4

BAB II..................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN...................................................................................................................................5

A. Pengertian Temper Tantrum......................................................................................................5

B. Faktor Yang Mempengaruhi Temper Tantrum..........................................................................6

C. Jenis-Jenis Tantrum...................................................................................................................6

D. Penyebab Terjadinya Tantrum Pada Anak.................................................................................6

E. Bentuk-Bentuk Perilaku Tantrum..............................................................................................7

F. Pencegahan Tantrum.................................................................................................................9

G. Tindakan Yang Perlu Dilakukan Dan Dihindari Saat Tantrum Terjadi......................................9

H. Anak Pemalu...........................................................................................................................10

I. Ciri-Ciri Anak Pemalu.............................................................................................................11

J. Faktor Penyebab Anak Menjadi Pemalu..................................................................................12

K. Dampak Sikap Pemalu Terhadap Perkembangan Anak...........................................................13

L. Cara Mengatasi Anak Pemalu..................................................................................................13

M. Treatment Mengatasi Anak Pemalu.....................................................................................14

BAB III...............................................................................................................................................16

PENUTUP..........................................................................................................................................16

A. Kesimpulan..............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis
yang dihadapi oleh anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang
perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan, minat dan kemampuan
yang harus berkembang.

Masalah-masalah anak yang timbul biasanya berhubungan dengan ruang lingkup


anak itu sendiri, mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam terjadinya
pergeseran peran dalam keluarga. Permasalahan yang timbul dari anak adalah
permasalahan dengan orang tua, dengan saudara, penyesuaian dengan norma dalam
keluarga dan konflik dengan tuntutan orang tua.

Anak sekolah dasar pada umumnya masih memerlukan bimbingan, dukungan,


arahan, perhatian dari orang tua untuk menyelesaikan tugas perkembangan selama
rentang usia anak. Orang tua mempunyai tugas untuk merawat serta menjaga anaknya.
Dalam pergaulan anak sekarang ini, banyak membawa dampak negatif bagi anak,
dampak negatif tersebut bisa mengakibatkan gangguan psikologis pada anak yang
bersifat biasa hingga serius.

Masalah psikologis biasa disebut gangguan kesehatan jiwa dalam taraf ringan.
Kita biasa mengalaminya dalam keseharian. Mungkin juga kita tidak mengetahui
kalau hal tersebut merupakan terjadinya indikasi terjadinya gangguan psikologis.
Memang, masalah psikologis ringan (rasa rendah diri, kuatir yang berlebihan, kurang
percaya diri, mudah marah) harus segera ditangani. Jika pemasalahan itu dianggap
sebagai hal yang biasa maka dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan jiwa.

Masalah psikologis pada anak ini bisa timbul karena tidak adanya pemenuhan
kebutuhan pokok kejiwaan yang tidak terpenuhi (kebutuhan akan kasih sayang) dan
pengaruh proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses temper tantrum dan pemalu pada siswa TK/SD?

C. Tujuan
Untuk mengetahui proses temper tantrum dan pemalu pada siswa TK/SD

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Temper Tantrum


Temper tantrum adalah suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada
saat anak menunjukkan sikap negativistic atau penolakan dengan keras. Temper
tantrum terjadi pada anak karena anak belum mampu mengontrol emosinya dan
mengungkapkan amarahnya secara tepat. Temper tantrum merupakan anak yang
bermasalah terhadap perkembangan emosi, dengan ciri:
1. Marah berlebihan seperti ingin merusak diri dan barang disekelilingnya
2. Tidak dapat mengungkapkan keinginannya
3. Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu orang di sekitarnya
4. Pemalu, hingga menarik diri dari lingkungannya
5. Hipersensitif (sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggung dan
pandangan cenderung negatif)
Perilaku temper tantrum banyak terjadi pada anak. Perilaku ini harus segera
dikurangi, jika tidak dikurangi maka akan mengakibatkan dampak kepada anak ketika
dewasa. Jika temper tantrum tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan:
1. Anak akan menjadikan tantrum sebagai senjata untuk dipenuhi
keinginannya, serta kurang dapat menunda keinginannya.
2. Perkembangan intelektual dan sosial anak temper tantrum kurang seimbang.
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting perkembangan,
terutama dalam perkembangan emosi, intelektual dan kepribadian, terutama dalam
perkembangan emosi, intelektual dan kepribadian tidak hanya kualitas dan kuantitas
kontak dengan orang lain yang memberi pengaruh pada anak yang sedang
berkembang tetapi luasnya rentang kontak penting untuk pembelajaran dan
perkembangan kepribadian yang sehat. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat
erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat
dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi
dewasa.

5
B. Faktor Yang Mempengaruhi Temper Tantrum
Adapun faktor-faktor tertentu yang dapat memacu dan mempengaruhi
terjadinya temper tantrum pada anak, yaitu :
1. Keinginan anak yang tidak dituruti
2. Ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan perasaan
3. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Pola asuh orang tua
5. Perasaan lelah, lapar, sakit
6. Keadaan stress dan rasa tidak nyaman pada diri anak
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis)
dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan,
gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik
dengan suara jam tangan, atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar
lampu sorot di ruang praktek dokter gigi, mungkin membuatnya tegang, walau pada
beberapa anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitive terhadap
sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol atau baju
dengan label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi
lengan panjang, semua itu dapat membuat mereka temper tantrum.

C. Jenis-Jenis Tantrum
Temper tantrum pada anak memiliki dua jenis, yaitu :
1. Tantrum amarah
Tantrum amarah dengan ciri menghentakkan kaki, menendang, memukul, dan
berteriak
2. Tantrum kesedihan
Tantrum kesedihan dengan ciri menangis terisak-isak, membantingkan diri,
dan berlari menjauh.

D. Penyebab Terjadinya Tantrum Pada Anak


Penyebab terjadinya tantrum pada anak adalah terhalangnya keinginan anak
untuk mendapatkan sesuatu, dan adanya keinginan yang tidak terpenuhi. Misalnya
sedang lapar, ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan atau mengkomunikasikan
diri dan keinginannya sehingga orang tua meresponnya tidak sesuai dengan keinginan
anak. Pola asuh orang tua yang tidak konsisten juga menjadi salah satu penyebab
tantrum, termasuk jika orang tua terlalu memanjakan atau terlalu menelantarkan anak.

6
Saat anak mengalami stress, perasaan tidak aman (unsecure) atau ketidaknyamanan
(uncomfortable) juga dapat memicu terjadinya tantrum.

Penyebab tantrum erat kaitannya dengan kondisi keluarga, seperti anak terlalu
banyak mendapat kritikan dari anggota keluarga, masalah perkawinan pada orang tua,
gangguan atau campur tangan ketika anak sedang bermain oleh saudara yang lain,
masalah emosional dengan salah satu orang tua, persaingan dengan saudara, dan
masalah komunikasi, serta kurangnya pemahaman orang tua mengenai tantrum yang
meresponnya sebagai sesuatu yang mengganggu dan distress.

Temper tantrum merupakan ciri dari anak yang bermasalah, perkembangan


emosinya mengalami hambatan, karena ada dua kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi,
yakni sebagaimana diungkapkan oleh seorang ahli psikologi Abraham Maslow,
mengungkapkan bahwa manusia seantero dunia membutuhkan kebutuhan dasar yang
terdiri dari lima jenis kebutuhan dasar, teorinya dinamakan hierarki kebutuhan.
Kebutuhan dasar manusia tersebut yaitu :
1) Kebutuhan yang pertama : adalah kebutuhan fisiologis/biologis merupakan
kebutuhan yang paling dasar, kebutuhan fisik seperti rasa lapar, haus, pakaian,
tempat tinggal dan lain sebagainya.
2) Kebutuhan yang kedua : adalah kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa
mkeselamatan, kestabilan, proteksi, keteraturan, bebas dari rasa takut, dan
kenyamanan.
3) Kebutuhan yang ketiga : adalah kebutuhan kasih sayang (memiliki dan cinta)
memiliki hubungan yang hangat dengan orang lain, seperti keluarga, teman,
pasangan, dan merasa bagian dari suatu kelompok.
4) Kebutuhan yang keempat : adalah kebutuhan dihargai mendapatkan rasa
hormat dari orang lain.
5) Kebutuhan yang kelima : kebutuhan aktualisasi diri, seseorang akan
mengembangkan diri dan melakukan apa saja yang dikuasainya apabila
kebutuhan pertama sampai keempat sudah terpenuhi.

E. Bentuk-Bentuk Perilaku Tantrum


Bentuk tantrum berdasarkan proses pembentukannya yang dapat dibedakan
dalam tiga tahapan, yakni tahap pemicu (trigger), tahap respon dan tahap
pembentukan. Tahap pemicu tampak pada saat anak diserang, dikritik atau diteriaki

7
oleh orangtua atau saudara dengan sesuatu yang menyakitkan atau menjengkelkan.
Kemudian, anak merespon kritikan tersebut secara agresif dan destruktif. Jika perilaku
agresi yang dimunculkan oleh anak tersebut mendapatkan reward dari penyerang
(attacker) dengan menjadi diam atau berhenti mengkritik, maka taktik ini dianggap
berhasil. Disinilah anak akan mulai belajar membentuk perilaku tantrum sebagai
senjata untuk melawan segala bentuk serangan dari lingkungannya. Sementara itu,
bentuk perilaku tantrum berdasarkan kecenderungan bentuk perilaku yang
dimunculkan anak berdasarkan usia, yakni usia kurang dari tiga tahun, usia tiga
sampai empat tahun dan usia di atas lima tahun. Adapun bentuk perilaku tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
USIA
< 3 TAHUN (A) 3-4 TAHUN (B) >5 TAHUN (C)
Menangis Selain perilaku A : Selain perilaku A dan B, juga :
Menggigit Mengentak-hentakkan Memaki
Memukul kaki Menyumpah
Menendang Berteriak-teriak Memukul kakak/adik/temannya
Menjerit Meninju Mengkritik diri sendiri
Memekik-mekik Membanting pintu Memecahkan barang dengan
Melengkungkan punggung Mengkritik sengaja
Melempar badan ke lantai Merengek Mengancam
Memukul-mukulkan
tangan
Menahan nafas
Membentur-benturkan
kepala
Melemparkan barang

Perilaku tantrum berdasarkan arah agresivitasnya, yakni diarahkan keluar dan


agresivitas yang diarahkan ke dalam dirinya. Perilaku agresivitas yang diarahkan
keluar, misalnya anak menampilkan agresi dengan merusak objek disekitarnya seperti
mainan, perabot rumah tangga, bendabenda elektronik dan lain-lain. Selain pada
benda, agresivitas juga ditunjukan dalam bentuk kekerasan kepada orangtua, saudara,
kawan maupun orang lain dengan cara mengumpat, meludahi, memukul, mencakar,

8
menendang serta tindakan lainnya yang bermaksud menyakiti orang lain. Perilaku
agresif yang diarahkan kedalam diri, misalnya menggaruk kulit sampai berdarah,
membenturkan kepala ke tembok atau ke lantai, membantingkan badan ke lantai,
mencakar muka atau memaksa diri untuk muntah atau batuk dan sebagainya.
F. Pencegahan Tantrum
Mencegah terjadinya tantrum dapat dilakukan dengan mengenali kebiasaan-
kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa tantrum
terjadi pada anak. Misalnya, pada anak yang aktif bergerak dan gampang stres maka
orangtua perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat bosan agar selama perjalanan
diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak
berlari-lari di luar mobil. Mendampingi anak mengerjakan tugas-tugas sekolah dan
mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres.
Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada
permainan-permainan, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat
membantu dengan memberikan petunjuk. Hal lain yang bisa dilakukan adalah
orangtua perlu memperlakukan anak secara tepat dengan tidak terlalu memanjakan
dan tidak pula terlalu menelantarkan anak, hubungan anak adalah hubungan kasih
sayang dan perhatian yang proposional.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah tantrum, yakni
perlunya mengidentifikasi konsekuensi dari tantrum, maksudnya bahwa orang tua
perlu mengetahui adakah perilaku dari orangtua atau orang lain disekitar anak yang
justru mendorong dan memberi penguatan terhadap terjadinya tantrum. Jika ada maka
perlu dihilangkan. Selain itu, perlu juga diwujudkan atau dibangun sebuah sistem
reward (penghargaan) untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol. Memberikan
penghargaan atau hadiah pada saat tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab akan
mengkondisikan anak untuk selalu mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih
tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping skill dalam menghadapi situasi yang
dapat membuat dia tantrum.

G. Tindakan Yang Perlu Dilakukan Dan Dihindari Saat Tantrum Terjadi


Ketika tantrum terjadi hal yang sangat penting bagi orangtua adalah segera
mengambil tindakan yang tepat, sebab apapun tindakan yang dilakukan oleh orangtua
akan berdampak pada perilaku dan respon anak pada masamasa yang akan datang,
maka orangtua perlu memahami apa saja yang perlu dilakukan dan hal apa saja yang

9
mestinya dihindari. Ada tiga hal yang perlu dilakukan sesegera mungkin saat tantrum
terjadi, yakni memastikan segalanya aman, perlunya orangtua mengontrol emosinya,
serta tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negative serta segala
bentuk reaksi dari lingkungan.
Jika tantrum terjadi maka biarkanlah anak untuk melampiaskan emosinya tapi
pastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan aman, baik bagi anak, pengasuh,
termasuk benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak. Segera evakuasi anak pada
tempat-tempat yang empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan anak pada benda-benda
yang rawan untuk dirusak seperti televisi, hand-phone, remote control dan lain-lain.
Ada baiknya jika anak didekap atau dipeluk dengan penuh kasih sayang akan tetapi
jika dia meronta-ronta, memukul atau bahkan mencakar orangtua atau pengasuhnya
sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan sebab hanya akan memicu dan
memprovokasi orangtua untuk bertindak kasar pada anak. Orangtua harus tetap
tenang serta berusaha mengontrol emosi untuk tetap stabil. Jaga emosi jangan sampai
memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Jika terjadi pada tempat umum (ruang
publik) seperti swalayan, pesawat, kendaraan umum, kemungkinan besar lingkungan
akan memberikan reaksi negatif yang dapat memicu emosi orangtua, maka yang perlu
dilakukan adalah jangan terpengaruh dengan reaksi tersebut tetap sabar dan
kendalikan emosi.

Tindakan yang perlu dihindari adalah membujuk, berargumen, memberikan


nasihat-nasihat moral agar anak diam. Usaha menghentikan tantrum dengan cara-cara
seperti itu ibarat “menyiram bensin dalam api”, anak akan semakin kuat
mengekspresikan kemarahannya dan intensitasnya meningkat. Meminta anak untuk
diam dengan memberi hadiah atau menjanjikan hadiah juga merupakan tindakan yang
perlu dihindari. Sebab, sama saja mengajarkan anak untuk menggunakan tantrum
sebagai senjata untuk meluluskan keinginannya atau mendapatkan hadiah. Paling
penting untuk dihindari adalah memaksa anak diam dengan kata-kata kasar atau
menggunakan hukuman fisik dan kekerasan (mencubit, memukul, menjewer,
mengurung dalam kamar mandi, mengikat), hal ini sama dengan mengajarkan anak
menggunakan cara-cara kekerasan jika menghadapi satu masalah.
H. Anak Pemalu
Anak pemalu biasanya mempunyai rasa gelisah terhadap dirinya sendiri. Ia
malu atas pandangan orang lain mengenai dirinya. Ada sebagian yang mengatakan

10
ada sesuatu yang “aneh”, “hati-hati”, “curiga” dan lain sebagainya yang membuat
anak tersebut menjadi malu dan cenderung mengurung diri. Secara umum, manusia
memang dilahirkan dengan rasa malu, namun bila perasaan itu mulai berubah menjadi
rasa takut yang berlebihan, ini akan menjadikan suatu fobia, yaitu takut mengalami
tekanan dari orang lain atau takut menghadapi masyarakat atau orang banyak.

Biasanya anak yang pemalu akan cenderung untuk menghindari keramaian


dan takut untuk bergaul dengan temannya. Anak yang mempunyai permasalahan ini
akan menyulitkan guru dalam mendeteksinya, karena biasanya anak yang pemula ini
tidak sering berbuat onar dalam kelas. Permasalahan ini akan sangat mengganggu
perkembangan kehidupan anak. Untuk menghadapi anak yang demikian, sebaiknya
anak diberi kesempatan untuk introspeksi diri, memberikan kepercayaan kepadanya,
membuatkan jaringan sosial yang lebih luas untuknya dan membangun rasa percaya
dirinya.

I. Ciri-Ciri Anak Pemalu

Sikap pemalu pada anak bisa dikatakan wajar apabila ditunjukan dengan
proporsisi yang cukup. Apabila tanda-tanda pemalu ditunjukan anak dengan sikap
yang berlebihan, hal itu perlu diwaspadai, baik oleh orang tua maupun pendidik atau
guru. Biasanya anak menunjukkan rasa malu pada seseorang yang belum dikenal.
Pada umur 5 tahun rasa malu juga ditunjukkan pada saat seseorang akan memberikan
penilaian terhadap tingkah lakunya.

Ciri-ciri lain yang lebih spesifik dari sifat pemalu tampak dari perilaku anak
sebagai berikut:

1. Menghindari kontak mata dengan orang lain.


Hal ini tampak ketika anak melihat kita sekilas dan saat kita
memperhatikannya, maka dengan buru-buru anak akan mengalihkan
pandangannya ke arah lain. Hal lainnya adalah ketika kita mengajak anak
berbicara, anak terkesan menunduk dan tidak memperhatikan kita.
2. Tidak banyak bicara
Dalam hal ini, jika ada seseorang yang mengajukan pertanyaan, anak
hanya akan menjawab antara “ya atau tidak”. Untuk anak yang lebih
ekstrim, ketika ditanya anak hanya akan mengangguk dan menggeleng.

11
3. Tidak memiliki keberanian untuk tampil di muka umum
Apabila anak tampil di muka umum, ia akan mengalami demam
panggung, yang ditandai dengan timbulnya gejala gemetar, berkeringat,
dan lainnya.
J. Faktor Penyebab Anak Menjadi Pemalu
Menurut Gunarsah (2001:12) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sifat
pemalu yakni keadaan fisik, kesulitan dalam berbicara, kurang terampil dalam
berteman, harapan orang tua terlalu tinggi, pola asuh yang mencela, unsur keturunan,
masa kanak-kanak kurang gembira, kurang bermasyarakat, perasaan rendah diri, dan
pandangan orang lain.
Keadaan fisik menyebabkan sifat pemalu, sebab anak yang sering sakit
kurang mempunyai peluang melakukan berbagai aktivitas. Baik aktivitas dalam gerak
motorik, sosial maupun aktivitas lainnya. Anak sering sakit tentu saja membuat ruang
gerak akan menjadi terbatas dan anak tidak bebas bermain seperti anak yang sehat
lainnya. Kelainan fisik juga dapat menumbuhkan rasa malu pada anak.
Kesulitan berbicara menyebabkan anak menjadi pemalu. Anak yang tidak
jelas mengungkapkan bahasanya sering mengalami kesulitan dalam bergaul dengan
teman atau orang dewasa lain. Kurang terampil dalam berteman juga dapat
menyebabkan sifat pemalu pada anak.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat pemalu adalah masa kanak-kanak
kurang gembira. Ada sebagian anak yang mengalami hal-hal yang kurang
menyenangkan pada masa kanak-kanaknya. Misalnya, orang tua sering berpindah-
pindah, orang tua bercerai, orang tua meninggal, dipaksa pindah sekolah atau dihina
oleh teman dan sebagainya. Semua pengalaman itu mengakibatkan terganggunya
hubungan sosial mereka dengan lingkungan, suka menghindar atau mundur dan tidak
berani bergaul dengan orang yang tidak dikenal.

Sifat pemalu juga dapat disebabkan oleh perilaku kurang bermasyarakat.


Anak yang hidup dengan latar belakang di mana ia diabaikan oleh orang tuanya atau
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mengasingkan diri, terlalu dikekang
sehingga mereka tidak dapat mengalami hubungan sosial yang normal dengan
masyarakat. Begitu juga dengan sikap rendah diri yang dapat menyebabkan sikap
pemalu. Anak menganggap dirinya tidak sebanding dengan orang lain, tetapi
sebaliknya menghargai dirinya lebih rendah dari pada semua orang secara umum.

12
Karena menganggap dirinya tidak sebanding dengan orang lain, anak akan bersikap
hati-hati terhadap semua hal dan konservatif.

Faktor terakhir yang menyebabkan anak memiliki sifat pemalu, yakni


pandangan orang lain. Banyak anak menjadi pemalu karena pandangan orang lain
yang telah merasuk dirinya sejak kecil. Mungkin orang dewasa sering mengatakan
bahwa ia pemalu, bahkan guru dan teman-temannya juga berpendapat sama, sehingga
akhirnya ia benar-benar menjadi seorang pemalu.

K. Dampak Sikap Pemalu Terhadap Perkembangan Anak


Pada umumnya, sikap pemalu lebih umum terjadi pada anak perempuan dari
pada anak laki-laki terutama sewaktu anak tumbuh besar. Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh sifat pemalu di antaranya adalah:
1) Kehilangan keberanian dalam mengemukakan pendapat.
2) Anak pemalu dapat mengalami krisis eksistensi dalam kelompok sebaya.
3) Anak tidak terlihat atau dikenal oleh teman-temannya.
4) Anak menjadi kurang kreatif karena tidak memiliki kepercayaan diri untuk
menunjukkan potensi dirinya.

L. Cara Mengatasi Anak Pemalu


Ada beberapa cara untuk menangani anak pemalu, di anataranya sebagai berikut:
1) Memberi pujian yang dapat memotivasi anak. Jika kita memberi pujian kepada
anak yang pemalu, ia akan lebih bisa untuk mengekspresikan dirinya.
2) Memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan. Jika kita sedang
bertanya sesuatu, usahakan untuk mendengarkan dan menanggapi anak
dengan benar. Ini juga untuk melatih kemampuan bahasanya agar lebih baik.
3) Mendorong anak untuk berani menghadapi dunia luar dengan percaya diri.
Mendorong seorang anak pemalu untuk berani menghadapi dunia luar tidak
bisa dilakukan secara tiba-tiba (drastis). Misalnya, ketika orang tua sudah
mencapai titik jenuh dalam melindungi anak dan bingung melihat anaknya
hingga usia sekian tahun masih enggan untuk bergaul dengan sebayanya,
kemudian memaksa anak untuk berbaur dalam lingkungan sosial. Perubahan
sikap orang tua yang demikian bisa menjadi tekanan tersendiri bagi anak,
karena yang biasanya aman dalam lindungan orang tua, tiba-tiba orang tua
berubah melepaskan dan “tidak mau melindungi”. Mendorong anak

13
(encourage) tidak sama dengan memaksa (push), usaha yang tiba-tiba
bukanlah mendorong, tetapi memaksa. Perasaan terpaksa akan membuat
keadaan bertambah buruk karena anak ditempatkan pada keadaaan yang
melebihi batas toleransinya, sehingga anak bisa jadi semakin menarik diri.
4) Mendukung kepercayaan diri dan sikap yang wajar. Anak sebaiknya didukung
dan dipuji untuk kepercayaan dirinya dan tindakannya yang wajar. Ajari anak
untuk jadi dirinya sendiri dan mengekspresikan pendapatnya secara terbuka.
5) Menyediakan agen sosialisasi untuk anak. Memasangkan satu atau dua orang
teman yang memungkinkan menjadi teman bermain bagi anak. Selanjutnya,
perkenalkan anak untuk bermain dalam kelompok yang lebih besar.
6) Membuat kegiatatan yang merangsang anak untuk berinteraksi. Anak yang
kurang komunikatif dapat didorong untuk berkomunikasi melalui gambar,
karena pada umumnya anak lebih senang mendiskusikan hal-hal yang ada
kaitannya dengan gambar. Selain itu, rancanglah kegiatan-kegiatan lain.
Misalnya, menggambar bersama dalam satu kertas atau bermain pesan
berantai.
M. Treatment Mengatasi Anak Pemalu
Rasa malu dapat dikatakan juga sebagai suatu kombinasi dari kegugupan
sosial dan pengkoordinasian sosial. Untuk mengatasi rasa malu pada anak, orang tua
harus meningkatkan kepercayaan diri pada anak. Sehingga sifat pemalu yang ada pada
diri anak lambat laun menjadi hilang.
Anak akan menjadi semakin pemalu atau justru dapat mengatasi sifat pemalu ini,
tergantung dari lingkungannya (baca: orang tua) terus menerus melindungi anak atau
mendorongnya untuk mau menghadapi dunia luar, sehingga anak menjadi lebih
percaya diri. Berikut ini beberapa penanganan yang dapat diterapkan untuk kasus
Nadia, di antaranya:

1) Membiasakan anak untuk selalu berkomunikasi, baik itu dalam lingkup


keluarga maupun di luar keluarga.
2) Mengikutsertakan anak ke dalam kelompok-kelompok kecil. Dengan tujuan
memberikan pengalaman terhadapnya.
3) Memberikan motivasi yang bersifat membangun, supaya rasa minder
dalam diri anak sedikit berkurang.

14
4) Memberikan pujian terhadap keberhasilan yang diperoleh anak, baik itu
dalam bentuk prestasi akademik maupun keterampilan yang dimilkinya.
5) Memperkenalkan anak pada kelompok seni, supaya anak memiliki
kepercayaan diri dalam menguasi hal-hal dan keadaan-keadaan baru.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan
kebijakan yang tepat bagi anak, karena anak merupakan kelompok penduduk usia
muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat berpartisipasi aktif
dalam pembangunan.
Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku
dissosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap. Perilaku tantrum adalah
perilaku yang bersifat universal dan normal terjadi pada anak. Hanya saja banyak
orangtua yang meresponnya secara tidak tepat dengan menganggapnya sebagai
sesuatu yang mengganggu dan distress. Salah merespon anak yang tantrum akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan berikutnya. Oleh karena itu, penting
sekali bagi orangtua untuk memahami mengenai tantrum, bagaimana mencegahnya,
bagaimana menghadapinya, serta pelajaran apa yang dapat diberikan oleh orangtua
pada anak paska tantrum terkait dengan manajemen marah.
Anak pemalu cenderung akan menghindari keramaian dan takut untuk bergaul
dengan temannya. Anak yang memiliki sifat pemalu biasanya mudah merasa takut dan
penuh keragu-raguan dalam melakukan sesuatu. Rasa percaya diri pada anak pemalu
akan meningkat tergantung dari lingkungannya. Dalam hal ini, orang tua mempunyai
andil cukup besar, apakah anak akan semakin pemalu atau justru dapat mengatasi
sikap pemalu dalam dirinya. Anak dengan karakter pemalu memilki kelebihan¾sama
seperti anak lainnya. Hanya saja anak pemalu dalam mengekspresikan diri cenderung
diam-diam atau sembunyi-sembunyi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Yunianto, Joko. Pengaruh Senam Otak Terhadap Perilaku Temper Tantrum Pada
Anak Usia Prasekolah Di TK. Al Ikhlas Nglempongsari Ngaglik Sleman. STIK
Aisyiyah : Yogyakarta. 2014.
Marsela Wahyu Suzanti, Enggar Riyani, A. Istiqomah, Citra Ihtiar. Efektivitas Finger
Painting Untuk Menurunkan Perilaku Temper Tantrum Pada Anak KB PK
Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. 2014
Syam, Subham. Hubungan Pola Asuh Orang Terhadap Kejadian Temper Tantrum
Anak Usia Toddler Di PAUD Dewi Kunti Surabaya. Universitas Airlangga :
Surabaya. 2013.
Kristiyanto, Almunawar. Strategi Penanganan Anak Temper Tantrum Melalui Terapi
Permainan Puzzle Di TK Desa Jatingarang, Jatingarang, Weru, Sukoharjo.
Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta. 2013.
Silvia D. Elvira. Buku Ajar Psikiatri Ed.2 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2013.
Syamsuddin. Mengenal Perilaku Tantrum Dan Bagaimana Mengatasinya. Sulawesi
Selatan. 2013.
Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta. 2003.
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Ibu, Bayi, dan Anak. Cet. 1. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Cet. 2. Jakarta: PT Indeks.

Rini, Martini. http://www.e-psikologi.com/artikel/anak/anak-pemalu/, 06 April


2015 pukul 19.35 WIB.

Wulandari, Windi. http://windiutama.blogspot.com/2013/08/anak-pemalu/, 06


April 2015 pukul 19.30 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai