Anda di halaman 1dari 10

EDUCATIONAL BUILDING

Jurnal Pendidikan Teknik Bangunan dan Sipil


Vo.l 6, No.2, Desember 2020: 66 - 75, ISSN-E : 2477-4901, ISSN-P: 2477-4898

ANALISIS SISTEM PEMBERIAN AIR TERHADAP TANAH SAWAH


BERBAHAN ORGANIK

Sarra Rahmadani1, Fatchan Nurrochmad2, Joko Sujono3


1Universitas Negeri Medan, 2,3Universitas Gadjah Mada
Surrel : sarra048@unimed.ac.id
Diterima : 24 November 2020; Disetujui : 08 Desember 2020

ABSTRAK
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan komoditas pertanian khususnya
tanaman padi adalah cara memperoleh hasil yang lebih dengan penggunaan air minimum. Hal
tersebut dapat dicapai melalui pengelolaan yang baik terhadap metode pemberian air, serta usaha
pengkondisian tanahnya.Metode pemberian air dalam budidaya padi varietas Ciherang yang
dilakukan adalah Alternate Wetting and Drying (AWD), konvensional dan Mid Summer Drainage
(MSD).Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian UGM pada lahan percobaan
(pot).Jumlah air irigasi yang diberikan tergantung pada metode irigasi yang diterapkan.Untuk
metode AWD dan MSD genangan air irigasi dipertahankan adalah 2 cm pada waktu yang telah
ditetapkan berdasarkan sistemnya, sedangkan konvensional dengan kedalaman 3 cm sepanjang masa
tanam.Perhitungan perkolasi dilakukan setiap hari sebelum pemberian air irigasi dengan menimbang
berat air perkolasi.Penelitian ini menganalisis pengaruh sistem pemberian air pada tanah sawah
berbahan organik (komposisi 40% dan 60%) terhadap hasil produksi gabah kering, keragaan tanaman,
kebutuhan air irigasi, perkolasi serta produktivitas air tanaman padi. Hasil uji statistik Duncan
Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa metode AWD merupakan metode yang paling
unggul dan beda nyataapabila dibandingkan dengan metode konvensional dan MSD. Metode AWD
dengan masa tanam 110 HST menghasilkan 43 anakan, tinggi tanaman 127 cm, gabah kering panen
105 gr, kebutuhan air 78.92 liter, rerata perkolasi tengah bulanan 2.85 mm/hari dan produktivitas
airnya 1.3 kg/m³. Penambahan bahan organik berpengaruh terhadap kemampuan tanah mengikat air
yang artinya perkolasi dapat berkurang dengan penambahan bahan organik.Komposisi bahan
organik 40% sudah dapat mencapai nilai yang optimum dalam kemampuan tanah mengikat air.

Kata Kunci : Alternate Wetting and Drying, Mid Summer Drainage, Padi, Produktivitas Air

ABSTRACT
One of the main challenges faced in the development of agriculture commodity especially rice crop is how to get
more results with minimum water. It can be achieved through a good management of water delivery method, as
well as soil condition. In this study, several methods of water irrigation in rice cultivation Ciherang variety
were applied i.e. alternate wetting and drying (AWD), conventional and mid summer drainage (MSD). The
study was conducted in the greenhouse, Faculty of Agriculture in the field trials (pot). The amount of water
irrigation given depend on the irrigation method which was applied. For the AWD and MSD methods, the
inundation of water irrigation is 2 cm, whereas for conventional methods with a depth of 3 cm throughout the
planting period. Percolation was measured everyday before offering water irrigation by weighing the percolation
water weight. This study analyzed the influence of water irrigation methods on paddy soil made from organic
(composition of 40% and 60%) on dry grain yields, the performance of plants, water irrigation need, percolation
and water productivity of rice plants.The result of statistical test using Duncan multiple range test (DMRT)
method indicated that AWD method was the most superior method and significantly different when compared
with conventional and MSD method. By the AWD method with a planting period of 110 HST produced 43
tillers, 127 cm plant height, 105 grams of dried grain yield, water need on the average of 78.92 liters, the average
percolation 2.85 mm/day and water productivity of 1.3 kg/m³. The addition of organic matter affected on the soil
is ability to hold water, which means that percolation can be reduced by adding organic matter. The composition
of 40% organic matter can already achieve the optimum value in the soil's ability to hold water.

Keywords: Alternate Wetting and Drying, Mid Summer Drainage, Rice, WaterProductivity

66
Sarra Rahmadani – Fatchan Nurrochmad – Joko Sujono

1. Pendahuluan merupakan sistem paling baik untuk


Padi merupakan komoditas pertanian diterapkan oleh para petani. Sistem ini akan
utama di Indonesia. Pada praktik budidaya berhasil jika tanah mampu mengikat air
padi sawah selama ini, kondisi ketersediaan air optimal demi penyediaan air bagi tanaman.
adalah bervariasi mulai dari selalu tersedia, Kendalanya adalah tidak semua tanah sawah
tersedia cukup pada musim tertentu dan memiliki sifat-sifat yang menunjang
terbatas sepanjang musim. Hal ini sangat kemampuan tanah mengikat air, sehingga
tergantung pada sumber air irigasinya. Pada dibutuhkan cara untuk memperbaiki dan
setiap kondisi ketersediaan air tersebut, mengoptimalkan kemampuan tanah mengikat
terdapat masing-masing cara pemberian dan air. Bahan organik (BO) merupakan jawaban
pembagian air yang menyesuaikan dengan yang tepat untuk memperbaiki dan
ketersediaan air. Ancaman serius yang mengoptimalkan kemampuan tanah mengikat
dihadapi budidaya padi adalah semakin air.
menurunnya ketersediaan air. Penelitian ini bertujuan untuk
Ketersediaan air ini merupakan faktor mengetahui sistem pemberian air pada tanah
yang sangat mempengaruhi keberhasilan sawah berbahan organik yang produktifitasnya
budidaya padi sawah. Air yang tidak cukup paling baik untuk budidaya padi dan
menyebabkan pertumbuhan padi tidak mengetahui besarnya perkolasi dari masing-
sempurna bahkan dapat menyebabkan padi masing sistem pemberian air yang dilakukan
mati kekeringan. Penyebab penurunan
ketersediaan air sangat bervariasi dan bersifat 2. Kajian Literatur
spesifik, namun umumnya terjadi penurunaan 2.1 Metode Pemberian Air
kualitas dan sumber air, tidak berfungsinya Pengoptimalan penggunaan air
sistem irigasi dan meningkatnya kompetisi khususnya padi sawah, dewasa ini telah
kebutuhan air misalnya untuk perumahan dan banyak dikembangkan metode atau sistem
industri. Hal tersebut menjadi ancaman pemberian air irigasi.Secara rinci Departemen
selanjutnya bagi ketersediaan pangan yang Pekerjaan Umum (1986) menyatakan bahwa
berkelanjutan, padahal praktik pengelolaan air kebutuhan air irigasi diperkirakan dengan
lahan sawah di tingkat petani Indonesia melakukan analisis sumber air untuk keperluan
umumnya dilakukan dengan penggenangan irigasi.Kebutuhan air untuk tanaman padi
secara terus menerus. Oleh karena itu sawah, besarnya ditentukan oleh beberapa
diperlukan sistem pemberian air yang paling faktor diantaranya yaitu kebutuhan air untuk
hemat air. penyiapan lahan, kebutuhan air untuk
Prinsip teknologi hemat air adalah pertumbuhan tanaman (evapotranspirasi),
mengurangi kehilangan air atau aliran yang kebutuhan air untuk perkolasi (rembesan),
tidak produktif seperti rembesan, perkolasi dan kebutuhan air untuk penggantian lapisan air
evaporasi, serta memelihara aliran dan curah hujan efektif.
transpirasi.Perkolasi merupakan salah satu Jika rata-rata kebutuhan air irigasi
faktor terbesar penyebab kehilangan air yaitu sebesar 1 liter/s/ha dengan umur padi 100 hari
berkisar antara 1–14 mm/hari, sedangkan dengan hasil panen beras rata–rata 3.000 kg/ha,
evapotranspirasi relatif kecil denganrerata 5 kebutuhan air irigasi per 1 kg beras sebesar
mm/hari (Mulyono, 1980).Laju perkolasi 2.880 liter di lahan sawah (Nurrochmad, 2011).
sangat bergantung pada sifat-sifat tanah.Pada Kebutuhan air tanaman perlu diketahui agar air
tanah lempung berat dengan karakteristik irigasi dapat diberikan sesuai dengan
pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat kebutuhannya. Jumlah air yang diberikan
mencapai 1–3 mm/hari.Pada tanah-tanah yang secara tepat, di samping akan merangsang
lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi pertumbuhan tanaman, juga akan
(Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 1986). meningkatkan efisiensi penggunaan air
Eko Rusdianto (2008) melakukan pengkajian sehingga dapat meningkatkan luas areal
tentang efisiensi 5 (lima) sistem irigasi dan hasil tanaman yang bisa diairi.
yang diperoleh, kehilangan air terbesar akibat Sujono dan Jayadi (2008) meneliti
perkolasi adalah pada sistem konvensional/ beberapa sistem irigasi hemat air di demplot
genangan yaitu 183,71 mm/musim. Hal ini dengan ukuran 2m x 3m tiap plot yang
membuktikan bahwa perkolasi tidak hanya
dilakukan pada saat musim kemarau dan tidak
dipengaruhi oleh jenis tanah tetapi juga pada
ada hujan. Hasil penelitian menunjukkan
sistem pemberian air.Sistem irigasi hemat air
EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 67
Analisis Sistem Pemberian Air Terhadap Tanah Sawah Berbahan Organik

bahwa sistem pemberiaan air dengan metode air tanah tidak jenuh ke zona air tanah jenuh.
AWD dapat menghemat air irigasi lebih dari Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-
30% dibandingkan dengan cara konvensional. sifat tanah.Perkolasi dipengaruhi oleh
tingginya kandungan bahan organik dari suatu
Selain itu, nilai produktivitas air metode AWD
tanah, karena bahan organik mampu
dapat mencapai dua kali lebih tinggi meningkatkan banyaknya air yang dapat
dibandingkan dengan metode konvensional. disimpan dalam tanah.Peningkatan itulah yang
dapat mengurangi perkolasi yang terjadi.
2.2 Karakteristik Tanah Sawah Temperatur dan radiasi sinar matahari yang
Karakteristik tanah sawah menurut tinggi akan membuat kelembaban tinggi pula
Greenland (1997) dalam Muslimah (2007) yang sehingga evaporasi yang terjadi akan rendah.
menentukan keberlanjutan sistem budidaya Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief (1985),
padi sawah sebagai berikut: (1)Penggunaan bahwa dengan terikatnya air oleh bahan
tanah secara terus–menerus tidak organik tanah berarti dapat mengurangi
menyebabkan reaksi tanah menjadi masam, (2) kehilangan air melalui perkolasi dan evaporasi
Kondisi permukaan tanah sawah sehingga air yang tersimpan dalam tanah
memungkinkan hara tercuci lebih cenderung menjadi banyak.
tertampung kembali ke lahan bawahnya
daripada keluar dari sistem tanah, (3) Fosfor 2.5 Metode Pemberian Air
lebih mudah tersedia bagi padi sawah, Peningkatan kebutuhan air irigasi
(4)Terjadi penambahan hara lewat air luapan merupakan tantangan dimana air yang tersedia
banjir, irigasi dan pengendapan liat dan debu untuk irigasi semakin langka.Kelangkaan
dari banjir, (5) Populasi aktif mikroorganisme tersebut dapat ditanggulangi dengan
penambat nitrogen mempertahankan oksigen meningkatkan efisiensi penggunaan
organik. air.Peningkatan efisiensi dapat dilakukan
dengan mengolah metode pemberian air
2.3 Bahan Organik irigasi.Tanaman padi membutuhkan air yang
Bahan organik atau dapat pula disebut volumenya berbeda pada setiap fase
pupuk organik merupakan pupuk yang berasal pertumbuhan.Variasi kebutuhan air tergantung
dari alam berupa sisa-sisa organisme hidup pada varietas padi dan sistem pengelolaan
baik sisa tanaman maupun hewan.Pupuk lahan, dengan demikian metode pemberian air
organik mengandung unsur-unsur hara makro secara spesifik perlu diatur dan disesuaikan
dan mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, dengan sistem produksi padi sawah dan pola
supaya dapat tumbuh dengan subur. Beberapa tanam. Kegiatan pemberian air irigasi ke areal
jenis pupuk yang termasuk pupuk organik yang membutuhkan dapat terlaksana dengan
adalah pupuk kandang, pupuk hijau, kompos baik jika dilakukan bersamaan dengan metode
dan pupuk guano (Handayani dkk., 2011). atau teknik-teknik tertentu, sesuai zamannya,
Penelitian Utomo (2014) menyatakan bahwa maka perlu dilakukan pembaharuan sistem
pemberian pupuk organik mampu menekan irigasi sehingga penggunaan air irigasi dapat
faktor kehilangan air dan mampu lebih efisien.
meningkatkan kemampuan mengikat air
sehingga meningkatkan kapasitas air tersedia 2.6 Metode Konvensional
dalam tanah. Untuk menentukan pupuk Metode konvensional (KON) yang
organik yang paling optimal, terlihat adanya dikenal sebagai sistem genangan merupakan
variasi jenis pupuk organik yang paling sistem yang paling umum diterapkan di
optimal, tergantung parameter sifat hidrofisik Indonesia.Pada metode ini pemberian air
yang digunakan. Semakin tinggi komposisi dilakukan secara terus-menerus dari saat awal
bahan organik maka spesific gravity (berat jenis), tanam hingga menjelang panen.Metode
rapat massa dan tinggi kenaikan kapiler tanah genangan dalam penyelenggaraannya murah,
semakin kecil. Semakin tinggi dosis pemberian akan tetapi air yang digunakan cenderung
bahan organik maka nilai porositas, angka pori banyak/ terkenal dengan boros air, karena
dan permeabilitas tanah semakin tinggi (Rina, lahan harus tetap digenangi dengan
2015). dipertahankan 3–5cm. Sistem ini terus berjalan
dan selalu menjadi pilihan terpopuler di
2.4 Perkolasi Indonesia, karena diyakini bahwa padi
Sri Harto (2009), menyatakan bahwa merupakan tanaman akuatik yang akan tetap
perkolasi adalah proses masuknya air dari zona hidup hanya jika terus-menerus digenangi,
tetapi pada kenyataannya, air yang berlebihan
EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 68
Sarra Rahmadani – Fatchan Nurrochmad – Joko Sujono

akan menyebabkan tanaman tidak dapat memiliki tingkat kesuburan pada yang
tumbuh dan berbuah secara optimum. berbeda–beda. Tingkat kesuburan tanah
tergantung pada variasi sifat–sifat tanah
2.7 Metode AWD tersebut.Oleh sebab itu, diperlukan
Salah satu alternatif teknologi dalam pemahaman mengenai karakteristik tanah
pengelolaan air(water management) adalah sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan
Alternate Wetting and Drying (AWD) atau potensinya.
pengairanbasah kering. Sistem pengelolaan air
basah–kering ini dilakukan untuk efisiensi 2.10 Bahan Organik (BO)
penggunaan air irigasi.Alternate Wetting and Bahan organik mempunyai peranan yang
Drying (AWD) merupakan metode pengelolaan penting di dalam tanah yaitu terhadap sifat–
pengairan sawah berselang yang dapat diukur sifat tanah (Reeves, 1997).Kemampuan setiap
secara praktis. jenis tanah dalam mengikat air berbeda-
Pengairan basah kering dilakukan beda.Kemampuan mengikat air setiap jenis
dengan mengatur air pada kondisi tergenang tanah ditentukan oleh agregasi tanah, yang
atau kering secara bergantian.Pengairan dapat sangat bergantung pada tekstur serta
dimulai dengan tanah yang digenangi sejak kandungan dari bahan organik dalam tanah
tanam setinggi ±2cm sampai beberapa hari tersebut.Kemampuan tanah dalam mengikat air
setelah tanam (± 20 HST), selanjutnya tanah dapat ditingkatkan dengan menambahkan
dibiarkan mengering agar mencapai nilai suatu bahan yang dapat meningkatkan agregasi
lengas tanah (70% soil moisture capacity) dan tanah, yang berfungsi sebagai cementing agent
kembali diairi.Pemberian air kembali dilakukan yang disebut bahan pembenah tanah atau soil
selama ± 90 hari atau sampai panen.Nilai conditioner.Soil conditioner dapat berupa bahan
lengas tanah (70% soil moisture capacity)dapat kimia (buatan) seperti PVA (poly vinyl acid) atau
diketahui dengan bantuan alat soil tester.Nilai yang bersifat alami yang berupa bahan organik
lengas tanah berbeda–beda untuk setiap jenis seperti pupuk kandang atau kompos.
tanah, sederhananya dapat diketahui dari
kedalaman muka air tanah yang mencapai ± 15 2.11 Kehilangan Air
cm dari permukaan tanah (International Rice Kehilangan air secara umum dibagi
Research Institute/ IRRI, 2009).Pada praktiknya, dalam 2 kategori yaitu evapotranspirasi dan
kondisi tersebut dapat diketahui dengan perkolasi. Evapotranspirasi merupakan
bantuan alat sederhana dari pipa pralon yang gabungan dari evaporasi dan transpirasi, maka
dilubangi dan dibenamkan ke dalam lahan evapotranspirasi (ET) adalah jumlah total air
percobaan (pot).Kondisi seperti ini dapat juga yang kembali lagi ke atmosfer dari permukaan
disebut dengan Safe AWD.Dalam Safe AWD, tanah, permukaam air dan vegetasi oleh
penghematan air yang dapat terjadi mungkin adanya pengaruh faktor-faktor iklim,
15 – 30%. sedangkan perkolasi yaitu proses aliran air
dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat
2.8 Metode Mid Season Drainage (MSD) (Sri Harto, 2000).
Metode ini merupakan metode yang Pengaruh komposisi tanah terhadap evaporasi
sering diterapkan di Daerah Irigasi Kubota, tanah (soil evaporation) dan perkolasi
Jepang.Perbedaan antara metode ini dengan (percolation) di zona perakaran (root zone) dapat
metode lainnya (AWD) hanya terletak pada diketahui dengan konsep neraca air (water
waktu pemberian air dan pengeringan balance), seperti Persamaan 1.
lahan.Pada metode ini melalukan pemberian
air sejak awal masa tanam dengan tinggi ∆𝒔 = 𝑰 − (𝑬𝑻 + 𝑷) (1)
genangan air ± 2 cm dan melakukan Dengan, Δs : perubahan tampungan (mm/hari), I :
pengeringan lahan saat umur tanam padi ± 31 air masuk (mm/hari), ET :evapotranspirasi
hari (untuk padi dengan umur tanam ± 110 (mm/hari), P : perkolasi (mm/hari).
hari).Pengeringan lahan dilakukan selama satu
minggu. Hal ini dilakukan agar lahan 2.12 Produktivitas Air
mendapatkan kesempatan untuk mengikat Produktivitas dapat diartikan sebagai
oksigen bebas dari udara dan sekaligus istilah dalam kegiatan produksi yaitu sebagai
melepas gas racun (Nurrochmad, 1998). perbandingan antara luaran (output) dengan
masukan (input). Produktivitas air merupakan
2.9 Tanah Sawah suatu ukuran yang menyatakan bagaimana
Tanah yang memiliki sifat yang baiknya sumber daya air diatur dan
bervariasi (sifat fisik, kimia dan biologi) akan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 69


Analisis Sistem Pemberian Air Terhadap Tanah Sawah Berbahan Organik

optimal. Nilai produktivitas air merupakan 3.5 Variabel Penelitian


perbandingan antara hasil produksi pertanian Variabel yang ditentukan
terhadap jumlah air yang diberikan. Nilai Perbandingan berat komposisi tanah sawah
produktivitas air dapat dihitung dengan dengan BO(Tabel 1).Perbandingan yang
menggunakan Persamaan 2 dilakukan adalah perbandingan berat kering
udara.
Produktivitas Air =
Hasil Produksi Gabah Kering (Kg )
Pemberian Air Irigasi (m ³)
(2)
Tabel 1. Perlakuan Tanaman Padi
2.13 Duncan Multiple Range Test (DMRT) Tanah:BO Jumlah Penanaman
Perlakuan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) (%) Sampel Bibit
merupakan uji statistik lanjutan, yang AWD 40:60 3 4
merupakan uji jarak ganda untuk mengetahui KON 40:60 3 4
metode/perlakuan terbaik berdasarkan MSD 40:60 3 4
rankingnya.Uji DMRT digunakan untuk AWD 60:40 3 4
melihat adanya pengaruh antar metode yang KON 60:40 3 4
diuji.Pengujian ini terdapat nilai kritis MSD 60:40 3 4
mengikuti urutan rata–rata yang dibandingkan.
Variabel yang dicari
3. Metodologi Penelitian Perkolasi yang terjadi pada setiap tanaman.
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, 3.6 Pelaksanaan Penelitian
Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Kegiatan yang dilakukan dalam
Universitas Gadjah Mada, Kuningan- pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
Yogyakarta. (1)Persiapan lahan/media tanam, (2)
persiapanbenih, (3) penanamandi lahan
3.2 Bahan Penelitian percobaan, (4) pemberian air irigasi(AWD,
Bahan yang digunakan pada penelitian konvensional dan MSD).
diantaranya :(1)Tanah sawah, menggunakan Berikut penjelasan metode-metode pemberian
Sampel tanah terganggu (disturb soil)dari sawah air irigasi yang dilakukan dalam penelitian: (a)
di Dusun Widoro, Desa Bangunharjo, Bantul. Metode Konvensional (KON), Pemberian air
Sampeltanah diambil dengan kedalaman antara dilakukan secara terus-menerus selama masa
0–20 cm. Tanah tersebut memiliki kandungan pertumbuhan tanaman. Genangan yang
BO 2.14% dan C-Organik 1.24%, tekstur Loam, diberikan dan dijaga setinggi ±3cm.
kandungan clay 14.61%, silt 44.35%, dan sand Pengeringan hanya lakukan pada saat tanaman
41.04 % (Rina, 2015), (2)BO : pupuk kandang ; padi telah tua (menguning), (b) Metode
komposisi berat kering adalah tanah : BO Alternate Wetting and Drying (AWD)merupakan
adalah 40%:60% dan 60%:40%, (3)Air, (4)Benih suatu kombinasi antara penggenangan yang
padivarietas Ciherang dengan usia tanam diselingi pengeringan pada saat tertentu.
berkisar 110 hari. Pengairan basah kering dengan mengatur air
pada kondisi tergenang/ kering secara
3.3 Peralatan Penelitian bergantian.Pengairan diawali dengan tanah
Alat yang digunakan diklasifikasikan yang diberi genangan air setinggi ± 2 cm
berdasarkan proses berlangsungnya penelitian selama 20 HST.Hal ini dilakukan agar memberi
dari pengambilan Sampel tanah hingga kesempatan tanah mengikat oksigen lebih
persiapan tanam, yaitu cangkul, karung, tali banyak pada masa pertumbuhan akar
plastik, timbangan digital (electronic balance), tanaman.Selanjutnya tanah dibiarkan
pipa pralon diameter ½”, gelas ukur, pot mengering agar mencapai nilai lengas tanah
tanam, ember penampung, kamera. atau 70% soil moisture capacity dan kembali
diairi.Nilai lengas tanah dapat diketahui dari
3.4 Model Penelitian kondisi kedalaman muka air tanah yang
Penelitian inimelakukan praktik mencapai 15 cm dari permukaan tanah.
penanaman padi varietas Ciherang Pemberian air irigasi kembali dilakukan selama
menggunakan pot sebagai lahan percobaan ±90 hari/sampai panen, (c)MetodeMid Season
dengan dimensi tinggi 30 cm, diameter bagian Drainage (MSD), tidak jauh berbeda dari
33 cm, sedangkan pada ember penampung perlakuan AWD. Perbedaannya hanya pada
dimensinya, tinggi 22 cm dengan diameter 28 waktu pemberian dan pengeringan
cm. lahan.Metode MSDmelakukan pemberian air

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 70


Sarra Rahmadani – Fatchan Nurrochmad – Joko Sujono

dari awal tanam (genangan 2cm) dan optimal, selain unsur hara yang diperoleh dari
pengeringan lahan saat padi berjalan ±31 campuran bahan organik, pemupukan juga
hari.Pengeringan dilakukan selama satu pekan dilakukan dengan pupuk cair organik untuk
(untuk padi dengan umur tanam ± 110 hari), merangsang perkembangan tanaman yang
(5)Pemeliharaan tanaman, (6)Pengukuran laju optimum pada fase vegetatif dan fase
perkolasi setiap hari (dilakukan pukul 16.00 generatif.Pernyataan tersebut sesuai dengan
WIB).Pengukuran dilakukan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
menimbang berat air beserta ember pembentukan anakan tanaman padi yang
penampungan, (7)Mengamati setiap perubahan ditanam denganBO60% dari tanah sawah lebih
padi setiap hari, (8)pemanenan, (110 hari), cepat tumbuh dibandingkan dengan BO 40%.
(9)Mengukur tinggi tanaman, menghitung Anakan tumbuh setelah ±10 HST pada padiBO
jumlah anakan dan menimbang berat gabah 60%, sedangkanBO40% pertumbuhan anakan
kering panen, (10)Hasil penelitian dicatat dan lebih dari 15 HST.
disimpan serta dianalisis. Sistem pemberian air metode AWDBO40%
menghasilkan anakan rerata terbanyak, yaitu
3.7 Metode Analisis Data 43 anakan (Tabel 5.1) dengan tinggi tanaman
Data primer dan sekunder dianalisis secara 127 cm (Gambar 5.1), sedangkan pada metode
matematis menggunakan persamaan- MSD BO40% menghasilkan anakan rerata
persamaan teoritis kemudian pembahasan terendah yaitu menghasilkan 33 anakan (Tabel
disajikan dalam bentuk pemaparan 5.1), tinggi tanaman 101 cm, masa tanam 110
deskriptif.Untuk analisis data hasil produksi hari. Pada tanah sawahBO 60% tidak terlihat
gabah kering digunakan analisis statistik beda nyata dari hasil jumlah anakannya. Hal
DMRT. tersebut tidak sesuai dengan penelitian Rauff
dkk., (2002) yang menyatakan bahwa
4. Hasil Dan Pembahasan penambahan BO dapat meningkatkan jumlah
4.1 Kandungan Bahan Organik (BO) anakan produktif dan menghasilkan tanaman
Pengkondisian tanah merupakan suatu usaha yang lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan
untuk membantu meningkatkan kemampuan oleh presentasi BO yang melebihi dari batas
tanah dalam mengikat air. Pengkondisian ini kecukupan tanaman untuk tumbuh kembang
dilakukan dengan cara menambahkan secara optimum.
kandungan BO terhadap tanah, BO dapat Metode pemberian air juga sangat berpengaruh
mendorong meningkatkan daya ikat air dan terhadap pertumbuhan tanaman padi, selain
mempertinggi jumlah air tersedia untuk dari penambahan BO dan pupuk
kebutuhan tanaman. cair.Kebutuhan air tanaman perlu diketahui
agar metode pemberian air dilakukan sesuai
5.2 Perlakuan Tanaman dengan kebutuhannya. Jumlah air yang
Pertumbuhan padi sangat dipengaruhi diberikan secara tepat, di samping akan
oleh perlakuan yang diterapkan olehnya. merangsang pertumbuhan tanaman, juga dapat
Untuk setiap perbedaan perlakuan pada meningkatkan efisiensi penggunaan air
tanaman padi akan menghasilkan pertumbuh sehingga dapat meningkatkan luas areal
kembangan padi yang berbeda-beda pula. Dari tanaman yang bisa diairi.Genangan terus
perbedaan perlakuan yang diterapkan oleh menerus justru menghambat penyerapan unsur
tanaman padi maka dilakukan pengamatan hara pada masa pertumbuhan tanaman,
terhadap hasil tanaman padi tersebut. khususnya pada saat pembentukan anakan di
Pengamatan yang dilakukan meliputi, jumlah fase vegetatif.Hal ini sesuai dengan hasil
anakan setiap 15 hari selama usia tanam, tinggi penelitian yang menunjukkan bahwa metode
tanaman padi yang diukur setelah panen yaitu pergantian penggenangan-pengeringan (AWD)
110 HST serta berat gabah kering hasil panen. lebih banyak menghasilkan anakan
Dalam satu siklus hidup, tanaman padi dibandingkan dengan metode
mengalami 3 fase yaitu fase vegetatif, fase konvensional.Tabel 2 menunjukan AWDBO
generatif dan fase pematangan.Masing-masing 40% menghasilkan 43 anakan, sedangkan
fase akan mengalami kondisi spesifik yang konvensional BO 40% menghasilkan 37 anakan.
membutuhkan perlakuan yang tepat agar padi Semakin bertambahnya umur tanaman, maka
dapat tumbuh kembang dan berproduksi baik. semakin terlihat perbedaan dalam
Alavan dkk. (2015) menyatakan bahwa bahan perkembangannya. Hal ini dapat dilihatdari
organik memiliki unsur hara mikro yang jumlah daun dan tingginya tanamannya. Pada
membantu proses pertumbuhan dan umur 30 HST–45 HST padi mengalamifase
penyerapan unsur hara secara efektif dan
EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 71
Analisis Sistem Pemberian Air Terhadap Tanah Sawah Berbahan Organik

vegetative, umur 60 HST padi mengalami fase KON 66 ab 7370 ab 6334 ab 4278 ab
generatif dimana padi mulai mengeluarkan MSD 63 ab 7000 ab 6016 ab 4063 ab
malainya. Malai tersebut akan terus BO 60 %
berkembang seiring bertambahnya masa AWD 81 bc 9037 bc 7767 bc 5246 bc
tanam. Saat padi 75 HST malai keluar KON 59 ab 6518 ab 5602 ab 3784 ab
seutuhnya dari pelepah daun dantahap MSD 51 a 5666 a 4870 a 3289 a
pembungaan dimulai. Demi menghindari Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidakada
gangguan hama dari wereng coklat maka beda nyata pada tingkat kepercayaan 95% dengan uji
dilakukan usaha pembungkusan/memberikan lanjut DMRT.
kelambu pada tanaman-tanaman tersebut.
Memasuki usia 109 HST, gabah malai mulai
menguning, anakan padi mengalami layu,
menguning dan kering. Hal ini menandakan
bahwa padi siap untuk dipanen.

Tabel 2. Jumlah Anakan

Gambar 1 Hasil Produksi Gabah Kering Panen

Arianta (2016) menjelaskan tentang budidaya


padi organik SRI dengan media tanah sawah
berbahan organik dapat meningkatkan hasil
produksi petani.Satu hektar sawah dengan
jarak tanam 30 cm dapat ditanami 111.111 titik.
Jika setiap titiknya ditanam dengan 2 bibit padi
dan menggunakan BO sebesar 40%
diperkirakan akan menghasilkan 7.5 ton gabah
kering panen yang setara dengan 6.5 Ton gabah
kering giling atau setara pula dengan 4.4 Ton
beras.
Hasil analisis statistic, Duncan Multiple Range
Test tampak bahwa metode AWD memberikan
hasil yang berbeda nyata dengan metode
4.3 Hasil Produksi lainnya. Pada AWD BO 40% dan BO60% tidak
Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan terdapat beda nyata, sedangkan antara AWD
besaran hasil produksi gabah kering. Budidaya dengan konvensional serta perlakuan MSD
padi AWDBO 40% menghasilkan produksi terdapat beda nyata.
padi tertinggi yaitu 105 gram gabah kering, Perlakuan konvensional dan MSD tidak beda
sedangkan MSD BO 60% menghasilkan nyata meskipun kedua presentase campuran
produksi terendah yaitu 51 gram gabah kering. bahan organiknya berbeda (BO 40% dan BO
Hasil produksi gabah kering ini dianalisis 60%). Dari hasil analisis ini dapat dikatakan
dengan menggunakan uji statistik Duncan bahwa AWD merupakan perlakuan terbaik
Multiple Range Test untuk mengetahui beda yang memberikan hasil gabah yang paling
nyata antara beberapa sampel dari perlakuan- banyak dibandingkan dengan kedua perlakuan
perlakuan yang dilakukan. lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
analisis Arianta (2016) yangmenyatakan bahwa
Tabel 3 Hasil Produksi Gabah Kering perlakuan SRI 20, 40, dan 60 tidak memperoleh
Gabah Kering hasil yang berbeda nyata, artinya secara
Perla- Giling Beras
Panen statistik perbedaan dosis BO 20%, 40%, dan
(Kg/ha) (Kg/ha)
Kuan (Gram) (Kg/ha) 60% tidak mempengaruhi perbedaan hasil
B0 40 % produksi padi.
AWD 105c 11703 c 10059 c 6794 c

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 72


Sarra Rahmadani – Fatchan Nurrochmad – Joko Sujono

Perbedaan metode pemberian air ini juga 3 9,30 18,18 14,12


mempengaruhi hasil produksi padi.Metode 4 11,49 17,25 13,20
konvensional dan MSD yang dalam 5 15,57 18,58 17,38
6 15,45 17,82 16,68
pertumbuhannya memerlukan banyak air
7 12,50 14,07 11,87
membuat hasil panen gabah lebih sedikit dari
Total (Liter) 78,92 108,60 90,58
pada AWD yang pada praktiknya
membutuhkan air lebih sedikit.Meskipun padi
120
mampu bertahan dalam kondisi air yang

Pemberian Air Irigasi Kumulatif(l)


tergenang, namun sebenarnya air yang 100
tergenang tersebut dapat membuat sawah 80
menjadi kekurangan oksigen yang berguna
untuk pertumbuhan akar. Hal ini sesuai 60
dengan pernyataan Nurrochmad (2007) yang 40
menyatakan bahwa tanaman padi jika dilihat
dari sisi botani, terutama sistem perakaran, 20
sebenarnya bukan merupakan tumbuhan air 0
tetapi tumbuh dengan baik pada lahan 0 2 Tengah4Bulanan 6 8
tergenang dan mempunyai sifat semiakuatis. AWD BO 40% KON BO 40%
MSD BO 40% AWD BO 60%
KON BO 60% MSD BO 60%
4.4 Kebutuhan Air Irigasi
Metode pemberian air sangat Gambar 2. Pemberian Air Irigasi Kumulatif
berpengaruh terhadap pertumbuhan
kembangan dari tanaman padi, maka Tabel 4 menunjukkan total kebutuhan air
dibutuhkan pengelolaannya yang baik serta untuk setiap metode pemberian air. Metode
efektif agar tidak merugikan tanaman itu AWD, konvensional dan MSD BO 40% tidak
sendiri. Metode pemberian air seharusnya memiliki nilai total kebutuhan air yang jauh
dapat disesuaikan dengan karakteristik berbeda. Hal ini dimungkinkan karena
tanaman tersebut. Pada penelitian ini yang kandungan BO 40% mampu secara optimum
dimaksud dengan kebutuhan air irigasi adalah membantu menyimpan air, sehingga metode
jumlah air yang diberikan kepada setiap konvensional yang dikenal sebagai metode
tanaman saat masa tanam sampai dengan boros air dalam pelaksanaannya tetap
panen.Kebutuhan air irigasi yang diberikan memberikan nilai total kebutuhan air yang
setiap tengah bulan selama masa tanaman mendekati dengan nilai toal kebutuhan air
dipaparkan dalam Tabel 4 dan Gambar 2, yang untuk AWD dan MSD. Hal ini juga
menunjukkan bahwa jumlah pemberian air dikemukakan pada penelitian Rina (2015) yang
irigasi terbesar yaitu 108.6 liter pada metode menyatakan bahwa kemampuan mengikat air
konvensional BO 60%, sedangkan pemberian optimum tanah Bantul pada kondisi kapasitas
air irigasi terkecil yaitu 78.92 liter pada AWD lapang terjadi pada persentase pupuk 40%.
BO60%.Hasil penelitian ini menunjukkan Gambar 2 menunjukkan hasil yang sama
kesamaan dengan penelitian Sujono dan Jayadi dengan hasil penelitian Arianta (2016), dimana
(2008) yang menyatakan sistem pemberian air terjadi peningkatan pemberian air irigasi secara
metode tradisional (TRI) adalah metode signifikan pada tengah bulan ke-3 sampai
pemberian air yang paling boros. tengah minggu ke 6, apabila dibandingkan
dengan tengah minggu pertama dan ke 2. Hal
Tabel 4. Kebutuhan Air Irigasi ini mungkin disebabkan oleh keadaan pada
Tengah Bulan
Metode tengah minggu kedua sampai minggu ke 6 padi
AWD KON MSD masih dalam fase vegetatif sedangkan pada
BO 40% tengah minggu selanjutnya padi dalam fase
1 8,67 9,99 6,42 generatif, dimana pada fase vegetatif, padi
2 3,13 7,94 5,68
masih dalam tahapan pertumbuh kembangan
3 10,55 13,81 13,94
dibagian akar, batang, dan daun yang
4 12,93 11,81 12,13
memerlukan air yang cukup banyak, karena
5 17,59 16,28 19,32
6 15,80 13,26 13,99
apabila terjadi kekurangan air dapat
7 13,15 9,82 10,02 mengakibatkan kerugian pada tanaman
Total (Liter) 81.82 82.90 81,49 tersebut. Kerugian yang terjadi misalnya,
BO 60% terhambatnya pertumbuhan atau jumlah
1 9,74 11,51 9,70 anakan akan lebih sedikit.
2 4,87 11,19 7,61

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 73


Analisis Sistem Pemberian Air Terhadap Tanah Sawah Berbahan Organik

4.5 Kehilangan Air yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan


Evapotransiprasi AWD dan MSD yang tinggi genangan airnya
Nilai evapotranspirasi pada Tabel 5 hanya 2 cm dan sistem pemberian airnya
menggunakan data sekunder, diperoleh dari pergantian basah kering.Perkolasi dapat pula
data Laboraturium Agro Klimatologi, Fakultas dipengaruhi oleh penambahan bahan organik.
Pertanian UGM, Yogyakarta. Dari hasil penelitian, penambahan BO 60%
pada tanah sawah lebih meningkatkan nilai
Tabel 5. Evapotranspirasi perkolasi yang terjadi, jika dibandingkan
Bulan Sept Okt Nov Des dengan BO 40% pada tanah sawah. Tabel 5.5
ETo menunjukkan bahwa perkolasi rerata metode
(mm/hari) 4,794 4,630 4,208 4,573
konvensional dengan BO 60% merupakan nilai
perkolasi tertinggi (6,97 mm/hari) yang terjadi
Perkolasi
selama masa tanam, sedangkan metode MSD
Besarnya perkolasi tengah bulanan dapat
BO 40% merupakan nilai perkolasi terendah
dilihat pada Tabel 6. dan Gambar 3 .yang
(2,21 mm/hari). Hal ini juga dikemukakan
diketahui bahwa perkolasi tengah bulanan
dalam Rina (2015) yang menyatakan bahwa
tertinggi terjadi pada metode konvensional BO
kemampuan mengikat air (KMA) optimum
60%, yaitu 10.26 mm/hari, sedangkan perkolasi
tanah Bantul pada kondisi kapasitas lapang
tengah bulanan terendah 0.94 mm/hari pada
terjadi pada persentase pupuk 40%. Dari
metode MSDBO 40%.
pernyataan ini dapat diketahui bahwa
penambahan BO 40% sudah dapat mencapai
Tabel 6. Perkolasi tengah bulanan
AW KO MS AW KO nilai optimum dari kemampuan tanah
Tengah MSD
Bulana D N D D N mengikat air. Maka untuk penambahan
n BO 40% BO 60% komposisi BO lebih dari nilai 40%
1 7,38 8,53 4,08 8,29 10,26 8,39 memungkinkan tanah tersebut tidak mampu
2 1,85 4,11 2,46 3,31 7,88 6,83 lagi mengikat air lebih besar. Hal ini mungkin
3 3,04 3,77 3,18 4,26 7,69 6,63 disebabkan oleh tekstur dari BO yang berpori
4 2,53 3,93 1,75 4,41 7,19 5,95 lebih besar dari pada tanah sawah, yang dapat
5 1,80 2,81 1,31 3,41 5,35 4,58 menyebabkan air genangan dapat dengan
6 2,31 3,67 1,75 3,83 6,90 4,52 mudah turun sebagai perkolasi.
7 1,07 1,77 0,94 1,84 3,55 2,64
Rerata
4.6 Produktivitas Air
(mm/hr 2,85 4,08 2,21 4,19 6,97 5,65
) Produktivitas air dapat dijadikan sebagai
800 kriteria dari keberhasilan dalam kegiatan
pertanian terhadap hasil produksinya. Oleh
Perkolasi Kumulatif (mm/hr)

600 sebab itu, nilai produktivitas air seharusnya


diupayakan untuk lebih ditingkatkan. Arianta
400 (2016) menyatakan ada dua strategi dalam
peningkatan produktivitas air, yaitu hasil
200 gabah meningkat dengan konsumsi air total
tetap dan hasil gabah meningkat dengan
0 konsumsi air total berkurang. Tabel 7 berikut
0 2
AWD BO 40%
Tengah4 Bulanan 6
KON BO 40%
8 menunjukkan nilai produktivitas air pada
MSD BO 40% AWD BO 60% setiap perlakuan pemberian air.
KON BO 60% MSD BO 60%
Gambar 3. Perkolasi Kumulatif Tabel 7. Produktivitas Air
Hasil
Hasil ini liner denganRina (2015) yang Kebutuhan Produktivitas
Perlakuan Produksi
Air (m³) Air (kg/m³)
menyatakan perkolasi sangat tergantung pada (gr)
tinggi genangan dan kemampuan tanah BO 40%
mengikat air. Semakin tinggi genangan maka AWD 105 82 1,3
perkolasi yang terjadi juga akan semakin besar KON 66 83 0,8
dan semakin tinggi kemampuan tanah MSD 63 81 0,8
mengikat air maka perkolasi yang terjadi akan BO 60%
semakin kecil pula. Hal ini membuktikan AWD 81 79 1
bahwa tinggi genangan 3 cm sepanjang masa
KON 59 109 0,5
tanam pada metode konvensional menjadi
MSD 51 91 0,6
faktor penyebab utama terjadinya perkolasi

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 74


Sarra Rahmadani – Fatchan Nurrochmad – Joko Sujono

Nilai produktivitas air yang ditunjukkan pada Organik. Kerjasama UNDIP, BPTP
Tabel 7 menyatakan bahwa metode AWD BO Jateng, Pemprov Jateng.
40% merupakan produktivitas air terbesar yaitu Harto, S., (2000). Hidrologi: Teori-Masalah-
1.3 kg/m3 dengan hasil gabah kering panen 105 Penyelesaian. Nafiri, Yogyakarta.
gr, sedangkan metode konvensioanal BO 60% Harto, S., (2009). Hidrologi: Teori-Masalah-
memiliki nilai produktivitas terkecil yaitu 0.5 Penyelesaian. Nafiri, Yogyakarta.
kg/m3 dengan hasil gabah kering panen 59 gr. IRRI, (2009).Saving Water: Alternate Wetting
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Drying (AWD). International Rice
metode AWD mampu menjadi solusi untuk Research Institute.
meningkatkan hasil gabah dengan konsumsi air Nurrochmad, F., (1998). Manajemen Irigasi.
yang kecil. Yogyakarta.
Nurrochmad, F., (2007).Kajian Pola Hemat
5. Simpulan Pemberian Air Irigasi. Jurnal Forum
 MetodeAlternate Wetting and DryingBO Teknik Sipil, No. XVII/2-Mei 2007:517-
40% menghasilkan anakan terbanyak, 43 529. Fakultas Teknik UGM.
anakan dengan tinggi tanaman 127 cm, Muslimah, (2007). Karakteristik dan
sedangkan Metode Mid Summer Pengelolaan Tanah Sawah yang Terkena
DrainageBO 40% menghasilkan anakan Bencana Tsunami Setelah 2,5 Tahun.
terendah, 33 anakan dengan tinggi Tesis Fakultas Pengelolaan Sumberdaya
tanaman 101 cm. Alam dan Lingkungan USU, Medan-
 Budidaya padi metode Alternate Wetting Sumatera Utara.
and DryingBO 40% menghasilkan produksi Nitisapto, M., (1980).Kebutuhan Air Tanaman
gabah kering panen tertinggi (105 gr), Padi Sawah pada Musim Kemarau.
sedangkan Mid Summer Drainage BO 60% Laporan Penelitian Fakultas Pertanian
menghasilkan produksi gabah kering UGM, Yogyakarta.
terendah (51 gr). Rauf, Syamsuddin, T., Sri Rahayu Sihombing.,
 Uji statistik Duncan Multiple Range Test, (2000).Peranan Pupuk NPK pada
menunjukkan bahwa metode AWD paling Tanaman Padi. Loka Pengkajian
unggul bila dibandingkan dengan metode Teknologi Pertanian Koya Barat, Irian
lainnya yang diuji. Jaya.
 Pemberian air irigasi terbesar yaitu metode Reeves.W., (1997).The Role of Soil Organic Matter
konvensional BO 60%, sedangkan in Maintaining Soil Quality in Continuous
pemberian air irigasi terkecil pada metode Cropping Systems. Soil & Tillage Research
AWD BO 60%. (43); 131-167.
 Produktivitas air terbesar adalah metode Rina, M., (2015).Pengaruh Bahan Organik
AWD BO 40%, sedangkan produktivitas Terhadap Kemampuan Tanah Sawah
air terkecil adalah metode konvensional Mengikat Air. Tesis Fakultas Teknik
BO60%. UGM, Yogyakarta.
Rusdianto, E., (2008). Produktifitas Air Padi
Sawah Dengan Sistem Irigasi Hemat Air.
Tesis Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Sarief, S. E., (1985). Konservasi Tanah dan Air.
Alavan, Hayati. R., dan Hayati., E., (2015).
Pustaka Buana, Bandung.
Pengaruh Pemupukan Terhadap
Sujono, J., dan Jayadi, R., (2008). Produktivitas
Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi
Padi Sawah dengan Pola Irigasi Hemat
Gogo (Oryza Sativa L.). J. Floratek 10:61 –
Air.Media teknik, No. 3 Tahun XXX Edisi
68.
Agustus 2008 ISSN 0216-3012. Fakultas
Arianta, R., (2016). Kajian Irigasi Hemat Air
Teknik UGM.
Metode System of Rice Intensification
Utomo, P., (2014). Kajian Pengaruh Pemberian
(SRI) dengan Komposisi Berbagai Bahan
Pupuk Organik Terhadap Sifat
Organik dan Tanah Sawah. Tesis
Hidrofisik Pada Tanah Sawah Di Dusun
Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Pepen Desa Trimulyo Kecamatan Sleman
Departemen Pekerjaan Umum, (1986).Standar
Kabupaten Sleman. Tesis Fakultas
Perencanaan Irigasi KP-01.
Teknik UGM, Yogyakarta.
Handayani, F., Mastur, dan Nurbani.,(2011).
Respon Dua Varietas Kedelai Terhadap
Penambahan Beberapa Jenis Bahan

EBJPTBS, Vol. 6. No.2 Desember 2020 75

Anda mungkin juga menyukai