Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 21. SISTEM KESEHATAN NASIONAL


MODUL IV

Hari/ Tanggal : Senin, 08 Februari 2021

Disusun Oleh:
Hotma Yuni Kristin Hasibuan (217 210 005)

FASILITATOR

Dr. dr. Christina J. R. E. L.Tobing, Sp.PD, FINASM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial ini yang merupakan salah
satu kegiatan tutorial di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Terima kasih kepada Dr. dr. Christina J. R. E. L.Tobing, Sp.PD, FINASM, selaku
fasilitator yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial ini.
2. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas
Methodist Indonesia Medan yang telah banyak membantu kelancaran pengerjaan
laporan tutorial ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, maka
dengan segenap hati penulis ingin mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Medan, 08 Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

PEMICU ................................................................................................................... 1

I. KLARIFIKASI ISTILAH ........................................................................... 1


II. DEFINISI MASALAH............................................................................... 1
III. ANALISIS MASALAH............................................................................... 1
IV. KERANGKA KONSEP............................................................................... 2
V. LO(LEARNING OBJECTIVE)................................................................... 3
VI. PEMBAHASAN LO..................................................................................... 4
VII. KESIMPULAN............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 10

ii
Pemicu :

Beberapa orang warga masyarakat termasuk ketua RT setempat, datang ke puskesmas


melaporkan bahwa salah satu anak dari warga setempat, 19 tahun laki-laki memiliki keluhan
sering mengamuk, marah-marah, dan sering melempar bahkan mengejar orang-orang yang
lewat depan rumah mereka dengan membawa senjata tajam. Penduduk setempat sudah resah.
Karena keresahan warga, keluarga OS ini yang secara status ekonomi sangat berkekurangan,
akhir-akhir ini menempatkan anaknya tersebut di ruangan kecil dibelakang rumah dengan
kondisi kaki di ikat dan dipasang balok diatasnya. Disatu sisi hal tersebut membuat warga
lebih lega karena terhindar dari hal-hal berbahaya akibat tindakan OS, di sisi lain warga
kasihan melihat kondisi OS. Hal ini lah yang mendorong beberapa warga setempat datang ke
puskesmas. Apa yang harus dilakukan terhadap OS ?

I. KLARIFIKASI ISTILAH

II. DEFINISI MASALAH

1. Laki-laki 19 tahun datang dengan keluhan sering mengamuk, marah-marah


dan sering melempar bahkan mengejar orang-orang yang lewat depan rumah
dengan senjata tajam.

2. Os ditempatkan di ruangan kecil dibelakang rumah dengan kondisi kaki diikat


dan dipasang balok diatasnya.

III. ANALISIS MASALAH

1. Laki-laki 19 tahun datang dengan keluhan sering mengamuk, marah-marah


dan sering melempar bahkan mengejar orang-orang yang lewat depan rumah
dengan senjata tajam, :

a) Anak terkena gangguan mental (Adanya gangguan neuro kimiawi pada


otak)

b) Genetik

1
c) Lingkungan : tidak menerima keadaan nya dengan baik dan
menyebabkan stress

2. Os ditempatkan di ruangan kecil dibelakang rumah dengan kondisi kaki diikat


dan dipasang balok diatasnya (dipasung):

a) Faktor ekonomi keluarga karna tidak mampu membawa OS kerumah


sakit

b) Keluarga menganggap OS terkena guna guna dan kurang nya


sosialisasi tentang pemahaman gangguan jiwa.

c) Membahayakan orang lain dan diri sendiri.

IV. KERANGKA KONSEP

Os, laki-laki, 19 tahun

sering mengamuk, Os ditempatkan di


marah-marah dan sering ruangan kecil dibelakang
melempar bahkan rumah dengan kondisi kaki
mengejar orang-orang diikat dan dipasang balok
yang lewat depan rumah diatasnya (dipasung)
dengan senjata tajam

1.Anak terkena gangguan mental (Adanya 1.Faktor ekonomi keluarga karna tidak mampu
gangguan neuro kimiawi pada otak) membawa OS kerumah sakit
2.Genetik 2.Keluarga menganggap OS terkena guna guna
3.Lingkungan : tidak menerima keadaan dan kurang nya sosialisasi tentang
nya dengan baik dan menyebabkan stress pemahaman gangguan jiwa.
3.Membahayakan orang lain dan diri sendiri

2
V. LEARNING OBJECTIVE

1. Definisi dari pemasungan

2. Dampak negatif dari pemasungan

3. Cara pemasungan

4. Langkah-langkah menghilangkan tindakan pemasungan

5. Sikap yang seharusnya dilakukan keluarga menghadapi Os.

6. Undang-undang tentang pemasungan, pelanggaran HAM, perlindungan anak.

7. Jenis gangguan jiwa yang dialami pasien

8. Edukasi bagi keluarga dan masyarakat

9. Siapa saja yang berperan dalam mensosialisasikan dan melakukan penanganan


tentang gangguan jiwa

10. Sistem rujukan pada orang gangguan jiwa

3
VI. PEMBAHASAN LO

1. Definisi dari pemasungan : Pemasungan merupakan salah satu bentuk praktik


perlakuan salah pada penyandang disabilitas mental karena seharusnya
penyandang disabilitas mental yang mengalami kondisi gaduh gelisah atau
tidak tenang memperoleh penanganan kesehatan, sehingga dapat lebih tenang
dan tidak membahayakan

2. Dampak negatif dari Pemasungan :

a. Kondisi fisik dan kejiwaan penyandang disabilitas mental semakin buruk,


hal ini disebabkan lingkungan tak sehat akibat aktivitas hidup di satu
tempat membuat penyandang disabilitas mental rentan terhadap penyakit
lain;

b. Perilaku penyandang disabilitas mental menarik diri dari lingkungan


karena selama ini hidup di dunianya, berbicara sendiri, hingga tak kenal
lagi orang yang dulu dekat. Kondisi tersebut membuat penyandang
disabilitas mental tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan secara
optimal;

c. Keluarga tetap menanggung beban psikologis yang berkepanjangan,


sehingga dapat mengganggu keharmonisan dan keberfungsian keluarga;

d. Lingkungan dimana penyandang disabilitas mental tinggal dapat


dikategorikan tidak bersih dan tidak sehat, karena selama ini hampir
seluruh aktivitas orang yang mengalami pemasungan melakukan seluruh
aktivitas fisiknya di tempat yang sama, termasuk buang air besar dan
kecil; dan ;

e. Adanya stigma dari masyarakat, bahwa penyandang disabilitas mental


yang mengalami pemasungan ini menakutkan dan membahayakan bagi
lingkungan. Sehingga sampai kapanpun penyandang disabilitas mental
yang mengalami pemasungan tidak memperoleh kesempatan untuk
memperbaiki kondisinya.

3. Cara dan Jenis Pemasungan :


4
a. Jenis Pemasungan :

1. Pengikatan : semua metode manual yang menggunakan materi atau


alat mekanik yang dipasang atau ditempelkan pada tubuh dan
membuat penderita tdk dpt bergerak dgn mudah

2. Pengisolasian : tindakan mengurung sendirian tanpa persetujuan


atau dgn paksa dlm suatu ruangan yg secara fisik membatasi utk
keluar ruangan tsb

b. Cara pemasungan :

 kaki atau anggota tubuh lainnya dirantai;

 kaki atau anggota tubuh lainnya diikat pada balok/kayu; dan/atau

 pembatasan gerak/pengisolasian dengan mengurung di kamar,


rumah, atau tempat tertentu

4. Langkah-langkah menghilangkan tindakan pemasungan :

 Mensosialisasikan pengertian gangguan jiwa dan menepis kepercayaan


tradisional bahwa gangguan jiwa adalah penyakit supranatural yang
pengobatannya dilakukan oleh dukun

 Memberi penyuluhan / sosialisasi kepada masyarakat tentang arti peranan


Rumah Sakit Jiwa sebagai pusat pelayanan kesehatan jiwa

 Rumah Sakit Jiwa harus berfungsi sebagai pengganti tempat tinggal


sementara dengan memberikan kenyamanan bagi pasien dalam melakukan
proses penyembuhan

 Memberi pelatihan keterampilan bagi pasien gangguan jiwa sehingga saat


kembali ke masyarakat, mereka dapat diterima

5. Sikap yang seharusnya dilakukan keluarga menghadapi Os : Membangun


Kedekatan/Kepercayaan Keluarga (Trust) Membangun trust atau kepercayaan
dari keluarga adalah langkah pertama yang harus dilakukan ketika melakukan
kunjungan rumah (home visit). Beberapa hal yang harus dilakukan dalam
membangun kepercayaan keluarga sebagai berikut:

5
a) Menciptakan komunikasi yang menyenangkan.

b) Menghindari praduga/prasangka.

c) Menghindari sikap/perilaku menyalahkan.

d) Tidak mengintimidasi atau melakukan penekanan.

6. Undang-undang tentang pemasungan, pelanggaran HAM, perlindungan anak.

a. Undang-undang tentang pemasungan : Undang-Undang Nomor 8 Tahun


2016 tentang Penyandang Disabilitas yaitu : mereka yang terganggu dalam
fungsi pikir, emosi, dan perilaku antara lain meliputi gangguan psikososial
seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian
serta perkembangan disabilitas yang berpengaruh pada kemampuan
interaksi sosial diantaranya autis dan hiperaktif.

b. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan Nomor 01 Tahun


2017, Nomor HK.03.01/MENKES/28/2017, Nomor 03/MOU/0117, Nomor
B/18/II/2017 dan Nomor 440/899/SJ tentang Pencegahan dan Penanganan
Pemasungan bagi Penyandang Disabilitas Mental/Orang dengan Gangguan
Jiwa.

c. Pemasungan terhadap ODMK dan ODGJ Bertentangan dengan Peraturan


Perundang-undangan:

 Bertentangan dengan UUD RI 1945 Pasal 28G ayat 2 : Setiap orang


berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.

 Pasal 28I ayat 1 : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

d. Bertentangan dengan pengaturan dalam pasal 42 UU no. 39 tahun 1999


tentang Hak Asasi Manusia (HAM), berisi : Setiap warga negara yang

6
berusia lanjut, cacat fisik dan/ cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk
menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

7. Jenis gangguan jiwa yang dialami pasien adalah ODGJ (Orang denga gangguan
jiwa)

a. ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan) : Orang yang mempunyai


masalah fisik, mental sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan / atau
kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

b. ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa ) : Orang yang mengalami gangguan


dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang bermanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan/ perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hendaya dalam melaksanakan fungsi sebagai
manusia.

8. Edukasi bagi keluarga dan masyarakat :

a. Sosialisasi dan Edukasi Sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan agar


masyarakat secara umum menyadari bahwa pemasungan masih terjadi di
masyarakat. Masyarakat juga perlu paham bahwa melakukan pemasungan
adalah melanggar hak asasi manusia yang mengakibatkan Penyandang
Disabilitas Mental tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh
kehidupan yang lebih baik. Sosialisasi dan edukasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode, yang tujuan utamanya adalah penyampaian informasi ke
masyarakat, sekaligus juga menjadi media edukasi.

i. Teknik sosialisasi

1) Teknik langsung : melalui penyuluhan, dilakukan dengan target


sasaran tertentu, misalnya di wilayah yang masih terdapat banyak
pemasungan atau banyak Penyandang Disabilitas Mental yang
berisiko mengalami pemasungan. Penyuluhan juga dapat
berbentuk kampanye mengenai pemasungan, misalnya

7
melakukan kampanye pada hari-hari penting, seperti hari
kesehatan sedunia, atau peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial
Nasional, hari penyandang disabilitas internasional, dan
lainlainnya.

2) Teknik tidak langsung : melalui media cetak, media elektronik,


dan media papan. Media cetak diantaranya adalah booklet,
leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik (tulisan
pada surat kabar), dan/atau poster yang di tempel di
tembok/tempat umum. Media elektronik dapat memanfaatkan
televisi dan radio. Sedangkan media papan (bill board) digunakan
untuk menempelkan informasi yang memungkinkan dibaca
semua orang.

b. Materi edukasi difokuskan pada:

1) pengetahuan keluarga tentang Penyandang Disabilitas Mental;

2) pengetahuan keluarga tentang hak-hak Penyandang Disabilitas Mental;

3) pengetahuan tentang kebijakan/aturan yang melandasi pembebasan


pemasungan dan proses pembebasan pemasungan;

4) peran keluarga dalam pembebasan pemasungan dan perawatan pasca


pembebasan pemasungan;

5) negosiasi dengan keluarga terkait pembebasan pemasungan;

6) pengetahuan keluarga mengenai pemanfaatan fasilitas rehabilitasi


sosial, kesehatan dan rujukan;

7) pengetahuan keluarga mengenai pentingnya penanganan masalah


Penyandang Disabilitas Mental oleh tenaga ahli dalam bidang
kesehatan jiwa; dan

8) pembiayaan pengobatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional dan


kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

9. Siapa saja yang berperan dalam mensosialisasikan dan melakukan


penanganan tentang gangguan jiwa :
8
Sosialisasi tentang Pemasungan bagi Penyandang Disabilitas Mental
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah ,dan masyarakat.
Pembentukan tim dilakukan setelah proses identifikasi dan diketahui
kebenaran informasi. Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau
Relawan Sosial melaporkan ke dinas sosial daerah kabupaten/kota tentang
keberadaan korban pemasungan dan pembentukan tim penjangkauan
pemasungan. Tim ini dikoordinasikan dinas sosial setempat agar setiap unsur
dapat berperan sesuai dengan tugas dan fungsi untuk melakukan langkah
selanjutnya dalam penjangkauan korban pemasungan. Tim yang dibentuk
berasal dari unsur:

1) Dinas sosial;

2) Dinas kesehatan;

3) Pekerja sosial dan/atau penyuluh sosial;

4) Tenaga kesehatan dari unit layanan pemerintah daerah;

5) Tenaga kesejahteraan sosial;

6) Relawan sosial;

7) Kepolisian/tni;

8) Badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan; dan/atau

9) Tokoh masyarakat lainnya.

10. Sistem Rujukan pada orang gangguan jiwa :

a. Rujukan dari layanan rehabilitasi sosial masyarakat ke layanan rehabilitasi


milik pemerintah atau sebaliknya. Rujukan ke layanan rehabilitasi sosial
milik pemerintah, apabila Penyandang Disabilitas Mental membutuhkan
layanan rehabilitasi dengan tempat tinggal yang menetap dalam jangka
waktu cukup lama, atau Penyandang Disabilitas Mental membutuhkan
layanan rehabilitasi sosial yang memiliki sarana prasarana yang lebih
komprehensif.

9
b. Rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa
Rujukan vertikal dilaksanakan melalui rujukan sarana pelayanan
kesehatan jiwa paling dasar yakni puskesmas ke sarana pelayanan
kesehatan jiwa setingkat Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa.
Rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit Jiwa dilakukan apabila kondisi
Penyandang Disabilitas Mental tidak memungkinkan untuk rawat jalan
dengan pendampingan dari dokter Puskesmas.

c. Dari Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa ke Puskesmas Rujukan
ini apabila Penyandang Disabilitas Mental sudah keluar dari Rumah Sakit
Umum atau Rumah Sakit Jiwa dan mendapatkan surat rujuk balik kepada
puskesmas asal.

d. Rujukan dari Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa ke panti
rehabilitasi sosial Rujukan ini dilakukan apabila Penyandang Disabilitas
Mental sudah pada fase pemeliharaan, yang ditandai dengan
menurun/hilangnya gejala-gejala yang dialami oleh Penyandang
Disabilitas Mental.

e. Rehabilitasi Sosial : Rehabilitasi Sosial merupakan proses


refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat. Rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas Mental
disesuaikan dengan hasil asesmen, sehingga upaya yang dilakukan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan. Layanan rehabilitasi sosial dapat
dilaksanakan di panti sosial, pusat rehabilitasi sosial, atau rehabilitasi
sosial berbasis masyarakat.

VII. KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. 2018. Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018). Jakarta

Lestari dan Wardhani. 2014. Stigma Dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat Yang
Dipasung. (Stigma and Management on People with Severe Mental Disorders with
"Pasung" (Physical Restraint). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 17 No. 2
April 2014: 157-166

11
12

Anda mungkin juga menyukai