1. Pendahuluan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi, salah satu tujuan penyelenggaraan jasa konstruksi adalah
menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan jasa
konstruksi. Dalam penjelasannya disebutkan nilai tambah dikaitkan dengan
penerapan salah satu dari 13 azas penyelengaraan jasa konstruksi yaitu azas
manfaat. Untuk meningkatkan nilai tambah, setiap tahapan penyelenggaraan
jasa konstruksi akan memberikan manfaat yang optimal apabila dilaksanakan
dengan prinsip profesionalisme, tanggung jawab, efisiensi dan efektivitas.
Penerapan keempat prinsip ini secara keseluruhan mewarnai pengaturan
penyelenggaraan jasa konstruksi dalam UU 2/2017.
Sebagaimana diketahui, penyelenggaraan jasa konstruksi walaupun bersifat
industri dalam kerangka menghasilkan produk konstruksi berupa bangunan,
tetapi penerapannya terpisah-pisah yang masing-masing memiliki karakteristik
sendiri. Pewujudan nilai tambah yang optimal diperoleh dengan mensinergikan
setiap tahapan penyelenggaraan jasa konstruksi melalui penerapan nilai-nilai
profesionalisme, tanggung jawab dalam pewujudan nilai tambah, efisiensi dan
efektivitas.
3.4.2 Penugasan
Sistem delivery penyelenggaraan konstruksi dengan konsep penugasan
sebagaimana telah dilaksanakan dalam pengelolaan jalan tol di Sumatera telah
menunjukkan peningkatan nilai tambah yang signifikan. Dalam waktu singkat
berhasil dihubungkan Bakaheuni – Palembang melalui jalan tol.
Penugasan berbeda dengan penunjukan dalam suatu proses pengadaan
jasa konstruksi. Penugasan adalah pendelegasian wewenang untuk mengelola
suatu pekerjaan sesuai dengan tugas yang diperintahkan. Penugasan yang
dimaksud berbeda dengan penugasan yang diberikan oleh suatu unit organisasi
kepada unit organisasi internal lainnya. Dalam konteks UU 2/2017, penugasan
adalah pengalihan tanggung jawab penyediaan bangunan yang sebelumnya
langsung di bawah pengelola sektor menjadi di bawah suatu entitas baru berupa
lembaga/ badan/orang perseorangan. Entitas baru tersebut dapat
menyelenggarakan konstruksi secara sendiri atau melalui pihak kedua selama
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pelaku jasa
konstruksi.
Ketentuan terkait dengan penyediaan bangunan dalam UU 2/2017 telah
dicabut oleh UU 11/2020, sehingga sistem delivery penyelenggaraan jasa
konstruksi melalui penugasan mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya. Pada hakikatnya, sistem delivery melalui penugasan adalah
penyelenggaraan konstruksi yang dikerjakan sendiri. Perbedaan dengan
penugasan yang dilaksanakan melalui konsep swakelola kepada unit pelaksana
internalnya adalah dalam hal perbedaan bentuk perjanjian perikatan.
5. Kesimpulan
Peningkatan nilai tambah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi meliputi
tiga konsep yaitu integrasi tahapan siklus penyelenggaraan konstruksi, rantai
nilai penyelenggaraan konstruksi, dan peningkatan profesionalisme pelaku jasa
konstruksi. Integrasi tahapan siklus penyelenggaraan konstruksi terdiri dari
penerapan peran manajemen konstruksi berupa perwujudan ide menjadi
bangunan dan pengelolaan rantai pasok konstruksi untuk memastikan
kesesuaian ide dengan pelaksanaannya. Sedangkan rantai nilai
penyelenggaraan konstruksi adalah memastikan kesepakatan nilai khusus yang
melekat pada kegiatan konstruksi yang diinginkan seperti konstruksi hijau,
pemanfaatan energy terbarukan, dan nilai pariwisata. Terakhir, peningkatan
profesionalisme pelaku jasa konstruksi dengan memastikan kompetensi tenaga
kerja konstruksi dan kapasitas badan usaha dengan sertifikasi serta penerapan
etika profesi.
Kondisi kinerja peningkatan nilai tambah jasa konstruksi yang saat ini
sedang dilaksanakan terdiri dari pengelolaan sumber daya material dan
peralatan konstruksi (MPK), pengembangan tenaga kerja konstruksi (TKK),
penyelenggaraan usaha jasa konstruksi, pengelolaan sistem delivery jasa
konstruksi, serta penerapan standar K4 (Keamanan, Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan) Konstruksi. Pertama, pengelolaan sumber daya MPK
dilakukan dengan peningkatan kapasitas dan pemanfaatan material dalam
negeri, peningkatan sistem informasi untuk pemetaan kondisi material dan
peralatan konstruksi, pemanfaatan teknologi, dan penerapan BIM. Kedua,
pengembangan tenaga kerja konstruksi melalui peningkatan sertifikasi sehingga
meningkatnya kualitas pembangunan dan mengurangi kecelakaan konstruksi
tiap tahunnya. Ketiga, penyelenggaraan usaha jasa konstruksi dengan
dukungan terhadap pengembangan BUJK spesialis melalui pengaturan (UU
2/2017) dengan pendekatan rantai pasok pada pengadaan jasa konstruksi.
Diharapkan dengan pengguna menginformasikan bagian pekerjaan yang
bersifat spesialis dalam suatu tender, BUJK utama dapat bekerjasama dengan
BUJK spesialis untuk menjadi rantai pasok usahanya di dalam pengajuan
penawaran paket. Keempat, pengelolaan sistem delivery jasa konstruksi dengan
pendekatan sistem informasi (online) seperti e-procurement dan e-catalogue
serta paket pekerjaan konstruksi terintegrasi. Terakhir dengan penerapan
standar K4 konstruksi, proses pembangunan infrastruktur terjamin dalam
keamanan struktur bangunannya, keselamatan dan kesehatan bagi pelaku jasa
konstruksinya, serta dukungan pembangunan yang berkelanjutan bagi
lingkungan sekitarnya.
Upaya-upaya strategis ke depan yang dapat meningkatkan nilai tambah
dalam konstruksi adalah penyelenggaraan berbasis kinerja, pembangunan
sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi, dan peningkatan sinergitas
kolaborasi dengan masyarakat jasa konstruksi. Penyelenggaraan berbasis
kinerja yang dimulai dengan registrasi pengalaman tenaga kerja dan badan
usaha. Dengan adanya database terbuka terhadap pengalaman tenaga kerja
maupun badan usaha yang digunakan dalam proses pemilihan, dapat mencegah
penumpukan kegiatan konstruksi pada pelaku jasa konstruksi tertentu sehingga
persaingan sehat dapat terwujud. Didukung dengan penerapan remunerasi
berdasarkan kehadiran (time-based cost) bagi tenaga kerja konstruksi dan sisa
kemampuan nyata (SKN) bagi BUJK, keseimbangan supply-demand pelaku jasa
konstruksi dapat tercipta. Sedangkan, pembangunan sistem informasi jasa
konstruksi terintegrasi yang akan membuka informasi terhadap kondisi rantai
pasok konstruksi diantara penyedia jasa dan pengguna jasa akan mendorong
peningkatan kualitas pembangunan. Para penyedia jasa akan semakin
termotivasi untuk dapat melakukan inovasi dalam meningkatkan efektifitas dan
efisiensi di dalam jasa konstruksi yang ditawarkan. Dengan membudayakan
teknologi sistem informasi, penerapan konsep “lean construction” dengan
teknologi terkini seperti BIM dapat semakin meningkat diantara pelaku konstruksi
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Terakhir, peningkatan
sinergitas kerjasama antar masyarakat jasa konstruksi seperti kemampuan
penelitian dan pengembangan yang dimiliki pakar dan perguruan tinggi
disinergikan dengan kemampuan anggota asosiasi perusahaan dan rantai pasok
dalam permodalan dan produksi untuk peningkatan inovasi dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi yang lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
2. Undang-Undang 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja
3. Undang-Undang No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran
4. PP 14/2021 tentang Perubahan Atas PP 22/2020 tentang Peraturan Pelaksanaan
UU 2/2017 tentang Jasa Konstruksi
5. Permen PUPR 07/2021 tentang Pencatatan Sumber Daya Material dan Peralatan
Konstruksi
6. Permen PUPR 09/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi
Berkelanjutan
7. Permen PUPR 10/2021 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
8. Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), April 2020
9. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi 2020-2024, 2020
10. Buku Informasi Statistik Konstruksi 2015-2020
11. http://report.siki.lpjk.net//
12. Buku Konstruksi Indonesia tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014
13. Rencana Strategis Ditjen Bina Konstruksi 2020-2024
14. Buku Konstruksi Indonesia 2030 untuk Kenyamanan Lingkungan Terbangun
(LPJK, 2007)