Anda di halaman 1dari 2

Governance : Pemahaman Konsep & Praktik – Harapan dalam Mencapai Tata

Kelola Yang Baik


Kali ini DIALOKIN membahas tentang Governance atau diartikan sebagai Tata
Kelola Pemerintahan dan jaringan hubungan antar sektor. Disebut sebagai
Governance, sebab secara konseptual konsep ini dianggap lebih luas dari
manajemen publik serta karakteristiknya yang luas namun juga spesifik pada
beberapa aspek dimensional. Paling tidak itu yang dikatakan oleh kakek & nenek
Ansell & Gash (2007) dan Emerson, et.al. (2012). Kakek Ansell & Gash (2007)
menjelaskan jika manajemen tidak menyediakan arus komunikasi dua arah atau
komunikasi multi-lateral. Sedangkan nenek & kakek Emerson, et.al. (2012)
menjelaskan bahwa Governance dapat menampung hubungan kelembagaan
yang terintegrasi dalam tindakan, dinamika, serta pengaruh sistem konteks selama
proses pengelolaan berlangsung.
Governance juga mengemukakan sebagai suatu konsep pendekatan di dalam
Administrasi Publik, sebab diyakini jika konsep ini adalah mekanisme teknis yang
dimensional dalam pelaksanaan kebijakan publik serta keterkaitan hubungan
pengaruh kepentingan tiga sektor utamanya (Pemerintah, Sektor Swasta, dan
Masyarakat). Bentuk pendekatan yang lebih aplikatif banyak diturunkan dari
kerangka konseptual Governance ini, baik secara teoretik maupun praktik. Sejak
kemunculannya sekitar tahun 1980-an dan 1990-an hingga berkembang saat ini,
Governance ditandai atau dicirikan dengan :
• Pelaksanaan kekuasaan atau otoritas yang dilaksanakan oleh para
pemimpin politik untuk kesejahteraan warga negara atau rakyatnya;
• Proses kompleks di mana beberapa sektor masyarakat yang beragam
memegang kekuasaan masing-masing;
• Kebijakan publik yang diperlakukan dan diumumkan (dilaksanakan) secara
langsung mempengaruhi stakeholders individu maupun kelompok,
interaksi antar lembaga, dan pembangunan ekonomi maupun sosial
(Ikeanyibe, et.al., 2017).
Governance sebagai konsep teoritis maupun praktis, dipahami sebagai suatu
sistem nilai dan kebijakan, serta struktur kelembagaan yang muncul dari interaksi
antar stakeholders utama tadi, yang pada akhirnya ditujukan untuk menciptakan
suatu kondisi pemerintahan yang baik. Berawal dari ketidakefektifan dan
inefisiensi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan praktik pemerintahan
(governing) dalam melaksanakan dan penemuhan urusan serta kepentingan
publik, Governance muncul sebagai kerangka konsep yang dianggap baik. Kendati
sebagian ahli seperti kakek Roy & Tisdell (1998) atau nenek Grindle (2007)
menyatakan bahwa baiknya praktik dan terwujudnya Governance yang benar-
benar baik membutuhkan dukungan sekaligus tergantung hubungan kelembagaan
dan pembangunan (building) kapasitas.
Kakek Henry (2018) juga menjelaskan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi
lembaga (dalam konteks governance) akan menjadi lebih baik ketika tidak
dilakukan sendiri. Singkatnya, pelaksanaan pemenuhan urusan dan kepentingan
publik membutuhkan bantuan dari orang atau lembaga (stakeholders) lain. Ibarat
kata, Pemerintah (Government) gak bisa hidup dan bertindak sendiri. Superman
aja galau kalo gak ada Lois, pikiran Thor kacau kalo Heimdall gak ngasih tau
kondisi si Jane Foster di Bumi. Kurang lebih begitulah kemistri, kondisi dan situasi
yang tercipta ketika konsep Governance dilakukan atau dipraktikkan. Ketika
Governance dipraktikkan, jalinan hubungan dan interaksi antar stakeholders
tersebut bakalan seperti Thor sama Jane Foster dan Love. Bayangin sendirilah
siapa yang jadi Thor, Jane Foster, dan si kecil Love.
Secara teoritis, ketika Governance dipraktikkan dapat menghasilkan :
• Kerjasama yang positif, layanan lebih baik hingga pada tingkat daerah.
• Korelasi positif antar lembaga dan tingkat kepuasan yang lebih baik.
• Jejaring yang dapat mendukung peningkatan kinerja lebih baik.
• Keterlibatan kolaboratif berbagai lembaga dalam proses pemecahan
masalah (solusi) (Henry, 2018).
Kendati demikian, praktik Governance bukannya tanpa kendala dan tantangan.
Kakek Henry (2018) paling tidak tantangan dan kendala dapat muncul dari
ketidaksesuaian yang tidak terduga (tuft wars) dan time consuming (tenggak waktu
praktik) lebih lama terutama pada awal pembentukan. Yah .. sejauh ini, Kolaborasi
(Collaborative) adalah praktik dan konsep terbaik yang ditawarkan oleh para ahli
tata kelola (Henry, 2018; Emerson & Nabachi, 2015; & Ansell & Gash, 2007).

Referensi
Ansell, C., & Gash, A. (2007). Collaborative Governance in Theory and Practice.
Journal of Public Administration Research and Theory, 543-571.
Emerson, K., & Tanabachi, T. (2015). Collaborative Governance Regimes.
Washington, DC: Georgetown University Press.
Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S. (2012). An Integrative Framework for
Collaborative Governance. Journal of Public Administration Research, 1-
29.
Grindle, M. S. (2007). Good Enough Governance Revisited. Development Policy
Review, 553-574.
Henry, N. (2018). Public Administration And Public Affairs: Thirteenth Edition. New
York and London: Routledge Tylor & Francis Group.
Ikeanyibe, O. M., Ori, O. E., & Okoye, A. E. (2017). Governance paradigm in public
administration and the dilemma of national question in Nigeria. Cogent
Social Sciences, 1-16.
Roy, K., & Tisdell, C. (1998). Good governance in sustainable development: the
impact of institutions. International Journal of Social Economics, Vol. 25
No. 6/7/8, 1310-1325.

Anda mungkin juga menyukai