Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manipulasi pada laporan keuangan merupakan bentuk kecurangan yang
mengakibatkan menurunnya kualitas laporan keuangan. Meningkatnya kesempatan untuk
terlibat dalam kecurangan laporan keuangan karena struktur kontrol perusahaan melemah,
tata kelola perusahaan yang kurang efektif, dan kualitas fungsi audit yang buruk, sehingga,
memungkinkan arus keuangan perusahaan disalahgunakan oleh pelaku fraud dan
berdampak pada pelaporan keuangan yang tidak relevan (Beneish, 1999). Suryanto
(2016) menyimpulkan bahwa keterlambatan penyampaian laporan keuangan berhubungan
dengan proses audit dalam mengidentifikasi, menginvestigasi dan menyelesaikan masalah
kecurangan dan manipulasi laporan keuangan yang terjadi pada suatu entitas.
Salah satu alasan entitas melakukan manipulasi laporan keuangan adalah untuk
mempertahankan gambaran kinerja keuangan yang baik sehingga menarik minat investor
(Kamarudin, Ismail, & Mustapha, 2012). Kecurangan merupakan suatu tindakan yang
dilakukan secara disengaja dan itu dilakukan untuk tujuan pribadi atau orang lain, dimana
tindakan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau institusi tertentu.
Kecurangan pada laporan keuangan di satu sisi dapat memberikan keuntungan bagi para
pelaku bisnis karena mereka dapat melebih-lebihkan hasil usaha (overstated) dan kondisi
keuangan mereka sehingga laporan keuangan mereka terlihat baik dalam pandangan
publik. Di sisi yang lain, kecurangan dapat juga dilakukan dengan menurukan kinerja
mereka yang tercermin dari Laporan Laba Rugi dengan tujuan untuk menurunkan
pengenaan pajak atas entitas tersebut. Akan tetapi, meningkatnya kecurangan laporan
keuangan juga sangat merugikan publik yang sangat menggantungkan pengambilan
keputusan mereka berdasarkan laporan keuangan tersebut.
Laporan keuangan sangat dibutuhkan sebagai dasar informasi bagi pemerintah
untuk mengetahui kondisi ekonomi negara. Laporan keuangan yang riil menunjukkan
asset, kewajiban dan permodalan serta kinerja suatu entitas yang merupakan informasi
penting bagi negara untuk melakukan kalkulasi kebijakan yang akan diberlakukan kedepan
serta evaluasi terhadap kebijakan yang telah diterapkan. Data laporan keuangan tersebut

1
juga merupakan dasar dalam perhitungan pajak yang dikenakan pada suatu entitas
dimana pajak tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan negara.
Pada prakteknya, masih sangat banyak entitas yang membuat laporan keuangan
tidak sesuai dengan standar atau bahkan dilaporkan dengan manipulative untuk tujuan
tertentu, baik itu dilaporkan overstated untuk tujuan memperoleh pembiayaan perbankan
atau dilaporkan understated untuk tujuan memperkecil pengenaan pajak. Praktek
manipulasi tersebut sangat merugikan negara bagaimanapun bentuk manipulasinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa ancaman yang terjadi pada Negara jika Laporan Keuangan tidak
diterbitkan atau disusun tidak sesuai dengan standar?
2. Apa ancaman yang terjadi pada Negara jika warga negara memanipulasi
kewajiban perpajakannya?
3. Bagaimana peran Akuntan Profesional dalam melakukan pencegahan
kegiatan manipulasi Laporan Keuangan dan Pepajakan sebagai bentuk Bela
Negara?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Ancaman yang terjadi pada Negara jika Laporan Keuangan
Entitas tidak diterbitkan atau disusun tidak sesuai dengan standar
2. Untuk mengetahui Ancaman yang terjadi pada Negara jika warga negara
memanipulasi kewajiban perpajakannya
3. Untuk mengetahui peran Akuntan Profesional

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

2.1 Bela Negara


2.1.1. Definisi Bela Negara
Pengertian Bela Negara berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1998 adalah
tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut
yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara
Indonesia serta keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, dan
kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari luar negeri maupun
dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan
dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945.
Bela Negara dapat dilakukan secara fisik dan non fisik. Bela Negara secara fisik
adalah dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh. Sedangkan
secara non fisik adalah upaya untuk mempertahankan negara dengan cara memahami
dan mengimplementasikan nilai-nilai sebagai berikut :
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara, yaitu secara psikologis memiliki kecerdasan
emosional, spiritual dan intelejensi, senantiasa memelihara jiwa dan raganya,
serta memiliki sifat disiplin, ulet, kerja keras, dan tahan uji. Sedangkan secara fisik
memiliki kondisi kesehatan dan keterampilan jasmani untuk mendukung
kemampuan awal secara psikologis dengan cara gemar berolahraga dan
senantiasa menjaga Kesehatan.
Sebagai contoh dari nilai-nilai tersebut adalah belajar dengan sungguh-sungguh, mencintai
produk-produk dalam negeri, mempelajari dan melestarikan budaya bangsa sendiri, tidak

3
mencemarkan nama baik negara, tidak terpengaruh akan budaya asing yang bersifat
negative, dan sebagainya.
2.1.2. Dasar Hukum Bela Negara
Dasar Hukum Bela Negara terdiri dari Landasan Idiil, Landasan Konstitusional dan
Landasan Operasional. Landasan Idiil Bela Negara adalah Pancasila, dengan uraian
sebagai berikut:
• Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, Bangsa Indonesia meyakini bahwa
kemerdekaan dan kedaulatan setiap individu dan setiap bangsa adalah hak asasi
manusia. Di mana kemerdekaan dan kedaulatan ini diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Bahkan dalam pokok pikiran pembukaan UUD 1945 alinea ketiga
disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa.
• Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan bahwa bela
negara wajib hukumnya bagi setiap warga negara terkait dengan kemanusiaan
dan keadilan.
• Sila Ketiga, persatuan Indonesia, dapat dijadikan sebuah landasan idiil yang
sangat mendasar karena bela negara terkait langsung hubungannya dengan rasa
cinta tanah air dan kewajiban membelanya.
• Sila Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan, menunjukkan landasan bela negara yang
menyeluruh dan terorganisir diatur oleh negara.
• Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai landasan idiil.
Di dalam sila ini terkandung makna kerja keras, giat belajar, ikut serta dalam
kegiatan pembangunan, yang merupakan perwujudan bela negara dalam
kehidupan sehari-hari.
Landasaan Konstitusional Bela Negara adalah UUD 1945, pada pasal-pasal tertentu,
sebagai berikut:
• Pasal 27 (3) UUD 1945, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara”. Secara Non Fisik dapat berarti setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan dan melakukan semua upaya memajukan
dirinya, yang nantinya dapat ikut memajukan negara Indonesia, ikut

4
memelihara lingkungan, melaksanakan aturan dan tata tertib di Indonesia,
dan lain-lain
• Pasal 30 (1) UUD 1945. ”Tiap-tiap warga negara berhak dan ikut serta dalam
pertahanan dan keamanan negara”. Secara Non Fisik dapat berarti kewajiban
menjaga ketertiban dan pertahanan negara dengan tidak melakukan tindakan
yang melanggar persatuan dan kesatuan indonesia.
• Pasal 30 (2) UUD 1945, ”Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Secara Non
Fisik ikut berpartisipasi dalam menjaga pertahanan dan keamanan, dengan
berlaku sesuai aturan, tidak melakukan tindakan kriminal, dan tetap menjaga
keutuhan negara yang berbhineka tunggal ika
• Pasal 30 (3, 4, dan 5) UUD 1945. Tentang TNI dan POLRI. Pada pasal ini, Bela
Negara yang dimaksud lebih mengarah pada fisik.
Untuk Landasan Operasional Bela Negara adalah sebagai berikut:
• TAP MPR Nomor VI Tahun 1973, tentang konsep wawasan nusantara, yang
menjelaskan di mana pun warga negara Indonesia berada, ia adalah sebagai satu
kesatuan Negara Indonesia.
• UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu hak dasar yang dimiliki
manusia. Dan dalam UU ini dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak dan kewajiban dalam membela negara sesuai ketentuan yang berlaku.
• TAP MPR No. VI dan VII Tahun 2000 tentang TNI dan POLRI, UU No. 2 dan 4
Tahun 2002 tentang Kepolisian NKRI, UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI
• UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang mencakup pertahanan
negara dan pelaksanaanya yang menganut sistem pertahanan rakyat semesta,
yaitu pertahanan yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia sesuai kemampuan
dan profesinya masing-masing.
Pengembangan dan penerapan sikap Bela Negara akan memberikan manfaat
bagi diri pribadi warga negara, diantaranya adalah:
1. Membentuk sikap disiplin waktu,aktivitas,dan pengaturan kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.

5
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada Bangsa dan Patriotisme sesuai dengan
kemampuan diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok.
6. Membentuk Iman dan Taqwa pada Agama yang dianut oleh individu.
7. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
8. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

2.1.3. Ancaman dalam Bela Negara


Ancaman yang terjadi dalam Bela Negara terdiri dari ancaman militer dan
ancaman dari non militer.
a. Ancaman militer adalah ancaman yang di dalamnya menggunakan kekuatan
bersenjata.
b. Ancaman non-militer adalah ancaman yang tidak menggunakan senjata. Namun,
bila dibiarkan akan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara,
dan keselamatan segenap bangsa Indonesia.
Ancaman non-militer dapat bersumber dari internal (dalam) maupun dari eksternal
(luar). Ancaman dari luar dapat berupa upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa
melalui disinformasi dan propaganda, peredaran narkotika dan obat terlarang, pornografi
yang merusak nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa. Sedangkan ancaman dari
dalam dapat berupa masalah korupsi, kolusi dan nepotisme, kasus nakoba, kekerasan dan
tawuran, dan sebagainya. Ancaman non militer baik yang bersumber dari internal maupun
dari eksternal dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang, diantaranya sebagai berikut:
a. Ancaman non militer dalam bidang Kesehatan. Ancaman non militer yang terjadi di
bidang kesehatan salah satunya terjadi pada 3 tahun terakhir ini, yakni terjadinya
pandemi global atau wabah virus COVID-19.
b. Ancaman non militer dalam bidang Politik. Diantaranya adalah kudeta, blokade
politik, provokasi, separatisme, serta pertikaian kelompok masyarakat.
c. Ancaman non militer dalam bidang Ideologi. Cepatnya informasi media sosial
akhir-akhir ini membuat masuknya ideologi asing ke indonesia hampir tanpa filter.

6
Beberapa paham dan ideologi menyimpang dari pancasila tidak dapat dicegah
dengan kesadaran tinggi oleh masyarakat, termasuk ideologi liberal, dan komunis.
d. Ancaman nonmiliter dalam bidang Ekonomi. Secara eksternal, ancaman ini dapat
berupa perdagangan bebas yang rentan oleh penyelundupan barang-barang
terlarang, penggunaan barang-barang didominasi oleh produk asing,
ketergantungan terhadap produk impor, baik dalam hal perdagangan maupun
sistem ekonominya, secara perlahan, perekonomian Indonesia mulai dikuasai oleh
pihak asing. Sedangkan secara internal, ancaman nonmiliter di bidang ekonomi
salah satunya adalah kurangnya kesadaran warga negara akan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan perusahaan dan entitas lainnya, serta
perilaku manipulatif baik dalam penerbitan Pelaporan Keuangan dan Perpajakan.

2.2 Pelaporan Keuangan


2.2.1. Definisi Pelaporan Keuangan
Pelaporan Keuangan (Financial Reporting) adalah semua cara yang digunakan
oleh perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan perusahaan tersebut. Dalam
SFAC No.1, FASB (1980) menyebutkan bahwa tujuan pelaporan keuangan tidak terbatas
pada isi dari laporan keuangan (financial statement). Dengan kata lain, cakupan pelaporan
keuangan (financial reporting) adalah lebih luas dibandingkan laporan keuangan (financial
statement). FASB (1980) menyebutkan: Pelaporan keuangan mencakup tidak hanya
laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi lainnya, yang berkaitan langsung
atau tidak langsung, dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi yaitu
informasi tentang sumber-sumber ekonomi, hutang, laba periodik dan lain-lain.
Menurut Kasmir (2008), pengertian laporan keuangan adalah ringkasan dari suatu
proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi yang terjadi
selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan terdiri dari Neraca, laporan
laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan
keuangan.
Menurut Munawir (2010), laporan keuangan adalah suatu bentuk pelaporan yang
terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca
menunjukkan atau menggambarkan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu

7
perusahaan pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan (laporan) laba-rugi
memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban yang terjadi
selama periode tertentu, dan laporan perubahan ekuitas menunjukkan sumber dan
penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan ekuitas perusahaan.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui bahwa Laporan Keuangan pada umumnya
meliputi Neraca, Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas dan
Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut merupakan suatu bentuk
laporan yang menggambarkan kondisi keuangan, perkembangan perusahaan dan hasil
usaha suatu perusahaan pada jangka waktu tertentu.

2.2.2. Dasar Hukum Kewajiban Penyusunan Laporan Keuangan


Setiap entitas, baik itu komersil maupun non laba diwajibkan menyusun laporan
keuangan setiap periode, sebagai dasar untuk pengambilan keputusan strategis maupun
penilaian terhadap akuntabilitas pelaksanaan manajemen yang baik. Beberapa dasar
hukum terkait penyusunan Laporan Keuangan sebagai perangkat wajib dalam pengelolaan
entitas:
1. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 66, sebagai berikut:
Ayat (1): Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah
oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah
tahun buku Perseroan berakhir.
Ayat (2): Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
sekurang-kurangnya:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir
tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku
sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan,
laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas
laporan keuangan tersebut; …
Ayat (3): Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun
berdasarkan standar akuntansi keuangan
Ayat (4): Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit,

8
harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Pasal 49, sebagai berikut:
a. Dalam jangka waktu paling lambat 5 bulan terhitung sejak tanggal tahun buku
Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun Laporan Tahunan secara tertulis
yang memuat sekurang-kurangnya:
i. Laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu
serta hasil yang telah tercapai
ii. Laporan Keuangan yang terdiri atas Laporan Posisi Keuangan Akhir
Periode, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas
Laporan Keuangan
b. Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib
dilaporkan dalam Laporan Tahunan

2.2.3. Tujuan Laporan Keuangan


Menurut Fahmi (2011), tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan
ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Menurut Kasmir (2016) menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan yaitu:
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki
perusahaan pada saat ini.
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki
perusahaan pada saat ini.
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada
suatu periode tertentu.
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam suatu periode tertentu

9
e. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu
periode
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu
periode
g. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan
h. Informasi keuangan lainnya.
Berdasarkan tujuan di atas, dapat diketahui bahwa dengan disusunnya laporan
keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui kondisi keuangan perusahaan secara
menyeluruh. Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan akan sangat berguna bagi
pihak internal maupun pihak eksternal karena, laporan tersebut akan memberikan
informasi yang berhubungan dengan posisi keuangan suatu perusahaan.

2.3 Perpajakan
2.3.1. Definisi Perpajakan
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3.2. Tujuan Perpajakan


Didalam Undang-undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa : “Undang-undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:
a. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan
mendukung percepatan pemulihan perekonomian;
b. Mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan
nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, Makmur
dan sejahtera

10
c. Dst.

2.4 Akuntan Profesional


Akuntan Profesional adalah para pelaku akuntansi yang memiliki kompetensi yang
mencukupi dalam bidang akuntansi. Akuntan Profesional melaksanakan tanggung
jawabnya dengan mematuhi prinsip dasar etika profesi sebagai berikut:
1. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan professional dan
bisnis.
2. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh
yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan
pertimbangan professional atau bisnis.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan
keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien
atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-
sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
4. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
hubungan profesional dan binis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali
terdapat suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk
mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk
keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau pihak ketiga.
5. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan
menghindari perilaku apapun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi
Akuntan Profesional

B. PERAN AKUNTAN PROFESIONAL DALAM PENDAMPINGAN PENYUSUNAN


LAPORAN KEUANGAN YANG BAIK DAN BENAR UNTUK MENCEGAH PERILAKU
MANIPULATIF YANG MERUGIKAN NEGARA

11
2.5 Ancaman Non Militer Akibat Perilaku Manipulatif dalam Penyusunan Laporan
Keuangan
Laporan Keuangan merupakan salah satu informasi penting terkait keuangan
suatu entitas, jika laporan yang tersaji salah atau tidak sesuai dengan kondisi riil maka
akan terjadi ancaman terhadap negara diantaranya sebagai berikut:
1. Adanya resiko pengambilan keputusan yang salah dan menyebabkan keraguan
terhadap kredibilitas perusahaan. Akibat dari pengambilan keputusan yang salah
adalah salah satunya dapat menyebabkan pemberian keputusan pembiayaan
yang tidak benar. Hal ini dapat menyebabkan kerugian negara yang cukup
signifikan jika pemberian pembiayaan dilakukan dalam jumlah yang besar.
2. Kesalahan Laporan Keuangan mempengaruhi pengenaan pajak. Adanya
manipulasi pada laporan keuangan entitas dapat menurunkan pendapatan negara
dari pajak, sedangkan pajak merupakan komponen penerimaan negara yang
paling dominan dalam APBN untuk membiayai seluruh proses pembangunan
negara.
3. Kesalahan Laporan Keuangan mempengaruhi Analisa konsultan. Kebanyakan
entitas baik komersil maupun non laba sekarang menggunakan jasa konsultan
pihak ketiga untuk melakukan Analisa untuk pengambilan keputusan strategisnya.
Analisa yang dilakukan konsultan ini didasarkan pada data dan informasi yang
tersaji dari internal perusahaan dimana salah satu informasi yang dipakai adalah
informasi keuangan dari Laporan Keuangan. Informasi yang dihasilkan dari
Laporan Keuangan yang dimanipulasi akan menyebabkan Analisa yang tidak
tepat dan memungkinkan entitas mengalami salah strategi yang dapat
menyebabkan kemunduran entitas tersebut. Hal ini jika dilakukan di banyak entitas
maka akan banyak entitas pula yang berpotensi mengalami kesalahan kebijakan.
Sekali lagi, ini akan menyebabkan ancaman terhadap perekonomian negara.

2.6 Peran Akuntan Profesional Untuk Mencegah Perilaku Manipulatif Dalam


Penyusunan Laporan Keuangan

12
Akuntan Profesional merupakan praktisi di lapangan yang menjadi partner para
pelaku usaha dan pelaku entitas social dan nirlaba lainnya khususnya dalam pengelolaan
keuangan baik dalam proses maupun dalam menjalankan pertanggungjawaban keuangan.
Dalam berbagai kasus manipulative yang terjadi di berbagai entitas, Akuntan
Profesional sadar akan pengaruh informasi manipulative tersebut baik secara khusus di
entitas tersebut maupun secara umum sebagai ancaman non militer (ekonomi) bagi
kelangsungan hidup negara.
Peran yang diambil oleh Akuntan Profesional diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan edukasi bagi pelaku usaha dan pelaku entitas social terkait
pentingnya menjalankan good governance dengan salah satunya adalah
menjamin laporan keuangan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku.
2. Menyumbangkan pemikiran untuk memperkuat system yang berkaitan dengan
pelaporan keuangan dan kebijakan perpajakan.
3. Menjadi pelaku pendampingan dalam penyusunan Laporan Keuangan Entitas
sehingga sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ada
4. Menjadi pelaku pendampingan perpajakan entitas sehingga dapat memberikan
advice yang seimbang demi kepentingan seluruh stakeholder negara.

13
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pelaporan Keuangan merupakan salah satu proses penting di dalam pengelolaan


sebuah entitas, baik itu entitas komersil maupun entitas non laba. Laporan Keuangan yang
diterbitkan merupakan dasar informasi untuk keputusan-keputusan selanjutnya, baik itu
keputusan strategis terkait investasi, ekspansi, maupun kebutuhan pembiayaan. Laporan
Keuangan juga merupakan dasar dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan
oleh entitas.
Perilaku sebagian warga negara yang melakukan tindakan manipulasi Laporan
Keuangan merupakan ancaman bagi negara, dimana ancaman tersebut merupakan
ancaman non militer yang mengarah pada sector ekonomi negara. Manipulasi Laporan
Keuangan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan perpajakan dimana pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara. Jika target perpajakan tidak
terpenuhi maka dapat dipastikan rencana pembangunan tidak berjalan dengan lancer,
Akuntan Profesional sebagai salah satu pelaku pendamping dalam pelaporan
keuangan entitas dan pendamping dalam pemenuhan perpajakan masyarakat harus
berperan dalam memberikan edukasi terhadap pelaku bisnis maupun non bisnis untuk
menerbitkan Laporan Keuangan yang baik dan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan. Selain itu, Akutan Profesional juga harus berperan dalam menyumbangkan
pemikiran untuk penyusunan system yang baik dalam pelaporan keuangan dan
perpajakan serta menjadi pendamping dalam implementasinya.
Dengan peran Akuntan Profesional tersebut maka ancaman non militer terhadap
negara dari sisi ekonomi dapat teratasi. Dengan menjalankan fungsi tersebut, Akuntan
Profesional berarti menjalankan nilai-nilai bela negara diantaranya cinta tanah air, sadar
berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila dan rela berkorban untuk bangsa dan
negara.

14

Anda mungkin juga menyukai