Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Sirosis Hepatis”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Bayu Rusfandi Nst, SpPD, serta Chief of ward RA 2, dr. Andry
Syahreza dan dr. Wira P. Siregar yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan .................................................................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................... iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dewasa lobus kanan 6 kali lebih besar daripada lobus kiri. Lobus kanan dan lobus
kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiformis. Pada bagian inferior terdapat fisura
untuk ligamentum teres dan pada bagian posterior terdapat fisura untuk
ligamentum venosum. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan
kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan
permukaanya.7
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hati atau
hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik diatas, kecuali
aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau yang lebih
dikenal sebagai sel Kupffer. Sel Kupffer, yang meliputi 15% dari massa hati serta
80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit.8,9
2.2.2. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 360 per
100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan 4% pasien
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik, serta 0,3%
pasien tersebut berakhir mengalami sirosis hati. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga.10
Sirosis berada pada urutan ke-14 sebagai penyebab kematian terbanyak di
seluruh dunia, menyebabkan 1,03 juta kematian per tahun di seluruh dunia,
170.000 kematian per tahun di Eropa, dan 33.539 kematian per tahun di Amerika
Serikat.2 Prevalensi sirosis hati yang dirawat di ruang rawat Penyakit Dalam
adalah sekitar 3,6% - 8,4% di Jawa dan Sumatera, serta 47,4% dari berbagai
penyakit hati yang dirawat. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis
hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun. Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun, dijumpai pasien
sirosis hati sebanyak
819 kasus (4%) dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.3,10
2.2.3. Klasifikasi
Secara konvensional sirosis hati dibagi menjadi:10
1. Makronodular, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
2. Mikronodular, dengan besar nodul kurang dari 3mm.
3. Campuran mikro dan makronodular.
1. Sirosis Alkoholik
Sirosis alkoholik, atau secara historis disebut sirosis Laennec, disebabkan oleh
alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol
adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi
lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang
mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya
pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak.10,11,12
Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:
1) Perlemakan Hati Alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh
penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol
kronis. Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang
dapat meluas hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak,
berminyak dan berwarna kuning.10,11,12
2) Hepatitis Alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20- 40%
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita
fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan
mengelilingi serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan
kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang
membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap
aliran darah yang melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan
asites.10,11
4) Sirosis Pascanekrosis
Sirosis pascanekrosis terjadi setelah nekrosis berbercak pada
jaringan hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan
kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya
mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul.11
5) Sirosis Biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar- lembar fibrosa di tepi lobulus, hati
membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu
menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis
biliaris: primer (statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan
autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati).11
9
2.2.4. Etiologi
Terdapat berbagai macam penyebab yang dapat mengakibatkan sirosis hati,
namun sampai saat ini belum ada penyebab yang pasti. Hal – hal yang sering
disebut menyebabkan sirosis hati:11
Virus hepatitis B, C, dan D.
Alkohol.
Obat-obatan atau toksin.
Kelainan metabolik: hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1-
antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia,
tirosinemia, fruktosa intoleran.
Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.
Gangguan imunitas.
Sirosis biliaris primer dan sekunder.
Idiopatik atau kriptogenik.
2.2.5. Patogenesis
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis
adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Regenerasi adalah
respons normal pejamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal
mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar
vena sentralis, dan kadang – kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel
sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe
IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel
mengendap di semua bagian lobulus dan sel – sel endotel sinusoid kehilangan
fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke
vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang
berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi
saluran vascular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara
khusus, perpindahan protein (misalnya albumin, faktor pembekuan, lipoprotein)
antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. 13
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stelata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara
normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami
pengaktivan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan
berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan
pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu13:
1. Peradangan kronis, disertai produksi sitokin peradangan seperti faktor nekrosis
tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1.
2. Pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,
hepatosit, dan sel epitel saluran empedu.
3. Gangguan matriks ekstrasel.
4. Stimulasi langsung sel stelata oleh sitokin.
Transisi dari penyakit hati kronik menjadi sirosis hati melibatkan proses
inflamasi, aktivasi sel stelata di mana selanjutnya terjadi fibrogenesis, angiogenesis
dan lesi parenkimal yang hilang oleh karena oklusi vaskular. Terjadinya fibrosis
hati menggambarkan ketidakseimbangan antara produksi matriks ekstraselular dan
proses degradasinya. Matriks esktraselular yang merupakan tempat perancah
(scaffolding) normal untuk hepatosit, terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan
proteoglikan. Sel-sel stelata yang berada pada ruang perisinusoid berfungsi untuk
memproduksi matriks ekstraselular.14,15
Pada penderita hepatitis C kronik dan sirosis, terjadi peningkatan TGF-1,
yang selanjutnya akan merangsang sel stelata yang aktif untuk memproduksi
kolagen tipe I. Enkapsulasi atau penggantian jaringan yang terluka oleh bekas luka
kolagen inilah yang disebut dengan fibrosis. Peningkatan deposisi kolagen dalam
ruang Disse (ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan fenestra
endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stelata yang aktif juga
mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi oleh sel-sel stelata dapat
memacu hipertensi portal.15 Dengan terjadinya hipertensi portal, aliran balik dan
statis substansi vasodilator berupa nitric oxide mulai terakumulasi. Vasodilatasi
dari arteri splanchnic mengubah hemodinamika dalam mikrosirkulasi splanchnic.
Arus masuk darah arteri yang cepat dan tinggi ke dalam mikrosirkulasi splanchnic
adalah faktor utama yang meningkatkan tekanan hidrostatik pada kapiler
splanchnic yang menyebabkan produksi splanchnic limfatik berlebihan akibat
kembalinya aliran getah bening. Kebocoran cairan pada kelenjar getah bening dari
hati dan organ splanchnic lainnya merupakan mekanisme terakumulasi cairan di
rongga abdomen. Retensi natrium dan retensi ginjal terus-menerus menyebabkan
pembentukan asites.16
Selain infeksi oleh virus hepatitis B dan C, alkohol merupakan salah satu
penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita sirosis hepatis. Etanol yang
terdapat pada alkohol diserap paling banyak di usus halus, dan sedikit diserap oleh
lambung. Gastric alcohol dehydrogenase (ADH) menginisiasi metabolisme
alkohol. Terdapat 3 sistem enzim yang berkerja dalam proses metabolisme alkohol
di hati, yaitu ADH sitosolik, microsomal ethanol oxidizing system (MEOS) dan
peroksisomal katalase. Oksidasi etanol paling banyak terjadi melalui sistem ADH,
11
untuk membentuk asetaldehid, di mana asetaldehid merupakan molekul yang
sangat reaktif yang dapat menimbulkan beberapa efek. Kemudian asetaldehid
dimetabolisme menjadi asetal oleh aldehid dehidrogenase (ALDH). Asupan dari
etanol meningkatkan akumulasi intraselular dari trigliserida dengan meningkatkan
serapan dari asam lemak dan dengan menurunkan oksidasi asam lemak serta
sekresi lipoprotein. Sintesis protein, glikosilasi dan sekresi terganggu.17,18
Kerusakan oksidatif terhadap membran hepatosit terjadi oleh karena
pembentukan reactive oxygen species (ROS), yaitu asetaldehid. Asetaldehid adalah
molekul yang sangat reaktif yang berkombinasi dengan protein untuk membentuk
protein-acetaldehyde adducts. Dengan adanya hepatosit yang rusak yang
dimediasi oleh asetaldehid, reactive oxygen species tertentu dapat mengaktivasi sel
Kupffer. Sebagai hasilnya, sitokin profibrogenik diproduksi di mana akan
menginisiasi dan menyebabkan aktiviasi sel stelata secara terus menerus,
dengan hasil produksi
berupa kolagen yang berlebihan dan matriks ekstraselular. Jaringan ikat terdapat
pada kedua zona periportal dan perisentral, yang dimana akhirnya
menyambungkan trias portal dengan vena sentral membentuk nodul-nodul
regeneratif. Kehilangan sel-sel hepatosit terjadi, dan dengan peningkatan produksi
dan deposit dari kolagen serta dengan destruksi dari hepatosit yang terus menerus
terjadi, hati berkontraksi dan ukurannya menyusut. Proses ini umumya memakan
waktu bertahun-tahun untuk terjadi.17,18
2.2.7. Diagnosis
Sirosis sering dikatakan penyakit diam karena pasien tidak menunjukkan
gejala sampai fase dekompensata. Oleh karena itu pada anamnesis harus
ditanyakan tentang faktor risiko yang mempengaruhi pasien sirosis. Kuantitas dan
durasi konsumsi alkohol merupakan faktor penting dalam diagnosis awal sirosis.
Faktor risiko yaitu transmisi hepatitis B dan C (misalnya, kelahiran di daerah
endemis, risiko paparan sejarah seksual, intranasal atau penggunaan obat intravena,
tindik tubuh atau tato, kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh), serta riwayat
transfusi dan riwayat pribadi atau keluarga terhadap penyakit autoimun atau hati.19
Sirosis fase kompensata bermanifestasi anoreksia dan penurunan berat
1 . Spider telangiektasi,
suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena – vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone
bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi keci
2. Eritema palmaris,
Yaitu warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritisreumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
3. Muchrche,
Yaitu perubahan pada kuku-kuku berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
4. Jari gada
yang sering ditemukan pada sirosis bilier yaitu osteoartropati hipertrofi
suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri.
5. Kontraktur Depuytren,
akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari – jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan
sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi
refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.
6. Ginekomastia
secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae pada
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan
juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga megalami perubahan
kea rah feminisme. Kebalikannya, pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga dikira fase menopause.
7. Atrofi testis
hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada
sirosis alkoholik dan hemokromatosis.
8. Hepatomegali, bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
9. Splenomegali
Sering ditemukan terutama pada sirosis dengan penyebab nonalkoholik.
Pembesaran ini dikaitkan dengan kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
10. Asites,
penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia.
11. Caput medusa, juga terjadi akibat hipertensi porta.
12. Fetor hepatikum,
Yaitu bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
13. Ikterus,
pada kulit dan membrane mukosa akibat hiperbilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
14. Asterixis
bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.
2.2.10. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertainya. Salah satu system skoring yang digunakan adalah kriteria
Child- Turcotte-Pugh. Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari
kriteria Child-Pugh, dan telah banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini.
Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan
prognosis kasus-kasus sirosis hepatis.10
Keterangan:
Child-Turcotte-Pugh A: 5-6 poin (prognosis baik: angka kesintasan 1 dan
2 tahun pertama= 100% dan 85%)
Child-Turcotte-Pugh B: 7-9 poin (prognosis sedang: angka kesintasan
1 dan 2 tahun pertama= 81% dan 60%)
Child-Turcotte-Pugh C: 10-15 (prognosis buruk: angka kesintasan 1 dan 2
tahun pertama= 45% dan 35.
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA